You are on page 1of 11

TUGAS MAKALAH

DOSEN PENGAMPUH

KELOMPOK DUA :
RIDWAN BADU 07231411113

DISUSUN OLEH :

NAMA : SYAMSUL HI USMAN

NPM : 03071511054

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KHAIRUN

TERNATE

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peristiwa lengsernya presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, dan dimulainya
pemerintahan era reformasi. Dampak dari peristiwa ini masih berlangsung, sehingga perlu
diadakan evaluasi secara cermat, dapatkah peristiwa lengsernya presiden Soeharto
dikategorikan sebagai tonggak sejarah bangsa Indonesia. Di depan telah kita kemukakan
bahwa tonggak sejarah adalah peristiwa penting yang memberikan dampak kemajuan bagi
ummat manusia atau bangsa, sehingga masih perlu dievaluasi apakah peristiwa tersebut
berdampak kemajuan atau kemerosotan.

Mei 1998, penuh dengan kejadian - kejadian yang dapat dikatakan menjadi tonggak
reformasi Indonesia, penuh dengan kerusuhan - kerusuhan yang sebenarnya merupakan
ungkapan kekecewaan masyarakat terhadap pemerintahan Orba saat itu. Mei 1998 akan
selamanya dikenang oleh Bangsa ini sebagai bulan dimana seluruh masyarakat Indonesia
bersatu untuk meruntuhkan Rezim Orba yang sudah terlalu lama berkuasa. Mei 1998 akan
terus dikenang oleh beberapa orang sebagai bulan dimana orang - orang yang mereka cintai
satu persatu hilang ditelan bumi.

Krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak Tahun 1997 membuat perekonomian menjadi
kacau. Naiknya harga sembako, banyaknya PHK dan tingginya angka pengangguran dan
beberapa perusahaan swasta yang mengalami kerugian memancing mahasiswa untuk
mengadakan aksi keprihatinan. Bersamaan dengan maraknya aksi-aksi mahasiswa, terjadi
serangkaian aksi penculikan (penangkapan) terhadap beberapa aktivis dan mahasiswa. Aksi
mahasiswa di kota-kota besar pun kian marak sejak Februari 1998. Melihat maraknya aksi
mahasiswa yang cenderung “mengganggu stabilitas politik dan keamanan nasional,” serta
berlanjut manjadi bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan. Aksi mahasiswa yang
terjadi sepanjang Mei 1998 menemukan momentum pada tanggal 12 Mei 1998 di Kampus
Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat. Kerusuhan massal yang dimulai di Jakarta 13 Mei
1998 merambat hingga ke Solo, Jawa Tengah, praktis merepotkan aparat keamanan dalam
mengendalikan situasi.

Di sisi lain, masyarakat menganggap ABRI telah gagal mengamankan ibu kota dari
tindak kerusuhan dan penjarahan yang berlangsung hingga tanggal 15 Mei 1998. Peristiwa
kerusuhan Mei 1998 adalah salah satu bukti bahwa praktik kekerasan oleh negara dengan
dalih menjaga stabilitas politik dan keamanan menjadi bagian sejarah kelam bagi tegaknya
HAM di Indonesia.
Kerusuhan Mei 1998 merupakan suatu peristiwa yang benar-benar terjadi saat itu. Kasus
yang terjadi dengan sengaja untuk menciptakan suatu keadaan yang tidak terkendali dengan
tujuan untuk menginginkan perubahan.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari judul dan latar belakang maka penulis merumuskan antara lain ;

1. Bagaimana Asal mula terjadinya kerusuhan mei 1998?

2. Apa saja dampak dari kerusuhan mei 1998 ?

3. Apa saja langkah pemerintah untuk menyelesaikan kerusuhan mei 1998?

C. TUJUAN

Dengan dibuatnya makalah ini kami berharap dapat mencapai tujuan yang kami inginkan
yaitu :

