Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan studi kasus ini adalah untuk mendapatkan atau
memperoleh kemampuan dalam menyusun dan menyajikan laporan studi kasus,
serta sebagai pengalamannyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien Ny.T dengan Chronic Kidney Disease dan Encephalopathy di ruang ICU
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya mulai dari pengkajian, diagnose,
intevensi, implementasi sampai dengan evaluasi serta dokumentasi keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menerapkan proses keperawatan pada Ny. T dengan
Chronic Kidney Disease dan Encephalopathy di ruang ICU RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi factor pendukung dan penghambat
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. T dengan Chronic Kidney
Disease dan Encephalopathy di ruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
3. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Ny. T
dengan Chronic Kidney Disease dan Encephalopathy di ruang ICU RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak
kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut
papilla renalis.
7
2.1.2.2 Fisiologi
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak
(sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah
“menyaring/membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit
atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120
ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus
sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.
1) Fungsi Ginjal
1. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
8
2. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh,
dan
4. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin
dan amoniak.
5. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
6. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
7. Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah
merah.
2) Tahap Pembentukan Urine
1. Tahap Filtrasi
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,
seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel
terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino,
glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow)
adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar
seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus
(GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s
disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang
terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan
hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan
kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula
bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak
hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh
permeabilitas dinding kapiler.
9
2. Rearbsopsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif
zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi
tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi
yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium
serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat
dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini,
tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa
hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali”
jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus
disekresi dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan
ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini
membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit
dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker
10
2.1.3 Etiologi
2.1.4 Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan karena adanya penyakit yang terdapat pada
ginjal, sehingga mengakibatkan kegagalan ginjal. Maka lama kelamaan jumlah
nefron mengalami kerusakan bertambah. Dengan adanya peran dan fungsi ginjal
maka hasil metabolisme protein akan berkumpul didalam tubuh, penurunan fungsi
ginjal mengakibatkan pembuangan hasil sisa metabolisme gagal yang dimulai
dengan pertukaran didalam pembuluh darah tidak adekuat karena ketidak
mampuan ginjal sebagai penyaring, Nitrogen) menumpuk dalam darah. Akibatnya
ginjal tidak dapat melakukan fungsinya lagi yang menyebabkan peningkatan
kadar serum dan kadar nitrogen ureum, kreatin, asam urat, fosfor meningkat
dalam tubuh dan menyebabkan terganggunya fungsi ginjal dan organ organ tubuh
lain. Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
satu dinamakan penurunan cadangan ginjal. Pada stadium ini kreatin serum dan
BUN dalam keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan
fungsi ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal, dimana lebih dari
75% jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap
ini BUN baru mulai stadium insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria
diakibatkan kegagalan pemekatan. Nokturia (berkemih pada malam hari)
sebanyak 700 ml atau berkemih lebih dari beberapa kali. Pengeluaran urine
normal sekitar 1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia. Sekitar 90%
dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR
nya hanya 10% dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10
ml/menit. Penderita biasanya ologuri (pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari)
karena kegagalan glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk akhir
metabolisme protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system.
13
Pathway
Reaksi Antigen Antibodi Suplai Darah Ginjal Turun Tertimbun Diginjal Retensi Urin
GFR Turun
GGK
B1 B2 B3 B4 B5 B6 Sindrom Uremia
Retensi Na
Tek. Kapiler naik Sekresi eritropoitin Vol. Intersial naik Obstruksi Ginjal Sekresi protein terganggu
Perporasi Ospaleimia
Beban Jantung Naik Produksi Hb Turun Vol. Intersial Naik Fungsi Ginjal Menurun Gangguan Keseimbangan
Asam Basa Pruritis
Tek. Vena Oksigen Hemoglobin Turun Suplai O2 jaringan turun GFR
pulmonalis Asam Lambung Naik Gangguan
Suplai O2 Timb. Asam integritas kulit
Retensi air dan
Kapiler paru naik kasar turun Laktat natrium Iritasi Lambung
26
2715
2.1.7 Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang
mengalami CKD maka penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari
penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan
penatalaksanaan diet. Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.
2.1.7.1 Penatalaksanaan medis
1. Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam atau
dengan menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan
IWL 500ml, maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan
tersebut.
2. Memberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein
tidak cukup memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
3. Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung
alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan
makanan.
4. Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control
volume intravaskuler.
5. Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan
tidak memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan
karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis
metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.
6. Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat
disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap
kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien
harus diet rendah kalium kadang – kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
7. Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin
manusia rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan
tiga kali seminggu.
