Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Pengolahan air limbah pada umumnya dilakukan dengan menggunakan metode Biologi.
Metode ini merupakan metode yang paling efektif dibandingkan dengan metode Kimia dan
Fisika. Proses pengolahan limbah dengan metode Biologi adalah metode yang memanfaatkan
mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air
limbah. Mikroorganisme sendiri selain menguraikan dan menghilangkan kandungan material,
juga menjadikan material yang terurai tadi sebagai tempat berkembang biaknya. Pengolahan
lumpur aktif (activated sludge) adalah merupakan proses pengolahan air limbah yang
memanfaatkan proses mikroorganisme tersebut.
Dewasa ini lumpur aktif (activated sludge) merupakan pengolahan air limbah yang paling
banyak dipergunakan, termasuk di Indonesia, hal ini mengingat metode lumpur aktif dapat
dipergunakan untuk mengolah air limbah dari berbagai jenis industri seperti industri pangan,
Perhotelan, Rumah tinggal, Sekolah, bahan Pabrik dan lain sebaginya.
Dengan menerapkan sistem ini didapatkan air bersih yang tidak lagi mengandung
senyawa organik beracun dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Air tersebut dapat
dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri selanjutnya. Diharapkan
pemanfaatan sistem daur ulang air limbah akan dapat mengatasi permasalahan persediaan
cadangan air tanah demi kelangsungan kegiatan industri dan kebutuhan masyarakat akan air.
Air tersebut dapat dipergunakan kembali sebagai sumber air untuk kegiatan industri
selanjutnya. Air daur ulang yang kami kerjakan dapat dimanfaatkan dengan aman untuk
kebutuhan konsumsi air seperti cooling tower, boiler laundry, toilet flusher, penyiraman
tanaman, general cleaning, fish pond car wash dan kebutuhan air yang lainnya.
2. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang penulisan makalah diatas dapat diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut :
Apa pengertian Lumpur Aktif (Activated Sludge) ?
Bagaimana proses penggolahan limbah dengan Lumpur Aktif (Activated Sludge ?
3. TUJUAN PENULISAN
Untuk memenuhi tugas pembuatan makalah
Untuk mengetahui apa itu Lumpur Aktif
Agar kita mengetahui proses pengolahan limbah dengan Lumpur Aktif
BAB II
STUDI PUSTAKA
Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi yang
pertama kali dilakukan di Inggris pada awal abad 19. Sejak itu proses ini diadopsi seluruh
dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder secara biologi. Proses ini pada
dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2
dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Udara disalurkan melalui pompa blower (diffused)
atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki
penjernihan (Gariel Bitton, 1994).
Anna dan Malte (1994) berpendapat keberhasilan pengolahan limbah secara biologi
dalam batas tertentu diatur oleh kemampuan bakteri untuk membentuk flok, dengan demikian
akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktif adalah ekosistem yang
komplek yang terdiri dari bakteri, protozoa, virus, dan organisme-organisme lain. Lumpur
aktif dicirikan oleh beberapa parameter, antara lain, Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume
Index = SVI) dan Stirrd Sludge Volume Index (SSVI). Perbedaan antara dua indeks tersebut
tergantung dari bentuk flok, yang diwakili oleh faktor bentuk (Shape Factor = S).
Pada kesempatan lain Anna dan Malte (1997) menyatakan bahwa proses lumpur aktif
dalam pengolahan air limbah tergantung pada pembentukan flok lumpur aktif yang terbentuk
oleh mikroorganisme (terutama bakteri), partikel inorganik, dan polimer exoselular. Selama
pengendapan flok, material yang terdispersi, seperti sel bakteri dan flok kecil, menempel
pada permukaan flok.
Pembentukan flok lumpur aktif dan penjernihan dengan pengendapan flok akibat agregasi
bakteri dan mekanisme adesi. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa flokulasi dan sedimentasi
flok tergantung pada hypobisitas internal dan eksternal dari flok dan material exopolimer
dalam flok, dan tegangan permukaan larutan mempengaruhi hydropobisitas lumpur granular
dari reaktor lumpur anaerobik.
Frank et all (1996) mencoba menggambarkan bahwa dalam sistem pengolah lumpur aktif
baik untuk domestik maupun industri mengandung 1-5% padatan total dan 95-99% bulk
water (liqour ?). Pembuangan kelebihan lumpur merupakan proses yang mahal, dilakukan
dengan mengurangi volume lumpur melalui proses pengepresan (dewatering). Pada bagian
lain dinyatakan pula bahwa konsentrasi besi yang tinggi konsentrasi besi yang tinggi, 70-90%
dalam bentuk Fe (III), ditemukan dalam lumpur aktif.
Akumulasi besi dapat berasal dari influent air limbah atau melalui penambahan FeSO4
yang digunakan untuk menghilangkan fosfor. Jumlah besi dalam lumpur aktif akan berkurang
setelah memasuki kondisi anaerobik dan mungkin berasosiasi dengan adanya aktifitas bakteri
heterotrofik. Berkurangnya fosfor dalam lumpur aktif dapat menyebabkan fosfor terlepas
kedalam air. Jika ini terjadi merupakan potensi untuk terjadinya eutrofikasi pada perairan.
