You are on page 1of 26

PATHOLOGI SISTEM HEMATOPOIETIKA

REVIEW DARI STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM HEMATOPOIETIK


• Komponen fungsional utama dari system hematopoietika adalah darah, sumsum tulang,
jaringan limfoid, system fagositik mononuclear dan system immune.
• Tidak seperti sistem-sistem organ lainnya, komponen-komponen fungsional tadi berada
pada beberapa organ dan mempunyai fungsi yang overlapping sifatnya
• Organ-organ dimana komponen fungsional utama dari system hematopoeitika berada
adalah : sumsum tulang, pembuluh darah, lien, nodus limfatikus dan thymus
• Darah terdiri dari plasma dan sel-sel darah. Plasma sendiri akan menggumpal karena
fibrinogen berubah menjadi fibrin. Jika fibrin dipisahkan dari dalam plasma maka sisanya
disebut serum.

Sel-sel darah
• Sel-sel darah terdiri dari sel-sel darah merah, platelet dan sel-sel darah putih
• Sel-sel dari system hematopoietika diproduksi pada sumsum tulang, sel-sel yang mature
kemudian berada pada darah, jaringan limfoid dan jaringan fagosistik mononuclear
• Eritrosit yang masak mempunyai umur 120 hari, tinggal di dalam darah yang mempunyai
fungsi khusus yaitu mentransport oksigen. Eritrosit yang tua akan dibuang ke lien dan
jaringan fagositik mononuclear lainnya, sedangkan bahan kimia dari eritrosit tadi akan
kembali digunakan sebagai bahan pembentuk eritrosit yang baru.
• Eritrosit merupakan sel-sel yang spesial, tidak mempunyai nucleus, berbentuk cakram
yang bikonkaf. Fungsi utama dari eritrosit adalah untuk transport oksigen. Jumlah
oksigen yang dapat ditransportasikan oleh darah tergantuk kepada jumlah eritrosit dan
jumlah hemoglobin di dalamnya.
• Jutaan eritrosit dibuang dari sirkulasi setiap jam oleh sel-sel fagositik mononuclear yang
terdapat di lien, hepar dan pada tempat-tempat lainnya.
• Produk sisa dari penghancuran eritrosit yang paling penting adalah zat besi yang
merupakan bagian dari molekul hemoglobin yang harus disimpan oleh system fagosistik
mononuclear yang akan kemudian dipakai untuk memproduksi eritrosit yang baru. Protein
dari hasil proses penghancuran eritrosit dan sel-sel darah putih kembali ketempat
penyimpanan protein tubuh.
• Bilirubin merupakan produk dari proses penghancuran eritrosit yang harus diekskresikan.
Bilirubin merupakan bagian dari molekul hemoglobin yang bukan terdiri dari zat besi,
kemudian akan dibawa oleh darah ke hepar, kemudian diikat oleh sel-sel hepar dan
diekskresikan kedalam intestinum melalui duktus biliverus. Kadar bilirubin dalam darah
dapat meningkat pada kondisi-kondisi dimana terjadi penghancuran eritrosit dalam
jumlah yang banyak, sakit hepar atau pada obstruksi duktus biliverus.
• Platelet sesungguhnya adalah merupakan fragmen-fragmen dari sel-sel sumsum tulang
megakaryosit. Megakaryosit tetap berada pada sumsum tulang tapi framen sitoplasmanya
masuk kedalam darah dimana disana fragmen-fragmen tadi siap berpartisipasi dalam
sistem pembekuan darah bila diperlukan. Platelet berumur pendek dan harus digantikan
secra kontinyu
• Sel-sel granulosit juga terdapat didalam darah, mereka selalu siap berpartisipasi dalam
suatu reaksi inflamasi. Sel-sel granulosit dihancurkan sama dengan yang terjadi pada sel-
sel darah merah
• Setelah meninggalkan sumsum tulang, limfosit mengalami proses maturasi lebih lanjut.
Beberapa dari mereka berdiferensiasi pada thymus menjadi sel-sel T lomfosit yang
kemudian akan ikut berperan dalam imunitas seluler, sebagian lagi berdiferensiasi pada
jaringan limfoid lainnya menjadi sel-sel B limfosit yang mempunyai kemampuan untuk
bertransformasi lebih lanjut menjadi sel-sel plasma untuk memproduksi antibody.
• Sel-sel monosit merupakan sel-sel derivat dari sumsum tulang yang paling tersebar luas.
Sebagian bersirkulasi dalam darah siap berpartisipasi pada proses reaksi inflamasi, yang
lainnya pada jaringan, terutama pada sinusoid-sinusoid pada hepar, nodus limfatikus, dan
sumsum tulang, tapi juga terdapat pada seluruh jaringan tubuh. Pada jaringan sel-sel
monosit ini mempunyai banyak nama seperti makrofag, histiosit, sel-sel retikuloendotelial,
dan sel-sel Kupffer pada hepar.
• Sel-sel makrofag jaringan secara keseluruhan dianggap sebagai pemburu bagi sel-sel
debris, material asing ataupun material yang berasal dari dalam tubuh sendiri seperti sel-
sel mati misalnya untuk difagosit dan dimusnahkan. Sel-sel makrofag dalam jaringan
disebut juga sebagai system fagositik mononuklear atau biasa juga disebut dengan system
retikuloendotelial. Sel-sel makrofag juga mempunyai peran penting dalam respons
imunitas seluler
• Sumsum tulang terdiri dari jaringan ikat khusus dimana didalamnya terdapat banyak
pembuluh-pembuluh kapiler. Jaringan ikat khusus tadi berisi bentuk-bentuk immature
sampai bentuk intermediate dari berbagai sel-sel darah yang kelak akan berubah menjadi
matur/masak
• Sel-sel darah merah yang masih dalam bentuk intermediate disebut rubrisit atau
normoblast, sampai suatu saat nukleusnya menghilang kemudian menjadi sel-sel darah
merah atau eritrosit.
• Didalam sel-sel darah merah yang immature terdapat material basofilik pada
sitoplasmanya dan sel-sel darah merah yang immature tadi disebut dengan sel-sel
retikulosit
• Adanya peningkatan retikulosit didalam darah merupakan indikasi adanya pelepasan dini
dari sumsum tulang merah dan ini menunjukkan adanya percepatan produksi sel-sel
darah merah. Kondisi tersebut dapat ditemukan pada keadaan dimana terjadi hipoksia,
perdarahan yang hebat atau adanya peningkatan perusakan sel-sel darah merah.
• Sel-sel granulosit yang mature berasal dari myeloblat berkembang menjadi myelosit dan
kemudian menjadi granulosit yang masak. Sel-sel granulosit tersebar secara luas pada
susum tulang, konsentrasi normal dari sel-sel granulosit lebih kurang 4x sel-sel precursor
sel darah merah
• Monosit berkembang dari monoblast dan bercampur dengan sel-sel granulosit
• Sumsum tulang bertindak sebagai tempat penyimpanan sel-sel darah, yang kelak
dilepaskan bila dibutuhkan. Sumsum tulang dapat meningkatkan produksinya jika ada
kebutuhan yang meningkat akan sel-sel darah. Dalam keadaan normal eritrosit hidup
samapi 120 hari dan sel-sel neutrofil hanya setengah hari.
• Eritropoietin adalah hormon yang dilepaskan oleh ginjal yang mempunyai fungsi untuk
menstimulasi proses eritropoiesis. Jika terdpat sangat sedikit eritrosit pada sirkulasi
darah, hormon ini lebih banyak lagi dilepaskan untuk mempercepat produksi sel-sel darah
merah
• Produksi neutrofil diduga distimulasi oleh hormon yang dilepas dari jaringan yang rusak.

