You are on page 1of 15

PERBANDINGAN MATERIAL ATAP DAK BETON DAN

ASBES DALAM ASPEK KARAKTERISTIK TERMAL (DI


KOMPLEK PERUMAHAN PURI ASIH PASAR KEMIS
KABUPATEN TANGERANG)

Ridho Handayani dan Muji Indarwanto


Program Studi Arsitektur, Universitas Mercu Buana, Jakarta-Indonesia
e-mail: idohandayani@gmail.com
ABSTRACT
The roof of the building has a very important role both functionally and
aesthetically. Functionally, the roof is the most substantial role in providing
protection against the climate as part of the building most exposed to heat and
rain. Thermal comfort at home is very influential in the comfort of the occupants
of the residence. Especially the people who live in tropical areas such as
Indonesia country. At the present time many factors causing temperature
changes comfort, one of which is the building on the roof covering material used.
The purpose of this study is to determine the ratio of the thermal characteristics
of the building that uses materials and asbestos concrete roof of the two types of
the house which has the higher thermal characteristics. This study uses
quantitative methods to the processing of various aspects of temperature
measurement in the analysis using graphs with many measurement points room
temperature, kelembababan, surface temperature roof, walls, windows, floors
and ceilings. The results of this study is the kind of house that uses the roof
material does have a higher thermal characteristics
Keywords: roof, thermal characteristics, thermal comfort
ABSTRAK
Atap bangunan mempunyai peran yang sangat penting baik secara fungsional
maupun secara estetis. Secara fungsional atap merupakan bagian yang paling
besar perannya dalam memberikan perlindungan terhadap iklim karena
merupakan bagian bangunan yang paling banyak terpapar panas dan hujan.
Kenyamanan termal pada rumah sangat berpengaruh dalam kenyamanan bagi
penghuni rumah tinggal. Terlebih masyarakat yang tinggal di daerah tropis
seperti negara indonesia. Di masa kini banyak faktor penyebab perubahan suhu
kenyamanan, salah satunya yaitu pada material bangunan pada penutup atap
yang digunakan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbandingan
karakteristik termal pada bangunan yang memakai material atap dak beton dan
asbes dari kedua jenis rumah tersebut manakah yang memiliki karakteristik
termal yang lebih tinggi. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan
pengolahan dari berbagai aspek pengukuran suhu yang di analisis
menggunakan grafik dengan banyak titik-titik pengukuran suhu ruangan,
kelembababan, suhu permukaan atap, dinding, jendela, lantai, plafon. Hasil dari
penelitian ini adalah jenis rumah yang memakai material atap apakah yang
memiliki karakteristik termal yang lebih tinggi
Kata Kunci: atap, karakteristik termal , kenyamanan termal
1 PENDAHULUAN
Atap bangunan mempunyai peran yang sangat penting baik secara fungsional
maupun secara estetis. Secara fungsional atap merupakan bagian yang paling besar
perannya dalam memberikan perlindungan terhadap iklim karena merupakan bagian
bangunan yang paling banyak terpapar panas dan hujan (Soegijanto, 1999)
Dalam upaya mencapai kenyamanan termal bangunan, semua material komponen
bangunan (lantai, dinding, atap dan komponen pelengkapnya), bentuk massa bangunan, dan
orientasi bangunan terhadap matahari, masing-masing memiliki kontribusi. Semua itu pada
akhirnya akan berdampak terhadap bagaimana perilakunya dalam menghadapi iklim
setempat. Dalam hal ini faktor iklim yang berperan penting antara lain ialah karakter radiasi
matahari, kecepatan angin rata-rata, suhu, kelembaban, dan curah hujan. Dampak yang
paling signifikan akan terjadi pada permukaan bangunan yang paling banyak terekspos sinar
matahari, sehingga hasilnya akan berbeda pada jenis bangunan yang berbeda. Sebagai
contoh, pada bangunan berlantai banyak, selubung bangunan vertikal atau dinding terluarnya
akan cenderung lebih diperhatikan untuk meninjau kenyamanan termalnya. Sedangkan pada
bangunan bentang lebar dan landed seperti perumahan, atap menjadi aspek penting dalam
menentukan kenyamanan termal bangunannya. Seperti yang telah diutarakan di atas, atap
sebagai komponen penutup bangunan rumah, khususnya di daerah tropis, merupakan
permukaan bangunan yang paling banyak terekspos oleh radiasi sinar matahari .(Lippsmeier,
George 1994)

Untuk penelitian ini, penulis akan mengambil studi kasus pada rumah tinggal yang berada
di komplek perumahan yang memiliki pemakaian material atap yang berbeda sebagai
perbandingan dalam penelitian ini. Perkembangan tuntutan kehidupan manusia
memerlukan tempat hunian sebagai tempat perlindungan dari pengaruh cuaca,
keamanan, kesehatan dan keberlangsungan kehidupan. (Hidayat, 2008), Untuk itu, pemilihan
material penutup atap dan konstruksi yang tepat menjadi penting dalam mengoptimalkan
perannya dalam membendung dan mengangkut panas .

