You are on page 1of 63

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur
keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring
darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit,
serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih. Fungsi primer ginjal adalah
mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam batas-batas
normal. Komposisi dan volume cairan ekstra sel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus. Pasien dengan gagal ginjal sering
mengalami gejala klinis yang berkaitan dengan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, anemia, malnutrisi dan gangguan gastrointestinal. Salah satu dari
komplikasi tersebut adalah uremic encephalopathy. Uremic encephalopathy (UE)
adalah kelainan otak organik yang terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut
maupun kronik. Biasanya dengan nilai kadar Creatinine Clearance menurun dan
tetap di bawah 15 mL/mnt. Prevalensi internasional tidak diketahui, namun
dengan bertambahnya jumlah pasien dengan gagal ginjal stadium akhir atau End
Stage Renal Disease (ESRD), diasumsikan jumlah kasus UE juga bertambah.
Patofisiologi dari UE masih belum diketahui pasti namun diduga akibat
peningkatan hormon paratiroid dan akumulasi komponen guanidino yang
mengakibatkan ketidakseimbangan neurotransmitter di dalam otak. Apatis, fatig,
iritabilitas merupakan gejala dini. Selanjutnya, terjadi konfusi, gangguan persepsi
sensoris, halusinasi, kejang dan stupor. Gejala ini dapat berfluktuasi dari hari ke
hari, bahkan dalam hitungan jam. Diagnosis banding UE antara lain ensefalopati
hipertensif, ensefalopati hepatikum, sindrom respons inflamasi sistemik pada
pasien sepsis, vaskulitis sistemik, neurotoksisitas akibat obat (opioid,
benzodiazepin, neuroleptik, antidepresan), cerebral vascular disease, hematom
subdural.
Diseluruh dunia menurut National Kidney Foundation (2004), 26 juta orang
dewasa Amerika telah mengalami CKD, dan jutaan orang lain beresiko terkena
2

CKD. Perhimpunan nefrologi indonesia menunjukkan 12,5persen dari penduduk


indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal, itu berarti secara kasar lebih dari
25 juta penduduk mengalami CKD. Chronic Kidney Disease merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga terjadi uremia. Diperkirakan hingga tahun 2015 Data WHO dengan
kenaikan dan tingkat persentase dari tahun 2009 sampai sekarang 2011 sebanyak
36 juta orang warga dunia meninggal dunia akibat penyakit Cronic Kidney
Disease(CKD).
Prevalensi CKD terutama tinggi pada orang dewasa yang lebih tua, dan ini
pasien sering pada peningkatan risiko hipertensi. Kebanyakan pasien dengan
hipertensi akan memerlukan dua atau lebih antihipertensi obat untuk mencapai
tujuan tekanan darah untuk pasien dengan CKD. Hipertensi adalah umum pada
pasien dengan CKD, dan prevalensi telah terbukti meningkat sebagai GFR pasien
menurun. Prevalensi hipertensi meningkat dari 65 % sampai 95 % sebagai GFR
menurun 85 - 15ml/min/1. 73m2. Penurunan GFR dapat ditunda ketika proteinuria
menurun melalui penggunaan terapi antihipertensi (Eskridge, 2010)
Penanganannya seperti pemantauan ketat tekanan darah, control kadar gula darah
( Thakkinstian, 2011). Kardiovaskular (CVD) adalah penyebab utama kematian
pada pasien dengan CKD (Patricia, 2006).
Peran perawat sangat penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada
pasien CKD, serta diharapkan tidak hanya terhadap keadaan fisik klien tetapi juga
psikologis klien. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk menyusun
karya tulis ilmiah tentang asuhan keperawatan dengan Chronic Kidney Disease
dan Encephalopathy di Ruang ICU RSUD dr. Sylvanus Palangka Raya sebagai
pemenuhan tugas akhir.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan uraian, maka dirumusan masalah sebagai
berikut : Bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. T dengan
diagnosa medis Chronic kidney disease (CKD) dan Encephalopathy di Ruang
ICU RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
3

1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan studi kasus ini adalah untuk mendapatkan atau
memperoleh kemampuan dalam menyusun dan menyajikan laporan studi kasus,
serta sebagai pengalamannyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien Ny.T dengan Chronic Kidney Disease dan Encephalopathy di ruang ICU
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya mulai dari pengkajian, diagnose,
intevensi, implementasi sampai dengan evaluasi serta dokumentasi keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menerapkan proses keperawatan pada Ny. T dengan
Chronic Kidney Disease dan Encephalopathy di ruang ICU RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi factor pendukung dan penghambat
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. T dengan Chronic Kidney
Disease dan Encephalopathy di ruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
3. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Ny. T
dengan Chronic Kidney Disease dan Encephalopathy di ruang ICU RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.4. Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat untuk meningkatkan
mutu profesi keprawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien
dengan Chronic Kidney Disease dan Encephalopathy.
1.4.2 Praktis
1) Bagi mahasiswa
Untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney
Disease dan Encephalopathy.
4

2) RSUD dr. Doris Sylvanus


Untuk RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya khususnya ruang ICU,
penulisan laporan studi kasus ini dapat sebagai referensi bagi perawat
dalam melakuakan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus
penyakit Chronic Kidney Disease dan Encephalopathy, serta sebagai
masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya
pada pasien dengan Chronic Kidney Disease dan Encephalopathy.
3) Bagi Institusi pendidikan
Sebagai sumber bacaan diperpustakaan STIKES Eka Harap Palangka Raya
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa yang
akan datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam
penguasaan terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan
sampai pendokumentasian keperawatan.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Chronic kidney disease


2.1.1 Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik (PGK) atau
yang sering disebut juga dengan gagal ginjal kronis (GGK) adalah kerusakan pada
ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari
darah, dengan ditandai adanya protein dalam urin serta penurunan laju filtrasi
glomerulus yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan (Black & Hawks, 2009).
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam,2008).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (Toksik
uremik) di dalam darah. Kerusakan pada kedua ginjal ireversibel, kerusakan
vaskular akibat diabetes melitus, dan hipertensi yang berlangsung terus menerus
dapat mengakibatkan pembentukan jaringan parut pembuluh darah dan hilangnya
fungsi ginjal secara progresif. (Muttaqin, 2011:).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkangangguan fungsiginjal yaitu penurunan laju
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2008).
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
(GGK) atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi renal dimana
terjadi penurunan fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan (menahun)
yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan kesimbangan cairan dan elektrolit.
6

2.1.2 Anatomi Fisiologi


2.1.2.1 Anatomi
Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak dibagian belakang
abdomen atas, dibelakang peritonium (retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir
dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas
mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar
adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar
vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm,
lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa.
Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya
antara 120-150 gram.
Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke
dalam. Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari
ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal
wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan ginjal kiri
untuk memberi tempat lobus hepatis dexter yang besar. Ginjal dipertahankan
dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus
oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu
meredam guncangan.

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa,
terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla
renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex.
Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak
kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut
papilla renalis.
7

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu


masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis
berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi
dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi
dua atau tiga kaliks renalis minores.
Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-
piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen
tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid
membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal
dari banyak duktus pengumpul.

2.1.2.2 Fisiologi
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak
(sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah
“menyaring/membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit
atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120
ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus
sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.
1) Fungsi Ginjal
1. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
8
2. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh,
dan
4. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin
dan amoniak.
5. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
6. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
7. Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah
merah.
2) Tahap Pembentukan Urine
1. Tahap Filtrasi
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,
seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel
terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino,
glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow)
adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar
seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus
(GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s
disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang
terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan
hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan
kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula
bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak
hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh
permeabilitas dinding kapiler.
9

2. Rearbsopsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit,
elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif
zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi
tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi
yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium
serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat
dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini,
tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa
hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali”
jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus
disekresi dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan
ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium).
Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini
membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit
dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker
10

aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya


dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi
secara theurapeutik.