Gambar :
MASALAH-MASALAH YANG SERING DAN MASALAH YANG BERSIFAT SERIUS PADA SISTEM
HEMATOPOIETIKA

• Masalah klinis yang paling sering terjadi pada system hematopoeitika adalah anemia.
• Anemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan massa sel-sel darah merah pada
sirkulasi
• Penurunan tersebut dapat terjadi karena adanya penurunan produksi dari sel-sel darah
merah atau karena adanya peningkatan perusakan dari sel-sel tersebut.
• Tipe anemia yang tersering adalah:
− Anemia defisiensi zat besi karena kekurangan zat gizi
− Anemia defisiensi zat besi karena adanya perdarahan kronis melalui uterus
ataupun dari traktus gastrointestinal
− Anemia yang ada kaitannya dengan penyakit-penyakit kronis
− Anemia defisiensi vitamin B12 (anemia pernisiosa) dan anemia defisiensi asam
folat.
• Kebanyakan kelainan pada sel-sel darah putih merupakan efek sekunder dari penyakit-
penyakit lain yang mendasarinya dibandingkan karena kelainan pada system
hematopoietikanya sendiri. Sebagai contoh kebanyakan proses infeksi ada kaitannya
dengan meningkatnya sel-sel darah putih sehingga menimbulkan kondisi leukositosis. Jika
infeksi yang terjadi berat dan kronis, jaringan myeloid atau limfoid mengalami hiperplasia.
• Yang termasuk kanker primer dari system hematopoietika adalah leukemia, limfoma, dan
multiple myeloma. Kanker-kanker dari sel-sel darah putih atau derifatnya merupakan 76
persen dari seluruh kanker pada system hematpoietika dan menjadi penyebab kematian
utama pada penyakit-penyakit primer pada system tersebut.

SYMPTOM, SIGN DAN UJI LABORATORIS

• Kebanyakan gejala/symptom dari penyakit-penyakit system hematopoietika bersifat tidak


