Professional Documents
Culture Documents
disusun oleh :
Pembimbing:
Disusun Oleh:
CUT YENNI NURLISA (1607101030013)
Disahkan Oleh :
dr. Asti Marningsih dr. Meutia Salni dr. Putri Hidayati Aziz
NIP. 19831005 201412 2 001 NIP. 19870302 201403 2 004
Mengetahui
Kepala UPTD Puskesmas Jeulingke
Mengetahui
Kepala UPTD Puskesmas
Drg. Juwairiyah Jeulingke
Nasution, M.Kes
NIP. 19690729 199803 2 007
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Pelayanan Kesehatan di
UPTD Puskesmas Jeulingke periode 05 November 2018 – 17 November 2018.
Shalawat dan salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman Islamiyah juga kepada sahabat dan
keluarga beliau.
Kami menyadari banyak kekurangan yang ada pada tulisan ini, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan dan
perbaikan dimasa yang akan datang.
Penulis
LAMPIRAN I
PROMOSI KESEHATAN
LAPORAN KEGIATAN PENYULUHAN RHEUMATOID ARTRITIS DI
POSYANDU USILA JEULINGKE BANDA ACEH
I. PENDAHULUAN
Penyakit rheumatoid arthritis (RA) merupakan salah satu penyakit
autoimun berupa inflamasi arthritis pada pasien dewasa. Rasa nyeri pada
penderita RA pada bagian sinovial sendi, sarung tendon, dan bursa akan
mengalami penebalan akibat radang yang diikuti oleh erosi tulang dan destruksi
tulang disekitar sendi hingga dapat menyebabkan kecacatan. Namun
demikian, kebanyakan penyakit rematik berlangsung kronis, yaitu sembuh dan
kambuh kembali secara berulang- ulang sehingga menyebabkan kerusakan
sendi secara menetap pada penderita rheumatoid arthritis.1
Menurut Arthritis Foundation (2015), sebanyak 22% atau lebih dari 50
juta orang dewasa di Amerika Serikat berusia 18 tahun atau lebih didiagnosa
arthritis. Dari data tersebut, sekitar 3% atau 1,5 juta orang dewasa mengalami
RA. Rheumatoid Arthritis terjadi pada 0,5-1% populasi orang dewasa di negara
maju. Prevalensi RA di Indonesia menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nainggolan (2010), jumlah penderita RA di Indonedsia tahun 2009 adalah 23,6%
sampai 31,3%.2
Di Indonesia sendiri kejadian penyakit ini lebih rendah dibandingkan
dengan negara maju seperti Amerika. Prevalensi kasus rheumatoid arthritis di
Indonesia berkisar 0,1% sampai dengan 0,3% sementara di Amerika mencapai
3%. Angka kejadian rheumatoid arthritis di Indonesia pada penduduk dewasa
(di atas 18 tahun) berkisar 0,1% hingga 0,3%. Pada anak dan remaja
prevalensinya satu per 100.000 orang. Diperkirakan jumlah penderita
rheumatoid arthritis di Indonesia 360.000 orang. 3
Rheumatoid Arthritis umumnya sering terjadi di tangan, sendi siku, kaki,
pergelangan kaki dan lutut. Nyeri dan bengkak pada sendi dapat berlangsung
dalam waktu terus-menerus dan semakin lama gejala keluhannya akan semakin
berat. Keadaan tertentu, gejala hanya berlangsung selama beberapa hari dan
kemudian sembuh dengan melakukan pengobatan. Rasa nyeri pada persendian
berupa pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran
klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis. Persendian dapat teraba hangat,
bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.3
V. PESERTA KEGIATAN
Kegiatan ini diikuti oleh warga lansia Gampong Pineung Banda Aceh
yang datang untuk mengikuti kegiatan posyandu usila.
c. Penutup
Setelah penyampaian materi, penyaji dan peserta melakukan diskusi tanya
jawab.
