Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada tiga sebab fundamental munculnya perilaku syirik, yaitu al-jahlu (kebodohan),
dhai’ful iiman (lemahnya iman), dan taqliid (ikut-ikutan secara membabi-buta).
Penyebab kedua perbuatan syirik adalah dhai’ful iimaan (lemahnya iman). Seorang
yang imannya lemah cenderung berbuat maksiat. Sebab, rasa takut kepada Allah tidak
kuat. Lemahnya rasa takut kepada Allah ini akan dimanfaatkan oleh hawa nafsu untuk
menguasai diri seseorang. Ketika seseorang dibimbing oleh hawa nafsunya, maka
tidak mustahil ia akan jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan syirik seperti memohon
kepada pohonan besar karena ingin segera kaya, datang ke kuburan para wali untuk
minta pertolongan agar ia dipilih jadi presiden, atau selalu merujuk kepada para
dukun untuk suapaya penampilannya tetap memikat hati orang banyak.
Taqliid sebab yang ketiga. Al-Qur’an selalu menggambarkan bahwa orang-orang yang
menyekutukan Allah selalu memberi alasan mereka melakukan itu karena mengikuti
jejak nenek moyang mereka. Allah berfirman,“Dan apabila mereka melakukan
perbuatan keji, mereka berkata, ‘Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan
yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.’ Katakanlah,
‘Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.’ Mengapa
kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (QS. Al-A’raf:
28).
B. Rumusan Masalah
A. Pengertian Syirik
Syirik dari segi bahasa artinya mempersekutukan, secara istilah adalah perbuatan
yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain.[1] Orang yang melakukan
syirik disebut musyrik. Seorang musyrik melakukan suatu perbuatan terhadap
makhluk (manusia maupun benda) yang seharusnya perbuatan itu hanya ditujukan
kepada Allah seperti menuhankan sesuatu selain Allah dengan menyembahnya,
meminta pertolongan kepadanya, menaatinya, atau melakukan perbuatan lain yang
tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah SWT.
Perbuatan syirik termasuk dosa besar. Allah mengampuni semua dosa yang dilakukan
hambanya, kecuali dosa besar seperti syirik. Firman Allah SWT:
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-
Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa
yang besar. (QS. An-Nisaa’: 48)
B. Macam-macam Syirik
Dilihat dari sifat dan tingkat sanksinya, syirik dapat dibagi menjadi dua yaitu:
Yang kedua yaitu syirik akbar Bathinun Khafi (tersembunyi) seperti meminta
pertolongan kepada orang yang telah meninggal. Setiap orang yang menaati makhluk
lain serta mengikuti selain dari apa yang telah disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya,
berarti telah terjerumus kedalam lembah kemusyrikan. Firman Allah SWT:
ق ٌ عوإظلن اللشممعيِاًظطيِعن لعييِوُيحمموُعن إظلعممىى أعثولظيِعمماًئظظهثم لظيِيعجمماًظديلوُيكثم ْ عوإظثن أع ع
طثعتييممموُهيثم عوعل تعأثيكيلوُا ظملماً لعثم ييثذعكظر اثسيم ل
اظ ععلعثيِظه عوإظنلهي لعفظثس ق
إظنليكثم لعيمثشظريكوُعن
Artinya: “…dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi
orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-An’am: 121).
Artinya: “Dan barang siapa yang bersumpah dengan selain nama Allah, maka dia
telah kufur atau syirik”. (HR. Tirmidzi).[3]
Memakai azimat
Memakai azimat termasuk perbuatan syirik karena mengandung unsur meminta atau
mengharapkan sesuatu kepada kekuatan lain selain Allah.
Artinya: “Barangsiapa menggantungkan azimat, maka dia telah berbuat syirik”. (HR.
Ahmad).[4]
Mantera
Mantera yaitu mengucapkan kata-kata atau gumam-gumam yang dilakukan oleh
orang jahiliyah dengan keyakinan, bahwa kata-kata atau gumam-gumam itu dapat
menolak kejahatan atau bala dengan bantuan jin.