2.1.3 Etiologi

Beberapa penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :

2.1.3.1 Tekanan Darah Tinggi


Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan –
perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan
hialinisasi (sklerosis) di dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini
adalah jantung, otak, ginjal dan mata.
Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama
menyebabkan nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat langsung
dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang –
lubang dan berglanula. Secara histology lesi yang esensial adalah sklerosis arteri
arteri kecil serta arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen. Penyumbatan
arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus,
sehingga seluruh nefron rusak
2.1.3.2 Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi
peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi
peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan
filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui
glomerulus.
2.1.3.3 Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang
terperangkap dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan.
Perubahan yang paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai
glomerulus atau hanya mengenai beberapa glomerulus yang tersebar.
11

2.1.3.4 Penyakit Ginjal Polikistik


Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple,
bilateral, dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan
parenkim ginjal normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu
mempertahankan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak
2.1.3.5 Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis
itu sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi
melalui infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi
berulang-ulang dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu,
obstruksi lain, atau repluks vesikoureter.
2.1.3.6 Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering,
berjumlah 30% hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang
struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetic adalah istilah yang
mencakup semua lesi yang terjadi diginjal pada diabetes mellitus (Price,
2005:941). Riwayat perjalanan nefropati diabetikum dari awitan hingga ESRD
dapat dibagi menjadi lima fase atau stadium:
1. Stadium 1 (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan
hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang
disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi,
glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan, efek rennin, angiotensin
II danprostaglandin.
2. Stadium 2 (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan
membrane basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi
sedikit penumpukan matriks mesangial.
3. Stadium 3 (Nefropati insipient)
4. Stadium 4 (nefropati klinis atau menetap)
5. Stadium 5 (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)
12

2.1.4 Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan karena adanya penyakit yang terdapat pada
ginjal, sehingga mengakibatkan kegagalan ginjal. Maka lama kelamaan jumlah
nefron mengalami kerusakan bertambah. Dengan adanya peran dan fungsi ginjal
maka hasil metabolisme protein akan berkumpul didalam tubuh, penurunan fungsi
ginjal mengakibatkan pembuangan hasil sisa metabolisme gagal yang dimulai
dengan pertukaran didalam pembuluh darah tidak adekuat karena ketidak
mampuan ginjal sebagai penyaring, Nitrogen) menumpuk dalam darah. Akibatnya
ginjal tidak dapat melakukan fungsinya lagi yang menyebabkan peningkatan
kadar serum dan kadar nitrogen ureum, kreatin, asam urat, fosfor meningkat
dalam tubuh dan menyebabkan terganggunya fungsi ginjal dan organ organ tubuh
lain. Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
satu dinamakan penurunan cadangan ginjal. Pada stadium ini kreatin serum dan
BUN dalam keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan
fungsi ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal, dimana lebih dari
75% jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap
ini BUN baru mulai stadium insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria
diakibatkan kegagalan pemekatan. Nokturia (berkemih pada malam hari)
sebanyak 700 ml atau berkemih lebih dari beberapa kali. Pengeluaran urine
normal sekitar 1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia. Sekitar 90%
dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR
nya hanya 10% dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10
ml/menit. Penderita biasanya ologuri (pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari)
karena kegagalan glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk akhir
metabolisme protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system.
13
Pathway

Infeksi Arterio Skerosis Zat Toksik Obstruksi Saluran Kemih

Reaksi Antigen Antibodi Suplai Darah Ginjal Turun Tertimbun Diginjal Retensi Urin
GFR Turun

GGK

B1 B2 B3 B4 B5 B6 Sindrom Uremia
Retensi Na

Tek. Kapiler naik Sekresi eritropoitin Vol. Intersial naik Obstruksi Ginjal Sekresi protein terganggu
Perporasi Ospaleimia

Beban Jantung Naik Produksi Hb Turun Vol. Intersial Naik Fungsi Ginjal Menurun Gangguan Keseimbangan
Asam Basa Pruritis
Tek. Vena Oksigen Hemoglobin Turun Suplai O2 jaringan turun GFR
pulmonalis Asam Lambung Naik Gangguan
Suplai O2 Timb. Asam integritas kulit
Retensi air dan
Kapiler paru naik kasar turun Laktat natrium Iritasi Lambung

Edema Paru Gangguan Perfusi -Fatigue Mual, muntah


Jaringan -Nyeri sendi Kelebihan
Volume Cairan
Gangguan Gangguan Nutrisi
pertukaran Gas Intoleransi Aktivitas
14

2.1.5 Manifestasi Klinis


Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia
sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan
kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2009).
2.1.5.1 Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi
bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml
per menit.
2.1.5.2 Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam
muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh
flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi
atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna
ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan
antibiotika.
2.1.5.3 Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.
Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris.
Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam
kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
2.1.5.4 Kelainan Kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan

26
2715

segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan


bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost
2.1.5.5 Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai
pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa
merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
2.1.5.6 Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat
seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering
dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai
pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar
kepribadiannya (personalitas).
2.1.5.7 Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

2.1.6 Pemeriksaan penunjang


2.1.6.1 Laboratorium
1. Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit
yang rendah.
2. Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi akibat pendarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi
saluran kemih. Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang
menurun.
28
16

3. Hiponatremi: Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia : biasanya


terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya dieresis
4. Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.
5. Phosphate alkaline: meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
6. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia: umunya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
7. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada
gagal ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer ).
8. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
9. Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.
2.1.6.2 Radiology
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu
atau adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi karena proses diagnostic akan
memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
Intra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
2.1.6.3 USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih
dan prostat.
2.1.6.4 EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)
29
17

2.1.7 Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang
mengalami CKD maka penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari
penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan
penatalaksanaan diet. Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.
2.1.7.1 Penatalaksanaan medis
1. Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam atau
dengan menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan
IWL 500ml, maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan
tersebut.
2. Memberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein
tidak cukup memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
3. Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung
alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan
makanan.
4. Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control
volume intravaskuler.
5. Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan
tidak memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan
karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis
metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.
6. Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat
disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap
kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien
harus diet rendah kalium kadang – kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
7. Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin
manusia rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan
tiga kali seminggu.
8. Transplantasi ginjal.
3018

2.1.7.2 Penatalaksanaan Keperawatan


1. Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan
hilangnya cairan dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam
sebelumnya.
2. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat
diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
2.1.7.3 Penatalaksanaan Diet
1. Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
2. Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme
protein.
3. Lemak diberikan bebas.
4. Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan
asam folat.
5. Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil
pemecahan makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat
dalam darah jika terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein yang
diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak
0,3 – 0,5 mg/kg/hari.

2.1.8 Komplikasi
2.1.8.1 Hiperkalemia
Tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya kandungan
kalium di dalam darah dapat menimbulkan kematian mendadak, jika tidak
ditangani dengan serius.
1) Perikarditis, efusi pericardial
Akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
2) Hipertensi
3) Anemia
4) Penyakit tulang
Akibat kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal
5) Dehidrasi
6) Kulit : gatal gatal
19
31

7) Gastrointestinal : mual, muntah, anoreksia, dan dada seperti terbakar, bau


nafas menyerupai urin
8) Endokrin
 Laki laki : kehilangan libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta
motilitas sperma
 Wanita : kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilisasi
 Anak anak: retardasi pertumbuhan
 Dewasa : kehilangan massa otot
9) Neurologis dan Pisikatri : kelelahan,kehilangan kesadaran, koma, iritasi
neurologis (tremor, ateriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot
bkejang)

2.1.9 Pencegahan

Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronis. Untuk dapat menghindari dan


mengurangi resiko gagal ginjal kronis ini, perlu menerapkan beberapa tips berikut
ini :
1) Jika pengkonsumsi minuman beralkohol, minumah dengan tidak berlebihan.
Namun alangkah lebih baik jika anda menghindari minuman tersebut
2) Jika menggunakan obat tanpa resep yang dijual bebas, ikutilah petunjuk
penggunaan yang tertera pada kemasan. Penggunaan obat dengan dosis yang
terlalu tinggi dan berlebihan akan dapat merusak ginjal. Jika mempunyai
sejarah keturunan berpenyakit ginjal, konsultasikan pada dokter tentang obat
apa yang sesuai.
3) Jagalah berat badan dengan selalu berolahraga secara teratur
4) Jangan merokok dan jangan pernah berniat untuk mencoba merokok
5) Selalu kontrol kondisi medis dengan bantuan dokter ahli untuk mengetahui
kemungkinan peningkatan resiko gagal ginjal agar segera diatasi.
32
20

2.2 Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi
2.2.1.1 Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung biaya.
2.2.1.2 Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-
tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
2.2.1.3 Riwayat penyakit saat ini
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa
meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity
scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit,
adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula
sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya
dan mendapat pengobatn apa.
2.2.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan
prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab.
33
21

Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
2.2.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang
sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau
tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat
alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga.
2.2.1.6 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
1. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
o Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.
o Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat.
o TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
2. Pemeriksaan Fisik :
o Pernafasan B1 (breath)
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan
adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan
upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di
sirkulasi.
o Kardiovaskuler B2 (blood)
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan
tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin,
CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama
jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari penurunan curah
jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia
sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal
uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya
dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari
trombositopenia.
22
34

Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas


system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat
perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat
aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan
cairan dan hipertensi.
o Persyarafan B3 (brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya
kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg
syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
o Perkemihan B4 (bladder)
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan
libido berat.
o Pencernaan B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari
bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna
sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
o Musculoskeletal/integument B6 (bone)
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi,
pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit,
fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi,
keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara
umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas berhbungan dengan peningkatn bendungan atrium
kiri
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan
menurun
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet
berlebih dan retensi cairan dan natrium
3523

2.2.3 Intervensi Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan bendungan
atrium kiri.
Tujuan :
Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan, tidak
Terjadi gangguan pertukaran gas.
Kriteria hasil :
Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan
nilai ABGs normal :

- PH = 7,35 -7,45
- PO2 = 80-100 mmHg
- Saturasi O2 = > 95 %
- PCO2 = 35-45 mmHg
- HCO3 = 22-26mEq/L
- BE (kelebihan basa) = -2 sampai +2
- Bebas dari gejala distress pernafasan

