Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bagi warganegara Indonesia keturunan Eropa (Belanda) dan Timur Asing Tionghoa,
hukum Perdata BW masih merupakan sumber hukum utama dalam menyelesaikan masalah
harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang atau lebih yang telah meninggal dunia.
Kendati hukum itu sudah lama ada dan telah lama pula digunakan dalam kehidupan sehari-
hari di Indonesia, namun penyelesaian terhadap harta kekayaan yang ditinggalkan oleh
orang yang telah meninggal dunia tersebut kerap menjadi masalah dan bahkan tidak jarang
penyelesaiannya harus dengan intervensi lembaga peradilan negara. Sumber-sumber yang
menimbulkan masalah dalam menyelesaikan harta kekayaan peninggalan tersebut memang
ada yang disebabkan oleh faktor kesengajaan, tapi ada pula yang disebabkan oleh faktor
kekurangan dalam menerapkan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal hukum perdata BW
tersebut. Untuk lebih jelasnya tentang hukum waris menurut BW ini akan dibahas dalam
bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hukum waris menurut BW?
2. Apa saja unsur-unsur hukum waris BW?
3. Bagaimana peran balai harta peninggalan dalam pembagian warisan?
4. Siapa saja ahli waris yang tidak patut menerima harta warisan?
BAB II
PEMBAHASAN
Simpulan:
Hukum waris menurut BW adalah aturan hukum yang mengatur tentang
perpindahan hak kepemilikan harta kekayaanya itu, merupakan keseluruhan hak-hak dan
kewajiban, dari orang yang mewariskan terhadap ahli warisnya dan menentukan siapa-siapa
saja yang berhak menerimanya. Adapun unsur-unsur hukum waris BW ialah pewaris, ahli
waris dan harta warisan.
Ahli waris menurut system BW terbagi dua yaitu ahli waris menurut Undang-
Undang dan ahli waris menurut waisat. Ahli waris menurut Undang-Undang terbagi 4
golongan yaitu:
1. Golongan pertama, ialah keluarga dalam garis lurus ke bawah yang meliputi
anak-anak beserta keturnan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan atau
yang hidup paling lama.
2. Golongan kedua, ialah keluarga dalam garis lurus ke atas yang meliputi
orang tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan serta keturunan mereka.
3. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek dan leluhur selanjutnya ke atas dari
pewaris.
4. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan
sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Amanat, Anisitus, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, Cet. 1,
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000.
Pitlo, MR. A., Hukum Waris: Menurut Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Jakarta:
Intermasa, 1990.
Suparman, Eman, Hukum Waris di Indonesia Dalam Perspektif Islam Adat BW, Bandung: PT.
Refika Aditama, 2005.
[1]MR. A. Pitlo, Hukum Waris: Menurut Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, (Jakarta:
Intermasa, 1990), h. 1
[2]Anisitus Amanat, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum Perdata BW, Cet. 1,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000), h. 6
[3]Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 86
[4]Eman Suparman, Hukum Waris di Indonesia Dalam Perspektif Islam Adat BW, (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2005) , h. 30
[5]Ibid, h. 30
[6]Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, op. cit., h. 87
[7]Ibid
[8]Ibid, h. 88
[9]Ibid
[10]Ibid, h. 90
[11]Ibid
[12]Ibid, h. 91
[13]Ibid
[14]Eman Suparman, Hukum Waris di Indonesia Dalam Perspektif Islam Adat BW,op. cit., h. 38
[15]Ibid, h. 39