BAB III
PEMBAHASAN
Endapan lumpur yang terbentuk di bagian bawah bak pengendap sebagian dibuang dan
sebagian yang lain dikembalikan ke bak aerasi, dan cairan yang ada dibagian atas bak
pengendap akan tampak jernih. Cairan yang jernih ini adalah air limbah yang sudah bersih
dari bahan organik pencemar.
Tangki aerasi
Oksidasi aerobik material organik dilakukan dalam tangki ini. Efluent pertama masuk
dan tercampur dengan Lumpur Aktif Balik (Return Activated Sludge =RAS) atau disingkat
LAB membentuk lumpur campuran (mixed liqour), yang mengandung padatan tersuspensi
sekitar 1.500 - 2.500 mg/l. Aerasi dilakukan secara mekanik. Karakteristik dari proses lumpur
aktif adalah adanya daur ulang dari biomassa. Keadaan ini membuat waktu tinggal rata-rata
sel (biomassa) menjadi lebih lama dibanding waktu tinggal hidrauliknya (Sterritt dan Lester,
1988). Keadaan tersebut membuat sejumlah besar mikroorganisme mengoksidasi senyawa
organik dalam waktu yang singkat. Waktu tinggal dalam tangki aerasi berkisar 4 - 8 jam.
Tangki Sedimentasi
Tangki ini digunakan untuk sedimentasi flok mikroba (lumpur) yang dihasilkan
selama fase oksidasi dalam tangki aerasi. Seperti disebutkan diawal bahwa sebaghian dari
lumpur dalam tangki penjernih didaur ulang kembali dalam bentuk LAB kedalam tangki
aerasi dan sisanya dibuang untuk menjaga rasio yang tepat antara makanan dan
mikroorganisme (F/M Ratio).
Parameter
Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwell, 1985;
Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut:
1. Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur aktif disebut
sebagai mixed liqour yang diterjemahkan sebagai lumpur campuran. MLSS adalah jumlah
total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk
didalamnya adalah mikroorganisma. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur
campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada temperatur 1050C,
dan berat padatan dalam contoh ditimbang.
2. Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada MLSS
diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba, mikroba hidup dan mati,
dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan memanaskan terus
sampel filter yang telah kering pada 600 - 6500C, dan nilainya mendekati 65-75% dari
MLSS.
3. Food - to - microorganism ratio (F/M Ratio). Parameter ini merupakan indikasi beban
organik yang masuk kedalam sistem lumpur aktif dan diwakili nilainya dalam kilogram BOD
per kilogram MLSS per hari (Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson, 1986). Adapun
formulasinya sebagai berikut :
F/M =
dimana :
4. Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif. Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur aktif
lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki aerasi konvensional rasio F/M adalah 0,2 - 0,5
lb BOD5/hari/lb MLSS, tetapi dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni
(Hammer, 1986). Rasio F/M yang rendah mencerminkan bahwa mikroorganisme dalam
tangki aerasi dalam kondisi lapar, semakin rendah rasio F/M pengolah limbah semakin
efisien.
5. Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah waktu rata-rata yang
dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif;
nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran (D) (Sterritt dan Lester, 1988).
HRT = 1/D = V/ Q
dimana :
D = Laju pengenceran.
6. Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata mikroorganisme
dalam sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu tinggal sel mikroba
dalam tangki aerasi dapat dalam hari lamanya. Parameter ini berbanding terbalik dengan laju
pertumbuhan mikroba. Umur lumpur dihitung dengan formula sebagai berikut (Hammer,
1986; Curds dan Hawkes, 1983) :
Umur Lumpur (Hari) =
dimana :
7. Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari dalam konvensional lumpur aktif. Pada
musim dingin lebih lama dibandingkan musim panas (U.S. EPA, 1987a). Parameter penting
yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah laju pemuatan organik, suplay oksigen, dan
pengendalian dan operasi tangki pengendapan akhir. Tangki ini mempunyai dua fungsi:
penjernih dan penggemukan mikroba. Untuk operasi rutin, orang harus mengukur laju
pengendapan lumpur dengan menentukan indeks volume lumpur (SVI = Sludge Volume
Index), Voster dan Johnston, 1987.
3.2.2 Modifikasi Proses Lumpur Aktif Konvensional
Ada beberapa modifikasi dari proses lumpur aktif konvensional (Nathanson, 1986; US.
EPA, 1977), Lihat Gambar 2.
Umumnya, konsentrasi oksigen sangat tinggi di sekitar rotor. Air limbah yang baru saja
melewati rotor kaya akan oksigen dan sebaliknya, miskin oksigen ketika kembali ke rotor
setelah berkeliling sepanjang parit oksidasi. Hal ini berlaku untuk parit oksidasi yang hanya
memiliki satu rotor. Jumlah unit rotor yang dipasang dipengaruhi oleh taraf pencemaran air
limbah dan debitnya.
