You are on page 1of 22

FISIOLOGI GINJAL DAN KORELASI KLINISNYA

dr. Ermin Rachmawati, M. Biomed


Lab Fisiologi PSPD UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

I. Pengantar Anatomi Fungsi Ginjal

Tanpa ginjal, manusia tidak dapat hidup di darat karena mayoritas tubuh kita terdiri atas air dan
sel-sel tubuh kita dibuat terendam dalam cairan yang komposisinya sama dengan air laut. Tubuh
kita memiliki dua buah ginjal berbentuk seperti biji kacang yang terletak di region abdominalis
posterior dalam jaringan ikat ekstraperitoneum tepat dilateral columna vertebralis setinggi
bertebra torakalis XII sampai vertebra lumbalis III. Posisi ginjal kanan lebih rendah dibandingkan
ginjal kiri karena posisinya terdesak hepar.

Unit fungsional terkecil ginjal adalah nefron. Setiap ginjal manusia terdiri atas 800-1.000.000
nefron.Nefron terdiri dari komponen vaskuler dan tubulus. Sistem tubulus ginjal terdiri dari tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle baik pars desenden maupun asenden, tubulus distalis,
tubulus koligentes kortikal, duktus koligentes kortikal dan duktus koligentes medulla sebelum
berakhir di pelvis ginjal.

Suplai vascular ginjal dimulai dengan arteri renalis yang masuk ke ginjal melalui hilum, bercabang
menjadi arteri interlobaris  arteri arkuata, kemudian arteri interlobularis (arteri radialis), arteriol
aferen kemudian menjadi kapiler glomerulus  arteriol eferen  kapiler peritubulus  vena
interlobularis  vena arkuata  vena interlobaris  vena renalis. Jadi dapat disimpulkan bahwa
ginjal memiliki dua tipe kapiler yaitu kapiler glomerulus merupakan bagian dari komponen
vaskuler nefron yang dibungkus oleh kapsula bowman dan kapiler peritubulus yang mengelilingi
system tubulus dan bertugas pada proses reabsorbsi dan sekresi.

GInjal memiliki dua tipe nefron yaitu nefron kortikalis dan nefron juxtamedularis berdasarkar
strukturnya, letak glomerulus, letak dan panjang ansa henlenya, serta system kapiler peritubulis
Nefron kortikalis Nefron juxtamedularis
Letak Sisi luar korteks Korteks ginal bagian dalam
glomerulus dekat dengan medula
Ansa henle Ansa henle pendek (hanya sedikit masuk ke Ansa hele panjang
dalam medulla)
Kapiler Mengeliliingi keseluruhan kapiler peritubulus Arteriol eferen akan
peritubulus membentuk kapiler
peritubulus khusus
dinamakan vasa rekta,
terletak berdampingan
dengan ansa Henle

Struktur penting lain ginjal adalah macula densa pada ujung lengkung henle pars asenden.
Struktur ini mendeteksi aliran darah di kapiler peritubulus serta konsentrasi natrium di cairan
ekstraseluler.

GInjal diperlukan dalam menjaga homeostasis tubuh dengan cara :


1. Ekskresi/ mengeluarkan zat sisa metabolisme, metabolit hormon, obat dan bahan asing
2. Mengatur keseimbangan air dan elektrolit
3. Menjaga keseimbangan asam basa
4. Mengatur tekanan arteri
5. Sekresi hormon
6. Glukoneogenesis

1.1 Bagaimana ginjal mengeluarkan zat sisa metabolisme tubuh dan bahan asing?

Proses metabolisme tubuh menghasilkan produk sisa yang tidak diperlukan tubuh diantaranya
adalah ureum yang berasal dari metabolisme asam amino, kreatinin yang berasal dari otot
rangka, asam urat berasal dari metabolisme asam nukleat serta bilirubin sebagai produk akhir
pemecahan haemoglobin. Hormon-hormon sebagian besar akan dibawa kehati dan diubah
menjadi metabolit inaktif daalam bentuk terlarut biasanya melalui reaksi konjugasi sehingga bisa
dieksresikan lewat ginjal.
UREA
Protein disusun oleh asam amino . Tubuh terdiri dari 20 asam amino dengan struktur identic satu
dan lainnya yaitu memiliki gugus karboksil dan gugus amino yang merupakan atom nutrigen yang
melekat pada molekul Hidrogen. Ketika kita makan dari sumber protein, maka protein tersebut
akan dicerna menjadi asam amino dan diabsorbsi dalam bentuk asam amino ke sirkulasi. Segera
setelah memasuki sirkulasi, asam amino akan segera diambil oleh semua sel tubuh khususnya
hati. Segera setelah masuk dalam sel jaringan, asam amino akan membentuk protein sel. Dalam
menjalankan fungsinya, sel membutuhkan protein dengan cara memecah protein yang hampur
seluruhnya terjadi di hati melalui suatu proses deaminasi. Hasil sampingan pada proses
deaminasi adalah terbentuknya ammonia.Amonia merupakan senyawa yang toksik bagi
manusia, karenanya tubuh melakukan rangkaian detoksifikasi ammonia dengan mengubahnya
menjadi glutamin dan kemudian membentuk ureum yang kemudian diekskresikan melalui ginjal.

