You are on page 1of 92

PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN


UNNES 2010
KATA PENGANTAR

Fisiologi Olahraga adalah bagian atau cabang dari fisiologi yg khusus mempelajari
perubahan fungsi yang disebabkan oleh aktivitas olahraga /latihan fisik .
Fisiologi olahraga mempelajari perubahan-perubahan fungsi organ-organ baik yg bersifat
sementara (akut) maupun yg bersifat menetap karena melakukan olahraga baik untuk tujuan
kesehatan maupun utk tujuan prestasi
Fisiologi Olahraga merinci dan menerangkan perubahan fungsi yang disebabkan oleh
latihan tunggal (acute exercise) atau latihan yg dilakukan secara berulang-ulang (chronic
exercise) dengan tujuan untuk meningkatkan respon fisiologis terhadap intensitas , durasi,
frekuensi latihan, keadaan lingkungan dan setatus fisiologis individu.
Beberapa materi yang akan dibahas meliputi: Dasar – dasar Adaptasi Biologis terhadap
Olahraga, Faal Otot Rangka ,Konsep Dasar kontraksi Otot dalam Olahraga (Isitonik,
isometric,Eksentrik, Isokinetik, Plyometrik),Sumber Energi Kontraksi Otot,Fisiologi Latihan
Otot,Efek Latihan pada Anatomis dan Fisiologis Otot,Konsep Dasar Fisiologi Pernapasan,Daya
Aerobik Maksimum ,Penggunaan Oksigen dalam Olahraga,Kardiovaskuler dan Volume Jantung
dalam Latihan,Struktur Prestasi Olahraga,Keadaan Kebutuhan Fisik,Prinsip dasar Program
Latihan, dan Metode Latihan,
Mata kuliah ini terdiri atas 14 bab yang meliputi:
Bab I : Dasar – dasar Adaptasi Biologis terhadap Olahraga
Bab II : Faal Otot Rangka
Bab III : Konsep Dasar kontraksi Otot dalam Olahraga (Isitonik, isometric,

Eksentrik, Isokinetik, Plyometrik)


Bab IV : Sumber Energi Kontraksi Otot
Bab V : Fisiologi Latihan Otot
Bab VI : Efek Latihan pada Anatomis dan Fisiologis Otot
Bab VII : Konsep Dasar Fisiologi Pernapasan
Bab VIII : Daya Aerobik Maksimum
Bab IX : Penggunaan Oksigen dalam Olahraga
Bab X : Kardiovaskuler dan Volume Jantung dalam Latihan
Bab XI : Struktur Prestasi Olahraga
Bab XII : Keadaan Kebutuhan Fisik

Bab XIII : Prinsip dasar Program Latihan


Bab XIV : Metode Latihan
BAB I
DASAR – DASAR ADAPTASI BIOLOGIS TERHADAP OLAHRAGA

Dalam bab ini yang akan dipelajari adalah dasar-dasar adaptasi tubuh manusia pada olahraga
yang bertujuan untuk:

1. Memahami perbedaan pengertian fisiologi dan fisiologi olahraga

2. Memahami fungsi dan mekanisme kerja tubuh manusia


3. Menjelaskan respon dan adaptasi tubuh terhadap perubahan-perubahan internal maupun
ekternal tubuh.
4. Menjelaskan pengertian homeostasis

Fisiologi
Ilmu yg mempelajari fungsi dan cara kerja organ-organ tubuh serta perubahan-perubahan
yang terjadi akibat pengaruh dari dalam maupun dari luar tubuh.

Fisiologi Olahraga
Adalah bagian atau cabang dari fisiologi yg khusus mempelajari perubahan fungsi yang
disebabkan oleh latihan fisik:

 Bagaimana perubahan fungsi itu dpt terjadi apabila seseorang melakukan latihan tunggal
(acute exercise) dan
 Perubahan apa yg dpt terjadi pada fungsi tubuh setelah melakukan latihan berulang-ulang
(chronic exercise) dan bagaimana perubahan fungsi tubuh itu berlangsung.
 Apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan respon dan adaptasi tubuh thd latihan
yang dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.

Faal olahraga mempelajari perubahan-perubahan fungsi organ-organ baik yg bersifat


sementara (akut) maupun yg bersifat menetap karena melakukan olahraga baik untuk tujuan
kesehatan maupun utk tujuan prestasi.
Fisiologi Olahraga merinci dan menerangkan perubahan fungsi yg disebabkan oleh
latihan tunggal (acute exercise) atau latihan yg dilakukan secara berulang-ulang (chronic
exercise) dengan tujuan untuk meningkatkan respon fisiologis terhadap intensitas, durasi,
frekuensi latihan, keadaan lingkungan dan status fisiologis individu. Fungsi dan mekanisme kerja
organ-organ tubuh akan selalu bereaksi dalam rangka penyesuaian diri demi terciptanya
“HOMEOSTASIS” (kecenderungan organisme hidup untuk mempertahankan lingkungan dalam
“Millieau Interieur” yang stabil bagi selnya.
Berolahraga adalah melakukan suatu kegiatan tubuh yang melibatkan organ-organ tubuh
(Jantung, paru, otot, syaraf, pembuluh darah, otot, kelenjar dst). Aktivitas olahraga akan
menimbulkan reaksi dari organ-organ tubuh berupa usaha-usaha penyesuaian diri. Derajat
kesehatan sel menentukan kualitas fungsional atau vitalitasnya, yg dengan sendirinya akan
menentukan derajat kesehatan, kualitas hidup dan vitalitas kehidupan undividu yg bersangkutan.
Dari sudut pandang ilmu faal pelatihan atau aktifitas olahraga bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan fungsional sel, yang dengan sendirinya berarti juga meningkatkan
kemampuan fungsional individu (manusia) yg bersangkutan. Pelatihan/aktivitas olahraga harus
bersifat fisiologis yaitu: dari sudut pandang sel tidak menyebabkan gangguan Homeostasis yg
melebihi batas-batas fisiologis. Perubahan kondisi Homeostasis harus sudah pulih dalam waktu
tidak lebih dari 24 jam.
Pengetahuan dasar tentang apa yang terjadi selama latihan fisik dan bagaimana
perubahan itu terjadi sangat penting untuk dimiliki oleh pelatih, pembina, guru olahraga, atlet
dan mahasiswa olahraga.
Proses Penyesuaian diri akan tergantung pada:

1. Stressor - nya: Jenis olahraga, Intensitas, waktu, frekuensi yang dilakukan, dll
2. Organic – nya: adalah faktor-faktor yang dimiliki individu bersangkutan, untuk dapat
melakukan penyesuaian fungsional secara maksimal (Umur, seks, kesegaran jasmani,
kesehatan dst)
3. Keadaan lingkungan : panas, dingin, lembab, ketinggian dst.

Reaksi penyesuaian diri dapat berupa:

1. Jawaban sewaktu (Respon)


2. Adaptasi organ-organ tubuh

Jawaban sewaktu (respon);


Perubahan fungsi yang sifatnya sementara dan berlangsung tiba-tiba sebagai akibat dari aktivitas
tubuh. Perubahan akan hilang setelah aktivitas tubuh dihentikan. (denyut jantung, frekuensi
pernafasan, suhu tubuh, dsb)

Adaptasi organ-organ tubuh:


Perubahan struktur dan fungsi yang sifatnya lebih menetap dari organ-organ tubuh,
sebagai akibat latihan yang diberikan secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama
(denyut nadi Istirahat, ukuran otot dst)

Pola Umum Jawaban dan Adaptasi


Organisme hidup selalu berusaha mempertahankan “ Homeostasis” atau lingkungan
dalam yg stabil bagi sel-sel. Tubuh akan mengatur suhu tubuh, keasaman, oksigen , glukosa,
natrium, kalium, hormon, enzim dll. Cara pengaturan dalam mempertahankan “ Homeostasis”
adalah dengan pengaturan umpan balik negative (negative feedback) , yaitu bahwa setiap
gangguan homeostasis akan menghasilkan perubahan fungsi yang menyebabkan pulihnya
kembali lingkungan dalam sel-sel dalam keadaan normal.
Pengaturan umpan balik negatif sebenarnya adalah melawan keadaan yang disebabkan
oleh stress, untuk dikembalikan ke keadaan normal, sehingga sel-sel dapat bekerja sebagaimana
mestinya.

Hasil-hasil adaptasi organ tubuh terhadap aktivitas olahraga:

1. Hasil adaptasi Sistem syaraf-otot (neuromuscular)


Latihan jangka panjang akan meningktkan “Maximal Muscular Power” yang meliputi
kenaikan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot:

1. Peningkatan Kekuatan kontraksi otot karena:


1. Penambahan luas penampang otot
2. Kenaikan cucuran/curahan saraf kepada otot
b. Peningkatan kecepatan kontraksi otot karena:
1) peningkatan recruitmen motor unit
2) peningkatan pengeluaran impuls, kecepatan hantaran impuls, kecepatan perpindahan
impuls pada sinapsis.

1.Periode laten yang lebih pendek


2.Kontrol yang lebih baik dari motor unit.
2. Hasil adaptasi jantung dan peredaran darah (cardio vasculair)

1. Peningkatan isi sekuncup jantung (cardiac output), karena:

1.Kenaikan volume sekuncup


2.Bradicardi ( frekuensi denyut jantung lebih rendah)
2. Pemulihan denyut jantung permenit dan tekanan darah sesudah kerja maksimal
lebih cepat tercapai.
3. Perubahan struktur jantung
3. Hasil adaptasi sistem respirasi

1. Frekuensi pernafasan(ventilasi paru) lebih rendah dan daya difusi lebih tinggi
(efisiensi pernafasan)
2.Kenaikan volume paru dan kapasitas vital paru.
4. Hasil adaptasi proses metabolisme

1.Latihan jangka panjang dapat meningkatkan maksimal oxygen uptake (VO2 Max)
2.VO2 max yang lebih besar akan meningkatkan proses aerobic dan meminimalisir
proses metabolisme anaerobik pada kegiatan fisik yang dilakukan, sehingga
produksi asam laktat tidak tinggi dan munculnya kelelahan dapat dihambat.
3. VO2 max yang lebih besar sebagai hasil latihan jangka panjang adalah
berbanding lurus dengan peningkatan kerja transport O2 dan sistem pengunaan
O2
5. Hasil adaptasi sel-sel jaringan

1. Peningkatan sistem penggunaan oxygen pada sel-sel akibat latihan jangka panjang
berhubungan erat dengan perubahan struktural dan perubahan biokimia pada sel-
sel, a.l:

1.Mitokondria meningkat 60%


2.Glycogen otot meningkat 2 – 5 kali
3.Potensi oksidatif otot-otot meningkat sekitar 100%
4.VO2 mak menunjukan kenaikan 13%
2. Peningkatan pembakaran asam lemak dan mobilisasi jaringan adiposa terjadi pada
olahragawan yang terlatih. Ini berarti penghematan dan penundaan pemecahan
glycogen, sehingga keadaan hipoglikemia yang mencetuskan kelelahan juga dapat
ditunda.

6. Hasil adaptasi morfologis


1. kegiatan jasmani yang teratur dapat dipergunakan untuk mencegah kelebihan
lemak, yang selanjutnya akan membentu kesehatan jantung dan peredaran darah.
2. Latihan jangka panjang mempunyai kecenderungan mengurangi kegemukan (sifat
endomorphy), sedangan orang yang tidak latihan (inactive) cenderung
meningkatkan keadaan endomorphy.

7. perubahan lain
latihan jangka panjang dapat mencegah proses arteriosclerosis (penyempitan/penyumbatan
bembuluh darah dan pengapuran pembuluh darah.
Latihan jasmani dapat:

1. meningkatkan:
1. efisiensi otot-otot jantung
2. efisiensi pengaliran darah ke perifer, dan pengaliran darah balik ke jantung
3. Kapasitas pengangkutan elektron
4. Isi oxigen pada arteri
5. Masa sel darah merah dan volume darah
Fungsi kelenjar thyroid
6.
Produksi hormon pertumbuhan
7.
Toleransi terhadap stress
8.
Kebiasaan hidup hati-hati.
9.
2. Menurunkan:

1. Kadar tryglyceride dan kadar cholesterol


2. Toleransi terhadap glukosa
3. Kegemukan
4. Tekanan darah arteri
5. Frekuensi jantung
6. Mudah terkena gangguan irama jantung
7. Reaksi berlebihan dari neurihormonal
8. Tekanan yang berhubungan dengan stress kejiwaan.

Soal: Jawablah pertanyaan berikut ini

1. Jelaskan perbedaaan fisiologi dan fisiologi olahraga!


2. Jelaskan respon dan adaptasi tubuh terhadap perubahan-perubahan internal maupun
ekternal tubuh.
3. Menjelaskan pengertian homeostasis!

BAB II
FAAL OTOT RANGKA
Setelah mempelajari materi faal otot rangka diharapkan mahasiswa dapat:

1. Menjelaskan struktur otot rangka


2. Menjelaskan fungsi otot rangka
3. Menjelaskan mekanisme kontraksi otot rangka

4. Menjelaskan perbedaan tipe serabut otot cepat dan otot lambat

Otot rangka yang menyusun tubuh manusia kurang lebih 200 buah. Mereka tersebar dari
kepala sampai ujung kaki dengan ukuran yang bervariasi. Berat total otot rangka sekitar 40%
dari berat badan, sedang 60% lainnya berupa otot jantung, otot polos dan tulang. Dengan adanya
otot rangka inilah manusia dapat bergerak termasuk melakukan kegiatan olahraga.
Di dalam tubuh terdapat tiga jenis jaringan kontraktil yang berlainan yaitu otot rangka,
otot jantung dan otot polos. Mereka semua sangat mirip satu dengan lainnya dan memiliki
beberapa sifat tertentu yaitu:

1. Mereka dipengaruhi oleh jenis stimuli (rangsangan) yang sama

2. Mereka menimbulkan potensial aksi segera setelah distimulus


3. Mereka memiliki kemampuan untuk berkontraksi
4. Kekuatan kontraksi ini (dalam batas-batas fisiologis) tergantung dari panjang semula.
5. Mereka mempunyai kemampuan untuk mempertahankan tonus otot.
6. Mereka akan atrofi (mengecil) apabila kurang aktif, karena suplai darah menjadi tidak
adekwat.
7. Mereka akan hipertrofi (membesar/menebal) sebagai akibat dari pekerjaan yang
ditingkatkan.

Otot rangka mempunyai sifat-sifat :

1. Ekstensibility, yakni suatu sifat dimana otot dapat memanjang dan dapat memendek.
2. Elasticity, yakni suatu sifat dimana otot dapat kembali dalam panjang semula baik setelah
memanjang atau diregang dan setelah mengalami pemendekan.
3. Contractibility, yakni suatu sifat dimana otot memiliki kemampuan untuk memendek
melawan tahanan dan menghasilkan tegangan.

Struktur Otot Rangka


Otot rangka tersusun oleh ratusan fasciculus. Fasciculus adalah satu unit serabut otot atau
sub bagian otot yang terdiri atas ratusan sampai ribuan sel otot. Masing-masing bagian otot
dibungkus oleh jaringan ikat atau fascia. Jaringan ikat yang membungkus otot bagian luar
dikenal sebagai epimesium. Jaringan ikat yang membungkus setiap fasciculus disebut
perimesium dan yang membungkus setiap sel otot dikenal dengan endomesium. Di jaringan-
jaringan ikat inilah otot mendapatkan layanan kebutuhan baik bahan makanan maupun informasi,
melalui pembuluh-pembuluh darah dan saraf.
Disebut otot rangka, karena ia melekat pada rangka, sekaligus alat untuk menggerakkan
rangka. Otot rangka juga disebut otot seran lintang, sebab bila disoroti terlihat garis-garis
melintang. Garis-garis melintang yang terlihat otot ini terjadi karena didalam sel otot ada
benang-benang tebal yang tampak gelap dan benang-benang tipis yang tapak terang bila kena
sorotan cahaya.
Gambar Sel Otot

Telah dibicarakan di depan bahwa sel otot terbungkus oleh jaringan ikat endomesium.
Bila jaringan ikat ini kita lepas maka terlihatlah dinding sel otot yang dikenal sebagai
sarcolemma. Sarcolemma memiliki sifat membrane pada umumnya yang mampu menghantarkan
aksi potensial seperti membrane syaraf. Sel otot berbentuk organ panjang silindris atau seperti
batang tebu yang beruas-ruas. Setiap ruas dikenal sebagai satu sarcomere. Diameternya rata-rata
2 mikron, sedang panjang setiap sarcomere 2,2 mikron. Panjang sel otot bervariasi dari ada yang
hanya beberapa millimeter tetapi ada yang mencapa 30 sentimeter. Dengan demikian dapat kita
hitung bahwa setiap sel otot bias terdiri atas sarcomere.

Jika sel otot dibuka dindingnya maka isi di dalamnya terdapat:

1. Cairan sel (Sarcoplasma)


2. Inti sel (Nucleus)
3. Mitokondria
4. Unsur kimia, seperti : Ca++. Na+, mg, O2, PC, Glukosa, dsb.
5. Miofilamen tebal “myosin” dan tipis “aktin”.
Setiap komponen sel di atas memiliki peran yang sangat penting untuk kehidupan sel.
Untuk keperluan ini, untuk sementara kita akan memfokuskan pembicaraan pada peran filament
myosin dan aktin. Aktin dan Miosin adalah elemen kontrkatil ratinya komonen-komponen yang
berperan sebagai sarana kontraksi. Akibat adanya kedua filament ini maka otot dapat melihat
secara teliti kedua filament ini, maka otot dapat berkontraksi dan tubuh kita dapat bergerak.
Untuk dapat melihat secara teliti kedua filamen ini, maka di bawah ini ditunjukkan belahan
sarcomere.

Gambar Sarcomere

Setiap sarcomere tersusun kira-kira 3000 aktin dan 1500 miosin. Miosin tersusun di
tengah-tengah sarcomere sedangkan aktin terletak di kedua ujung sarcomere. PAda potongan
memanjang terlihat bagian yang terang tersusun atas filament aktin yang tembus cahaya, bagian
terang disebut isotropic band. Ujung-ujung filament aktin dan myosin saling berselipan.

Tahapan terjadinya kontraksi otot, Menurut teori sliding filamen adalah sebagai berikut :

 Istirahat
Aktin dan miosin tidak berhubungan, ini terjadi sebelum rangsangan dating.

 Rangsangan
Kalsium dilepaskan dari cysterne ke dalam sarcoplasma. Efek dari ini, konsentrasi Ca++
meningkat dan mengakibatkan perubahan terhadap aktin, terbukanya titik lekat kepala
myosin pada aktin. Aktin dan myosin berpasangan  Actomiosin.

 Kontraksi
Proses pemecahan ATP di kepala Miosin menghasilkan energy.
ATP ADP + Pi + Energi
Kepala miosin berputar – Cros bridge roboh yang mengakibatkan aktin ditarik. Aktin
bergeser ke arah myosin menuju pusat sarcomere, yang mengakibatkan setiap sarcomere
memendek, secara keseluruhan otot memendek, tegangan otot meningkat.

 Relaksasi
Rangsangan hilang, Ca++ dipompa ke dalam cysterne. Konsentrasi Ca++ di sarcoplasma
menurun, sisi lekat aktin tertutup kembali, otot kembali pada keadaan istirahat.

Konsep Dasar Kontraksi Otot Rangka


Otot berkontraksi bila mendapat stimulus. Stimulus dibawa oleh serabut syaraf eferen
dari SSP. Sampai pada ujung saraf motorik yang melekat pada sel otot yakni neuromuscle
junction ( seperti diketahui setiap sel otot dilengkapi dengan serabut saraf). Selanjutnya
rangsangan tersebut masuk ke dalam sel otot melalui tubulus-tubulus. Tubulus adalah organ yang
berupa pipa yang menghubungkan antara bagian luar sel dan bagian dalam sel. Dengan
mekanisme tertentu, rangsangan tersebut menyebabkan kadar kalsium di cairan sarcoplasma
meningkat tajam. Peningkatan kalsium ini menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan di
benang aktin yang pada akhirnya sisi lekat aktin terbuka. Terbukanya sisi lekat aktin
mengakibatkan kepala myosin menempel selanjutnya terjadilah crossbridge actomiosin.
Selanjutnya penguraian ATP di kepala myosin mengakibatkan kepala-kepala myosin
mengadakan power stroke, akhirnya akan terjadi penarikan aktin ke arah pusat sarcomere oleh
myosin, sehingga sarcomere mengalami pemendekan.
Gambar Tahapan Kontraksi Otot

Tipe/Jenis Serabut Otot


Herbert A. De Vries (1986) mengatakan bahwa pengklasifikasian jenis serabut otot setidak-
tidaknya berdasarkan melelui 4 (empat) cara pendekatan yang berbeda:

1. Penglihatan secara anatomis (merah dan putih)


2. Fungsi otot (cepat dan lambat atau cepat lelah dan tahan terhadap kelelahan)
3. Kandungan biokimiawi (tinggi atau rendahnya kapasitas aerobik)
4. Sifat-sifat secara histokimia (jenis atau sifat enzim yang terkandung di dalamnya.

Gollnick, PD, dkk (1972) mengatakan bahwa sebutan dan pembagian jenis serabut otot
bermacam-macam misalnya:

1. Tipe otot untuk atlet daya tahan disebut juga :


1. Tipe aerobik
2. Tipe I
3. Tipe merah
4. Tipe tonik

5. Tipe slow-twitch (ST)atau,


6. Tipe slow-oxidative (SO)

2. Tipe otot untuk atlet yang mengutakan kecepatan dan kekuatan disebut juga:

1. Tipe anaerobik
2. Tipe II
3. Tipe putih

4. Tipe fast-twitch (FT) atau


5. tipe fast-glycolytic (FG)

Selanjutnya Jansson, E., dkk (1977) dan Staron, RS., dkk (1984) membagi serabu otot fast-twitch
(FT) menjadi:

1. FTa (IIA, fast- oxidativ- glycolytic,FOG )

2. FTb (IIB, fast-glycolytic ,FG)


3. FTc (IIC, intermedia)

Dari aspek fisiologis olahraga, masing-masing tipe serabut otot mempunyai respon yang
berbeda-beda terhadap latihan. Pembagian dan klasifikasi struktur dan sifat-sifat fungsi antara
serabut otot slow-twitch (ST) dan fast-twitch (FT) seperti terlihat pada tabel 1.

