You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan dalam bidang obstetri dan ginekologi hampir selalu berakibat fatal bagi
ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan, atau jika
komponennya tidak dapat segera dilakukan. Oleh karena itu, setiap Perdarahan yang terjadi
dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan
serius. (http://www.kalbe.co.id, diakses 26 juni 2010).
Perdarahan dalam kehamilan dan persalinan terdiri dari pendarahan ante, intra dan
postpartum (pasca persalinan). Perdarahan pasca persalinan ialah Perdarahan yang terjadi
setelah bayi lahir dengan angka kejadian berkisar antara 5% - 15% dari laporan-laporan pada
negara maju maupun negara berkembang, termasuk didalamnya adalah Perdarahan karena
Rest Plasenta, insidens Perdarahan Pasca Persalinan akibat Rest Plasenta dilaporkan berkisar
23% - 24%. (Mochtar R, 1998 )
Data World Health Organitation (WHO) sebanyak 99 % kematian ibu akibat masalah
persalinan atau kelahiran terjadi dinegara-negara berkembang. Rasio kematian ibu dinegara-
negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100ribu kelahiran
hidup. (http://www.tenaga-kesehatan.or.id.online , diakses 15 Juli 2010). Angka Kematian
Ibu di Indonesia pada tahun 2009 masih menempati AKI tertinggi di Asia Tenggara yaitu
226/100.000 kelahiran hidup. Dimana, penyebab kematian ibu komplikasi akibat kehamilan,
persalinan dan nifas. Hal ini diikuti oleh tingginya AKB ditingkat ASEAN khususnya negara
Indonesia yang berkisar 26/1000 kelahiran hidup. Tetapi bila dibandingkan dengan target
yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010, yaitu sebesar 125 per 100.000 kelahiran
hidup. Beberapa tahun terakhir AKB telah banyak mengalami penurunan yang cukup besar
meskipun pada tahun 2001 meningkat kembali sebagai dampak dari berbagai krisis yang
melanda Indonesia. (http://www.depkes.go.id diakses 15 Juli 2010).
Penyebab tingginya tingkat kematian ibu di Indonesia, antara lain, budaya patriaki
yang masih kental. Perempuan tidak memiliki kendali penuh atas dirinya. Seringkali
perempuan tidak berkuasa kapan dia harus mengandung. Padahal disaat itu mungkin hamil
berbahaya bagi dia. Kemudian, disebabkan kemiskinan, rendahnya pendidikan, kurangnya
akses terhadap informasi, tingginya peranan dukun dan terbatasnya layanan medis
modern. (http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1799371-angka-kematian-ibu-dan-
bayi/,diakses26 juni 2010).

1
Menurut Badan Pusat Statistika (BPS) diperkirakan pada tahun 2005 Angka Kematian
telah turun mencapai 262/100.000 kelahiran hidup. Adapun penyebab langsung kematian ibu
adalah Perdarahan yang mencapai 28%, Preeklamsi dan eklamsi 24%, Infeksi 11% dan
Aborsi tidak aman 5%. ((http://www.mediaindonesia.com.online, diakses 26 Juni 2010).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatra Utara tahun
2008 tercatat jumlah kematian ibu sebesar 116 orang, penyebab terbanyak adalah perdarahan
sebesar 72 orang (62,06 %), eklamsia 19 orang (16,37 %), infeksi 5 orang (4,31 %) dan lain-
lain 20 orang (17,24 %). Sedangkan pada tahun 2009 sebesar 114 orang, dimana penyebab
perdarahan terbanyak adalah perdarahan sebesar 59 orang (51,75%),
Eklampsia 35 orang(30,70 %), Infeksi 8 orang (7,01 %), dan lain-lain sebanyak 12 oang
(10,52%).

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Rest Plasenta


1. Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membranya dalam cavum uteri.
(Saifuddin, A.B, 2002)
2. Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder
(Alhamsyah, 2008).

2.2 Penyebab Rest Plasenta


1. Pengeluaran plasenta tidak hati-hati
2. Salah pimpinan kala III : terlalu terburu - buru untuk mempercepat lahirnya plasenta.

2.3 Faktor Yang Berhubungan Dengan Rest Plasenta

1. Umur ibu
Usia ibu hamil terlalu muda (< 20 tahun) dan terlalu tua (> 35 tahun) mempunyai risiko
yang lebih besar untuk melahirkan bayi kurang sehat. Hal ini dikarenakan pada umur
dibawah 20 tahun, dari segi biologis fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang
dengan sempurna untuk menerima keadaan janin dan segi psikis belum matang dalam
menghadapi tuntutan beban moril, mental dan emosional, sedangkan pada umur diatas 35
tahun dan sering melahirkan, fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
kemunduran atau degenerasi dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga
kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan lebih besar.
Perdarahan post partum yang mengakibatkan kematian maternal pada wanita hamil yang
melahirkan pada umur dibawah 20 tahun, 2-5 kali lebih tinggi daripada perdarahan post
partum yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Perdarahan post partum meningkat kembali
setelah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2006 : 23).