Gambar 1. Proses pembentukan ureum

KREATININ
Kreatinin merupakan produk sampingan metabolisme otot rangka dari keratin fosfat. Konversi ini
dimungkinkan karena beberapa jaringan aktif tubuh yang memerlukan suplai energy tinggi kaya
akan enzim keratin kinase.

Gambar 2. Proses pembentukan kreatinin


Produk metabolisme urea dan kreatinin menjadi marker fungsi ginjal seperti topic yang dibahas
pada bab klirens.

1.2 Pengantar mekanisme Ginjal dalam mengatur keseimbangan air dan elektrolit
Cairan tubuh kita terdiri dari Cairan Intraseluler dan Cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler
meliputi plasma dan cairan interstitial. Masing-masing komposisi cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler dipertahankan dalam kisaran angka yang sempit demi berlangsungnya fungsi sel
dimana ginjal berperan sebagai organ yang mengatur hal tersebut, menjaga di cairan intraseluler
tetap tinggi kalium dan kalsium, sementara di ekstraseluler kaya Natrium. Fungsi ginjal ini dapat
dipahami dengan baik jika kita menguasai konsep filtrasi, sekresi dan reabsorbsi oleh setiap
bagian nefron ginjal

1.3 Sekresi hormone oleh ginjal


Sekresi hormon penting yang dilakukan ginjal adalah (1) sekresi renin; (2)sekresi eritopoetin dan
(3)vitamin D3 aktif. Pada kasus-kasus gagal ginjal kronis terjadi penurunan kadar hormon ini,
yang menyebabkan munculnya gejala-gejala akibat kegagalan ginjal memproduksi hormon2
tersebut salah satunya anemia.

1.4 GLukoneogenesis oleh ginjal


GLukoneogenesis adalah proses pembentukan glukosa dan glikogen menggunakan senyawa
nonkarbohidrat. Dua lokasi terjadinya gluconeogenesis adalah hati dan ginjal karena memiliki
enzim-enzim gluconeogenesis seperti piruvat karboksilase dan fosfoenolpiruvat karboksikinase,
fruktosa 1,6 bifosfatase serta glukosa 6 fosfatase.

Dalam kita memahami bagaimana ginjal dapat mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh, bagaimana ginjal berperan dalam ekskresi metabolisme, bagaimana ginjal berperan dalam
mengatur tekanan arteri, bagaimana ginjal mengatur keseimbangan asam basa, maka kita harus
menguasai tiga konsep utama pembentukan urine yaitu : filtrasi, sekresi dan reabsorbsi.
II. FILTRASI

2.1 Definisi

Filtrasi adalah proses pembentukan urine tahap awal yang ditandai dengan masuknya darah dari
arteri ke renalis ke ginjal melalui proses penyaringan di kapiler glomerulus dan kapsula bowman,
dimana filtrat mengandung sejumlah zat dengan konsentrasi sama dengan plasma kecuali
ditemukan sejumlah kecil protein dan tidak adanya elemen seluler termasuk sel-sel darah. Dalam
konsep filtrasi maka ada tiga konsep yang kita harus pelajari diantaranya adalah :
1. Selektivitas zat yang mampu menembus membran kapiler glomerulus
2. Volume dan kecepatan plasma yang masuk ke dalam kapsula bowman

2.2 Karakteristik filtrasi zat melewati membrane kapiler glomerulus

Setiap dinding pembuluh darah dicirikan dengan lapisan endotel. Endotel kapiler glomerulus
sama halnya dengan yang ditemukan di hati, memiliki ribuan lubang pori yang dikenal dengan
istilah fenestra. Hal ini menyebabkan kemampuan filtrasi yang tinggi dari kapiler glomerulus.
Namun disisi lain, endotel ini memiliki muatan negative sebagai pembatas kemampuan filtrasi.
Zat-zat yang memiliki muatan negative seperti protein tidak bisa menembus sawar kapiler ini
walaupun secara ukuran relative kecil.
Membran basalis kapiler glomerulus terdiri dari anyaman serat kolagen dan proteoglikan yang
juga memiliki celah besar sehingga dapat dimasuki oleh sejumlah besar air dan zat terlarut
kecil. Sama halnya dengan endotel, proteoglikan dari membran basalis sangat negative
sehingga efektif untuk mencegah filtrasi protein plasma.

