You are on page 1of 15

BAB 1

SEJARAH PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN INDONESIA


PEREKONOMIAN INDONESIA ZAMAN ORDE LAMA

Periode perekonomian zaman orde lama sampai tahun 1966


Pada saat ini :
- Aspek ekonomi relatif tertinggal.
- Miskinnya pendataan mengenai keadaan ekonomi yang memang sudah tertinggal tersebut.
- Pada masa ini, pengisian kemerdekaan ditekankan pada aspek politik.

Terdapat 3 periode:
A. Periode 1945 – 1950
- Sangat singkat, antara bulan November 1945 – Desember 1949 (4 Tahun).
- Terdapat 5 pemerintahan.
- Sementara, antara bulan Desember 1949 – September 1950
Federasin (Konsep Kmgraan), pemerintahan bersifat PARLEMENTER, di pimpin oleh HATTA, atau
massa KABINET HATTA.
Kabinet ini :
 Konsentrasi pada penyatuan politis wilayah Indonesia ke dalam negara Indonesia Serikat.
 Tindakan utama (penting) : REFORMASI MONETER melalui “Devaluasi mata uang secara
serempak dan pemotongan (arti harfiah) uang yang beredar pada bulan Maret.
B. Periode DEMOKRASI PARLEMENTER (1950 – 1959)
- Disebut juga periode Demokrasi Liberal.
- Berakhir pada Juli 1959
Denkrit Presiden Soekarno “kembali ke UUD’45” (September 1950 – 5 Juli 1959) (9 Tahun).
- Ada 7 pemerintahan :
1. Kabinet Natsir (September 1950 – Maret 1951)
 Kabinet I dalam negara Kesatuan RI.
 Syafruddin Prawiranegara (Mentri Keuangan).
Sumitro D. (Mentri Perdagangan dan Industri).
 Pada masa ini ekspor terdorong kuat, sehingga mampu mengatasi kesulitan neraca pembayaran,
sekaligus penerimaan pemerintah naik.
 Import diliberalisasikan untuk menekan harga 1 umum di dalam negeri.
 Kredit untuk perusahaan asing di perketat, untuk pribumi di perlunak.
 1 kali terumuskan RUP (Rencana Urgensi Perekonomian).
 Bercorak Sosialis – Pragmatis.
2. KABINET SUKIMAN (April 1951 – Februari 1952)
- Nasional De Javasche Bank : Bank Indonesia (22 Mei 1951).
- Memburuknya situasi fiskal.
- Eksport menurun, akibat bom Korea.
- Dihapusnya sistem kurs berganda (Multiple Exchange Rate System).
- Surplus anggaran berbalik menjadi defisite besar.
- Jatuh karena isu penandatanganan persetujuan keamanan bersama dengan AS.
3. KABINET WILOPO (April 1952 – Juni 1953)
- Konsep anggarannya berimbang (Balanced Budget) dalam APBN.
- Import di perketat, diberlakukan pembayaran dimuka.
- Rasionalisasi angkatan bersenjata melalui modernisasi dan pengurangan personil.
- Menekan pengeluaran pemerintah, > 25% pengeluaran total tahun sebelumnya.
- Cadangan devisa merosot tajam.
- Melanjutkan RUP, program banteng
Membentuk suatu kelas menengah nasional dengan membatasi alokasi impor hanya kepada
pengusaha 1 Nasional. (Diskriminatif – Rasial)
4. KABINET ALI I (Agustus 1953 – Juli 1955)
- Defisite baik dalam anggaran belanja maupun dalam neraca pembayaran.
- Melindungi importer pribumi.
- Kegagalan fiskal.
- Terjadinya kegoncangan kabinet berdampak pada kurang suksesnya upaya pengendalian laju
uang yang beredar, dan tindakan restabilisasi di arahkan pada pembatasan import.
5. KABINET BURHANIDDIN (Agustus 1955 – Maret 1956)
- Dikenal dengan sebutan Kabinet Interim.
- Tindakan penting:
 Liberalisasi Import (Politik Rasialisme terhadap Importer dihapuskan.
 Pembayaran di muka atas impor
- Nilai rupiah naik 8% terhadap emas.
- Konsisten melaksanakan RUP.
- Membentuk Dewan alat-alat pembayaran luar negeri.
6. KABINET ALI II (April 1956 – Maret 1957)
- Merosotnya cadangan devisa akibat penyeludupan.
- Defisite besar dalam anggaran.
- Dicairkan sertifikat pendorong ekspor.
- Penerimaan bantuan dari IMF US$55 Juta.
- Pengajuan UU tentang penanaman Modal Asing.
- Dihentikan Program Banteng oleh presiden Soekarno.
- Dicanangkan RLT (Rencana Lima Tahun 1956 – 1960), dengan tujuan untuk mendorong
industri dasar, jasa pelayanan umumum dan sektor publik.
7. KABINET DJUANDA (Maret 1957 – Agustus 1959)
- Disebut Kabinet Karya.
- Disebut juga Kabinet Kerja Darurat Ekstra Parlementer
- Bersifat terpimpin.
- Cikal bakal demokrasi terpimpin.

