Professional Documents
Culture Documents
Untuk penelitian ini, penulis akan mengambil studi kasus pada rumah tinggal yang berada
di komplek perumahan yang memiliki pemakaian material atap yang berbeda sebagai
perbandingan dalam penelitian ini. Perkembangan tuntutan kehidupan manusia
memerlukan tempat hunian sebagai tempat perlindungan dari pengaruh cuaca,
keamanan, kesehatan dan keberlangsungan kehidupan. (Hidayat, 2008), Untuk itu, pemilihan
material penutup atap dan konstruksi yang tepat menjadi penting dalam mengoptimalkan
perannya dalam membendung dan mengangkut panas .
1.2 Genteng
Genteng merupakan bagian utama dari suatu bangunan sebagai penutup atap
rumah. Fungsi utama genteng adalah menahan panas sinar matahari dan guyuran air
hujan. Jenis genteng bermacam-macam, ada genteng beton, genteng tanah liat,
genteng keramik, genteng seng dan genteng kayu (sirap). Berikut ada beberapa jenis
genteng yang popular saat ini diantaranya:
1. Genteng Metal
Bentuk dari genteng metal ini mirip seng yang berupa lembaran. Genteng ini
ditanam pada balok gording rangka atap, menggunakan sekrup, bentuk lain berupa
genteng lembaran.
2. Seng
Atap ini sebenarnya dibuat dari lembaran baja tipis yang diberi lapisan zinc secara
elektrolisa. Tujuannya untuk membuatnya menjadi tahan karat. Jadi, kata seng
berasal dari bahan pelapisnya. Jenis ini akan bertahan selama lapisan zinc ini belum
hilang, yang terjadi sekitar 30 tahun.
3. . Genteng Keramik
Bahan dasar genteng keramik ini berasal dari tanah liat. Namun genteng ini telah
mengalami proses finishing yaitu lapisan glazur pada permukaannya. Lapisan ini
dapat diberi warna yang beragam dan melindungi genteng dari lumut. Umurnya bisa
20 – 50 tahun .
4. Genteng beton
Bentuk dan ukurannya hampir sama dengan genteng tanah tradisional, hanya
bahan dasarnya adalah campuran semen PC dan pasir kasar, kemudian diberi
lapisan tipis yang berfungsi sebagai pewarna dan kedap air. Sebenarnya atap ini bisa
bertahan hampir selamanya, tetapi lapisan pelindungnya hanya akan bertahan antara
30 tahun hingga 40 tahun. (Aryadi, Y., 2010)
Tabel 2.2. Suhu Nyaman menurut Standar Tata Cara PerencanaanTeknis Konservasi Energi
pada Bangunan Gedung Sumber: Bangunan Tropis, Georg. Lippsmeier
Menurut Humphreys (1981) bahwa suhu nyaman sangat diperlukan agar produktifitas
maksimal, dengan suhu tubuh konstan + 37˚C (tubuh tidak melakukan usaha apapun, seperti
: menggigil atau berpeluh untuk mencapai 37˚C). Sekali lagi untuk memenuhi prinsip
sustainable design, lebih baik memakai cara yang alami yaitu, mengalirkan udara dalam
ruangan sehingga tercapai kenyamanan yang diiginkan.
Menurut Fanger (2005) menyatakan aspek yang berpengaruh dalam kenyamanan
thermal adalah:
- Rentang temperatur : (24-28)˚C,
- Kelembaban (RH) : (40-60)%,
- Aliran udara (air velocity): 0 – 0,20 m/dtk,
- Laju metabolisme tubuh/aktivitas,
- Tahanan pakaian
2 METODE
2.1 JENIS PENELITIAN
Jenis metode penelitian komparatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
2.2 LOKASI PENELITIAN
Lokasi studi kasus pada penelitian ini berada di Komplek Perumahan Puri Asih -
Pasar kemis Kabupaten Tangerang yang mengangkat dua bangunan rumah tinggal
yang memiliki jenis penutup atap yang berbeda yaitu atap yang menggunakan
material atap berupa Dak Beton dan Genteng Asbes yang akan diteliti tingkat
kenyamanan Termalnya yang lebih baik di kedua bangunan tersebut.
2.3 PERALATAN PENELITIAN
Pada penelitian ini penulis menggunakan beberapa peralatan penelitian yaitu:
1. Infrared thermometer (untuk mengukur suhu permukaan)
2. Hygrometer thermometer (untuk mengukur suhu ruang dalam dan luar)
3. Anemometer untuk mengukur kecepatan angin.
2.4 METODE PENGOLAHAN DATA
• Metode Pengolahan Data dilakukan untuk mendapatkan nilai dari variabel yang
akan diamati. Pada metoda ini menggunakan perhitungan Matematis dan grafik
data, dari beberapa faktor kenyamanan termal yaitu suhu udara (Ta),
kecepatan udara ( Va), kelembaban (Rh).