1.1 Pengertian Atap


Atap adalah penutup bangunan untuk mencegah masuknya air hujan, salju,
cahaya matahari dan lain-lain. Atau, merupakan suatu tempat tinggal manusia atau
anggota keluarga yang tinggal di bawah suatu atap atau rumah. Dibagian atas rumah
akan selalu ada bagian yang melindungi setiap orang yang tinggal didalamnya yang
diebut atap. (Prianto, dan Dwiyanto. 2013)

1.2 Genteng
Genteng merupakan bagian utama dari suatu bangunan sebagai penutup atap
rumah. Fungsi utama genteng adalah menahan panas sinar matahari dan guyuran air
hujan. Jenis genteng bermacam-macam, ada genteng beton, genteng tanah liat,
genteng keramik, genteng seng dan genteng kayu (sirap). Berikut ada beberapa jenis
genteng yang popular saat ini diantaranya:

1. Genteng Metal
Bentuk dari genteng metal ini mirip seng yang berupa lembaran. Genteng ini
ditanam pada balok gording rangka atap, menggunakan sekrup, bentuk lain berupa
genteng lembaran.
2. Seng
Atap ini sebenarnya dibuat dari lembaran baja tipis yang diberi lapisan zinc secara
elektrolisa. Tujuannya untuk membuatnya menjadi tahan karat. Jadi, kata seng
berasal dari bahan pelapisnya. Jenis ini akan bertahan selama lapisan zinc ini belum
hilang, yang terjadi sekitar 30 tahun.

3. . Genteng Keramik
Bahan dasar genteng keramik ini berasal dari tanah liat. Namun genteng ini telah
mengalami proses finishing yaitu lapisan glazur pada permukaannya. Lapisan ini
dapat diberi warna yang beragam dan melindungi genteng dari lumut. Umurnya bisa
20 – 50 tahun .

4. Genteng beton
Bentuk dan ukurannya hampir sama dengan genteng tanah tradisional, hanya
bahan dasarnya adalah campuran semen PC dan pasir kasar, kemudian diberi
lapisan tipis yang berfungsi sebagai pewarna dan kedap air. Sebenarnya atap ini bisa
bertahan hampir selamanya, tetapi lapisan pelindungnya hanya akan bertahan antara
30 tahun hingga 40 tahun. (Aryadi, Y., 2010)

1.3 Perpindahan Panas


Perpindahan panas adalah proses terjadinya transport energi, bila dalam suatu
sistem tersebut terdapat gradien temperatur, atau bila dua sistem yang
temperaturnya berbeda disinggungkan, maka akan terjadi perpindahan energi. Energi
yang dipindahkan dinamakan kalor atau panas. (Kreith, F., 1976)

1. Perpindahan panas secara konduksi


Perpindahan panas konduksi adalah mekanisme perpindahan panas yang terjadi
dengan suatu aliran atau rambatan proses dari suatu benda yang bertemperatur
tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah atau dari suatu benda ke benda lain
dengan kontak langsung dengan kata lain proses perpindahan panas secara
molekuler dengan perantara molekul-molekul yang bergerak. Perpindahan panas
konduksi dapat berlangsung pada zat padat, cair dan gas. (Prianto, dan Dwiyanto.
2013)

2. Perpindahan panas secara konveksi


Perpindahan panas konveksi ialah mekanisme perpindahan panas yang terjadi
dari satu benda ke benda yang lain dengan perantaraan benda itu sendiri.

3. Perpindahan panas radiasi


Perpindahan panas radiasi adalah perpindahan panas dari suatu benda ke
benda lain dengan bantuan gelombang elektromagnetik, dimana tenaga ini akan
diubah menjadi panas jika tenaganya diserap oleh benda yang lain.