Lapisan sel epitel yang membatasi permukaan luar glomerulus. Strukturnya tidak rata tetapi
mempunyai tonjolan panjang seperti kaki (podosit) yang mengelilingi permukaan luar kapiler
Tonjolan kaki ini dipisahkan oleh celah yang disebut celah poripori (slit pores) yang dilalui
oleh filtrat glomerulus. Sel-sel epitel,yang juga memiliki muatan negatif, merupakan pembatas
tambahan terhadap filtrasi protein plasma.
Gambar 3. Struktur mikroskopik membran kapiler glomerulus

Berdasarkan karakteristik membran kapiler glomerulus, maka dapat disimpulkan ada beberapa
factor yang menentukan selektifitas kapiler glomerulus terhadap filtrasi zat plasma diantaranya
adalah
1. Ukuran zat
UKuran pori-porii membran kapiler glomerulus adalah sekitar 8 nanometer. Ukuran
partikel zat lebih dari 8 nanometer sulit untuk menembus kapiler.
2. Berat molekul zat
Semakin berat zat tersebut, kemampuan filtrasi semakin menurun

Tabel 1. Perbandingan kemampuan filtrasi zat berdasarkan berat molekul

3. Muatan zat
Muatan kapier glomerulus negative disumbang dari sel endotel, proteoglikan membrane
basalis dan sel epitel. Walaupun ukurannya kecil, jika muatannya negative maka molekul
tersebut akan sulit/tidak mampu menembus kapiler.

2.3 Aliran darah ginjal


Aliran darah ginjal/RBF (Renal Blood Flow) adalah volume darah yang melewati ginjal per
satuan waktu. Besarnya 25-30% Cardiac Output = 1 L/menit. Aliran plasma ginjal / RPF
(Renal Plasma Flow) adalah Volume plasma melewati ginjal persatuan waktu. NIlai kisaran
RPF adalah 625 ml/menit.

Gambar 4. Aliran Darah Ginjal dan Aliran Plasma Ginjal

LFG dapat digunakan sebagai dasar perhitungan RPF secara langsung, Karena filtrate
glomerulus hanya mengandung komponen air dan zat terlarut yang mampu menembus
sawar kapiler glomerulus tidak mengandung elemen seluler seperti sel darah merah yang
setara dengan konstituen plasma. LFG dapat digunakan sebagai dasar pernitungan RBF
secara tidak langsung.

III. SEKRESI DAN REABSORBSI

3.1 Definisi
Sekresi dalam konteks fisiologi ginjal diartikan sebagai suatub proses dilepaskannya zat
dari dalam sel epitel ke lumen tubulus. Sementara reabsorbsi merupakan kebalikan
sekresi yakni proses diambilnya kembali bahan-bahan yang difiltrasi di lumen tubulus ke
dalam pembuluh darah.

3.2 Mekanisme transportasi zat keluar masuk lumen tubulus, sel dan sirkulasi
Setelah melalui proses filtrasi, beberapa zat-zat hasil filtrate bisa direabsorbsi kembali
karena masih dibutuhkan untuk homeostasis tubuh seperti Natrium, Clorida, asam amino
dan glukosa. Di sisi lain zat-zat yang toksik maupun tidak lagi bermanfaat bagi tubuh
disekresikan ke lumen tubulus untuk diekskresikan dalam urine.
Terdapat beberapa tipe jalur transportasi zat agar dapat direabsorbsi maupun di
sekresikan di tubulus/kapiler peritubulus, diantaranya melalui transport transseluler,
transport paraseluler dan mekanisme bulkflow. Transport transeluler adalah mekanisme
transportasi melewati membran sel tubulus diantaranya melewati membran luminal dan
membran basolateral. Transport paraseluler adalah mekanisme transport melewati tight
junction yaitu taut antara sel tubulus satu dengan lainnya. Mekanisme bulk flow adalah
mekanisme transport yang didasari perbedaan nilai tekanan hidrostatik dan tekanan
osmotic koloid antara kapiler peritubulus dengan cairan interstitial tubulus.
Mekanisme yang bekerja pada jalur transportasi transeluler dan paraseluler adalah difusi
pasif, osmosis, transport aktif primer dan transport aktif sekunder yang dibagi lagi menjadi
kotransport dan kountertransport.
Ditemukan beberapa protein yang berperan pada proses Transport aktif primer di sel
tubulus ginjal diantaranya adalah NaKATPase yang bekerja untuk menjaga agar
konsentrasi natrium intrasel tetap rendah dan Kalium ekstrasel tetap tinggi. Selain
NaKATPase, protein transport aktif primer lainnya adalah NaHATPase,
Beberapa protein karier teridentifikasi di brushborder dan berperan pada mekanisme
transport aktif sekunder baik kotransport (protein simport) maupun kountertransport
(protein antiport) yang memfasilitasi masuknya glukosa, asam amino, klorida ke dalam
sel, dan keluarnya hydrogen dari sel ke lumen tubulus.

