You are on page 1of 6

ITIHASA

(RAMAYANA DAN MAHABHARATA)


Oleh : Ni Kadek Putri Noviasih, SSos.H

Itihāsa adalah suatu bagian dari kesusastraan Hindu yang menceritakan kisah-kisah
epik/kepahlawanan para Raja dan ksatria Hindu pada masa lampau dan dibumbui oleh filsafat
agama, mitologi, dan makhluk supernatural. Itihasa dikenal dengan istilah “Wiracarita”.
Wiracarita (Wira=Laki, Pahlawan, Berani, Perwira; Carita=cerita) jadi Wiracarita adalah
Cerita kepahlawanan. Itihasa merupakan kaca mata pemimpin Hindu dalam menjalankan
tugas-tugas kenegaraan dan merupakan pedoman hidup bagi warga beragama hindu. Isi
itihasa penuh dengan pantasi, roman, kepahlawanan, disiplin, dan theologi keagamaan
sehingga mempunyai ciri-ciri karya seni atau karya sastra spiritual.
Itìhàsa merupakan kitab susastra Hindu, yang tergolong Smerti pada bagian
Upangaweda. Kata Itihasa berasal dari 3 bagian yaitu iti + ha + asa (iti = begini, ha = tentu,
asa = sudah terjadi) jadi kata Itihasa artinya sudah terjadi begitu. Namun dalam
perkembangan yang terjadi sampai saat ini khususnya di India kata Itihasa sering
dihubungkan sebagai Sejarah. Sehingga Itihasa adalah cerita berdasarkan latar sejarah yang
memasukkan nilai-nilai ajaran Weda di dalamnya. Itihāsa yang terkenal ada dua,
yaitu Ramayana dan Mahābhārata.
Berdasarkan sejumlah penelitian para sarjana didapat sebuah kesimpulan bahwa karya
Ramayana lebih dahulu ada dibandingkan Mahabharata. Hal tersebut didasarkan pada sloka
Ramayana yang tidak memuat hal yang ada pada Mahabharata. Namun masih banyak
ditemukan sloka yang berisi tetang kejadian yang atau penyebutan tokoh dalam Ramayana di
dalam Mahabharata.
Itihasa popular di masyarakat sebagai sebuah sastra adalah sekitar abad ke 6 – 3 SM.
Dan sebagai Sastra sekterian Waisnawa sekitar abad ke – 2 SM. Dan menurut sarjana barat
sepakat bahwa Itihasa muncul bersamaan sekitar abad ke 6 - 3 SM. Jadi dalam kurun waktu
tersebut, Itihasa telah ditulis. Sarjana India P. Lal memperkirakan penulisan Ramayana secara
kasar sekitar abad ke 15 – 2 SM. Hal tersebut didasarkan atas penemuan Arkeologis yang
menemukan kota Shringaverapura dalam Ramayana yang berumur 2800 tahun.
Pada Itihasa termuat tokoh Rama dan Kresna yang pada hakekatnya tokoh tersebut
lebih dulu ada ketimbang zaman Budha yaitu sekitar abad ke – 5 SM. Kejadian ini bila
mengacu pada kosmologi alam yang tergambar dalam Weda, zaman Ramayana terjadi sekitar
1
tahun 4750 SM, sedangkan Mahabharata tahun 3000 SM. Banyak pedapat dengan berbagai
argumentasi namun belum bisa dipastikan kapan kejadian ini terjadi dan di tulis. Hanya
perkiraan yang didasarkan pada perspektif tertentu. Di Indonesia sendiri, Hindu mulai masuk
pada abad ke-4, di mana di India Itihasa sedang populer sehingga zaman berkembangnya
Itihasa di India sangat berpengaruh terhadap perkembangan agama Hindu di Indonesia.
Susastra Ramayana dan Mahabharata kemudian ditulis dalam Bahasa Jawa Kuno (Kawi)
yang berbentuk gubahan-gubahan seperti Kekawin, Prosa maupun Kidung.
Salinan berbagai bagian dari Itihasa terutama Mahabharata cukup banyak ditemukan,
seperti Adiparwa, Wirataparwa, Bhismaparwa dan mungkin juga beberapa parwa yang lain,
diketahui telah digubah dalam bentuk prosa bahasa Kawi (Jawa Kuno) semenjak akhir abad
ke-10 Masehi. Yang terlebih populer dalam masa-masa kemudian adalah penggubahan cerita
itu dalam bentuk kakawin, yakni puisi lawas dengan metrum India berbahasa Jawa Kuno.
Salah satu yang terkenal ialah kakawin arjuna wiwaha (perkawinan Arjuna) gubahan
Mpu Kanwa.
Karya sastra lain yang juga terkenal adalah Kakawin Bharatayuddha, yang digubah
oleh Mpu Sedah dan belakangan diselesaikan oleh Mpu Panuluh. Di luar itu, Mpu Panuluh
juga telah menulis Kakawin Hariwangśa dan juga menggubah Kakawin Gaţotkacāśraya.
Beberapa kakawin lain turunan Mahabharata yang juga penting untuk disebut, di antaranya
adalah Kŗşņāyana, Bhomāntaka, dan Pārthayajña. Di samping itu, mahakarya sastra tersebut
juga berkembang dan memberikan inspirasi bagi berbagai bentuk budaya dan seni
pengungkapan, terutama di Jawa dan Bali, mulai dari seni patung dan seni ukir (relief)
pada candi-candi, Sendratari Ramayana, seni lukis hingga seni pertunjukan seperti wayang
kulit dan wayang orang.
Dua Itìhàsa yang sangat terkenal adalah Ramayana dan Mahabarata. Penyusun Kitab
Ramayana adalah Maharsi Walmiki sedangkan Kitab Mahabarata disusun oleh Maharsi
Wyasa. Kitab Ramayana menceritakan tentang kisah perjalanan Sri Rama sebagai salah satu
awatara Wisnu yang turun ke dunia untuk mengalahkan Rahwana. Epos ini terdiri dari 24.000
sloka dan memiliki tujuh bagian yang disebut Sapta Kanda. Setiap Kanda merupakan buku
tersendiri namun saling berhubungan dan melengkapi dengan Kanda yang lain. Daftar kitab:

1. Balakanda
2. Ayodhyakanda
3. Aranyakanda
4. Kiskindhakanda
2
5. Sundarakanda
6. Yuddhakanda
7. Uttarakanda

Kitab Mahābhārata berisi lebih dari 100.000 sloka. Mahābhārata berarti cerita keluarga
besar Bharata. Kitab Mahābhārata memiliki delapan belas bagian yang disebut
Astadasaparwa, yang saling berhubungan dan melengkapi dengan Parwa yang lain. Daftar
kitab:
1. Adiparwa
2. Sabhaparwa
3. Wanaparwa
4. Wirataparwa
5. Udyogaparwa
6. Bhismaparwa
7. Dronaparwa
8. Karnaparwa
9. Salyaparwa
10. Sauptikaparwa
11. Striparwa
12. Santiparwa
13. Anusasanaparwa
14. Aswamedikaparwa
15. Asramawasikaparwa
16. Mosalaparwa
17. Prasthanikaparwa
18. Swargarohanaparwa

Beberapa bukti-bukti sejarah menunjukan bahwa tempat kejadian dalam Itihasa masih
ada. Contohnya yaitu Kuruksetra medan perang Pandawa dan Kurawa. Jembatan Situbanda
penyeberangan Rama ke Alengka. Konon Srilanka dulunya adalah Alengka, dan memang ada
gugusan batu karang yang menghubungkan Srilanka dengan India. Beberapa nama tempat di
India juga menunjukkan kesamaan dengan nama tempat dalam Ramayana dan Mahabharata
yakni Mathura sebagai tempat lahir Krishna yang hingga kini menjadi tempat suci untuk
tirtha yatra, lalu Dwaraka (bahkan reruntuhan Kota Dwaraka ditemukan di dasar laut), dan

3
Indraprastha yang kini menjadi New Delhi. Bahkan hari kelahiran Krishna sendiri selalu
diperingati di berbagai wilayah India sebagai hari Sri Krishna Janmastami.
Cerita dalam kitab Itihāsa tersebar di seluruh daratan India sampai ke wilayah Asia
Tenggara. Bahkan di beberapa negara ada berbagai macam versi cerita Ramayana (Rama &
Sita) serta berbagai festival terkait perayaan ini. Kedua kitab tersebut sangat populer di
masyarakat sehingga dalam beberapa kesempatan mendapatkan tempat untuk dibacakan pada
saat ada upacara-upacara keagamaan baik sekarang maupun di masa lalu. Apalagi dengan
keberadaannya yang sudah ribuan tahun, jika Itihasa ini hanyalah sebuah dongeng atau mitos,
maka rasanya mustahil bisa bertahan begitu lama bahkan kisahnya masih diminati hingga kini
oleh hampir semua orang dari segala kalangan.
Dalam Mahabharata pada Swargarohana Parva (5.57) yaitu Parva ke-18 disebutkan:

Itihàsmimaý puóyaý mahàrtaý vedasamitam


Vyàsoktaý sruyate yena kåtvà bràhmaóamagrata
Artinya:
Cerita ini adalah peristiwa sejarah, dan mengandung makna yang dalam, dan
mengandung ajaran yang ada pada cerita ini sama seperti ajaran suci Weda. Karya
Maharsi Wyasa hendaknya didengar terlebih bagi seorang Brahmana.