1.4 KENYAMANAN TERMAL


Kenyamanan termal dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi pikiran yang
mengekspresikan kepuasan dengan lingkungan termal (Nugroho, 2006). .
ASHRAE (American Society of Heating Refrigating Air Conditioning
Engineer) memberikan definisi kenyamanan thermal sebagai kondisi pikir yang meng
ekspresikan tingkat kepuasan seseorang terhadap lingkungan termalnya. Dengan
pemaknaan kenyamanan thermal sebagai kondisi pikir yang mengekspresikan tingkat
kepuasan seseorang terhadap lingkungan termalnya maka berarti kenyamanan
thermal akan melibatkan tiga aspek yang meliputi fisik, fisiologis dan psikologis,
sehingga pemaknaan kenyamanan termal berdasarkan pendekatan psikologis adalah
pemaknaan yang paling lengkap.

1.5 faktor perantara dan faktor fisik termal


Variable iklim yang dapat mempengaruhi kondisi termal adalah (Lippsmeier, 1994)
1) Temperatur udara (Air Temperature)
2) Kelembaban udara (Humidity)
3) Pergerakkan udara (Air Movement)

1.6 Batas /Standar kenyamanan Termal


Menurut Lipsmeier (1994) menunjukkan beberapa penelitian yang
membuktikan batas kenyamanan (dalam Temperatur Efektif/TE) berbeda-beda
tergantung kepada lokasi geografis dan subyek manusia (suku bangsa) yang diteliti
seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Batas kenyamanan (dalam Temperatur Efektif/TE)


Sumber: Bangunan Tropis, Georg.Lippsmeier
Sementara itu, Standar Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada
Bangunan Gedung yang diterbitkan oleh Yayasan LPMB-PU membagi suhu nyaman
untuk orang Indonesia atas tiga bagian sebagai berikut:

Tabel 2.2. Suhu Nyaman menurut Standar Tata Cara PerencanaanTeknis Konservasi Energi
pada Bangunan Gedung Sumber: Bangunan Tropis, Georg. Lippsmeier
Menurut Humphreys (1981) bahwa suhu nyaman sangat diperlukan agar produktifitas
maksimal, dengan suhu tubuh konstan + 37˚C (tubuh tidak melakukan usaha apapun, seperti
: menggigil atau berpeluh untuk mencapai 37˚C). Sekali lagi untuk memenuhi prinsip
sustainable design, lebih baik memakai cara yang alami yaitu, mengalirkan udara dalam
ruangan sehingga tercapai kenyamanan yang diiginkan.
Menurut Fanger (2005) menyatakan aspek yang berpengaruh dalam kenyamanan
thermal adalah:
- Rentang temperatur : (24-28)˚C,
- Kelembaban (RH) : (40-60)%,
- Aliran udara (air velocity): 0 – 0,20 m/dtk,
- Laju metabolisme tubuh/aktivitas,
- Tahanan pakaian
2 METODE
2.1 JENIS PENELITIAN
Jenis metode penelitian komparatif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
2.2 LOKASI PENELITIAN
Lokasi studi kasus pada penelitian ini berada di Komplek Perumahan Puri Asih -
Pasar kemis Kabupaten Tangerang yang mengangkat dua bangunan rumah tinggal
yang memiliki jenis penutup atap yang berbeda yaitu atap yang menggunakan
material atap berupa Dak Beton dan Genteng Asbes yang akan diteliti tingkat
kenyamanan Termalnya yang lebih baik di kedua bangunan tersebut.
2.3 PERALATAN PENELITIAN
Pada penelitian ini penulis menggunakan beberapa peralatan penelitian yaitu:
1. Infrared thermometer (untuk mengukur suhu permukaan)
2. Hygrometer thermometer (untuk mengukur suhu ruang dalam dan luar)
3. Anemometer untuk mengukur kecepatan angin.
2.4 METODE PENGOLAHAN DATA
• Metode Pengolahan Data dilakukan untuk mendapatkan nilai dari variabel yang
akan diamati. Pada metoda ini menggunakan perhitungan Matematis dan grafik
data, dari beberapa faktor kenyamanan termal yaitu suhu udara (Ta),
kecepatan udara ( Va), kelembaban (Rh).
2.5 VARIABEL YANG DIAMATI :
• Variabel penelitian dimaksudkan untuk memberikan batasan pembahasan
didalam penelitian. Variabel Penelitian yang akan diamati adalah sebagai
berikut :
Suhu Udara (Ta)
Kecepatan Udara (Va)
Kelembaban (Rh)
Suhu Permukaan
2.6 VARIABEL-VARIABEL TERIAKAT YAITU :
• Karakteristik Termal Ruang