PEREKONOMIAN INDONESIA ZAMAN ORDE BARU


Pembangunan nasional telah direnanakan meliputi pembangunan jangka panjang, pembangunan
jangka menengah, pembangunan jangka pendek. Pembangunan jangka panjang tahap I (PJPT I)
berlangsung selama 25 tahun. PJPT I terdiri atas lima tahapan jangka menengah. Setiap tahapan
jangka menengah waktunya lima tahun yang dikenal dengan nama pembangunan lima tahun (pelita).
Setiap pelita di bagi menjadi lima tahapan jangka pendek, yaitu satu tahunan yang dikenal sebagai
pelita tahun pertama, dan seterusnya sampai pelita tahun ke lima.
Pemerintah orde baru mulai melaksanakan rencana pembangunan lima tahun sejak 1 April 1969
melalui tahapan tahapan pelita. Perkembangan perekonomian Indonesia pada masing-masing pelita
adalah sebagai berikut:
PELITA I
Pelita I dimulai 1 April 1969 – 31 Maret 1947
Pelita ini menekan pada rehabilitas ekonomi, khususnya mengangkat hasil pertanian dan
penyempurnaan system irigasi dan transportasi. Hampir seluruh target di sektor produksi berhasil
dicapai, bahkan produksi beras meningkat 25%. Tujuan pelita I adalah menaikkan taraf hidup rakyat
dan sekaligus meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi pembangunan nasional.

PELITA II
Pelita II berlangsung pada tanggal 1 April 1974 – 31 Maret 1979.
Pelita II menekan pada peningkatan standar hidup bangsa Indonesia. Tujuan tersebut di wujudkan
dengan menyediakan pangan, sandang, dan papan yang lebih baik, meningkatkan pemerataan
kesejahteraan; dan menyediakan lapangan kerja.

PELITA III
Pelita III dimulai tanggal 1 April 1979 – 31 Maret 1989.
Pelita ini menekankan pada sektor pertanian untuk mencapai swasemada pangan dan pemantapan
industri yang mengolah bahan dasar atau bahan baku menjadi bahan jadi. Pelita II meningkat 27,4%
di banding pelita sebelumnya. Penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tinggal 26,9% dari
jumlah penduduk tahun 1980.

PELITA IV
Pelita IV dimulai 1 April 1984 – 31 Maret 1989.
Pelita ini menekankan pada sektor pertanian untuk mempertahankan swasembada pangan sekaligus
meningkatkan industri yang dapat memproduksi mesin – mesin untuk industri ringan maupun berat.
Penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan tinggal 16,4% dari jumlah penduduk tahun 1987.

PELITA V
Pelita dimulai tanggal 1 April 1989 – 31 Maret 1994.
Pelita ini menekankan pada sektor industri yang didukung oleh pertumbuhan yang mantap di sektor
pertanian.

PELITA VI
Pelita VI dimulai 1 April 1994 – 31 Maret 1999.
Pelita VI merupakan awal pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua (PJPT II). Pada tahap ini
bangsa Indonesia memasuki proses Tinggal Landas menuju terwujudnya masyarakat maju, adil dan
mandiri. Pelita VI menitik beratkan pada bidang ekonomi dengan keterkaitan antara industri dan
pertanian serta bidang pembangunan lainnya guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
PEMERINTAHAN TRANSISI

Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya
ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan
terjadinya demostrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai
wilayah Indonesia.
Pemerintahan Soeharto smakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian
memicu kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh
Indonesia. Dibawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih
untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Pemerintahan transisi merupakan peralihan antara pemerintahan zaman Soeharto ke pemerintahan
B.J. Habibie.
Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisi memiliki karakteristik sebagai
berikut :
- Kegoncangan terhadap rupiah terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari Rp 2.500
menjadi Rp 2.650 per dollar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi tidak stabil.
- Krisis rupiah akhirnya menjadi semakin parah dan menjadi krisis ekonomi yang kemudian
memunculkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
- Pada awal pemerintahan yang dipimpin oleh Habibie disebut pemerintahan reformasi. Namun,
ternyata pemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, sehingga kalangan masyarakat
lebih suka menyebutnya sebagai masa transisi karena KKN semakin menjadi, banyak kerusuhan.
PEMERINTAHAN REFORMASI

Pada masa krisis ekonomi, ditandai dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru kemudian disusul
dengan era reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden Habibie. Pada masa ini tidak hanya
hal ketatanegaraan yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang
telah stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna menyesuaikan dengan
keadaan.