1. Untuk mengetahui asal mula terjadinya kerusuhan mei 1998.

2. Untuk mengetahui dampak dari kerusuhan mei 1998.

3. Untuk mengetahui langkah-langkah pemerintah untuk menyelesaikan kerusuhan mei


1998.
BAB II

PEMBAHASAN

A. ASAL MULA TERJADINYA PERISTIWA KERUSUHAN MEI 1998

Tidak ada yang dapat membantah bahwa peristiwa Kerusuhan Mei 1998 berkait dengan
Kasus Trisakti 1998 yang terjadi sehari sebelumnya. Banyak ahli atau orang awam yang
berpendapat bahwa peristiwa Trisakti yang menyebabkan terjadinya peristiwa ini tetapi ada
pula yang berpikir lain, peristiwa ini merupakan design besar dan Trisakti menjadi salah satu
bagian darinya. Apapun itu, yang jelas peristiwa ini tidak terjadi dengan begitu saja, pasti
adalah yang menyebabkannya.

Sebenarnya, jika kita cermati, kerusuhan Mei ’98 telah dimulai sejak 2 Mei 1998 di
Medan, Sumatera Utara. Saat itu, terjadi demontrasi mahasiswa yang berakhir bentrokan.
Peristiwa ini kemudian berlanjut hingga tanggal 4, sekelompok pemuda melakukan dan
pembakaran di beberapa titik/daerah di Medan. Massa yang berada di sekitarnya terpancing
untuk melakukan perusakan beberapa bangunan dan menyerang aparat keamanan. Saat itu,
sentimen anti polisi berkembang sehingga beberapa kantor dan pos polisi menjadi sasaran
amuk massa. Mahasiswa berusaha mengendalikan situasi gagal karena telah amuk massa
telah meluas.

Setelah peristiwa Trisakti terjadi, Jakarta menjadi kota yang mencekam. Jauh hari
sebelumnya, isu bahwa akan terjadi kerusuhan besar sudah santer di kampung-kampung.
“Saya udah denger sih beberapa hari sebelumnya kalo’ mo’ ada kerusuhan, tapi nggak
kebayang anak saya jadi korban” ungkap salah satu ibu korban di bilangan Klender.
Demikian halnya dengan isu yang berbau anti cina mulai terdengar beberapa minggu
sebelumnya, walaupun hanya dari mulut ke mulut. Isu-isu tersebut disebarkan oleh orang
yang tidak dikenal dan bukan berasal dari kampung tersebut.

Keesokan hari setelah terjadinya penembakan terhadap mahasiswa di Usakti, bilangan


Slipi mulai “panas” dengan aksi yang dilakukan oleh massa yang tidak dikenal. Mereka mulai
melakukan pelemparan dan pembakaran ban di jalan. Aksi yang serupa terjadi dibeberapa
daerah dalam waktu yang serempak. Sekitar pukul 10.00 – 13. 00, Cipulir, Salemba,
Jatinegara, Klender, Tangerang, Cikini, Slipi, Pasar Minggu dan Tanah Abang mulai terjadi
pelemparan yang dilakukan oleh sekelompok remaja berpakaian sekolah.
Menurut data dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK) dan diperkuat hasil
penyelidikan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) , kelompok tersebut sangat sulit di
identifikasi namun mempunyai banyak kesamaan, yaitu:

1. Berpakaian seragam sekolah

2. Berbadan tegap, ramput cepak, memakai sepatu boot (militer) dengan wajah sangar

3. Mempersiapkan berbagai perlengkapan kerusuhan seperti batu, cairan pembakar dan alat
pembakar, mereka di tempatkan dengan menggunakan alat transportasi seperti truk dan
kendaran bermotor lainnya.

B. DAMPAK KERUSUHAN MEI 1998

Pola kerusuhan yang terjadi adalah setelah melakukan pelemparan, mereka kemudian
melakukan perusakan beberapa toko yang dilanjutkan dengan melakukan penjarahan sambil
berteriak mengajak massa lainnya untuk masuk. Massa -masyarakat yang menonton-
kemudian ikut melakukan penjarahan. Beberapa barang dikeluarkan kemudian dibakar oleh
sekelompok orang. Setelah massa tersebut mulai masuk, kelompok yang tadi memulai
kemudian mundur dan menghilang. Di beberapa daerah seperti Pasar Minggu dan Klender,
pembakaran dilakukan oleh kelompok yang tidak dikenal tersebut dengan menyiramkan
bensin dan kemudian membakarnya.