Tabel 1: Struktur dan Sifat-sifat Fungsional Serabut Otot ST dan FT (Fta dan FTb)
Sifat-sifat Tipe Serabut Otot

ST Fta FTb

Aspek Persyarafan
- ukuran syaraf motor Kecil Besar Besar
- ambang pengerahan motor syaraf Rendah Tinggi Tinggi
- kecepatan konduksi syaraf motor lambat Cepat Cepat

Aspek Struktural
- diameter serabut otot Kecil Besar Besar
- afinitas troponin terhadap kalsium Jelek Baik Baik
- pengembangan retikulum sarkoplasmik Jelek Baik Baik
- kepadatan mitokondria Tinggi Rendah Rendah
- kepadatan kapiler Tinggi Menengah Rendah
- kandungan mioglobin tinggi menengah Rendah

Energi dasar
- timbunan fosfokreatin Rendah Tinggi Tinggi
- timbunan glikogen Rendah Tinggi Tinggi
- timbunan trigliserida tinggi menengah Rendah

Aspek Enzimatik
- tipe miosin Lambat Cepat Cepat
- aktivitas miosin ATPase Rendah Tinggi Tinggi
- Aktivitas enzim glikolitik Rendah Tinggi Tinggi
- aktivitas enzim oksidatif tinggi tinggi Rendah

Aspek Fungsional
- kekuatan kontraksi Rendah Tinggi Tinggi
- waktu kontraksi Lambat Cepat Cepat
- waktu relaksasi Lambat Cepat Cepat
- produksi tenaga Rendah Tinggi Tinggi
- efisiensi energi Tinggi Rendah Rendah
- daya tahan Tinggi Rendah Rendah
- elastisitas rendah tinggi Tinggi

% Pada tungkai
- pelari jarak jauh 80 14 5
- pelari jarak pendek 23 48 28

Hubungan Serabut Otot dengan Unjuk Kerja


Serabut otot FT yang memiliki sifat kontraksi yang cepat, karena memiliki aktivitas m-ATPase
(miosin-ATPase), sedangkan serabut otot ST sebaliknya. Perbandingan kecepatan waktu
kontraksi antara serabut otot FT dan ST, yaitu 2 : 1 (0.05 detik : 0.10 detik) dan waktu
relaksasinya kedua-duanya proposional. Tetapi ST di dalam penggunaan energi lebih efisien,
sehingga sangat baik untuk kegiatan yang memerlukan waktu lama, lebih efisien didalam
aktifitas isometrik.
Serabut otot ST memiliki lebih banyak kolagen sehingga serabut otot ST kurang elastis dan lebh
kaku dari pada serabut otot FT. Keadaan yang demikian bukan berarti menghambat fungsi
serabut ST, tetapi karena memang sifat dari serabut otot ST yang lamban. Elastisitas yang lebih
baik pada serabut otot FT banyak membantu fungsi serabut otot FT di dalam menghasilkan
tenaga (force) kontraksi yang cepat dan kuat tanpa mengalami hembatan yang berarti, karena
serabut otot FT memiliki sifat ”komplayen yang lebih tinggi” (higer compliance)

Pengaruh Latihan terhadap Tipe Serabut Otot


Dengan melakukan latihan secara teratur dab berkelanjutan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap tipe serabut otot. Walaupun pengaruh tersebut tidak terjadi pada tingkatan yang sama,
baik pada serabut otot ST maupun serabut otot FT. Dengan kata lain latihan-latihan tertentu
dapat memberikan rangsangan terhadap serabut ST dan FT. Perubahan-perubahan yang terjadi
akibat latihan adalah sebagai berikut:
1. Perubahan pada kapasitas aerobik
Walaupun serabut otot FT pada umumnya mempunyai kapasitas oksidatif yang lebih rendah
dari pada serabut otot ST, tetapi dengan latihan kapasitas oksidatif kedua tipe serabut otot
tersebut sama-sama meningkat. Ini berarti bahwa sifat-sifat yang membedakan kapasitas
oksidatif antara kedua tipe tersebut otot tidak dapat berubah karena latihan yang dilakukan.
Dengan kata lain serabut ST selalu memiliki kapasitas aerobik yang lebih tinggi daripada
serabut FT baik sebelum maupun sesudah latihan.
2. Perubahan kapasitas glikolitik
Secara lebih spesifik terjadi peningkatan kapasitas glikolitig pada serabut otot FT.
3. Perubahan tidak terjadi pada tingkatan yang sama
Perubahan pada serabut otot ST dan FT tidak semuanya terjadi pada tingkatan yang sama.
Rangsangan tertentu mengenai perubahan pada serabut otot ST dan FT tergantung pada tipe,
durasi, dan intensitas latihan. Peningkatan ukuran serabut otot terutama disebabkan oleh
meningkatnya ukuran diameter dan jumlah miofibril di dalam sel otot (mitocondria, retikulum
sarkoplasma , dan sebagainya) meningkat secara proposional. Kedua tipe serabut otot
mengalami hipertropi selama latihan berbeban, alan tetapi peningkatan yang lebih besar
terjadi pada serabut otot FT. Apabila melakukan latihan daya tahan dalam waktu yang lama,
yang terlihat banyak perubahan adalah otot yang tahan terhadap kelelahan, dan disertai oleh
meningkatnya kapasitas otot untuk menghasilkan ATP melalui oksidasi fosforosasi. Sehingga
serabut otot ST menempati daerah terbesar pada otot atlet daya tahan daripada serabut otot
FT. Begitu juga sebaliknya, serabut otot FT menempati daerah terbesar pada atlet lari cepat
(sprinter), tolak peluru, ataupun pada lempar cakra.
4. latihan tidak bisa mengkonversi serabut otot
Telah banyak dibuktikan bahwa dengan latihan serabut otot ST dan FT tidak dapat
dikonversikan satu sama lain (Eriksson, B.,Dkk. 1973).

Soal:

1. Jelaskan struktur otot rangka secara makro dan mikro!

2. Jelaskan fungsi otot rangka!


3. Jelaskan mekanisme kontraksi dan relaksasi otot rangka!
4. Jelaskan keunggulan dan kelemahan tipe serabut otot cepat dan otot lambat!

5. Bagaimana pengaruh latihan terhadap perubahan otot?


BAB III
KONSEP DASAR KONTRAKSI OTOT DALAM OLAHRAGA
(ISITONIK, ISOMETRIC, EKSENTRIK, ISOKINETIK, PLYOMETRIK)

Mahasiswa setelah mempelajari bab ini diharapkan dapat:

1. Menjelaskan prinsip dasar kontraksi otot


2. Menjelaskan pengertian kontraksi otot: isotonik, isometrik, eksentrik, isokinetik, dan
plyometrik
3. Memberikan contoh kontraksi otot: isotonik, isometrik, eksentrik, isokinetik, dan
plyometrik
4. Menerapkan berbagai jenis kontraksi otot pada latihan berbagai cabang olahraga

Prinsip dasar kontraksi otot ialah menahan atau melawan kepanjangan otot (kontraksi
adalah menuju ke arah pendek), dikarenakan aktin ditarik ke arah pusat sarcomere oleh myosin.
Ada lima jenis kontraksi, yaitu :

1. I sotonik panjang otot berubah (memendek)


2. I sometrik panjang otot tetap
3. E ksentrik panjang otot berubah (memanjang)
4. I sokinetik Isotonik yang menekankan pada pembebanan konstan
5. P lyometrik Isotonik yang menekankan percepatan gerak

Kontraksi Isotonik
Dalam kegiatan olahraga salah satu contoh nyata kontraksi isotonic adalah ketika lengan
seseorang mengangkat dumble.

Gambar Lengan Bekerja Isotonic

Untuk dapat mengangkat dumble dari posisi lengan lururs menjadi lengan ditekuk, otot
biceps brachii berkontraksi dalam pola kerja isotonic. Isotonik diartikan sebagai pola kontraksi
yang berpegang pada tonusnya – tetap, sebaliknya panjang ukuran otot berubah/memendek.
Kontraksi isotonil juga disebut kontraksi konsentris atau dinamis.
Secara anatomis otot biceps brachii berlokasi di lengan atas anterior. Otot ini mempunyai
origo di tulang scapula, tepatnya adalah di prosesesus coracoideus dan supra glenoidalis
scapula. Sedang insersisnya ada di tulang radius (tuberositas radial). Ketika berkontraksi
isotonic maka lengan bawah akan terangkat ke atas atau fleksi lengan terjadi.

Catatan :
1. Besarnya kekuatan isotonic tergantung jumlah kepala myosin yang dapat crossbridge.
2. Atas dasar ad 1, setiap titik lintasan besarnya kekuatan/tegangan tidak sama.
3. Atas dasar ad 1 dan ad 2, dengan beban yang beratnya tertentu, irama kontraksinya tidak
akan konstan.

Contoh :

Gambar Kurve Pada Gerak Siku di tekuk

Keteragan :
Atas dasar gambar di atas, kita tahu bahwa, tegangan/kekuatan terbesar terjadi ketika
lengan dalam posisi fleksi sudut 1200. Pada saat lengan lurus, tegangan/kekuatan lebih
rendah dan tegangan terendah pada saat fleksi 300.
Akhirnya kita dapat menarik simpulan-simpulan :

1. Tegangan diperlukan oleh otot untuk mengangkat beban. Tanpa adanya tegangan otot
tidak dapat melawan tahanan.
2. Untuk dapat mengatasi besarnya beban, tegangan otot harus lebioh besar dari obyek
beban yang diangkat.
Isometrik
Dalam olahraga, menggenggam raket tenis merupakan salah satu contoh kontraksi
isometric otot lengan bawah. Pada saat ini otot lengan bekerja mempertahankan agar raket tidak
lepas. Musculus fleksor digitorum superficialis dan profondus adalah otot yang berlokasi
dibagian anterior lengan bawah. Keduanya memiliki origo di tulang humerus, ulna dan radius
(didaerah siku), sedangkan insersinya ada pada basic phalangea I dan II.
Dalam memegang raket tenis, otot ini mula-mula berkontraksi secara isotonic yang
menghasilkan fleksi pada jari-jari tangan. Selanjutnya otot ini berkontraksi isometric yang
menghasilkan dipertahankannya fleksi jari-jari untuk menggenggam gagang raket.
Disebut isometric di ambil dari istilah Iso yang artinya “tetap” dan metric yang
menggambarkan “ukuran”. Kontraksi isometric adalah kontraksi di mana otot tidak mengalami
perubahan ukuran.
Secara fisiologis kontraksi yang terjadi pada m fleksor digitorum profondus dan sublimis
pada sarcomere dapat digambarkan sebagai berikut

Gambar Kontraksi Isometrik


Tampak Miosin menempel di aktin

Catatan :
Ada sejumlah catatan yang perlu dianalisa lebih lanjut dalam pembahasan kontraksi
isometric
1. Besarnya kekuatan kontraksi isometric tergantung pada jumlah kepala myosin yang
crossbridge.
2. Setiap sudut lintasan mempunyai kekuatan berbeda, tergantung :

 Panjang otot

 Letak otot secara mekanika

3. Kontraksi isometric dapat terjadi pada posisi otot sedang memanjang, normal, dan dalam
posisi memendek.
4. Kontraksi isotonic yang dihentikan, akan menjadi kontraksi isometric.

Kontraksi Eksentrik
Ketika lengan mengangkat sebuah dumbel merupakan contoh nyata kontraksi isotonic,
maka jika dumbel diturunkan kembali otot biceps brachii mengalami kontraksi eksentrik, sebagai
mana gambar di bawah ini.

Gambar Otot Biceps Brachii

Dalam Kontraksi Eksentrik

Untuk dapat turun secara perlahan atau lengan kembali ekstensi, maka otot biceps
brabchii harus bekerja dalam pola kerja eksentrik. Disebut eksentrik sebab serabut-serabut otot
bergeser keluar dari pusat / centranya. Secara fisiologis, mekanisme yang terjadi pada biceps
brachii dalam sarcomere adalah :

 Pada awal kontraksi A, otot biceps brachii tidak dalam panjang normal. Ia dalam posisi
memendek, selanjutnya otot ini dengan menahan beban menuju posisi B. Dalam menuju
posisi B, kepala-kepala myosin bekerja back power stroke dari tropinin satu ke tropinin
yang lain ke arah lateral. Sampai pada akhirnya biceps brachii terulur pada posisi C.
Jadi kontraksi eksentrik kerja kepala myosin tidak menarik aktin tertapi melepaskanaktin
dengan penahanan. Dalam kondisi ini tegangan dikembangkan dikembangkan bersamaan
dengan memanjangnya otot.

Kontraksi Isokinetik
Dasar pola kontraksi isokinetik adalah pola isotonic, yakni otot mengalami pemendekan.
Perbedaan yang nyata ada;ah :

1. Bila pada kontraksi isotonic setiap lintasan gerak otot menanggung beban yang sama,
pada kontraksi isokinetik beban yang ditanggung tidak sama.
2. Bila pada kontraksi isotonic kecepatan dalam menempuk lintasan gerak tidak rata, pada
kontraksi isokinetik kecepatan dalam menempuh jarak lintasan adalah rata.

Perbedaan Lain dengan Isotonik


Pada setiap sudut lintasan, kontraksi isokinetik akan terjadi tegangan maksimal, sedang
isotonic tidak terlalu maksimal. Pada setiap sudut lintasan, kontraksi isokinetik akan melawan
pembebanan secara proporsional dengan kekuatannya, sedangkan isotonic tidak terlalu
proporsional. Pada kontraksi isokinetik kecepatan geraknya selalu tetap, sedang isotonic
kecepatan geraknya tidak tetap. Untuk latihan isokinetik memerlukan alat khusus yang dapat
melaporkan besarnya beban yang diangkat setiap sudut ;intasan, pembebanan pada latihan
isotonic hanya dapat diukur dalam bentuk beban luar. Sampai saat ini program latihan isokinetik
dipandang sebagai cara yang paling baik.
Secara fisiologis kontraksi ini tidak jauh berbeda, kepala myosin secara serempak
menarik aktin ke pusat sarcomere. Prinsip perbedaan terletak pada jumlah kepala myosin yang
menarik aktin. Dalam kontraksi isokinetik tahanan beban secara proporsional sesuai dengan
jumlah kepla miosinyang memungkinkan dapat pasangan. Secara total kepala myosin akan
mengadakan power stroke menarik aktin. Konsekuensi dari kontraksi ini memerlukan energy
yang sangat besar. Efek dari pembebanan yang proporsional menyebabkan gerak dengan
kecepatan konstan. Inilah mengapa untuk melaksanakan kontraksi isokinetik dalam kegiatan
olahraga tidak mungkindapat dilakukan kecuali dengan alat yang canggih.
Kontraksi Plyometrik
Pada dasar pola kontraksi plyometrik adalah pola isotonic, yakni otot mengalami
pemendekan kea rah pusat sarcomere dengan didahului tarikan pemanjangan. Dalam kegiatan
olahraga kontraksi ini diwujudkan dalam kerja yang meledak (melempar, meloncat, dsb).
Disebut plyometrik dari istilah plyo dan metric. Plyo berarti berlapis-lapis, sedangkan
mettrik artinya ukuran panjang. Sehingga plyometrik artinya suatu kontraksi yang mempunyai
lapisan-lapisan kecepatan gerak pada setiap perubahanukuran panjang. Artinya dalam
berkontraksi kecepatan antara meter pertama, kedua dan seterusnya ditempuh dengan yang
makin pendek (tidak sama).
Kajian fisiologis dalam kerja plyometrik menjelaskan bahwa di dalam otot ada berkas
otot yang dikenal sebagai muscle spindle. Fungsi utama muscle spindle adalah mengawasi otot
bila terjadi rangsangan yang melewati batas maksimal, dan sekaligus merespon untuk segera
kembali dalam panjang normal dengan aksi berkontraksi secara mendadak (stretch reflex).
Kajian secara detail belum ditemukan, hanay diduga saat otot dipanjangkan melebihi panjang
normal, otot berkontraksi secara isometric artinya tidak ada perubahan posisi actomyosin.
Pemanjangan dalam kondisi isometric tersebut dapat dilaksanakan akibat dari tangki kepala
myosin (meromyosin) yang meregang.
Pengembalian regangan dari meromyosin inilah yang menyebabkan otot dapat
berkontraksi dengan kecepatan berlapis-lapis. Untuk dapat bekerja secara cepat beban yang
ditanggung harus ringan sampai sedang.

SOAL:

1. Jelaskan pengertian ciri kontraksi otot isotonik, isometrik, eksentrik, isokinetik, dan
plyometrik
2. Berikan contoh kontraksi otot isotonik, isometrik, eksentrik, isokinetik, dan plyometrik
3. Berikan contoh penerapan kontraksi isotonik, isometrik, eksentrik, isokinetik dan
plyometik pada latihan berbagai cabang olahraga!
BAB IV
SUMBER ENERGI KONTRAKSI OTOT

Mahasiswa setalah mempelajari bab ini diharapkan dapat :

1. Menjelaskan pentingnya ATP

2. Menjelaskan kebutuhan ATP untuk kontraksi otot


3. Menjelaskan proses pembentukan ATP secara anaerobik
4. Menjelaskan proses pembentukan ATP secara aerobik
5. Menjelaskan sumber-sumber energi untuk kontrasi otot
6. Menjelaskan sisitem energi pada berbagai bentuk latihan olahraga

Sumber energi yang digunakan untuk kegiatan fisik adalah dari konsumsi bahan
makanan. Sumber energi ini diperlukan unuk memelihara kehidupan jaringan otot. Jumlah energi
yang dperlukan oleh tubuh seimbang dengan banyaknya aktivitas. Nilai-nilai energi dalam
makanan membentuk strktur-struktur kimia tertentu dalam suatu rantai ikatan kimia.
Energi penting untuk kerja adalah molekul-molekul karbohidrat dan molekul-molekul
lemak. Untuk dapat digunakan keduanya harus dirubah melalui proses biokimia tubuh. HAsil
akhir dari proses ini adalah berbentuk ATP, yakni merupakan energy tertinggi.

Ciri-ciri dan kapasitas ATP di Sel Otot


Ada dua macam system perubahan dari energy makanan samapai menjadi ATP, yaitu oksidasi
aerobic dan glikolisis anaerobic. Aerobik artinya dengan oksigen, sedangkan anaerobic artinya
tanap oksigen. Penggolongan menjadi dua kategori ini atas dasar kesesuaian keperluan energy
untuk jenis latihan. Latihan yang bersifat fitness umumnya menggunkan sumber oksidasi
aerobic, sebaliknya latihan-latihan dengan penekanan maksimal memerlukan adanya sumber
energy glikolisis anaerobic.

Kebutuhan ATP selama Latihan


Kepadatan ATP di dalam sel otot dapat dianalogikan seperti tingkatan air di bak
penampung air. Energi semacam ini disebut energy potensial. Energi ini harus kembali penuh
sepanjang waktu, maka jika air di bak digunakan, maka untuk memlihara volumenya agar tetap
penuh, ubuh berusaha mengisi kembali. Air bak harus tetap kontan sekalipun pintu air yang
terletak di dasar bak diuka lebar-lebar.
Serupa dengan itu konsentrasi normal ATP dalam sel otot harus di jaga ke”ajeg”annya,
sekalipun situasi pemakaian yang luar biasa. Latihan yang sangat keras akan menurunkan
konsentrasi ATP sangat tajam. Penurunan sebanyak 40% mengakibatkan kegiatan otot terhenti
atau terjadi berbagai kerusakan.
Pada permulaan latihan pintu bak air secara tiba-tiba dibuka, air mengalir (ATP
berkurang). Tugas pokok sumber energi adalah untuk mengisi kembali ATP sel yang oleh karena
latihan dipakai secara berlebihan. Arah pengisian kembali adalah sampai volume normal seetiap
sel akan ATP tercapai.
Selama intensitas latihan ringan sampai setengah berat, tugas pengisian ATP kembali,
dengan mudah dapat teratasi, karena kemampuan mereka untuk membentuk kembali ATP dapat
memenuhi tuntutan sel. Pada kegiatan latihan yang semakin bertambah berat, mengakibatkan
secara berturut-turut pengisian kembali ATP sel menjadi tak terjangkau lagi, akibatnya bak air
menjadi banyak berkurang.
Pada latihan yang amat keras tuntutan ATP untuk kerja otot dapat meningkat 15 kali lipat
dari normal. Akibatnya konsentrasi ATP di dalam sel turun drastic. Penurunan ATP otot
berpengaruh terhadap fungsi aktin dan myosin. Efek dari turunnya TAP sel otot adalah
berhentinya usaha kontraksi otot.

Sumber Energi Glikosis Anaerobik


Sumber energi glikolisis anaerobic adalah sebuah system yang komplek tentang
pemecahan molekul-molekul karbohidrat dengan menggunakan enzim-enzim khusus. Hasil
proses glikolisis anaerobic ini adalah energy dalam bentuk ATP, panas dan asam laktat.
Glikolisis anaerobic dapat menghasilkan ATP secara cepat dan relative besar, tanpa
energy ini kemampuan untuk kegiatan-kegiatan cepat dan berat tidak adapt dilaksanakan. Namun
demikian energy ini jumlahnya terbatas. Dukungan terbesar dari ATP glikolisis anaerobic adalah
pada latihan keras pada periode waktu 40 – 70 detik. Sungguhpun pemakaian energi glikolisis
anaerobic bergerak seirama dengan transport oksigen dalam tubuh, tetapi periode ini adalah
pendek dan bercirikan tekanan terhadap pelaku.

Sumber Energi Aerobik


Proses pemecahan energy oksidatif berjalan lebih kompleks bila dibandingkan dengan glikolisis
anaerobic. Dalam proses ini otot dapat menghasilkan ATP dengan jumlah yang lebih besar.
Proses ini memerlukan adanya oksigen yang cukup, sehingga hasil ATP yang dibangkitkan
secara proporsional sebanding dengan volume oksigen yang dihabiskan oleh otot. Dengan kata
lain besarnya ATP yang dibentuk, dipengaruhi secara langsung oleh jumlah oksigen yang
dikirim dan dihabiskan oleh otot. Walaupun peranan oksigen sangat penting dalam hal ini, tetapi
harus disadari bahwa oksigen bukan termasuk komponen sumber energy. Oksigen adalah gas
yang berperan sebagai penyusun terakhir campuran kimia dengan dua atom hydrogen menjadi
molekul air ( 2H + O2  H2O ).

Adenosin Tri Phosphat (ATP)


ATP adalah singkatan adri Adenosine Tri Phosphat, yaitu bentuk energy kimia yang siap
untuk kerja. ATP ada di dalam setiap sel otot, tepatnya adalah di ujung-ujung kepala myosin.
Secara kimiawi ATP digambarkan dalam bentuk struktur sbb. :
Gambar: Struktur kimia ATP

Di mana, dua kelompok fosfat terakhir merupakan “high energy bonds” yang
memungkinkan sel otot melakukan kerja. ATP diukur dalam satuan mole, mole adalah sejumlah
bahan campuran yang diberikan oleh beratnya. Beratnya tergantung dari banya dan macamnya
atom-atom yang menyusunnya. Setiap mole ATP dapat melepaskan energy anatar 7-12 k cal.