spesifik. Gejala yang muncul dapat karena penyakit dari system lainnya.
• Symptom anemia bervariasi dari yang tanpa gejala sampai gagal jantung. Gagal jantung
terjadi bila ada insufisiensi jumlah darah yang dipompakan oleh jantung sehingga terjadi
insufisiensi oksigen pada jaringan tubuh.
• Symptom yang tidak spesifik dari anemia antara lain adalah sakit kepala, mudah capek,
kehilangan nafsu makan, “heart burn”, nafas pendek, edema tungkai bawah, kebas-kebas
dan sensasi gatal pada kulit.
• Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan adanya pembesaran dari limfanodi (limfadenopati),
pembesaran lien (splenomegali), dan pembesaran hepar (hepatomegali) yang dapat juga
terjadi pada penyakit-penyakit lain selain penyakit system hematopoietika.
• Ditemukannya perdarahan-perdarahan kecil pada kulit (petechiae) merupakan penemuan
penting untuk mengarah kepada adanya penurunan jumlah platelet.
• Perdarahan lain seperti perdarahan melalui hidung atau ecchymoses (perdarahan yang
luas pada area kulit) dapat dikaitkan dengan adanya penurunan jumlah platelet, atau ada
kaitannya dengan gangguan koagulasi.
• Kepucatan pada kulit terdapat pada kondisi anemia berat.
• Uji laboratories pada untuk penyakit-penyakit system hematopoietika termasuk
didalamnya adalah:
− Analisis dari sel-sel darah
− Biopsi nodus limfatikus dan sumsum tulang merah
− Tes-tes khusus untuk penyakit-penyakit khusus
• Analisis dari sel-sel darah digunakan untuk kepentingan skrining dan diagnostik.
• Pemeriksaan laboratories yang paling sering dilakukan adalah:
− Pemeriksaan hematokrit
− Kadar hemoglobin
− Jumlah eritrosit dan leukosit
− Diferensiasi sel-sel darah putih
− Morfologi sel darah merah
− Jumlah platelet dan retikulosit
• Hematokrit, hemoglobin, jumlah sel-sel darah merah dan pemeriksaan sediaan apus darah
digunakan untuk melihat ada tidaknya anemia dan dipakai untuk menggolongkan anemia
sebagai anemia mikrositik, normositik, atau makrositik dan sebagai normokhromik atau
hipokhromik.
• Anemia didefinisikan sebagai suatu penurunan massa sel-sel darah merah pada sirkulasi
dan dipresentasikan dengan rendahnya hematokrit, hemoglobin, atau rendahnya jumlah
sel-sel darah merah.
• Hematokrit adalah volume dari sel-sel darah merah dibandingkan dengan elemen-elemen
darah yang lain. Jika darah di “centrifuged” / diputar, sel-sel darah merah akan
mengendap dibagian bawah tabung membentuk sedimen. Persentase dari sedimen tadi
terhadap seluruh volume darah yang di “centrifuge” tadi disebut kadar hematokrit
• Hemoglobin diukur dari jumlah hemoglobin dalam gram/dl.
• Hitung jumlah sel-sel darah dihitung dengan menghitung sel-sel yang ada didalam bilik
kecil pada sediaan yang ada diukur dengan jumlah sel-sel darah/millimeter kubik darah
• Ukuran dari konsentrasi hemoglobin didalam sel darah merah dapat divisualisasikan
secara langsung dengan memeriksaan sediaan apus darah dibawah mikroskop atau dapat
dihitung dengan mengukur kadar hematokrit, kadar hemoglobin dan jumlah sel-sel darah
merah
• Pemeriksaan sediaan apus darah berguna untuk menentukan secara cepat klasifikasi sel-
sel darah merah menjadi makrositik, normositik-normokhromik, atau mikrositik-
hipokhromik
• Perubahan-perubahan lain pada morfologi sel-sel darah merah dapat juga dipakai untuk
mendapatkan informasi yang spesifik dari penyebab anemia
• Mean Corpuscular Volume (MCV), atau ukuran rata-rata sel darah merah dihitung dengan
cara membagi hematokrit dengan jumlah sel-sel darah merah
• Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) dihitung dengan membagi
hemoglobin dengan hematokrit.
• Tabel dibawah ini menunjukkan angka normal dari pengukuran sel-sel darah merah dan
interpretasi dari nilai rendah dan nilai tinggi dari angka-angka tersebut

Uji Harga normal Istilah dibawah harga Istilah diatas harga


laboratories normal normal
Hematokrit Pria: 40-54% Anemia Polisitemia
Wanita: 37-49%
Hemoglobin Pria: 14.1-18.0 g/dl Anemia Polisitemia
Wanita: 12.3-16.2 g/dl
Jml eritrosit Pria: 4.7-6.1 juta/mm3 Anemia Polisitemia
Wanita: 4.2-5.6 juta/ mm3
MCV 82-97 cu Mikrositosis Makrositosis
(anemia mikrositik) (anemia makrositik)
MCHC 32-36 g/dl Hipokhromia Hiperkhromia
(anemia hypochromik) (jarang terjadi)

• Hitung jumlah sel darah putih dan hitung jenis sel darah putih digunakan untuk
mengevaluasi sel-sel darah putih
• Hitung jumlah sel darah putih menghitung jumlah sel-sel darah putih dalam bilik sediaan
darah / millimeter kubik
• Hitung jenis menghitung persentasi sel darah putih berdasarkan jenis sel, diperiksa
dengan memakai sediaan apus darah
• Dibawah ini merupakan table yang menampilkan harga normal dari sel-sel darah putih
dan nama atau istilah yang dipakai untuk menggambarkan kondisi dibawah harga normal
atau diatas harga normal

