You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Asma merupakan salah satu penyakit respiratorik kronis yang paling sering dijumpai pada anak
dengan angka rawat inap yang tinggi. Dimana asma merupakan kelainan yang kompleks dengan banyak
factor berperan dalam patogenesisnya. Oleh karena itu, tidak mudah untuk membuat definisi secara
sederhana yang memuaskan semua pihak. Para perumus Konsensus Nasional Asma Anak 2002,
mendefinisikan asma sebagai mengi berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik seebagai
berikut; timbul secara episodic, cenderung pada malam / dini hari (nocturnal), musiman, setelah aktifitas
fisik serta adanya riwayat asma atau atopi lainnya pada pasien dan / keluarga.

Prevalensi asma meningkat dari waktu ke


waktu baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan
dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan terutama polusi
baik indoor maupun outdoor. Jumlah prevalensi asma di seluruh dunia diperkirakan 7,2% (10% pada anak-
anak) dan bervariasi antara negara. Prevalensi Asma di Indonesia berdasarkan penelitian pada tahun 2002
pada anak usia 13-14 tahun adalah 6-7%. Prevalensi asma bervariasi dalam berbagai penelitian di seluruh
dunia, antara lain dipengaruhi oleh definisi asma yang digunakan oleh peneliti dan metode dalam
melaksanakan penelitian. Penelitian yang didapat dengan menggunakan kuesioner umumnya lebih rendah
dari pada prevalensi yang diperoleh dalam penelitian klinik. Faktor lain yang mempengaruhi adalah
keadaan geografis dan lingkungan serta ras. Prevalensi asma pada anak berkisar antara 2-30%. Di
Indonesia prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia sekolah dasar, dan sekitar 6,5% pada usia
sekolah menengah pertama.
Penyakit ini dapat timbul pada semua usia meskipun paling banyak pada anak. Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas
bahkan kegiatan harian. Pedoman nasional asma anak di dalam batasan operasionalnya menyepakatinya
kecurigaan asma apabila anak menunjukkan gejala batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik,
cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat
asma dan atopi pada pasien atau keluarganya.
Menurut jurnal tentang “Karakteristik Asma Pada Anak yang Rawat Inap di RS Prof. R.D Kandouw
Malalayang Manado” bahwa prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di Negara maju maupun
Negara dalam berkembang. Oleh demikian, maka semakin memacu dunia kesehatan khususnya
keperawatan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan pelaksanaan dalam membantu program
pemerintah dengan upaya mengurangi angka kesakitan terutama asma pada anak di Indonesia.
2. Tujuan
Mahasiswa Mampu mengidentifikasi teori dan konsep penyakit asma pada anak dan mampu
mengintegrasikannya dalam asuhan keperawatan sesuai standard.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana
trakheobronkhial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan bronkhus
terhadap berbagai rangsangandengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan.

B. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronkhial.
1. Faktor Predisposisi
- Genetik
Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita penyakit alergi.Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
faktor pencetus.
2. Faktor Presipitasi
- Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora
jamur, bakteri, dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam, dan jam tangan.
- Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga.Hal ini berhubungan
dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.

- Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan asma yang sudah
ada.Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan masalah pribadinya karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
- Olah raga/aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita akan mendapat serangan juka melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang
berat.lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.

C. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu,
serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora jamur.Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap penctus yang tidak spesifik atau
tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi.Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum.Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

D. Patofisiologi
1. Asma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan respon terhadap
bahan iritasi dan stimulus lain.
2. Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat antibodi tubuh
muncul ( immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya alergi. IgE di muculkan pada reseptor sel mast dan
akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya. Mediator
tersebut akan memberikan gejala asthma.
3. Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai dengan bronkokontriksi (
1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam
lebih lama ; tahap late yang ditandai dengan peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu
atau bulan.
4. Astma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan udara dingin.
5. Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi mukus. Hal ini
menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian meningkatkan resistensi jalan nafas dan
dapat menimbulkan distres pernafasan
6. Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena edema pada jalan
nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan pertukaran gas.Jalan nafas menjadi
obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02 (
hipoxia).Selama serangan astmati, CO2 tertahan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama
ekspirasi, dan menyebabkan acidosis respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan
mengadakan kompensasi dengan meningkatkan pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut
menimbulkan hiperventilasi dan dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).
Alergen, Infeksi, Exercise (Stimulus Imunologik dan Non Imunologik)
Merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel T helper