8. Transplantasi ginjal.
3018
2.1.8 Komplikasi
2.1.8.1 Hiperkalemia
Tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya kandungan
kalium di dalam darah dapat menimbulkan kematian mendadak, jika tidak
ditangani dengan serius.
1) Perikarditis, efusi pericardial
Akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
2) Hipertensi
3) Anemia
4) Penyakit tulang
Akibat kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal
5) Dehidrasi
6) Kulit : gatal gatal
19
31
2.1.9 Pencegahan
Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
2.2.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang
sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau
tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat
alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
2.2.1.6 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
1. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
o Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.
o Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat.
o TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
2. Pemeriksaan Fisik :
o Pernafasan B1 (breath)
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan
adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan
upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di
sirkulasi.
o Kardiovaskuler B2 (blood)
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan
tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin,
CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama
jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari penurunan curah
jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia
sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal
uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya
dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari
trombositopenia.
22
34
- PH = 7,35 -7,45
- PO2 = 80-100 mmHg
- Saturasi O2 = > 95 %
- PCO2 = 35-45 mmHg
- HCO3 = 22-26mEq/L
- BE (kelebihan basa) = -2 sampai +2
- Bebas dari gejala distress pernafasan
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji status pernafasan, catat 1. Takipneu adalah mekanisme
peningkatan respirasi atau kompensasi untuk hipoksemia dan
perubahan pola nafas. peningkatan usaha nafas.
2. Catat ada tidaknya suara nafas dan 2. Suara nafas mungkin tidak sama atau
adanya bunyi nafas tambahan tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
seperti crakles, dan wheezing. karena peningkatan cairan di
permukaan jaringan yang disebabkan
3. Kaji adanya cyanosis. oleh peningkatan permeabilitas
membran alveoli – kapiler.
Wheezing terjadi karena
bronchokontriksi atau adanya mukus
pada jalan nafas
3. Selalu berarti bila diberikan oksigen
24
36
Intervensi Rasional
Mandiri : 1. Untuk menentukan tindakan
1. Identifikasi faktor penyebab keperawatan
2. Batasi masukan cairan 2. Pembatasan cairan akan
3. Anjurkan klien untuk menentukan berat tubuh ideal,
melakukan aktifitas pergerakan haluaran urin, dan respon
seperti berdiri, meninggikan terhadap terapi.
kaki 3. Agar tidak terjadi imobilitasi
4. Kurangi asupan garam, 4. Agar tidak terjadi peningkatan
pertimbangkan penggunaan natrium
garam pengganti 1. Diuretic bertujuan untuk
5. Kolaborasi : menurunkan volume plasma
1. Berikan diuretic dan menurunkan retensi cairan
furosemide, spironolakton, di jaringan sehingga
hidronolakton menurunkan resiko terjadinya
Adenokortikosteroid, golongan edema paru.
prednisone Adenokortikosteroid, golongan
predison digunakan untuk
menurunkan proteinuri.
27
39
2.3.3 Klasifikasi
Beberapa contoh jenis ensefalopati :
1. Ensefalopati mitokondria
Gangguan metabolic yang di sebabkan oleh disfungsi dari DNA mitokondria.
Dapat mempengaruhi banyak system tubuh, terutama otak dan system saraf.
2. Glycine ensefalopati : sebuah gangguan metabolism genetic yang melibatkan
kelebihan produksi glisin
3. Hipoksia iskemik ensefalopati : ensefalopati permanen atau sementara yang
timbul dari pengiriman oksigen yang sangat berkurang ke otak
4. Uremik ensefalopati : gagal ginjal akut/kronis dapat menyebabkan ensefalopati
uremik. Ketika ginjal gagal untuk secara memadai membersihkan aliran darah,
berbagai racun secara bertahap dapat membangun dan menyebabkan fungsi
otak menurun.
5. Hipertensi ensefalopati : timbul dari peningkatan tekanan darah meningkat
darah di intrakarnial
6. Neonatal ensefalopati : sering terjadi karena kurangnya oksigen dalam aliran
darah ke otak-jaringan janin selama persalinan.
41
29
2.3.4 Patofisiologi
Ensefalopati terjadi karena adanya suatu kelainan dalam struktur anatomi
listrik dan fungsi kimia yang berubah. Selain itu juga adanya keracunan jaringan
otak, racun ini dapat di produksi dalam tubuh, misalnya dari hati/gagal ginjal, atau
mungkin sengaja (keracunan alcohol/penyalahgunaan narkoba) atau tidak sengaja
tertelan (keracunan karbon monoksida, obat-obatan, zat beracun).
