You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan
suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau negara yang
dijalankan oleh pemerintah. Semua warga negara memiliki hak yang setara dalam
pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan
warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam
perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Demokrasi Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi bangsa
Indonesia. Selain itu yang melatar belakangi pemakaian sistem demokrasi di Indonesia.
Hal itu bisa kita temukan dari banyaknya agama yang masuk dan berkembang di
Indonesia, selain itu banyaknya suku, budaya dan bahasa yang memungkinkan adanya
praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Dan semuanya itu merupakan
karunia Tuhan yang patut kita syukuri.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga
kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam
tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat
yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara
ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling
mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga
pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan
kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR,
untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di
bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang
wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen)

1
dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum
dan peraturan.
Dewasa ini, hampir seluruh warga di dunia mengaku menjadi penganut paham
demokrasi. Demokrasi dipraktekkan di seluruh dunia secara berbeda-beda dari satu
negara ke negara lain. Konsep demokrasi diterima oleh hampir seluruh negara di dunia.
Diterimanya konsep demokrasi disebabkan oleh keyakinanmereka bahwa konsep ini
merupakan tata pemerintahan yang paling unggul menganut sistem demokrasi,
demokrasi harus berdasarkan pada suatu kedaulatan rakyat, artinya kekuasaan negara
itu dikelola oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berusaha
untuk membangun sistem politik demokrasi sejak menyatakan kemerdekaan dan
kedaulatannya pada tahun 1945. Sebagai sebuah gagasan, demokrasi sebenarnya sudah
banyak dibahas atau bahkan dicoba diterapkan di Indonesia. Pada awal kemerdekaan
Indonesia berbagai hal dengan negaramasyarakat telah diatur dalam UUD 1945.
Para pendiri bangsa berharap agar terwujudnya pemerintahan yang melindungi
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Semua itu
merupakan gagasan-gagasan dasar yang melandasi kehidupan negara yang demokratis.
Sebagai bentuk kesungguhan negara Indonesia, landasan tentang demokrasi
telah tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 maupun Batang Tubuh UUD 1945.
Seluruh pernyataan dalam UUD 1945 dilandasi oleh jiwa dan semangat demokrasi.
Penyusunan naskah UUD 1945 itu sendiri juga dilakukan secara demokratis. UUD
1945 merangkum semua golongan dan kepentingan dalam masyarakat Indonesia.
Dengan demikian, demokrasi bagi bangsa Indonesia adalah konsep yang tidak dapat
dipisahkan.Budaya demokrasi di Indonesia perlu dikembangkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta hendaknya mengacu kepada akar
budaya nasionalisme yang memiliki nilai gotong royong atau kebersamaan dan
mementingkan kepentingan umum. Namun, budaya individualisme dan budaya liberal

2
yang masuk melanda masyarakat dengan melalui arus globalisasi tidak mungkin bisa
dibendung karena kemajuan teknologi.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada pembahasan dalam makalah,
sebagai berikut:
1. Kasus apakah yang termasuk menjadi permasalahan demokrasi di Indonesia?
2. Bagaimana solusi terhadap kasus permasalahan demokrasi di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ini ditujukan untuk mencari tujuan dari
dibahasnya pembahasan atas rumusan masalah dalam makalah. Adapun tujuan
penulisan makalah, sebagai berikut:

1. Mencari, mengulas, dan memahami kasus di Indonesia yang menjadi salah


satu permasalahan demokrasi di Indonesia.
2. Memberikan solusi terhadap kasus permasalahan demokrasi di Indonesia.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Permasalahan
Demokrasi saat ini banyak yang membuang kedaulatan rakyat. Peran rakyat
miskin semakin tertinggal seperti terjadi banyak penggusuran dan layanan publik yang
sulit di jangkau karena biaya yang mahal. Penyingkiran rakyat miskin karena
demokrasi di kuasai oleh kaum kaya raya.
Peristiwa menarik dari Yogyakarta dan perlu mendapat perhatian serius muncul
ke permukaan belum lama ini. Terpetik berita bahwa sejumlah warga yang tergabung
dalam kesatuan aksi Forum Kampung Sosrokusuman bersatu melakukan aksi demo di
depan Mal Malioboro, Kamis (27/8/2015). Warga Sosrokusuman menuntut kepada
pihak Mal untuk mengembalikan fasilitas umum yang ‘dicaplok’ dan telah dipagari,
ditengarai untuk pengembangan/perluasan usaha bisnisnya.
Aksi demo para warga setempat didukung 15 anggota aktivis Social Movement
Institute (SMI), Yogyakarta turun ke jalan memperjuangkan apa yang selama ini
dituntut oleh warga Sosrokusuman, yaitu menuntut kepada pihak Mal untuk
mengembalikan fasilitas umum seperti semula. Fasiltas umum yang telah dikuasai
tersebut antara lain: lapangan tenis, akses jalan perumahan penduduk, kuburan tua,
tapak fondasi candi yang seharusnya dilindungi.
Kasus serupa sesungguhnya tidak hanya terjadi di Yogyakarta. Di daerah lainpun
pengalihan fungsi terhadap fasilitas umum, bahkan kasus-kasus yang terbukti telah
melanggar peraturan hukum yang berlaku maka ancaman terhadap pembatalan
sertifikat tanah oleh BPN bisa dilakukan.
Kasus pembelian tanah oleh pihak Mal Malioboro Yogyakarta yang lokasinya
terletak di belakang ‘toko modern’ tersebut (sebelah timur kawasan Jalan Malioboro)
ternyata berbuntut panjang. Pasalnya para penghuni/warga perumahan yang dulunya
milik Bumi Putra (BUMN) tersebut merasa gerah dan emosi lantaran fasilitas umum