Uji laboratoris Harga normal Istilah diatas harga Istilah dibawah harga
normal normal
Hitung leukosit 4.300-11.600/mm3 Leukositosis Leukopenia
Hitung jenis sel
42-81%
darah putih :
− Neutrofil Granulositosis atau Granulositopenia atau
10-47%
neutrofilik leukositosis neutropenia
0-10%
− Limfosit Limfositosis Limfositopenia
0-7%
− Monosit Monositosis Tidak ada
0-1%
Eosinofilia Tidak ada
− Eosinofil
basofilia Tidak ada
− Basofil

PENYAKIT-PENYAKIT SPESIFIK PADA SISTEM HEMOPOIETIKA

PENYAKIT-PENYAKIT GENETIK
• Ada beberapa defect yang bersifat herediter yang penting yang dapat menyebabkan
anemia, penyakit sckle-cell, talasemia, sferositosis herediter, dan defisiensi glucose-6
fospatase

PENYAKIT-PENYAKIT INFLAMATORIS/DEGENERATIF

• Akan dibicarakan mengenai anemia, kelainan pada sel-sel darah putih, kelainan pada
platelet dan kelainan-kelainan inflamatoris tertentu yang secara karakteristik
mempengaruhi jarigan limfoid dan sistem fagositik mononuklear
• Kebanyakan kondisi tersebut diatas secara langsung sebagai akibat adanya proses injuri,
inflamasi dan reparasi
Tinjauan umum anemia

• Anemia dapat ditemukan pada banyak penyakit antara lain : penyakit-penyakit primer dari
sel-sel darah merah, dan penyakit-penyakit yang secara sekunder yang mengikutsertakan
system hematopoietika
• Tabel berikut ini menunjukkan klasifikasi anemia :

Klasifikasi Anemia
Anemia karena kehilangan darah :
− Kehilangan darah akut
− Kehilangan darah kronis
Anemia hemolitika :
− Sickle-cell anemia
− Thalassemia
− Defisiensi glukosa- 6- fospatase dehirogenasi
− Anemia immune hemolitika
− Hipersplenisme
− Anemia hemolitika mikroangiopatik
Anemia dengan berkurangnya produksi sel-sel darah merah
− Anemia defisiensi :
o Anemia defisiensi zat besi
o Anemia defisiensi vit B12 (anemia pernisiosa)
o Anemia defisiensi asam folat
− Anemia karena penyakit kronis
− Anemia myelophtisik
− Anemia aplastik

• Pada anemia kehilangan darah dan anemia hemolitika , anemia bisa terjadi karena
adanya pengrusakan sel-sel darah yang merah lebih cepat dibanding dengan
kemampuan sumsum tulang merah mengganti sel-sel darah merah tadi.
− Anemia karena kehilangan darah, terjadi karena tubuh kehilangan darah melalui
system vaskuler baik diluar tubuh ataupun di dalam tubuh
− Anemia hemolitika , terjadi karena adanya destruksi dari sel-sel darah merah di
dalam system vaskuler atau pada system fagositik mononuclear. Jika system
fagositik mononuclear (terutama lien) memfagosit sel-sel darah merah sebelum
umur normal dari sel –sel tadi berakhir maka disebut hemolisis ekstravaskuler.
Jika sel-sel dihancurkan didalam aliran darah disebut hemolisis intravaskuler
• Klasifikasi anemia berdasarkan pendekatan penemuan laboratories merupakan cara yang
efisien untuk membantuk menetukan tipe anemia.
• Evaluasi atas hasil pemeriksaan ukuran sel-sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin
dapat dipakai untuk mengkategorikan anemia menjadi 3 tipe :
− Anemia mikrositik hipokhromik terdapat pada anemia defisiensi besi, pada
beberapa kasus penyakit-penyakit kronis dan sedikit pada penyakit-penyakit yang
jarang
− Anemia makrositik (normokhromik) biasanya karena defisiensi vitamin B12 atau
asam folat
− Anemia normositik normokhromik merupakan gambaran anemia yang paling
sering.
• Penghitungan retikulosit dapat dipakai untuk mengkategorikan anemia menjadi 2 tipe :
− Anemia karena menurunnya produksi sel-sel darah merah (ditandai dengan
menurunnya jumlah retikulosit)
− Anemia karena meningkatnya pengrusakan atau kehilangan sel-sel darah merah
(ditandai dengan meningkatnya jumlah retikulosit)
• Pengklasifikasian anemia dengan cara pendekatan pemeriksaan laboratories harus
diaplikasikan dengan hati-hati, karena ada beberapa kondisi menimbulkan kondisi
ambiguity. Sebagai contoh:
− Kehilangan darah secara kronis tidak ada kaitannya dengan meningkatnya jumlah
retikulosit, karena anemia kronis mengakibatkan anemia defisiensi besi. Dus
karenanya, anemia kehilangan darah kronis merupakan anemia kehilangan darah
dan anemia dengan produksi sel-sel darah merah yang menurun.
− Pada thalassemia terdapat penurunan produksi sel-sel darah merah karena
adanya defisiensi produksi hemoglobin dan hemolisis ekstravaskuler.
• Pengklasifikasian dari anemia jelas sangat penting, karena interpretasi yang salah
terhadap pengklasifikasian tadi dapat mengakibatkan kegagalan dalam menegakkan
diagnose penyakit yang melatarbelakangi anemia tadi, atau dapat juga menyebabkan
pengobatan yang tidak tepat.