3.3 Reabsorbsi dan sekresi pada setiap segmen tubulus


3.3.1 Tubulus proksimal
Sel tubulus proksimal kaya akan mitokondria dan brushborder dimana disela-sela
brushborder tersebut ditemukan banyak protein karier. Secara garis besar di tubulus
proksimal terjadi Reabsorbsi Natrium, air, Clorida, Glukosa, asam amino dan Sekresi
PAH, asam empedu, oksalat, racun toksik. Pada Segmen ini juga terjadi sedikit
reabsorbsi ureum melalui difusi.
Mekanisme penjelasannya
1. Pinositosis adalah cara untuk reabsorbsi protein di tubulus proksimal ginjal.
2. Pompa NaKATP ase menyebabkan Na intrasel tubulus rendah
3. Kadar Na lumen tubulus yang lebih tinggi dibandingkan dengan Na intrasel
menyebabkan difusi Na ke dalam sel melalui protein karier simport, dimana energy
yang dilepaskan dari proses difusi Na ini digunakan untuk mengangkut glukosa
dan asam amino melawan gradien konsentrasinya. Mekanisme kontransport
Natrium dengan glukosa dilakukan oleh protein simport yaitu SGLT1 dan SGLT2.
SGLT 2 banyak terdapat di bagian awal tubulus proksimal, sementara SGLT 1 di
bagian akhir tubulus proksimal. Proses difusi glukosa dari sel tubulus melewati
membran basolateral diperantarai oleh GLUT2 di tubulus proksimal awal dan
GLUT 1 di tubulus proksimal akhir.
4. Masuknya Na ke dalam sel dan pompa NaKATPase menyebabkan osmolaritas
cairan interstitial meningkat sehingga air melalui jalur paraseluler akan mengalir
dari lumen ke interstitial
5. Chlorida masuk ke sel epitel melalui 3 mekanisme yaitu mengikuti difusi Na di
simport, melalui kanal klorida dan melalui jalur paraseluler akibat dari perbedaan
gradien kelistrikan yang ditimbulkan oleh masuknya Natrium ke sel. Proses
reabsorbsi clorida terjadi pada pertengahan tubulus proksimal.

3.3.2 Lengkung henle desenden dan asenden tipis


Sel lengkung henle desenden tipis dan asenden tipis sedikit mitokondria dan tidak
memiliki brush border. Karenanya pada segmen ini walaupun terjadi reabsorbsi
Natrium dan ureum namun kurang bermakna. Lengkung ini sangat permeable
terhadap air, sehingga reabsorbsi air terjadi di segmen ini.

3.3.3 Lengkung henle asenden tebal


Tidak permeable terhadap air.
Ditemukan :
1. Pompa Na K ATP ase di membran basolateral
2. Simport Na KCl di membran luminal
3. Antiport Na H di membran luminal
4. Kanal K membran luminal dan membran basolateral
5. Kanal Cl- di membran basolateral

DI lengkung henle asenden tebal terjadi proses :


1. Reabsorbsi Na, K, Cl melalui mekanisme kotransport dimana gradien
elektrokimianya ditimbulkan oleh pompa NaKATPase
2. Reabsorbsi Na disisi lain bersamaan dengan sekresi H+
3. Reabsorbsi Ca, Mg, Na, K melalui jalur paraseluler akibat perbedaan muatan
kelistrikan antara lumen dengan cairan interstitial dimana lumen lebih positif
disbanding interstitial

3.3.4 Tubulus distal awal


Impermeable terhadap air dan ureum.
Terdapat :
1. Pompa Na-KATPase
2. Kotransport Kanal Na dan Cl di membran luminal (target kerja obat Tiazid)
3. Kanal Klorida di membran basolateral

Proses yang terjadi adalah reabsorbsi Na Cl melalui mekanisme kotransport dimana


gradien elektrokimianya ditimbulkan oleh pompa NaKATPase

3.3.5 Tubulus distal akhir


Sel-sel tubulus distal akhir dinamakan sel prinsipalis. Berbeda dengan pada segmen
tubulus lainnya pompa NaKATPase ini dapat dipengaruhi oleh hormon aldosterone.
Pada kondisi terdapat stimulasi dengan aldosterone maka aldosterone akan berikatan
dengan reseptornya di sitoplasma sel tubulus prinsipalis. Ikatan ini menyebabkan
transkripsi dan translasi serta ekspresi dari pompa NaKATPase. Sehingga lebih
meningkatkan reabsorbsi Na dan sekresi Kalium.
Karakteristik lain dari tubulus distal akhir adalah sifatnya yang impermeable terhadap
air namun sifat ini hilang jika terdapat ADH.

3.3.6 Tubulus koligentes kortikalis


Sel tubulus koligentes kortikalis dinamakan sel interkalatus. Pada sel ini terdapat
pompa hydrogen ATP ase dimana sel ini mensekresikan ion hydrogen dan
mereabsorbsi ion bikarbonat. Sama dengan di tubulus distal akhir, pada kondisi
normal, tubulus ini sifatnya impermeable terhadap air. Stimulasi ADH merubahnya
menjadi sangat permeable terhadap air.
3.3.7 Duktus koligentes
Duktus koligentes memiliki hydrogen ATPase yang mensekresi H+ dan mereabsorbsi
bikarbonat. Duktus koligentes permeable hanya jjika ada ADH.
Ciri khusus lainnya pada duktus koligentes adalah adanya transporter ureum yang
memudahkan difusi ureum melewati membran luminal dan basolateral.