Artinya: ”Sesungguhnya mantera, azimat dan guna-guna itu adalah perbuatan syirik”.
(HR. Ibnu Hibban).
3. Sihir
Sihir termasuk perbuatan syirik karena perbuatan tersebut dapat menipu atau
mengelabui orang dengan bantuan jin atau setan. Dan dalam sebuah hadits
عمثن ععقععديعثقعدةمثيلم نعفع ع
عوعمثن عسعحعرفعقعثداعثشعر ع٬ت فظثيِعهاًفعقعثدعسعحعر
disebutkan:ك
Artinya: “Barangsiapa yang membuat suatu simpul kemudian dia meniupinya, maka
sungguh ia telah menyihir. Barangsiapa menyihir, sungguh ia telah berbuat syirik”.
(HR. Nasa’i).
4. Peramalan
Yang dimaksud peramalan ialah menentukan dan memberitahukan tentang hal-hal
yang ghaib pada masa-masa yang akan datang baik itu dilakukannya dengan ilmu
perbintangan, dengan membaca garis-garis tangan, dengan bantuan jin dan
sebagainya. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Barangsiapa yang mempelajari salah sat ilmu perbintangan, maka ia telah
mempelajari sihir”. (HR. Abu Daud). Yamg dimaksud ilmu perbintangan dalam hadits
ini bukanlah ilmu perbintangan yang mempelajari tentang planet yang dalam ilmu
pengetahuan disebut astronomi.
ايمم عليِممه وسمملم يعيقمثوُيل عمممثن اعتعممى عكاًظهمناًفععسمأ علعهي ععممثن اظ صلى ى ا ت عريسثوُعل ى ا ضعى ى ا
عسظمع ي: اي ععثنهي قاً ععل ععثن عوا ٮظلعةعثبظن اثلعثسقعظع عر ظ
صلدقعهي بظعماًعقاًعل عكفععر ت ععثنهي التلثوُبعةياعثربعظعثيِعن لعثيِلعةمفعاً ظثن ع
عشثيءءعحعجبع ث
Artinya: “Dari Wailah bin Asqa’i ra berkata: aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda: Barangsiapa datang kepada tukang tenung lalu menanyakan tentang
sesuatu, maka terhalanglah tobatnya selama empat puluh hari. Dan bila mempercayai
perkataan tukang tenung itu, maka kafirlah ia”. (HR. Thabrani).
Artinya: “Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada
seorang penolongpun baginya”. (QS. Al-Baqarah: 270).[5]
7. Riya
Riya adalah beramal bukan karena Allah, melainkan karena ingin dipuji atau dilihat
orang. Riya termasuk syirik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:ف ععلعثيِيكيم اعثخَعوُ ي
ف عماًعاخَاً ع ي
ك اثلع ث
صعغعرفعيس ٮظعل ععثنهي فععقاًعل السرعياًيء السشثر ع
Artinya: “Sesuatu yang amat aku takuti yang akan menimpa kamu ialah syirik kecil.
Nabi ditanya tentang hal ini, maka beliau menjawab, ialah Riya”. (HR. Ahmad).[6]
ت أعنلهي عل إظ ىلعهع إظلل عوعجاًعوثزعناً بظبعظني إظثسعراظئيِعل اثلبعثحعر فعأ عثتبعععهيثم فظثرععثوُين عويجينوُيدهي بعثغميِاً عوععثدموا ْ عحتلىى إظعذا أعثدعرعكهي اثلعغعر ي
ق عقاًعل آعمثن ي
ت بظظه بعينوُ إظثسعراظئيِعل عوأععناً ظمعن اثليمثسلظظميِعناللظذيِ آعمنع ث
Artinya: “Dan ini sama sekali tidak dalam ‘kegagalan’ atau ‘keperkasaan’, melainkan
justru dalam kehinaan yang lebih mendasar, karena dia diperhamba oleh nefsunya
sendiri untuk berkuasa dan menguasai orang lain. Inilah keadaan Fir’aun yang
kemudian mengalami hukum Tuhan yang tragis dan dramatis, dan dia baru insyaf
setelah malapetaka menimpa, namun sudah terlambat.” (QS. Yunus: 90).
