Professional Documents
Culture Documents
Diceritakan bahwa di daerah Padang ada seorang gadis cantik bernama Siti Nurbaya anak
Baginda Sulaiman. Suatu hari Baginda Sulaiman meminjam uang kepada Datuk Marnggih,
seorang saudagar tua yang kaya. Baginda Sulaiman membangun usaha toko dengan uang
hasil pinjamannya itu, namun musibah melanda. Setelah toko Baginda ramai, toko tersebut
terbakar habis. Baginda Sulaiman bangkrut. Di tengah-tengah musibah tersebut, Datuk
Maringgih menagih hutangnya kepadanya dan Baginda Sulaiman tidak mampu
membayarnya.
Datuk Maringgih langsung menawarkan bagaimana kalau Siti Nurbaya, Putri Baginda
Sulaiman dijadikan istri Datuk Maringgih. Kalau diterima, maka hutangnya lunas. Dengan
terpaksa akhirnya Siti Nurbaya diserahkan untuk menjadi istri Datuk Maringgih.Waktu itu
Samsulbahri, kekasih Siti Nurbaya sedang bersekolah di Jakarta. Namun begitu, Samsul
Bahri tahu bahwa kekasihnya menikah dengan orang lain dari surat yang dikirim oleh Siti
Nurbaya kepadanya.
Tidak lama kemudian, ayah Siti Nurbaya jatuh sakit karena derita yang menimpanya.
Kebetulan saat itu Samsulbahri sedang berlibur, sehingga dia punya waktu untuk
mengunjungi keluarganya di Padang dan sekaligus hendak mengunjungi Siti Nurbaya. Ketika
Samsulbahri dan Siti Nurbaya sedang duduk di bawah pohon, tiba-tiba muncul Datuk
Maringgih. Ia sangat marah melihat mereka. Datuk Maringgih berusaha menganiaya Siti
Nurbaya. Samsulbahri tidak membiarkan. Datuk Maringgih dipukulnya. Karena saking kaget
dan takut, Siti Nurbaya berteriak-teriak keras hingga terdengar oleh ayahnya di rumah yang
sedang sakit keras. Mendengar teriakan anak yang sangat dicinatianya itu, dia berusaha
bangun, namun karena dia tidak kuat, Baginda Sulaiman jatuh terjerembab di lantai dan
meninggal dunia.
Karena kejadian itu, Siti Nurbaya oleh Datuk Maringgih diusir, karena dianggap telah
mencoreng nama baik keluarganya dan adat istiadat. Siti Nurbaya kembali ke kampunyanya
dan tinggal bersama bibinya. Sementara Samsulbahri yang ada di Jakarta menaruh dendam
kepada Datuk Maringgih.
Siti Nurbaya menyusul kekasihnya ke Jakarta, naumun di tengah perjalanan dia hampir
meninggal dunia, karena ada seseorang yang mendorongnya agar jatuh ke laut. Setibanya di
Jakarta, Siti Nurbaya ditangkap polisi, karena surat telegram Datuk Maringgih yang
memfitnah Siti Nurbaya bahwa dia ke Jakarta telah membawa lari emasnya atau hartanya.
Samsulbahri berusaha keras meolong kekasihnya itu agar pihak pemerintah mengadili Siti
Nirbaya di Jakarta saja, bukan di Padang seperti permintaan Datuk Maringgih. Namun
usahanya sia-sia, pengadilan tetap akan dilaksanakan di Padang. Namun karena tidak terbukti
bersalah, Siti Nurbaya akhirnya dibebaskan.
Beberapa waktu kemudian. Samsulbahri yang sudah naik pangkat menjadi Letnan dikirim
oleh pemerintah ke Padang untuk memberantas para pengacau yang ada di daerah Padang
yang dipimpin oleh Datuk Maringgih.
Letnan Mas berduel dengan Datuk Maringgih. Datuk Maringgih ditembak oleh Lentan Mas,
namun sebelum itu Datuk Maringgih telah sempat melukai Letnan Mas dengan pedangnya.
Datuk Maringgih meninggal ditempat itu juga, sedangkan Letnan Mas dirawat di rumah sakit.
Sewaktu di rumah sakit, sebelum dia meninggal dunia, dia minta agar dipertemukan dengan
ayahnya untuk minta maaf. Samsulbahripun meninggal dunia. Namun, sebelum meninggal
dia minta kepada orangtuanya agar nanti di kuburkan di Gunung Padang dekat kekasihnya
Siti Nurbaya. Perminataan itu dikabulkan oleh ayahnya, dia dikuburkan di Gunung Padang
dekat dengan kuburan Siti Nurbaya.
Samsul Bahri sebagai pelaku utama (Tokoh Protagonis): anak Sultan Mahmud
Syah (penghulu di Padang), wataknya: Orangnya pandai, tingkah lakuya sopan
dan santun, halus budibahasanya, dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan
setiakawan.