Simpanan ATP
Di depan telah dikemukakan bahwa ATP disimpan di dalam sel otot. Setiap kilogram otot
tersimpan ATP sebanyak milimol, PC tersimpan sebanyak 16 milimol. Jadi orang yang memiliki
berat otot 30 kg, di dalam tubuhnya tersimpang 120 milimole ATP dan 480 milimol PC. (Setiap
pemecahan satu mole PC dapat membentuk kembali satu mole). Jika setiap mole ATP dapat
menghasilkan energi 7-12 kcal maka 120 milimol yang tersimpan pada orang tersebut hanya
menghasilkan 1,2 kcal dari ATP dan 4,5 kcal dari PC. Simpanan sebesar ini hanya dapat
digunakan untuk aktifitas cepat antara 3-8 detik saja.

Prinsip Reaksi Berpasangan Dalam Metabolisme Energi


Yang dimaksud reaksi berpasangan adalah dua atau lebih reaksi yang terpisah
dihubungkan secara bersama-sama dalam berbagai cara, sehingga energ yang dilepaskan oleh
sebuah reaksi digunakan untuk keperluan reaksi yang lain.

Soal:

1. Jelaskan pentingnya ATP bagi kehidupan manusia!

2. Jelaskan kebutuhan ATP untuk kontraksi otot!


3. Jelaskan proses pembentukan ATP secara anaerobik!
4. Jelaskan proses pembentukan ATP secara aerobik!

5. Jelaskan sumber-sumber energi untuk kontrasi otot!


6. Jelaskan sisitem energi pada berbagai bentuk latihan olahraga!
BAB V
FISIOLOGI LATIHAN OTOT

1. Latihan Isotonik
Latihan isotonic adalah pola latihan yang mengikuti kaidah kontraksi isotonic, yakni suatu
kontraksi di mana otot bekerja mengalami pemendekan dari panjang asal. Pada proses
pemendekan, kecepatan tidak konstan dengan menanggung beban yang besarnya tidak
proporsional dengan kekuatannya. Secara mikro peristiwa isotonic yang terjadi di dalam
sarcomere adalah adanay tarikan aktin oleh kepala myosin yang berulang kali dari triponin. Satu
ketroponin berikutnya. Efek dari tarikan yang berulang-ulang mengakibatkan sarcomere
mengalami pemendekan. Respon kekuatan kontraksi isotonic sangat tergantung pada besarnya
beban yang di tanggungnya. Bila beban yang ditanggung ringan atau lebih kecil dari kekuatan
aksimum otot, maka hanya beberapa fasciculus saja yang bekerja, sebaliknya bila beban yang
ditanggung berat atau sebesar kekuatan maksimum otot, maka seluruh fasciculus dari otot
tersebut akan dikerahkan.

2. Latihan Isometrik
Latihan isometrik adalah pola latihan yang mengikuti kaidah kontraksi isometric, yakni suatu
kontraksi dimana otot tidak mengalami perubahan panjang otot. Secara mikro peristiwa yang
terjadi di dalam sacromere, kepala myosin menarik aktin tanpa terjadi pemindahan dari tropinin
satu ke tropinin lain, atau tidak terjadi sliding mechanism. Efek dari mekanisme ini setiap
sacromere tidak berubah panjangnya. Besarnya kontraksi isometric sangat tergantung pada besar
beban yang ditanggungnya. Bila beban yang dtanggung ringan atau lebih kecil dari kekuatan
maksimum otot maka hanya beberapa fasciculus saja yang bekerja, sebaliknya bila beban yang
ditanggung berat atau sebesar kekuatan maksimum otot, maka seluruh fasciculus dari otot
tersebut akan dikerahkan. Jika kita ingat kembali susunan miosin dan aktin di dalam sacomere,
kekuatan kontraksi sangat tergantung oleh jumlah kepala myosin yang ikut menarik aktin. Dan
kita ingat bahwa jumlah kepala myosin yang bias berpasangan dengan aktin dipengaruhi dapat
panjang sacromere (grafik gyuton). Atas dasar teori ini maka latihan isometric harus dilakukan
pada sudut-sudut lintasan gerak.

3. Latihan Isokinetik
Latihan isokinetik adalah pola latihan yang mengikuti kaidah kontraksi isokinetik, yakni
suatu kontraksi dimana otot bekerja dengan kecepatan konstan dengan menanggung beban yang
besarnya secara proporsional dengan kekuatannya.
Untuk dapat melakukan latihan dengan model isokinetik harus memiliki alat latihan yang
dapat mengatur pembebanan berubah-ubah. Di negara lain alat yang namanya Mini Gym dipakai
untuk latihan yang dapat mengatur beban sesuai tuntutan lintasan gerak. Modifikasi yang dapat
dilakukan sukar diterapkan, bila kita tidak memiliki alat ini. Latihan kekuatan isometric di tiap
sudut lintasan merupakan modifikasi yang serupa dengan isokinetik, namun hal ini tentu saja
tidak mencapai tujuan yang diinginkan. Sebab isokinetik training menuntut otot untuk bekerja
secara dinamis dengan kecepatan konstan.
Secara fisiologis, tujuan pokok dari latihan adlah “membangun sumber energy yang
diperlukan oleh otot”. Karena sumber energi untuk kontraksi otot adalah aerobik dan anaerobik,
maka kedua sumber energi inilah yang dibangun.
Ditijau dari sudut fisiologis, prinsip dasar latihan harus membuhi yarat sebagai berikut :

1. Pembebanan meningkat bertahap

2. Prinsip pembebanan berlebih


3. Pola beban dan pola gerak sama dengan pola beban dan pola gerak sesungguhnya.

4. Latihan Kekuatan
Latihan ini diarahkan pada pencapaian daya terbesar yang dapat diasilkan oleh kontraksi
otot secara maksimal. Resep Latihan :

1. Besar beban latihan kurang dari 10 repetisi maksimum (RM)

2. Jumlah set latihan 3-5 set


3. Pola gerakan dapat berupa isotonic, isometric atau isokinetik
4. Irama gerak lambat.
Faktor yang mempengaruhi adalah:

 Ukuran otot

 Jenis otot
 Adaptasi system syaraf

5. Latihan Kecepatan
Latihan ini diarahkan pada pencapaian kemampuan gerak secepat-cepatnya yang dapat
dihasilkan oleh kontraksi otot. Resep latihan :

1. Besar beban latihan, ringan samapi sedang.


2. Jumlah set latihan 3-5 set
3. Pola gerakan dapat berupa isotonic, isokinetik,plyometrik
4. Irama gerak cepat

Faktor yang berpengaruh :

 Transmisi sinaps

 Jenis otot
 Kekuatan otot
 Kelentukan

6. Latihan Daya Tahan


Dalam latihan pengembangan daya tahan otot, pada dasarnya tidak berbeda jauh atau sangat
mirip dengan latihan kekuatan. Perbedaan yang nyata adalah terfokus pada pembebanan yang
lebih rendah dan pengulangan yang lebih lama. Untuk latihan isotonic dan isokinetik
pembebanan harus di atas 10 RM, sedangkan untuk isometric penahanan labih dari 20 detik.

7. Latihan Daya Ledak


Latihan ini diarahkan pada pencapaian usaha kerja persatuan waktu tertentu yang dapat
dihasilkan oleh kontraksi otot.
Resep Latihan adalah :

1. Besar beban latihan, ringan sampai sedang

2. Jumlah set latihan 3-5 set


3. Pola gerakan, dapat berupa isotonic, isokinetik, plyometrik
4. Irama gerak scepat dan mendadak.

Soal:
Buatlah contoh program latihan untuk:
1. Meningkatkan kekuatan otot
2. Meningkatkan kecepatan
3. Meningkatkan daya ledak

BAB VI
EFEK LATIHAN PADA ANATOMIS DAN FISIOLOGIS OTOT

Efek latihan mengakibatkan perubahan-perubahan anatomis sebagai berikut :

1. Perubahan yang terjadi pada latihan yang bersifat aerobik

1. Meningkatnya hemoglobin otot


Peningkatan terjadi hanya pada otot yang digunakan untuklatihan saja. Penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan myoglobin otot terjadi setelah latihan selama 12
minggu dengan frekuensi 5 kali perminggu. Juga dilaporkan bahwa peningkatan
myoglobin otot hanya berpengaruh kecil dalam sisitem aerobic, sebab peranan
mioglobin hanya terbatas pada dukungan transportasi semata.

2. Meningkatnya jumlah kapiler darah


Penelitian menunjukkan bahwa otot-otot yang dilatih secara aerobic memiliki kepadatan
kapiler darah lebih tinggi daripada otot yang dilatih dengan anaerobic.
Penyebabnya adalah pada latihan aerobic otot secara kontinyu memerlukan layanan
transportasi, sehingga menuntut adanya sarana transportasi yang lebih banyak. Efek
peningkatan kapiler mengakibatkan hipertrofi ringan pada serabut otot merah.

3. Menurunnya jaringan lemak di sekitar otot


Sumber energy utama dalam latihan aerobik adalah lemak, untuk itu sangatlah rasional
bila pada jaringan otot yang dilatih tidak memliki cadangan lemak lagi. Hampir semua
pelari jarak jauh di dalam tubuhnya tidak terapat cadangan lemak yang memadahi.

2. Perubahan yang terjadi pada latihan yang bersifat anaerobik

1. Terjadi peningkatan ukuran miofobril terutama pada serabut putih.


Pembesaran miofobril ini disebabkan bertambah banyaknya filament myosin dan aktin
di setiap sacromere akibat adaptasi terhadap pembebanan latihan.
2. Tidak terjadi peningkatan kapiler yang tajam sebagaimana efek latihan aerobic.
Hal ini terjaadi karena pada latihan anaerobic tidak menuntut pasokan oksigen yang
selalu dikirim melalui pembuluh darah.

3. Masih terdapatnya jaringan lemak di sekitar otot yang terlatih.


Hal ini disebabkan gerakan anaerobic tidak membutuhkan sumber energy dari hasil
pembakaran lemak.

Secara fisiologis efek latihan mengakibatkan perubahan sebagai berikut :

1. Efek fisiologis dari latihan yang bersifat aerobik

1. Meningkatnya oksidasi kabohidrat otot.


Implikasi dari aktifitas otot yang terus menerus (latian) adalah meningkatnya jumlah
pemecahan glikogen di dalam otot. Pemecahan ini disebabkan karena otot memerlukan
biaya kontraksi yang harus dibayar terus menerus. Biaya tersebut berupa tersedianya
ATP yang baru tersedia manakala ada energy yang dapat menyatukan kembali ADP dan
P. Sumber energi ini diperoleh dari proses kimia yang dikenal dengan oksidasi
karbohidrat.

Ada dua hal yang membuat ditingkatkannya oksidasi karbohidrat, yaitu :

1. Meningkatnya jumlah, ukuran, dan memgran permukaan mitochondria sel otot.


2. Meningkatnya enzim-enzim yang diperlukan di dalam siklus Krebs
Laporan penelitian melaporkan, setelah seseorang barlatih aerobic selama 28 minggu,
jumlag mitochondria naik 120%, dan diameternya naik 40% lebih besar dari mereka
yang tidak berlatih. Juga dilaporkan bahwa glikogen otot meningkat dari harga normal
13-15 gram/kg otot menjadi 40 gram/kg otot atau 2,5 kali lebih banyak yang diperlukan
oleh tubuh.

2. Meningkatnya oksodasi lemak otot.


Sebagaimana dijelaskan di depan bahwa lemak merukan sumber energy terbesar di
dalam pembentukan ATP kembali. Meningkatnya metabolisme lemak akibat dari latihan
aerobic diduga berkaitan dengan 3 faktor sebagai berikut :

1. Meningkatnya depot trigliserida di dalam intra selulair.


2. Adanya peningkatan penguraian trigliserida dari jaringan adipose, sebagai resiko
memenuhi tuntutan kebutuhan sel otot. Perubahan yang terjadi pada latihan yang bersifat
aerobic.
3. Ditingkatkannya aktifitas enzim-enzim yang mendukung aktivasi, transportasi dan
pemecahan asam lemak.

2. Efek fisiologis dari latihan yang bersifat anaerobik.


Hasil perubahan akibat latihan anaerobic meningkatkan kapasitas system phosphagen dan
sistem asam laktat.

1. Sistem Phosphagen
Peningkatan system phosphagen ini disebabkan adanay dua macam perubahan biokimia
sebagai berikut :

1. Meningkatnya depot ATP dan PC di otot.


Depot ATP di otot dilaporkan meningkat sebanyak 25% yakni 3,8 ml mol menjadi
4,8 ml mol/kg otot. Data ini diperoleh dari hasil penelitian terhadap sekelompok
orang yang berlatih lari jarak pendek selama 7 bulan dengan frekuensi 2 sampai 3 kali
perminggu.

2. Ditingkatkannya aktifitas enzim-enzim yang mendukung metabolism system ATP-PC,


yakni :
ATP ADP + Pi + Energi ATP ase
E nergi + ADP + Pi ATP Miokinase
P C Pi + Creatine + energy Creatine Kinase

E nergi + ADP + Pi ATP Miokinase


Penelitian menyebutkan bahwa enzim ATP meningkat 30%, Miokinase meningkat 20%,
Creatin Kinase 36% secara bernakna setelah berlatih selama 8 minggu. Dengan demikian
dapat disimpulkan latihan anaerobic bukan saja meningkatkan ATP dan PC di otot, tetapi
nilai putaran pergantian mereka pun meningkat.

2. Sistem Asam Laktat


Perubhaan-perubahan yang terjadi akibat latihan anaerobic terhadap sisrtem asam laktat
terjadi lebih kompleks.

1. Phospofruktokinase adalah enzim yang diperlukan pada awal proses metabolism,


meningkat 83%.
2. Peningkatan enzim-enzim glikolitik berdampak terhadap cepatnya pemecahan glikogen
menjadi asam laktat. Selanjutnya toleransi terhadap tingkat asam laktat darah menjadi
meningkat, akibat kelelahan dapat dipertahankan. Pada orang tak terlatih, akumulasi
asam laktat di darah 0,3 – 0,4 ml gram sudah menjadikan kelelahan.

Saol:

1. Jelaskan efek fisiologis dari latihan aerobik!

2. Jelaskan efek latihan dari latihan anaerobik!


3. Buatlah contoh program latihan untuk melatih kemampuan aerobik!
4. Buatlah contoh program latihan untuk melatih kemampuan anaerobik!
5.

BAB VII
KONSEP DASAR FISIOLOGI PERNAFASAN

Seluruh sel di dalam badan manusia yang letaknya jauh di dalam, memperoleh sejumlah
tenaganya melalui reaksi kimia yang melibatkan oksigen dan pembuangan karbondioksida.
Sementara oksigen tersebut harus diambil dari luar badan untuk selanjutnya mengalami proses
yang panjang agar sampai ke sel, demikian halnya karbondioksida harus dukeluarkan dari tubuh.
Tidak seperti baniatang bersel satu yang relative mudah mendapatkan oksigen langsung, sebab
tubuhnya bersentuhan langsung dengan lingkungan luar.
Untuk kepentingan inilah maka manusia dan hewan yang berbadan besar memerlukan
system respirasi. Respirasi pada dasarnya adalah bicara tentang pergerakan masuk dan keluarnya
layanan keluar masuknya udara dari paru yang dikenal dengan ventilasi. Selanjutnya bicara
tentang pertukaran gas baik di dalam paru maupun di dalam jaringan otot.

Ventilasi Paru
Istilah ventilasi dipakai untuk menjelaskan tentang sarana yang member layanan keluar
masuknya udara.
Sebagaimana kita ketahui bahwa bicara tentang ventilasi ada dua istilah pokok yang perlu
diketahui yakni proses udara masuk kedalam paru disebut inspirasi dan proses udara keluar
dikenal dengan ekspirasi. Kedua peristiwa itu terjadi terus menerus tanpa heti, aehingga bila
dihitung dalam tiap menit (dalam keadaan istirahat) ada 8 liter udara yang dipindahkan melalui
rongga hidung yang selanjutnya disebut volume menit paru. (catatan: yang dihitung adalah hanya
salah satu inspirasi/ekspirasi)
VE = TV x f
VE : Volume menit (ekspirasi) f : Jumlah kali permenit
TV : Volume tidal
Pertukaran gas terjadi di dua tempat yakni di dalam paru antara alveoli dan capiler, dan di dalam
jaringan otot antara kapiler dan sel jaringan.
Di Alveoli

Vena Alveoli
CO2 darah Alveoli
Darah O2 Alveoli

Di jaringan

Arteri Sel jaringan


O2 darah sel
Darah CO2 sel
Perbedaan tekanan merupakan factor utama penyebab pertukaran gas. Pada saat udara
segar masuk akibat inspirasi, tekanan O2 di alveoli tinggi sedang tekanan O2 di kapiler paru
rendah maka terjadilah difusi, sebaliknya di jaringan , tekanan O2 di kapiler tinggi sedang
tekanan di sel jaringan rendah, maka pertukaran berlangsung.

Teori Pertukaran Gas


Bila molekul diletakkan dalam sebuah tempat, maka akan terjadi gerakan molekul
secdara random (BROWNIAN MOTION). Terjadinya gerakan molekul karena adanya energy
kinetic dari tiap molekul. Efek dari gerakan secara random menyebabkan terjadinya benturan-
benturan antar molekul yang menimbulkan difusi antar tempat.

Tekanan Patikel Gas

Besarnya tekanan gas tergantung pada banyaknya benturan dan besarnya benturan
molekul gas yang terjadi. Bila dalam sebuah tabung terdapat bermacam-macam gas campuran,
maka yang dimaksud tekanan partial gas adalah suatu tekanan dari tiap jenis gas.
Tekanan partial gas dalam tabung dinyatakan sebagai berikut :

1. Molekul gas dalam gas campuran akan bergerak dalam kecepatan tinggi dalam
volumenya.
2. Konsentrasi yang besar dari suatu golongan gas mewakili sebagian besar kegiatan
molekul yang ada didalamnya.
3. Tiap gas mempunyai tekanan sebanding dengan prosentasenya.
4. Tekanan gas dalam gas campuran tergantung pada tekanan totalnya dan konsentrasi dari
masing-masing gas.
PB = 760 mmHg

PB = PN2 + PO2
PCO2 = PB x PCO2 PO2 = PB x PO2 PN2 = PB x PN2

PCO2 = 760 x 0,02 = 760 x 0,18 = 760 x 0,8


= 15,2 = 138 mmHg = 608 mmHg

Jadi tekanan gas dalam gas campuran tergantung dari :

1. Tekanan barometer (total)

2. Konsentrasi masing-masing gas.

Faktot-faktor Lain Yang Mempengaruhi Pertukaran Gas

1. Kepanjangan saluran diffusi


- Makin pendek akan mempercepat diffuse (diffuse meningkat)

2. Jumlah sel darah merah atau kepadatan hemoglobin darah


- Makin padat atau banyak haemoglobin, diffuse meningkat

3. Permukaan area yang tersedia untuk diffuse

- Apakah banyak kapiler darah yang kontak atau terbuka

Tekanan O2, CO2, Di Dalam Tubuh


Di udara luar :

3. Tekanan O2 159 mmHg

4. Tekanan CO2 0,3 mmHg


Di trachea :

5. Turun lebih rendah dari atsmosfer


Untuk PO2 = 149 mmHg
Untuk PCO2 = 0,3 mmHg

6. Kelembaban pada trachea

Alveoli :

7. Turun lebih rendah intuk PO2 100 mmHg

Udara basah pada alveoli

8. PCO2 naik menyolok 40 mmHg


Darah arteri :

9. PO2 = 100 mmHg


10. PCO2 = 40 mmHg
Darah vena :

11. PO2 = 40 mmHg


12. PCO2 = 46 mmHg

Kapasitas Difusi Selama Latihan

1. Selama latihan difusi cenderung meningkat. Peningkatan terjadi untuk difffusi O2


maupun CO2. Peningkatan ini terjadi baik difusi yang berada di paru maupun jaringan.
Peningkatan difusi dialami baik oleh olahragawan maupun orang yang tidak pernah
berolahraga. Peningkatan difusi selama latihan disebabkan :

1. Naiknya temperatur tubuh yang mengakibatkan turunnya viskositas cair tubuh.

2. Meningkatnya area difusi

2. Ada perbedaan tipis antara laki-laki dan perempuan didalam difusi, angka difusi pada
laki-laki umumnya lebih tinggi dibanding wanita. Hal ini tidak lepas dari luasnya area
difusi laki-laki lebih lebar.
3. Ada perbedaan volume difusi antara atlet dan non atlet. Perbedaan ini terdeteksi baik
pada saat istirahat maupu pada latihan. Kapasitas difusi atlet lebih tinggi dari pada orang
yang bukan atlet.
4. Atlet-atlet cabang olahraga yang bersifat endurance, cenderung mempunyai kapasitas
diffuse yang lebih tinggi dari pada atlet-atlet cabang atau non endurance.
Soal:

1. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pertukaran gas pernafasan yang terjadi di paru
!
2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pertukaran gas pernafasan yang terjadi di
pada jaringan !

BAB VIII
DAYA AEROBIK MAKSIMUM

Daya aerobik maksimum menggambarkan jumlah oksigen maksimum yang dikonsumsi


persatuan waktu oleh seseorang selama tes, dengan latihan yang makinlama makin berat sampai
kelelahan. VO2 max adalah ambilan oksigen (oxygen uptake) selama usaha maksimal. Prestasi
pada tingkat VO2 maks hanya dapat dipertahankan dalam waktu yang sangat singkat, paling lama
beberapa menit. Biasanya dinyatakan sebagai volume permenit yang dapat dikonsumsi oleh
organisme, dengan beban maksimal yang dapat dipertahankan dalam periode waktu tertentu.
Pemahaman tentang VO2 maks sangat penting untuk cabang olahraga yang mengeluarkan
daya secara total seperti dayung, balap sepeda, dan sebagainya. Sering kali nilai VO2 maks
dinyatakan pula dalam volume per kilogram berat badan (ml/ Kg/ min) pada aktivitas seperti lari
atau ski yang melibatkan komponen berat badan sebagai indikator berpengaruh.

Suplai Energi SelamaPenentuan VO2 maks

Peningkatan VO2 Max karena Pengaruh Latihan

Selama usaha maksimal, energi yang digunakan diperoleh dari perpaduan seimbang dan
optimum antara metabolisme aerobik dan metabolism anaerobik. Burke, membuat persamaan
sederhana untuk pemahaman pengeluaran energi dalam konteks usaha maksimal, sebagai
berikut:

Pengeluaran energi maksimal = daya aerobic maksimal + daya anaerobic maksimal


Sedangkan Janssen membuat korelasi antara suplai energi aerobik, suplai energi
anaerobik dan VO2 maks dalam suatu grafik seperti terlihat pada halaman 39. Janssen
menyimpulkan bahwa suplai energi selama usaha VO2 max adalah aerobik dan anaerobik.
Kenyataannya VO2 max adalah pengambilan oksigen selama usaha maksimum. Prestasi pada
tingkat VO2 max hanya dapat dipertahankan dalam waktu yang sangat singkat, paling banyak
beberapa menit.
Selama pengukuran VO2 max, suplai energi datang dari aerobik dan anaerobik. Karena
suplai energi anaerobik dibatasi kapasitas, orang yang diets akan tahu bahwa setelah beberapa
waktu yang pendek, dirinya dipaksa berlari lebih lambat. Dengan demikian, beban daya tahan
harus berada dibawah tingkat VO2 max. Karena pengaruh latihan, VO2 max akan meningkat,
tetapi yang lebih penting adalah kenyataan bahwa latihan juga mempengaruhi suplai energi, yang
membuatnya lebih aerobik daripada beban yang meningkat.
Metabolisme anaerobik bereaksi pada prosentase VO2 max yang lebih tinggi. Hal ini
berarti, di bawah pengaruh latihan, laktat dibentuk pada beban yang berhubungan dengan
prosentase VO2 yang lebih tinggi. Dengan demikian latihan maeningkat VO2 max itu sendiri, dan
disimpulkan sebagai peningkatan prosentase VO2 max dimana usaha bias dipertahankan dalam
waktu yang lama.
Kebanyakan laboratorium menggunakan metode tak langsung untuk menilai VO2 max,
karena pengukuran VO2 max secara langsung membutuhkan alat canggih dan personil yang
terlatih.