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji status pernafasan, catat 1. Takipneu adalah mekanisme
peningkatan respirasi atau kompensasi untuk hipoksemia dan
perubahan pola nafas. peningkatan usaha nafas.
2. Catat ada tidaknya suara nafas dan 2. Suara nafas mungkin tidak sama atau
adanya bunyi nafas tambahan tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
seperti crakles, dan wheezing. karena peningkatan cairan di
permukaan jaringan yang disebabkan
3. Kaji adanya cyanosis. oleh peningkatan permeabilitas
membran alveoli – kapiler.
Wheezing terjadi karena
bronchokontriksi atau adanya mukus
pada jalan nafas
3. Selalu berarti bila diberikan oksigen
24
36

(desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum


4. Observasi adanya somnolen, cyanosis muncul. Tanda cyanosis
confusion, apatis, dan dapat dinilai pada mulut, bibir yang
ketidakmampuan beristirahat indikasi adanya hipoksemia sistemik,
5. Berikan istirahat yang cukup cyanosis perifer seperti pada kuku
dan nyaman dan ekstremitas adalah
vasokontriksi.
4. Hipoksemia dapat menyebabkan
iritabilitas dari miokardium
5. Menyimpan tenaga pasien,
mengurangi penggunaan oksigen.
Kolaboratif :
1. Berikan humidifier oksigen 1. Memaksimalkan pertukaran oksigen
dengan masker CPAP jika ada secara terus menerus dengan tekanan
indikasi. yang sesuai.

2. Berikan pencegahan IPPB 2. Peningkatan ekspansi paru


meningkatkan oksigenasi
3. Review X-ray dada. 3. Memperlihatkan kongesti paru yang
progresif
4. Berikan obat-obat jika ada 4. Untuk mencegah gngguan pola napas
indikasi seperti steroids,
antibiotik, bronchodilator dan
ekspektorant.
37
25

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke


jaringan menurun

Tujuan : setelah diberikan intervensi selama 3 x 24 jam mempertahankan


sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
Intervensi Rasional
1. Ajarkan pasien untuk melakukan 1. dengan mobilisasi meningkatkan
mobilisasi sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang 2. meningkatkan melancarkan aliran
dapat meningkatkan aliran darah : darah balik sehingga tidak terjadi
Tinggikan kaki sedikit lebih oedema.
rendah dari jantung (posisi elevasi 3. Olestrol tinggi dapat mempercepat
pada waktu istirahat), hindari terjadinya anterosklerosis, meroko
penyilangkan kaki, hindari balutan dapat menyebabkan terjadinya
ketat, hindari penggunaan bantal, di vasokontriksi pembuluh darah,
belakang lutut dan sebagainya. relaksasi untuk mengurangi efek dari
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor- stress.
faktor resiko berupa : Hindari diet 4. pemberian vasodilator akan
tinggi kolestrol, teknik relaksasi, meningkatkan dilatasi pembuluh
menghentikan kebiasaan merokok, darah sehingga perfusi jaringan dapat
dan penggunaan obat vasokontriksi. diperbaiki, sedangkan pemeriksaan
4. Kerja sama dengan tim kesehatan gula darah secara rutin dapat
lain dalam pemberian vasodilator, mengetahui perkembangan dan
pemeriksaan gula darah secara rutin keadaan pasien, HBO untuk
dan terapi oksigen ( HBO ). memperbaiki oksigenasi daerah
ulkus/gangren.
38
26

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran


urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawaan selama 3 x 24 jam klien dapat
mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria Hasil :

- Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.


- BB stabil.
- TTV dalam batas normal (RR: 16-24 x/menit; N: 60-100 x/menit; TD:
120/80; T: 36,5-37,5 0C)
- Tidak ada edema, Turgor kulit baik
- Membran mukosa lembab

Intervensi Rasional
Mandiri : 1. Untuk menentukan tindakan
1. Identifikasi faktor penyebab keperawatan
2. Batasi masukan cairan 2. Pembatasan cairan akan
3. Anjurkan klien untuk menentukan berat tubuh ideal,
melakukan aktifitas pergerakan haluaran urin, dan respon
seperti berdiri, meninggikan terhadap terapi.
kaki 3. Agar tidak terjadi imobilitasi
4. Kurangi asupan garam, 4. Agar tidak terjadi peningkatan
pertimbangkan penggunaan natrium
garam pengganti 1. Diuretic bertujuan untuk
5. Kolaborasi : menurunkan volume plasma
1. Berikan diuretic dan menurunkan retensi cairan
furosemide, spironolakton, di jaringan sehingga
hidronolakton menurunkan resiko terjadinya
Adenokortikosteroid, golongan edema paru.
prednisone Adenokortikosteroid, golongan
predison digunakan untuk
menurunkan proteinuri.
27
39

2.3 Konsep Dasar Ensefalopati


2.3.1 Definisi
Ensefalopati adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kelainan
fungsi otak menyeluruh yang dapat akut atau kronik, progesif/statis. Ensefalopati
yang terjadi sejak dini dapat menyebabkan gangguan perkembangan neurologis
(WHO, 2006). Pasien dengan ensefalopati dapat mengalami kemunduran dalam
fungsi kognitif umum, prestasi akademis, fungsi neuropsikologik. Skor intelegensi
pasien yang mengalami ensefalopati juga rendah di bandingkan anak seusianya.
Dari segi prestasi akademis pasien akan mengalami kesulitan untuk membaca,
mengeja, dan aritmatik. Sedangkan fungsi neuropsikologikal dapat menjadi
hiperaktif maupun autis.
Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik yang terjadi pada
pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Biasanya dengan nilai kadar
Creatinine Clearance menurun dan tetap di bawah 15 mL/mnt.
Ensefalopati berasal dari kata : enchepalo (otak), pathy (gangguan). Yang
menggambarkan fungsi dan struktur otak yang abnormal. Ensefalopati adalah
istilah yang di gunakan untuk menjelaskan kelainan fungsi otak menyeluruh yang
dapat akut/kronik, progesif/statis. Ensefalopati tidak mengacu pada penyakit
tunggal, melainkan untuk sindrom disfungsi otak global.
Ensefalopati adalah disfungsi kortikal yang memiliki karakteristik
perjalanan akut hingga sub akut (jam hingga bebrapa hari), secara nyata terdapat
fluktuasi dari tingkat kesadaran, atensi minimal, halusinasi dan delusi yang sering
dan perubahan tingkat aktivitas psikomotor (secara umum meningkat, akan tetapi
dapat munurun).
2.3.2 Etiologi
1. Kelainan dalam struktur anatomi listrik dan fungsi kimia dapat
menyebabkan fungsi mental berubah dan ensefalopati
2. Keracunan jaringan otak dan sel-sel juga dapat mempengaruhi fungsi.
Racun ini dapat di produksi dalam tubuh, misalnya dari hati/gagal ginjal,
atau mungkin sengaja (keracunan alcohol/penyalahgunaan narkoba) atau
28
40

tidak sengaja tertelan (keracunan karbon monoksida, obat-obatan, zat


beracun)
3. Ensefalopati mungkin karena cacat lahir (kelainan genetic yang
meyebabkan struktur otak yang abnormal/aktivitas kimia dengan gejala
yang di temukan pada saat lahir)
Beberapa contoh penyebab lain ensefalopati :
1. Menular (bakteri, virus, parasit)
2. Anoxic (kekurangan oksigen ke otak, termasuk penyebab trauma)
3. Alcohol (toksisitas alcohol)
4. Hepatik (missal : kanker hati)
5. Uremik (ginjal/gagal ginjal)
6. Perubahan dalam tekanan otak (perdarahan kepala, tumor, abses)
7. Bahan kimia beracun (timbale, merkuri)
8. Penyakit metabolik

2.3.3 Klasifikasi
Beberapa contoh jenis ensefalopati :
1. Ensefalopati mitokondria
Gangguan metabolic yang di sebabkan oleh disfungsi dari DNA mitokondria.
Dapat mempengaruhi banyak system tubuh, terutama otak dan system saraf.
2. Glycine ensefalopati : sebuah gangguan metabolism genetic yang melibatkan
kelebihan produksi glisin
3. Hipoksia iskemik ensefalopati : ensefalopati permanen atau sementara yang
timbul dari pengiriman oksigen yang sangat berkurang ke otak
4. Uremik ensefalopati : gagal ginjal akut/kronis dapat menyebabkan ensefalopati
uremik. Ketika ginjal gagal untuk secara memadai membersihkan aliran darah,
berbagai racun secara bertahap dapat membangun dan menyebabkan fungsi
otak menurun.
5. Hipertensi ensefalopati : timbul dari peningkatan tekanan darah meningkat
darah di intrakarnial
6. Neonatal ensefalopati : sering terjadi karena kurangnya oksigen dalam aliran
darah ke otak-jaringan janin selama persalinan.
41
29