Peristiwa ini terus berlangsung hingga tanggal 15, dimana terjadi juga peristiwa
perkosaan dan pelecehan seksual terhadap perempaun yang mayoritas berasal dari etnis
Tionghoa. Peristiwa ini tidak dapat dipaparkan karena data yang dimiliki saat ini masih
sangat minim dan sangat sensitif. Namun, bukan berarti bahwa peristiwa ini tidak terjadi atau
tidak dapat dibuktikan.

Aparat keamanan yang sebelumnya begitu “tegas” menindak setiap aksi yang terjadi,
seperti menghilang saat terjadinya peristiwa ini. Konsentrasi aparat keamanan terlihat di
daerah Menteng, Cilangkap dan beberapa wilayah Sudirman. Terdapat beberapa fakta yang
membuktikan bahwa terjadi penarikan pasukan ke Mabes TNI dan pasukan bantuan dari luar
Jakarta tidak langsung diturunkan untuk mengamankan kota. Kerusuhan ini tampak seperti di
biarkan terjadi tanpa ada usaha untuk mencegahnya.

Setelah terbunuhnya 6 Mahasiswa keadaan Jakarta sebagai ibu kota Negara menjadi
mencekam.Amok masa dalam hal ini adalah prilaku massa yang brutal anarkis dan membabi
buta, merusak, mebakar, menjarah, dan membunuh secara kolektif oleh sejumlah massa. Para
massa melakukan prilaku brutal dan anarkis itu disebabkan karena didalam dirinya terdapat
tekanan tekenan jiwa baik yang berasal dari luar maupun dari dalam yang kemudian
melakukan pelepasan tekanan jiwa tadi kedalam prilaku secara membabi buta
merusak,membakar,menjarah dan membunuh akibat kebrutalan para massa keadaan di ibu
kota menjadi mencekam diantaranya yaitu toko toko dirusak dan mobil mobil di bakar akibat
kerusuhan tersebut jalan jalan di ibukota menjadi lumpuh dan puluhan puluhan mobil
terbakar serta puluhan lainnya rusak. Kejadian yang terjadi di Jakarta ini merupakan tragedy
yang sangat memilakukan banyak korban korban yang berjatuhan akibat terjebak gedung
yang telah di bakar. Dengan brutal para massa melakukan perusakan pembakaran dan
penjarahan dalam hal ini Negara adikuasa, AS, juga melakukan tekanan terhadap pemerintah
Indonesia agar menghentikan kekerasan terhadap rakyatnya.

Para demonstran selama dua hari di Jakarta pada tanggal 13 Mei 1998 atau sehari setelah
tragedy tewasnya 6 Mahasiswa trisakti dan pada tanggal 14 Mei 1998. Dan pada harian
kedaulatan rakyat edisi jumat 15 Mei 1998 memberitakan “KERUSUHAN DI JAKARTA
MELUAS. Aksi pembakaran melanda solo. Kerusuhan di solo dan sekitar. Kamis (14/Mei)
memuncak dan diwarnai berbagi aksi pembakaran pusat perdagangan, pos polisi,pusat
perbelanjaan, kantor kantor perbankan dan kendaraan bermotor. Kawasan perumahan elit
seperti di perumahan solo baru juga menjadi sasaran. Sampai semalam situasi disolo semakin
mencekam karena diseluruh kota listrik padam.

Kerusuhan di solo berawal pada pukul 14.00 di awali dari masa yang mengikuti unjuk
rasa di seputar kampus UMS pabelan. Masa kemudian bergerak secara terpisah ke arah timur
dan barat dengan melancarkan serangan mengunakan batu Mula mula sasaran amukan masa
yaitu show room mobil timor di wilayah kleco. Setelah puas menghancurkan show room,
massa kemudian bergerak kembali ke arh timur dan menghancurkan dealer sepeda motor
Yamaha. Di tempat tersebut 25 motor di keluarkan dan di tumpuk di tengah jalan, lalu di
bakar ramai ramai.