Konstruksi dan Operasi
Parit oksidasi berbentuk lingkaran, oval atau ellips dengan beberapa variasi pada salah
satu ujungnya. Air limbah yang diolah di unit ini harus diskrin dulu dengan coarse screen
(MAM edisi Januari 2009) dan dikominusi dengan comminutor agar ranting dan sampah
menjadi berukuran kecil dan dapat disisihkan. Setelah itu air limbah dialirkan ke dalam grit
chamber untuk menyisihkan pasirnya.
Tahap selanjutnya adalah primary settling tank yang berfungsi mengendapkan partikel
yang lolos dari grit chamber. Efluen settling tank ini selanjutnya masuk ke parit oksidasi.
Pada setiap unitnya, air limbah selalu mengalami pengenceran (dilusi) otomatis ketika
kembali mengalir melewati bagian inlet. Faktor dilusi ini bisa mencapai nilai 20 s.d 30
sehingga nyaris teraduk sempurna meskipun bentuk baknya mendukung aliran plug flow,
yakni hanya teraduk pada arah radial saja dengan aliran yang searah (unidirectional).
Influennya serta merta bercampur dengan air limbah yang sudah dioksigenasi dan mengalami
fase kekurangan oksigen. Pengulangan ini berlangsung terus-menerus selama pengoperasian
parit oksidasi.
Bahan parit bisa berupa pasangan batu kali, batu-bata, atau beton. Pilihan bahan
bergantung pada besar kecilnya debit yang diolah dan kondisi air tanah setempat serta jauh-
dekatnya dengan permukiman. Pada instalasi yang besar, parit oksidasi selalu dilengkapi
dengan secondary settling tank yang difungsikan untuk mengendapkan bioflok dan air
limbahnya dialirkan secara kontinyu. Untuk menambah efisiensi pengolahannya, dilengkapi
juga dengan fasilitas resirkulasi lumpur (returned sludge). Berbagai macam cara dapat
diterapkan untuk mengembalikan lumpur endapan di secondary settling tank ini. Yang biasa
dilakukan adalah dengan memasang pompa lumpur ulir (screw pump).
Endapan lumpur (sludge) dialirkan secara hidrolis ke bak penampung lumpur. Karena
secara hidrolis maka elevasi alas bak screw pump berada di bawah taraf muka air di
secondary settling tank. Resirkulasi ini berlangsung kontinyu 24 jam sehari. Untuk mengatur
konsentrasi lumpur yang masuk ke dalam parit oksidasi maka di unit penampung lumpur ini
dilengkapi juga dengan kanal untuk membuang kelebihan lumpur (excess sludge) yang
dialirkan ke unit pengering lumpur (sludge drying bed).
Modus kedua pengoperasian parit oksidasi adalah secara berkala. Parit oksidasi ini tidak
dilengkapi dengan secondary settling tank. Bioflok dibiarkan mengendap di dalam parit
sampai endapannya terkumpul cukup banyak di lantai parit dalam tempo tertentu. Di sini
parit difungsikan juga sebagai sedimentor. Setelah mayoritas biofloknya mengendap maka air
olahannya dialirkan ke outlet, lalu dibuang ke saluran atau sungai sedangkan sludge-nya
dipompakan ke bak pengering lumpur. Tentu saja tidak semua lumpurnya disedot dan
dikeringkan tetapi ada porsi tertentu yang disisakan untuk starter pada periode pengolahan air
limbah selanjutnya. Modus operasi seperti ini mengingatkan kita pada pola operasi
sequencing batch reactor (MAM, edisi Oktober 2006) yang hanya diterapkan untuk kapasitas
kecil, biasanya untuk pabrik kecil atau pabrik besar dengan kuantitas air limbah sedikit.
Agar pertumbuhan bakterinya optimum, sebaiknya air limbah pabrik (terutama pabrik
yang air limbahnya sedikit mengandung zat organik) digabung dengan air limbah domestik
dari kamar mandi dan kloset, juga dicampur dengan air limbah dapur asalkan di bagian
awalnya dilengkapi dengan penangkap lemak (grease trap).
Pada instalasi besar, bentuk penampang melintang parit berupa trapezium. Bentuk
segiempat juga bisa tetapi hanya untuk IPAL berkapasitas kecil. Kedalaman parit antara 1,5 –
2 m, bergantung pada besar-kecilnya debit yang diolah dan luas lahan yang tersedia. Lebar
paritnya biasanya disesuaikan dengan panjang rotor yang dibuat oleh pabrik. Dengan
demikian, saat mendesain parit oksidasi, perancang harus berhubungan dengan vendor atau
pabrikan rotor dan mempelajari spesifikasi teknis rotornya.
Rotor yang biasa digunakan adalah cage rotor, berisi lembaran pelat logam yang dipasang
mirip sikat yang biasa digunakan untuk membersihkan tabung reaksi di laboratorium. Poros
(shaft) rotor ini diputar oleh motor berkecepatan tertentu sesuai dengan spesifikasinya.