ANEMIA KEHILANGAN DARAH / BLOOD LOSS ANEMIA


• Kehilangan darah akut akan menyebabkan anemia dalam beberapa jam setelah kehilangan
darah, hal tersebut karena adanya proses hemodilation, yaitu suatu proses dimana terjadi
lebih dahulu penggantian dari serum darah yang hilang sebelum terjadinya penggantian
sel-sel darah oleh sumsum tulang.
• Sel-sel; darah merah pada darah tetap bersifat normokhromik dan normositik. Dal;am
beberapa hari kemudian terjadi peningkatan jumlah retikulosit dan akan melepas sel-sel
darah merah baru dari susmsum tulang merah
• Sumsum tulang merah mampu mengganti kehilangan darah dalam jumlah yang banyak,
sebagai contoh seotrang donor tidak menderita sakit walaupun ia kehilangan darah yang
banyak
• Kehilangan darah dalam jumlah yang sangat banyak harus diganti kalau tidak, akan
menyebabkan efek hemodinamik berupa syok misalnya.
• Kehilangan darah kronis, merupakan kehilangan darah secara perlahan-lahan dalam
jumlah kecil selama periode waktu yang relatif lama. Penyebab yang paling sering adalah
perdarahan yang berlebihan pada waktu menstruasi, dan perdarahan kronis dari traktus
gastrointestinal.
• Sumsum tulang merah mempunyai kapasitas yang besar untuk menggantikan darah yang
hilang. Anemia yang terjadi biasanya lama kemudian setelah dalam perjalannya tubuh
gagal dalam mensiklus ulang zat besi yang hilang dari sdel-sel darah merah. Jadi anemia
kehilangan darah kronis merupakan subkategori dari anemia defisiensi zat besi.
• Biasanya adanya kehilangan darah kronis dapat diketahui dengan mengetahui riwayat
menstruasi dan pemeriksaan darah pada feses (occult fecal blood test)

Blood Loss Anemia

Kausa Lesi Manifestasi

Perdarahan akut Hiperplasia sumsum Anemia normositik normokhromik


tulang (kompensasi) Retikulositosis

Perdarahan kronis Menurunnya Anemia mikrositik hipokhromik


simpanan besi Menurunnya serum besi

ANEMIA HEMOLITIKA
• Pada anemia hemolitika, sel-sel darah secara lebih dini dibuang/diambil dari aliran darah
(hemolisis ekstravaskuler) atau sel-sel darah merah mengalami destruksi didalam aliran
darah (hemolisis intravaskuler).
• Hemolisis ekstravaskuler lebih sering terjadi. Hemolisis yang terjadi dapat karena sumsum
tulang merah memproduksi sel-sel darah merah yang tidak sempurna/rusak sehingga
umurnya pendek, atau dapat juga terjadi karena adanya kondisi tertentu yang
mempengaruhi sel-sel darah merah yang normal setelah dilepas dari sumsum tulang
merah
• Pada anemia hemolitika terdapat peningkatan produksi bilirubin karena adanya proses
sel-sel darah merah yang mati kemudian dihancurkan oleh makrofag. Transportasi dari
elemen pigmen bilirubin ini didalam darah menuju hepar untuk kemudian diekskresikan
ke duodenum, sering bermanifestasi dalam bentuk meningkatnya kadar bilirubin serum
dan ditandai dengan “mild jaundice”/ kulit berwarna kuning muda
• Adanya anemia menstimulasi sumsum tulang merah untuk memproduksi lebih banyak
eritrosit. Sumsum tulang menjadi hiperplastik dan melepaskan lebih banyak eritrosit-
eritrosit bentuk muda dari pada eritrosit yang normal, kondisi tersebut menyebabkan
retikulositosis.
• Pada hemolisis intravaskuler terdapat hemoglobin bebas didalam darah dan urin, dan
terdapat pula penurunan haptoglobin serum, yakni sejenis protein serum yang mengikat
hemoglobin bebas.
• Pasien dengan anemia hemolitika tidak menjadi kehilangan zat besi yang berasal dari sel-
sel darah yang rusak karena zat tersebut akan masuk kembali kedalam tempat-tempat
penyimpanan zat besi didalam tubuh.
• Pada kenyataannya bila ada peningkatan absorbsi terhadap zat besi dan pemberian terapi
transfusi akan menyebabkan timbulnya kondisi hemosiderosis pada pasien-pasien
tersebut.
• Mekanisme terjadinya anemia hemolitika antara lain karena :
− Adanya defect/cacat pada sel-sel darah merah sehingga umurnya menjadi pendek
− Adanya antibodi terhadap sel-sel darah merah sehingga sel-sel darah merah
tersebut menjadi rusak dan segera dibuang dari dalam aliran darah oleh sistem
retikuloendotelial
− Adanya pengambilan sel-sel darah merah secara dini oleh lien karebna adanya
kongesti pasif kronis (hipersplenism)
− Adanya injuri mekanik terhadap sel-sel darah merah oleh permukaan yang kasar
pada pembuluh darah (anemia hemolitik mikroangiopatik)
Sickle-cell Anemia
• Sickle-cell anemia adalah salah satu dari beberapa kelainan genetic dari struktur
hemoglobin karena adanya perubahan sususnan asam-asam amino pada molekul globin.
• Penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh adanya defect pada genetik struktur hemoglobin
disebut hemoglobulinopati.
• Sickle-cell anemia terjadi pada orang-orang yang mempunyai 2 gen hemoglobin S
( homozigot).
• Orang dengan satu gen hemoglobin S (heterozigot) disebut membawa trait penyakit ini dan
dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan laboratoris sickle-cell, tapi orang tersebut tidak
mengalami anemia.
• Identifikasi bahwa seseorang membwa trait untuk penyakit ini berguna untuk kepentingan
koseling genetik.
• Hemoglobin S merupakan kelainan genetik yang banyak ditemukan pada orang kulit
hitam, kira-kira 10 % dari populasi ini merupakan pembawa gen heterozigot untuk
hemoglobin S dan 1% mempunyai gen homozigot dengan penyakit yang manifest
• Adanya hemoglobin yang abnormal pada beberapa sel-sel darah mengakibatkan sel-sel tadi
menjadi berbentuk seperti sabit pada kondisi dimana tekanan oksigen yang rendah
• Sel-sel sabit tadi tidak saja mudah pecah dan cepat mati, tapi juga mempunyai tendensi
untuk mengendap dan menutup pembuluh-pembuluh darah kecil.
• Penyumbatan pembuluh darah kecil acapkali terdapat pada lien dan tulang, yang
mengakibatkan terjadinya infark-infark kecil disana selama periode yang bertahun-tahun.
• Pasien dengan sickle-cell anemia dapat hidup dengan baik kecuali pada periode-periode
kritis, bila sel-sel darah makin banyak menjadi sel-sel sabit, biasanya ditandai dengan
rasa nyeri pada abdomen dan tulang akibat adanya infark-infark kecil yang timbul pada
daerah tersebut, demikian juga akan timbul “jaundice” akibat meningkatnya perusakan
sel-sel darah merah
• Ulkus pada tungkai bawah merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien yang
telah lama menderita penyakit ini.
• Kebanyakan pasien dengan sickle-cell anemia meningggal pada usia 30-40 tahun