IgE diikat oleh sel mastosit melalui reseptor FC yang ada di jalan napas

Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut akan diikat oleh IgE yang
sudah ada pada permukaan mastosit

Akibat ikatan antigen-IgE, mastosit mengalami degranulasi dan melepaskan mediator radang ( histamin )

Peningkatan permeabilitas kapiler ( edema bronkus )

Kontraksi otot polos secara langsung atau melalui persarafan simpatis ( N.X )

Hiperresponsif jalan napas

Astma

Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan nafas, dan tidak efektif pola nafas berhubungan
dengan bronkospasme, edema mukosa dan meningkatnya produksi sekret.
Fatigue berhubungan dengan hypoxia meningkatnya usaha nafas.
Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distress pernafasan
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan meningkatnya pernafasan dan menurunnya intake
cairan
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi kronik
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing. Pada sebagian
penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan
gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan
tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda
obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat
refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran

F. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan tidak
memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status
asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara
(bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
4. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya paru.
5. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran nafas karena
kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

G. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah:
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera
2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma. Meliputi
pengobatan dan perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan
dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawat.
- Pengobatan
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1) Pengobatan non farmakologik
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisioterapi
e. Beri O₂ bila perlu
2) Pengobatan farmakologik
- Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:
a. Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)
Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma).
b. Santin (teofilin)
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin (Amilex)
Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
- Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian 1 bulan.
- Ketolifen
Mempunya efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.Biasanya diberikan dosis 2 kali 1
mg/hari.Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.

H. Pencegahan Serangan Asma pada Anak


1. Menghindari pencetus
Cara menghindari berbagai pencetus serangan pada asma perlu diketahui dan diajarkan pada keluarganya
yang sering menjadi faktor pencetus adalah debu rumah. Untuk menghindari pencetus karena debu rumah
dianjurkan dengan mengusahakan kamar tidur anak:
- Sprei, tirai, selimut minimal dicuci 2 minggu sekali. Sprei dan sarung bantal lebih sering.Lebih baik tidak
menggunakan karpet di kamar tidur atau tempat bermain anak.Jangan memelihara binatang.
- Untuk menghindari penyebab dari makanan bila belum tau pasti, lebih baik jangan makan coklat,
kacang tanah atau makanan yang mengandung es, dan makanan yang mengandung zat pewarna.
- Hindarkan kontak dengan penderita influenza, hindarkan anak berada di tempat yang sedang terjadi
perubahan cuaca, misalnya sedang mendung.

2. Kegiatan fisik
Anak yang menderita asma jangan dilarang bermain atau berolah raga.namun olahraga perlu diatur karena
merupakan kebutuhan untuk tumbuh kembang anak. Pengaturan dilakukan dengan cara:
- Menambahkan toleransi secara bertahap, menghindarkan percepatan gerak yang mendadak
- Bila mulai batuk-batuk, istirahatlah sebentar, minum air dan setelah tidak batuk-batuk, kegiatan
diteruskan.
- Adakalanya beberapa anak sebelum melakukan kegiatan perlu minum obat atau menghirup aerosol
terlebih dahulu.

I. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.Pada waktu serangan menunjukkan gambaran
hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
- Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal
- Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk
gambaran radiolusen pada paru-paru.
b. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang
positif pada asma.
c. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian dan disesuaikan
dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
- Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation
- Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right Bundle branch Block)
- Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi
segmen ST negatif.
d. Scanning Paru
Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
e. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel.Pemeriksaan spirometri tdak saja penting
untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.

You might also like