7. Salmonella ensefalopati : suatu bentuk ensefalopati yang di sebabkan oleh


keracunan makanan (terutama dari kacang dan daging busuk) sering
mengakibatkan kerusakan otak permanen dan gangguan system saraf

2.3.4 Patofisiologi
Ensefalopati terjadi karena adanya suatu kelainan dalam struktur anatomi
listrik dan fungsi kimia yang berubah. Selain itu juga adanya keracunan jaringan
otak, racun ini dapat di produksi dalam tubuh, misalnya dari hati/gagal ginjal, atau
mungkin sengaja (keracunan alcohol/penyalahgunaan narkoba) atau tidak sengaja
tertelan (keracunan karbon monoksida, obat-obatan, zat beracun).
Hal tersebut dapat kita lihat bahwa adanya gangguan mental, hilangnya
fungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkosentrasi, lesu, kesadaran menurun
pada pasien dengan ensefalopati.
Ensefalopati mungkin juga dikarenakan cacat lahir (kelainan genetic yang
meyebabkan struktur otak yang abnormal/aktivitas kimia dengan gejala yang di
temukan pada saat lahir).
3042

2.3.5 Pathway

Kelainan struktur anatomi listrik dan


fungsi kimia yang berubah, keracunan
jaringan otak

Otak tidak bisa bekerja


dengan baik

Perubahan perfusi Kebutuhan O2 meningkat


jaringan serebral
Napas kusmaul
Penurunan kesadaran

Tirah baring yang lama Pola napas tidak efektif


31
43

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Lumbal pungsi (pemeriksaan CSS)
a. Cairan warna jernih
b. Glukosa normal
c. Leukosit meningkat
d. Tekanan Intra Kranial meningkat
2. CT Scan/ MRI
Membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/ letak ventrikel, hematom,
daerah cerebral, hemoragic, atau tumor.

3. EEG (Electro Encephalo Graphy)


4. Terlihat aktivitas fisik (gelombang) yang menurun, dengan tingkat kesadaran
yang menurun
5. Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difu (aktivitas lambat
bilateral)

2.4 Asuhan Keperawatan


2.4.1 Pengkajian
2.4.1.1 dentitas Klien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
suku bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.
2.4.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya klien datang dengan keluhan kejang-kejang dapat disertai dengan
penurunan kesadaran,
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien dengan ensefalopati terjadi kelemahan/lesu, gangguan mental,
ketidakmampuan untuk berkosentrasi, respirasi cheynes-stokes
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien pernah menderita penyakit yang disebabkan oleh virus,
infeksi bakteri kelainan dalam struktur anatomi listrik dan fungsi kimia,
44
32

keracunan jaringan otak dan sel-sel (ex : keracunan


alcohol/penyalahgunaan narkoba, keracunan karbon monoksida, obat-
obatan, zat beracun)
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya klien ada kemungkinan cacat lahir (kelainan genetic yang
meyebabkan struktur otak yang abnormal/aktivitas kimia dengan gejala
yang di temukan pada saat lahir)
2.4.1.3 Pemeriksaan Fisik
1. Tingkat kesadaran : Adanya penurunan tingkat kesadaran.
2. GCS : Eye respon: … Motorik respon: … Verbal respon: …
3. Kulit : saat diraba kulit terasa agak panas
4. Kepala : terasa kaku pada semua persyarafan yang terkena, kehilangan
sensasi (kerusakan pada saraf kranial).
5. Mata : gangguan pada penglihatan,
6. Telinga : Ketulian atau mungkin hipersensitif terhadap kebisingan.
7. Hidung : adanya gangguan penciuman
8. Mulut dan gigi : membran mukosa kering, lidah terlihat bintik putih dan
kotor.
9. Leher : terjadi kaku kuduk dan terasa lemas.
10. Eksremitas atas dan bawah : Tidak ada kekuatan otot dan teraba dingin.

2.4.2 Diagnosa Keperawatan


1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d proses peradangan
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terganggunya ekspansi paru
akibat kebutuhan O2 meningkat
33
45

2.4.3 Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Perubahan perfusi  Circulation status Aktivitas :
jaringan serebral b.d  Neurologic status
proses peradangan Tujuan : 1. Monitor status
Ketidakefektifan neurologi setiap
perfusi jaringan 2 jam: tingkat
Data Pendukung :
serebral dapat kesadaran, pupil,
– Perubahan reflex,
kesadaran teratasi
kemampuan
– Perubahan tanda Kriteria Hasil : motorik, nyeri
vital – Mempertahankan kepala, kaku
– Kelemahan motorik tingkat kesadaran kuduk
– Perubahan nilai AGD dan orientasi 2. Monitor tanda
– Tanda vital dalam vital dan
batas normal. temperature
– Tidak terjadi setiap 2 jam
defisit neurologi. 3. Kurangi aktivitas
yang dapat
menimbulkan
peningkatan TIK:
batuk,
mengedan,
muntah,
menahan nafas
4. Berikan waktu
istirahat yang
cukup dan
kurangi stimulus
lingkungan
5. Tinggikan posisi
kepala 30 – 45°
pertahankan
kepala pada
posisi netral,
hindari fleksi
leher
6. Kolaborasi dalam
pemberian
Diuretik
osmotic,steroid,
antibiotic
34
46

2 Pola nafas tidak efektif


berhubungan dengan  Risk control Aktivitas :
terganggunya ekspansi - Dapat melakukan
paru akibat kebutuhan 1. Awasi frekuensi,
pernafasan secara
O2 meningkat kedalaman, dan
normal tanpa otot
Data Pendukung : upaya
bantu nafas,
– PCH pernafasan
- RR kembali normal
– Penggunaan otot 16-24 x/menit.
bantu nafas (+). 2. Pertahankan
kepala tempat
– Kecepatan tidur tinggi,
– respirasi ( < 11- posisi miring.
24x/menit )
Kolaborasi :
· Berikan tambahan O2
sesuai indikas
47
35

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama mahasiswa : Purnasali


NIM : 2015.C. 07a. 0669
Ruang Praktek : Ruang ICU
Tanggal Praktek : 10 November 2018
Tanggal dan jam Pengkajian : 10-11-2018, 10.00 wib
3.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada hari senin 10 November 2018
pukul 10.00 WIB didapatkan data sebagai berikut:

3.1.1 Identitas Pasien


Klien bernama Ny. T, usia 40 tahun, berjenis kelamin perempuan, klien adalah
asli suku Dayak, beragama Islam, pekerjaan klien sebagai Wiraswasta, pendidikan
terakhirnya yaitu SMA. klien masuk rumah sakit pada tanggal 08 November
2018, dengan diagnosa medis Chronic Kidney Disease dan Encephalopathy.

3.1.2 Riwayat Kesehatan / Perawatan


3.1.2.1 Keluhan Utama :
Klien mengalami penurunan kesadaran, dengan tingkat kesadaran somnolen, (E2,
V2, M4).

3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :


Keluarga mengatakan klien dibawa ke RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya pada tanggal 08 november 2018 dengan kondisi tidak sadar. Sampai di IGD
klien diberikan terapi oksigen masker 6 lpm, infus Nacl 0,9% 10 tpm, di tangan
kanan, Inj ceptriaxone 2x1 gr, ketorolac 3x30 mg, dan ketocid 3x2 tab P.O. Lalu
klien di pindahkan keruang ICU untuk dilakukan perawatan lebih lanjut.

3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya :


Keluarga mengatakan klien memiliki riwayat penyakit DM sejak tahun
2012, dan klien mengalami penyakit gagal ginjal awal mulanya pada tahun 2014,
48
36

lalu pada tahun 2015 klien di beritahukan dokter bahwa klien sudah mengalami
gagal ginjal kronis dan klien di anjurkan untuk rutin melakukan cuci darah setiap
2 kali dalam satu minggu.Keluarga mengatakan klien belum pernah menjalani
operasi.

3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluarga Klien mengatakan di dalam keluarga mereka ada memiliki
riwayat penyakit Diabetes Melitus.

3.1.3 Genogram

Bagan 3.1 Genogram keluarga Ny. T

Keterangan :

= Laki-laki = Tinggal serumah

= Perempuan = Garis keturunan

= Pasien = Meninggal

3.1.4 Pemeriksaan Fisik


3.1.4.1 Keadaan Umum
Klien berbaring dengan posisi terlentang, terpasang oksigen masker O2
masker 10l/menit, terpasang infus martos 12 tpm pada tangan sebelah kanan.
Dengan tingkat kesadaran somnolen, (E2, V2, M4). Kulit klien tampak kusam,
pakaian tampak kotor, alas tempat tidur tampak basah, bibir klien tampak kering
dan mulut klien berbau.
49
37

3.1.4.2 Status Mental


Kesadaran klien somnolen, bentuk badan klien ideal, cara berbaring klien
terlentang, klien tidak dapat bebicara, penampilan klien tampak kurang rapi.
Fungsi kognitif klien tampak terganggu, klien tidak mengetahui saat pengkajian,
klien tidak dapat mengenali keluarganya, klien tidak mengetahui saat sedang
dirawat.