3 HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Karakteristik Termal pada bangunan rumah tinggal
Pengukuran pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan
karakteristik suhu di kedua rumah yang memiliki atap yang berbeda yaitu atap dak dan atap
asbes.
Pada tahap pengukuran langsung di lapangan yaitu pengukuran yang berlokasi di
komplek perumahan Puri Asih Pasar Kemis - Kabupaten Tangerang. Pengukuran dimulai
pada pukul 07.00 – 19,.00 WIB yang diukur selama 1 jam sekali secara berturut – turut
selama 2 hari, dimulai pada hari sabtu tanggal 29 November 2014 sampai dengan 30
November 2014. Lokasi studi kasus pada rumah tinggal ini memiliki jarak yang berdeketan
dengan luasan bangunan yang sama yaitu 6 x 8 m² namun memiliki jenis atap yang berbeda.
Pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui kondisi karakteristik termal dikedua
rumah tersebut yaitu meliputi pengukuran suhu, kelembaban, suhu permukaan lantai, dinding
di setiap sisi ruangan, plafond, kaca/ jendela dan permukaan pada atap, serta pengukuran
kecepatan angin, semua tahap pengukuran tersebut dilakukan secara bersamaan pada
waktu yang sama di kedua tempat yang berbeda untuk mendapatkan keakuratan hasil yang
akan di peroleh dari kedua karakteristik termal rumah tersebut.
Berikut merupakan hasil dari pengukuran yang telah dilakukan selama dua hari yang
akan di jelaskan melalui daftar table dan dalam bentuk grafik untuk mengetahui tingkat
perbandingan suhu dikedua atap yang bervbeda tersebut.
3.2 Hasil Pengukuran Karakteristik Suhu Ruangan
Pada pengukuran suhu dilakukan di beberapa titik pengukuran yang terdiri dari 3 titik
disetiap rumahnya yaitu pada ruangan kamar tidur, ruang tamu, dan teras.

Gambar 5.1 Denah titik pengukuran suhu

KARAKTERISTIK SUHU RUANGAN


33
32
SUHU °C

31
30
DAK
29
28 ASBES

WAKTU (JAM)

Gambar 5.2 Grafik hasil pengukuran suhu ruang


Setelah memperoleh hasil rata-rata dari hasil pengukuran suhu karakteristik termal
pada kedua rumah tersebut maka dapat diperoleh hasil bahwa rumah yang memakai material
atap asbes memiliki tingkat suhu yang lebih panas dibandingkan dengan suhu rumah yang
memakai material atap dak. Suhu tertinggi terjadi pada pukul 13.00 WIB pada suhu ruangan
rumah yang beratap asbes hingga mencapai 32.2°C sedangkan pada suhu ruangan rumah
yang beratap dak memiliki suhu tertinggi 13.00 WIB yang mencapai suhu hingga 31.1°C.
Suhu terendah terjadi pada pukul 09.00 WIB 28.8°C pada rumah yang beratap dak,
sedangkan pada suhu ruangan rumah yang beratap asbes memiliki suhu ruangan terendah
yaitu terjadi pada pukul 08.00 WIB 29.1°C.
Dari hasil tersebut terlihat bahwa karateristik termal pada rumah yang beratap asbes
yang lebih memiliki tingkat suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah yang memakai
material atap dak.
3.3 Hasil Pengukuran Karakteristik Kelembaban
Pada pengukuran kelembaban dilakukan dibeberapa titik pengukuran untuk
mengetahui karakteristik dari masing-masing rumah, sama halnya dengan pengukuran yang
dilakukan pada pengukuran suhu ruangan, pada pengukuran kelembaban juga dilakukan
dengan 3 titik yang sama yaitu, kamar tidur, ruang tamu, dan teras.