IV. PENGATURAN FILTRASI, SEKRESI, DAN REABSORBSI

4.1 Pengaturan Proses Filtrasi


Proses filtrasi ditentukan oleh keseimbangan tekanan-tekanan yang bekerja pada kapiler
glomerulus dan kapsula bowman yang dikenal dengan mekanisme bulkflow serta kualitas
dari membran kapiler glomerulus.

Untuk menjamin filtrasi berlangsung secara normal walau terjadi perubahan-perubahan


fisiologis, tubuh dilengkapi dengan mekanisme-mekanisme adaptif antara lain mekanisme
autoregulasi, miogenik, mekanisme autokoid/parakrin dan hormonal.

4.1.1 Mekanisme autoregulasi


Mekanisme autoregulasi adalah mekanisme intrinsic yang dimiliki oleh ginjal untuk
mempertahankan GFR tetap konstan. Bentuk autoregulasi ginjal adalah dengan cara
mengubah-ubah kaliber arteriol. Autoregulasi ginjal terdiri dari dua mekanisme yaitu
mekanisme umpan balik tubuloglomerulus dan miogenik.

Mekanisme miogenik adalah mekanisme intrinsic ginjal berupa peningkatan


kontraksi/relaksasi otot polos pembuluh darah vaskuler. Mekanisme ini dicetuskan oleh
peningkatan tekanan arteri yang mengakibatkan peregangan dinding arteriole aferen. Proses
peregangan arteriole aferen ini akan menyebabkan influx Ca ke dalam otot polos sehingga Ca
akan berikatan dengan calmodulin dan mengaktifkan enzim Myosin Light Chain Kinase / MLCK
dan terjadi interaksi aktin dan myosin untuk menghasilkan kontraksi. Kontraksi otot polos
vaskuler menyebabkan vasokonstriksi pembuluh arteriol aferen dan mempertahankan GFR
tetap konstan. Sebaliknya pada saat terjadi penurunan tekanan arteri maka, suplai Ca ke
intrasel akan menurun sehingga terjadi relaksasi dari otot polos pembuluh darah.
Mekanisme umpan balik tubuloglomerulus adalah mekanisme intrinsic ginjal yang bekerja
berdasarkan kemampuan mendeteksi perubahan konsentrasi natrium klorida di makula
densa dalam mengubah kaliber diameter/tahanan arteriol pengaturan tahanan arteriol ginjal.
Tujuan utama mekanisme umpan balik ini adalah menjamin pengriman Natrium klorida yang
relative konstan ke tubulus distal(menstabilkan aliran darah ginjal), namun juga memiliki
manfaat dalam menjaga nilai GFR tetap konstan. Pemain utama pada mekanisme umpan balik
tubuloglomerulus adalah kompleks juxtaglomerulus yang terdiri atas sel macula densa, sel
mesangial ekstraglomerulus dan sel apparatus juxtaglomerular. Sel macula densa merupakan
kelompok sel epitel khusus berlokasi di tubulus distal bagian awal dengan proyeksi arah ke
arteriol dan didalamnya mengandung aparatus Golgi, organel sekretorik intrasel sehingga
dapat disimpulkan termasuk sel aktif. Sel juxtaglmerular adalah sel otot polos khusus di ginjal
yang mensintesis, menyimpan dan mensekresikan enzim renin. Sel ini sebagian besar terletak
di arteriol aferen dan dalam jumlah kecil di arteriol eferen. Sel juxtaglomerular mensekresi
renin setelah diinduksi oleh adanya penurunan tekanan yang terdeteksi oleh reseptor di
dinding pembuluh darah arteriol atau setelah stimulasi macula densa. Selain reseptor
regangan, sel juxtaglomerular juga memiliki reseptor adrenergic β1.
Gambar 5. Mekanisme adaptif tubuloglomerular yang dimainkan oleh macula densa dan
apparatus juxtaglomerular

Mekanisme umpan balik tubuloglomerulus terdiri dari dua komponen yang bekerja bersama-
sama untuk mengontrol LFG yaitu :(1) mekanisme umpan balik anteriol aferen dan (2)
mekanisme umpan balik arteriol eferen.

Penurunan GFR semisal akibat penurunan tekanan darah memperlambat aliran darah yang
melewati lengkung henle, sehingga reabsorbsi Natrium di area ini meningkat dan menyebabkan
rendahnya konsentrasi ion ini di tubulus distal tempat macula densa berada. Rendahnya Na
merupakan stimulus bagi sel macula densa untuk melakukan dua hal yaitu (1) mengirimkan sinyal
ke arteriol aferen dan (2)mengirimkan sinyal ke sel juxtaglomerulas yang direspons dengan
sekresi renin. Penurunan Na ke makuladensa akan menyebabkan vasodilatasi arteriol aferen
sehingga menyebabkan tekanan hidrostatik glomerulus meningkat dan terjadi peningkatan GFR.
Renin bekerja mengaktifkan serangkaian proses sehingga tersekresilah angiotensin 2 akan
menyebabkan vasokonstriksi arteriol eferen.
Ketika terjadi hal yang sebaliknya, missal peningkatan kadar Na dalam tubuh, ataupun
peningkatan tekanan darah, maka aliran darah ginjal di tubulus distal juga meningkat,
menyebabkan uptake Na melalui kanal NKCC-2 dimakula densa meningkat dan menyebabkan
pelepasan ATP dari membrane basolateral macula densa ke interstitium juxtaglomerular. ATP
merupakan stimulus bagi terbentuknya adenosine yang kemudian berikatan dengan reseptor
adenosine A1 di arteriol aferen menyebabkan vasokonstriksi, sehingga GFR diturunkan ke angka
normal.