4
(lapangan tenis) termasuk akses jalan di lingkungan perumahan menjadi semakin
sempit dan dipagar, bahkan ada jalan perumahan ditutup total oleh pagar-pagar seng.
Dalam kasus ini, ada beberapa hal penting untuk disimak. Pertama, tentang
pembelian lahan berupa fasilitas umum/fasilitas sosial seperti lapangan tenis di
lingkungan rumah penduduk dimana fasilitas olahraga ini (sejak tahun 1972) sering
dimanfaatkan oleh warga, juga untuk bermain anak-anak sebagai sarana ruang publik.
Pembelian fasilitas lapangan yang sekaligus berfungsi sebagai ruang publik ini
patut dipertanyakan, ditambah lagi setelah sebagian rumah warga dibeli, selanjutnya
tanpa persetujuan warga setempat – dilakukan pemagaran keliling. Dampaknya, akses
jalan umum di lingkungan perumahan menyempit, rumah-rumah warga yang tak mau
dijual kini terganggu karena akses jalannya yang tersisa menjadi semakin tidak layak.
Kedua, langkah pemagaran yang dilakukan oleh pembeli lahan
(pengusaha/pebisnis Mal Malioboro) hanya sepihak, komunikasi dengan warga untuk
bermusyawarah yang dilakukan belum mencapai titik temu namun pemagaran segera
berlangsung. Hal ini yang kemudian mengundang masalah hingga warga melakukan
demo menuntut hak-haknya sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi fasilitas
umum yang sudah sejak lama dipergunakan.
Tindakan penggusuran paksa untuk pembangunan demi peningkatan
pertumbuhan ekonomi, yang notabene hanya menguntungkan segelintir orang dan
merugikan masyarakat, jelas bertentangan dengan konstitusi. Pasal 33 ayat (3) UUD
NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat. Jika kita telisik lebih lanjut dalam Pasal 2 ayat (2) UU No.
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, hak mengusai negara di
antaranya adalah hak untuk mengatur peruntukan dan mengatur hubungan hukum
antara orang tengan objek tertentu.

5
B. Solusi
 Solusi dari sumber
Terhadap kasus yang terjadi di Yogyakarta ini, betapa perlunya segera
ditindaklanjuti untuk dicarikan solusi terbaik. Terutama pihak-pihak yang
berkepentingan seperti: pemerintah daerah atau Pemkot Yogyakarta, pihak pengusaha
Mal Malioboro, warga Sosrokusuman melakukan dialog untuk bermusyawarah
mencari kesepakatan. Bilamana perlu, mengingat kawasan perumahan ini dulunya
milik Bumi Putra (BUMN) bisa dihadirkan wakilnya sebagai pelengkap informasi dan
sejarah keberadaan permukiman hingga jatuh ketangan pebisnis.
Melalui langkah-langkah penanganan proporsional seperti itulah kemungkinan
bisa diambil sebuah kesepakatan semua pihak. Pengembangan bisnis di era pasar bebas
seperti sekarang memang bisa dipahami. Akan tetapi, bukan berarti pemilik modal
menjadi ‘penguasa’ untuk mengembangkan usahanya tanpa memperhatikan
lingkungan dimana mereka berada.
Perlu disadari bahwa sebesar apapun sebuah lokasi usaha/bisnis, tanpa didukung
oleh lingkungan hidup dan kehidupan di sekiatarnya, hanya akan mengundang
persoalan baru sehingga akan mengganggu keberlangsungannya. Keselarasan dan
keserasian perlu diciptakan demi memenuhi kepentingan bersama.