3.1.4.3 Tanda-tanda Vital


Saat dilakukan pengkajiaan hasil tanda-tanda vital tekanan darah 149/92
mmHg, nadi yaitu 114x/ menit, pernapasan yaitu 15x/ menit, suhu yang diukur di
axila menunjukkan hasil 38,1 C.

3.1.4.4 Pernapasan(Breathing)
Bentuk dada klien tampak simetris, tipe pernapasan pada klien yaitu
menggunakan dada dan perut. Irama pernapasan teratur, suara nafas vesikuler.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah

3.1.4.5 Kardiovaskular (Bleeding)


Tidak adanya nyeri dada, tidak ada kram kaki, , tidak ada oedema, suara
jantung pasien pun normal S1-S2 reguler dengan bunyi lup-dup, untuk CRT atau
capillary refill time pada pasien didapatkan hasilnya < 2 detik.
Masalah keperawatan: tidak ada masalah

3.1.4.6 Persyarafan (Brain)


Saat dilakukan pengkajian pada persyarafan di dapatkan data Ny.T sebagai
berikut, kesadaran klien somnolen, nilai GCS eye 2 membuka mata bila di
rangsang nyeri, verbal 2 mengerang dengan rangsangan nyeri, motorik 4 hanya
menarik bagian tubuh bila di rangsang nyeri. Total nilai GCS 8 somnolen, besar
pupil kanan dan kiri 2, reflek cahaya kiri dan kanan positif.
Masalah keperawatan : Resiko perfusi serebral tidak efektif
38
50

3.1.4.6.1 Uji Syaraf Kranial


Nervus Kranial I : (Olfaktori) klien tidak dapat mencium aroma kopi.
Menunjukan bahwa penciuman klien mengalami
gangguan
Nervus kranial II : (Optic), klien dapat membaca dengan baik karena klien
mengalami penurunan kesadaran.
Nervus kranial III : (Okulimotor), pupil klien dapat bereaksi dengan baik.
Nervus kranial IV : (Troklear), bola mata klien tidak dapat bergerak ke atas
dan ke bawah dengan normal.
Nervus kranial V : (Trigeminal), rahang klien masih dapat mengatup dengan
baik.
Nervus Kranial VI : (Abdusen), kedua bola mata klien dapat bergerak ke kiri
dan ke kanan.
Nervus Kranial VII : (Fasial), klien tidak dapat tersenyum dan mengerutkan
dahi.
Nervus Kranial VIII : (Auditori), klien tidak dapat mendengar saat di ajak
berbicara dan tidak dapat merespon dengan baik.
Nervus kranial IX : (Glosofaringeal), klien tidak dapat membedakan asin dan
asam.
Nervus kranial X : (Vagus), klien tidak dapat berbicara.
Nervus kranial XI : (Aksesori), pasien tidak dapat menggerakkan kepala dan
bahu.
Nervus kranial XII : (Hipoglosal), lidah klien tidak dapat bergerak
menyamping ke atas dan ke bawah.
3.1.4.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Produksi urine 300 ml dalam 6 jam, berwarna kuning, berbau khas
amoniak dan terpasang kateter. Input cairan 300 ml, output 300 ml. Pada sistem
ini pasien tidak memiliki keluhan sehingga tidak ada masalah keperawatan yang
muncul.
51
39

3.1.4.8 Eliminasi Alvi (Bowel)


Pada sistem eliminasi alvi, pengkajian yang didapatkan yaitu: dari hasil
pemeriksaan mulut dan faring tampak bibir klien tampak kering, gigi karies dan
kotor, gusi tampak tidak ada peradangan, lidah tampak kotor da nada bintik putih,
mukosa tampak lembab dan berbau, tonsil tampak normal tidak tampak adanya
pembesaran tonsil, tidak tampak hemoroid. klien Buang Air Besar 1 x/hari, warna
kuning kecoklatan, konsistensi lembek, tidak ada masalah pada proses BAB. Pada
pemeriksaan fisik melalui pemeriksaan auskultasi pada abdomen didapatkan hasil
bising usus 8 x/menit, pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan perkusi di
dapatkan hasil terdengar suara bising usus yaitu timpani (redup) dan saat
dilakukan pemeriksaan fisik palpasi tidak ada nyeri tekan pada area epigastrik.
Masalah keperawatan : Defisit perawatan diri

3.1.4.9 Tulang – Otot – Integumen (Bone)


Kemampuan pergerakan sendi klien terbatas. tidak ada parese, ada
hemiparase bagian sinistra ekstremitas atas dan bawah, tidak ada krepitasi, tidak
ada bengkak, terdapat kekakuan. Ukuran otot simetris. Uji kekuatan otot untuk
ekstremitas atas dan bawah dekstra didapatkan derajat kekuatan otot 2/2, Uji
kekuatan otot untuk ekstremitas atas dan bawah sinistra didapatkan derajat
kekuatan otot 2/2.

3.1.4.10 Kulit-kulit Rambut


Klien tidak memiliki riwayat alergi baik pada obat, makanan, dan
kosmetik. Suhu kulit teraba panas, warna kulit sawo matang, turgor kulit tampak
kurang baik, tekstur terasa kasar. Pada kulit klien terdapat lesi kehitaman pada
daerah sekitar glutea, dan terdapat ulkus pada pertengahan glutea bagian atas
panjang luka ulkus ±2 cm dan lebar ±1 cm. Tekstur rambut klien kasar. Bentuk
kuku tampak simetris.
Masalah keperawatan : Gangguan integritas kulit
40
52

3.1.4.11 Sistem Penginderaan


Sistem penginderaan meliputi mata, telinga dan hidung, hasil
pemeriksaannya adalah. Fungsi penglihatan klien normal, bola mata bergerak
normal, sklera berwarna putih, kornea tampak bening, konjungtiva tampak merah
muda, pasien tidak menggunakan alat bantu seperti kacamata dan lainnya.
Pendengaran berfungsi dengan baik, hidung berbentuk simetris, tidak ada keluhan
lainnya. Tidak ada masakah keperawatan.

3.1.4.12 Leher dan Kelenjar Limfe


Pada pemeriksaan lehar tidak terdapat kelenjar limfe, tidak ditemukan
adanya massa, tidak ada jaringan parut, kelenjar limfe dan tiroid tidak teraba, dan
mobilitas leher pasien bergerak secara terbatas.

3.1.4.13 Sistem Reproduksi


Pada pemeriksaan sistem reproduksi tidak ada kemerahan, tidak ada gatal-
gatal, tidak terjadi pendarahan, kebersihan cukup, tidak ada kehamilan, payudara
simetris, tidak ada keluhan. Tidak ada masalah keperawatan.

3.1.5 Pola Fungsi kesehatan


3.1.5.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Keluarga Klien mengatakan “keluarga klien menganggap penyakit klien
akibat kurang menjaga pola makan dan pola hidup kurang sehat”.

3.1.5.2 Nutrisi Metabolisme


Tinggi badan pasien 152 cm, berat badan saat sakit 50 kg, berat badan
sebelum sakit 55 kg. Klien diberikan diet cair. Sebelum sakit klien makan 3 kali
sehari, sebanyak 1 porsi dengan jenis makanan nasi, lauk, sayur, serta jenis
minuman antara lain air putih. Nafsu makan klien sebelum sakit baik, setiap hari
klien minum sekitar ± 1700 cc/24 jam. Kebiasaan makan pagi, siang dan malam.
Saat sakit dan saat pengkajian klien hanya diberikan susu sonde 3 kali sehari,
sebanyak 200 ml yang disediakan dengan jenis minuman air mineral, selama sakit
klien minum sekitar ±500 cc/7 jam. Kebiasaan makan pagi, siang dan malam,
nafsu makan sesudah sakit berkurang.
53
41

3.1.5.3 Pola Istirahat dan Tidur


Keluarga Klien mengatakan “ Sebelum sakit klien dapat tidur pada malam
hari 6-8 jam di rumah dan tidur siang hari 2 jam, Saat sakit klien dapat tidur pada
malam hari 6-7 jam dan tidur siang hari 1-2 jam”. Tidak ada gangguan tidur saat
sakit. Tidak ada masalah keperawatan.

3.1.5.4 Kognitif
Pada pengkajian kognitif, “Keluarga klien mengatakan sudah mengetahui
apa itu Chronic Kidney Disease dan Encephalopathy, karena sudah dijelaskan
oleh dokter maupun perawat yang ada diruangan. Tidak ada masalah.

3.1.5.5 Konsep Diri


Pada konsep diri klien yang terdiri dari gambaran diri, ideal, identitas,
harga diri dan peran diri didapatkan hasil, Gambaran diri : pasien akan cepat
sembuh, Ideal diri : Berharap cepat sembuh, Identitas diri : klien seorang
perempuan, Harga diri : Klien di hargai keluargannya, Peran diri : Sebagai
seorang ibu. Tidak ada masalah

3.1.5.6 Aktivitas sehari-hari


Pada saat sakit Ny. T hanya berbaring ditempat tidur dan ADL pun dibantu
3.1.5.7 Koping – Toleransi Terhadap Stress
Pada koping-toleransi terhadap stres, kelurga mengatakan klien biasanya
menceritakan kepada anak-anaknya jika ada masalah. Tidak ada masalah
keperawatan.