Relevansi daya aerobic maksimal dan ambang anaerobik


Evaluasi kapasitas atlet untuk menghasilkan energy dari sumber aerobic, hanya akan
relevan dengan cabang olahraga dan event, yang prestasinya dipengaruhi oleh pembatasan dalam
proses. Dengan demikian pengukurran kapasitas aerobic atlet akan berkurang nilainya untuk
memperkirakan potensi tanding, apabila olahraganya membutuhkan pengeluaran energy
maksimal yang terus menerus dalam waktu kurang dari 40-45 detik. Apabila lamanya event lebih
panjang, pentingnya kapasitas aerobic lebih meningkat sebagai factor penentu untuk sukses.
Beberapa aktivitas, seperti misalnya olahraga racquet dan kebanyakan olaraga beregu,
membutuhkan pelepasan energy berintensitas tinggi pada satu seri (50 sampai 20 detik) terpisah
dari periode intensitas yang lebih rendah, pada pemulihan. Meskipun pada olahraga tertentu
sebagian besar energy secara langsung dihasilkan dari sumber non oksodatif, pada pemulihan
terjadi proses oksidatif. Dengan demikian kecepatan pangisian kembali simpanan energy tinggi
dalam otot, dan pemusnahan hasil samping metabolism anaeorbik, sangat tergantung pada daya
aeroik maksimal. Lebih dari itu seseorang dapat mengharapkan kecepatan pemulihan secara
progresif sebagai factor yang lebig penting dari pada lamanya pertandingan atau peningkatan
turnamen. Dengan alasan ini, penilaian daya aerobic maksimal juga merupakan tes yang penting
untuk atlet tertentu.
Karena secara kuantitatif VO2 max menunjukkan kemampuan atlet lebih baik dalam
menyangkut oksigen maupun menggunakan oksigen di otot, nilainya bervariasi menurut cara
latihan dan otot yang terlibat.
Karena VO2 max mempunyai nilai praktis untuk atlet, cara latihan harus dikontrol dan
spesifik untuk cabang olahraganya, baik mengenai intensitas maupun durasinya. Dengan
demikian VO2 max pelari harus diukur dengan treadmill lari, VO2 max pendayung harus diukur
dengan ergometer dayung dan seterusnya. Dengan kata lain, pengukuran VO2 max perenang
dengan mengayuh sepeda ergometer, mempunyai nilai praktis yang kecil untuk menilai keadaan
latihan renang.
Relevansi Ambang Anaerobik
Pada event daya tahan panjang, kemampuan atlet untuk mempertahankan latihan pada
prosentase VO2 max yang tinggi, mungkin sama dengan pentingnya VO2 max yang
sebenarnya.Secara teoritis pengukuran ambang anaerobic atau titik yang menunjukkan mulai
menumpuknya laktat darah, merupakan penunjuk kemampuan ini. Apabila intensitas latihan
melebihi tingkat ini, waktu daya tahan akan mengurang, karena faktor tertentu seperti keasaman
otot yang meningkat, dan pengurangan kapasitas untuk memobilisir lemak dan untuk menghemat
glikogen otot.
Perlu diperhatikan bahwa pengurangan simpanan glikogen otot, menjadi pembatas hanya
pada event jangka panjang dan tidak terjadi apda event yang membutuhkan waktu kurang dari 30
menit secara keseluruhan. Dengan demikian pengukuran ambang anaerobik sangat relevan untuk
atlet seperti pelari maraton dan lintas alam jarak jauh. Pada event jarak menengah seperti
misalnya 800m – 5000m, beberapa event renang, dayung, dan kano yang melebihi ambang
anaerobik dan tidak terbatasi oleh pengurangan substrate, pengukuran ambang anaerobik akan
kurang relevan.
Meskipun dengan metode tak langsung, pengukuran VO2 max tetap memakan waktu, dan
setelah VO2 max diketahui, kita masih tidak tahu manfaat VO2 max.
Beberapa ilmuwan masih percaya pentingnya penentuan VO2 max. Menurut Thoden, tes
kapasitas aerobik yang teratur dan periodik dapat membantu menentukan :

1. Kecocokan atlet pada tipe olahraga tertentu atau peran khusus pada
suatu olahraga
2. Penekanan dimana seharusnya latihan aerobik diletakkan.
3. Tipe latihan aerobik yang harus digunakan
4. Efek program tertentu pada daya aerobik maksimal. Lebih dari itu,
tipe informasi ini dapat membantu menentukan program

5. Saat peningkatan atlet atau saat perubahan program


6. Pola atau irama tanding atlet
7. Apakah kapasitas atlet menurun karena pertumbuhan, makanan
atau faktor-faktor medis.
Dengan metode langsung kita bisa segera mengetahui VO2 max yang sesungguhnya. Untuk
penentuan VO2 max dengan metode langsung, dibutuhkan laboratorium canggih dengan personel
terlatih. Kita masih memperkirakan VO2 max dengan metode tak langsung, dan sebenarnya hal
ini agak rawan. Dengan metode tak langsung, sesungguhnya kita tidak hanya mengukur
kapasitas aerobik, tetapi juga kapasitas anaerobik. Dengan metode tak langsung kita mengukur
kapasitas kerja maksimal.
Dosis latihan menurut nilai asam laktat dan denyut nadi
Pelari jarak jauh harus tahu pentingnya mempunyai nilai konsumsi oksigen yang besar.
Konsumsi oksigen maksimal menunjukkan kapasitas tubuh, terutama otot skelet untuk
memproses oksigen. Pada aktivitas yang berlangsung lebih dari beberapa menit, tersedianya
oksigen menentukan kecepatan energi yang dapat dihasilkan dari cadangan makanan. Kita dapat
menyetarakan pelari dari beberapa ukuran, dengan cara membagi oksigen dengan berat badan.
Dengan demikian konsumsi oksigen secara umum dinyatakan dalam milimeter
perkilogram per menit (1 kg = 2,2 pon). Pelari elite jarak menengah mempunyai nilai konsumsi
oksigen 75- 85 ml per kilogram per menit, dan bisa dibandingkan dengan rata-rata mahasiswa
yang di bawah 50, dan dibawah sampai pertengahan 30 untuk rata-rata mahasiswi. Peningkatan
konsumsi oksigen maksimal terjadi pada bulan pertama program training. Hal ini mungkin
berasal dari pengurangan lemak tubuh yang tentu saja akan mengurangi berat badan.
Pelari A dengan konsumsi oksigen maksimal yang besar harus bisa mempertahankan
irama yang lebih cepat dari pada pelari B yang mempunyai konsumsi oksigen maksimal yang
lebih kecil. Apalagi bila pelari B berusaha menyamai pelari A, sebagian suplai energi pada B
berasal dari anaerobik, yang menyebabkan pembentukan asam laktat dan kelahan. Inilah
sebabnya mengapa pelari elite tanpa kecuali, harus mempunyai konsumsi oksigen maksimal
yang tinggi, terlebih lagi sebagian besar pelari mempunyai pengalaman naik turunnya prestasi
yang berganti-ganti. Kita tahu bahwa konsumsi oksigen maksimalmya tidak banyak berubah
selama pergantian tersebut. Mengapa prestasi bervariasi? Jawab dari pertanyaan ini terdapat pada
konsep ambang aerobik. Ambang aerobik merupakan tingkat kerja yang mengawali penumpukan
sama laktat otot dan cairan tubuh. Produksi asam laktat dapat disebabkan oleh satu atau dua
keadaan berikut :
Sewaktu kelompok berkas otot digiatkan melebihi normal dan atau penggiatan pada berkas otot
yang tidak banyak digunakan.
Keadaan ini dapat terjadi bila ada perubahan (ganti sepatu, permukaan lari, cedera atau
kelelahan) atau perubahan subtansial pada irama lari, terutama bila lebih cepat, tetapi kadang-
kadang juga terjadi bila lari lambat.
Pada kasus ini, rangsang training untuk produksi sejumlah enzim aerobik yang diperlukan
tidak terjadi pada berkas otot yang sesuai. Tanpa latihan yang baik dan lama, pada berkas otot
cepat, pembentukan asam laktat akan lebih meningkat, karena cepatnya kontraksi dan kurang
baiknya suplai enzim aerobik, maupun suplai darah. Untungnya, berkas otot lambat yang terlatih
dengan kontraksinya lebih lambat, dan suplai enzim aerobik maupun supali darah yang lebih
baik, umumnya digiatkan terlebih dahulu sehingga sedikit atau sama sekali tak ada asam laktat
yang dilepaskan.
Bagaimanapun juga, segera setelah terjadi beban berlebih pada berkas otot yang terlatih
akan digiatkan dengan hasil yang tidak diinginkan. Apabila berkas otot yang terlatih akan
digiatkan dengan hasil yang tidak diinginkan. Apabila berkas otot lambat yang digiatkan tidak
terlatih dia akan cenderung memproduksi asam laktat.
Pada orang yang tidak banyak gerak, ambang anaerobik akan terlampaui pada itensitas
dengan prosentase konsumsi maksimal yang sangat rendah sebagai contoh seorang yang sangat
gemuk, kadar asam laktatnya meningkat meskipun ia hanya berjalan dengan irama 3,23 mph
yang hanya membutuhkan 38% konsumsi oksigen maksimum. Di lain pihak lari maraton yang
sangat terlatih mampu bekerja mendekati 90% konsumsi oksigen maksimalnya sebelum
melampaui ambang anaerobik. Akhirnya kita dapat meningkatkan ambang dengan program
latihan. Kenyataan seseorang dapat berubah dari 38% samapai 89% dalam 30 bulan. Sekali lagi
saya ingin menggambarkan bagaimana konsep anaerobik dapat menerangkan hal ini paling tidak
untuk berbagai perbedaan ini.
Tiga pelari (A, B, dan C) mempunyai konsumsi oksigen maksimal berturut-turut 80, 80,
dan 80 mililiter perkilogram per menit, pelari A dan C sangat terlatih dengan ambang anaerobik
70 dan 63 mililiter perkilogram permenit secara berurutan, sedangkan pelari B yang gemuk
dengan ambang anaerobik 50 mililiter perkilogram permenit. Pada perlombaan jarak jauh, A
dapat diharapkan untuk mempertahankan irama yang membutuhkan oksigen 70 mililiter
perkoligram permenit (sekitar 5:06 per mili), B hanya bisa berlari dengan irama yang
membutuhkan 50 mililiter perkilogram permenit (sekitar 6:45) dan C akan mempertahankan
langkah yang membutuhkan 63 mililiter perkilogram permenit (sekitar 5:36). Kita mengharapkan
pada perlombaan yang akan samapi finish berturut-turut A, C, dan B.
Pada masalah ini jelaslah bahwa naik turunnya prestasi pada lomba dapat diterangkan
dengan perubahan ambang anaerobik. Bila bentuknya normal ia mampu berlari secepatnya
steady state dengan ambang anaerobik yang tinggi.

Pemantauan Ambang Anaerobik, Asam Laktat dan Denyut Nadi


Setiap macam olahraga harus diketahui bentuk latihan spesifiknya. Pelari maraton dilatih
berbeda dengan pelari sprint, Yang terdahulu akan dilatih sehingga kapasitas daya tahan
aerobiknya besar, seangkan sprinter akan sangat hebat bila mempunyai kapasitas anaerobik yang
terlatih baik.
Beberapa prestasi olahraga, misalnya lari 400 meter membutuhkan latihan untuk sistem
laktat. Pelari 400 meter harus belajar menanggulangi pengasaman yang kuat pada ototnya, dan
rasa lelah yang menyertainya. Dengan demikian, melatih toleransinya terhadap asam laktat.
Kapasitas daya tahan aerobik, paling baik dilatih dengan kerja daya tahan, misalnya usaha yang
berlangsung paling tidak 10 menit samapi setengah jam, yang dikerjakan pada tingkat
submaksimal yang sama. Tingkat ini bisa diungkap denga tepat dan ditandai dengan tidak
munculnya penumpukan asam laktat.
Peningkatan kapasitas anaerobik secara umum juga bisa dilatih. Peningkatan phosphat
berenergi tinggi (misal : creatine phosphat dan ATP) dimungkinkan dengan kerja interval
submaksimal, dengan intensitas 80-90 dari maksimum. Beban ini harus dipertahankan selama 20
detik diikuti dengan antara yang cukup panjang untuk mencegah penumpukan laktat yang tinggi
dalam tubuh. Lamanya istirahat sekitar 1-3 menit tergantung tingkat kondisi atlet.
Sistem laktat harus dilatih dengan kerja submaksimal yang lamanya 60-80 detik, dengan
istirahat pemulihan yang pendek, jangan sampai konsentrasi laktat darah sangat turun. Hal ini
berarti istirahat pemulihan kira-kira 30 detik sampai beberapa menit, tergantung pada tingkat
kondisinya. Latihan sistem asam laktat, bila perlu paling baik dilakukan dalam bentuk
perlombaan, dan harus dimengerti bahwa 2 perlombaan intensif dengan interval 1 minggu,
mungkin terlalu banyak.
Beban berat harus diikuti dengan kerja ringan yang disebut lari pemulihan. Di atas telah
disebutkan bahwa konsentrasi laktat dalam darah harus dipertimbangkan.
Konsentrasi dapat diukur dan dinyatakan dalam satuan milimol perliter (mM/l). Orang
sehat saat istirahat, secara kasar mempunyai nilai antara 2 mM/l. Telah dikatakan sebelumnya,
bahw kerja pada tingkat yang tinggi menyebabkan peningkatan konsentrasi laktat. Harus
diketahui bahwa hal ini merupakan penghambat.
Peningkatan kecil (6-8 mM/l) dapat menurunkan koordinasi. Hal ini menyebabkan
sulitnya pemeliharaan prestasi sepakbola, soccer atau judo. Kejelekannya adalah bahwa
kembalinya nilai laktat yang tinggi secara teratur, akan mengurangi kapasitas daya tahan aerobik.
Khusus untuk alasan ini, atlet harus berhati-hati dengan sejumlah beban intensive yang
mereka terapkan sendiri pada periode tertentu. Intensitas beban yang digunakan dalam berbagai
metode training, dapat terlihat dengan tepat pada kurve beban laktat (lihat grafik).

Grafik tersebut menunjukkan hubungan antara kandungan laktat dalam darah, dan
intensitas beban yang digunakan pada periode waktu tertentu. Untuk lebih diketahui, beban di
sini dinyatakan dalam bentuk kecepatan, misal iramna lari.
Kurve beban laktat mungkin dapat digunakan menyuruh atlet lari pada route tertentu,
kemudian diambil nilai laktat darahnya setiap habis lari. Setiap lap harus lari dengan irama yang
konstan, dan setiap lap harus lari sedikit lebih cepat dibanding sebelumnya. Panjangnya route
harus sedemikian rupa sehingga bisa dilakukan paling tidak 5 menit.
Pada atlet yang terlatih, kecepatan rendah disertai dengan nilai asam yang rendah pula.
Kebutuhan energi dapat dipenuhi seluruhnya secara aerobik.
Apabila beban meningkat, kurve mulai naik, otot yang bekerja mulai memproduksi laktat,
tetapi jumlahnya kecil sehingga bisa dinetralisir desluruh tubuh.
Inilah yang dikatakan kasus dengan konsentrasi laktat antara 2 dan 4. Wilayah ini disebut
juga batas aerobik-anaerobik. Ada irama tertentu yang dapat dipertahankan untuk periode waktu
yang panjang tanpa penumpukan laktat dalam tubuh. Apabila irama ini dilampaui, akan terjadi
pengasaman, yang tergantung pada tingkat maupun lamanya pelampauan, dan akan tiba
waktunya atlet dipaksa berhenti.
Kandungan laktat dapat diukur pada batas irama yang dikenal ambang anaerobik. Untuk
alasan praktis, kesepakatan dalam hal ini, menganggap nilai laktat 4 mM/l.
Dengan demikian, intensitas training harus sring disesuaikan sampel darah yang baru,
harus di ambil. Tidak semua orang sanggup menjalani metode ini tanap batas.
Tetapi ada kemungkinan lain untuk memberi informasi yang sama atau paling tidak yang
penting.
Jansen (8) membuat grafik dari berbagai bentuk training dalam hubungannya dengan
konsentrasi laktat dan denyut nadi.

Sebagai nilai yang agak mendekati ambang. Dengan demikian prestasi di atas batas
irama, menyebabkan peningkatan laktat dalam tubuh. Grafik ini harus digambarkan untuk setiap
atlet secara individual, dan mungkin bisa digunakan untuk petunjuk latihan.
Telah diketahui bahwa stamina paling baik dilatih dengan latihan daya tahan pada tingkat
sekitar ambang anaerobik, misalnya irama latihan yang berhubungan dengan nilai laktat 2, 3, 4,
dan 5 mM/l, yang dapat dibaca dari hasil tes atlet. Atlet yang terlatih sangat baik pada kapasitas
daya tahannya, nilai laktatnya akan rendah, kebanyakan antara 2 dan 3 mM. Orang yang kurang
terlatih, meningkat kapasitas daya tahan dengan lebih tinggi, sekitar 3, 4, dan 5 mM laktat.
Pemulihan berjalan tidak intensif, samapi kandungan laktat lebih rendah dari 2 mM.
Interval kerja yang intensif, memberi nilai laktat yang tinggi, jauh di atas 4 mM laktat. Hal ini
diterapkan pada banyak metode training. Dengan pengaruh training, situasi kurve akan berubah,
yaitu terjadi pergeseran ke kanan.
BAB IX
PENGGGUNAAN OKSIGEN DALAM OLAHRAGA

Pertukaran udara adalah komponen penting dari proses pengangkutan oksigen, sebab
oksigen darah terjadi pada saat sel darah merah beredar melalui kapiler di paru. Pertukaran
oksigen antara udara di paru dan sel darah merah tergantung dari diffusi yang terus-menerus
lewat selaput pernafasan.
Pertukaran semacam ini baru dapat terjadi selama konsentrasi oksigen di udara paru lebih
tinggi dari pada di dalam darah kapiler paru.
Lebih jauh proses diffusi yang sessungguhnya adalah ke dalam Hb darah, sebab dengan
perantara Hb akhirnya oksigen dapat beredar dan dikirim di seluruh sel tubuh.
Umumnya kadar Hb darah untuk putera mencapai sekitar 12-15 ml per 100 cc darah, sedang
wanita berkisar 11-13 gr/100 cc darah.
Darah yang keluar dari paru tekanan O2 nya mencapai 100 mmHg, dari kurve ini terlihat
bahwa dalam keadaan itu tercapai kejenuhan 97, sedang dalam darah vena dengan tekanan O2
nya 40 mmHg, dijumpai kejenuhan 70%.
Darah orang normal yang mengandung kira-kira 15 gram per 100 ml darah, dan setiap
gram dapat berikatan dengan 1,54 ml O2, karena itu jumlah Hb dalam setiap 100 ml darah dapat
mengikat 12 x 1,34 = 20 ml O2 pada kejenuhan 100%. Jumlah ini sering disebut 20 volume
persen.
Jumlah total, oksigen yang diikat oleh Hb dalam arteri yang normal besarnya 19,4 ml,
karena kejenuhannya biasanya hanya 97%. Tetapi ketika melewati kapiler jaringan, jaringan ini
berkurang menjadi 14,4 ml. Hal ini disebabkan tekanan O2 40 mmHg dan sakurasinya tinggal
75%. Jadi terdapat kehilangan O2 sebanyak 5 ml setiap 100 ml darah yang memasuki jaringan
dalam keadaan normal.

Pengangkutan Karbondioksida
Karbondioksida (CO2) dihasilkan oleh mitochondria sel akibat metabolisme aerobik. CO2
dibersihkan dari tubuh dengan melalui pertukaran udara di paru. Jadi CO2 harus diangkut dari
sel-sel jaringan ke paru untuk dibersihkan.
Seperti halnya oksigen, CO2 di angkut dengan melalui sistem aliran darah. Seperti
diperlihatkan dalam pada gambar (di bawah), CO2 masuk ke dalam darah melalui diffusi. Setelah
berada dalam darah , CO2 bercampur melalui plasma darah dan masuk ke dalam sel darah merah.
Ketika CO2 memasuki sel darah, CO2 dengan cepat mengalami serangkaian reaksi kimia
yang akhirnya menghasilkan partikel biliarbonat. Jadi CO2 di bawa oleh darah dalam bentuk ion-
ion karbonat. Selanjutnya oleh aliran darah vena ion karbonat tadi dibawa ke jantung dan
diteruskan ke paru. Dalam kapiler paru terjadi reaksi kimia yang mengakibatkan bikarbonat
berubah menjadi CO2 kembali. Gas CO2 kemudian berdiffusi dari darah ke kantung-kantung
alveoli dan berikutnya dihembuskan keluar melalui udara ekspirasi.