Putarannya bisa mencapai 72 rpm (revolution per minute, putaran per menit) dengan
kedalaman celupan 13,5 cm.
Aerasi Bertingkat
Limbah hasil dari pengolahan primer (pengendapan) masuk dalam tangki aerasi melalui
beberapa lubang atau saluran, sehingga meningkatkan distribusi dalam tangki aerasi dan
membuat lebih efisien dalam penggunaan oksigen. Proses ini dapat meningkatkan kapasitas
sistem pengolahan.
Stabilisasi Kontak
Setelah limbah dan lumpur bercampur dalam tangki reaktor kecil untuk waktu yang
singkat (20-40 menit), aliran campuran tersebut dialirkan ke tangki penjernih dan lumpur
dikembalikan ke tangki stabilisasi dengan waktu tinggal 4 - 8 jam. Sistem ini menghasilkan
sedikit lumpur. terdiri dari dua fase, yaitu :
Fase Adsorbs
dimana bahan organic terlarut secara koloidal dan dissolved diadsorbsi oleh activated sludge.
Vase oksidasi
Yaitu asimilasi bahan organic secara metabolic. Keuntungannya adalah pengurangan volume
tangki aerasi dan baik untuk pengolahan limbah domestic.
Sistem Aerasi Campuran
Pada sistem ini limbah hanya diaerasi dalam tangki aerasi secara merata. Sistem ini
dapat menahan shock load dan racun.
Lumpur Aktif Kecepatan Tinggi
Sistem ini digunakan untuk mengolah limbah konsentrasi tinggi dan dioperasikan
untuk beban BOD yang sangat tinggi dibandingkan proses lumpur aktif konvensional. Proses
ini mempunyai waktu tinggal hidraulik sangat singkat. Sistem ini beroperasi pada konsentrasi
MLSS yang tinggi.
Aerasi Oksigen Murni
Sistem aerasi dengan oksigen murni didasarkan pada prinsip bahwa laju tranfer
oksigen lebih tinggi pada oksigen murni dari pada oksigen atmosfir. Proses ini menghasilkan
kemampuan oksigen terlarut menjadi lebih tinggi, sehingga meningkatkan efisiensi
pengolahan dan mengurangi produksi lumpur.
Nitrifikasi yang Menggunakan Proses Lumpur Aktif Dua Tingkat
Proses nitrifikasi bakteri berkembang lambat dengan syarat waktu tinggal lumpur
lama dan konsentrasi pembentukan oksigen tinggi. Dalam penjumlahan diperkirakan
rintangan oleh bidang luas dari senyawa-senyawa pada konsentrasi juga tinggi rendahnya
temperatur mempengaruhi bakteri berbagai daerah tropis.
Untuk alasan ini, dapat dilihat jalan terbaik untuk memisahkan proses pembersihan
yang mengandung karbon dan proses pembersihan nitrogen dalam memisahkan reaktor-
reaktor, seperti perbedaan operasi dapat berlaku dalam setiap kondisi, dengan pertambahan
efisiensi proses dan penghematan tempat keseluruhan dalam penjumlahan mungkin bahwa
senyawa-senyawa pengganggu tidak akan berbahaya disumbangkan pada tingkat pertama
pada proses metabolisme, pengikatan dan pencairan membentuk kelompok, maka dari itu
nitrifikasi pada tingkat kedua tidak akan terhalang. Skema diagram dari tipe proses kedua
digambarkan dalam Grafik 2.1. Luas susunan kebebasan didapatkan dengan tipe proses
tingkat kedua dan proses konvensi aerasi dengan mesin digabungkan oleh kedua penyebaran
aerator tingkat kedua dan proses nitrifikasi filter cairan.Dalam penjumlahan tingkat pertama
dapat juga berubah-ubah di antara sistem oksigen murni seperti proses VITOX, mesin aerator
dan penyebaran udara.
Dalam pandangan luas, susunan kombinasi-kombinasi dan fakta-fakta bahwa
tumbuhan tingkat kedua sangan sedikit dalam operasi, sangat sedikit disain informasi yang
tersedia. Suatu masalah sistem tingkat ke-2 bahwa mutlak hasil pertumbuhan rendah dari
konsentrasi solid nutifiens dalam reaktor tingkat ke-2 sangat rendah. Frekuensi ini
menunjukkan kemampuan mengendap lumpur lemah disertai dengan kerugian-kerugian
padatan. Frekuensi resirkulasi solid hanya berkurang dari tangki sedimentasi tingkat pertama.
Dalam penjumlahan penyebaran udara sistem operasi pada konsentrasi solid rendah
digabungkan dengan masalah busa dan pertumbuhan anti busa dan frekuensinya.
Grafik 2.1 Skema dengan proses nitrifikasi cara lumpur aktif tingkat ke-2. Tingkat ke-1
adalah proses pembersihan karbon dengan mesin aerasi, mengingat tingkat ke-2 adalah proses
difusi nirtifikasi udara.