Gambar 5.4 Denah titik pengukuran kelembaban

KARAKTERISTIK KELEMBABAN
100%
KELEMBABAN (%)

80%
60%
40%
KELEMBABAN DAK
20%
0% KELEMBABAN ASBES
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00

WAKTU (JAM)

Gambar 5.5 Grafik hasil pengukuran kelembaban


Dari hasil pengukuran dapat diperoleh hasil grafik bahwa tingkat kelembaban yang
tinggi adalah rumah yang memakai atap dak beton sedangkan rumah yang memakai atap
asbes tingkat kelembabannya lebih rendah. Kelembaban tertinggi terjadi pada rumah yang
memakai material atap dak beton pada pukul 13.00 WIB dengan tingkat kelembaban 85%
sedangkan kelembaban tertinggi pada rumah yang memakai material atap asbes terjadi pada
pukul 19.00 WIB dengan tingkat kelembaban 84%. Kelembaban terendah terjadi pada rumah
yang memakai material asbes terjadi pada pukul 14.00 WIB dengan kelembaban 68%.
sedangkan kelembaban terendah pada rumah yang memakai material atap dak beton pada
pukul 15.00 WIB dengan kelembaban 78%.
3.4 Hasil Pengukuran Karakteristik Suhu Permukaan Dinding
Pada tahap pengukuran karakteristik termal suhu permukaan dinding dilakukan disetiap
sisi dinding, dimana disetiap sisinya diukur tingkat suhunya yang akan mempengaruhi pula
suhu di dalam ruangan tersebut, maka dari itu pembagian pengukuran dilakukan di beberapa
titik yaitu sebagai berikut :

Gambar 5.7 Denah titik pengukuran suhu permukaan dinding


Pada gambar 5.7 denah yang telah dibuat di bagi menjadi 15 titik pengukuran
permukaan dinding di setiap masing-masing rumah. Berikut ini merupakan hasil dari
pengukuran.

KARAKTERISTIK SUHU PERMUKAAN


DINDING
32
SUHU (°C)

31
30 PERMUKAAN DINDING
29 DAK
28
16.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00

17.00
18.00
19.00

PERMUKAAN DINDING
ASBES
WAKTU (JAM)

Gambar 5.8 Grafik hasil pengukuran suhu permukaan dinding


Dapat dilihat bahwa suhu permukaan dinding pada rumah yang memakai material
atap asbes memiliki tingkat suhu lebih tinggi pada jam 13.00 WIB yang mencapai suhu 31.2
°C , sedangkan suhu tertinggi pada rumah yang memakai material atap dak terjadi pada
pukul 17.00 WIB 31.6 °C. Suhu terendah pada pada rumah yang memakai material atap
asbes terjadi pada pukul 08.00 WIB yang mencapai 28.4 °C dan suhu terendah pada rumah
yang memakai material atap dak terjadi pada pukul 07.00 WIB 28.5 °C.
3.5 Hasil Pengukuran Karakteristik Suhu Permukaan Kaca
Pada pengukuran suhu permukaan kaca dilakukan setiap 1 jam sekali mulai dari pukul
07.00 WIB - 19.00 WIB, pengukuran suhu permukaan kaca dilakukan di 2 titik pengukuran di
setiap rumahnya, berikut ini adalah denah titik pengukuran suhu permukaan kaca :
Gambar 5.10 Denah titik pengukuran suhu permukaan kaca

KARAKTERISTIK SUHU PERMUKAAN KACA


35
33
SUHU (°C)

31
29
27 KACA ATAP DAK
25
KACA ATAP ASBES

WAKTU (JAM)

Gambar 5.11 Grafik hasil pengukuran suhu permukaan kaca


Dari hasil grafik pengukuran suhu permukaan kaca dapat terlihat bahwa suhu
permukaan kaca pada rumah yang memakai atap asbes yang lebih tinggi suhunya
dibandingkan dengan rumah yang memakai atap dak. Suhu paling tinggi terdapat di suhu
permukaan kaca pada atap asbes pada pukul 13.00 WIB yang mencapai suhu 34.1°C dan
suhu tertinggi pada permukaan kaca atap dak pada pukul 14.00 dan 15.00 yang mencapai
suhu 30.35°C. Suhu terendah permukaan kaca pada rumah yang memakai material atap dak
terjadi pada pukul 07.00 WIB yang mencapai suhu 26.2°C sedangkan suhu terendah
permukaan pada rumah yang memakai material atap asbes terjadi pada pukul 07.00 WIB
26.7 °C.
3.6 Hasil Pengukuran Karakteristik Suhu Permukaan Plafon
Pada pengukuran suhu permukaan plafon dilakukan selama dua hari mulai pukul 07.00
WIB – 19.00 WIB . Pengukuran suhu permukaan plafon dilakukan di 3 titik pengukuran,
berikut ketiga titik pengukurannya.
Gambar 5.13 Denah titik pengukuran suhu permukaan plafon
Pengukuran dilakukan di 3 letak titik pengukuran, setelah melalui proses pengukuran
maka dapat diperoleh hasil pengukuran suku permukaan plafon sebagai berikut.