Siti Nurbaya sebagai pelaku utama (Tokoh Protagonis): anak Bginda Sulaeman
(saudagar kaya di Padang), wataknya: Lemah lembut, penyayang, tutur
bahasanya halus, sopan dan santun, baik hati, setia kawan, patuh terhadap
orang tua.
Datuk Maringgih sebagai pelaku utama (Tokoh Antagonis), laki-laki yang
berwatak kikir, picik, penghasud, kejam, sombong, bengis, mata keranjang,
penipu, dan selalu memaksakan kehendaknya sendiri.
Sultan Mahmud Syah sebagai pelaku tambahan (Toloh Protagonis), Ayahnya
Samsul Bahri yang berwatak: Bijaksana, sopan, ramah, adil, penyayang.
Siti Maryam sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), berwatak: Bijaksana,
sopan, ramah, adil, penyayang.
Baiginda Sulaeman sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), berwatak:
Bijaksana,sopan, ramah, adil, penyayang.
Zainularifin sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), temannya Samsul
Bahri yang berwatak: Tingkah lakunya sopan dan santun, halus budi bahasanya,
dapat dipercaya, gigih, penyayang, dan setiakawan.
Bakhtiar sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), temannya Samsul Bahri
yang berwatak: Tingkahlakunya sopan dan santun, halus budibahasanya, dapat
dipercaya, gigih, penyayang, dan setiakawan.
Alimah sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis), saudaranya Siti Nurbaya,
yang bewatak lemah lembut, santun setiakawan, bijaksana.
Pak Ali sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis).
Pendekar Tiga sebagai pelaku tambahan (Tokoh Antagonis)
Pendekar Empat sebagai pelaku tambahan (Tokoh Antagonis)
Penekar Lima sebagai pelaku tambahan (Tokoh Antagonis)
Dokter sebagai pelaku tambahan (Tokoh Protagonis)
2. Tema
Novel “ Siti Nurbaya” ini bertemakan sosial, moral, dan egois. Tema yang
terkandung dalam novel ini yaitu; “Satu percintaan antara dua remaja yang tidak
dapat berakhir dengan pernikahan karena penghianatan seseorang yang hanya
mementingkan kekayaan dunia dan hawa nafsu.
3. Amanat
Amanat yang terkandung dalan novel “Siti Nurbaya” yaitu diantaranya adalah
sebagai berikut :
Latar atau Seting ini terdiri atas dua bagian yaitu : latar waktu dan latar tempat. Latar
tempat dalam novel “Siti Nirbaya” diantaranya: di sekolah, di kota Padang,di kota
Jakarta, di Kebun Kelapa, di rumah, di halaman rumah, di kantor pos. Latar waktu:
sekitar tahun 1920-an.
5. Plot/Alur
Dari segi penysunan peristiwa atau bagian-bagian yang membentuk, cerita dari
novel “Siti Nurbaya” menggunakan plot kronologis atau progresif, yang lebih dikenal
dengan Alur Maju. Jadi cerita novel “Siti Nurbaya” ini ceritanya benar-benar dimulai
dari eksposisi, komplikasi, klimaks, dan berakhir dengan pemecahan masalah.
Pengarang menyajikan ceritanya secara terurut atau secara alamiah. Artinya urutan
waktu yang urut dari peristiwa A,B,C,D dan seterusnya.
6. Sudut Pandang
Sudut pandang yag digunakan oleh pengarang movel “Siti Nurbaya” ini yaitu sudut
pandang diaan-mahatahu. Pengarang berada di luar cerita hanya menjadi seorang
pengamat yang maha tahu dan bahkan mampu berdialog langsung dengan
pembaca.
7. Gaya Penulisan
Gaya penulisan yang di gunakan masih menggunakan gaya bahasa dan sastra lama
yang menggunakan ejaan tempo dulu, sehingga mengharuskan adanya
pemahaman yang lebih dalam agar makna dalam novel tersebut dapat dipahami.
Nilai di dalamnya
Pengarang mengajak kita untuk memetik beberapa nilai moral dari romannya yang terkenal
ini, antara lain:
Bila asmara melanda jiwa seseorang maka luasnya samudra tak akan
mampu menghalangi jalannya cinta. Demikianlah cinta yang murni tak akan
padam sampai mati.
Demi orang-orang yang dicintainya seorang wanita bersedia mengorbankan apa saja
meskipun ia tahu pengorbanannya dapat merugikan dirinya sendiri. Lebih-lebih
pengorbanan tersebut demi orang tuanya.
Bagaimanapun juga praktek lintah darat merupakan sumber malapetaka bagi
kehidupan keluarga.
Menjadi orang tua hendaknya lebih bijaksana, tidak memutuskan suatu
persoalan hanya untuk menutupi perasaan malu belaka sehingga mungkin
berakibat penyesalan yang tak terhingga.
Dan kebenaran sesungguhnya di atas segala-galanya.
Akhir dari segala kehidupan adalah mati, tetapi mati jangan dijadikan akhir dari
persoalan hidup