4.1.2 Mekanisme autokoid/parakrin


Pada kondisi peningkatan tekanan darah / shear stress, terjadilah pelepasan agen
vasokonstriktor seperti endotelin 1 dan derivate COX2 semisal prostaglandin dan tromboksan.
Pelepasan parakrin vasoaktif ini memodulasi kontraksi dari otot polos pembuluh darah. Bahan-
bahan vasoaktif tersebut akan berikatan dengan reseptor di otot polos biasanya adalah tipe
protein G yang kemudian mengaktifkan Phospolipase C (PLC). Aktivasi PLC akan megakibatkan
terjadinya peningkatan konsentrasi caraka kedua yaitu inositol trisphosphate (IP3) dan
diacylglycerol (DAG) yang menginduksi pengeluaran Ca dari reticulum sarkoplasmik melalui
reseptor IP3 ke sitosol. Peningkatan kadar Ca di sitosol menaktifkan protein kinase C dan
terbukanya kanal Ca (kanal ryanodine) di membrane sel. AKumulasi Ca sitosol menghasilkan
kontraksi otot polos dan menurunkan tekanan hidrostatik glomerulus sehingga nilai GFR turun ke
angka normalnya.

4.1.3 Mekanisme syaraf dan hormonal


Sistem syaraf simpatis mempengaruhi proses filtrasi baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pengaruh langsung system syaraf simpatis adalah melalui ikatannya dengan reseptor
adrenergic α1 yang terdapat di pembuluh darah yang ditemukan lebih banyak di arteriol aferen
dibandingkan arteriol eferen. Secara tidak langsung, system syaraf simpatis akan berikatan
dengan reseptor adrenergic β1 di sel juxtaglomerular. Aktivasi sel juxtaglomerular akan
mensekresi renin dan selebihnya akan mengaktifkan Angiotensin 2. Angiotensin 2 menyebabkan
vasokonstriksi arteriol eferen lebih besar dibandingkan arteriol aferen.
Sistem syaraf simpatis melalui neurotransmitter utamanya norepinefrin teraktivasi jika ada
kondisi-kondisi sistemik tubuh yang menyebabkan aktivasi pusat syaraf simpatis (pusat
kardiovaskular di medulla oblongata. Kondisi-kondisi tersebut diantaranya adalah penurunan
tekanan darah, penurunan volume darah yang menyebabkan tekanan di arteri karotis interna
menurun sehingga refleks baroreseptor akan inaktif dan ini akan diterima sebagai sinyal yang
dihantarkan melalui melalui saraf Hering menuju saraf glosofaringeus di leher bagian atas
dan kemudian ke traktus solitaries di daerah medula batang otak untuk menginaktivasi pusat
parasimpatis dan mengaktifkan system syaraf simpatis.
Gambar 6. Peran simpatis pada Pengaturan fungsi ginjal
4.2 Pengaturan Proses Reabsorbsi dan sekresi
Proses reabsorbsi dan sekresii ditentukan oleh keseimbangan tekanan-tekanan yang
bekerja pada kapiler peritubulus dan cairan interstitial ginjal yang dikenal dengan
mekanisme bulkflow serta oleh karakteristik sel-sel tubulus dan factor-faktor yang
mempengaruhi sel tubulus tersebut. Mekanisme-mekanisme adaptif seperti mekanisme
autoregulasi, miogenik, mekanisme autokoid/parakrin dan hormonal yang bekerja pada
kapiler glomerulus juga bekerja di kapiler peritubulus.

4.2.1 Angiotensin II
Angiotensin II bekerja pada sel tubulus dan pada mekanisme bulkflow baik melalui
mekanisme langsung maupun tidak langsung
Pada sel tubulus
- Secara tidak langsung meningkatkan reabsorbsi Na melalui stimulasi sekresi
aldosterone di korteks adrenal zona glomerulosa
- Secara langsung merangangsang ekspresi pompa NaKATPase di tubulus proksimal,
ansa henle, tubulus distal awal dan tubulus koligentes.
- Secara langsung merangsang ekspresi antiport NaH di tubulus proksimal.