1. Masa Kepemimpinan B.J. Habibie


Pada awal pemerintahan reformasi , masyarakat umum dan kalangan pengusaha dan investor,
termasuk investor asing, menaruh pengharapan besar terhadap kemampuan dan kesungguhan
pemerintah untuk membangkitkan kembali perekonomian nasional da menuntaskan semua
permasalahan yang ada di dalam negeri warisan rezim orde baru, seperti korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN); supremasi hukum; hak asasi manusia (HAM); Tragedi Trisakti dan Semanggi I dan
II; peranan ABRI di dalam politik; masalah disintegrasi; dan lainnya.
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan mulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional
untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan
pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.
Dibidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar antara Rp
10.000 – Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya
ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6.500 per dolar AS nilai yang tidak akan
pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, ia juga memulai menerapkan
independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis
moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, B.J Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
- Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN (Badan
Penyehehatan Perbankan Nasional) dan unit Pengelola Aset Negara.
- Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah.
- Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga dibawah Rp 10.000,00
- Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri.
- Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF.
- Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang
Tidak Sehat.
- Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Pemerintahan presiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-
manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk
mengendalikan stabilitas politik.
2. Masa Kepemimpinan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Dalam hal ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya, pada tahun 1999 kondisi perekonomian
Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju pertumbuhan PDB mulai positif walaupun
tidak jauh dari 0% dan pada tahun 2000 proses pemulihan perekonomian Indonesia jauh lebih baik
lagi dengan laju pertumbuhan hampir mencapai 5%. Selain pertumbuhan PDB, laju inflasi dan tingkat
suku bunga (SBI) juga rendah yang mencerminkan bahwa kondisi moneter di dalam negeri sudah
mulai stabil.
Akan tetapi, ketenangan masyarakat setelah terpilihnya Presiden Indonesia keempat tidak berlangsung
lama. Presiden mulai menunjukkan sikap dan mengeluarkam ucapan-ucapan kontroversial yang
membingungkan pelaku-pelaku bisnis. Presiden cenderung bersikap diktator dan praktek KKN di
lingkungannya semakin intensif, bukannya semakin berkurang yang merupakan salah satu tujuan dari
gerakan reformasi. Ini berarti bahwa walaupun namanya pemerintahan reformasi, tetapi tetap tidak
berbeda dengan rezim orde baru. Sikap presiden tersebut juga menimbulkan perseteruan dengan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang klimaksnya adalah dikeluarkannya peringatan resmi kepada
Presiden lewat Memorandum I dan II. Dengan dikeluarkannyab Memorandum II jadi dilaksanakan
pada bulan Agustus 2001.
Selama pemerintahan reformasi, praktis tidak ada satu pun masalah di dalam negeri yang dapat
terselesaikann dengan baik. Berbagai kerusuhan sosial yang bernuansa disintegrasi dan sara terus
berlanjut, misalnya pemberontakan Aceh, konflik Maluku, dan pertikaian etnis di Kalimantan Tengah.
Belum lagi demonstrasi buruh semakin gencar yang mencerminkan semakin tidak puas mereka
terhadap kondisi perekonomian di dalam negeri, juga pertikaian elite politik semakin besar.
Selain itu, hubungan pemerintah Indonesia dibawah pimpinan Abdurrahman Wahid dengan IMF juga
tidak baik, terutama karena masalah amandemen UU No. 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia;
penerapan otonomi daerah, terutama menyangkut kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar
negeri; dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda pelaksanaannya. Tidak tuntasnya revisi tersebut
mengakibatkan IMF menunda pencairan bantuannya kepada pemerintah Indonesia, padahal roda
perekonomian nasional saat ini sangat tergantung pada bantuan IMF. Selain itu, Indonesia terancam
dinyatakan bangkrut oleh Paris Club (negara-negara donor) karena sudah kelihatan jelas bahwa
Indonesia dengan kondisi perekonomiannnya yang semakin buruk dan defisit keuangan pemerintah
yang terus menerus membengkak, tidak mungkin mampu membayar kembali utangnya yang sebagian
besar akan jatuh tempo tahun 2002 mendatang. Bahkan, Bank Dunia juga sempat mengancam akan
menghentikan pinjaman baru jika kesepakatan IMF dengan pemerintah Indonesia macet.
Ketidakstabilan politik dan sosial yang tidak semakin surut selama pemerintahan Abdurrahman
Wahid menaikkan tingkat country risk Indonesia. Ditambah lagi dengan memburuknya hubungan
antara pemerintah Indonesia dan IMF. Hal ini membuat pelaku-pelaku bisnis, termasuk investor asing,
menjadi enggan melakukan kegiatan bisnis atau menanamkan modalnya di Indonesia. Akibatnya,
kindisi perekonomian nasional pada masa pemerintahan reformasi cenderung lebih buruk dari pada
saat pemerintahan transisi. Bahkan, lembaga pemeringkatan Internasional Moody’s Investor Service
mengkonfirmasi bertambah buruknya country risk Indonesia. Meskipun beberapa indikator ekonomi
makro mengalami perbaikan, namun karena kekhawatiran kondisi politik dan sosial, lembaga rating
lainnya (seperti Standard & Poors) menurunkan prospek jangka panjang Indonesia dari stabil ke
negatif.
Kalau kondisi seperti ini terus berlangsung, tidak mustahil tahun 2002 ekonomi Indonesia akan
mengalami pertumbuhan jauh lebih kecil dari tahun sebelumnya, bahkan bisa kembali negatif.
Pemerintah tidak menunjukkan keinginan yang sungguh-sungguh (political will) untuk menyelesaikan
krisis ekonomi hingga tuntas dengan prinsip once and for all. Pemerintah cenderung
menyederhanakan krisis ekonomi dewasa ini dengan menganggap persoalannya hanya terbatas pada
agenda masalah amandemen UU Bank Indonesia, desentralisasi fiskal, restrukturisasi utang, dan
divestasi BCA dan Bank Niaga. Munculnya berbagai kebijakan pemerintah yang controversial dan
inkonsistens, termasuk pengenaan bea masuk impor mobil mewah untuk kegiatan KTT G-15 yang
hanya 5% (nominal 75%) dan pembebasan pajak atas pinjaman luar negeri dan hibah, menunjukkan
tidak adanya sense of crisis terhadap kondisi riil perekonomian negara saat ini.
Fenomena makin rumitnya persoalan ekonomi ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi.
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) antara 30 Maret 2000 hingga 8 Maret 2001
menunjukkan growth trend yang negatif. Dalam perkataan lain, selama periode tersebut IHSG
merosot hingga lebih dari 300 poin yang disebabkan oleh lebih besarnya kegiatan penjualan dripada
keegiatan pembelian dalam perdagangan saham didalam negeri. Hal ini mencerminkan semakin tidak
percayanya pelaku bisnis dan masyarakat terhadap prospek perekonomian Indonesia, paling tidak
untuk periode jangka pendek.
Pada masa kepemimpinan preside Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti
untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang
diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme),
pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah
presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat.
Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.