Nitrifikasi Dalam Saringan-Saringan Aliran
Dalam sebuah saringan tunggal, proses nitrifikasi bakteri akan bersaing dengan
bakteri berbagai tropik untuk menyediakan kebutuhan oksigennya. Tersedianya oksigen
dalam saringan berfungsi dalam konsentrasi BOD dan bakteri berbagai tropik tersedia akan
mengatasi nutrifien ketika BOD tersedia dengan mudah.
Tampaklah bahwa BOD yang dapat larut sekitar 20mg/l dibutuhkan sebelum oksigen
cukup menyediakan nitrifikasi yang tersedia, seperti sangant sedikitnya saringan-saringan
yang dapat menyediakan effluen berkualitas, saringannya tidak ada atau dibatasinya
nitrifikasi menyebabkan lebih rendahnya jangkauan saringan. Dalam mencapai nitrifikasi
tetap oleh saringan adalah penting untuk membatasi jumlah beban organik untuk grafik media
mineral antara 0,16 – 0,19 kg/m3.d, dipakai guna pembersihan amonia hingga 75 %
Beban orgaanik (kg BOD/1000 m2.d)
Grafik 1.2 Pengaruh Jumlah Beban Organik Pada Pembesihan Amonia Dalam Saringan
Aliran.
Denitrifikasi
Dalam suatu keadaan di mana tanpa pemberian oksigen yang telahn larut, maka kegunaan
dari oksigen sebagai penerima elektron yang terakhir untuk pernafasan terhambat. Dalam
keadaan seperti ini, maka kebanyakan dari mikroorganisme fakultatif harus bertumpu pada
+
fermentasi guna menimbulkan lagi NAD . Bagaimanapun, tentu chemoorganotrops mampu di
-
dalam menempatkan O dengan NO sebagai penerima elektron terakhir dan respirasi dapat
2 3
dilakukan dengan cara mereduksi nitrat ke dalam bentuk nitrit, oksidasi nitrit dan oksidasi nitrous
atau nitrogen sebagaimana yang ditunjukkan pada reaksi 2.1.
(2.1) Reaksi +5 +3 +2 +1
Redoks
Pernyataan dari No - No
-
NO NO N
2 2
Nitrogen 3 2 Oksidasi Nitrit Oksidasi Nitrous Ni
Nitrat Nitrit
Di mana produksi akhir asterik ditunjukkan seperti gas diketahui sebagai anaerob atau
respirasi nitrat dan dibawa ke luar oleh pergantian bakteri tertentu seperti Alcaligenes,
Achromobacter, Micrococcuss dan Pseudomonas. Tidak semua genera ini mempunyai
kemampuan untuk melengkapi oksidasi ke dalam bentuk nitrogen dan juga berbagi jenis produksi
seperti gas tertentu dapat dihasilkan.
Pernyataan reaksi redoks sebagai perantara dalam denitrifikasi (Reaksi 2.1), menunjukkan
bahwa reaksi dapat diproses dengan jalan menserikan suatu langkah-langkah tertentu, di mana
tiap-tiap langkah (bentuk) dengan mendapat sutu elektron. Suatu donor elektron kemudian
dibutuhkan sebagai suatu suatu sumber dari elektron-elektron ini. Dalam perlakuan air selokan
(limbah), reaksi dibawa ke luar secara awal oleh bakteri heterotopic dan juga sumber karbon
organik dapat digunakan. Walaupun air limbah itu sendiri memuat suatu sumber yang sesuai dari
karbon organik, namun hal ini tidak mencukupi (sebanding) untuk aliran-aliran anak sungai yang
telah diperlakukan (perlakuan air limbah), dengan demikian dalam dua sistem pemberhentian
suatu sumber pelengkap dari karbon harus dihasilkan hal ini secara berulang-ulang dapat dicapai
dengan penggunaan limbah-limbah industri, dan pertanian seperti limbah buah-buahan, cairan
gula atau selasi biji-bijian. Dalam keadaan suatu alternatif maka methanol secara umum dapat
diterima sebagai sesuatu yang sempat tidak sesuai, secara komersial sesuai dengan sumber
karbon. Stoikiometri dari pertumbuhan methanol sebagai kedua dari suatu karbon dan sumber
energi diberikan dengan rumus :
- +
NO + 1,08 CH OH + H 0,065 C H O N + 0,47 N + 0,76 CO + 2,44 H O (2.2)
3 3 5 7 2 2 2 2
Reaksi nyala terang ini berbeda di antara pertumbuhan bakteri penitritan (Persamaan 2.1)
dan pendenitrifikasi. Oksigen ini tidak dibutuhkan untuk denitrifikasi,sesungguhnya ketika ia ada,
hal ini lebih cocok dieksploitasi sebagai suatu penerima elektron yang terakhir. Dalam tambahan,
sebagai suatu kegunaan proton-proton organisme dalam suatu reduksi nitrat, kemudian air limbah
akan menuju kepada menjadi alkali yang dibandingkan dengan produksi jenis-jenis asam selama
nitrifikasi akhirnya sebagai pendenitrifikasi adalah bakteri heterotopic, bakteri-bakteri ini lebih
bersumber daya dan lebih banyak efisiensinya dan penitrifikasi dengan demikian daerah dan rata-
rata pertumbuhannya akan lebih memuncak.