3.1.5.8 Nilai - Pola – Keyakinan


Pada nilai-pola keyakinan didapatkan hasil pengkajian berupa klien
beragama Islam. Keluarga klien mengatakan tidak ada tindakan medis dan
keperawatan yang bertentangan dengan nilai dan keyakinan kami. Pada
pengkajian ini tidak ditemukan masalah keperawatan.
42
54

3.1.6 Sosial - Spiritual


3.1.6.1 Kemampuan berkomunikasi
Saat pengkajian klien tidak dapat berkomunikasi dengan baik hanya
terdengar suara menggerang tidak jelas saat di rangsang dengan nyeri.

3.1.6.2 Bahasa Sehari-hari


Pada saat pengkajian bahasa yang di gunakan keluarga Ny.T
berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa dayak dan bahasa Indonesia.

3.1.6.3 Hubungan dengan Keluarga


Klien juga memiliki hubungan dengan keluarga yang terjalin cukup baik
dan harmonis dibuktikan dengan anak-anak dan keluarga yang selalu menjaga
selama di rumah sakit. Tidak ada masalah keperawatan.

3.1.6.4 Hubungan dengan Petugas Kesehatan


Hubungan klien dengan keluarga tampak terjalin dengan baik.

3.1.6.5 Orang Berarti/Terdekat


Orang yang berarti/terdekat dalam hidup klien yaitu keluarg dan anak-
anaknya karena orang terdekat klien itulah yang lebih mengerti dan peduli
terdahap Ny. T.

3.1.6.6 Kebiasaan Menggunakan Waktu Luang


Sebelum sakit Ny. T menggunakan waktu luang dengan beristirahat dirumah dan
berkumpul bersama keluarga. Saat sakit Ny.T hanya terbaring lemah di tempat
tidur rumah sakit.

3.1.6.7 Kegiatan Beribadah


Keluarga mengatakan sebelum sakit klien selalu rutin dalam ibadah dan
sholat,saat sakit klien sudah tidak mampu melaksanakan ibadahnya.
5543

3.1.7 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang lainnya)


Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 09 November 2018

No Jenis Pemeriksaan Hasil Normal


.
1. Glukosa sewaktu 73 mg/dl <200

2. Ureum 166 mg/dl 21-53

3. Creatinin 6,24 mg/dl 0,7-1,5

4. RBC 4.22×10 ˄6/uL 3.50-5.50

5. WBC 17.30×10˄3/uL 4.00-10.00

3.1.8 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan medis yang didapatkan klien selama berada di RS yaitu :
No. Jenis Terapi Dosis Rute Indikasi

1. Infus martos 12 tpm IV Untuk mensuplai


penambahan air dan
karbohidrat sebelum dan
sesudah op, atau dalam
keadaan stress.

2. Ketorolac 3 x 30 Mg IV Mengatasi nyeri sedang


hingga nyeri berat untuk
sementara.

3. Paracetamol 3 x 1 grm IV Penurun demam, mengurangi


nyeri ringan hingga sedang
setelah operasi.

4. 2 x 1 grm IV Antibiotik yang di gunakan


Cefoperazone berbagai macam infeksi
bakteri

5. Sp 50 Mg IV Untuk meningkatkan tekanan


Norepinephin darah dan dan kada gula
e darah.

6. Omeprazole 2x 5 Mg IV Untuk menurunkan kadar


asam yang diproduksi di
dalam lambung.
7 Ketocid 3x2 tab P.O Untuk membantu memenuhi
kebutuhan asam amino dan
untuk menjaga kesehatan
44
56

tubuh

Palangka Raya, 07 november 2018


Mahasiswa

Purnasali
45

3.1.9 ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF
KEMUNGKINAN
DAN DATA MASALAH
PENYEBAB
OBYEKTIF
Ds : - Gagal ginjal kronis Resiko perfusi
serebral tidak efektif
Do :
- Tingkat kesadaran Kadar urea meningkat
somonolent klien
hanya membuka mata
bila di rangsang nyeri, Terjadi penumpukan urea
klien mengerang jika dalam darah
diberi rangsangan
nyeri, hanya menarik
bagian tubuh bila di Uremia
rangsang nyeri (E2,
V2, M4)
- Besar pupil kanan dan Menyerang
kiri 2, reaksi pupil neurotransmitter GABA
kanan dan kiri (+) didalam otak melalui darah
positif
- Ureum = 166 mg/dl
- Tanda-tanda vital Peradangan otak
TD = 149/92 mmHg
N = 114×/menit
S = 38,1 ℃
R = 15×/menit
- Terpasang oksigen
masker O2 masker
10l/menit
46

Ds : - Sindrom uremia Gangguan Intergritas


kulit
Do :
- Pada kulit klien Masuk ke kulit
terdapat lesi
kehitaman pada Kulit kering dan pruritus
daerah sekitar glutea
- Terdapat ulkus pada
pertengahan glutea Lesi pada kulit
bagian atas panjang
luka ulkus ±2 cm dan
lebar ±1 cm

DS:- Kerusakan fungsi ginjal Defisit perawatan diri

DO:
- Kulit klien Sekresi eriprotein menurun
tampak kusam
- Bibir kering
- Mulut klien Produksi SDM menurun
berbau
- Pakaian kotor
- Alas tempat tidur Supai O2 ke jaringan
tampak kotor dan menurun
basah

Kelemahan fisik
47

3.1.10 Diagnosa Keperawatan/Prioritas Masalah


Bedasarkan analisa data di atas maka dapat di proritaskan masalah keperawatan
adalah sebagai berikut.
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif behubungan dengan proses peradangan
ditandai dengan Kesadaran somnolent, klien hanya membuka mata bila di
rangsang nyeri, klien hanya mengerang jika diberi rangsangan nyeri, klien
hanya menarik bagian tubuh bila di rangsang nyeri (E2, V2, M4), besar pupil
kanan dan kiri 2, reaksi pupil kanan dan kiri (+) positif, ureum = 166 mg/dl,
Tanda-tanda vital TD= 149/92 mmHg N= 114×/menit S= 38,1 ℃ R=
15×/menit, terpasang oksigen masker O2 masker 10l/menit.
2. Gangguan Intergritas kulit berhubungan dengan adanya lesi pada kulit di
tandai dengan Pada kulit klien terdapat lesi kehitaman pada daerah sekitar
glutea, Terdapat ulkus pada pertengahan glutea bagian atas panjang luka
ulkus ±2 cm dan lebar ±1 cm.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan
Kulit klien tampak kusam, Bibir kering, Mulut klien berbau, Pakaian kotor,
Alas tempat tidur tampak kotor dan basah.
48
RENCANA KEPERAWATAN
No Dx keperawatan Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Resiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan asuhan 1. Monitorkan status neurologi 1. Mengetahui tingkat
efektif behubungan dengan keperawatan selama 1 x 7 setiap 2 jam (Tingkat kesadaran,dan keadaan
proses peradangan. jam, diharapkan perfusi kesadaran, kempuan umum klien.
selebral efektif dengan motoric,dan reflek reaksi 2. Memenuhi kebutuhan
Kriteria hasil: pupil) oksigen klien
- Tingkat kesadaran klien 2. Kolaborasi pemberian O2 3. Takikardi dan febris
membaik(Cm) masker 10l/menit menandakan adanya infeksi
- Besar pupil nomal dan 3. Monitorkan tanda-tanda vital pada jaringan tubuh
reflek pupil positif dan temperature setiap 1 jam4. Lingkungan yang tenang
- Tanda-tanda vital dalam mengurangi stress dan
batasan normal 4. Berikan waktu istirahat dan memberikan ketenangan
TD= 130/80 mmHg kurangi stimulus lingkungan pada klien
N= 90×/menit 5. Duretik dan antibiotic
R= 18×/menit 5. Kolaborasi dalam pemberian dapat membantu mencegah
S= 36,5 ℃ duretik dan antibiotic penyebaran infeksi di otak.
49
No Dx keperawatan Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional

2. Gangguan intergritas kulit Setelah dilakukan asuhan 1. Inspeksi keadaan kulit 1. Menandakan area sirkulasi
berhubungan dengan adanya keperawatan selama 1 x 7 terhadap perubahan warna buruk atau kerusakan pada
lesi pada kulit jam, diharapkan gangguan tugor kulit dan adanya kulit
intergritas kulit dapat di atasi kemerahan
dengan kriteria hasil: 2. Mengjaga kebersihan kulit 2. Meminimalkan terjadinya
- Kulit klien bersih kilen kerusakan dan infeksi pada
- Tidak ada tanda-tanda kulit
luka baru pada kulit 3. Oleskan minyak oil atau 3. Minyak kelapa dan oil
- Tidak ada tanda-tanda minyak kelapa pada kulit dapat membantu mencegah
infeksi kemerahan atau klien secara merata dan mengobati kulit yang
pembengkakan pada mengalami kerusakan
kulit. 4. Ubah posisi klien setiap 2 jam 4. Membantu menurunkan
resiko decubitus pada
5. Monitorkan status nutris klien belakang klien dan
mengurangi tekanan pada
bagian belakang klien
5. Nutris yang adekuat dapat
memperbaiki system imun
dan mengurangi gangguan
integritas kulit.
50
No Dx keperawatan Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional

3. Defisit perawatan Setelah dilakukan asuhan 1. Bantu klien untuk mandi 3. Memberikan kenyamanan agar
diri behubungan keperawatan selama 1 x 7 jam, kulit dan badan bersih
dengan kelemahan diharapkan kebersihan klien 2. Lakukan oral hygiene 4. Agar mulut dan gigi bersih dan
fisik terpenuhi dengan kriteria hasil: tidak berbau
- Badan kulit bersih 5. Pakaian yang bersih jauh dari
- Mulut, gigi, dan lidah klien 3. Ganti pakaian dan selimut klien bakteri yang dapat
bersih dan tidak berbau menyebabkan infeksi
- Pakaian bersih dan rapi 4. Ganti alas tempat tidur klien 6. Alas tempat tidur yang basah
- Alas tempat tidur bersih dan dapat menjadi tempat
kering mikrorganisme bakteri
berkembang biak.
51
IMPLEMENTASI

No Diagnosa Implementasi Evaluasi ( SOAP )


Keperawatan
1 Resiko 1. Memonitorkan status neurologi setiap 2 S : -
perfusi jam (Tingkat kesadaran, kempuan O :
serebral tidak motoric,dan reflek reaksi pupil) - Tingkat kesadaran klien somnolent (E2, V2, M4), besar
efektif pupil kanan dan kiri 2, reaksi pupil kanan dan kiri (+)
2. Berkolaborasi pemberian O2 masker
behubungan 10l/menit positif
dengan - O2 masker 10l/menit
proses 3. Memonitorkan tanda-tanda vital dan - Tanda-tanda vital
peradangan. temperature setiap 1 jam TD= 140/80 mmHg
N= 113×/menit
4. Memberikan waktu istirahat dan R= 16×/menit
mengurangi stimulus lingkungan S= 38,2℃
- Klien tampak nyaman dengan lingkungan yang tenang
5. Berkolaborasi dalam pemberian - Keluarga bertanya tentang indikasi dari injeksi obat di
Cefoperazone 2×1 grm
berikan

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi. 1,2,3,dan 4.


52
2. Diagnosa 2 1. Menginspeksi keadaan kulit terhadap S : -
perubahan warna tugor kulit dan
Gangguan adanya kemerahan O:
intergritas 2. Menjaga kebersihan kulit kilen - Kulit pada bagian belakangbagian belakang daerah
kulit 3. Mengleskan minyak kelapa pada kulit
glutea tampak kehitaman
berhubungan klien secara merata
dengan 4. Mengubah posisi klien setiap 2 jam - Kulit klien tampak bersih setelah di bersihkan dan di
adanya lesi 5. Memonitorkan status nutris klien oleskan dengan minyak kelapa
pada kulit
- Klien tampak nyaman dengan posisi miring yang di
berikan
- Klien di berikan diit cair susu sonde 250 cc
A: Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi. 2 ,3,4 dan 5.


53
3 Defisit 1. Membantu klien untuk mandi S:-
perawatan
diri 2. Melakukan oral hygiene O:
behubungan - Badan klien tampak bersih ssetelah di mandikan
dengan - Mulut,gigi, dan lidah klien tampak bersih dan tidak berbau
kelemahan 3. Mengganti pakaian dan selimut klien
- Pakaian klien tampak bersih dan rapi
fisik
4. Mengganti alas tempat tidur klien - Alas tempat tidur klien tampak bersih dan kering
A : Masalah teratasi

P : Hentikan intervensi
54
CATATAN PERKEMBANGAN
No Hari, tanggal, jam Dx keperawatan Implementasi Evaluasi ( SOAP ) TTD

1 Minggu, 11 november Resiko perfusi 1. Memonitorkan status S:-


2018 serebral tidak neurologi setiap 2 jam
efektif (Tingkat kesadaran, O:
Pukul 14.00 WIB behubungan kempuan motoric,dan reflek - Tingkat kesadaran klien
dengan proses reaksi pupil) somnolent (E2, V2, M4),
peradangan. 2. Memonitorkan tanda-tanda besar pupil kanan dan
vital dan temperature setiap kiri 2, reaksi pupil kanan
1 jam dan kiri (+) positif
3. Kolaborasi dalam pemberian - Tanda-tanda vital
duretik dan antibiotik TD= 130/80 mmHg
N= 101×/menit
R= 17×/menit
S= 37,2℃
- Klien masih tampak
belum mengenali
keluarganya

A: masalahbelum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi. 1,2


dan 4

2 Minggu, 11 november Gangguan 1. Menjaga kebersihan kulit S : -


55
2018 intergritas kulit kilen
berhubungan 2. Mengleskan minyak kelapa O:
Pukul 14.00 WIB dengan adanya pada kulit klien secara - Kulit klien tampak bersih
lesi pada kulit merata setelah di bersihkan
3. Mengubah posisi klien setiap - Keluarga tampak
mengoleskan kulit klien
2 jam
dengan dengan minyak
4. Memonitorkan status nutris kelapa
klien - Klien tampak nyaman
dengan posisi miring yang
di berikan
- Klien di berikan diit cair
susu sonde 250 cc

A : Masalah belum teratasi

P : lanjutkan Intervensi
56

BAB 4
PEMBAHASAN

Proses perawatan ini merupakan rangkaian pengelolaan masalah dengan


cermat untuk diidentifikasi bagaimana pemecahan dari masalah – masalah yang
ditemukan dalam rangka memenuhi kebutuhan kesehatan serta keperawatan klien,
dalam pembahasan ini di uraikan kesenjangan antara konsep atau teori mengenai
asuhan keperawatan pada Ny.T akan dibahas berdasarkan tahap proses kesehatan
yaitu:

4.1 Pengkajian
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya
yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal) (Nursalam,2008).
Ensefalopati adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan kelainan
fungsi otak menyeluruh yang dapat akut atau kronik, progesif/statis. Ensefalopati
yang terjadi sejak dini dapat menyebabkan gangguan perkembangan neurologis
(WHO, 2006). Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik yang
terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Biasanya dengan
nilai kadar Creatinine Clearance menurun dan tetap di bawah 15 mL/mnt.
Data temuan pada klien mengarah pada kondisi tersebut dimana hasil
pengkajian terhadap kondisi Ny. T adalah klien mengalami gangguan pada
neurologinya dimana klien mengalami penurunan kesadaran (E2, V2, M4).
Berdasarkan analisa penulis terhadap teoritis dan membandingkannya dengan
temuan masalah yang di alami Ny. T maka penulis mengambil kesimpulan bahwa
tidak ada kesenjangan antara data temuan pada klien dengan teoritis yang
diuraikan para ahli.
57

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa Keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa
keperawatan. Terdapat 3 (tiga) diagnosa keperawatan yang diangkat pada Ny. T
adalah sebagai berikut :
Resiko perfusi serebral tidak efektif behubungan dengan proses
peradangan ditandai dengan Kesadaran somnolent, klien hanya membuka mata
bila di rangsang nyeri, klien hanya mengerang jika diberi rangsangan nyeri, klien
hanya menarik bagian tubuh bila di rangsang nyeri (E2, V2, M4), besar pupil
kanan dan kiri 2, reaksi pupil kanan dan kiri (+) positif, ureum = 166 mg/dl,
Tanda-tanda vital TD= 149/92 mmHg N= 114×/menit S= 38,1 ℃ R= 15×/menit,
Terpasang oksigen masker O2 masker 10l/menit.
Gangguan Intergritas kulit berhubungan dengan adanya lesi pada kulit di
tandai dengan Pada kulit klien terdapat lesi kehitaman pada daerah sekitar glutea,
Terdapat ulkus pada pertengahan glutea bagian atas panjang luka ulkus ±2 cm dan
lebar ±1 cm.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai
dengan Kulit klien tampak kusam, Bibir kering, Mulut klien berbau, Pakaian
kotor, Alas tempat tidur tampak kotor dan basah.
Penulis dalam membuat diagnosa keperawatan berdasarkan data temuan yang
dikumpulkan dari klien dan keluarganya dan membandingkan kasus pada Ny. T
dengan teori yang dipaparkan secara teoritis, terdapat beberapa diagnosa yang
tidak diangkat mengingat tidak ada data pendukung yang mengarah kepada hal
tersebut.
Faktor penunjang dalam penegakkan diagnosa ini adalah petunjuk –
petunjuk yang diberikan selama pendidikan yang mengingatkan bahwa dalam
menegakkan suatu masalah tidak perlu terpaku pada teoritis. Yang terpenting
adalah bagaimana kita mampu mengembangkan teori yang ada berdasarkan
masalah yang ditemukan terlebih adanya dukungan yang sangat kooperatif dari
klien dan keluarganya.
58