3. Masa Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri


Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami masalah-masalah yang terdesak untuk
dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh
untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain:
- Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 miliyar pada pertemuan Paris Club
ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
- Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode
krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan
mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia
menjadi 4,1% Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi
dijual ke perusahaan asing.

Dimasa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada
gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak
investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya
pembangunan nasional.
Meski ekonomi Indonesia mengalami banyak perbaikan, seperti nilai mata tukar rupiah yang lebih
stabil, namun Indonesia pada masa pemerintahannya tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti
dalam bidang-bidang lain.

4. Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono


Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid I (Era SBY-JK) = (2004 – 2009)
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial yaitu
mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar
belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor
pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Kebijikan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan
Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang
berhak, dan pembagiannya menimbulkanberbagai masalah sosial. Kebijakan yang ditempuh untuk
meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi serta menundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim
investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan Noveember
2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin
ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor,
terutama investor asing, salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin
banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006, Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2
miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF
dalam menentukan kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negeri
kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan
miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005
menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006.
Hal ini disebabkan karena hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil sangat
kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan
berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintah terlalu kental, sehingga
menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan
anggaran . Jadi, disatu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negeri, tapi di lain
pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.
Namun, selama masa pemerintahan SBY, perekonomian Indonesia memang berada pada masa
keemasannya. Indikator yang cukup menyita perhatian adalah inflasi.

Pemerintahan Indonesia Bersatu Jilid II (Era SBY – Boediono) = (2009-2014)


Pada periode ini, pemerintah khususnya melalui Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional negara yaitu:
1. BI rate
2. Nilai tukar
3. Operasi moneter
4. Kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas modal.

Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi diatas, diharapkan pemerintah dapat meningkatan pertumbuhan


ekonomi negara yang akan berpengaruh pula pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Indonesia saat ini menjadi ekonomi nomor 17 terbesar di dunia.

BAB 2
SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA

PENGERTIAN SISTEM EKONOMI


Sistem ekonomi adalah suatu susunan dari unsur-unsur ekonomi yang saling berhubungan dan bekerja
sama sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan bersama, yaitu terpenuhinya kebutuhan yang
bersifat materi. Tujuan dari sistem ekonomi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
suatu Negara. Adapun tugasnya adalah menjawab tiga pertanyaan pokok dalam perekonomian, yaitu:
1. What? Barang apa yang harus diproduksi?
2. How? Bagaimana cara memproduksinya?
3. For whom? Untuk siapa barang tersebut?
Sistem ekonomi di setiap negara berbeda – beda, mereka menerapkan sistem yang sesuai dengan
situasi dan kondisi negaranya masing-masing.
HUBUNGAN ANTARA POKOK – POKOK SISTEM EKONOMI.
1. Unit-unit ekonomi, pelaku-pekaku ekonomi, SDA dan SDM saling berhubungan satu sama lain
dalam suatu pola hubungan tertentu, sehingga menimbulkan proses kegiatan ekonomi.
2. Proses kegiatan ekonomi bisa berlangsung secara efisien, tidak efisien atau produktif, kurang
produktif, karena perbedaan dalam menjalankan fungsi elemen dan pola hubungan elemen.

TUJUAN SISTEM EKONOMI


Tujuan sistem ekonomi suatu negara pada umumnya meliputi empat tugas pokok:
1. Menentukan apa, berapa banyak dan bagaimana produk-produk dan jasa-jasa yang dibutuhkan
akan dihasilkan.
2. Mengalokasikan produk nasional bruto (PNB) untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi
masyarakat, penggantian stok modal, investasi.
3. Mendistribusikan pendapatan nasional (PN), diantara anggota masyarakat : sebagai upah/ gaji,
keuntungan perusahaan, bunga dan sewa.
4. Memelihara dan meningkatkann hubungan ekonomi dengan luar negeri.
PERKEMBANGAN SISTEM PEROKONOMIAN DI INDONESIA
• Pada masa Belanda
Pada masa penjajahan di Indonesia menerapkan sistem monopolis diamana setiap kegiatan
perekonomian dijalankan sesuai dengan perdagangan Indonesia saat itu.
Pada masa VOC berkuasa mereka menerapkan peraturan dan strategi untuk menguasai pereonomian
Indonesia. Dengan memonopoli rempah – rempah diharapkan VOC akan menambah kas Negeri
Belanda.

• Pada masa Inggris


Inggris berusaha merubah pola sistem perekonomian pada masa Belanda. Inggris merubah pola pajak
hasil bumi dengan pajak tanah, maka penduduk pribumi akan memiliki uang, yang nantinya akan
digunakan untuk membeli barang produk Inggris.
Akan tetapi, perubahan yang cukup mendasar dalam perekomian ini sulit dilakukan, dan bahkan
mengalami kegagalan.

• Pada masa Tanam Paksa


Tujuandari sistem tanam paksa adalah untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaan di
pasaran dunia.
Sistem ini merupakan sistem pengganti dari pajak tanah dalam rangka memperkenalkan penggunaan
uang pada masyarakat pribumi.