 Solusi dari saya pribadi

Solusi terhadap kasus di makalah ini adalah reforma agraria perkotaan, yang
bisa mencakup sertifikasi tanah untuk rakyat miskin dan pembatasan kepemilikan
tanah bagi perusahaan serta orang kaya di kota tersebut. Namun, untuk mewujudkan
solusi seperti itu diperlukan kekuatan politik dan kekuatan massa yang besar. Selain
itu, diperlukan juga persatuan antara gerakan rakyat miskin dengan gerakan sektor
lain di kota tersebut, seperti buruh.

Apabila masyarakat memiliki surat kepemilikan, si pengusir wajib mengganti


tempat tinggal berupa uang atau tempat tinggal sebagaimana tempat tinggal

6
sebelumnya. Apabila digusur secara paksa, masyarakat memiliki hak untuk menuntut
keadilan ke penegak hukum.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menilik pada kasus yang terjadi selama ini, penggusuran yang dilakukan selalu
didasarkan pada alasan untuk kepentingan umum, misalnya untuk keperluan lahan
ruang terbuka hijau, perbaikan perairan dan irigasi, serta untuk pengembangan jalan.
Meski begitu, banyak juga pihak, terutama lembaga swadaya masyarakat, yang
menduga bahwa penggusuran dilakukan hanya untuk tujuan bisnis, bukan untuk
kepentingan umum.
Masalah penggusuran sebenarnya hanyalah masalah keberpihakan.
Keberpihakan kepada masyarakat kecil, ataukah keberpihakan kepada para memilik
modal. Keberpihakan pada pembangunan untuk kepentingan umum, ataukah
keberpihakan pada pembangunan untuk modernisasi belaka. Aturan tertulis hanyalah
diktum-diktum di atas kertas yang seharusnya tidak dijadikan alat bagi pemerintah
untuk semena-mena dalam melakukan penggusuran, tetapi sebaliknya, adalah untuk
mendukung keberpihakannya yang adil kepada masyarakat kecil. Sejatinya,
masyarakat tidak pernah memimpikan kemajuan pembangunan, jika menggerus hak-
hak dasar mereka atas rumah. Masyarakat juga tidak menginginkan pemimpin yang
sekadar tahu dan patuh pada aturan, jika ia tidak punya keberpihakan kepada
penderitaan mereka.

B. Saran
Penggusuran seharusnya tidak perlu terjadi jika saja pemerintah menumpukan
keberpihakannya kepada masyarakat, utamanya yang memiliki kemampuan ekomomi
menengah ke bawah. Apalagi sudah menjadi pengetahuan umum bahwa korban
penggusuran, kebanyakan adalah mereka yang tidak punya cukup modal untuk
membangun rumah yang layak dan legal menurut aturan hukum. Mereka akhirnya
mendirikan hunian sekadar untuk bertahan hidup. Mirisnya, mereka nyatanya tergusur

8
dari tanah mereka sendiri. Urbanisasi tak terkendali menggerus kehidupan mereka, tapi
pemerintah tak peduli.
Keberpihakan pemerintah dalam soal penggusuran seperti bertepuk sebelah
tangan. Pemerintah sama sekali tidak mempersoalkan pembangunan gedung megah
yang berorientasi pada bisnis. Padahal secara nyata, gedung-gedung tersebut juga
berperan besar terhadap kesemrawutan kota. Gedung bertingkat nan berderet seakan
lebih indah dibandingkan pohon-pohon rindang. Beton-beton pelataran lebih
diutamakan ketimbang memperbanyak daerah resapan air. Saat pembangunan dirasa
jelas menggangu keseimbangan lingkungan, semisal terjadi banjir, masyarakat yang
terluntah-luntah mencari tempat tinggal, menjadi sasaran penggusuran. Di sisi lain,
gedung megah tetap berdiri kokoh, bahkan merambat dan beranak-pinak.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://nursetiawanti.wordpress.com/2008/06/04/makalah-demokrasi/

http://robihartopurba.blogspot.co.id/2015/03/makalah-tentang-demokrasi-di-indonesia.html

https://thynaituthya.wordpress.com/2013/11/23/makalah-pkn-tentang-demokrasi-indonesia/

https://www.kompasiana.com/nugbud3/demo-warga-fasilitas-umum-digusur-untuk-
kepentingan-bisnis_55e1bf881593735d15b694ae

http://www.prp-indonesia.org/2015/penggusuran-di-jakarta-untuk-kepentingan-bisnis

https://jogja.tribunnews.com

http://sarubanglahaping.blogspot.co.id/2016/04/hentikan-penggusuran_22.html

10

You might also like