Secara fitrah manusia suka mengagumi kepahlawanan, sesuatu yang agung dan
luar biasa. Dari rasa kagum ini muncul keinginan untuk mengagungkan. Pada
dasarnya mengagumi dan mengagungkan sesuatu itu bukanlah suatu cacat dan tidak
membahayakan keimanan. Bahkan dalam beberapa hal mengagumi dan
mengagungkan atau menghormati itu diperintahkan, seperti mengagumi dan
mengagungkan atau menghormati kedua orang tua, mengagungkan Rasulullah saw.
dan mengagungkan ulama. Namun penyimpangan akan terjadi manakala
mengagungkan itu dilakukan secara berlebih-lebihan yang membawa kepada kultus,
yaitu memberikan sebagian sifat-sifat yang hanya dimiliki Allah kepada makhluk.
Dari penyimpangan inilah banyak timbul kemusyrikan dalam sejarah umat manusia.
Sebagai contoh kaum Nabi Nuh as. mempunyai beberapa patung berhala yang mereka
jadikan tuhan yang disembah, seperti Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Yaghuts, Ya'uq dan
Nasr ini dulunya nama orang-orang sholeh yang hidup di antara zaman nabi Adam
dan nabi Nuh. Mereka punya para pengikut yang meneladani kehidupan mereka.
Setelah mereka wafat, para pengikutnya itu berkata : Seandainya mereka kita gambar
atau kita bikin patung, tentu kita akan lebih khusyu' dalam beribadah jika kita ingat
mereka. Lalu para pengikut itupun membuat gambar atau patung orang-orang shaleh
tersebut. Ketika para pengikut itu meninggal dunia, datanglah generasi berikutnya.
Kepada generasi ini, Iblis membisikkan dengan mengatakan : Orang-orang tua kamu
dulu menyembah mereka dan meminta hujan kepada mereka. Akhirnya merekapun
menyembah gambar-gambar atau patunpatung yang dibikin orang-orang tua mereka.
Dalam hal ini Allah berfirman :
( عوعقاًيلوُا عل22) ( عوعمعكيروا عمثكمرا يكلباًمرا21) صثوُظني عواتلبعيعوُا عمثن لعثم يعظزثدهي عماًليهي عوعولعيدهي إظلل عخَعساًمرا
ب إظنلهيثم عع ع
عقاًعل ينوُقح عر س
(23) ق عونعثسمرا ث عويعيعوُ ع تععذيرلن آعلظهعتعيكثم عوعل تععذيرلن عومادا عوعل يسعوُامعاً عوعل يعيغوُ ع
Nuh berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakai-ku, dan telah
mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya
melainkan kerugian belaka, dan melakukan tipu-daya yang amat besar". Dan mereka
berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu
dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan
pula suwaa`, yaghuts, ya`uq dan nasr". (QS. Nuh/71 : 21-23)
Dalam diri manusia terdapat dua kecenderungan fitrah yang sempurna. Pertama,
kecenderungan mengimani yang bersifat nyata atau konkrit, yakni yang dapat
ditangkap oleh indera baik penglihatan, pendengaran, ciuman, rasa atau sentuhan.
Kedua, kecenderungan mengimani yang ghaib, yakni yang tidak tertangkap oleh
indera. Kalau kecenderungan pertama di atas selain dimiliki oleh manusia, juga oleh
makhluk lain, namun kecenderungan kedua khusus dimiliki oleh manusia. Inilah
karunia, kemuliaan dan sekaligus keistimewaan yang diberikan Allah kepada
manusia yang tidak diberikan kepada makhluk lain.