Hal tersebut dapat kita lihat bahwa adanya gangguan mental, hilangnya
fungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkosentrasi, lesu, kesadaran menurun
pada pasien dengan ensefalopati.
Ensefalopati mungkin juga dikarenakan cacat lahir (kelainan genetic yang
meyebabkan struktur otak yang abnormal/aktivitas kimia dengan gejala yang di
temukan pada saat lahir).
3042
2.3.5 Pathway
2.4.3 Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Perubahan perfusi Circulation status Aktivitas :
jaringan serebral b.d Neurologic status
proses peradangan Tujuan : 1. Monitor status
Ketidakefektifan neurologi setiap
perfusi jaringan 2 jam: tingkat
Data Pendukung :
serebral dapat kesadaran, pupil,
– Perubahan reflex,
kesadaran teratasi
kemampuan
– Perubahan tanda Kriteria Hasil : motorik, nyeri
vital – Mempertahankan kepala, kaku
– Kelemahan motorik tingkat kesadaran kuduk
– Perubahan nilai AGD dan orientasi 2. Monitor tanda
– Tanda vital dalam vital dan
batas normal. temperature
– Tidak terjadi setiap 2 jam
defisit neurologi. 3. Kurangi aktivitas
yang dapat
menimbulkan
peningkatan TIK:
batuk,
mengedan,
muntah,
menahan nafas
4. Berikan waktu
istirahat yang
cukup dan
kurangi stimulus
lingkungan
5. Tinggikan posisi
kepala 30 – 45°
pertahankan
kepala pada
posisi netral,
hindari fleksi
leher
6. Kolaborasi dalam
pemberian
Diuretik
osmotic,steroid,
antibiotic
34
46
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
lalu pada tahun 2015 klien di beritahukan dokter bahwa klien sudah mengalami
gagal ginjal kronis dan klien di anjurkan untuk rutin melakukan cuci darah setiap
2 kali dalam satu minggu.Keluarga mengatakan klien belum pernah menjalani
operasi.
3.1.3 Genogram
Keterangan :
= Pasien = Meninggal
3.1.4.4 Pernapasan(Breathing)
Bentuk dada klien tampak simetris, tipe pernapasan pada klien yaitu
menggunakan dada dan perut. Irama pernapasan teratur, suara nafas vesikuler.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
3.1.5.4 Kognitif
Pada pengkajian kognitif, “Keluarga klien mengatakan sudah mengetahui
apa itu Chronic Kidney Disease dan Encephalopathy, karena sudah dijelaskan
oleh dokter maupun perawat yang ada diruangan. Tidak ada masalah.
tubuh
Purnasali
45
DATA SUBYEKTIF
KEMUNGKINAN
DAN DATA MASALAH
PENYEBAB
OBYEKTIF
Ds : - Gagal ginjal kronis Resiko perfusi
serebral tidak efektif
Do :
- Tingkat kesadaran Kadar urea meningkat
somonolent klien
hanya membuka mata
bila di rangsang nyeri, Terjadi penumpukan urea
klien mengerang jika dalam darah
diberi rangsangan
nyeri, hanya menarik
bagian tubuh bila di Uremia
rangsang nyeri (E2,
V2, M4)
- Besar pupil kanan dan Menyerang
kiri 2, reaksi pupil neurotransmitter GABA
kanan dan kiri (+) didalam otak melalui darah
positif
- Ureum = 166 mg/dl
- Tanda-tanda vital Peradangan otak
TD = 149/92 mmHg
N = 114×/menit
S = 38,1 ℃
R = 15×/menit
- Terpasang oksigen
masker O2 masker
10l/menit
46
DO:
- Kulit klien Sekresi eriprotein menurun
tampak kusam
- Bibir kering
- Mulut klien Produksi SDM menurun
berbau
- Pakaian kotor
- Alas tempat tidur Supai O2 ke jaringan
tampak kotor dan menurun
basah
Kelemahan fisik
47
1. Resiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan asuhan 1. Monitorkan status neurologi 1. Mengetahui tingkat
efektif behubungan dengan keperawatan selama 1 x 7 setiap 2 jam (Tingkat kesadaran,dan keadaan
proses peradangan. jam, diharapkan perfusi kesadaran, kempuan umum klien.
selebral efektif dengan motoric,dan reflek reaksi 2. Memenuhi kebutuhan
Kriteria hasil: pupil) oksigen klien
- Tingkat kesadaran klien 2. Kolaborasi pemberian O2 3. Takikardi dan febris
membaik(Cm) masker 10l/menit menandakan adanya infeksi
- Besar pupil nomal dan 3. Monitorkan tanda-tanda vital pada jaringan tubuh
reflek pupil positif dan temperature setiap 1 jam4. Lingkungan yang tenang
- Tanda-tanda vital dalam mengurangi stress dan
batasan normal 4. Berikan waktu istirahat dan memberikan ketenangan
TD= 130/80 mmHg kurangi stimulus lingkungan pada klien
N= 90×/menit 5. Duretik dan antibiotic
R= 18×/menit 5. Kolaborasi dalam pemberian dapat membantu mencegah
S= 36,5 ℃ duretik dan antibiotic penyebaran infeksi di otak.