2.5 VARIABEL YANG DIAMATI :
• Variabel penelitian dimaksudkan untuk memberikan batasan pembahasan
didalam penelitian. Variabel Penelitian yang akan diamati adalah sebagai
berikut :
Suhu Udara (Ta)
Kecepatan Udara (Va)
Kelembaban (Rh)
Suhu Permukaan
2.6 VARIABEL-VARIABEL TERIAKAT YAITU :
• Karakteristik Termal Ruang
31
30
DAK
29
28 ASBES
WAKTU (JAM)
KARAKTERISTIK KELEMBABAN
100%
KELEMBABAN (%)
80%
60%
40%
KELEMBABAN DAK
20%
0% KELEMBABAN ASBES
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
WAKTU (JAM)
31
30 PERMUKAAN DINDING
29 DAK
28
16.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
17.00
18.00
19.00
PERMUKAAN DINDING
ASBES
WAKTU (JAM)
31
29
27 KACA ATAP DAK
25
KACA ATAP ASBES
WAKTU (JAM)
34
29 PLAFOND DAK
24 PLAFOND ASBES
WAKTU (JAM)
30
29
28 LANTAI DAK
27 LANTAI ASBES
WAKTU (JAM)
44
34
ATAP DAK
24 ATAP ASBES
WAKTU (JAM)
0.2
WAKTU (JAM)
34
32
30
28 ATAP DAK BETON
ATAP ASBES
PERBANDINGAN SUHU
B. Suhu kelembaban tertinggi terdapat pada rumah beratap dak dan kecepetan angin
lebih banyak pada rumah yang beratap dak dibandingkan dengan asbes.
C. Dari segala aspek yang telah di teliti dan diukur terlihat bahwa semua hasil penelitian
menyatakan bahwa semua pengukuran menyatakan karakteristik termal dari rumah
yang beratap asbeslah yang lebih tinggi tingkat panasnya dibandingkan dengan
rumah yang memakai material atap dak namun pada aspek pengukuran pada
permukaan atap suhu yang lebih tinggi terjadi pada rumah yang memakai material
atap dak, menurut hasil penilitian saya atap dak bila telah terkena panas sulit untuk
menurunkan/ meninggalkan panasnya sedangkan atap asbes bila terkena panas dan
kondisi cuaca telah turun atap asbes lebih cepat mengikuti kondisi cuaca jadi lebih
cepat menurunkan panas dibandingkan dengan atap dak.
SARAN
A. Pemasangan plafon yang tinggi, sehingga udara yang ada di dalam dapat berputar
dan keluar masuk angina lebih baik dengan demikian ruang terasa lebih dingin dan
sejuk. Pemasangan plafon yang ideal setidaknya mencapai ketinggian 4m dari
permukaan lantai.
B. Gunakanlah alumunium foil pada rekonstruksi atap sebab bahan ini mampu
memberikan banyak manfaat pada atap. Sinar matahari dapat dipantulkan dan
diserap oleh atap dengan demikian, setiap ruangan yang ada dibawahnya terasa
panas oleh karena itu dapat digunakan alumunium foil dengan daya serap dan daya
pantul panas yang tinggi.
C. Sebaiknya bagian keliling rumah diberi pepohonan, agar dapat meredam panas dan
juga sebagai peneduh.
D. Sebaiknya beri bukaan jendela pada bagian belakang rumah karena sangat
berpengaruh terutama ventilasi terhadap keluar masuknya udara dalam ruangan,
sehingga ruangan dapat menurun suhu udara panasnya.
5 RREFERENSI
Ariyadi, Yulli. 2010. Pengujian Karakteristik Mekanik Genteng. Program Studi Teknik Mesin.
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.
ASHRAE Model , 2004. United States 16 April 2005 www.ecoology.com / why the roof.htm
Sustainable energy authority Victoria, 2002, “Choosing a Cooling System”,
Fanger, P.O. 2005. Menciptakan Kenyamanan Thermal Dalam Bangunan.
http://www.google.com/kenyamanan+termal/http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234
56789/15895/1/sti-jul2005-%2520(26).pdf. Program Studi Arsitektur USU. Sumatera
Utara. 18 Mei 2013.
Humphreys, Peter and Williamson Nicole. 2012. Faktor Kenyamanan Thermal.
http://dosen.narotama.ac.id/wpcontent/ uploads/2012/12/FAKTORKENYAMANAN-
TERMAL1.doc. Universitas Narotama Surabaya. Surabaya, 19 Mei 2013.
Hidayat . (2008). ANALISIS KONSERVASI ENERGI LISTRIK PADA BANGUNAN RUMAH
TINGGAL SKALA MENENGAH
Kreith, F., 1976, Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas, edisi ketiga, (Alih Bahasa: A Prijono),
Erlangga:Jakarta
Lippsmeier, Georg. 1994. Tropenbau Building in the Tropics, Bangunan Tropis (terj.), Jakarta:
Erlangga.
Nugroho, M.A. 2011. A Preliminary Study of Thermal Environment in Malaysia’s Terraced
Houses, Journal and Economic Engeneering: 2(1), 25-28
Prianto, and Dwiyanto. (2013), Profil Penutup Atap Genteg Beton Dalam efisiensi Energi
Listrik Pada Skala Rumah Tinggal. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro Semarang.
Soegijanto, 1999. Bangunan di Indonesia dengan Iklim Tropis Lembab Ditinjau dari Aspek
Fisika Bangunan, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung. Hal : 2;124)