Namun fitrah manusia yang mempunyai kecenderungan untuk mengimani yang
ghaib ini sedikit demi sedikit akan pudar jika tidak diperhatikan dan diberikan
santapan yang baik berupa dzikir kepada Allah dan taqarrub kepada-Nya melalui amal
shaleh. Dengan demikian manusia mulai lalai mengimani yang ghaib dan sedikit demi
sedikit cenderung hanya mengimani yang bersifat nyata.
Pada tahap pertama dari kelalaian ini, seorang musyrik tidak mengingkari
adanya Allah, tapi ia mencari bentuk nyata yang menurut khayalannya bisa
ditambahkan sebagian sifat-sifat Allah seperti memberikan manfaat dan bahaya,
mengetahui yang ghaib, mengendalikan urusan bersama-sama dengan Allah.
Sekalipun ia mengetahui bahwa Allah adalah Pencipta, tidak ada satu makhlukpun
yang menyamainya, namun ia mengklaim bahwa seseorang ( Nabi, wali Allah, atau
orang shalih), malaikat, jin, atau berhala mampu memberikan manfaat atau bahaya,
mengabulkan permohonan, melapangkan rezeki bagi yang dikehendakinya,
mengetahui yang ghaib dan menyampaikannya kepada orang yang mampu
menerimanya.
Contoh bentuk di atas adalah orang-orang Arab jahiliyah, mereka mengetahui
bahwa Allah itu ada dan sebagai Pencipta, namun mereka menyekutukan Allah
dengan jin, malaikat, berhala yang mereka sembah, mereka menyangka bahwa
sembahan-sembahan itu dapat mendekatkan diri kepada Allah. Begitu juga orang-
orang Yahudi dan Nasrani yang mengklaim bahwa Uzair dan Isa bin Maryam adalah
anak Allah.
Dan pada tahap akhir, kelalaian di atas dapat membawa seseorang untuk
mengingkari adanya Allah. Hal ini seperti yang terjadi pada orang-orang Mesir Kuno
pada zaman Fir’aun yang mengklaim bahwa dewa Ra adalah sebagai pencipta,
pemberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan, dan yang membangkitkan dan
menghisab manusia pada hari kiamat. Begitu juga kepercayaan orang-orang Majusi
yang mengatakan bahwa Ahura Mazda adalah Allah. Sama dengan itu juga orang-
orang Nasrani yang mengatakan bahwa Isa bin Maryam adalah Allah. Juga orang-
orang Yahudi yang berkata kepada nabi Musa bahwa nereka tidak beriman kepada
beliau sebelum melihat Allah secara terang-terangan. Mereka juga menyembah anak
sapi dan menjadikannya sebagai tuhan.
3. Dikuasai nafsu
“Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah
tertutup, dan mereka akan mendapat adzab yang berat.” (QS. Al-Baqarah: 7).
Hati orang-orang syirik tertutup untuk menerima kebenaran baik yang datangnya dari
Allah dan Rasul-Nya. Menurut Ibnu Jarir, ketertutupan hati orang syirik itu lantaran
dari sifat kesombongan dan penentangannya terhadap kebenaran yang disampaikan
kepadanya. Orang-orang syirik yang mendustakan ayat-ayat Allah dideri peringatan
atau tudak sama saja bagi mereka, karena hati mereka buta.
“Perumpaan harta yang mereka infakkan di dalam kehidupan dunia ini, ibarat angin
yang mengandung hawa sangat dingin yang menimpa tanaman (milik) suatu kaum
yang menzalimi diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menzalimi
mereka, tetapi mereka yang menzalimi diri sendiri.” (QS. Ali Imran: 117).
Orang musyrik dinilai sebagai makhluk terburuk. Allah menilai orang-orang musyrik
dengan penilaian yang sangat rendah. Orang-orang musyrik itu seperti binatang
ternak, bahkan mereka lebih rendah dan sesat daripada binatang.