• Sistem ekonomi pintu terbuka


Adanya dorongan dari kaum humanis belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke
arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya.

• Masa penduduk Jepang


Pemerintah militer Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi
mendukung gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi perombakan
besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi
bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan
produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor
macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor.
• Masa Orde Lama
Pada masa awal kemerdekaan perekonomian Indonesia amatlah buruk antara lain disebabkan oleh
inflasi yang sangat tinggi karena pada saat itu indonesia menggunakan 4 mata uang, yaitu mata uang
De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.

• Masa Demokrasi Liberal


Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan
prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang
menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa
bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina.

• Masa Demokrasi Terpimpin


Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi
terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh
pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan
persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan
ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia.

• Masa Orde Baru


Setelah jatuhnya masa pemerintahan presiden Soekarno dan digantikan oleh presiden Soeharto,banyak
rencana untuk membangun Indonesia menjadi negara yang lebih maja dan mampu bersaing dengan
negara lain.
Program pemerintahan saat itu berorientasi pada usaha mengontrol laju inflasai yang menjadi warisan
dari pemerintahan sebelumnya,penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok
rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih
650 % per tahun.
PELAKU – PELAKU EKONOMI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA
Terdapat tiga pelaku utama yang menjadi kekuatan sistem perekonomian di Indonesia, yaitu
perusahaan negara (pemerintah), perusahaan swasta, dan koperasi. Ketiga pelaku ekonomi tersebut
akan menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi dalam sistem ekonomi kerakyatan. Sebuah sistem
ekonomi akan berjalan dengan baik jika pelaku-pelakunya dapat saling bekerja sama dengan baik pula
dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian sikap saling mendukung di antara pelaku ekonomi
sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan ekonomi kerakyatan.
1. Pemerintah (BUMN)

a. Pemerintah sebagai Pelaku Kegiatan Ekonomi.


Peran pemerintah sebagai pelaku kegiatan ekonomi berarti pemerintah melakukan kegiatan konsumsi,
produksi, dan distribusi.

2. Kegiatan konsumsi

Seperti halnya yang telah kalian pelajari pada bab 8 mengenai pelaku-pelaku ekonomi, pemerintah
juga berperan sebagai pelaku konsumsi. Pemerintah juga membutuhkan barang dan jasa untuk
menjalankan tugasnya. Seperti halnya ketika menjalankan tugasnya dalam rangka melayani
masyarakat, yaitu mengadakan pembangunan gedung-gedung sekolah, rumah sakit, atau jalan raya.
Tentunya pemerintah akan membutuhkan bahan-bahan bangunan seperti semen, pasir, aspal, dan
sebagainya. Semua barang-barang tersebut harus dikonsumsi pemerintah untuk menjalankan
tugasnya. Contoh-contoh mengenai kegiatan konsumsi yang dilakukan pemerintah masih banyak,
seperti membeli barang-barang untuk administrasi pemerintahan, menggaji pegawai-pegawai
pemerintah, dan sebagainya.

3. Kegiatan distribusi

Selain kegiatan konsumsi dan produksi, pemerintah juga melakukan kegiatan distribusi. Kegiatan
distribusi yang dilakukan pemerintah dalam rangka menyalurkan barang-barang yang telah diproduksi
oleh perusahaanperusahaan negara kepada masyarakat. Misalnya pemerintah menyalurkan sembilan
bahan pokok kepada masyarakat-masyarakat miskin melalui BULOG. Penyaluran sembako kepada
masyarakat dimaksudkan untuk membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kegiatan distribusi yang dilakukan oleh pemerintah harus lancar. Apabila kegiatan distribusi tidak
lancar akan memengaruhi banyak faktor seperti terjadinya kelangkaan barang, harga barang-barang
tinggi, dan pemerataan pembangunan kurang berhasil. Oleh karena itu, peran kegiatan distribusi
sangat penting.