B. Etiologi
Penyebab pasti rheumatoid arthritis tidak diketahui, diperkirakan
merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor sistem
reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,
mikoplasma dan virus. Menurut Smith dan Haynes (2002), ada beberapa faktor
risiko yang dapat menyebabkan seseorang menderita rheumatoid arthritis yaitu :2
1). Faktor genetik
Beberapa penelitian yang telah dilakukan melaporkan terjadinya
rheumatoid arthritis sangat terkait dengan faktor genetik. Delapan puluh
persen orang kulit putih yang menderita rheumatoid arthritis
mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 pada MHC yang terdapat di
permukaan sel T. Pasien yang mengekspresikan antigen HLA-DR4 3,5 kali
lebih rentan terhadap rheumatoid arthritis.2
2). Usia dan jenis kelamin
Insidensi rheumatoid arthritis lebih banyak dialami oleh wanita
daripada laki-laki dengan rasio 2:1 hingga 3:1. Perbedaan ini diasumsikan
karena pengaruh dari hormon namun data ini masih dalam penelitian.
Wanita memiliki hormon estrogen sehingga dapat memicu sistem imun.
Onset rheumatoid arthritis terjadi pada orang- orang usia sekitar 50 tahun.2
3). Infeksi
Infeksi dapat memicu rheumatoid arthritis pada host yang mudah
terinfeksi secara genetik. Virus merupakan agen yang potensial memicu
rheumatoid arthritis seperti parvovirus, rubella, EBV, borellia burgdorferi.3
4) Lingkungan
Faktor lingkungan dan gaya hidup juga dapat memicu rheumatoid
arthritis seperti merokok.
Ada beberapa teori penyebab rheumatoid arthritis antara lain infeksi
streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus, endokrin,
autoimun, metabolik dan faktor genetik serta faktor pemicu lainnya. Pada saat
ini, rheumatoid arthritis diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi.
Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin
disebabkan oleh virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang
menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.3,4
C. Patogenesis
Sistem imun merupakan bagian pertahanan tubuh yang dapat membedakan
komponen self dan non-self. Kasus rheumatoid arthritis sistem imun tidak
mampu lagi membedakan keduanya dan menyerang jaringan sinovial serta
jaringan penyokong lain. Inflamasi berlebihan merupakan manifestasi utama
yang tampak pada kasus rheumatoid arthritis. Inflamasi terjadi karena adanya
paparan antigen. Antigen dapat berupa antigen eksogen, seperti protein virus
atau protein antigen endogen.4
Paparan antigen akan memicu pembentukan antibodi oleh sel B. Pada
pasien rheumatoid arthritis ditemukan antibodi yang dikenal dengan
Rheumatoid Factor (RF). Rheumatoid Factor mengaktifkan komplemen
kemudian memicu kemotaksis, fagositosis dan pelepasan sitokin oleh sel
mononuklear sehingga dapat mempresentasikan antigen kepada sel T CD4+.
Sitokin yang dilepaskan merupakan sitokin proinflamasi dan kunci terjadinya
inflamasi pada rheumatoid arthritis seperti TNF-α, IL-1 dan IL-6. Aktivasi sel
T CD4+ akan memicu sel-sel inflamasi datang ke area yang mengalami
inflamasi. Makrofag akan melepaskan prostaglandin dan sitotoksin yang akan
memperparah inflamasi. 4,5
D. Diagnosis
Diagnosis RA di Indonesia mengacu pada kriteria diagnosis menurut
American College of Rheumatology/European League Against Rheumatism
2010 yaitu:
Pada pasien dengan skor kurang dari 6 dan tidak diklasifikan sebagai RA
kondisinya dapat dinilai kembali dan mungkin krierianya dapat terpenuhi.3,4
E. Tatalaksana
Terapi non Farmakologi
Terapi non-farmakologi untuk rheumatoid arthritis meliputi latihan,
istirahat, pengurangan berat badan dan pembedahan:
Latihan
Penelitian menunjukkan bahwa olahraga sangat membantu mengurangi rasa
sakit dan kelelahan pada pasien rheumatoid arthritis serta meningkatkan
fleksibilitas dan kekuatan gerak. Tiga jenis olahraga yang disarankan adalah
latihan rentang gerak, latihan penguatan dan latihan daya tahan (aerobik).
Aerobik air adalah pilihan yang sangat baik karena dapat meningkatkan
jangkauan gerak dan daya tahan, juga dapat menjaga berat badan dari sendi-
sendi tubuh bagian bawah. 6,7
Istirahat
Istirahat merupakan komponen esensial pada terapi non-farmakologi RA.