Konsep Pengggunaan Oksigen dalam Olahraga


Dalam kegiatan olahraga otot bekerja dalam berbagai pola kontraksi. Dan dalam bekerja
otot memerlukan penyediaan ATP yang memadahi. Bila ATP yang dapat disediakan seimbang
dengan ATP yang diperlukan oleh tubuh, maka tidak akan terjadi perubahan metbolisme yang
signifikan. Pada umumnya pada saat berolahraga kebutuhan akan ATP akan mengalami
peningkatan. Makin berat olahraga yang dilakukan makin tinggi lonjakan kebutuhan ATP. Meski
terjadi lonjakan kebutuhan ATP, tubuh akan selalu berupaya untuk menututp kebutuhan tersebut.
Telah dibicarakan di muka (lihat sistem energi) kebutuhan ATP sangat tergantung tersedia atau
tidak banyak tersedia Oksigen di sel otot. Untuk itu pada bab ini kita akan membahas
penggunaan oksigen dalam kegiatan olahraga.
Pada saat dimulainya latihan olahraga, laju pemakaian oksigen telah menunjukkan
peningkatan yang berarti, saat melaksanakan warming up umpamanya. Tetapi setelah dua atau
tiga menit manakala latihan itu tidak menunjukkan peningkatan intensitasnya, toleransi tubuh
terhadap peningkatan kebutuhan oksigen masih dapat diatasi. Tetapi bila intensitas olarahag
ditingkatkan lagi, maka untuk mencapai tingkat yang dituntut oleh kerja berat atau cukup berat,
metabolisme aerobik tidak dapat lagi bisa mencukupi seluruh kebutuhan energi tubuh. Dalam
keadaan ini akumulasi kebutuhan akan oksigen yang oleh tubuh akan digunakan untuk
membentuk ATP akan makin memuncak. Inilah keadaan dimana tubuh mengalami kekurangan
oksigen (hutang oksigen).
Akibat tubuh tidak lagi mengatasi kebutuhan energi melalui metabolisme aerobik, maka
tubuh mulai menggunkan metabolisme anaerobik. Peralihan dimulainya penggunaan
metabolisme anaerobik dari metabolisme aerobik dikenal sebagai anaerobic tresshold, yakni
suatu ambang atau batas dimulainya penggunaan ATP dari proses anaerobik.
Setiap orang, letak ambang ini berbeda, bagi mereka yang terlatih, ambang ini baru akan
dicapai dalam waktu relatif panjang. Sebab dalam tubuhnya secara longgar mempunyai toleransi
terhadap kekurangan oksigen. Namun bagi mereka yang tidak terlatih, besarnya toleransi atas
kekurangan oksigen, tidak besar. Akibatnya anaerobik treshold akan segera terjadi seiring
dengan awal-awal kekurangan oksigen.
Kegiatan olaraga dengan intensitas yang lebih tinggi, kekurangan oksigen dan dukungan
sistem aerobik menjadi semakin besar. Intensitas yang tinggi tersebut tentu saja tidak dapat
dipertahankan dalam waktu lama,sebab efek dari kerja otot yang berat atau penggunaan sistem
anaerobik akan menimbun hasil sisa pembakaran yang berupa asam laktat. Meski asam laktat
selalu dapat didaur ulang untuk dibentuk menjadi ATP, namun kecepatan daur ulang asam laktat,
terbatas. Artinya, seringkali hasil ATP dari hasil daur ulang tidak sepadan dengan jumlah
terbentuknya kembali asam laktat. Bila tumpukan asam laktat dijaringan maupun di darah
melebihi batas tertentu, maka otot tidak akan mampu lagi untuk berkontraksi, otot dinyatakan
lelah.
Sejumlah faktor yang menjadi penyebab kekurangan oksigen dalam sel otot adalah :

1. Sejumlah energi ini digunakan untuk memperbaiki pengiriman


ATP dan phosphocreatine ke sel otot.
2. Sejumlah energi harus dikerluarkan untuk membersihkan darah
dan jaringan dari asam laktat.
3. Sejumlah oksigen digunakan untuk mengganti kandungan oksigen
(Oxygen restore) dalam tubuh yang berkurang akibat latihan.
4. Sejumlah energi juga dipakai untuk stabilitas suhu tubuh termasuk
memacu kerja jantung, paru dan pengaktifan hormon.

BAB X
KARDIO VASKULER DAN VOLUME JANTUNG
DALAM LATIHAN

Jantung dan Peredaran Darah Latihan


Jantung adalah organ berongga empat dan berotot yang berfungsi memompa darah lewat
sistem pembuluh darah. Jantung menggerakkan darah dengan kontraksi yang kuat dan teratur
dari serabut otot yang membentuk dinding rongga-rongganya.

Arah Aliran Darah Hasil Pompa Jantung


Pola kontraksi jantung sedemikian rupa, mula-mula kedua atrium berkontraksi serentak
dan 1/10 detik kemudian adalah kedua ventrikel.
Ditinjau dari sudut olahraga, rongga jantung yang terpenting adalah ventrikel kiri.
Rongga ini memompa darah keseluruh organ dan jaringan tubuh, termasuk otot. Volume darah
yang dipompa oleh ventrikel kiri setiap kali disebut stroke volume yang besarnya antara 70 s/d
120 ml. Sedangkan irama kontraksi atau frekuensi jantung (Heart rate = HR) dalam keadaan
istirahat sekitar 50 s/d 70 kali per menit. Dengan demikian dapat dihitung dengan rumus SV x f,
jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya. Dalam keadaan berolahraga SV, f
dapat meningkat dalam batas-batas tertentu sehingga keluaran darah oleh jantung bertambah
selama secara sigifikan.
Pada orang yang tak terlatih stroke volume dapat meningkat 2 kali lipat dari keadaan
istirahat, sementara frekuensinya dapat meningkat kurang lebih 3 kali lipat. Peningkatan-
peningkatan yang lebih besar terjadi pada orang-orang yang terlatih. Pada orang yang terlatih
keluaran jantung per menit (Cardiac Output = CO) dapat mencapai 6 kali lipat dari keadaan
istirahat. Peningkatan yang lebih besar ini tentu akan berpengaruh terhadap pengiriman bahan-
bahan metabolisme ke sel otot.

Volume Jantung dalam Latihan

Stroke Volume (S.V)

 Dalam keadaan istirahat dengan posisi berdiri didapatkan perbedaan stroke volume
sebagai berikut :
L aki-laki tak terlatih 70 - 90 ml/beat
P erempuan tak terlatih 50 - 70 ml/beat
L aki-laki terlatih 100 - 120 ml/beat
P erempuan terlatih 70 – 90 ml/beat

 Selama exercise, stroke volume mengalami perubahan sebagai berikut :

D ari istirahat ke moderate work stroke volume meningkat secara progresif


D ari moderate work ke maksimal work stroke volume tidak meningkat
Dalam kebanyakan kasus, pada submaksimal workload, stroke volumesudah mencapai harga
maksimalnya, walaupun VO2 max belum tercapai. Ini semua terjadi baik pada laki-laki
maupun perempuan baik terlatih maupun tidak terlatih.

 Harga maksimal dari stroke volume juga berbeda, sebagai berikut :


L aki-laki tak terlatih 100 – 120 ml/beat
P erempuan tak terlatih 80 – 100 ml/beat
L aki-laki terlatih 150 – 170 ml/beat

P erempuan terlatih 00 – 120 ml/beat


Pada highly trained male endurance athlets dapat mencapai bahakan melebihi 200 ml.menit

Heart Rate (H.R)

 Heart rate meningkat secara linear terhadap peningkatan beban kerja (workload) atau
VO2 baik pada mereka yang tak terlatih maupun yang terlatih. Pada beberapa kasus,
peningkatan heart rate berkurang menjelang tercapainya nilai maksimal dari heart rate
tersebut.
 Perlu diingat bahwa stroke volume pada umumnya telah mencapai harga maksimal pada
submaksimal workload, sehingga peningkatan selanjutnya dari cardiac output hanya
dimungkinkan oleh peningkatan heart rate.
 Penyebab peningkatan heart rate pada saat exercise rate pada saat exercise adalah sistem
syaraf maupun sistem hormonal sebagaimana yang berperan di dalam paningkatan stroke
volume.
 Latihan mempunyaiefek yang sangat jelas terhadap heart rate yang nampak dalam data di
bawah ini:

13. Laki-laki/perempuan tak terlatih heart raterest 90 detak/menit


14. Laki-laki/perempuan yang sangat terlatih heart raterest dibawah 40 detak/menit
Latihan yang menurunkan maximal heart rate (misalnya : dari 200 detak/menit menjadi
185 – 190 detak /menit). Tetapi di sini dipengaruhi kapasitas kerja serta VO2 max yang
juga meningkat akibat dari latihan.
Jadi pada atlet yang terlatih, akan didapatkan efisiensi yang lbih tinggi, karena di
samping mempunyai stroke volume yang tinggi juga mempunyai heart rate yang rendah.

Cardiac Output-Stroke volume-heart rate

 Dalam keadaan istirahat, perbedaan Cardiac output anatar orang tidak terlatih dengan
orang terlatih hanya berbeda tipis. Cardiac Output rata-rata berkisar 5-6 liter per menit.
 Selama latihan, cardiac output akan meningkat. Peningkatan ini mempunyai hubungan
yang erat dengan VO2 yang berarti berhubungan dengan beban kerja (Work load).
 Selama latihan dengan VO2 yang sama, cardiac output orang tak terlatih sedikit lebih
besar atau sama dengan orang terlatih.
 Pada laki-laki terlatih, cardiac output maksimal dapat mencapai 30 liter per menit (5-6
kali resting value). Bahkan pada atlet yang sangat terlatih (memiliki endurance yang
hebat, mempunyai aerobik capacity yang tinggi), cardiac output maksimal dapat
mendekati 40 liter per menit. Sedangkan laki-laki yang tidak terlatih (yang kapasitas
kerja dan kapasitas endurancenya rendah), cardiac output maksimalnya hanya 20-25 liter
per menit.
Pada wanita juga terjadi hal yang serupa, tetapi ada beberapa perbedaan sebagai berikut :

 Pada saat kerja dengan tingkat kebutuhan oksigen yang sama, wanita cenderung
mempunyai cardiac output lebih besar sedikit dibanding laki-laki. Perbedaan berkisar
antara 1,5-1,75 liter per menit. Hal ini diduga karena HB wanita lebih rendah dari laki-
laki sehingga oxygen carrying of blood nya lebih rendah dibanding laki-laki.
 Cardiac output maksimal wanita tak terlatih lebih rendah dari laki-laki tak terlatih.
Cardiac output maximal wanita terlatih juga lebih rendah dari laki-laki terlatih.
Meningkatnya Cardiac Output selama latihan terjadi akibat :

1. Peningkatan stroke Volume (S.V)

2. Peningkatan Heart rate (H.R)

Penyebaran Alran darah ke Berbagai Organ Tubuh pada waktu Istirahat dan Selama
latihan dalam mililiter dan persentase dari Total Aliran darah

Keadaan Otak jantung otot kulit ginjal Alat Organ total


pencernaan lain

Istirahat 750 250 1200 500 1100 1400 600 5800


(13%) (4%) (21%) (8,5%) (19%) (24%) (10,5%) (100%)

Latihan 750 350 4500 1500 900 1100 400 9500


ringan (8%) (3,5%) (47%) (16%) (9,5%) (11,5%) (0,5%) (100%)

Latihan 750 750 12500 1900 600 600 400 17500


Berat (4%) (4%) (72%) (11%) (3,5%) (3,5%) (2%) (!00%)

Latihan 750 1000 12000 600 250 300 100 25000


maksimal (3%) (4%) (88%) (2,5%) (1%) (>1%) (<1%) (100%)

(Sumber , Fox, E.L., dkk., 1989)

BAB XI
STRUKTUR PRESTASI OLAHRAGA

Prestasi tinggi itu mempunyai struktur tertentu. Struktur Prestasi Tinggi terdiri dari faktor-faktor
prestasi.
Struktur Prestasi dan Faktor-Faktor Prestasi :

Gbr. 1. Struktur Prestasi Menurut Schroeter dan Baversfeld

FAKTOR – FAKTOR PRESTASI


1. FAKTOR EXTERNAL / DILUAR DIRI ATLET

a. Keadaan Sarana Prasarana Olahraga dan Keadaan Peralatan Olahraga


1). Keadaan Sarana Prasarana Olahraga
- Mau meningkatkan prestasi lompat tinggi / lompat tinggi galah ? Harus punya Landing Pit dari
busa ( mutlak ! ).
- Mau meningkatkan prestasi Judo ?
Harus punya Tatami / Matras Judo, dll.

2). Keadaan Peralatan Olahraga


- Mau lompat galah yang lebih tinggi ?
Harus punya galah Fibres Glass.
- Mau berprestsai di lomba Sepeda Gunung ?
Harus punya “Mountain Bike”
b. System Kompetisi
Adanya kompetisi yang systematis dan berkesinambungan
1). Pemasalan  didapat bibit-bibit atlet potensial

2). Pembibitan  pembinaan atlet-atlet potensial


3). Pembinaan  pertandingan untuk berbagai kelompok umur
 pertandingan untuk berbagai kelompok prestasi

 pertandingan nasional
 pertandingan internasional
 pertandingan dengan dukungan sponsor untuk berbagai cabang olahraga
 system rekruitmen wasit dan petugas pertandingan

2. FAKTOR INTERNAL / DIDALAM DIRI ATLET


2.1. Faktor Psychologi Atlet.
2.2. Keadaan Konstitusi Tubuh Atlet.

2.3. Keadaan Kemampuan Fisik Atlet.


2.4. Keadaan Kemampuan Keterampilan Teknik Atlet.
2.5. Keadaan Kemampuan Pemahaman Taktik Strategi Atlet.

2.1. FAKTOR PSYCHOLOGI ATLET.


Yang paling utama harus diusahakan adalah :
2.1.1. Rasa aman terhadap masa depan
Atlet harus dijamin bahwa bila ia melibatkan diri secara total dalam berprestasi, dia dijamin
masa depannya berupa :

 Kemudahan mendapatkan pendidikan.


 Kemudahan mendapatkan pekerjaan.
 Dijamin dengan berbagai asuransi.
 Rewards and Punishments.
 Uang saku yang cukup dan jadi kebanggaan pemasukan bagi keluarga dan dirinya.
 Gizi yang memadai.
 Apresiasi masyrakat terhadap atlet dan cabang olahraga.

Kalau rasa aman terhadap masa depan ini dijamin baik, maka lebih mudah untuk menegakkan
dan meningkatkan :

2.1.2. Disiplin dalam hidup atlet dan berlatih


Sesuai dengan prinsip latihan : ”lebih baik berlatih 6 menit setiap hari; 6 hari dalam 1 minggu
dari pada 36 menit sekali dalam seminggu”.
2.1.3. Motivasi yang besar dalam berlatih.
Atlet pergi berlatih bukan sekedar kehadiran fisiknya untuk mengikuti latihan.
Atlet harus mengerti mengapa ia harus melakukan latihan. Dia harus menyadari mengapa latihan
harus berlangsung seperti yang direncanakan pelatih. Mengapa ia harus
mengatasi berbagai tekanan latihan dengan motivasi yang kuat, karena
mengetahui, menyadari manfaat latihan untuk dirinya dan untuk meningkatkan
prestasinya.
2.1.4. Dengan disiplin yang tinggi, motivasi latihan yang kuat dan dilatih oleh pelatih yang
handal, yang menyusun rencana dan program latihan serta pertandingan yang
disusun sesuai perkembangan kesiapan psychis, teknis, pemahaman dan
pelaksanaan taktik/strategi pertandingan, akan dibentuk percaya diri yang kuat
dan kematangan juara yang variatif.
2.1.5. Dan berlatih dengan displin tinggi, motivasi kuat, rasa percaya diri yang tinggi diharapkan
efek yang lebih besar seperti :

Rasa berbangsa yang lebih berat mengikat

 Rasa bernegara yang lebih mengedepankan kerelaan berkorban demi negara dan
 Memiliki kebanggaan nasional, bangsa sebagai warga negara Indonesia.

2. KEADAAN KONSTITUSI TUBUH ATLET

Juara hanya satu orang sang juara mempunyai kelebihan dari atlet lainnya.
Kelebihan sang juara bisa : faktor psychologisnya,
bisa juga : faktor konstitusi tubuhnya
Faktor konstitusi tubuh antara lain : adalah Anthropometris
Kelebihan Anthropometris :
2.2.1. Ada cabang yang dibutuhkan sosok atlet yang tinggi minimal 180 cm untuk putera dan
cepat : bola voli dan bola basket.
2.2.2. Ada cabang olahraga dengan event yang membutuhkan sosok atlet yang tinggi dan besar
serta cepat : tolak peluru putera/puteri, atlet tolak peluru putera harus punya
tinggi diatas 200 cm, berat badan di atas 100 kg dan cepat.
2.2.3. Event loncat tinggi di Atletik harus mempunyai 2 (dua) H fisik dan 1(satu) H teknik,
sehingga pelompat tinggi harus punya tiga H.
- H1 adalah tungkai yang pantang.

- H2 adalah tungkai yang kuat yang menghasilkan lompatan vertikal yang tinggi H2 > 100 cm.
- H3 adalah efisisensi di atas mistar, makin dekat jarak titik berat badan (dalam posisi ”tidur” di
atas mistar) dengan mistar, makin efisien atlet tersebut dengan teknik
lompatannya.
2.2.4. Kenyataan di nomor lari jarak menengah dan jauh di empat dekade ini, nomor-nomor ini
dikuasai altet-atlet Ethiopia dan Kenya.
Apakah kelebihan Anthropometrs mereka ?
Pada umumnya ”Treshold” an aerobik kita adalah pada frekwensi dan jantung 170 x/menit =
intensitas 85 % dari frekwensi jantung maksimal (200 x/menit).
Atlet Kenya dan Ethiopia mampu berlari dengan frekwensi jantung 206 x / menit dengan proses
penyediaan energi aerobik.
2.2.5. Sprinter adalah mereka yang bisa membuat minimal 44 langkah per detik.
Alasannya sangat logis : 100 meter sprint saat ini ditempuh dalam 44 sampai 52 langkah. Catatan
waktu untuk 100 meter sprint berkisar sekitar 10
detik. Jadi sprinter dalam tiap detik harus
mampu membuat 1/10x44 langkah = 4,4
langkah per detik.
Ini lalu dikaitkan dengan sifat serabut otot cepat yang berwarna putih.

BAB XII
KEADAAN KEBUTUHAN FISIK

Kalau kita bicara tentang kemampuan fisik, maka kita harus mengenal empat kemampuan
dasar gerak manusia :
- Kekuatan
- Daya Tahan
- Kelentukan
- Kecepatan, dan kemampuan gerak lainnya yang merupakan gabungan dari kemampuan
dasar tadi seperti :
- Kekuatan yang cepat ( gabungan antara kekuatan dan kecepatan )
- Stamina ( gabungan antara daya tahan dan kecepatan )

- Daya Tahan Kekuatan ( gabungan atara kekuatan dan daya tahan )


4 (empat) Kemampuan Dasar Gerak dan Gabungan Kemampuan Dasar tersebut :

DAYA TAHAN
Harre; Banersfeld dan Schroeter, Letzelter, Yansen serta Simmermann mendefinisikan Daya
Tahan sebagai :
 Kemampuan melawan kelelahan; Letzelter menambahkan, Daya Tahan adalah
kemampuan melawan kelelahan, yang terlihat dengan kemampuan melakukan
repetisi jumlah yang banyak disertai pemulihan yang cepat.
Karena penegertian Daya Tahan seperti di atas maka Daya Tahan digolongkna sebagai faktor
fisik yang menentukan prestasi tujuan latihan Daya Tahan adalah :

 Menekan denyut nadi istirahat serendah mungkin dan


 Mendorong denyut nadi kerja maksimal setinggi mungkin.
Tujuan latihan Daya Tahan bukan sampai disitu saja, selanjutnya latihan Daya Tahan
bertujuan menggeser defleksi aerobik – anaerobik selambat mungkin. Intinya kalau
dapat kerja aerbok masih berlangsung walau relevansi jantung sudah mencapai > lari
180x/menit.
Latihan Daya Tahan harus diberikan melalui periode yang cukup panjang.
Perbedaan apa yang terjadi pada mereka yang melakukan latihan Daya Tahan selama periode
tertentu dan yang tidak terlatih Daya Tahannya :

Gbr. 1 Perbedaan Sumber Energi antara yang tidak terlatih dan terlatih pada kerja
dengan Kemampuan Maksimal.
Gbr. 2 Frekwensi Jantung – Asam Laktat dan Kuwe

Gbr. 3 Peningkaan VO2 Max karena Pengaruh Latihan


TENTANG VO2 MAX
VO2 Max = Jumlah O2 yang diproses tubuh pada kerja maksimal.
Satuan VO2 Max = liter O2/menit
Pada kerja maksimal sumber energi adalah aerobe dan anaerobe. Kapasitas anaerobe sangat
terbatas. Kerja pada VO2 Max hanya bisa dipertahankan beberapa menit saja. Untuk
mempertahankan kerja dalam waktu lama, kerja tersebut harus dilakukan dibawah %
VO2 Max. Simmermann memberikan angka-angka berikut :

 Kerja dengan VO2 Max bisa dipertahankan sampai 10 menit


 Kerja dengan prosentase 95 % dari VO2 Max dapat dipertahankan sampai 30 menit.
 Kerja dengan intensitas 90% dari VO2 Max dapat dipertahankan sampai 60 menit.

MELATIH DAYA TAHAN ANAEROBIK

Kita mengenal berbagai latihan Daya Tahan Anaerobik, antara lain : Latihan Daya Tahan
Aerobik yang :
- Alaktasit ( Aanaerobic Alactacid Training )
- Laktasit ( Anaerobic Lactacid Training ).

- Toleransit terhadap Laktat ( Anaerobic Lactacid Tolerance Training ).

Latihan Daya Tahan Anaerobik Laktasit dapat kita uraikan sebagia berikut :

Lamanya Klasifikasi Penyediaan Catatan


Latihan Energi oleh

1-4 detik Anaerobik Alaktasit ATP Pembentukan asam laktat


dalam jumlah yang
banyak
4-20 detik Anaerobik Alaktasit ATP + PC

20-45 detik Anaerobik Alaktasit ATP, PC

+ Anaerobik Glukogen Otot


Laktasit

Latihan Daya Tahan Anaerobik Laktasit dapat di uraikan sebagai berikut :


Lamanya Klasifikasi Penyediaan Catatan
Latihan Energi oleh

20-45 detik Anaerobik Alaktasit ATP, PC Pembentukan asam laktat


+ Glukogen Otot dalam jumlah yang
Anaerobik Laktasit banyak

40-120 detik Anaerobe Laktasit Glukogen Otot Makin panjang lamanya


latihan, pembentukan
asam laktat makin
berkurang

120-240 Aerobe + Glukogen Otot Makin panjang lamanya


detik Anaerobe Laktasit latihan, pembentukan
asam laktat makin
berkurang

Latihan Daya Than Anaerobik untuk dapat bertoleransi terhadap laktat :

Lamanya Klasifikasi Penyediaan Catatan


Latihan Energi oleh

20-45 detik Anaerobe Alaktasit ATP, PC Pembentukan asam laktat


+ Glukogen Otot dalam jumlah yang
Anaerobe Laktasit banyak

45-120 detik Anaerobe Laktasit Glukogen Otot Makin panjang lamanya


latihan, pembentukan
asam laktat makin
berkurang

Metode-metode latihan Daya Tahan Aerobic.