Sickle-cell Anemia

Kausa Lesi Manifestasi


Kelainan genetic yang Sel darah merah bentuk Krisis anemia dan nyeri
resesif untuk hemoglobin sabit karena ada thrombosis
S Oklusi vaskuler dengan Sel-sel sabit
infark Hemoglobin S
Hiperplasia sumsum Terjadi pada orang kulit
tulang merah hitam
Thalassemia

• Thalassemia merupakan penyakit genetik yang menimbulkan gangguan pada kecepatan


mensintesa hemoglobin normal (hemoglobin A), keadaan tersebut terjadi karena adanya
defisiensi produksi alfa dan beta globin.
• Pada fetus sebagai kompensasi terdapat peningkatan hemoglobin F atauhemoglobin A2
(yang pada keadaan normal jumlahnya sedikit)
• Thalassemia paling sering terdapat pada orang-orang keturunan Mediterranian.
• Thalassemia mayor terjadi pada individu-individu dengan gen yang homozigot, ditandai
dengan anemia yang berat berkembang mulai pada masa bayi, dan membawa kematian
pada usia anak-anak atau pada masa usia muda
• Terdapat adanya penurunan produksi sel-sel darah merah karena meningkatnya destruksi
dari sel-sel darah merah pada sumsum tulang merah

Thalassemia

Kausa Lesi Manifestasi


Defek genetic dari Anemia berat karena Anema
sintesis hemoglobin menurunnya produksi Hemoglobin F
dan meningkatnya Terjadi pada orang-orang
destruksi sel-sel darah keturunan Mediterranian.
merah

Sferositosis Herediter

• Sferositosis herediter merupakan kelainan genetik pada membran sel-sel darah merah
dengan pola autosomal dominan yang diturunkan.
• Sel-sel darah merah yang abnormal berbentuk sferis dan bukan berbentuk diskus yang
normalnnya datar dan bikonkaf.
• Begitu sel-sel tadi mereka disaring oleh lien, sel-sel abnormal tadi lebih mudah
dihancurkan oleh lien daripada sel-sel yang normal
• Anemia yang terjadi biasanya bersifat ringan dan sering tak diketahui sampai dewasa. Lien
membesar karena menangkap sel-sel darah yang abnormal.
• Pembuangan lien biasanya dapat mengobati kondisi ini.

Sferositosis Herediter

Kausa Lesi Manifestasi

Defek genetic yang Sel-sel darah merah yang Sel-sel sferositik


dominan sferositik Meningkatnya fragilitas sel-sel darah
Splenomegali merah
Hiperplasia sumsum splenomegali
tulang merah