Dari pantauan KR di lapangan, bangunan yang habis menjadi sasaran amukan massa
antara lain wisma lippo, Bank tamara, bank BII purwosari, BCA purwosari, Mathari
purwosari dan super ekonomi. Sasaran lainya yaitu pertokoan di bilangan secoyundan,
puluhan pertokoan di jalan Slamet Riyad. Kemudian massa mengalihkan sasran pembakaran
pada kawasan elit di solo baru. Gedunng bioskop termegah Atrium 21 di komplek solo baru
tidak luput dari aksi pembakaran, termasuk rumah mewah milik “orang penting “ di Jakarta.

Sejak pecahnya kerusuhan di kota solo itu, kegiatan perekonomian lumpuh total. Seluruh
toko perkantoran dan warung warung kecil serentak tutup. Aparat keamanan dari polri yang
gagal mencegah amukan massa juga di tarik dari pos posnya dan di kumpulkan di
Mapolwil,Polres,Polsek dan kantor satlantas”

Ternyata di kota solo yang sebagai salah satu pusat kebudayaan msyarakat jawa
yang adiluhung, klasik dan halus tidak mampu mencegah prilaku masyrakat bertindak brital
dan melakukan amok massa menurutNugroho.Trisnu B, GN Foster dan BG Anderson (1986;
115) termasuk penyakit budaya khusus yang menjadi bagian dari penyakit jiwa. Penyakit
budaya khusus ini bias diketahui dari para misionaris periode awal yang dihubungkan dengan
kelompok kelompok ras dan etnis yang khusus

Para demonstarn menuntut pelakssanan reformasi Indonesia. Dengan kejadian kerusuhan


pada tanggal 13-14 Mei 1998 dan kerusuhan yang ada di Surakarta pada tanggal 14-15 Mei
1998 para aparat keamanan meningkatkan kesiagaan khususnya menghadapi para masa
demonstran yang ada diseluruh Indonesia yang akan digelar pada tanggal 20 Mei 1998. Bagi
masa depan gerakan massa mewujudkan reformasi sendiri, berbagai kerusuhan dan anarki
yang telah terjadi bisa mengancam dan mengagalkan cita cita reformasi. Gerakan yang
berkembang sekarang ini tidak lain alat politik yang secara tersembunyi menyuarakan
kepentingan politik elit yang terlempar dari posisi-posisi startegis. Maka pesan-pesan politik
sebagai strategi menembus jalan buntu dilakukan secara tidak manusiawi, terkadang dengan
korban manusia. Disini kita dapat melihat kekejian tentang politik di tanah air. Gerakan terus
menerus secara frontal, bahkan memicu kerusuhan, di satu sisi para aktiviss semakin tidak
jelas sehingga kerusuhan menjadi tujuan demonstrasi. Radikalisasi massa di solo dan Jakarta
tidak bias dikendalikan oleh para aktivis gerakan massa mewujudkan reformasi. Akan tetapi
gerakan massa reformasi juga di untungkan oleh adanya amok massa yang berupa
penjarahan, pembakaran dan perampokan arena amok massa menjadi tekanan kepada
penguasa. Presiden Suharto mundur karena adanya tekanan dari amok massa yang untuk
mlengserkan ke pemerintahannya.