Di mana μ adalah rata-rata pertumbuhan spesifik maksimum dari bakteri penitrat dan N
m
jangkauan 0,08 – 0,1 g/l dan dengan demikian N >> K dan istilah Monod untuk konsentrasi
N
nitrat dalam persamaan 2.3 mendekati pada satu. Oleh karena itu, rumus ini dapat ditulis :
Hal ini berarti bahwa denitrifikasi adalah suatu reaksi orde pertama denagn cenderung
kepada konsentrasi biomas dan orde nol cenderung kepada konsentrasi nitrat. Untuk suatu
kelengkapan mencampur pereaksi dari volume V, di mana persamaan keseimbangan dari suatu
tipe yang telah dilukiskan oleh persamaan 2.3 dapat dibentuk sekarang : (2.5)
Dalam hal ini, istilah μ sering disebut rata-rata denitrifikasi spesifik (q) .Hal ini dihubungkan
m DN
Sistem dua tempat kejadian untuk pemindahan Nitrogen. Bagan I adalah suatu pereaksi
aerobik yang dioperasikan dengan suatu lumpur yang berumur panjang untuk meyakinkan
nitrifikasi. Bagan II adalah suatu penambahan pemersatuan dari suatu sumber karbon untuk
meyakinkan denitrifikasi.
Flok dalam aktifitas lumpur mengandung sel bakteri disamping partikel anorganik dan
organik. Ukuran flok bervariasi antara <1 m m (ukuran beberapa sel bakteri) sampai dengan 1
000 m m atau lebih (Parker et al., 1971; U.S.EPA, 1987a), Lihat Gambar 3. Sel hidup dalam
flok dapat diukur dengan analisis ATP dan aktifitas dehidrogenase, berjumlah 5-20% dari
total sel (Weddle dan Jenkins, 1971). Beberapa peneliti menjaga agar fraksi aktif bakteri
dalam lumpur aktif mewakili hanya 1-3% bakteri total (Hanel, 1988).
Gambar 3. Distribusi ukuran partikel dalam lumpur aktif (Parker et al, 1971, dalam Bitton,
1994).
Berikut ini adalah beberapa mikroorganisme yang dapat diamati dalam flok lumpur aktif :
Bakteri
Bakteri merupakan unsur utama dalam flok lumpur aktif. Lebih dari 300 jenis bakteri
yang dapat ditemukan dalam lumpur aktif. Bakteri tersebut bertanggung jawab terhadap
oksidasi material organik dan tranformasi nutrien, dan bakteri menghasilkan polisakarida dan
material polimer yang membantu flokulasi biomassa mikrobiologi. Genus yang umum
disamping itu ada pula mikroorganisme berfilamen, yaitu Sphaerotilus dan Beggiatoa,
Karena tingkat oksigen dalam difusi terbatas, jumlah bakteri aktif aerobik menurun
karena ukuran flok meningkat (Hanel, 1988). Bagian dalam flok yang relatif besar membuat
dijelaskan dengan pembentukan beberapa kantong anaerobik didalam flok atau dengan
metanogen tertentu terhdap oksigen (Wuetal., 1987). Oleh karena itu lumpur aktif cukup baik
dan cocok untuk material bibit bagi pengoperasian awal reaktor anaerobik.
PERSENTASI
GENUS
DARI TOTAL
KELOMPOK
ISOLAT
Comamonas-Pseudomonas 50
Alkaligenes 5,8
Paracoccus 11,5
Aeromomas 1,9
Bacillus 1,9
Micrococcus 1,9
Coryneform 5,8
Arthrobacter 1,9
Aureobacterium-Microbacterium 1,9
Jumlah total bakteri dalam lumpur aktif standard adalah 108 CFU/mg lumpur. Tabel 1.
menunjukkan beberapa genus bakteri yang ditemui dalam standard lumpur aktif. Sebagian
besar bakteri yang diisolasi diidentifikasi sebagai spesies-spesies Comamonas-Psudomonas.
Caulobacter, bakteri bertangkai umumnya ditemukan dalam air yang miskin bahan
organik, dapat diisolasi dari kebanyakan pengolahan limbah, khususnya lumpur aktif
(MacRae dan Smit, 1991).
Gambar 4. Distribusi
Flok lumpur aktif juga merupakan tempat berkumpulnya bakteri autotrofik seperti
bakteri nitrit (Nitrosomonas, Nitrobacter), yang dapat merubah amonia menjadi nitrat dan
bakteri fototrofik seperti bakteri ungu non sulfur (Rhodospilrillaceae), yang dapat dideteksi
pada konsentrasi sekitar 105 sel/ml. Bakteri ungu dan hijau ditemukan dalam jumlah yang
sangat kecil. Barangkali, bakteri fototrofik hanya sedikit berperan dalam penurunan nilai
BOD dalam lumpur aktif (Madigan, 1988; Siefert et al., 1978).