Bab 3 PARA PELAKU EKONOMI

1. PELAKU EKONOMI
Jika dalam ilmu ekonomi mikro kita mengenal tiga pelaku ekonomi, yaitu:
1. Pemilik Faktor Produksi
2. Konsumen
3. Produsen
Lalu dalam ekonomi makro kita mengenal empat pelaku ekonomi, yaitu:
1. Sektor Rumah Tangga
2. Sektor Swasta
3. Sektor Pemerintah
4. Sektor Luar Negeri
Dalam perekonomian indonesia dikenal tiga pelaku ekonomi pokok, yaitu:
1. Koperasi
2. Sektor Swasta
3. Sektor Pemerintahan
yang saling berhubungan satu sama lain. Sesuai dengan konsep Trilogi pembangunan (pertumbuhan,
pemerataan, dan kestabilan ekonomi), maka masing-masing pelaku tersebut memiliki prioritas fungsi
sebagai berikut: koperasi yaitu pemerataan hasil ekonomi, sektor swasta yaitu pertumbuhan kegiatan
ekonomi,dan sektor pemerintah BUMN yaitu kestabilan yang mendukung kegiatan ekonomi.
Segala bentuk perselisihan dalam kegiatan ekonomi juga hendaknya diselesaikan dengan cara
musyawarah dan dengan cara-cara yang bijaksana tidak dengan pemaksaan dan kekerasan. Pada
akhirnya, tujuan akhir yang ingin dicapai adalah membentuk keadilan sosial tanpa memperlebar
jurang antara si kaya dan si miskin.
Dalam UUD 1945 pasal 33, dijelaskan panduan dalam menjalankan roda perekonomian Indonesia.
Pada pasal 1, dijelaskan perkonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas dasar
kekeluargaan. Jadi, Perekonomian yang ada di dunia ini, di organisasikan secara berbeda-beda . di
Indonesia bentuk organisasi perekonomian sangat di pengaruhi oleh nilai-nilai kebudayaan,
pandangan politik, dan ideologi ekonomi dari masyarakat tersebut .
2. PERANAN BUMN DALAM SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA
Kedudukan / Peranan BUMN dalam sistem perekonomian Indonesia, antara lain :
1. Bahwa perusahaan Negara sebagai unit ekonomi yang tidak terpisah dari sistem ekonomi
Indonesia perlu segera disesuaikan pengaturan dan pembinaannya menurut isi dan jiwa ketetapan
MPR sementara Nomor XXIII/MPRS/1966.
2. Bahwa dalam kenyataannya terdapat Usaha Negara dalam bentuk Perusahaan Negara berdasarkan
UU Nomor 19 Tahun 1960 yang dirasakan kurang efisien, sehingga dipandang perlu untuk segera
ditertibkan kembali.
Sebagaimana diutarakan Mohammad Hatta bahwa azas”kekeluargaan” sebagaimana tercermin dalam
ayat (1) Pasal 33 UUD 1945 tersebut, harus kita beri penafsiran lain untuk sektor modern. Dalam
sektor modern, bentuk-bentuk demokrasi ekonomi yang berdasarkan ” kekeluargaan ” dapat terjelma
dalam bentuk-bentuk misalnya sebagai berikut :
1. Mengembangkan koperasi di antara buruh dan karyawan, koperasi adalah wahana untuk
meninggikan kesejahteraan buruh dan meningkatkan kecerdasannya lewat pendidikan buruh dan
sebagainya.
2. Menumbuhkan “hubungan perburuhan” (industrial relation) yang sesuai dengan asas-asas
kekeluargaan itu, dimana antara buruh dan pengusaha terjalin semangat kekeluargaan.
3. Dalam Bentuk lain mungkin dikemudian hari perusahaan swasta akan menjual sebagian saham-
sahamnya kepada masyarakat, juga kepada buruh dan karyawannya. Mungkin koperasi simpan-
pinjam diantara buruh/karyawannya dapat menjadi pemegang saham.
4. Mungkin di kemudian hari buruh bisa mendapat hak untuk ikut mengatur perusahaan dimana ia
bekerja, seperti halnya yang terjadi di beberapa negara Eropa.
Bentuk-bentuk sebagaimana tersebut di atas adalah demokrasi ekonomi yang berdasarkan
kekeluargaan. Demikianlah dalam rangka menerjemahkan apa yang terkandung dalam penjelasan
Pasal 33 UUD 1945 tersebut , yang merupakan landasan konstitusioanal dalam kehidupan
perekonomian Indonesia yang berdasarkan “kekeluargaan”, diciptakan Undang-undang Nomor 12
Tahun 1969 tentang Pokok-pokok perkoperasian.

3. LANDASAN KONSTITUSIONAL BUMN

Pendirian BUMN di Indonesia tampaknya bermacam-macam tergantung dari peride dan


kebijaksanaan pemerintah. Beberapa BUMN merupakan kelanjutan dari perusahaan-perusahaan yang
didirikan pada jaman sebelum kemerdekaan.
Berbagai landasan pendirian perusahaan negara ini menyulitkan pengendaliannya. Tolak ukur
keberhasilan yang didasarkan motivasi pendirian suatu badan usaha menjadi tidak jelas. Landasan
konstitusional BUMN di Indonesia adalah Pasal 33 UUD 1945. Jadi kegiatan ekonomi dalam bentuk
perusahaan yang dikendalikan oleh negara adalah dalam rangka pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945
tersebut.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No. 740/KMK 00/1989 yang dimaksud Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) adalah Badan usaha yang seluruh modalnya dimiliki negara. Bahasa asingnya
BUMN adalah public enterprise. BUMN berisikan 2 elemen esensial yaitu: Unsur Pemerintah dan
Unsur Bisnis. BUMN tidak 100 persen pemerintah dan juga tidak 100 persen bisnis. Besar persennya
tergantung pada jenis atau tipe BUMN-nya.
BUMN mempunyai keistimewaan karakteristik yang tidak di punyai oleh badan usaha lain yaitu: “A
corporation clothed with the power of goverment but possessed the flexibility an initiative of a private
enterprise ( suatu badan usaha yang “berbaju” pemerintah tetapi mempunyai fleksibilitas dan inisiatif
sebagai perusahaan swata).
Apabila diuraikan lebih lanjut maka dalam public dari public enterprise (BUMN) ada tiga makna
terkandung didalamnya yaitu: public purpose, public ownership, dan public control. Dari ketiga
makna itu public purpose-lah yang menjadi inti dari konsep BUMN. Public Purpose ini dijabarkan
sebagai hasrat pemerintah untuk mencapai cita-cita pembangunan (sosial, polotik dan ekonomi) bagi
kesehjahteraan bangsa dan negara.

Latar belakang pendirian BUMN

Maksud dan tujuan pendirian BUMN:


• Memberikan sumbangan bagi perkembangan pereonomian nasional pada umumnya dan
penerimaan negara pada khususnya.
• Mengejar keuntungan.
• Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang bermutu tinggi
dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.
• Menjadi perintis kegiatan kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan
koperasi.
• Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah,
koperasi, dan masyarakat.