Pada kapiler peritubulus


- Angiotensin II secara tidak langsung menyebabkan penurunan tekanan hidrostatik
kapiler tubulus akibat efek kontriksi arteriol eferen sehingga menyebabkan
peningkatan reabsorbsi Natrium dan air ke kapiler.
- Angiotensin II secara tidak langsung menyebabkan penurunan aliran darah ginjal
meingkatkan fraksi filtrasi dalam glomerulus dan meningkatkan konsentrasi protein
dan tekanan osmotic koloid kapiler peritubulus sehingga meningkatkan reabsorbsi
Natrium air ke kapiler.
4.2.2 Tekanan arteri
4.2.3 SImpatis
Perangsangan simpatis terjadi melalui beberapa target kerja
1. Reseptor α adrenergic di sel epitel tubulus ginjal
2. Reseptor α adrenergic di arteriol aferen
3. Reseptor β adrenergic di sel juxtaglomerular

4.2.4 Peptida Natriuretik Atrium


Atrium jantung yang meregang akibat pengisian darah merupakan rangsangan
pelepasan ANP. ANP menurunkan reabsorbsi Natrium dan air sehingga
menyebabkan peningkatan ekskresi urine. Target kerja ANP adalah:
1. Menghambat sekresi renin dari sel juxtaglomerular
2. Menghambat reabsorbsi Natrium (dan tentunya air) di duktus koligentes.

4.2.5 Aldosteron
Diproduksi oleh sel korteks adrenal di zona glomerulosa, dirangsang oleh angiotensin
2. Fungsi aldosterone adalah untuk meningkatkan reabsorbsi Na dan sekresi K di
tubulus distalis sel prinsipalis.

4.2.6 ADH
Sintesis ADH adalah neuron magnoseluler, di 2 nukleus:
1. Nukleus supraoptik hipotalamus
2. Nukleus paraventrikuler hipotalamus
3. Daerah AV3V

Pelepasan ADH : hipofisis posterior

Stimulasi ADH dirangsang oleh:


o Penurunan volume plasma dan peningkatan osmolaritas CES akan dideteksi oleh
Osmoreseptor (pengerutan osmoreseptor di hipotalamus anterior)
o Penurunan tekanan arteri oleh berkurangnya rangsangan baroreseptor

Gambar 7. Aktivasi ADH


Mekanisme kerja ADH
ADH akan berikatan dengan receptor V2 di tubulus distal akhir, tubulus koligentes
kortikalis dan duktus koligentes. Ikatan tersebut akan meningkatkan cAMP dan
selanjutnya mengaktivasi protein kinase. Protein kinase ini akan memfosforilasi
beberapa enzim yang salah satunya akan merangsang pergerakan aquaporin 2 ke
sisi luminal sel tubulus. Aquaporin 2 mengalami fusi dengan membran sel dan
berfungsi sebagai kanal air sehingga terjadi difusi air secara cepat melalui sel. Selain
aktivitas nongenomik , ADH juga diyakini menstimulasi ekspresi Aquaporin 2.

III. PENGATURAN KEPEKATAN URINE OSMOLARITAS CES SERTA ION OLEH


GINJAL

Agar dapat berfungsi dengan baik, konstituen dalam sel tubuh kita seperti ion-ion tertentu harus
dipertahankan dalam kisaran angka tertentu. Proses itu dilakukan dengan mekanisme yang
menjaga keseimbangan antara isi cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler (Plasma dan
interstitial). Salah satu mekanisme yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan hal tersebut
adalah pompa Natrium Kalium ATP-ase yang selalu menjaga kadar Na rendah didalam sel
namun kadar Kalium tinggi di dalam sel. Tubuh diberikan mekanisme adaptif agar cairan
intraselululer selalu dalam keadaan homeostasisnya. Hal ini dilakukan dengan beberapa proses
diantaranya adalah :
1. Mekanisme pemekatan dan pengenceran urine
2. Mekanisme mempertahankan osmolaritas CES

Secara garis besar, cairan Ekstraseluler maupun cairan intraseluler terdiri dari komponen air dan
zat-zat baik yang diperlukan maupun yang tidak diperlukan tubuh. Cairan intraseluler dan cairan
interseluler selalu dipertahankan tetap baik komponen air maupun komponen zatnya. Untuk
mempertahankan kadar air tersebut, maka diperlukan mekanisme pengenceran dan pemekatan
urine.

3.1 Mekanisme Pengenceran urine – Penurunan osmolaritas CES


Ketika kita mengalami kelebihan air, osmolaritas CES menurun, maka tubuh akan
membuang kelebihan air dengan cara:
1. Meningkatkan ekskresi urine
Kerja dari bagian-bagian yang impermeable terhadap air yaitu lengkung henle tebal pars
asendens, tubulus distalis, duktus koligentes.
2. Meningkatkan reabsorbsi zat terlarut khususnya pada area-area yang tidak impermeable
di atas
Dua kondisi diatas hanya berlaku pada kondisi-kondisi fisiologis.