1. Lari/kerja yang berlangsung lama :

a . dengan tempo yang tetap Point to point atau Loupe


b. dengan tempat yang berubah-ubah

2. Lari lintas alam ( cross country run )  Point to Point atau Loupe

3. Fourtek  bermain-main kecepatan : Point to Point atau Loupe


4. Latihan Daya Tahan dengan metode Interval.
Kita mengenal 3 metode latihan interval.

1. Metode latihan Interval yang Ekstensif


2. Metode latihan Interval yang Intensif
3. Metode latihan Interval yang Reptisi.

Metode Latihan Interval yang Ekstensif


- Intensitas : rendah – sedang ; frekwensi jantung 170x/menit atau lebih rendah.
- Repetisi : banyak
- Intervalnya : singkat

- Diberikan : dalam set / serie yang lebih banyak

Metode Latihan Interval yang Intensif

- Intensitas latihan : sedang – tinggi ; frekwensi jantung 170x/menit  180-190x/menit.


- Repetisi : tidak banyak
- Intervalnya : lebih lama
- Diberikan : dalam maksimal 3 set

Metode Latihan Interval Repetisi ( Repetition Training )


- Intensitas latihan : tinggi sekali
- Repetisi : hanya beberapa kali ; 3-4 kali saja.

- Intervalnya : lama tau panjang lebih dari 15


- Diberikan : dalam 1 (satu) set saja.

BAB XIII
PRINSIP DASAR PROGRAM LATIHAN

Konsep utama yang akan dipelajari dalam bab ini adalah prinsip dasar dalam tiap program
latihan yang bertujuan:

1. untuk mengetahui system energy utama yang dipakai dalam


latihan/pertandingan(predominan energy system), dan
2. Dengan menggunakan prinsip overload, untuk merancang suatu program latihan yang
dapat meningkatkan system energy tertentu yang dipakai dalam cabang olahraga
berlatih/bertanding sehingga akan menjadi lebih baik dari cabang olahraga lain.
Sistem energy utama dalam tiap aktivitas dapat diketahui berdasarkan lama waktunya.
Prinsip overload yang diterapkan dalam program latihan aerobic (endurance) dan anaerobic
(sprint) mengharuskan untuk berlatih pada intensitas mendekati maksimal.
Intensitas latihan dapat dilihat dari respon heart rate terhadap latihan ataupun juga dari
anaerobic threshold. Selain itu juga dari frekuensi dan durasi latihan.
Atlet sebaiknya terus berlatih sepanjang tahun, tetapi membaginya menjadi beberapa fase
yaitu program latihan off season, preseason, dan in season.
Pemanasan dan pendinginan sangatlah penting dan harus dilakukan atlet sebelum dan
sesudah latihan agar keamanan dan efektifitas program latihan mencapai maksimal.
Program latihan yang ada diharapkan dapat meningkatkan kemampuan aerobic dan
anaerobic ataupun ketiga system energy yang ada.

Tujuan dari bab ini yaitu menjelaskan prinsip dasar program latihan yang akan berguna
untuk menciptakan program latihan yang efektif. Dalam hal ini, prinsipnya adalah memberikan
prioritas pada peningkatan kekuatan otot, endurance, dan fleksibilitas.
Di sini akan dibahas hubungan antara aspek prioritas yang ingin ditingkatkan dan sumber
energy utama yang dipakai. Tujuannya adalah agar dapat menentukan cara conditioning yang
paling efektif. Cara-cara ini terkadang dapat juga dilakukan dengan program latihan sprint dan
endurance yang dapat meningkatkan kapasitas anaerobic (sprint) dan juga aerobic (endurance).
Pertama akan dibahas beberapa definisi umum yang ada dalam semua program latihan. Setelah
itu, akan menuju ke cara/jenis latihan secara detail, tiap-tiap dari jenis latihan tadi akan berperan
khusus dalam kemajuan system energy dan performa.

Definisi Umum
Ada 4 definisi umum yang merupakan hal penting dalam semua program latihan: A) prinsip
dasar latihan , B) macam-macam fase latihan, C) pemanasan D) pendinginan.

1. Prinsip Dasar Latihan


Latihan untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot, harus melatih atau memakai
otot agar bekerja keras dan meningkatkan ketahanannya, yang akan berdampak hipertropi otot
yang lalu menghasilkan peningkatan kekuatan dan daya tahan otot, yang disebabkan terjadi
sejumlah adaptasi fisiologi yang meningkatkan energy potensial dalam sel otot. Prinsip dasar
dalam tiap program latihan adalah :
(1) Untuk mengetahui system energy utama yang dipakai dalam latihan atau pertandingan, dan
(2) Dengan menggunakan prinsip overload, untuk merancang suatu program latihan yang dapat
meningkatkan system energy tertentu yang kita pakai dalam berlatih/bertanding sehingga
akan menjadi lebih baik dari atlet lain.

Jenis Latihan
Semua program latihan haruslah spesifik agar dapat meningkatkan system energy utama
(predominan energy system) yang dipakai dalam latihan/bertanding. Jenis latihan juga penting
untuk program conditioning secara umum. Namun kita biasanya lebih tertarik untuk
meningkatkan level fitness dan tidak terlalu mementingkan peningkatan performa (prestasi).
Pada sebagian besar cabang olahraga, terdapat satu atau dua saja system energy yang dipakai
dalam merancang program latihan.
Pada orang yang ingin melakukan conditioning secara umum, ketiga system yang ada
juga bisa dipakai tetapi dengan prioritas pada system yang cocok untuk kebutuhan orang tadi
pada waktu tertentu. Contohnya, seorang yang baru sembuh dari penyakit koroner dan kardio
respiratory sebaiknya mengutamakan latihan yang berguna untuk perbaikan system oksigennya.

Menentukan Sistem Energi Utama (Predominan Energy System)


Jika melatih pelari marathon maka akan terdapat 5% peningkatan yang terjadi pada ATP-
PC dan system lactic acid, dan 95% diantaranya untuk peningkatan system oksigen. Namun, jika
dilihat dari durasi latihannya, sebenarnya hal itu berhubungan langsung dengan system energy
utama apa yang dipakai. Jadi, jika kita mungkin mencontohkan dengan cabang olahraga lain
seperti renang, yang kemudian durasi renang tersebut yaitu 4-5 menit, maka sesuai durasi waktu
dalam table tersebut dapat kita ketahui bahwa system energi utama yang dipakai adalah 20%
speed, 25% oksigen, dan 55% anaerobic.
Intinya adalah system energy utama yang dipakai bergantung pada lama waktu (durasi),
bukan pada jenis aktifitas/olahraga yang dilakukan. Baik itu aktifitas senam calistenik, lari,
berenang maupun aktifitas-aktifitas lain, system energy utama yang dipakai adalah berdasarkan
pada durasi aktifitas tersebut dilakukan.
Ada 2 poin penting yang dapat kita ketahui berdasarkan presentase system energy yang dipakai
pada cabang-cabang olahraga

1. Pengelompokkan system energy


Contoh ATP-PC dan LA, LA-O2, dan O2. Hal ini dilakukan karena cukup susah untuk
mengetahui presentase yang tepat mengenai besarnya kontribusi system energy dalam berbagi
cabang olahraga tersebut. Satu pengecualian dalam hal ini mungkin ada pada system aerobic atau
oksigen (O2). Persentase system energy yang dipakai meliputi kontribusi system energy
anaerobic (ATP-PC dan LA), anaerobic dan aerobic (LA-O2), dan aerobic (O2).

2. Keakuratan presentase system energy.


Presentase tersebut hanyalah perkiraan dan tidak selalu tepat karena penelitian ilmilah yang
lebih detail tentang hal ini belumlah ada. Namun, program perlu dirancang suatu program latihan
khusus untuk meningkatkan performa (prestasi) atlet.

Prinsip Overload : Intensitas, Frekuensi, dan Durasi


Prinsip overload progresif berarti kita berlatih dengan ketahanan mendekati maksimal
dan secara bertahap ditingkatkan sesuai kemajuan level fitness kita dalam melakukan program
latihan. Pada olahraga angkat beban (weight training), prinsip overload dapat diukur berdasarkan
repetisi maksimal. Sedangkan pada olahraga lain seperti lari dapat dilihat berdasarkan intensitas,
frekuensi, dan durasinya.
Menentukan Intensitas Latihan
Intensitas latihan menjadi faktor paling penting dari ketiga faktor yang ada dalam
penerapan prinsip overload. Contoh : karena intensitas dalam program latihan secara langsung
berhubungan dengan kemajuan tenaga aerobic maksimal (VO2).
Tingkat intensitas dapat diketahui dari program latihan yang dijalani dengan menggunakan
metode heart rate (HR). Besarnya respon HR terhadap beban latihan dapat digunakan sebagai
indicator prinsip overload. Untuk mengetahui respon HR itu umumnya memakai alat yang
dipasang pada tubuh tepatnya di bagian system kardiorespiratory tubuh atau dengan cara manual
dengan meraba dan menghitung denyut nadi (DN).

Intensitas Latihan Umumnya Ditentukan oleh Tingkat Heart Rate (HR)


Dengan terus memonitor tingkat HR, secara tidak langsung dapat diukur tingkat penggunaan
oksigen dalam tubuh. Pada prinsipnya konsumsi oksigen dan tingkat HR berhubungan secara
langsung satu sama lain. Namun, pada level latihan yang sangat rendah ataupun juga sangat
tinggi, hubungan langsung tersebut tidaklah terjadi. HR maksimum dicapai sebelum konsumsi
oksigen mencapai maksimal. Dalam presentase perbandingannya 70% HR maksimal hanya
mewakili sekitar 60% kapasitas aerobic maksimal, sementara untuk 85% HR maksimal hanya
sejumlah kira-kira 80% kapasitas aerobic maksimal. Ketika HR maksimal dicapai, tingkat
konsumsi oksigen masih dalam posisi merangkak naik. Makin tinggi respon HR maka akan
semakin tinggi pula intensitas program latihan. Oleh karena itu, dalam merancang program
latihan diusahakan untuk mencapai target heart rate (THR) yang diinginkan agar dapat mencapai
kemajuan dalam program latihan.

Ada 2 metode yang dapat dipakai dalam menentukan besarnya heart rate yaitu:

1. Metode Heart Rate Reserve Makimal (HRR)


Metode ini dikembangkan oleh Karnoven dan terdiri atas penghitungan yang bernama heart
rate reserve (HRR). HRR merupakan selisih antara resting heart rate ( HRrest) dan maksimal
heart rate (HRmax). Contohnya, jika HRrest kita 65 kali/menit dan HRmax sejumlah 200
kali/menit. HRR nya kemudian akan dihitung dengan mencari selisih keduanya yaitu 200-
65=135 kali/menit. THR juga dapat ditentukan dalam presentase HRR ditambah HRrest. Jika
digunakan jumlah HRR seperti contoh di atas tadi maka THR 75% dari HRR akan menjadi:

HRR = 200-65
= 135 kali/menit
75% THR = (0,75X135)+65
= 101, 25+65
= 166 kali/menit
Dari hasil itu, maka kemudian dapat disimpulkan bahwa program latihan yang intensif yang
dapat dilakukan adalah jika heart rate mencapai 166 kali/menit.
Lalu dapatkah kalian menghitung berapa THR untuk HRR 90%? Bagaimana Caranya?

2. Metode Heart Rate Maksimal


Dalam metode ini, THR dihitung hanya berdasarkan HRmax. Contoh: 75% THR pada
seorang atlet dengan HRmax 200 kali/menit adalah sebagai berikut:
75% THR = 0,75X200
= 150 kali/menit

Ada beberapa yang perlu diketahui dengan melihat hubungan antara kedua metode tadi

1. Perbedaan antara kedua metode tersebut adalah berbanding terbalik, makin tinggi metode
yang satu, yang lainnya akan menurun dan begitu pula sebaliknya. Contoh : THR 186
kali/menit mewakili 90% HRR dan 93% HRmax. Di sisi lain, THR 146 kali/menit
mewakili 60% HRR dan 73% HRmax.
2. THR paling rendah (60% HRR dan 73% HRmax) dianggap sebagai threshold (garis
batas). Artinya bahwa THR di bawah level tadi tidak akan selalu memberi rangsangan
overload yang cukup untuk peningkatan kapasitas endurance ataupun performa kita. Pada
atlet usia anak sekolah ataupun mahasiswa (laki-laki dan perempuan), THR untuk
program latihan endurance seharusnya berada di antara 80-90% HRR atau 85-95%
HRmax. Makin rendah THR seseorang biasanya terjadi pada individu yang sudah tua dan
atau individu bukan atlet.
Untuk menggunakan metode-metode tadi dalam menentukan intensitas latihan endurance,
juga harus diketahui HRrest dan HRmax. HRrest dapat diketahui dengan cara menghitung
denyut jantung pada radial arteri (pergelangan tangan), temporal arteri ( depan telinga), atau juga
karotik arteri (leher). Metode-metode ini dapat dilakukan dengan cukup menekan sedikit saja,
khususnya pada karotik areti. Hal ini dilakukan untuk mencegah tertutupnya arteri, menghindari
reflek menekan HR dan juga system kardiak yang tidak normal.

Kita dapat menghetahui tingkat HRrest dengan cara menghitungnya sesaat setelah bangun tidur
kemudian duduk tegap selama beberapa menit. Hitung dan catat denyut jantung dalam satu menit
tersebut. Alternatif lain adalah dengan cara menghitung jumlah denyut selama 15 detik kemudian
dikalikan 4 sehingga total sama dengan jumlah denyut dalam satu menit. Ulangi penghitungan
tadi selama 3-5 hari dan ambil rata-ratanya untuk mengetahui HRrest kita.

Sulit untuk menentukan HRmax secara langsung pada sesorang yang sedang berlatih
karena pada saat yang bersamaan kita juga harus menghitung heart ratenya dengan alat elektro
kardiografi. Namun demikian, untuk mengetahui HRmax seseorang baik pada pria maupun
wanita umumnya dapat dihitung berdasarkan umur seseorang tersebut yaitu :
HRmax = 220-umur
Contohnya, seorang yang berumur 20 tahun maka HRmak adalah 220-20=200 kali/menit.
Untuk mengetahui apakah atlet yang kita latih telah mencapai THR nya atau tidak, kita bisa
meminta mereka untuk memeriksa denyut jantungnya pada saat latihan dengan menghitung
jumlah denyut dalam 6-10 detik, kemudian kalikan sampai sejumlah satu menit. Jika menghitung
selama 6 menit maka kalikan 10, dan jika 10 dapat dikalikan 6 untuk mengetahui jumlah denyut
per menitnya.
Selain metode HR, ada metode lain yang juga dapat dipakai untuk mengukur intensitas
program latihan endurance yang disebut konsep anaerobic threshold. Anaerobic threshold
merupakan intensitas beban atau konsumsi energy dalam proses metabolisme anaerobic. Dengan
kata lain, anaerobic threshold adalah intensitas beban dimana lactic acid mulai terkumpul dengan
cepat dalam darah dan otot. Para peneliti baru-baru menyimpulkan bahwa intensitas latihan yang
tepat atau sedikit di atas anaerobic threshold dapat melatih endurance atlet dalam latihan.
Ada dua metode untuk menentukan intensitas pada anaerobic threshold, keduanya
membutuhkan alat-alat khusus laboratorium.

1. Metode Minute Ventilation dan Anaerobik Threshold


Anaerobic threshold dapat diukur dengan mengamati minute ventilation (pernafasan
permenit) selama latihan yang progresif. Minute Ventilation akan meningkat seiring adanya
peningkatan intensitas sampai anaerobic threshold tercapai. Saat itu, tingkat naiknya Minute
Ventilation akan berlangsung dengan cepat. Minute ventilation dan Anarobik Threshold tadi
dalam menentukan intensitas endurance para atlet lari. Para atlet berlari di mesin treadmill
dengan kecepatan yang berbeda-beda. Setalah beberapa menit, Minute Ventilation mereka
diukur, kemudian sebuah diagram dibuat dengan komponennya meliputi Minute vebtilation dan
Running Speed (kecepatan lari). Perhatikan bahwa Minute Ventilation akan terus meningkat
secara konstan pada tiga kecepatan lari pertama dan kemudian naik lebih cepat pada kecepatan
selanjutnya. Kecepatan lari yang menyebabkan Minute Ventilation naik secara cepat merupakan
tanda bahwa intensitas yang tepat atau sedikit di atas anaerobic threshold dapat digunakan untuk
mengetahui intensitas para atlet dalam berlatih. Contoh, intensitas latihan akan menjadi
15km/jam 9,3 mil/jam atau selama 6 menit, 27 detik.

2. Metode Blood Lactic Acid dan Anaerobik Threshold


Dalam metode ini, akan ditentukan blood lactic acid (kadar asam laktat darah) dalam dua
atau lebih latihan yang berbeda. Konsentrasi blood lactic acid sebesar 4 mmol/L adalah level
dimana anaerobic threshold telah dicapai. Komponennya yaitu konsentrasi blood lactic acid dan
running speed. Running speed dimana konsentrasi blood lactic acid mencapai 4 mmol/L
merupakan intensitas yang dianjurkan untuk atlet dalam berlatih. Intensitas latihan diharapkan
akan berbeda pada setiap pelari yang kemampuannya berbeda-beda. Prosedur yang sama juga
bisa diterapkan dalam cabang olahraga lain seperti berenang, bersepeda dll untuk menentukan
intensitas latihan, tapi tentunya dengan mengganti komponen Ventilation atau blood lactic acid
dan kecepatan renang dan atau kecepatan bersepeda.
Perbedaan fisiologis antara metode heart rate dan metode anaerobic threshold dalam
menentukan intensitas latihan endurance ada pada system yang dipakai. Contoh, pada metode
heart rate, intensitas latihan utamanya ditentukan oleh tinglat stress pada system
karidorespiratory. Sedangkan pada metode anaerobic threshold, tingkat stress ada pada system
metabolisme otot rangka yang merupakan factor utama dalam menentukan intensitas latihan.
pada prinsipnya, tingkat stress pada satu system tidak pasti sama tingkatnya jika ditempatkan
pada system lain.
Kemudian metode mana yang sebaiknya kita pakai?
Pertama, satu hal yang harus diketahui adalah metode heart rate lebih mudah diterapkan daripada
metode anearobik threshold. Pada prakteknya, hal ini merupakan keuntungan. Kedua, sebuah
penelitian kecil baru-baru ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan tadi. Namun hasilnya
mengatakan bahwa metode anaerobic threshold pada prakteknya melibatkan pengukuran blood
lactic acid untuk menentukan intensitas latihan. Heart rate rata-rata akan mencapai 91% dari
HRmax. Sedangkan intensitas latihan pada heart rate 80% dari HRmax, hanya terdapat sekitar
55% dari subjek penelitian yang berlatih dengan intensitas tepat atau sedikit di atas anaerobic
threshold mereka. Oleh karena itu, untuk memastikan cukupnya kardiorespiratory dan stress
metabolic selama latihan endurance bagi kebanyakan orang, level heart rate selama latihan
sebaiknya lebih dari 85% HRmax atau 80% HRR (gambar 12-4).
Dengan melihat data dengan komponen presentase max VO2 dibandingkan dengan
(versus) metode HRR dan metode HRmax, dapat diketahui adanya konsep stress
kardiorespiratory dan stress metaboli dan menunjukkan bagaimana hubungan antara kedua
metode heart rate tadi dengan presentase max VO2. Kita harus lebih sensitive untuk memakai
metode heart rate mana yang akan digunakan untuk menentukan intensitas latihan. Makin kecil
presentase level heart rate maka akan semakin besar selisih antara metode HRR dan HRmax.
Dari contoh-contoh tadi, kesemuanya merupakan program untuk latihan endurance. Lalu
bagaimana intensitas untuk program latihan anaerobik atau lari sprint? Dalam sprint, respon
heart rate tidaklah dianggap sebagai hal yang penting seperti pada program endurance, tetapi
umumnya dalam sprint heart rate mencapai seitar 180 kali/menit atau lebih. Lari sprint dilakukan
dengan cepat, intensitasnya akan berada jauh di atas anaerobic threshold. Para pelari sprint hanya
berlatih melakukannya selama 10-20 detik tapi dengan repetisi banyak.

3. Menentuan Frekuensi dan Durasi Latihan


Umumnya, makin banyak frekuensi dan makin lama durasi program latihan makan akan
semakin besar pula manfaatnya bagi peningkatan level fitness kita. Frekuensi yang dianjurkan
untuk program latihan endurance adalah 3-5 hari dalam seminggu, sementara untuk program
latihan sprint atau anaerobic sejumlah 3 hari dalam seminggu. Anjuran tadi akan sesuai jika
dilakukan dalam berbagai cabang olahraga kecuali lari trek dan berenang yang sebaiknya
dilakukan 5 hari dalam seminggu untuk para sprinter dan 6-7 hari per minggu untuk para atlet
endurance. Berlatih sekali dalam sehari hal itu akan lebih baik dari pada berlatih 2-3 kali dalam
sehari karena makin banyak frekuensi latihan dalam sehari tidak akan menghasilkan kemajuan
berarti bagi kita, bahkan justru akan malah menimbulkan tingkat kelelahan yang berlebih pada
tubuh kita.
Rangkuman dan petunjuk tentang factor-faktor dalam prinsip overload pada latihan
aerobic (endurance) dan latihan anaerobic (sprint) intinya bahwa dari ketiga factor tersebut –
intensitas, frekuensi, dan durasi maka intensitaslah yang menjadi factor paling penting di antara
ketiganya dalam penerapan prinsip overload, khususnya untuk program latihan aerobic
(endurance).

2. Fase Latihan
Umumnya para atlet membagi fase-fase latihan mereka menjadi 3 bagian yaitu:

1. Off –season training


Program latihan pada masa off-season biasanya tidak terlalu spesifik, sebatas agar atlet tetap aktif
dan menjaga agar berat badan tetap normal dan stabil. Pada fase ini, dianjurkan untuk berlatih
dengan program latihan berikut ini:

1. Program ankat beban 3 kali seminggu, tujuannya untuk meningkatkan kekuatan, dyay
tahan otot, dan utamanya pada kelompok otot yang dipakai dalam cabang olahraga yang
digeluti.
2. Program lari intensitas rendah selama 8 minggu (tidak wajib), dilakukan tidak lebih dari 2
kali dalam seminggu. Program ini juga bias digabungkan dengan program angkat beban
di hari yang sama. Misalkan angkat beban dilakukan pada hari Senin, Rabu, dan Jumat,
maka lari dapat juga dilakukan pada hari Senin dan Rabu, ataupun juga Rabu dan Jumat.
Tapi tentunya akan terdapat perbedaan kekuatan untuk berlari jika dilakukan sebelum
atau setelah angkat beban.
3. Mengikuti aktivitas olahraga rekreasi untuk relaksasi dan hiburan.
4. Sedikit latihan pada cabang olahraga yang digeluti agar dapat meningkatkan skill yang
dimiliki, seperti cabang olahraga basket misalnya, kita dapat berlatih shooting, handling
ball (dribbling, passing), pivot, dll.

2. Preseason Training
Pada fase ini (kurang lebih 8-10 minggu sebelum perlombaan), program latihan harus
disusun sedemikian rupa untuk meningkatkan kapasitas sistem energi maksimal yang dominan
dipakai dalam bidang olahraga yang digeluti. Latihan intensitas tinggi sebaiknya dilakukan pada
fase ini. Dengan informasi dari buku ini diharapkan kita bisa merancang suatu program latihan
yang paling tepat bagi atlet kita sesuai kebutuhan mereka sendiri. Latihan beban yang sudah
dilakukan pada masa off season juga masih bisa dilakukan pada masa preseason ini.