Tiga Bentuk BUMN ( PERJAN, PERUM dan PERSERO)

A. PERJAN adalah bentuk badan usaha milik negara yg seluruh modalnya dimiliki oleh
pemerintah. Perjan ini berorientasi pelayanan pd masyarakat, Sehingga selalu merugi. Sekarang sudah
tdk ada perusahaan BUMN yg menggunakan model perjan karena besarnya biaya ukt memelihara
perjan-perjan tersebut. Contoh Perjan: PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) kini berganti menjadi
PT.KAI
Maksud dan Tujuan PERJAN adalah:
• menyelenggarakan kegiatan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan masyarakat umum, berupa
penyediaan jasa pelayanan yang bermutu tinggi dan tidak semata-mata mencari keuntungan.
• Untuk mendukung pembiayaan dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) PP No.12 Tahun 1998, PERJAN dapat melakukan kegiatan-kegiatan tertentu
yang berkaitan dengan bidang pelayanan yang bersangkutan.
B. PERUM adalah perjan yg sudah diubah. Tujuannya tdk lagi berorientasi pelayanan tetapi sudah
profit oriented. Sama seperti Perjan, perum di kelola oleh negara dgn status pegawainya sbg Pegawai
Negeri. Namun perusahaan masih merugi meskipun status Perjan diubah menjadi Perum, sehingga
pemerintah terpaksa menjual sebagian saham Perum tersebut kpd publik (go public) & statusnya
diubah menjadi persero.

C. PERSERO adalah salah satu Badan Usaha yg dikelola oleh Negara atau Daerah. Berbeda dgn
Perum atau Perjan, tujuan didirikannya Persero yg pertama adl mencari keuntungan & yg kedua
memberi pelayanan kpd umum. Modal pendiriannya berasal sebagian atau seluruhnya dari kekayaan
negara yg dipisahkan berupa saham-saham. Persero dipimpin oleh direksi. Sedangkan pegawainya
berstatus sbg pegawai swasta. Badan usaha ditulis PT (Persero).

Maksud dan Tujuan PERSERO adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah untuk
menyelenggarakan usaha sebagai berikut:
• Mengelola hutan sebagai ekosistem sesuai karakteristik wilayah untuk mendapatkan manfaat yang
optimal bagi PERSERO dan masyarakat sejalan dengan tujuan pengembangan wilayah
• Melestarikan dan meningkatkan mutu sumber daya hutan dan mutu lingkungan hidup
• Menyelenggarakan usaha di bidang kehutanan yang menghasilkan barang dan jasa yang bermutu
tinggi dan memadai guna memenuhi hajat hidup orang banyak dan memupuk keuntungan.
• Usaha-usaha lainnya yang dapat menunjang tercapainya maksud dan tujuan PERSERO.

4. PERANAN KOPERASI

Badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi denga melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar
atas asas kekeluargaan. pemerataan hasil ekonomi pertumbuhan kegiatan ekonomi kestabilan yang
mendukung kegiatan ekonomi.

Peranan Koperasi dalam perekonomian Indonesia

Sulit mewujudkan keamanan yang sejati, jika masyarakat hidup dalam kemiskinan dan tingkat
pengangguran yang tinggi. Sulit mewujudkan demokrasi yang sejati, jika terjadi ketimpangan
ekonomi di masyarakat, serta sulit mewujudkan keadilan hukum jika ketimpangan penguasaan
sumberdaya produktif masih sangat nyata. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peran koperasi
antara lain :
• Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khusunya dan
masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
• Berperan serta aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
• Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian
nasional.
• Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha
bersama atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.

BAB 4 KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN


Definisi Kependudukan
Kependudukan adalah hal yang berkaitan dengan jumlah, ciri utama, pertumbuhan, persebaran,
penyebaran, kualitas, kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, agama
serta lingkungan penduduk tersebut. (Pasal 1 Angka 2 UU Nomor 10 Tahun 1992 Tentang
Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera).
Konsep Ketenagakerjaan

a. Penduduk Usia Kerja.


Penduduk Usia Kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas, sesuai dengan ketentuan dalam
UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.

b. Penduduk Bukan Usia Kerja.


Penduduk Bukan Usia Kerja adalah penduduk yang berusia di bawah 15 tahun.

c. Angkatan Kerja
Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja dan pengangguran.

d. Bukan Angkatan Kerja


Bukan Angkatan Kerja (BAK) adalah penduduk usia kerja yang pada periode referensi tidak
mempunyai/melakukan aktivitas ekonomi, baik karena sekolah, mengurus rumah tangga atau lainnya
(pensiun, penerima transfer/kiriman, penerima deposito/bunga bank, jompo atau alasan yang lain).