Menjadi musuh Allah. Perbuatan musyrik menyebabkan murka Allah SWT,
sebagaimana firman Allah:
Artinya: “…..maka sesungguhnya Allah musuh bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-
Baqarah: 98).
“Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram.
Adapun orang-orang yang berwajah hitan muram (kepada mereka dikatakan),
mengapa kamu syirik setelah beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan
kekafiranmu itu.” (QS. Ali Imran: 106).
Seseorang yang dapat membebaskan dirinya dari perbuatan syirik memiliki pengaruh
dalam kehidupan manusia secara nyata, antara lain:
Upaya Nabi SAW dalam menjaga kemurnian tauhid dari perkataan dan
perbuatan yang menodainya, yang membuat kemurnian tauhid menurun dan
berkurang. Hal seperti itu banyak terdapat dalam banyak hadist Nabi SAW.
Sementara, Rasulullah SAW sangatlah menyayangi umatnya, sangat ingin agar kita
terhindar dari kesyirikan. Karena itulah Rasulullah shallallahu 'alaihi was sallam
berupaya menutup pintu-pintu kesyirikan, dengan cara sebagai berikut :
1. Tidak berlebihan dalam memuji dan mengagungkan Nabi SAW
Seperti sabda beliau :” janganlah kalian berlebihan memujiku seebagaimana
orang – orang nasrani berlebihan memuji putera Maryam. Aku ini tiada lain adalah
hamba. Maka katakanlah hamba Allah dan Rosul – Nya”.
Beliau SAW membenci kalau mereka mengarahkan pujian kepada beliau
karena menjerumuskan mereka kepada sikap berlebih – lebihan terhadapnya. Beliau
memberi kabar bahwa mengarahkan pujian kepada orang yang dipuji –walau memang
begitu adanya- termasuk perbuatan syetan, karena senang memuji kepadanya akan
membawanya kepada sikap membanggakan diri, dan itu menafikkan kesempurnaan
tauhid. Ibadah tidak akan tegak kecuali dengan berputar pada porosnya, yaitu
ketundukan yang amat sangat dalam kecintaanya yang paling tinggi.
2. Beliau melarang kita dari melakukan perbuatan menjadikan kuburan sebagai
tempat ibadah dan Larangan menjadikan kubur beliau sebagai ‘ied (tempat
yang didatangi berulang-ulang).
Syaikhul islam rahimahullahu berkata, “kata Al – ‘Id merupakan kata benda
(sebutan) terhadap pertemuan umum yang kembali terulang yang berlaku menurut
kebiasaan, baik kembali dengan kembalinya tahun, minggu, bulan, dan lain
sebagainya.”
Ibnu Al Qayyin rohimahullahu berkata: “ Al ‘Id adalah sesuatu yang biasa
didatangi dan dituju, baik berupa masa ataupun tempat. Jika berupa nama tempat
maka ia adalah tempat yang dimaksudkan didalamnya untuk berkumpul, dijadikan
tempat ibadah dan sebagainya, sebagimana masjidil Haram, Minna, Musdalifah,
Padang Arafah dan al Masya’ir yang dijadikan oleh Allah sebagai ‘Id bagi kaum
Hunafa’(orang orang yang lurus), sebagaimana pula dia menjadikan hari – hari ibadah
di tempat - tempat tersebut sebagai ‘Id.
Dan dalam hal ini rosulullah melarang untuk melakukan perbuatan
menjadikan kuburan sebagi tempat ibadah dan melarang kuburan beliau untuk di
jadikan sebagi tempat ‘Id sebagaimana sabdaNya ; Dari Abu Hurairah
radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:“jangan
jadikan rumah kalian sebagai kuburan, dan jangan jadikan kuburanku sebagai Id,
bershalawatlah kepadaku karena shalawat kalian akan sampai kepadaku dimanapun
engkau berada”.