3. In-season Training
Umumnya program latihan fase in-season pada berbagai cabang olahraga menitik
beratkan pada kemajuan skill atlet. Biasanya untuk latihan drill, scrimmages, dan kompetisi akan
menghasilkan peningkatan kapasitas energi yang lebih baik karena sebelumnya juga telah terjadi
peningkatan sistem energi pada saat program preseason. Bagi banyak atlet yang teratur
berkompetisi, hal ini mungkin benar. Tapi bagi yang tidak teratur ikut kompetisi tiap minggu.
Program maintenance meliputi latihan-latihan sebagai berikut:

1. Satu atau dua hari latihan per minggu dengan program yang sama pada saat preseason.
2. Latihan beban sekali seminggu. Bergantian seminggu sekali antara tubuh bagian atas
(upper body) dan tubuh bagian bawah (lower body).
3. Latihan drill tidak hanya untuk meningkatkan skill tapi juga untuk mempertahankan level
fitness. Dalam hal ini, maka latihan drill harus intensif dan berdurasi cukup lama untuk
memberikan efek stress pada otot.

3. Latihan Pemanasan (Warm Up)


Latihan ini penting dilakukan sebelum workout yang berat ataupun pada saat kompetisi.
Ada banyak alasan secara fisiologis mengapa warm up itu penting seperti meningkatkan
temperatur tubuh dan otot yang kemudian dapat juga meningkatkan:
(1) aktivitas enzim dan reaksi metabolik pada sistem energi yang kita pakai

(2) meningkatkan aliran darah dan oksigen ke dalam tubuh


(3) menghindari terjadinya kram dan nyeri otot.
Perubahan-perubahan dalam tubuh kita sebelum dan sesudah warm up menunjukkan ada
hubungan antara konsumsi oksigen (peak VO2), HR selama latihan maksimal, dan juga
temperature otot. Makin tinggi temperaturnya makin tinggi pula VO2 dan HRnya. Selain itu,
dengan warming up tadi asam laktat darah yang terkumpul dalam tubuh akan berkurang seiring
naiknya temperatur.
Warming up yang dianjurkan adalah sebagai berikut: 1) stretching yang berguna untuk
fleksibilitas tubuh 2) senam kalistenik untuk meningkatkan kekuatan lengan, bahu, dan perut 3)
formal activity/latihan ringan pada bidang olahraga yang digeluti secara pelan dan mencapai
belum maksimal.

1. Stretching
Latihan untuk fleksibilitas seperti reaching the floor without bending the knees atau
alternate toe touching sebaiknya dilakukan hingga beberapa kali sebelum mulai latihan inti atau
pertandingan. Fungsi stretching adalah untuk:

1. meningkatkan rentangan gerak (range of motion) badan yang kemudian dapat


meningkatkan performa atlet
2. mencegah robekmya serat otot dan jaringan ikat penyebab otot kaku dan nyeri
3. peningkatan tensi/fleksibilitas otot pada bagian punggung bawah, bahu, dan sekitar leher.
Latihan fleksibilitas kesemuanya dilakukan paling sedikit 10 kali pengulangan sebelum latihan
inti (workout).

2. Calistenic
Kalistenik baik jika dilakukan setelah stretching. Kalistenik meliputi gerakan-gerakan
mengkontraksikan otot. Oleh karena itu, latihan ini juga akan menigkatkan temepratur otot dan
tubuh. Kalistenik sebaiknya mencakup ke bagian-bagian otot terutama otot yang nantinya akan
dipakai dalam workout. Atlet terkadang justru melakukan porsi latihan ini terlalu banyak. Oleh
karena itu, pelatih harus mengingatkan para atletnya agar pada saat kalistenik jangan sampai otot
capek duluan. Waktu yang dibutuhkan untuk kalistenik hanyalah sekitar 5-10 menit saja.

3. Latihan Ringan (Formal Activity)


Fase terakhir merupakan warming up yang dilakukan berdasarkan cabang olahraga yang
digeluti. Contoh, untuk warming up baseball meliputi melempar, menangkap, lari, dan memukul.
Tujuan latihan ini adalah untuk:

1. memastikan kesiapan kondisi fisiologis seperti telah panasnya temperatur otot dan
optimalnya aliran darah dalam tubuh sebelum memulai latihan inti
2. menyelaraskan hubungan mata, tangan, dan mekanisme otot saraf lain yang akan
digunakan dalam latihan inti.

4. Pendinginan (Cool Down)


Pendinginan (cool down) sudah umum dilakukan oleh para atlet dan mereka yang
berolahraga dengan cara melakukan gerakan ringan segera setelah selesai latihan inti.
Tujuan dari latihan pendinginan secara fisiologis adalah untuk

1. mempercepat pemliahan (recovery) otot dari kelelahan karena menumpuknya


asam laktat dalam otot tersebut
2. gerakan ringan segera setelah latihan inti akan menjaga kondisi otot agar tetap
terjaga sehingga mencegah menumpuknya darah terutama di kaki. Hal ini tidak
hanya mengurangi kemungkinan otot kaku dan nyeri, tapi juga mencegah pingsan
dan pening (kepala berkunang-kunang).
Prosedur cool down secara khusus sebenarnya tidaklah ada. Namun, dikatakan bahwa
prosedur cool down sebenarnya sama dengan prosedur warming up, tapi bedanya cool down
dilakukan dengan urutan yang terbalik. Contoh, setelah olahraga lari yang melelahkan, warming
down dengan jogging atau bersepeda dapat dilakukan (formal activity), dilanjutkan dengan
senam kalistenik, dan terakhir melakukan stretching.

BAB XIV
METODE LATIHAN

Dalam bab ini yang akan dijelaskan berbagai macam metode latihan pada olahraga yang
bertujuan:

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk metode latihan yang dipakai dalam dalam olahraga
2. Membandingkan antara metode-metode latihan yang ada olahraga
3. Mengaplikasikan metode latihan sesuai dengan tujuan latihan pada berbagai jenis
olahraga

Sejak dulu, adanya kemajuan dalam diri para atlet ditentukan oleh metode latihan yang
disusun pelatih berdasarkan kecocokan metode terhadap atlet tersebut. Metode itu meliputi
program peningkatan kapasitas energi aerobik (endurance) dan juga anaerobik (sprint). Kita
akan lihat bagaimana dan mengapa metode-metode latihan di bawah ini bisa berhasil dalam
meningkatkan performa (prestasi) atlet pada cabang olahraga yang digelutinya.

A.Interval Training
Interval training adalah latihan yang dilakukan antara latihan berat dan ringan secara
bergantian. Untuk mengetahui mengapa latihan ini bisa berhasil, akan dicoba membahas tentang
produksi energi dan kelelahan yang terjadi sepanjang latihan intermittent.

Produksi Energi dan Kelelahan yang Terjadi Sepanjang Latihan Intermittent


Dalam hal produksi energi, terdapat satu perbedaan penting antara latihan intermittent
dan latihan continuous. Jika kita berlari sejauh dan secepat mungkin dalam satu menit, kemudian
di lain kesempatan berlari intermittent sejauh dan secepat pada latihan continuous tapi dilakukan
dengan cara berlari 10 detik dan 30 detik istirahat antar latihan, kemudian ulangi sampai 6 kali
yang artinya intensitas latihan intermittent tadi akan sama dengan latihan continuous (6 kali lari x
10 detik = 1 menit lari). Walaupun intensitasnya sama, namun tingkat kelelahan yang terjadi
pada latihan intermittent akan lebih rendah daripada latihan continuous.
Secara fisiologis, hal ini dikarenakan adanya perbedaan antara sistem phospagen (ATP-
PC) dan sistem anaerobik glicolisis atau system Lactic Acid (LA system) selama latihan
intermittent dibandingkan dengan latihan continuous. Pada latihan intermittent, energi yang
dihasilkan lewat LA system akan lebih rendah dan energi lewat ATP-PC akan lebih tinggi. Hal ini
akan menyebabkan berkurangnya asam laktat yang terkumpul dan kemudian akan mengurangi
tingkat kelelahan yang dialami pada latihan intermittent.
Mengembalikan kondisi ATP-PC pada latihan intermittent terjadi pada saat fase relief
(istirahat). Pada fase itu, jumlah ATP-PC dalam otot yang hilang pada saat latihan akan diisi
kembali via aerobic system (gambar 12-7). Selain itu, O2 myoglobin juga akan diisi kembali
pada saat fase istirahat tadi. Baik suplai energi ATP-PC maupun O2 mioglobin akan diisi
kembali untuk digunakan sebagai sumber energi pada latihan selanjutnya. Oleh karena itu,
kemudian energi dari LA sistem akan “spared” dan lactic acid tidak akan terlalu banyak
terakumulasi di otot. Berbeda dengan latihan intermittent, pada latihan continuous persediaan
energi ATP-PC akan cepat habis dan tidak akan bisa diisi kembali sampai latihan dihentikan.
Oleh karena itu, energi ATP-PC yang berasal dari sistem LA akan langsung dipakai sehingga
asam laktat akan lebih cepat terakumulasi dalam otot.
Berdasarkan penjelasan tadi, dapat diketahui bahwa tingkat kelelahan pada latihan
intermittent dapat digantikan dengan menaikkan intensitas latihan. Hal ini merupakan satu hal
terpenting pada latihan intermittent dan kunci keberhasilan sistem latihan interval. Kita dapat
berlatih intermittent dengan level intensitas 2 - 1½ kali lebih tinggi daripada latihan continuous
dan kemudian dilakukan pembandingan tingkat asam laktat yang terakumulasi.
Interaksi antara ATP-PC dan LA sistem selama latihan intermittent terjadi secara
beragam menurut jenis dan level aktivitas istirahat pada fase relief. Sejauh ini, yang telah
dipelajari tadi adalah tentang complete rest, padahal sebenarnya dianjurkan istirahat dengan tetap
melakukan gerakan ringan. Perbedaan utama antara complete rest dan istirahat dengan gerakan
ringan adalah dalam hal akumulasi asam laktat yang muncul. Istirahat dengan tetap melakukan
gerakan ringan akan mempertinggi level asam laktat dibandingkan jika kita melakukan complete
rest. Hal ini dikarenakan gerakan ringan pada fase istirahat akan menghambat pengisian kembali
ATP-PC. Tanpa ATP-PC yang diperbaharui, maka sistem energi yang kana dipakai kemudian
diambil dari sistem LA yang kemudian menyebabkan kadar asam laktat akan semakin meninggi.
Makin berat aktivitas yang dialkukan pada fase relief maka akumulasi asam laktat akan semakin
besar pula.
Kesimpulan tentang sistem energi yang dipakai dalam latihan intermittent atau system latihan
interval adalah sebagai berikut:

1. ATP-PC yang digunakan secara terus menerus dalam latihan intermittent akan
meningkatkan level sistem energi ini dan mengurangi tingkat kelelahan dengan cara tidak
delving so deeply ke dalam glikosis anaerobik.
2. Dengan memperhatikan durasi dan jenis istirahat yang tepat pada fase relief, glikosis
anaerobik akan mencapai maksimal dan mengalami peningkatan.
3. Dengan berlatih lebih lama dan lebih banyak repetisi tetapi sedkit istirahat, stress akan
berada di sistem transport oksigen sehingga kemajuan akan terjadi pada sistem energy
aerobic
.

Fase dalam Interval Training


Istilah-istilah khusus tentang interval training yang harus diketahui adalah istilah-istilah
sebagai berikut:

1. Interval kerja/latihan (Work interval)


Program latihan interval yang terdiri atas latihan intensitas tinggi seperti lari 220 yard
dengan waktu yang ditentukan.

2. Interval istirahat (Relief interval)


Waktu untuk istirahat antar work interval (antar set) seperti (1) jalan (rest relief) dan (2)
jogging (work relief) atau (3) gabungan jalan dan jogging. Porsi work interval dan relief
interval biasanya ditunjukkan dalam bentuk rasio work-relief seperti 1:½, 1:1, 1:2, dll.
Artinya jika rasio work relief adalah 1:½ artinya lama work interval adalah 2 kali lipat
dari relief intervalnya.

3. Set
Persambungan antara work dan relief interval dalam satu kali periode. Contoh, lari 220
yard dengan work interval dan kemudian diikuti relief interval dengan waktu yang
ditentukan diantara kedua interval tadi.
4. Repetisi
Jumlah work interval dalam satu set. Contoh, berlatih lari 220 yard merupakan satu set
kemudian dilakukan sebanyak 6 repetisi.

5. Durasi
Lama waktu pada work interval. Contoh, lari 220 yard berdurasi 33 detik.

6. Jarak
Jarak yang ditempuh dalam work interval. Contoh, 220 yard.

7. Frekuensi
Jumlah latihan yang dilakukan per minggunya.

8. Rancangan latihan interval


Berisi informasi yang berhubungan dengan jumlah set, repetisi, jarak, dan durasi work
dan relief interval. Contoh, sebuah rancangan interval training adalah sebagai berikut:

Set 1: 6 X 220 at 0:33 (1:39)


Keterangan :
6 = jumlah repetisi
220 = jarak
0:33 = durasi work interval dalam menit dan detik
(1:39) = durasi relief interval dalam menit dan detik

Variable Latihan Interval


Latihan interval dengan prinsip overload terdiri atas 5 variabel yaitu:

1. Durasi dan jarak work interval

2. Jumlah repetisi
3. Durasi relief interval
4. Jenis aktivitas yang dilakukan saat relief interval
5. Frekuensi latihan per minggunya
Ada banyak keuntungan yang bisa didapat dari sistem latihan interval dibandingkan dengan
metode latihan yang lain yaitu:

1. Control stres yang tepat

2. Pendekatan dengan system day-by-day, sehingga kemajuan dapat lebih mudah diketahui
3. Peningkatan level energi yang lebih baik dibandingkan dengan metode latihan yang lain
4. Program latihan ini dapat dilakukan di mana saja dan tidak membutuhkan alat khusus.

Memilih Jenis work pada Work Interval


Rancangan interval training bagi para atlet harus berisi tentang jenis latihan yang
dilakukan pada work interval dan latihan tadi merupakan latihan yang spesifik dengan cabang
olahraga yang digeluti atlet tersebut. Atlet renang berlatih renang dan atlet lari berlatih lari.
Sementara jika tujuannya adalah conditioning, umumnya jenis latihan yang dipilih
hendaknya sesuai dengan keinginan para atlet karena tujuannya adalah untuk kesenangan mereka
dan tidak menitikberatkan pada kemajuan spesifik performa (prestasi) atlet. Jenis latihan tadi
antara lain renang, jogging, lompat tali, bersepeda, atau senam kalistenik.

Manipulasi Variabel

1. Waktu dan jarak work interval


Rancangan latihan interval dibuat dalam pola yang berbeda-beda; durasi sama-intensitas
rendah, durasi menengah-intesnitas menengah, dan durasi pendek-intensitas tinggi. Rancangan
dibuat berdasarkan pada sistem energi apa yang akan dipakai karena system-sistem energi yang
ada berbeda-beda sesuai durasi work interval yang dilakukan. Kita harus dapat memahami
hubungan antara sistem energi utama yang dipakai dan durasi dalam work interval agar dapat
mengetahui bagaimana cara menentukan intensitas work interval dalam program latihan interval.
Ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk menentukan durasi dan intensitas yang
tepat pada work interval:

1. Metode heart rate (HR)


Target HR pada interval training merupakan presentase dari HRR atau HRmax seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk atlet usia SMA dan mahasiswa THR nya
sekitar 80-90% dari HRR atau antara 85-95% dari HRmax. Selain cara tadi, cara lain
yang juga bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan heart rate sehingga mencapai
180 kali/menit.

2. Metode menghitung jumlah repetisi work interval yang dilakukan per workoutnya. Jika
atlet tidak mampu menyelesaikan work yang ditargetkan (karena kelelahan) maka dapat
dikatakan jika intensitas work interval terlalu tinggi. Sebaliknya, jika atlet mampu dengan
mudah menyelesaikan seluruh work yang ditargetkan, maka intensitas work interval tadi
terlalu rendah dan harus ditingkatkan. Contoh, umumnya untuk lari 440 yard, atlet
mampu melakukannya antara 6-8 kali repetisi sebelum mencapai titik lelah.
3. Metode yang diciptakan oleh Wilt merupakan metode yang tepat untuk diterapkan dalam
rancangan latihan interval lari. Durasi waktu untuk menempuh 55-220 yard sebaiknya
antara 1,5-5 detik lebih lambat dan diukur dari garis running start. Contoh, jika seorang
atlet berlari 55 yard dari running start memakan waktu selama 6 detik, maka durasi dalam
latihan yang dianjurkan sejumlah 6+1,5=7,5 detik. Untuk jarak 110-220 yard, tambahkan
3-5 detik pada waktu terbaik yang mampu diselesaikan atlet dari running start. Jika
latihan lari lebih dari 440 yard, tiap-tiap lari dengan jarak tersebut kecepatan rata-ratanya
antara 3-4 detik lebih lambat daripada kecepatan rata-rata lari 440 yard pada perlombaan.
Contoh, seorang pelari 6 mil (miler) berlatih lari sejauh 880 yard, maka durasi rata-rata
lari per 440 yard adalah 90+3=93 dan 90+4=94.

Metode ini juga bisa diterapkan dalam olahraga berenang. Namun jarak yang ditempuh
dalam program renang menjadi ¼ bagian dari program latihan lari tadi.

2. Jumlah repetisi
Jumlah repetisi pada work interval menentukan panjang dan jauhnya jarak yang ditempuh
dalam latihan. Diperlukan jarak sekitar 1,5-2 mil untuk dapat mencapai kemajuan maksimal.
Jika misalnya kita bisa berlatih sejauh 220 yard pada hari tertentu, sebaiknya dilakukan
sebanyak 12-16 repetisi. Hal ini mengacu pada poin pada metode kedua yang telah
disebutkan sebelumnya.

Durasi dan jenis relief interval

1. Durasi relief interval


Recovery yang baik adalah indikasi yang baik agar bisa melakukan work interval atau set
selanjutnya. Contoh, untuk pria dan wanita di bawah umur 20 tahun, baik atletik maupun non
atletik, HR sebaiknya turun menjadi 140 kali/menit antar repetisi dan 120 kali/menit antar set.
HR bisa dihitung secara periodik pada relief interval dengan mengambil sampel dalam 6 detik
kemudian hasilnya dikalikan 10 untuk mengetahui jumlah HR/menitnya.
Selain menggunakan metode heart rate tadi, kita juga bisa menggunakan rasio work relief
untuk menentukan durasi relief interval yang tepat (halaman 303). Heart rate juga sebaiknya ada
di antara 120-140 beats/menit pada relief interval. Jarak work interval yang jauh (di atas 880
yard) biasanya memakai rasi work relief 1:1 atau 1:½. Jarak menegah (440-660 yard) menjadi
1:2, dan jarak pendek (di bawah 440 yard) rasio work relief sebaiknya 1:3 karena tingginya
intensitas pada lari jarak ini.
2. Jenis relief interval
Apa yang dilakukan pada saat relief interval sangatlah penting untuk dicermati karena
berhubungan secara langsung dengan sistem energi yang akan dipakai. Jenis relief interval terdiri
atas:

1. Istirahat : jalan, fleksi lengan dan kaki ; disebut juga rest-relief

2. Melakukan gerakan ringan : jalan cepat, jogging ; disebut juga work-relief


3. Kombinasi antar keduanya (a) dan (b).
Rest relief interval sebaiknya diterapkan dalam program latihan interval karena pada rest
relief interval ATP-PC diisi lagi dan dikembalikan ke otot untuk dapat dipakai kembali karena
ATP-PC merupakan sumber energi utama pada latihan interal jarak pendek. Sebaliknya, jika atlet
ingin memakai siatem LA sebagai sumber energi, atlet tersebut bisa menggunakan work relief
interval. Hal ini karena gerakan ringan yang dilakukan dalam work relief interval dapat
menghalangi proses pengisian kembali energi ATP-PC. Oleh karena itu, maka kemudian sistem
LA lah yang akan dipakai sebagai sumber energi pada work interval berikutnya. Work relief akan
dapat meningkatkan sistem LA. Kunci untuk mengubah sistem oksigen adalah dengan cara
melakukan pencegahan menumpuknya asa laktat. Oleh karena itu, kemudian dapat dikatakan
bahwa rest relief interval akan sesuai jika digunakan untuk meningkatkan sistem oksigen.

Program Latihan Interval Group


Latihan interval adalah metode yang umum digunakan para pelatih lari trek dan renang
untuk meningkatkan performa atletnya. Program latihan ini umumnya ditujukan untuk atlet
secara individual. Oleh karena itu, programnya akan selalu berbeda-beda seperti pada sprinter
menggunakan program latihan interval untuk sprinter, sementara untuk pelari jarak jauh (miler)
juga menyesuaikan latihan yang juga sesuai untuk pelari jarak jauh. Disamping itu, per individu
sprinter atau miler itu sendiri juga akan berbeda-beda sesuai kondisi yang dibutuhkan atlet
tersebut. Namun, walaupun program latihan interval tersebut berbeda-beda tiap atlet, tapi secara
umum latihan interval merupakan program yang efektif untuk melatih para atlet pada berbagai
cabang olahraga.
Selain untuk kalangan individu tadi, latihan interval juga bisa diterapkan dalam suatu
group atlet baik pria maupun wanita. Dalam hal ini, maka kita harus membuat semacam
rancangan program latihan pada group tersebut.
Ada beberapa kesimpulan yang bisa kita ambil dari system latihan interval. Diantaranya adalah
kita dapat:

1. Menentukan sistem energi apa yang perlu ditingkatkan.

2. Memilih jenis latihan apa yang sebaiknya dilakukan pada latihan interval.
3. Membuat rancangan program latihan berdasarkan pada energi apa yang ingin
ditingkatkan. Jumlah repetisi dan set, rasio work relief, jenis work interval, dsb. Durasi
latihan bisa dipakai sebagai acuan pada berbagai cabang olahraga. Namun, jika cabang
olahraga tersebut meliputi lari dan renang, maka akan lebih baik jika kita memakai acuan
jarak.
4. Menaikkan intensitas latihan dengan menggunakan prinsip overload.

Walaupun system latihan interval merupakan program yang baik digunakan untuk atlet
maupun non atlet. Ada beberapa metode lain yang juga bisa diterapkan untuk meningkatkan
performa. Namun, walaupun bisa diterapkan dalam berbagai cabang olahraga, seperti halnya
pada latihan interval, biasanya metode-metode di bawah ini utamanya ditujukan untuk lari trek
dan renang.

