You are on page 1of 17

`LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA KEPALA BERAT (CKB)

OLEH :

Nama : Nur Agni Dwiningsih

Nim : G3A017261

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN AJARAN 2018-2019


A. Definisi

Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak,


dan otak (Morton, 2012)

Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau


penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Hudak & Gallo, 1996).

Cedera percepatan (akselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak


membentur kepala yang diam, seperti taruma akibat pukulan benda tumpul atau
karena kena lemparan benda tumpul. Cidera perlambatan (deselerasi) bila kepala
membentur objek yang secar relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau
tanah. (Hudak & Gallo, 1996)

Berdasarkan Glassgow Coma Scale (GCS) cedera kepala atau otak dapat dibagi
menjadi 3 gradasi :

a. Cedera kepala ringan (CKR)

• GCS 14-15
• Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit
• Tidak ada fraktur tengkorak
• Tidak ada kontusio serebral, hematoma.

b. Cedera kepala sedang (CKS)

• GCS 9-13
• Kehilangan kesadaran dan masa amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
• Dapat mengalami fraktur tengkorak.
• Diikuti dengan kontusio serebral, laserasi, dan hematoma intra kranial.
c. Cedera kepala Berat (CKB)

• GCS 3-8
• Kehilanagan kesadaran dan atau terjadinya amnesia lebih dari 24 jam
• Juga meliputi kontusio serebral,laserasi atau hematoma intra kranial.

B. Etiologi
Menurut Cholik Harun Rosjidi & Saiful Nurhidayat, (2009 : 49) etiologi cedera
kepala adalah:
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Pukulan
4. Kejatuhan benda
5. Kecelakaan kerja atau industri
6. Cedera lahir
7. Luka tembak

C. Mekanisme cedera kepala


Mekanisme cerdera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi-
deselerasi, coup-countre coup, dan cedera rotasional ( Satyanegara, 2010 ) :
1. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak.
2. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek diam,
seperti pada kasus tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil.
3. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan
kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik.
4. Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan
otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang
tengkorak.
5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan pergangan atau robeknya neuron
dalam subtansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak
dengan bagian dalam rongga tengkorak.

D. Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian
pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak
boleh kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar
glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi
cerebral.

Pada saat otak yang mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi
penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan
asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 –
60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas


atypicalmyocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan
otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia,
fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan
berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh
darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

1. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi – decelerasi rotasi ) yang


menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi :

a. Gegar kepala ringan

b. Memar otak

c. Laserasi

2. Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :

a. Hipotensi sis temik

b. Hipoksia

c. Hiperkapnea

d. Udema otak

e. Komplikasi pernapasan

f. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain


Web of caution pada pasien cedera kepala berat
E. pemeriksaan khusus dan pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan fisik secara menyeluruh dan mendetil, meliputi tingkat


kesadaran, pergerakan, refleks, mata dan telinga, denyut nadi, tekanan darah
dan laju pernafasan.

b. Pemeriksaan mata dititikberatkan kepada penentuan ukuran pupil dan


reaksinya terhadap cahaya; bagian dalam mata diperiksa dengan bantuan
oftalmoskop untuk mengetahui adanya peningkatan tekanan di dalam otak.

c. Pemeriksaan lainnya adalah CT scan dan rontgen kepala.

Pemeriksaan penujang pada cedera kepala berat adalah:

a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,


perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam
setelah injuri.

b. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

c. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti:


perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

d. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

e. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur


garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

f. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

g. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak


h. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.

i. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan


(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial

j. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat


peningkatan tekanan intrkranial
k. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.

F. Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

a. Pengkajian Primer
1) Airways
 Sumbatan jalan napas (ada tidaknya benda asing , darah,
bronkospasme, sputum, lendir)
2) Breathing
 Apakah terdapat Sesak, sesak saat aktifitas (ringan, berat atau
istirahat)
 Apakah terdapat penggunaan otot tambahan.
 Berapa fekuensi pernapasan, dan irama teratur atau tidak.
 Ekspansi dada ( dalam atau dangkal)
 Penggunaan otot bantu nafas
 Batuk (produktif atau tidak)
 Sputum (warna dan konsistensi)
 Bunyi napas (ronchi, creacles, wheezing, snoring)
3) Circulation
 Nadi kuat atau lemah
 Irama teratur atau tidak
 Sirkulasi darah perifer (CRT < 3 detik) atau (> 3 detik).
 Takikardi atau tidak.
 TD meningkat / menurun
 Gelisah
 Akral dingin
 Kulit pucat, sianosis
 Output urine
4) Disabillity
 Tingkat kesadaran ( cm, apatis, somnollen, soporocoma,koma)
 Pupil (isokor, unisokor, moosis, midriasis)
 Reaksi pupil terhadap cahaya (kanan: positif jika bereaksi, negatif jika
tidak ada reaksi) dan (kiri : positif jika bereaksi dan negatif jika tidak
ada reaksi).
 GCS (E...M....V...)
 Apakah terjadi kelumpuhan ( mulut mencong, afasia, dan disatria).
 Menilai kekuatan otot ( refleks; patella, babinsky, bisep/trisep, dan
brudynsky).
5) Exposure
 Apakah terdapat oedema (anasarka, lokal).
 Apakah terdapat fraktur
 Penilaian suhu tubuh.

b. Pengkajian sekunder
1) Riwayat alergi :
 Tidak
 Ya :..........
2) Penilaian nyeri
 Tidak
 Ya :...... (P, Q, R, S, T)
3) Resiko jatuh : □ tidak □ ya :......... □ tinggi □ sedang □ rendah
4) Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan
darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
5) Riwayat kesehatan :
a) Tingkat kesadaran / GCS ( < 15 )
b) Convulsi
c) Muntah
d) Dispnea / takipnea
e) Sakit kepala
f) Wajah simetris / tidak
g) Lemah
h) Luka di kepala
i) Paralise
j) Akumulasi sekret pada saluran napas
k) Adanya liquor dari hidung dan telinga
l) Kejang
m) Riwayat penyakit dahulu harusdiketahui, baik yang berhubungan
dengan sistem persarafan maupun penyakit sistemik lainnya. Riwayat
penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
n) Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS
< 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski
yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk,
hemiparese. Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala
meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak
juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.

6).Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
a) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada
d) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
e) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
f) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
g) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
h) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
i) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
j) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

2. Diagnosa Keperawatan

a) Pola napas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskular, gangguan kognitif

b) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran darah vena


arteri

c) Gangguan mobilitas fisik b.d intoleran aktivitas, gangguan kognitif

d) Resiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko immobilisasi fisik,


gangguan sirkulasi

e) Ansietas b.d ancaman pada status kesehatan, perubahan pada status


kesehatan
3. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1 Pola napas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Airway Management
disfungsi neuromuskular, keperawatan selama 12 jam, 1. Buka jalan nafas, guanakan
gangguan kognitif klien mampu teknik chin lift atau jaw
mempertahankan pola napas thrust bila perlu
yang efektif melalui 2. Posisikan pasien untuk
ventilator, dengan kriteria memaksimalkan ventilasi
hasil:
3. Identifikasi pasien perlunya
a. Penggunaan otot bantu pemasangan alat jalan nafas
napas tidak ada buatan
b. Sianosis tidak ada atau 4. Auskultasi suara nafas, catat
tanda-tanda hipoksia adanya suara tambahan
tidak ada.
5. Kolaborasikan pemberian
c. Menunjukkan jalan bronkodilator bila perlu
nafas yang paten (klien
6. Monitor respirasi dan status
tidak merasa tercekik,
O2
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam
Oxygen Therapy
rentang normal)
1. Bersihkan mulut, hidung
d. Tanda Tanda vital
dan secret trakea
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi,
2. Pertahankan jalan nafas
yang paten
pernafasan)
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah

3. Monitor kualitas dari nadi


4. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola pernapasan
abnormal
7. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
8. Monitor sianosis perifer

2 Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan Peripheral Sensation


jaringan b/d penurunan keperawatan selama 6 jam, Management (Manajemen
aliran darah vena arteri klien mampu sensasi perifer)
mempertahankan dan a. Monitor adanya daerah
memperbaiki tingkat tertentu yang hanya peka
kesadaran fungsi motorik, terhadap
dengan kriteria hasil : a. panas/dingin/tajam/tumpul
Tanda-tanda vital stabil b. Instruksikan keluarga untuk
b. Peningkatan mengobservasi kulit jika ada
intrakranial tidak lesi atau laserasi
ditemukan (tidak lebih c. Gunakan sarung tangan
dari 15 mmHg)
untuk proteksi
c. Tekanan systole dan d. Batasi gerakan pada kepala,
diastole dalam rentang leher dan punggung
yang diharapkan
e. Monitor kemampuan BAB
d. Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan f. Kolaborasi pemberian
kemampuan analgetik
e. Menunjukkan fungsi g. Monitor adanya
sensori motori cranial tromboplebitis
yang utuh : tingkat
kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter

3 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Exercise therapy : ambulation


b.d intoleran aktivitas, keperawatan selama 1x24 a. Monitoring vital sign
gangguan kognitif jam, kebutuhan dasar klien sebelm/sesudah latihan dan
dapat lihat respon pasien saat
latihan
terpenuhi secara adekuat, b. Konsultasikan
dengan kriteria hasil: dengan terapi fisik
a. Kebersihan diri dan tentang rencana
lingkungan terjaga ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
b. Nutrisi terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan c. Ajarkan pasien
tentang teknik
c. Kebutuhan oksigen
ambulasi Kaji
adekuat
kemampuan pasien
d. Klien meningkat dalam
dalam mobilisasi
aktivitas fisik
 Latih pasien dalam
e. Memperagakan
pemenuhan kebutuhan
penggunaan alat bantu
ADLs secara mandiri sesuai
untuk mobilisasi
kemampuan
(walker)
 Dampingi dan Bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps.
 Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
 Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

4 Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan Pressure Management


integritas kulit dengan keperawatan selama 1x24 a. Anjurkan pasien untuk
faktor resiko immobilisasi jam, kerusakan integritas menggunakan pakaian yang
fisik, gangguan sirkulasi kulit tidak terjadi, dengan longgar
kriteria hasil: b. Hindari kerutan padaa
- a. Integritas kulit yang tempat tidur
baik bisa dipertahankan c. Jaga kebersihan kulit agar

b. Melaporkan adanya tetap bersih dan kering


gangguan sensasi atau d. Mobilisasi pasien (ubah
nyeri pada daerah kulit posisi pasien) setiap dua
yang mengalami jam sekali k/p
gangguan
e. Monitor kulit akan adanya
c. Mampumelindungi kemerahan
kulit dan
f. Oleskan lotion atau
mempertahankan
minyak/baby oil pada derah
kelembaban kulit dan
yang tertekan
perawatan alami
g. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
h. Monitor status nutrisi pasien
5 Ansietas b.d ancaman Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction
pada status keperawatan selama 1x24 (penurunan kecemasan)
kesehatan, perubahan jam, kecemasan keluarga a. Gunakan pendekatan yang
pada status kesehatan dapat berkurang, dengan menenangkan
kriteria hasil:
b. Jelaskan semua prosedur
a. Klien mampu dan apa yang dirasakan
mengidentifikasi dan selama prosedur
mengungkapkan c. Pahami prespektif pasien
gejala cemas
terhdap situasi stres
b. Mengidentifikasi, d. Berikan informasi faktual
mengungkapkan dan mengenai kondisi pasien
menunjukkan tehnik
e. Dorong keluarga untuk
untuk mengontol
menemani anak
cemas
f. Dengarkan dengan penuh
c. Vital sign dalam
perhatian
batas normal
g. Identifikasi tingkat
d. Postur tubuh,
kecemasan
ekspresi wajah,
h. Dorong pasien untuk
bahasa tubuh dan
mengungkapkan perasaan,
tingkat aktivitas
ketakutan, persepsi
menunjukkan
berkurangnya i. Instruksikan pasien
kecemasan menggunakan teknik
relaksasi
j. Kolaborasi dalam
pemberian obat ansietas
DAFTAR PUSTAKA

Blackwell W. Nursing Diagnosis Definition and Classification 2009-2011.


USA: NANDA International. 2009.

Bulechek GM, Howard KB, and Joanne MC. Nursing Interventions


Classification (NIC). USA : Mosby Elsevier. 2004.

Moorhead S, et all. Nursing Outcomes Classification (NOC). USA : Mosby


Elsevier. 2004.

Wong DL, Eaton MH, Wilson D, Winkelstein ML, Schwartz P. Buku ajar
keperawatan pediatrik volume 1. Jakarta: EGC, 2008.

You might also like