C. LANGKAH-LANGKAH PEMERINTAHAN UNTUK PENYELESAIAN


KERUSUHAN MEI 1998

Pergantian kekuasaan dari rejim otoritarian ke rejim demokrasi pada tahun 1998 telah
memberikan angin segar terhadap penegakan HAM di Indonesia. Pemerintah kemudian
mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menopang usaha penyelesaian pelanggaran HAM
yang terjadi di masa lalu. Tahun 1998, merupakan tahun yang bersejarah dalam
perkembangan HAM di Indonesia. Salah satu syarat dalam sebuah negara yang mengalami
proses transisi dari sistem otoriter menuju ke sistem demokratis adalah penyelesaian
pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh rejim. Sampai sejauh ini, terdapat dua
mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu yaitu Pengadilan HAM ad-hoc dan
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), sertaAlternative Dispute Resolution (ADR).
Pengadilan HAM ad-hoc merupakan satu mekanisme penyelesaian kasus yang menggunakan
logika sistem yudisial sementara Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dan ADR menggunakan
logika sistem non-yudisial. Dengan adanya mekanisme penyelesaian tersebut tentunya
diharapkan dapat terselesaiakn pelanggarn-pelanggarn HAM yang terjadi dimasa lalu.

Belajar dari pengalaman beberapa negara lain yang mengalami masalah yang serupa
serta melihat peluang mendapatkan keadilan melalui mekanisme peradilan, mekanisme
tentang KKR kemudian muncul. Beberapa konsep dasar KKR adalah; memberikan arti pada
suara korban secara individu, pengungkapan sejarah sebenarnya, pendidikan dan pengetahuan
publik, menuju reformasi kelembagaan, mengembalikan hak korban serta
pertanggungjawaban dari para pelaku. Namun, kehadiran KKR sendiri dalam bentuk UU
mendapat sambutan yang dingin dari para kelompok korban. Sehingga kemudian hal ini
adanya pengajuan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK), yang kemudian MK
mengabulkan serta membatalkan adanya Undang-undang KKR tersebut. Untuk memberikan
gambaran tentang meknisme penyelesaiannya, dapat dideskripsikan sebagai berikut :

1. Pengadilan HAM Ad-hoc

Mekanisme ini berdasarkan pada pasal 43 UU No. 26 tahun 2000.Sementara itu,


untuk sistem acara pidana tetap mengikuti Kitab Umum Hukum Acara Pidana (KUHAP)
yang digunakan dalam sistem peradilan di Indonesia. Selanjutnya, penuntutan perkara dapat
dilakukan oleh penuntut umum dari Kejaksaan Agung atau ad-hoc yang berasal dari unsur
masyarakat. Kemudian, pemeriksaan perkara dilakukan oleh majelis hakim yang terdiri dari
hakim karier dan non-karier.

Munurut UU No. 26 tahun 2000, proses terbentuknya pengadilan terdiri dari tiga
bagian yang ideal. Pertama, Komnas HAM melakukan penyelidikan berdasarkan pengduan
dari kelompok korban atau kelompok masyarakat tentang satu kasus yang terjadi di masa
lalu. Komnas HAM kemudian membentuk satu KPP HAM untuk melakukan penyelidikan
dan kemudian mengeluarkan rekomendasi. Jika dalam rekomendasi tersebut terdapat bukti
terhadap dugaan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan atau genosida, maka akan
dilanjutkan pada tahap penuntutan oleh Kejaksaan Agung. Kedua, DPR kemudian membahas
hasil penyelidikan dari Komnas HAM dan kemudian membuat rekomendasi kepada presiden
untuk membentuk pengadilan HAM ad-hoc. Ketiga, Presiden kemudian mengeluarkan
keputusan presiden untuk pembentukan satu pengadilan HAM ad-hoc. Pada tahap kedua dan
ketiga tampak jelas bagaimana political will dari pemerintahan yang berkuasa memegang
peranan penting.

Beberapa kasus pelanggaran HAM yang berat di masa lalu yang telah ditangani oleh
mekanisme ini adalah kasus Timor Timur dan Tanjung Priok. Peradilan pertama dilakukan
pada tahun 2003 atau sekitar terlambat dua tahun dari yang direncanakan. Pemerintah
berapologi bahwa keterlambatan tersebut hanya masalah teknis seperti pembangunan
infrastruktur peradilan dan rekrutmen jaksa dan hakim ad-hoc.

2. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

Komisi ini akan dibentuk berdasarkan UUNo. 27 tahun 2004 tentang Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi yang telah disahkan pada 7 September 2004. Sebelumnya, UU
ini telah diusulkan oleh TAP MPR No. VI/MPR/200 yang kemudian juga tertuang dalam
pasal 47 (ayat 1) UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM yang menyatakan “Pelanggaran
hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang ini tidak
menutup kemungkinan penyelesaiannya dilakukan oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.”

Dalam UU-nya, Komisi ini bertugas untuk untuk mengungkapkan pelanggaran HAM
yang berat di masa lalu dan melaksanakan proses rekonsiliasi nasional demi keutuhan bangsa.
Selain itu, komisi mendefinisikan lebih detil tentang siapa yang menjadi korban dan apa saja
yang menjadi hak dari mereka seperti untuk mendapatkan kebenaran, kompensasi, restitusi
dan rehabilitasi. Komisi ini juga mengatur bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat
yang telah diungkapkan dan diselesaikan oleh Komisi, perkaranya tidak dapat diajukan lagi
kepada pengadilan hak asasi manusia ad hoc. Menurut beberapa narasumber, komisi ini
merupakan komplementer dari UU No. 26 tahun 2000.

Komisi ini terdiri dari tiga sub-komisi yang terdiri dari subkomisi penyelidikan dan
klarifikasi; subkomisi kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi serta subkomisi pertimbangn
amnesti. Komisi ini akan beranggotakan 21 anggota komisi yang kemudian akan berkerja
dengan sistem sub-komisi.
3. Alternative Dispute Resolution (ADR)

Alternative dispute resolution, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan


alternatif penyelesaian sengketa merupakan lembaga penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan
dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Penyelesaian
sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang
telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa
atau beda pendapat yang timbul atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut
akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa.

Kata “alternatif” disini sebenarnya sebagai penegasan terhadap pengertian selain


“daripada “pengadilan”. Sengketa atau beda pendapat (perdata) dapat diselesaikan oleh para
pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan
mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Penyelesaian sengketa
atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa tersebut diselesaikan dalam
pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan
hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Reformasi merupakan gerakan moral untuk menjawab ketidak puasan dan keprihatinan
atas kehidupan politik, ekonomi, hukum, dan social. Reformasi bertujuan untuk menata
kembali kehidupan berma-sayarakat, berbangsa, dan bernegara yang lebih baik berdasarkan
nilai-nilai luhur Pancasila. Dengan demikian, hakikat gerakan reformasi bukan untuk
menjatuhkan pemerintahan orde baru, apalagi untuk menurunkan Suharto dari kursi
kepresidenan Namun, karena pemerintahan orde baru pimpinan Suharto dipandang tidak
mampu mengatasi persoalan bangsa dan negara, maka Suharto diminta untukmengundurkan
secara legawa dan ikhlas demi perbaikan kehidupan bangsa dan Negara Indonesia yang akan
datang. Reformasi yang tidak terkontrol akan kehilangan arah, dan bahkan cenderung
menyimpang dari norma-norma hukum. Dengan demikian, cita-cita reformasi yang telah
banyak sekali menimbulkan korban baik jiwa maupun harta akan gagal. Untuk itu, kita sebagi
pelajar Indonesia harus dan wajib penjaga kelangsungan reformasi agar berjalan sesuai
dengan harapan para pahlawan reformasi yang gugur.
DAFTAR PUSTAKA

Brata Trisnu Nugroho.2006. Prahara Reformasi Mei 1998.semarang:UPT UNNES


Press,2006.

Kerusuhan Mei 1998; Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia


Bebas:http://semanggipeduli.com

Tragedi Trisakti; Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia


bebas;http://semanggipeduli.com

http://sekitarkita.com/2002/05/kronologi-singkat-tragedi-mei-98/

http://rizkynugraha46.blogspot.co.id/2015/11/apa-yang-melatar-belakangi-peristiwa.html

https://ridhme.wordpress.com/2012/07/02/penyelesaian-pelanggaran-ham-yang-berat-1998-
melalui-out-court-system/

You might also like