4.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan yang dirancang dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan ini disesuaikan dengan masalah dan etiologi yang telah penulis
analisa. Adapun perencanaan tersebut meliputi: Pada diagnosa yang diangkat
sesuai dengan data temuan yaitu: Resiko perfusi serebral tidak efektif behubungan
dengan proses peradangan. Dilakukan rencana keperawatan meliputi: Monitorkan
status neurologi setiap 2 jam (Tingkat kesadaran, kempuan motoric,dan reflek
reaksi pupil), Kaloborasi pemberian O2 masker 10l/menit, Monitorkan tanda-
tanda vital dan temperature setiap 1 jam, Berikan waktu istirahat dan kurangi
stimulus lingkungan, Kolaborasi dalam pemberian duretik dan antibiotic.
Diagnosa kedua. Gangguan Intergritas kulit berhubungan dengan adanya
lesi pada kulit dilakukan rencana keperawatan meliputi: Inspeksi keadaan kulit
terhadap perubahan warna tugor kulit dan adanya kemerahan, Mengjaga
kebersihan kulit kilen, Oleskan minyak oil atau minyak kelapa pada kulit klien
secara merata, Ubah posisi klien setiap 2 jam, Monitorkan status nutris klien
Diagnosa ke tiga Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
fisik. Rencana keperawatan meliputi: Bantu klien untuk mandi, Lakukan oral
hygiene, Ganti pakaian dan selimut klien, Ganti alas tempat tidur klien.

4.4 Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi yang
telah dibuat, dalam melakukan intervensi penulis di bantu oleh keluarga klien
serta bekerja sama dengan perawat lainnya.
Pada diagnosa 1, pada tanggal 11 november 2018 dilakukan tindakan:.
Memonitorkan status neurologi setiap 2 jam (Tingkat kesadaran, kempuan
motoric,dan reflek reaksi pupil), Berkaloborasi pemberian oksigen masker O2
masker 10l/menit, Memonitorkan tanda-tanda vital dan temperature setiap 1 jam,
Memberikan waktu istirahat dan mengurangi stimulus lingkungan, Kolaborasi
dalam pemberian Cefoperazone 2×1 grm Pada pukul 09.00 WIB.
Pada diagnosa 2, pada tanggal 11 november 2018, Menginspeksi keadaan
kulit terhadap perubahan warna tugor kulit dan adanya kemerahan, Menjaga
59

kebersihan kulit kilen, Mengleskan minyak kelapa pada kulit klien secara merata,
Mengubah posisi klien setiap 2 jam, Memonitorkan status nutris klien.
Pada diagnosa ke 3, pada tanggal 8 november 2018, Membantu klien untuk
mandi, Melakukan oral hygiene, Mengganti pakaian dan selimut klien, Mengganti
alas tempat tidur klien
Dari penatalaksanaan yang telah dilakukan penulis menyimpulkan bahwa,
pelaksanaan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah direncanakan.

4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan terhadap klien mengacu pada skala penilaian berupa tujuan dan
kriteria hasil yang ditetapkan dalam perencanaan keperawatan sebelumnya.
Evaluasi keperawatan pada diagnosa pertama didapat Tingkat kesadaran
klien somnolent (E2, V2, M4), besar pupil kanan dan kiri 2, reaksi pupil kanan
dan kiri (+) positif, Terpasang oksigen masker O2 masker 10l/menit, Tanda-tanda
vital TD= 140/80 mmHg N= 113×/menit R= 16×/menit S= 38,2℃, Klien tampak
nyaman dengan lingkungan yang tenang, Keluarga bertanya tentang indikasi dari
injeksi obat di berikan. Masalah ini belum teratasi.
Evaluasi keperawatan pada diagnosa kedua Kulit pada bagian belakan
belakang daerah glutea tampak kehitaman, Kulit klien tampak bersih setelah di
bersihkan dan di oleskan dengan minyak kelapa, Klien tampak nyaman dengan
posisi miring yang di berikan, Klien di berikan diit cair susu sonde 250 cc.
Masalah ini belum teratasi.
Evaluasi keperawatan pada diagnosa ketiga didapat Badan klien tampak
bersih setelah di mandikan, Mulut,gigi, dan lidah klien tampak bersih dan tidak
berbau, Pakaian klien tampak bersih dan rapi, Alas tempat tidur klien tampak
bersih dan kering
Evaluasi keperawatan pada diagnosa pertama, kedua dan ketiga, masalah
belum teratasi semua.
60

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang diuraikan dalam bab 4 maka di tarik beberapa
kesimpulan yaitu:
1. Proses Keperawatan
Pada pengkajian data yang dilakukan pada kasus Ny. T terdapat tanda dan
gejala yang mengarah kepada Data temuan pada klien mengarah pada
kondisi tersebut dimana hasil pengkajian terhadap kondisi Ny. T adalah
klien mengalami gangguan pada neurologinya dimana klien mengalami
penurunan kesadaran (E2, V2, M4).
Diagnosa keperawatan yang timbul pada kasus Ny. T semuanya berjumlah 3
( tiga ) diagnosa yaitu: Resiko perfusi serebral tidak efektif behubungan
dengan proses peradangan ditandai dengan Kesadaran somnolent, klien
hanya membuka mata bila di rangsang nyeri, klien hanya mengerang jika
diberi rangsangan nyeri, klien hanya menarik bagian tubuh bila di rangsang
nyeri (E2, V2, M4), besar pupil kanan dan kiri 2, reaksi pupil kanan dan
kiri (+) positif, ureum = 166 mg/dl, Tanda-tanda vital TD= 149/92 mmHg
N= 114×/menit S= 38,1 ℃ R= 15×/menit, Terpasang O2 masker 10l/menit.
Gangguan Intergritas kulit berhubungan dengan adanya lesi pada kulit di
tandai dengan Pada kulit klien terdapat lesi kehitaman pada daerah sekitar
glutea, Terdapat ulkus pada pertengahan glutea bagian atas panjang luka
ulkus ±2 cm dan lebar ±1 cm.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan
Kulit klien tampak kusam, Bibir kering, Mulut klien berbau, Pakaian kotor,
Alas tempat tidur tampak kotor dan basah.
2. Perencanaan Keperawatan dirancang berdasarkan kebutuhan aktual dengan
rasional tindakan yang mendasarinya, semua disusun bedasarkan
perbandingan teori dengan kondisi yang di alami klien dengan masalah
Chronic kidney disease dan Ensefalopati. Fokus utama dalam kasus ini
61

adalah Resiko perfusi serebral tidak efektif behubungan dengan proses


peradangan dan diagnosa yang lainnya di urutkan berdasarkan prioritas.
3. Tindakan keperawatan pada Ny. T mengikuti perencanaan yang telah
disusun sebelumnya.
4. Evaluasi menunjukkan efektifitas sebagian tindakan yang dilakukan pada
Ny. T terlihat adanya perbaikan yang positif selama perawatan yang
dilaksanakan.
5. Faktor Pendukung dan Penghambat
Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. T terdapat faktor
pendukung berupa: adanya kerjasama serta respon yang baik yang
ditunjukkan oleh keluarga terhadap tindakan yang telah dilakukan, literatur
yang cukup memadai di Perpustakaan Stikes Eka Harap Palangka Raya,
kerjasama yang baik dalam penatalaksanaan keperawatan pada klien, baik
keluarga sendiri maupun dengan petugas kesehatan lainnya dan bimbingan
akademik.
Faktor penghambat yang ada ialah : kurangnya pengetahuan tentang
cara penulisan studi kasus yang baik dan benar.

5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan adalah :
1. Bagi tenaga keperawatan :
Menumbuhkan kesadaran diri akan pentingnya mengembangkan
pengetahuan secara individu oleh perawat.
2. Bagi institusi Rumah Sakit
Pengembangan sarana dan pra sarana kesehatan dan standart acuan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan hipertensi dan trakeostomi.
3. Bagi institusi Pendidikan
Lebih memaksimalkan metode pembelajarn yang membina respon kritis
mahasiswa dalam menetapkan masalah keperawatan yang sering ditemui
dilahan praktek, sehingga kemampuan analisa mahasiswa lebih baik.
62

4. Bagi perkembangan IPTEK


Studi kasus ini dapat mendorong adanya pengembangan – pengembangan
lebih lanjut terutama penelitian yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan dengan masalah sistem persyarafan.
DAFTAR PUSTAKA
Brenner, B. M., dan Lazarus, J. M. 2012. Gagal Ginjal Kronik dalam Prinsip-
Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison Edisi 13. Jakarta: EGC.
Marry Baradero. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta:EGC.
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta:Salemba Medika.
Nursalam. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta:Salemba Medika.
Sibuea, Herdin. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:PT Rineka Cipta.

Brunner / Suddarth., (2006). Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company,


Philadelphia.

Carpenito, Lynda Juall. (2008). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8, EGC,
Jakarta.

Depkes RI. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Diknakes, Jakarta.

Donnad. (2011). Medical Surgical Nursing. WB Saunders.

Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C. (2009). Rencana Asuhan


Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Guyton A.C., Hall J.E. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

You might also like