e. Bekerja
Bekerja yaitu kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu
memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu.
Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut-turut dan tidak terputus. Kegiatan bekerja
ini mencakup, baik yang sedang bekerja maupun yang punya pekerjaan tetapi dalam seminggu yang
lalu sementara tidak aktif bekerja, misal karena cuti, sakit dan sejenisnya.
Di beberapa negara, konsep bekerja didasarkan atas kebiasaan (Gainful Worker Concept). Konsep ini
menentukan seseorang apakah bekerja atau tidak berdasarkan kebiasaannya (usual activity). Konsep
ini tidak memakai batasan waktu tertentu

f. Pengangguran
Terdapat dua definisi pengangguran yaitu definisi standar dan definisi luas (relaxed). Pengangguran
definisi standar yaitu meliputi penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari
pekerjaan/mempersiapkan suatu usaha. Sedangkan pengangguran definisi luas juga mencakup
penduduk yang tidak aktif mencari kerja tetapi bersedia/siap bekerja.
Sejak tahun 2001, definisi pengangguran yang digunakan oleh Sakernas adalah definisi luas, sehingga
pengangguran mencakup empat kriteria yaitu: mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, putus
asa/merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (discouraged worker) dan sudah diterima bekerja
tapi belum mulai bekerja.
Angkatan kerja adalah penduduk yang sudah memasuki usia kerja. Baik yang sudah bekerja maupun
belum bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Menurut ketentuan pemerintah indonesia, penduduk
yang sudah memasuki usia kerja adalah berusia minimal 15 tahun sampai 65 tahun. Akan tetapi tidak
semua penduduk yang memasuki usia kerja termasuk angkatan kerja. Sebab penduduk yang tidak akif
dalam kegiatan ekonomi tidak termasuk dalam kelompok angkatan kerja. Misalnya ibu rumah tangga,
pelajar, mahasiswa dsb.
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan pekerjaan, yaitu usia 15-65
tahun. Berdasarkan UU No 13. tahun 2003, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
masyarakat.
Tenaga kerja secara umum dibedakan menjadi dua, yaitu Tenaga Kerja Jasmani dan Tenaga Kerja
Rohani.
Tenaga kerja Jasmani terdiri dari :
• Tenaga Kerja Terdidik adalah tenaga kerja yang memerlukan jenjang pendidikan yang tinggi.
Misalnya dokter, guru, insinyur dsb.
• Tenaga Kerja Terlatih adalah tenaga kerja yang memerlukan pelatihan dan pengalaman. Misalnya
sopir, montir dsb.
• Tenaga Kerja tidak Terdidik dan Terlatih adalah tenaga kerja yang dalam pekerjaannya tidak
memerlukan pendidikan ataupun pelatihan terlebih dahulu. Misalnya tukag sapu, tukang sampah dsb.
Kesempatan kerja adalah memenfaatkan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa.
Kegiatan ekonomi di masyarakat membutuhkan tenaga kerja. Kebutuhan akan tenaga kerja itu dapat
juga di sebut sebagai kesempatan kerja ( demand for labor ).
Semakin meningkat pembangunan, semakin besar pula kesempatan kerja yang tersedia. Hal ini berarti
semakin besar pula pemintaan akan tenaga kerja. Sebalik nya, semakin besar jumlah penduduk,
semakin besar pula kebutuhan akan lowongan pekerjaan ( kesempatan kerja ).
Begitu pula dengan perusahaan. Sebelum memutuskan merekrut pegawai atau karyawan baru,
perusahaan sering kali mempertimbangkan dan memerlukan sejumlah kriteria berkaitan dengan
kondisi si pelamar tersebut. Kriteria bagi angkatan kerja untuk dapat memasuki dunia kerja antara
lain;
1) Jenis dan tingkat pendidikan
2) Keahlian khusus yang di miliki calon
3) Kejujuran, sikap, penampilan, serta kepribadian
4) Pengalaman kerja
5) Kesehatan.

Dampak Pengangguran Terhadap Lingkungan Sosial


Masalah ketenagakerjaan di indonesia sekarangini sudah mencapai kondisi yang cukup
memprihatinkan, antara lain ditandai oleh jumlah pengangguran dan setengah pengagguran yang
besar, pendapatan relatif rendah dan kurang merata.
Berikut ini adalah kerugian-kerugian sebagaimana ditimbulkan oleh pengangguran:
1) Menurunnya tingkat produktifitas
2) Turunnya penerimaan negara
3) Tidak meratanya distribusi pendapatan nasional
4) Peningkatan biaya sosial.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Upah


Pertama, Pengalaman Kerja.
Menurut PP No. 7 Tahun 1977, pengalaman kerja diukur berdasarkan pengelompokkan terhadap masa
kerja rendah dan masa kerja tinggi. Yang termasuk masa kerja rendah adalah yang belum mencapai 5
tahun, sedangkan masa kerja 5 tahun ke atas dikelompokkan masa kerja tinggi.
Kedua, Pendidikan.
Tingkat pendidikan juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi usaha penduduk perdesaan
untuk mencari kesempatan kerja di luar daerah. Dengan demikian, semakin tinggi pendidikan
seseorang, maka semakin tinggi kesempatan kerja di luar sektor pertanian.
Ketiga, Tanggungan Keluarga per Rumah Tangga.
Tanggungan keluarga merupakan salah satu indikator ekonomi yang menunjukkan kecenderungan
semakin tinggi jumlah tangungan keluarga semakin berat ekonomi yang harus ditanggung. Hal ini
disebabkan biaya konsumsi semakin tinggi sehingga sebagian besar pendapatan keluarga digunakan
untuk makan dan memenuhi kebutuhan pokok sehingga sangat kecil kemungkinan dapat menabung.
Jumlah tanggungan keluarga menunjukkan banyaknya orang yang ditanggung oleh kepala keluarga.
Adapun orang yang ditanggung adalah istri, anak, orang tua, saudara dan orang lain yang tinggal
serumah atau di luar rumah tetapi menjadi tanggungan kepala keluarga.

You might also like