49
No Dx keperawatan Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional
2. Gangguan intergritas kulit Setelah dilakukan asuhan 1. Inspeksi keadaan kulit 1. Menandakan area sirkulasi
berhubungan dengan adanya keperawatan selama 1 x 7 terhadap perubahan warna buruk atau kerusakan pada
lesi pada kulit jam, diharapkan gangguan tugor kulit dan adanya kulit
intergritas kulit dapat di atasi kemerahan
dengan kriteria hasil: 2. Mengjaga kebersihan kulit 2. Meminimalkan terjadinya
- Kulit klien bersih kilen kerusakan dan infeksi pada
- Tidak ada tanda-tanda kulit
luka baru pada kulit 3. Oleskan minyak oil atau 3. Minyak kelapa dan oil
- Tidak ada tanda-tanda minyak kelapa pada kulit dapat membantu mencegah
infeksi kemerahan atau klien secara merata dan mengobati kulit yang
pembengkakan pada mengalami kerusakan
kulit. 4. Ubah posisi klien setiap 2 jam 4. Membantu menurunkan
resiko decubitus pada
5. Monitorkan status nutris klien belakang klien dan
mengurangi tekanan pada
bagian belakang klien
5. Nutris yang adekuat dapat
memperbaiki system imun
dan mengurangi gangguan
integritas kulit.
50
No Dx keperawatan Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional
3. Defisit perawatan Setelah dilakukan asuhan 1. Bantu klien untuk mandi 3. Memberikan kenyamanan agar
diri behubungan keperawatan selama 1 x 7 jam, kulit dan badan bersih
dengan kelemahan diharapkan kebersihan klien 2. Lakukan oral hygiene 4. Agar mulut dan gigi bersih dan
fisik terpenuhi dengan kriteria hasil: tidak berbau
- Badan kulit bersih 5. Pakaian yang bersih jauh dari
- Mulut, gigi, dan lidah klien 3. Ganti pakaian dan selimut klien bakteri yang dapat
bersih dan tidak berbau menyebabkan infeksi
- Pakaian bersih dan rapi 4. Ganti alas tempat tidur klien 6. Alas tempat tidur yang basah
- Alas tempat tidur bersih dan dapat menjadi tempat
kering mikrorganisme bakteri
berkembang biak.
51
IMPLEMENTASI
P : Hentikan intervensi
54
CATATAN PERKEMBANGAN
No Hari, tanggal, jam Dx keperawatan Implementasi Evaluasi ( SOAP ) TTD
A: masalahbelum teratasi
P : lanjutkan Intervensi
56
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya
yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal) (Nursalam,2008).
Ensefalopati adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kelainan
fungsi otak menyeluruh yang dapat akut atau kronik, progesif/statis. Ensefalopati
yang terjadi sejak dini dapat menyebabkan gangguan perkembangan neurologis
(WHO, 2006). Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik yang
terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Biasanya dengan
nilai kadar Creatinine Clearance menurun dan tetap di bawah 15 mL/mnt.
Data temuan pada klien mengarah pada kondisi tersebut dimana hasil
pengkajian terhadap kondisi Ny. T adalah klien mengalami gangguan pada
neurologinya dimana klien mengalami penurunan kesadaran (E2, V2, M4).
Berdasarkan analisa penulis terhadap teoritis dan membandingkannya dengan
temuan masalah yang di alami Ny. T maka penulis mengambil kesimpulan bahwa
tidak ada kesenjangan antara data temuan pada klien dengan teoritis yang
diuraikan para ahli.
57
kebersihan kulit kilen, Mengleskan minyak kelapa pada kulit klien secara merata,
Mengubah posisi klien setiap 2 jam, Memonitorkan status nutris klien.
Pada diagnosa ke 3, pada tanggal 8 november 2018, Membantu klien untuk
mandi, Melakukan oral hygiene, Mengganti pakaian dan selimut klien, Mengganti
alas tempat tidur klien
Dari penatalaksanaan yang telah dilakukan penulis menyimpulkan bahwa,
pelaksanaan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah direncanakan.