Fungi
Lumpur aktif biasanya tidak mendukung kehidupan fungi walaupun beberapa fungi
berfilamen kadang-kadang ditemukan dalam flok lumpur aktif. Fungi dapat tumbuh pesat
dibawah kondisi pH yang rendah, toksik, dan limbah yang kekurangan nitrogen. Genus yang
dominan ditemukan dalam lumpur aktif adalah Geotrichum, Penicillium, Cephalosporium,
Cladosporium, dan Alternaria (Pipes dan Cooke, 1969; Tomlinson dan Williams, 1975).
Lumpur ringan (Sludge Bulking) dapat dihasilkan oleh pertumbuhan yang pesat Geotrichum
candidum, yang dirangsang oleh pH rendah dari limbah yang asam.
Protozoa
Protozoa adalah significant predator dalam lumpur aktif seperti dalam lingkungan akuatik
alam (Curds, 1982; Drakides, 1980; Fenchel dan Jorgensen, 1977; LaRiviere, 1977).
Pemakanan bakteri oleh protozoa dapat ditentukan dengan eksperimen pemakanan bakteri
yang telah diberi 14C atau 35C atau flouresen (Hoffmann dan Atlas, 1987; Sherr et al, 1987).
Pemakanan bakteri tersebut dapat mereduksi toksikan. Contoh, Aspidisca costata yang
memakan bakteri dalam lumpur aktif dapat menurunkan Kadmium (Hoffmann dan Atlas,
1987). Protozoa paling sering ditemukan dalam lumpur aktif adalah Carchesium, Paramecium
sp, Opercularia sp, Chilodenella sp, Vorticella sp, Apidisca sp (Dart dan Stretton, 1980,
Edeline, 1988; Eikelboom dan van Buijsen, 1981).
Cilliata. Siliata atau bulu getar digunakan untuk pergerakan dan mendorong partikel
makanan kedalam mulut . Siliata dibagi menjadi tiga, yaitu : Siliata bebas (free), merayap
(creeping), dan bertangkai (stalked). Siliata bebas (tidak terikat) memakan bakteri bebas yang
terbang. Genus yang paling penting sering ditemukan dalam lumpur aktif adalah
Chilodonella, Colpidium, Blepharisma, Euplotes, Paramecium, Lionotus, Trachelophyllum,
dan Spirostomum. Siliata merayap memakan bakteri yang berada dipermukaan flok lumpur
aktif.
Dua genus penting, yaitu : Aspidisca dan Euplotes. Cilitas bertangkai menempel
tangkainya pada flok. Tangkai mempunyai myoneme untuk menangkap mangsa. Contoh
siliata bertangkai adalah Vorticella, Carchesium, Opercularia, dan Epistylis.
Rotifers
Rotifers adalah metazoa (organisme bersel banyak) dengan ukuran bervariasi dari 100
mm - 500 m m. Tubuhnya menancap pada partikel flok dan sering tercabut dari permukaan
flok (Doohan, 1975; Eikelboom dan van Buijsen, 1981). Rotifers ditemukan dalam instalasi
pengolahan air limbah termasuk dua orde pertama, Bdelloidea (contoh : Philodina spp.,
Habrotrocha spp.) dan Monogononta (contoh : Lecane spp., Notommata spp.). Peranan
rotifers dalam lumpur aktif adalah : (1) menghilangkan bakteri tersuspensi (contoh : bakteri
yang tidak membentuk flok; (2) memberi kontribusi terhadap pembentukan flok melalui pelet
kotoran yang dikelilingi oleh mukus. Kehadiran rotifers dalam tahap akhir pengolahan limbah
sistem lumpur aktif dikarenakan kenyataan bahwa hewan ini mempunyai siliata yang kuat
yang menolong dalam mencari makan dan menurunkan jumlah bakteri tersuspensi (membuat
air lebih jernih) dan aksi siliatanya lebih kuat dibandingkan protozoa.
3.2.4 Oksidasi Bahan Organik Dalam Tangki Aerasi
Air limbah domestik mempunyai rasio C:N:P sebesar 100 : 5 : 1, yang mencukupi
untuk kebutuhan sebagian besar mikroorganisme. Bahan organik dalam air limbah terdapat
dalam bentuk terlarut, koloid, dan fraksi partikel. Bahan organik terlarut sebagai sumber
makanan bagi mikroorganisme heterotrophik dalam mixed liquor. Bahan organik ini cepat
hilang oleh adsorpsi dan proses flokulasi, dan juga oleh absorpsi dan oksidasi oleh
mikroorganisme.