Defisiensi Glukosa-6-Fosfatase Dehidrogenase

• Defisiensi glukosa-6-fosfatase dehidrogenase merupakan kelainan genetik dimana terjadi


defek pada enzim menjadi manifest hanya jika sel-sel darah merah terpapar dengan obat-
batan oksidant tertentu seperi obat antimalaria, sulfa, nitrofurantoin, aspirin dan obat-
obat analgesik lainnya.
• Pasien mengalami defisiensi enzim pada sel-sel darah merah yang lebih tua yang dapat
menyebabkan obat-obat oksidan dapat menghancurkan membran sel darah merah dan
mengakibatkan hemolisis
• Menghentikan pemakaian obat dan mengganti sel-sel darah yang hilang dengan sel-sel
darah muda akan menghentikan episode proses hemolisis
• Kelainan genetik ini bersifat sex-linked dan terdapat pada 10% orang kulit hitam. Pria
lebih sering mengalami anemia tipe ini karena biasanya wanita merupakan pembawa yang
bersifat heterozigot
• Penyakit ini dapat dicegah dengan melakukan skrining individu-individu yang berisiko
tinggi (pria kulit hitam) terhadap adanya defek dan kemudian mencegah orang-orang
tersebut untuk terpapar dengan obat-obat oksidan

Defisiensi Glukosa-6-Fosfatase Dehidrogenase

Kausa Lesi Manifestasi


Defek genetic yang Tidak ada kecuali Tidak ada kecuali mendapat obat-
bersifat sex-linked dan abnormalitas biokimiawi obat tertentu
resesif Defisiensi enzim
Terjadi pada orang kulit htam
Immune Hemolityc Anemia

• Immune hemolityc anemia merupakan anemia yang mungkin ada kaitannya dengan
antibody yang mengaktifkan komplemen dan melisiskan sel-sel darah merah, atau dapat
juga ada kaitannya antibody yang memfasilitasi pembuangan sel-sel darah merah oleh
lien.
• Transfusi darah dengan inkompatibilitas dalam system ABO antara donor dan resipien,
dan eritroblastosis fetalis merupakan contoh-contoh dari hemolisis intravaskuler.
• Beberapa obat tertentu dapat memicu antibodi timbulnya antibodi terhadap sel-sel darah
merah sehingga menyebabkan immune hemolityc anemia.
• Pada banyak kasus dari immune hemolytic anemia, sumber antigennnya berupa faktor Rh
dari pasiennya sendiri, oleh karena itu anemia yang terjadi diklasifikasikan sebagai
autoimmune hemolytic anemia.
• Test Coomb dapat digunakan untuk menguji adanya antibodi yang melekat pada
permukaan sel-sel darah merah sehingga tes ini dapat digunakan untuk menditeksi
adanya immmune hemolytic anemia

Hipersplenisme/hypersplensm

• Hipersplenisme paling sering disebabkan oleh adanya kongesti pasif yang kronis pada lien,
suatu kondisi dimana tekanan vena lien meningkat akibat adanya obstruksi pada system
vena portal, biasanya akibat adanya cirrhosis hepatis
• Kongesti vena menyebabkan lien membuang/membersihkan sel-sel darah lebih cepat dari
normal, sehingga anemia yang terjadi digolongkan dalam anemia hemolitik ekstravaskuler
• Kondisi demikian dicurigai pada pasien-pasien dengan cirrhosis hepatis dan pembesaran
lien yang sering disertai dengan leukopenia, trombositopenia bersama-sama dengan
anemia

Anemia Hemolitik Mikroangiopatik / Microangipathic Hemolytic Anemia


• Anemia hemolitik mikroangiopatik disebakan adanya permukaan yang kasar pada aliran
darah, kondisi tersebut dapat diakibatkan oleh katup jantung buatan, plaks
atherosklerotik yang kasar, atau thrombosis intravaskuler yang tersebar.
• Pada pemeriksaan darah apus akan terlihat adanya sel-sel darah yang patah disebut
“schiztocytes” atau “helmet cell”

ANEMIA HEMOLITIKA

Kausa Lesi Manifestasi

Defek genetic sel darah Hiperplasia sumsum Biasanya anemia normositik


merah tulang (kompensasi) normokhromik
Antibody terhadap sel Spelnomegali Retikulositosis
darah merah Tes khusus untuk mengukur
Hipersplenisme umur sel darah merah dan untuk
kondisi-kondisi yang spesifik

ANEMIA DENGAN PENURUNAN PRODUKSI SEL DARAH MERAH

• Sumsum tulang merah dapat gagal untuk menghasilkan jumlah yang cukup sel-sel darah
merah :
− jika suplai nutrien tidak adekuat untuk memproduksi sel-sel darah merah
− jika fungsinya tertekan oleh karena adanya penyakit kronis atau
− jika jumlah sumsum merahnya tidak cukup
• Pemeriksaan sediaan apus darah merupakan hal yang dapat membantu untuk menditeksi
awal karena :
− Defisiensi zat besi akan menghasilkan anemia mikrositik hipokhromik
− Defisiensi vit B12 dan asam folat akan menghasilkan anemia makrositik
− Kebanyakan tipe anemia yang lain menghasilkan anemia normositik normokhromik