Istirahat dapat menyembuhkan stres dari sendi yang mengalami peradangan dan
mencegah kerusakan sendi yang lebih parah. Tetapi terlalu banyak istirahat
(berdiam diri) juga dapat menyebabkan imobilitas, sehingga dapat menurunkan
rentang gerak dan menimbulkan atrofi otot. 6,7
Menurunkan berat badan
Menurunkan berat badan dapat membantu mengurangi stres pada sendi
dan dapat mengurangi nyeri. Menjaga berat badan tetap ideal juga dapat
mencegah kondisi medis lain yang serius seperti penyakit jantung dan diabetes.
Pasien hendaknya mengkonsumsi makanan yang bervariasi, dengan
memperbanyak buah dan sayuran, protein tanpa lemak dan produk susu rendah
lemak. Berhenti merokok akan mengurangi risiko komplikasi rheumatoid
arthritis.6,7
Pembedahan
Jika terapi obat gagal mencegah atau memperlambat kerusakan sendi,
tindakan pembedahan mungkin dapat dipertimbangkan untuk memperbaiki sendi
yang rusak. Pembedahan dapat membantu mengembalikan kemampuan
penggunaan sendi, mengurangi rasa sakit dan mengurangi kecacatan.7
Terapi Farmakologi
Ada dua kelas obat yang digunakan untuk mengobati RA, yaitu obat fast
acting (lini pertama) dan obat slow acting (lini kedua). Obat- obat fast acting
digunakan untuk mengurangi nyeri dan peradangan, seperti aspirin dan
kortikosteroid sedangkan obat-obat slow acting adalah obat antirematik yang
dapat memodifikasi penyakit (DMARD), seperti garam emas, metotreksat dan
hidroksiklorokuin yang digunakan untuk remisi penyakit dan mencegah
kerusakan sendi progresif, tetapi tidak memberikan efek anti-inflamasi.7
Pengobatan dengan DMARD sebaiknya dimulai selama 3 bulan pertama
sejak diagnosis rheumatoid arthritis ditegakkan. Kombinasi dengan NSAID
dan/atau kortikosteroid dapat diberikan untuk mengurangi gejala. Pengobatan
dengan DMARD sejak dini dapat mengurangi mortalitas. DMARD yang paling
sering digunakan adalah metotreksat, hidroksiklorokuin, sulfasalazin dan
leflunomid. Metotreksat lebih banyak dipilih karena menghasilkan outcome yang
lebih baik jika dibandingkan dengan obat lain. Metotreksat juga lebih ekonomis
jika dibandingkan dengan agen biologik. Obat lain yang efikasinya mirip dengan
metotreksat adalah leflunomid.7,8,9
Agen biologik yang mempunyai efek DMARD juga dapat diberikan
pada pasien yang gagal dengan terapi DMARD. Agen ini dirancang untuk
memblokir aksi zat alami yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh, seperti
faktor TNF, atau IL-1. Zat-zat yang terlibat dalam rheumatoid arthritis adalah
reaksi kekebalan tubuh abnormal sehinggga perlu dihambat untuk memperlambat
reaksi autoimun sehingga dapat meringankan gejala dan memperbaiki kondisi
secara keseluruhan. Agen biologik yang biasa digunakan adalah obat-obat anti-
TNF (etanercept, infliximab, adalimumab), antagonis reseptor IL-1 anakinra,
modulator kostimulasi abatacept dan rituximab yang dapat mendeplesi sel B
periferal.8,9,10
IX. PENUTUP
X. DAFTAR PUSTAKA
1. Aletaha D, Neogi, Silman J, Funovits, Felson T. Rhematoid Arthritis
Collaborative Initiative. Arthritis Rheum. 62: 2569 – 2581. 2010
2. Alldredge, B.K., Corelli, R.L, Ernst, M.E, Guglielmo, B.J, Jacobson, P.A, and
Kradjan, W.A. Koda-Kimble and Young’s Applied Therapeutics The Clinical
Use of Drugs. Lippincott Williams & Wilkins Pennsylvania, United States of
America. 2013.
3. American College of Rheumatology Subcommittee Reumatoid
Arthritis. Guidelines for the Management of Rematoid Arthritis. 46: 328-46.
2012.
4. Arthritis Foundation, Arthritis Foundation Scientific Strategy 2015-
2020, http://www.arthritis.org /Documents/arthritis foundation- scientific-
strategy. 2015.
dr. Asti Marningsih dr. Meutia Salni dr. Putri Hidayati Aziz
NIP. 19831005 201412 2 001 NIP. 19870302 201403 2 004
Mengetahui
Kepala UPTD Puskesmas Jeulingke
Mengetahui
Kepala UPTD Puskesmas Jeulingke