KARAKTERISTIK SUHU PERMUKAAN


PLAFON
39
SUHU (°C)

34

29 PLAFOND DAK
24 PLAFOND ASBES

WAKTU (JAM)

Gambar 5.14 Grafik hasil pengukuran suhu permukaan plafon


Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan maka dapat terlihat bahwa suhu
permukaan plafon pada rumah yang beratap asbes lebih tinggi di bandingkan dengan suhu
permukaan plafon pada rumah yang beratap dak. Suhu tertinggi permukaan plafon pada
rumah yang beratap asbes terjadi pada pukul 13.00 WIB yang mencapai 36.06°C ,
sedangkan suhu tertinggi pada permukaan plafon pada rumah yang beratap dak terjadi pada
pukul 15.00 WIB yang mencapai 34.9°C. Suhu terendah permukaan plafon pada rumah yang
memakai material atap dak beton terjadi pada pukul 07.00 WIB yang mencapai suhu 25.7 °C
sedangkan suhu terendah pada rumah yang memakai material atap asbes terjadi pada pukul
08.00 WIB yang mencapai 28.3 °C.
3.7 Hasil Pengukuran Karakteristik Suhu Permukaan Lantai
Pengukuran suhu plafon dilakukan selama 2 hari untuk mengetahui karakteristik termal
di masing-masing rumah tersebut, pengukuran dilakukan mulai pukul 07.00-19.00 WIB
secara berturut-turut. Pengukuran permukaan suhu lantai dilakukan di 5 titik disetiap masing-
masing rumah. Berikut ini adalah 5 letak titik pengukuran suhu permukaan lantai :
Gambar 5.16 Denah titik pengukuran suhu permukaan lantai
Setelah melakukan pengukuran di 5 titik pengukuran maka diperoleh hasil pengukuran
sebagai berikut :

KARAKTERISTIK SUHU PERMUKAAN LANTAI


32
31
SUHU (°C)

30
29
28 LANTAI DAK
27 LANTAI ASBES

WAKTU (JAM)

Gambar 5.17 Grafik hasil pengukuran suhu permukaan lantai


Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa karakteristik
termal suhu permukaan lantai pada rumah yang memakai material atap asbes yang lebih
memiliki tingkat suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu permukaan lantai pada
rumah yang memakai material atap dak. Suhu permukaan lantai tertinggi pada rumah yang
memakai atap asbes terjadi pada pukul 13.00 WIB hingga mencapai tingkat suhu 31.42°C
sedangkan suhu tertinggi pada rumah yang memakai atap dak terjadi pada pukul 14.00 WIB
hingga mencapai tingkat suhu 30.34°C. Maka dapat dipastikan bahwa karakteristik termal
suhu permukaan lantai tertinggi pada kedua rumah tersebut adalah rumah yang memakai
material atap asbes
Suhu permukaan lantai terendah pada rumah yang memakai material atap dak terjadi
pada pukul 07.00 WIB yang mencapai suhu 27.72 °C, sedangkan suhu permukaan lantai
terendah pada rumah yang memakai material atap asbes terjadi pada pukul 07.00 WIB yang
mencapai suhu 28.12 °C.
3.8 Hasil Pengukuran Karakteristik Suhu Permukaan Atap
Pengukuran suhu permukaan atap dilakukan selama 2 hari dimulai pukul pukul 07.00
WIB – 19.00 WIB di kedua rumah untuk mengetahui karakteristik termal di masing-masing
rumah dengan titik pengukuran permukaan atap di titik tengah atap. Berikut adalah letak titik
pengukurannya .
Gambar 5.19 Denah titik pengukuran suhu permukaan atap asbes dan dak
Setelah melakukan pengukuran suhu permukaan atap di kedua titik pengukuran pada
kedua atap rumah tersebut maka diperoleh hasil sebahgai berikut ini.