1.2 Mekanisme Pemekatan Urine


Mekanisme untuk memekatkan urine terjadi saat osmolaritas CES meningkat atau pada saat
volume plasma menurun. Serangkaian aktivasi neurohormonal dan intrinsik ginjal akan
diaktifkan.
1. Mekanisme intrinsik ginjal
a. Miogenik
b. Autoregulasi
c. Tubuloglomerulus
d. Struktur interstitium medulla ginjal dan System countercurrent vasa recta
2. Mekanisme neurologis - aktivasi simpatis
3. Mekanisme hormonal
a. ADH
b. Aldosteron

Mekanisme pemekatan urine ini berlaku baik pada kondisi fisiologis maupun kondisi
patologis. Contoh kondisi fisiologis yang menstimulasi mekanisme pemekatan urine
contohnya adalah pada kondisi dehidrasi. Beberapa jenis kondisi patologis:
1. Kondisi-kondisi patologis tidak menyebabkan bertambahnya jumlah air dalam tubuh,
hanya alokasi airnya yang berubah, air berpindah dari plasma ke interstitial. Mekanisme
adaptif yang berfungsi pada kondisi ini adalah mekanisme yang bekerja saat terjadi
penurunan volume plasma. Kondisi-kondisi dimana terjadi alokasi volume darah dari
plasma ke volume interstitial adalah: Gagal jantung dan Kadar protein tubuh yang
berkurang (hipoalbuminemia) seperti pada kondisi sirosis hepatis, sindrom nefrotik.
2. Kondisi patologis yang menyebabkan bertambahnya volume CES dan volume plasma
Gagal jantung kongestif
Kegagalan jantung untuk memompa arah ke seluruh tubuh
o penurunan volume darah di arteriol aferen
aliran darah yang mengalir di tubulus densa berkurang, reabsorbsi Na meningkat,
sehingga di macula densa Na rendah  macula densa mengirimkan sinyal ke sel
juxtaglomerular untuk mensekresikan renin
Renin akan mengaktifkan rangkaian kegiatan untuk memproduksi Angiotensin 2
Kerja angiotensin 2 :
2. Meningkatkan reabsorbsi Na secara langsung
3. Mengaktifkan Aldosteron, Aldosteron mengaktifkan reabsrobsi Natrium
4. Angiotensin 2 menyebabkan vasokonstriksi arteriol eferen
o Peningkatan aktivitas simpatis
Penurunan tekanan arteri akan menyebabkan aliran darah ke pusat vasomotor
batang otak menurun. Iskemia otak ini menyebabkan aktivasi pust
vasokonstriktok di batang otak dan mengaktivasi system simpatis.
o Retensi Na oleh ginjal menyebabkan penumpukan cairan interstitial, aktivasi
simpatis menyebabkan penumpukan cairan di darah  meningkatkan volume
darah yang tujuannya adalah untuk mempertahankan nilai tekanan arteri normal.
Namun karena kondisi gagal jantung, hal ini semakin memperparah penumpukan
volume darah di plasma dan di cairan interstitial.
V. PERAN GINJAL PADA PROSES REABSORBSI KALIUM

5.1 Kalium
Faktor-faktor yang mengatur perpindahan Kalium antara cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler :
o Insulin
Insulin meningkatkan K intrasel (menurunkan K ekstrasel)
o Aldosteron
Aldosteron meningkatkan K intrasel (menurunkan K ekstrasel)
o Perangsangan β-adrenergik
Β-adrenergik meningkatkan K intrasel
o Aktivitas fisik
Aktivitas fisik berat menyebabkan peningkatan konsentrasi Kalium ekstrasel
yang bersumber dari otot rangka
o Osmolaritas CES
Peningkatan osmolaritas CES menyebabkan aliran air secara osmosis dari
intrasel ke interstitial  dehidrasi sel konsentrasi K intrasel lebih tinggi  difusi
K intrasel ke K ekstrasel
Faktor-faktor yang mengatur sekresi Kalium
o Konsentrasi Kalium Plasma
1. Merangsang pompa Na-K ATPase
2. Meningkatkan gradien K interstitial dan intrasel  mengurangi kebocoran K
3. Merangsang sekresi aldosteron
o Aldosteron
o Laju aliran tubulus
o Konsentrasi ion hydrogen
Asidosis menurunkan sekresi kalium
VI. PERHITUNGAN FUNGSI GINJAL

Nilai LFG digunakan sebagai parameter dalam memprediksi fungsi ginjal apakah dalam
kondisi baik atau mengalami penurunan. Besaran Nilai LFG normal adalah 180L/hari. Nilai
reabsorbsi tubulus adalah 178,5L/hari. Volume urine adalah 1,5L/hari. Pengukuran nilai LFG
tidak dilakukan secara langsung, namun secara tidak langsung menggunakan klirens zat
yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus. Syarat klirens zat yang dipakai untuk pengukuran
fungsi ginjal (LFG) adalah zat tersebut difiltrasi secara bebas, tidak direabsorbsikan dan tidak
disekresikan sepanjang tubulus. Zat tersebut adalah inulin. Dalam kepentingan pengukuran
klinis, digunakan zat yang memang dihasilkan oleh tubuh, maka dari itu untuk menghitung
LFG pada kepentingan klinis praktis digunakan klirens kreatinin. Untuk menilai aliran plasma
ginjal maka digunakan zat yang disekresikan oleh tubulus ginjal. Zat tersebut adalah PAH.

You might also like