2. Paritas Ibu
Perdarahan post partum semakin meningkat pada wanita yang telah melahirkan tiga anak
atau lebih, dimana uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak efesien

3
pada semua kala persalinan. Uterus pada saat persalinan, setelah kelahiran plasenta sukar
untuk berkontraksi dan beretraksi kembali sehingga pembuluh darah maternal pada dinding
uterus akan tetap terbuka. Hal inilah yang dapat meningkatkan insidensi perdarahan
postpartum (Wiknjosastro, 2006 : 23).
Jika kehamilan “terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak dan terlalu dekat (4
terlalu)” dapat meningkatkan risiko berbahaya pada proses reproduksi karena kehamilan
yang terlalu sering dan terlalu dekat menyebabkan intake (masukan) makanan atau gizi
menjadi rendah. Ketika tuntunan dan beban fisik terlalu tinggi mengakibatkan wanita tidak
mempunyai waktu untuk mengembalikan kekuatan diri dari tuntutan gizi, juga anak yang
telah dilahirkan perlu mendapat perhatian yang optimal dari kedua orangtuanya sehingga
perlu sekali untuk mengatur kapan sebaiknya waktu yang tepat untuk hamil (Saifuddin,
2002:7).

3. Status Anemia dalam kehamilan


Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb)dalam darahnya kurang dari
12 gr% (Wiknjosastro , 2002). Anemiadalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar haemoglobin kurang dari
10,5 gr% pada trimester 2. Nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan wanita tidak hamil
terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2 (Saifuddin, 2002).
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazimdisebut hidremia atau
hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya seldarah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehinggaterjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah
sebagaiberikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%.Bertambahnya darah
dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam
kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, 2006). Secara fisiologis, pengenceran
darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya
kehamilan.
Penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:

1. Kurang gizi (malnutrisi)


2. Kurang zat besi dalam diit
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain

4
2.4 Gejala Klinik
Gejala klinik yang sering di rasakan pada pasien dengan rest plasenta yaitu :

1. Sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus
tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Tetapi mungkin saja pada beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan
sisa plasenta. Tertinggalnya sebagian plasenta (rest plasenta)
2. Keadaan umum lemah
3. Peningkatan denyut nadi
4. Tekanan darah menurun
5. Pernafasan cepat
6. Gangguan kesadaran (Syok)
7. Pasien pusing dan gelisah
8. Tampak sisa plasenta yang belum keluar

2.5 Diagnosa Rest Plasenta


Diagnosis pada rest plasenta dapat ditegakkan berdasarkan :
a. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
b. Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
c. Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari
1. Sisa plasenta atau selaput ketuban
2. Robekan rahim
3. Plasenta suksenturiata
d. Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah
e. Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test), dll
Perdarahan pascapersalinan ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan
menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat
berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus yang juga bahaya
karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan
juga jatuh dalam presyok dan syok. Karena itu, adalah penting sekali pada setiap ibu yang
bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah,
nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam.

5
2.6 Komplikasi Rest Plasenta
1. Sumber infeksi dan perdarahan potensial
2. Memudahkan terjadinya anemia yang berkelanjutan
3. Terjadi plasenta polip
4. Degenerasi korio karsinoma
5. Dapat menimbulkan gangguan pembekuan darah

2.7 Pencegahan Rest Plasenta


Pencegahan terjadinya perdarahan post partum merupakan tindakan utama, sehingga
dapat menghemat tenaga, biaya dan mengurangi komplikasi upaya preventif dapat dilakukan
dengan :

1. Meningkatkan kesehatan ibu, sehingga tidak terjadi anemia dalam kehamilan.


2. Melakukan persiapan pertolongan persalinan secara legeartis.
3. Meningkatkan usaha penerimaan KB.
4. Melakukan pertolongan persalinan di rumah sakit bagi ibu yang mengalami
perdarahan post partum.
5. Memberikan uterotonika segera setelah persalinan bayi, kelahiran plasenta dipercepat.

2.8 Penanganan Rest Plasenta


Apabila diagnosa sisa plasenta ditegakkan maka bidan boleh melakukan pengeluaran sisa
plasenta secara manual atau digital, dg langkah-langkah sebagai berikut:

1. Perbaikan keadaan umum ibu (pasang infus)


2. Kosongkan kandung kemih
3. Memakai sarung tangan steril
4. Desinfeksi genetalia eksterna
5. Tangan kiri melebarkan genetalia eksterna,tangan kanan dimasukkan secara obstetri
sampai servik
6. lakukan eksplorasi di dalam cavum uteri untuk mengeluarkan sisa plasenta
7. lakukan pengeluaran plasenta secara digital
8. Setelah plasenta keluar semua diberikan injeksi uterus tonika
9. Berikan antibiotik utk mencegah infeksi

6
10. Antibiotika ampisilin dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3x1 gram.oral
dikombinasikan dengan metronidazol 1 gr suppositoria dilanjutkan dengan 3x500 mg
oral.
11. Observasi tanda-tanda vital dan perdarahan
12. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar atau setelah melakukan
plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan
pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat
kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan
eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberian uterotonika.
Anemia yang ditimbulkan setelah perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan
keperluannya (Sarwono Prawirohaardjo, 2008, hal: 527)

You might also like