KARAKTERISTIK SUHU PERMUKAAN ATAP


54
SUHU (°C)

44
34
ATAP DAK
24 ATAP ASBES

WAKTU (JAM)

Gambar 5.20 Grafik hasil pengukuran suhu permukaan atap


Dari hasil pengukuran di terlihat bahwa hasil suhu permukaan atap rumah yang
memakai material asbes memilki suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu
permukaan atap rumah yang memakai material atap dak. Karakteristik termal di kedua rumah
memiliki suhu yang berbeda tingkat suhu permukaan atap tertinggi terjadi pada rumah
dengan material atap dak beton dengan tingkat suhu tertinggi pukul 12.00 WIB yang
mencapai 51.9°C dan suhu tertinggi pada atap asbes terjadi pukul 12.00 WIB yang mencapai
49.2°C. Tingkat suhu terendah permukaan atap pada rumah yang memakai material atap
dak beton terjadi pada pukul 07.00 WIB yang mencapai suhu 25.7 °C, sedangkan suhu
permukaan atap terendah pada rumah yang memakai material atap asbes terjadi pada pukul
18.00 dan 19.00 WIB yang mencapai suhu 25.2°C.
Dari hasil pengukuran terlihat bahwa suhu permukaan atap dak lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu permukaan atap asbes sedangkan pada hasil pengukuran yang
terjadi pada pengukuran yang lainnya menyatakan bahwa semua suhu yang lebih tinggi
terjadi pada rumah beratap asbes namun di suhu permukaan atap, atap dak yang lebih tinggi
menurut hasil penilitian saya atap dak bila telah terkena panas sulit untuk menurunkan
panasnya sedangkan atap asbes bila terkena panas dan suhu cuaca telah turun atap asbes
lebih cepat mengikuti suhu cuaca jadi lebih cepat menurunkan panas dibandingkan dengan
atap dak.
3.9 Hasil Pengukuran Karakteristik Kecepatan Angin
Pengukuran kecepatan angin dilakukan selama dua hari dimulai pukul 07.00 WIB –
19.00 WIB, pengkuran dilakukan di 5 titik untuk mengetahui kecepatan angin di setiap
rumahnya, berikut ini letak titik pengukuran kecepatan angin :

Gambar 5.22 Denah letak titik pengukuran kecepatan angin


Setelah melakukan proses pengukuran di 5 titik di masing-masing rumah yang
berbeda maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut :

KARAKTERISTIK KECEPATAN ANGIN


0.3
KECEPETAN ANGIN (M/S)

0.2

0.1 ANGIN DAK 1


0 ANGIN ASBES 1

WAKTU (JAM)

Gambar 5.23 Grafik hasil pengukuran kecepatan angin


Dari hasil pengukuran terlihat bahwa kecepatan angin yang lebih tinggi terdapat pada
rumah yang memakai material atap dak dan pada rumah yang memakai material atap asbes
lebih rendah kecepatan anginnya. Kecepatan angin tertinggi pada rumah beratap dak terjadi
pada pukul 14.00 WIB yang mencapai 0.26 M/S dan terendah pada pukul 12.00 WIB yang
mencapai 0.1 M/S saja. Sedangkan pada rumah yang beratap asbes kecepatan angina
tertinggi terjadi pada pukul 09.00 WIB yang mencapai 0.22M/S dan terendah pada pukul
07.00, 12.00 dan 13.00 WIB yang mencapai 0.1 M/S saja. Maka dapat disimpulkan bahwa
angin pada rumah yang beratap dak lah yang lebih sejuk dibandingkan dengan rumah yang
beratap asbes.

3.10 Hasil Pengukuran Karakteristik Keseluruhan Suhu


Hasil pengukuran rata-rata keseluruhan dari segala aspek yang telah di ukur
dinyatakan tidak nyaman mencapai suhu ruangan 29.88°C pada rumah beratap dak dan
30.24°C pada rumah beratap asbes.

RATA-RATA ATAP DAK BETON ATAP ASBES


SUHU RUANGAN 29.88 30.24
SUHU PERMUKAAN KACA 29.04 30.43
SUHU PERMUKAAN PLAFON 31.18 31.86
SUHU PERMUKAAN LANTAI 29.06 29.89
SUHU PERMUKAAN DINDING 30.16 29.96
SUHU PERMUKAAN ATAP 36.2 34.44
KESELURUHAN KARAKTERISTIK SUHU RATA –
RATA HARI PERTAMA
38
36
SUHU °C

34
32
30
28 ATAP DAK BETON
ATAP ASBES

PERBANDINGAN SUHU

Grafik hasil pengukuran keseluruhan aspek suhu .