عوعمثسظجظد اثلعثق ع٬ عمثسظجظد اثلعحعراظم:عل تيعشرد السرعحاًيل إظلل إظعلى ثععلثعظة عمعساًظجعد
ِ عوعمثسظجظدي٬صى
“Tidaklah diikat pelana unta (tidak dilakukan perjalanan jauh safar) kecuali menuju
tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Al-Aqsha, dan masjidku (Masjid Nabawi).”
(HR. al-Bukhari, no. 1197, dari Abu Sa’id al Khudri).
Ibnu Hajar al-Asqalany asy-Syafi’i berkata, “Yang dimaksud dengan
()عولع تيعشرد السرعحاًيل
adalah larangan bersafar menuju selainnya (tiga masjid itu). Ath-Thibi berkata,
“Larangan dengan gaya bahasa bentuk penafian (negasi) seperti ini lebih tegas
daripada hanya kata larangan semata, seolah-olah dikatakan sangat tidak pantas
melakukan ziarah ke selain tempat-tempat ini.”(Fathul Bari, 3/64).
Tiga masjid tersebut lebih utama daripada masjid lainnya, dikarenakan
ketiganya itu masjid para nabi.Masjidil Haram kiblat kaum muslimin dan tujuan
berhaji, Masjidil Aqsha kiblat kaum terdahulu dan masjid Nabawi masjid yang
terbangun di atas ketakwaan [lihat Fathul Bari, 3/64].
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Syirik yaitu kepercayaan terhadap suatu benda yang mempunyai kekuatan tertentu
atau juga mempercayai hal-hal selain Allah Swt. Orang yang mempercayai hal
tersebut dinamakan Musyrik. Sedangkan orang musyrik itu adalah orang yang
mempersekutukan.
Pengertian Musyrik menurut istilah yaitu orang yang menyembah dan mengakui
adanya Tuhan selain Allah atau menyamakan sesuatu dengan Allah, baik Zat, Sifat,
ataupun perbuatan-Nya.
Sikap syirik dapat merusak, bahkan dapat menggugurkan aqidah Islam. Oleh karena
itu, kita harus berhati-hati jangan sampai gerak hati, ucapan, dan perbuatan kita
terbawa kedalam kemusyrikan. Sebab ada syirik kecil dan syirik besar. Syirik kecil
dapat berubah menjadi syirik besar.
DAFTAR PUSTAKA
http://almanhaj.or.id
[1] Tim Penyusun, Akidah Akhlak al-Hikmah, (Surabaya: Akik Pusaka, 2008), 28.
[2] Ja’far Subhani , Tauhid Dan Syirik, (Bandung: Mizan, 1996), 230.
[3] HR. At-Tirmidzi (no. 1535) dan al-Hakim (I/18, IV/297), Ahmad (II/34, 69, 86)
dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Al-Hakim berkata: Hadits ini shahih
menurut syarat al-Bukhari dan Muslim. Dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
[6] HR. Ahmad (V/428-429) dari Shahabat Mahmud bin Labid Radhiyallahu ‘anhu.
Berkata Imam al-Haitsami di dalam Majma’uz Zawaa’ij (I/102): “Rawi-rawinya
shahih”. Dan diriwayatkan juga oleh ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabiir (no. 4301),
dari Shahabat Rafi bin Khadiij Radhiyallahu ‘anhu. Imam al-Haitsami dalam
Majma’uz Zawaa-ij (X/222) berkata: “Rawi-rawinya shahih” Dan hadits ini
dihasankan oleh Ibnu Hajar al-Atsqalani dalam Bulughul Maram. Dishahihkan juga
oleh Syaikh Ahmad Muham-mad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad (no.
23521 dan 23526).
[7]http://abufathirabbani.blogspot.com/2012/11/syirik-pengertian-sebab-sebab-dan-
jenis.html