B. Continuous Running
Continuous running/swimming adalah metode lari jarak jauh. Wilt mengelompokkannya
menjadi 3 yaitu continuous slow running, continuous fast running, dan jogging. Dari ketiganya,
system aerobik atau oksigen lah yang dipakai sebagai sumber energi utama. Oleh karena itu,
maka program continuous running ini tujuannya dalah untuk meningkatkan kapastias endurance
(max VO2).

1. Contiunuous Slow Running


Continuous slow running berarti lari dalam jarak yang jauh dengan kecepatan pelan. Jenis
lari ini terkadang juga disebut dengan LSD (long slow distance) atau endurance dan aerobic
power traning. Walaupun umumnya pelan, tapi kecepatan pelari akan berbeda-beda. Contoh,
kecepatan 8 menit/mil. Untuk para atlet yang tidak berpengalaman dan 6 menit/mil bagi para
atlet kelas internasional. Dalam program ini, intinya adalah bukan pada hal kecepatan lari,
melainkan intensitas lari yang cukup untuk mencapai HR 70-75% HRR atau 80-85% HRmax.
Dalam metode latihan ini, jarak juga merupakan aspek penting yang berhubungan dengan
performa para atlet nantinya. Umumnya, atlet dapat berlari antara 2-5 kali jarak yang harus
ditempuh pada saat perlombaan. Pelari jarak 3 mil sebaiknya berlatih lari 6-12 mil, sementara
pelari 6 mil berlatih sejauh 12-18 mil. Untuk menghindari kejenuhan dikarenakan jaraknya yang
jauh, maka pelari dapat berlatih di alam bebas seperti lapangan golf atu jalan raya.
Metode continuous slow running juga bisa digunakan untuk berlatih lari marathon (26,2 mil)
dan ultra marathon (52,5 mil). Lalu kemudian bagaimana persiapan atlet untuk ikut lari ultra
marathon 52,5 mil? Ted Corbitt, seorang atlet lari, menganjurkan para atlet untuk melakukan
pola latihan yang pernah dijalaninya dalam seminggu yang meliputi lari 30 mil pada hari
Minggu, lari 20 mil pada hari-hari selanjutnya dalam seminggu (Senen sampai Sabtu), dan
tambahkan lagi lari 11,6-13 mil tiap malam dalam seminggu. Durasi latihan rata-rata yang dia
anjurkan adalah sekitar 4 jam per hari. Beberapa kali dalam sebulan, dia juga menambah porsi
latihannya dengan berlari sejauh 62 mil dalam sehari. Dalam sebulan latihan, total jarak yang
telah dia tempuh kira-kira sejauh 800 mil. Rata-rata dia memerlukan waktu sekitar 7-8 menit
untuk lari per mil nya karena seperti yang telah disampaikan tadi bahwa kecepatan bukanlah hal
yang utama dalam metode continuous slow running.

2. Continuous Fast Running


Continous fast running sangatlah berbeda jika dibandingkan continuous slow running.
Perbedaan-perbedaan tersebut ada dalam hal kecepatan, tingkat kelelahan yang lebih cepat
terjadi, dan juga jarak yang lebih pendek daripada continuous slow running. Untuk intensitasnya,
pada metode latihan ini target HR mendekati 80-90% dari HRR atau 85-95% dari HRmax.
Dengan metode ini, pelari jarak 880 yard sebaiknya berlatih lari sejauh ¾ - 1 ½ mil kemudian
ulangi 1 samapai 4 kali. Untuk pelari jarak 6 mil, berlatih lari sejauh 8-10 mil, dilakukan sekali
tapi harus dengan langkah yang cepat ataupun juga bisa berlari sejauh 4-5 mil namun ulangi
sekitar 2-3 kali. Pada saat istirahat antar setnya, bisa diisi dengan jalan dan jogging selama 5
menit.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai continuous running baik itu continuos slow
running maupun continuos fast running, metode ini digunakan untuk lari jarak jauh. Total mil
yang ditempuh atlet endurance per workout dan per minggunya merupakan faktor penting dalam
penerapan prinsip overload. Tiap-tiap atlet bisa jadi berbeda dalam hal pola latihannya. Bagi Ted
Corbitt, pola latihan yang cocok baginya mungkin dengan menghitung jarak yang dia tempuh per
bulannya selama latihan, tapi bisa jadi berbeda bagi atlet lain. Menurut Costill, dia menganjurkan
untuk berlatih lari sejauh 320-360 mil saja per bulannya. Dia menganjurkan untuk terus
menghitung jarak yang ditempuh per minggunya dalam siklus tiap 4 minggu sekali. Jarak terjauh
tiap siklus sebaiknya dilakukan pada minggu kedua dan keempat. Siklus kedua menunjukkan
prinsip overload yang progresif. Contoh, pada siklus kedua, jarak yang ditempuh per minggu
semuanya lebih meningkat dibandingkan dengan siklus pertama.

3. Jogging
Lari jogging sebenarnya meliputi semua tingkat kecepatan dalam berlari. Namun umumnya
jogging digolongkan ke dalam metode continuous slow running. Sekarang ini olahraga jogging
sangatlah popular dimana-mana terutama di antara orang-orang yang ingin menjaga kebugaran
tubuh dan kesehatan. Dengan jogging kita dapat melancarkan sistem kardiorespiratori,
melancarkan sirkulasi darah, dan juga mencegah penyaki jantung. Ada bermacam-macam
program jogging. Program basic dalam olahraga jogging diantaranya, ketika goal atau tingkat
yang satu telah tercapai, sebaiknya kita naikkan ke tingkat selanjutnya. Frekuensi jogging
sebanyak 3 kali seminggu, dengan jarak yang ditempuh sejauh 2 mil per latihan.

C. Repetition Running
Repetition running hampir sama dengan latihan interval. Namun bedanya adalah pada (1)
durasi dan jarak work interval dan (2) tingkat recovery antar repetisi. Jarak work interval pada
repetition running biasanya sejauh 880 yard-2 mil dan recoverynya membutuhkan waktu yang
lebih lama yaitu hingga HR turun menjadi kurang dari 120 kali/menit. Tujuan utama dari
repetition running adalah merangsang atlet agar terbiasa dengan tingkat stress yang dialami pada
saat perlombaan.
Ada 2 bentuk dasar pada repetition running yaitu:

1. Berlari sejauh 1 ½ kali jarak yang ditempuh pada perlombaan dengan kecepatan sama
atau lebih cepat. Kemudian ulangi sehingga jarak yang ditempuh menjadi sejauh 1,5
sampai 2 kali jarak pada lomba. Contoh, dalam lomba seorang pelari biasanya memakan
durasi 4 menit 30 detik, maka dia sebaiknya berlatih lari 3 sampai 4 kali jarak pada
lomba, tiap setengah mil waktunya sekitar 2:10 sampai 2:15. Ingat, durasi recovery antar
repetisi harus lama/mendekati lengkap.
2. Berlari sejauh ¾ kali dari jarak lomba dengan kecepatan lebih pelan. Repetisi sekitar 1,5
hingga 2 kali jarak lomba. Contoh, pelari 2 mil yang biasanya memakan waktu 10 menit
dapat berlatih lari 2 sampai 3 repetisi dengan 1 ½ mil tiap repetisinya dan dengan
kecepatan yang memakan waktu sekitar 7:48. Kecepatan ditentukan dengan mengambil
kecepatan rata-rata tiap ¼ mil kemudian ditambah 3 detik. Dalam contoh tadi, 75+3=78
detik, rata-rata per 440 yard x 6 x ¼ mil = 7:48 per 1 ½ mil.
Pada metode repetition running, kita dapat meningkatkan kapasitas aerobic dan sekaligus
kapasitas anaerobic tegantung pada kecepatan lari atlet.

D. Speed Play atau Fartlek Training


Pola latihan ini sebenarnya merupakan awal dari terciptanya pola latihan interval. Dalam
speed play, kita berlari cepat berganti pelan dan sebaiknya. Berlari di alam bebas dan tidak
terpaku pada work dan relief interval baik dalam jarak maupun durasinya. Porsi lari tergantung
pada keinginan dan kebutuhan pelarinya apakah akan lari cepat atau pelan. Seperti halnya
interval training, program latihan speed play dapat meningkatkan baik kapasitas aerobik maupun
non aerobik. Contoh program speed play atau fartlek training yang dapat dipakai adalah sebagai
berikut:

1. Pemanasan lari pelan 5-10 menit.


2. Lari cepat dengan kecepatan tetap sejauh ¾ sampai 1 ¼ mil.

3. Jalan cepat 5 menit.


4. Lari pelan, lalu sprint 65-75 yard, ulangi hingga terasa capek.
5. Lari pelan, tambahkan 3-4 langkah lari cepat.
6. Lari full speed pada permukaan naik sejauh 175 sampai 200 yard.
7. Lari cepat (permukaan datar) selama 1 menit.
8. Akhiri dengan lari 1 sampai 5 lap trek, tergantung jarak trek pada saat lomba.
Contoh lain dari program speed play adalah sebagai berikut:

1. Jogging 10 menit untuk pemanasan

2. 4 menit kalistenik
3. 1 sampai 2 kali lari cepat sejauh ¾ sampai 1 ¼ mil. Kecepatannya kira-kira ¾ dari
kecepatan maksimal. Kemudian jalan 5 menit untuk relief intervalnya.
4. 4 sampai 6 kali lari sprint akselerasi sejauh 150 yard (jogging 50 yard, lari agak cepat 50
yard, sprint 50 yard, dan kemudian jalan 50 yard untuk relief intervalnya.
5. 4 sampai 6 kali lari 440 yard sedikit lebih cepat daripada kecepatan pada saat lomba.
Jogging 440 yard pada relief intervalnya.

6. Jalan 10 menit.
7. Continuous slow running 2 menit.
8. 8 sampai 12 kali lari dengan kecepatan lebih pelan 1 ½ sampai 2 ½ kali dari sprint.
Jogging 110 yard pada relief interval dan kemudian jalan 5 menit.
9. Jogging 1 mil untuk pendinginan.

5. Sprint Tarining
Jenis latihan ini dilakukan sprinter untuk menigkatkan kecepatan (sistem ATP-PC) dan
kekuatan otot dengan cara lari sprint berulang-ulang pada kecepatan maksimal. Umumnya, untuk
mencapai kecepatan maksimal dalam berlari, dari garis start kita membutuhkan waktu sekitar 6
detik. Oleh karena itu, sprinter sebaiknya berlari hanya sejauh 60 yard untuk mengetahui top
speednya. Recovery dalam sprint harus sempurna karena sprint dilakukan dengan kecepatan dan
intensitas tinggi.

Sprint Interval
Sprint interval adalah metode latihan dimana seorang atlet berlari berubah-ubah 50 yard
sprint dan 50 yard jogging dengan jarak sejauh 3 mil sprint dan 50 yard jogging contoh, untuk
jarak 440 yard, sprinter berlari sprint 4 x 50 yard dan jogging 60 yard setelah sprint, kemudian
ulangi 12 kali. Dalam hal ini, mungkin telah terjadi kelelahan pada sprinter di beberapa set awal
sprint interval yang menyebabkan atlet tadi tidak dapat berlari pada top speed selama set-set
berikutnya. Faktor ini kemudian menjadikan metode latihan interval sprint ini hanya sesuai
untuk meningkatkan kapasitas anerobik, selain itu juga karena faktor jarak yang harus ditempuh
dalam latihan sprint interval ini yang mencapai 3 mil jauhnya.
Acceleration Sprint
Acceleration sprint merupakan metode lari yang pada pelaksanaanya atlet harus berlari dengan
kecepatan yang meningkat secara teratur dari awalnya jogging, striding (lari agak cepat), dan
sprint. Ketiganya dapat dilakukan dengan jauh yang seimbang antara 50 yard, 110 yard, ataupun
juga 120 yard. Kemudian untuk recovery nya bisa dilakukan dengan berjalan. Contoh, sprinter
berlari 50 yard jogging, 50 yard striding, dan 50 yard sprint, recovery jalan kaki 5 menit, dan
kemudian ulangi set tadi. Oleh karena recovery antar repetisi tidaklah sempurna, maka jenis
latihan ini hanya bertujuan untuk menigkatkan kecepatan dan kekuatan atlet. Selain itu, program
latihan ini juga baik bila dilakukan dalam cuaca atau suhu dingin karena adanya unsure
kecepatan yang meningkat dari mudah ke sulit yaitu dari yang awalnya jogging tadi kemudian
meningkat jadi lari sprint sehingga hal itu kan mengurangi kemungkinan terjadinya cedera pada
atlet.

Hollow Sprint
Hollow sprint dilakukan dengan 2 kali sprint diselingi dengan hollow period di antara
sprint tadi dengan jogging atau jalan kaki. Lari sprint tersbut dilakukan berulang-berulang; satu
repetisi meliputi sprint 60 yard, jogging 60 yard, dan kemudian berjalan 60 yard. Interval yang
sama juga bisa dilakukan dengan jarak lebih jauh tapi tidak boleh melebihi 220 yard.

Aplikasi Metode-metode Latihan pada Berbagai Cabang Olahraga


Walaupun rancangan tsb ditujukan untuk para atlet trek yang berbeda, kita juga bisa
menggunakannya untuk berbagai cabang olahraga lainnya ataupun aktivitas-aktivitas lain yang
membutuhkan adaptasi minimal di dalamnya. Contoh, acceleration sprint, hollow sprint, interval
sprint, ataupun juga sprint training yang kemudian di sesuaikan untuk pemain sepak bola seperti
yang tersebut di bawah ini:

1. Lari sprint sejauh 40 sampai 50 yard.

2. Lari mundur dan menyamping.


3. Stop-and-go sprint (lari sprint 5 yard, berhenti dan kemudian menyentuh tanah, lakukan
berulang-ulang hingga total sejauh 40-50 yard.
Satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa metode tadi sebenarnya berhubungan dengan
hal-hal yang juga dilakukan dalam bermain sepak bola. Selain itu, dengan melakukan pola
latihan tersebut, maka sistem metabolism atlet akan mengalami peningkatan secara signifikan.
Kemudian mungkin ada satu hal ingin ditanyakan; metode latihan mana yang cocok untuk
diterapkan pada berbagai cabang olahraga? Jawaban untuk pertanyaan ini adalah kembali pada
seberapa besar metode-metode latihan yang bermacam-macam tadi mampu menigkatkan
kapasitas sistem energi yang berbeda-beda pada tubuh atlet. Jika acuan ini kita gabungkan
dengan pengetahuan tentang sistem energi yang dipakai dalam cabang olahraga atlet, maka
diharapkan pelatih akan dapat memilih metode latihan yang terbaik untuk meningkatkan peforma
atlet.
Informasi tentang berbagai cabang olahraga beserta sistem energi apa saja yang diapaki
dapat, informasi yang berhubungan dengan metode-metode latihan untuk peningkatan system
energy atlet, perhatikan juga system energy dalam olahraga tersebut dikelompokkan menjadi satu
seperti ATP-PC dan LA, LA dan O2, dan O2. Selain itu, ada pula beberapa metode latihan yang
dapat menigkatkan system energi yang sama pada level yang sama pula. Contoh, acceleration
sprint, dan how sprint, keduanya mampu meningkatkan sistem energi yang sama dengan level
yang sama pula. Sementara itu, untuk interval training, metode ini memang bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas baik sistem aerobik maupun anaerobik atau malah 3 sistem sekaligus
dalam level yang sama.
Presentase kemajuan hanyalah sebuah perkiraan karena informasi ilmiah tentang system
tentang kenaikan sistem energi pada metode-metode latihan tadi belum begitu banyak tersedia.
Namun, pemilihan metode latihan yang tepat pada berbagai cabang olahraga tetap dapat
dilakukan dengan cara mencocokkan informasi yang ada. Contoh, jika atlet akan berlatih lari 2
mil, maka bisa diketahui level penggunaan sistem energi pada lari 2 mil. Dapat dikonsultasikan
dengan pelatih agar kemudian dapat ditentukan metode latihan mana yang sesuai untuk tujuan
peningkatan sistem energi. Dua metode latihan yaitu interval training dan speed play akan
meningkatkan tiap sistem energi dalam jangkauan yang tepat. Selain itu, untuk metode lain
seperti repetition running, kita dapat memperkirakan kemajuan sistem energi apa yang
dibutuhkan atlet. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa salah satu dari ketiga metode tadi dapat
juga digunakan dalam cabang olahraga renang gaya bebas 400 meter ataupun olahraga
mendayung.

Rangkuman
Prinsip dasar dalam tiap program latihan adalah (1) untuk mengetahui sistem energy
utama yang dipakai dalam latihan/pertandingan, dan (2) Dengan menggunakan prinsip overload,
untuk merancang suatu program latihan yang dapat meningkatkan sistem energi tertentu yang
kita pakai dalam berlatih/bertanding sehingga akan menjadi lebih baik dari cabang olahraga yang
lain. Sistem energi utama dalam tiap aktivitas dapat diketahui berdasarkan lama waktunya.
Intensitas latihan dengan prinsip overload haruslah mendekati maksimal, untuk program
latihan endurance, intensitas latihan dapat ditentukan dengan cara melihat pada (1) respon HR
selama latihan dan atau (2) ambang batas anaerobic (anaerobic threshold). Dalam metode heart
rate, target heart rate nya (THR) antara 80-90% heart rate reserve (HRR) ditambah resting heart
rate (HRrest) atau antara 85-95% dari maksimal heart rate (HRmax). HRR dihitung dari selisih
antara HRmax dan HRrest. Sementara HRmax sendiri adalah didapatkan dengan cara
HRmax=220-umur. HRrest didapatkan dengan cara menghitung denyut di arteri, seperti karotik
arteri yang ada di leher.
Dalam metode anaerobic threshold, pada saat berlatih endurance, intensitas latihan
haruslah berada sedikit di atas anaerobic threshold. Anaerobic threshold merupakan intesnitas
latihan dimana metabolisme anaerobik (akumulasi asa laktat) mulai muncul dengan cepat. Untuk
mengetahui anaerobic threshold, dapat dilakukan dengan cara memonitor pernafasan/menit atau
konsentrasi asam laktat darah dalam suatu latihan yang progresif. Selama latihan dengan
menggunakan metode anaerobic threshold, umumnya HR rata-ratanya mencapai 91% dari
HRmax.
Pada program latihan anaerobik (sprint), HR sebaiknya mencapai 180 kali/menit atau
lebih. Anaerobic threshold umumnya akan meningkat karena sprint merupakan latihan anaerobik
yang dilakukan dengan kekuatan maksimal.
Faktor penting yang lain dalam prinsip overload meliputi frekuensi dan durasi latihan. Makin
sering frekuensi dan lama durasi latihan merupakan aspek yang lebih penting dalam latihan
endurance dan tidak terlalu penting dalam latihan sprint.
Latihan off season haruslah terdiri atas latihan beban dan lari intensitas rendah. Preseason
meliputi angkat beban dan aerobic intensitas tinggi atau program latihan anaerobik. Sementara
untuk latihan in season terdiri atas lari, angkat beban, latihan drill, scrimmages, dan competitive
performance.
Pemanasan sebelum memulai latihan bertujuan meningkatkan temperature tubuh dan otot
yang kemudian dapat pula meningkatkan metabolism otot, aliran darah, persediaan oksigen, dan
menghindari terjadinya kram dan nyeri otot. Gerakan pemanasan terdiri atas stretching, senam
kalistenik, dan latihan ringan. Sementara untuk pendinginan, gerakannya meliputi gerakan-
gerakan yang sama dalam pemanasan tapi dilakukan dalam urutan yang terbalik. Pendinginan
bertujuan untuk mempercepat recovery dan mengurangi kemungkinan terjadinya kepala pening
atau bahkan pingsan setelah latihan yang berat.
Sistem latihan interval terdiri atas work dan relief yang dilakukan bergantian. Latihan
intermittent memperlambat terjadinya kelelahan tubuh dan dapat meningkatkan intensitas ke arah
maksimal selama work interval. Manipulasi durasi dan jarak work interval, jumlah repetisi, dan
durasi dan jenis relief interval dapat dilakukan untuk merancang suatu program yang paling tepat
bagi para atlet maupun non atlet.
Metode-metode latihan lain seperti continuous slow running (LSD), continuous fast running,
jogging, dan interval sprint mempunyai tujuan utama untuk peningkatan sistem oksigen.
Sementara untuk sprint training dan hollow sprint berguna untuk meningkatkan sistem energi
ATP-PC dan LA. Terakhir, untuk interval training, repetition running, speed paly (fartlek
training akan mampu meningkatkan sistem aerobik dan juga anaerobik.

SOAL

1. Jelaskan kelebihan dan kekuarangan dari metode latihan interval dan kontinnyus !
2. Buatlah contoh penerapan metode -metode latihan yang ada dalam sebuah program
latihan untuk peningkatan prestasi cabang olahraga permainan (cabor pilih sendiri)
DAFTAR PUSTAKA:

1. Astrand PO Rodahl K. 1986.Texbook of Work Physiology, Physiological Basis of


Exhercise. Third Edition. USA: Lea and McGraw Hill Book Company.
2. Bompa TO. 1989. The Theory and Methodology of Training. USA: Kendall/Hunt
Publishing Company.
3. Bouchard C, Shepard BJ, Stephen T, Sutton JR, McPearson BD. 1990. Exercise, Fitness
and Health. Illionis: Human Kinetic Publisher Co.
4. Brooks GA, Fahey TD. 1984. Exercise Physiology, Human Bioenergetic and Its
Aplication. New York: John Willey & Sons.
5. Cooper KH. 1993. Aerobik. Jakarta: Penerbit Gramedia.
6. Fox E. 1984. Sport Physiology. 2nd Edition. New York: CBS College Publising.
7. Fox EL, Bowers RW, Foss ML. 1988. The Physiological Basis of Physical Education
and Athletics. 4th Ed. USA: Sounders College Publishing.
8. Ganong WF, 1987, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Buku Kedokteran. Jakarta ECG.
9. Janssen PGJM, 1993. Latihan-Laktat-Denyut Nadi. Penerjemah M.M. Pringgoatmodjo
dan Mutalib Abdillah, penyunting Peni KS Mutalib. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
10. Junusul Hairy, 1989, Fisiologi olahraga Jilid I. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.
11. Martini FH, Ober WC, Garisson CW, Welch K, Hutchings RT. 2006. Fundamentals of
Anatomy & Physiology. 7th Ed. USA: Pearson Benjamin Cummings.
12. Robert I. Macey, 1987, The Physiology Coloring Book, Harper Collins Publiser
13. Santoso Giri Wijoyo HYS, 2010, Ilmu faal olahraga.Edisi 8. Bandung: FPOK
Universitas Pendidikan Indonesia
14. Soekarman R. 1987. Dasar Olahraga Untuk Pembina, Pelatih dan Atlet. Jakarta: Inti
Idayu Press
15. Viru A. 1985. Hormones In Muscular Activity. Florida: CRC Press Inc.
16. Winter EM, et al. 2007. Sport and Exercise Physiology Testing. Volume Irouttledge
Taylor & Francis Group. London.

You might also like