4 KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN
A. Kesimpulan dari semua data pengukuran yang telah di dapat menyatakan bahwa
karakteristik termal dari rumah yang menggunakan jenis material atap asbeslah yang
lebih panas. Hasil pengukuran rata-rata keseluruhan dari segala aspek yang telah di
ukur hari pertama dinyatakan tidak nyaman mencapai suhu ruangan 29.88°C pada
rumah beratap dak dan 30.24°C pada rumah beratap asbes.dan di hari kedua suhu
rata-rata ruang 29.36 °C pada rumah beratap dak dan 29.83 pada rumah beratap
asbes.

B. Suhu kelembaban tertinggi terdapat pada rumah beratap dak dan kecepetan angin
lebih banyak pada rumah yang beratap dak dibandingkan dengan asbes.
C. Dari segala aspek yang telah di teliti dan diukur terlihat bahwa semua hasil penelitian
menyatakan bahwa semua pengukuran menyatakan karakteristik termal dari rumah
yang beratap asbeslah yang lebih tinggi tingkat panasnya dibandingkan dengan
rumah yang memakai material atap dak namun pada aspek pengukuran pada
permukaan atap suhu yang lebih tinggi terjadi pada rumah yang memakai material
atap dak, menurut hasil penilitian saya atap dak bila telah terkena panas sulit untuk
menurunkan/ meninggalkan panasnya sedangkan atap asbes bila terkena panas dan
kondisi cuaca telah turun atap asbes lebih cepat mengikuti kondisi cuaca jadi lebih
cepat menurunkan panas dibandingkan dengan atap dak.

SARAN

A. Pemasangan plafon yang tinggi, sehingga udara yang ada di dalam dapat berputar
dan keluar masuk angina lebih baik dengan demikian ruang terasa lebih dingin dan
sejuk. Pemasangan plafon yang ideal setidaknya mencapai ketinggian 4m dari
permukaan lantai.
B. Gunakanlah alumunium foil pada rekonstruksi atap sebab bahan ini mampu
memberikan banyak manfaat pada atap. Sinar matahari dapat dipantulkan dan
diserap oleh atap dengan demikian, setiap ruangan yang ada dibawahnya terasa
panas oleh karena itu dapat digunakan alumunium foil dengan daya serap dan daya
pantul panas yang tinggi.
C. Sebaiknya bagian keliling rumah diberi pepohonan, agar dapat meredam panas dan
juga sebagai peneduh.
D. Sebaiknya beri bukaan jendela pada bagian belakang rumah karena sangat
berpengaruh terutama ventilasi terhadap keluar masuknya udara dalam ruangan,
sehingga ruangan dapat menurun suhu udara panasnya.

5 RREFERENSI
Ariyadi, Yulli. 2010. Pengujian Karakteristik Mekanik Genteng. Program Studi Teknik Mesin.
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.
ASHRAE Model , 2004. United States 16 April 2005 www.ecoology.com / why the roof.htm
Sustainable energy authority Victoria, 2002, “Choosing a Cooling System”,
Fanger, P.O. 2005. Menciptakan Kenyamanan Thermal Dalam Bangunan.
http://www.google.com/kenyamanan+termal/http://repository.usu.ac.id/bitstream/1234
56789/15895/1/sti-jul2005-%2520(26).pdf. Program Studi Arsitektur USU. Sumatera
Utara. 18 Mei 2013.
Humphreys, Peter and Williamson Nicole. 2012. Faktor Kenyamanan Thermal.
http://dosen.narotama.ac.id/wpcontent/ uploads/2012/12/FAKTORKENYAMANAN-
TERMAL1.doc. Universitas Narotama Surabaya. Surabaya, 19 Mei 2013.
Hidayat . (2008). ANALISIS KONSERVASI ENERGI LISTRIK PADA BANGUNAN RUMAH
TINGGAL SKALA MENENGAH
Kreith, F., 1976, Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas, edisi ketiga, (Alih Bahasa: A Prijono),
Erlangga:Jakarta
Lippsmeier, Georg. 1994. Tropenbau Building in the Tropics, Bangunan Tropis (terj.), Jakarta:
Erlangga.
Nugroho, M.A. 2011. A Preliminary Study of Thermal Environment in Malaysia’s Terraced
Houses, Journal and Economic Engeneering: 2(1), 25-28
Prianto, and Dwiyanto. (2013), Profil Penutup Atap Genteg Beton Dalam efisiensi Energi
Listrik Pada Skala Rumah Tinggal. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro Semarang.
Soegijanto, 1999. Bangunan di Indonesia dengan Iklim Tropis Lembab Ditinjau dari Aspek
Fisika Bangunan, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung. Hal : 2;124)

You might also like