Aerasi dalam beberapa jam dapat membuat perubahan dari BOD terlarut menjadi
biomassa mikrobial. Aerasi mempunyai dua tujuan : (1) memasok oksigen bagi
mikroorganisme aerobik, dan (2) menjaga lumpur aktif agar selalu konstan teragitasi untuk
melaksanakan kontsak yang cukup antara flok dengan air limbah yang baru datang pada
sistem pengolahan limbah. Konsentrasi oksigen yang cukup juga diperlukan untuk aktifitas
mikroorganisme heterotrophik dan autotrophik, khususnya bakteri nitrit. Tingkat oksigen
terlarut harus antara 0,5 - 0,7 mg/l. Proses nitrifikasi berhenti jika oksigen terlarut dibawah
0,2 mg/l (Dart dan Stretton, 1980). Curds dan Hawkes (1983) membuat ringkasan reaksi
degradasi dan biosintesis yang terjadi dalam tangki aerasi dalam proses lumpur aktif (Gambar
5).
Dalam air limbah pemukiman, rasio F/M yang optimum antara 0,2 dan 0,5 (Gaudy dan
Gaudy, 1988; Hammer, 1986). Rata-rata waktu tinggal sel yang diperlukan untuk
pengendapan yang efektif adalah 3 - 4 hari (Metcalf dan Eddy, 1991). Pengendapan yang
tidak baik dapat terjadi akibat gangguan yang tiba-tiba pada parameter fisik (suhu dan pH),
kekurangan makanan (contoh N, suhu, mikronutrien), dan kehadiran zat racun (seperti logam
berat) yang dapat menyebabkan hancurnya sebagian flok yang sudah terbentuk (Chudoba,
1989). Cara konvensional untuk monitoring pengendapan lumpur adalah dengan menentukan
Indeks Volume Sludge (Sludge Volume Index = SVI). Caranya adalah sebagai berikut :
Lumpur campuran dari tangki aerasi dimasukkan dalam silinder volume 1 liter dan dibiarkan
selama 30 menit. Volume sludge dicatat. Volume lumpur yang mengendap adalah SV, MLSS
adalah mixed liqour suspended solid (mg/l). Dalam pengolahan lumpur yang konvensional
(MLSS < 3 500 mg/l) nilai SVI berkisar 50 - 150 ml/g.
SVI (ml/g) =
1. Dispersed Growth
Mikroorganisme tidak dapat membentuk flok dan tetap terurai (hanya membentuk rumpun
kecil atau sel tunggal.)
Bakteri yang tidak membentuk flok umumnya dikonsumsi oleh protozoa. akibatnya antara
lain effluent tetap keruh, tidak terbentuk daerah pengendapan sludge.
2. Non-filamentous bulking
Disebut juga “zoogleal bulking” dan disebabkan oleh pembentukan exopolysaccharida yang
berlebihan oleh Zooglea dalam activated sludge.
Akibat yang terjadi antara lain menurunkan kemampuan pengendapan dan flok kurang padat.
Bulking tipe ini agak jarang ditemui dan dikoreksi oleh khlorinasi. (Chudoba, 1989)
3. Rising sludge
Sludge naik ke permukaan sebagai akibat dari denitrifikasi berlebihan, sebagai hasil dari
kondisi anoxic dalam tangki sedimentasi.
Partikel sludge mengikat gelembung nitrogen dan membentuk sludge blanket di permukaan
clarifier.
Sludge lolos ke effluent sehingga menjadi keruh dan meningkatkan kembali kadar BOD5.
Salah satu solusi problem ini adalah mengurangi waktu tinggal sludge seperti dengan
menaikkan kapasitas sirkulasi sludge.
4. Terbentuknya foam dan scum
Problem ini disebabkan oleh tidak terurainya surfactan serta adanya mikroorganisme
Nocardia sp dan kadang-kadang juga disebabkan oleh adanya Microthhrix parvicella.
Solusi :
1. Menggunakan antifoam
2. Menghilangkan busa secara mekanis sebelum masuk Clarifier
5. Filamentous bulking
Bulking merupakan problem berupa lambatnya pengendapan dan tidak kompaknya padatan
di clarifier.
2. Kekurangan
Tidak menghilangkan warna dari limbah industri dan dapat meningkatkan warna
melalui oksidasi, tidak menghilangkan nutrient sehingga memerlukan penanganan tersier,
daur ulang biomassa menyebabkan konsentrasi biomassa yang tinggi di dalam tanki aerasi
sehingga diperlukan teknologi penerimaan waktu tinggal, Membutuhkan energi yang besar,
Membutuhkan operator yang terampil dan disiplin dalam mengatur jumlah massa mikroba
dalam reactor dan Membutuhkan penanganan lumpur lebih lanjut.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah kami buat, dapat kita simpulkan bahwa: pengolah limbah
dengan sistem lumpur aktif (Activated Sludge System) , dapat membersihkan air yang
dulunya tercemar oleh lumpur dapat dibersihkan dengan melalui teknologi pengolah limbah
ini, sehingga dapat memudahkan masyarakat untuk mengambil air bersih.
4.2 SARAN
Untuk kedepannya agar pembaca dapat melengkapi pembahasan tentang Activated Sludge
dengan sumber yang lebih akurat.
Dengan adanya pembahasan tentang Activated Sludge agar pembaca dapat mempraktekkan
di lapangan dalam pengolahan limbah secara biologi.