4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan terhadap klien mengacu pada skala penilaian berupa tujuan dan
kriteria hasil yang ditetapkan dalam perencanaan keperawatan sebelumnya.
Evaluasi keperawatan pada diagnosa pertama didapat Tingkat kesadaran
klien somnolent (E2, V2, M4), besar pupil kanan dan kiri 2, reaksi pupil kanan
dan kiri (+) positif, Terpasang oksigen masker O2 masker 10l/menit, Tanda-tanda
vital TD= 140/80 mmHg N= 113×/menit R= 16×/menit S= 38,2℃, Klien tampak
nyaman dengan lingkungan yang tenang, Keluarga bertanya tentang indikasi dari
injeksi obat di berikan. Masalah ini belum teratasi.
Evaluasi keperawatan pada diagnosa kedua Kulit pada bagian belakan
belakang daerah glutea tampak kehitaman, Kulit klien tampak bersih setelah di
bersihkan dan di oleskan dengan minyak kelapa, Klien tampak nyaman dengan
posisi miring yang di berikan, Klien di berikan diit cair susu sonde 250 cc.
Masalah ini belum teratasi.
Evaluasi keperawatan pada diagnosa ketiga didapat Badan klien tampak
bersih setelah di mandikan, Mulut,gigi, dan lidah klien tampak bersih dan tidak
berbau, Pakaian klien tampak bersih dan rapi, Alas tempat tidur klien tampak
bersih dan kering
Evaluasi keperawatan pada diagnosa pertama, kedua dan ketiga, masalah
belum teratasi semua.
60
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang diuraikan dalam bab 4 maka di tarik beberapa
kesimpulan yaitu:
1. Proses Keperawatan
Pada pengkajian data yang dilakukan pada kasus Ny. T terdapat tanda dan
gejala yang mengarah kepada Data temuan pada klien mengarah pada
kondisi tersebut dimana hasil pengkajian terhadap kondisi Ny. T adalah
klien mengalami gangguan pada neurologinya dimana klien mengalami
penurunan kesadaran (E2, V2, M4).
Diagnosa keperawatan yang timbul pada kasus Ny. T semuanya berjumlah 3
( tiga ) diagnosa yaitu: Resiko perfusi serebral tidak efektif behubungan
dengan proses peradangan ditandai dengan Kesadaran somnolent, klien
hanya membuka mata bila di rangsang nyeri, klien hanya mengerang jika
diberi rangsangan nyeri, klien hanya menarik bagian tubuh bila di rangsang
nyeri (E2, V2, M4), besar pupil kanan dan kiri 2, reaksi pupil kanan dan
kiri (+) positif, ureum = 166 mg/dl, Tanda-tanda vital TD= 149/92 mmHg
N= 114×/menit S= 38,1 ℃ R= 15×/menit, Terpasang O2 masker 10l/menit.
Gangguan Intergritas kulit berhubungan dengan adanya lesi pada kulit di
tandai dengan Pada kulit klien terdapat lesi kehitaman pada daerah sekitar
glutea, Terdapat ulkus pada pertengahan glutea bagian atas panjang luka
ulkus ±2 cm dan lebar ±1 cm.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan
Kulit klien tampak kusam, Bibir kering, Mulut klien berbau, Pakaian kotor,
Alas tempat tidur tampak kotor dan basah.
2. Perencanaan Keperawatan dirancang berdasarkan kebutuhan aktual dengan
rasional tindakan yang mendasarinya, semua disusun bedasarkan
perbandingan teori dengan kondisi yang di alami klien dengan masalah
Chronic kidney disease dan Ensefalopati. Fokus utama dalam kasus ini
61
5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan adalah :
1. Bagi tenaga keperawatan :
Menumbuhkan kesadaran diri akan pentingnya mengembangkan
pengetahuan secara individu oleh perawat.
2. Bagi institusi Rumah Sakit
Pengembangan sarana dan pra sarana kesehatan dan standart acuan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan hipertensi dan trakeostomi.
3. Bagi institusi Pendidikan
Lebih memaksimalkan metode pembelajarn yang membina respon kritis
mahasiswa dalam menetapkan masalah keperawatan yang sering ditemui
dilahan praktek, sehingga kemampuan analisa mahasiswa lebih baik.
62
Carpenito, Lynda Juall. (2008). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, EGC,
Jakarta.
Depkes RI. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Diknakes, Jakarta.
Guyton A.C., Hall J.E. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.