Jadi, Itihasa dan Purana itu menguraikan aliran dan ajaran dalam Weda dengan kisah-
kisah menarik sehingga mudah untuk diterima umat. Karena begitu sulitnya mempelajari
Weda, apalagi di masa lalu sarana untuk itu terbatas, maka para Rsi membuat kisah-kisah
Itihasa, tujuannya tiada lain untuk menyebarkan isi Weda itu sendiri. Di zaman emas
Kerajaan Majapahit di mana Hindu berkembang bagus, dalam kitab Sarasamuccaya dimuat
sloka yang terjemahannya begini: “Veda itu hendaknya dipelajari dengan sempurna melalui
jalan Itihasa dan Purana sebab Weda akan takut pada orang-orang yang sedikit
pengetahuannya.” Maksudnya adalah mulailah mengenal Itihasa dan Purana lebih dahulu,
kemudian setelah pengetahuan menjadi bertambah, baru ke Weda. Sampai saat ini pun, meski
kitab Weda sudah diterjemahkan dan dijual bebas, tetapi masih sulit mempelajarinya jika
tidak didampingi seorang guru suci. Cerita kepahlawanan ini didasarkan pada latar sejarah
para raja, namun nilai-nilainya tetap diambil dari Weda. Dari kriteria yang tersebut di atas
maka Itihasa atau Wiracarita merupakan salah satu model penjelasan dari Weda yang
dilatarkan pada cerita sejarah yang terjadi.

4
Ada sejumlah nilai-nilai ajaran luhur yang bisa kita ambil dari epos Ramayana dan
Mahabharata, yakni :

a. Ajaran Ketuhanan (Brahmavidya)


Bila kita mengkaji lebih jauh tentang ajaran Sradha, khususnya keyakinan kepada
Tuhan, sejak proses penyusunan sampai dengan bagian akhir kitab Ramayana dan
Mahabharata ini menunjukan pemujaan kepada dewa-dewa Tri Murti. Dewa-dewa
yang sangat dominan di dalam Veda adalah Dewa Agni, Indra, Bayu, dan Surya. Di
dalam kitab Purana, dewa-dewa tersebut diidentifikasikan dan digantikan posisinya
oleh Dewa-Dewa Tri Murti. Agni diidentikan dengan Brahma, Indra diidentikan
dengan Wisnu, Surya, Bayu dan Mahadewa diidentikan dengan Siva. Pemujaan
kepada Tuhan melalui Dewa Tri Murti menunjukan pemujaan kepada Tuhan Yang
Maha Agung melalui fungsi dan nama yang berbeda-beda.
b. Ajaran Moralitas
Mengingat Itihasa yang merupakan glosarium dan ensiklopedi dari ajaran suci Weda,
maka semua ajaran moralitas yang terkandung di kitab suci Weda akan ditemukan
pengalamannya di dalam kitab Itihasa. Ramayana dan Mahabharata menggambarkan
pemikiran Hindu tentang kehormatan dan kesucian wanita dan pria, cinta,
persahabatan, kesetiaan (Satya), pengorbanan, kesabaran, keadilan, tugas raja dan
hubungan keluarga.
c. Ajaran Kepemimpinan, Politik, dan Pemerintahan
Ramayana dan Mahabharata sarat akan berbagai macam ajaran kepemimpinan yang di
tunjukan oleh prilaku Sri Rama maupun Yudhistira, seperti senantiasa berpegang
teguh kepada kebenaran, pikirannya yang luhur, keteguhan hati, keberanian, kasih
sayang, dan pengorbanan diri. Dalam kitab Ramayana, Sri Rama mengajarkan kepada
Vibhisana tentang kepemimpinan yang disebut dengan nama Asta Brata. Asta Brata
adalah delapan landasan mental atau moral bagi seorang pemimpin.
d. Nilai Yajna
(1) Dewa yajna dalam Ramayana digambarkan ketika Sita melakukan pemujaan pada
Dewa Agni, sedangkan dalam Mahabharata tampak jelas saat kelahiran Draupadi
yang berasal dari yadnya api suci.
(2) Rsi Yadnya, tampak ketika Rama dengan penuh bhakti menghancurkan
gandharwa yang mengganggu jalannya upacara yadnya. Dalam Mahabharata

5
tampak saat para Pandawa dan Kurawa memenuhi permintaan Drona sebagai
daksina.
(3) Manusa yadnya, baik dalam Ramayana maupun Mahabharata digambarkan ketika
pelaksanaan upacara penobatan sebagai Raja.
(4) Pitra Yajna, digambarkan melalui sikap Rama yang berbhakti kepada Ayahnya
dengan mentaati sumpah ayahnya. Pandawa yang begitu hormat pada ibunya.
Serta upacara kremasi bagi orang tua/leluhur yang telah meninggal.

*dari berbagai sumber

You might also like