Anemia Defisiensi Besi

• Merupakan anemia yang sering terjadi. Anemia ini dapat terjadi karena adanya kehilangan
zat besi ataupun pemasukan zat besi yang tidak adekuat
• Kehilangan zat besi kebanyakan terjadi pada kondisi kehilangan darah kronis
• Anemia defisiensi besi dapat terjadi pada kondisi-kondisi dibawah ini:
− Pemasukan zat yang besi yang tidak adekuat terjadi pada bayi-bayi yang mendapat
minuman susu dan buah-buahan tanpa mendapat daging atau suplemen zat besi
− Pada wanita pada usia subur dapat terjadi anemia defisiensi zat besi karena adanya
kombinasi antara tidak cukupnya pemasukan zat besi dan meningkatnya
kehilangan zat besi (pada saat menstruasi)
− Pada saat kehamilan terjadi kehilangan zat besi karena sebagian dipakai untuk
janin
− Pada kondisi dimana terdapat gangguan /penyakit-penyakit intestinal kronis
dimana terjadi malabsorbsi dari zat besi dapat mengakibatkan anemia juga
• Pada anemia defisiensi besi, sel-sel yang diproduksi lebih kecil dan lebih pucat dari sel-sel
darah merah yang normal, karena adanya sedikitnya hemoglobin per sel (anemia
mikrositik hipokhromik)
• Anemia biasanya bersifat ringan dan tidak dirasadari oleh pasien
• Karena simpanan zat besi telah terpakai, kadar zat besi pada serum menurun dan protein
yang mengikat besi akan meningkat sehingga terjadi peningkatan kapasitas serum untuk
mengikat zat besi
• Pemberian zat besi akan menyebabkan meningkatnya jumlah retikulosit dalam beberapa
hari dan meningkatkan hemoglobin setelah lebih kurang 10 hari.

Anemia Defisiensi Vitamin B12

• Anemia defisiensi vitamin B12 disebabkan karena adanya kegagalan absorbsi vitamin B12
dari traktus intestinal dan bukan karena defisiensi vitamin B12 dalam diet
• Vitamin B12 dalam diet (factor ekstrinsik) harus berkombinasi dengan protein yang
diproduksi oleh mukosa gaster (factor intrinsic) dan kemudian dibawa ke usus halus
bagian distal untuk diabsorbsi kemudian ikut aliran darah dibawa ke sumsum tulang dan
ketempat penyimpanan vitamin B12 lainnya didalam tubuh
• Atrofi mukosa gaster, yang terjadi kebanyakan pada orang-orang dengan usia diatas 60
tahun mengakibatkan adanya insufisiensi faktor intinsik merupakan penyebab yang paling
sering defisiensi vitamin B12. Penyakit yang ditimbulkannya disebut anemia pernisiosa.
• Defisiensi vitamin B12 menyebabkan gangguan sintesis DNA mengakibatkan adanya
pengakumulasian yang besar, prekursor sel-sel darah merah (megaloblast) pada susum
tulang merah.
• Proses maturasi sel darah merah menjadi tertunda, dan sel-sel darah merah yang dilepas
ke dalam aliran darah lebih besar dari normal (makrositik).
• Sel-sel makrositik mempunyai kecenderung mengalami hemolisis dari pada sel-sel darah
yang normal, sehingga anemia yang terjadi mempunyai komponen hemolitik disamping
defisiensi produksi sel-sel darah merahnya.
• Anemia pernisiosa dapat mempunyai kaitan dengan destruksi permanen chorda spinalis
(sumsum tulang belakang) yang mengakibatkan hilangnya koordinasi
• Dicurigai adanya anemia pernisiosa bila pada seseorang ditemukan anemia makrositik
dengan megaloblast dalam sumsum tulang merah, dan dapat dikonfirmasikan dengan
rendahnya vitamin B12 serum
• Tes Schilling, yang mengukur derajat absobsi vitamin B12 dari usus juga berguna untuk
tes diagnostik.
• Injeksi vitamin B12 dapat mengobati anemia, dan diberikan secara kontinyu dengan
interval teratur untuk mencegah kambuhnya kembali penyakit tersebut

Anemia Defisiensi Asam Folat

• Defisiensi asam folat juga mengakibatkan terganggunya sintesis DNA dan mengakibatkan
anemia makrositik yang mirip dengan anemia pernisiosa, kecuali pada penyakit ini tidak
terjadi proses degenerasi pada sumsum tulang belakang.
• Defisensi asam folat dapat terjadi karena tidak adekuatnya asam folat dalam diet, banyak
terjadi pada orang yang alkoholik, pada wanita hamil dimana terjadi peningkatan
kebutuhan terhadap asam folat, pada penyakit-penyakit kronis pada usus yang
mengakibatkan malabsorbsi.
• Pemeriksaan asam folat pada serum diperlukan untuk membedakan defisiensi asam folat
dengan defisiensi vitamin B12

Anemia Pada Penyakit-Penyakit Kronis

• Anemia pada penyakit-penyakit kronis adalah anemia yang kausanya tak diketahui, tapi
terdapat pada pasien-pasien dengan penyakit kronis. Diagnosa anemia penyakit kronis
ditegakkan setelah kausa yang lain dapat ditolak
• Anemia tipe ini merupakan anemia yang paling sering dan dengan pengobatan tidak
memberi respons yang baik.
• Penyakit-penyakit yang termasuk menyebabkan anemia adalah
− Infeksi yang kronis
− Kanker
− Penyakit-penyakit inflamatoris kronis; seperti rheumatoid arthritis dan penyakit ginjal
kronis
• 10-15 dari penderita penyakit-penyakit diatas menujukkan anemia
• Membedakan anemia tipe ini dengan anemia defisiensi zat besi yang ringan merupakan
masalah, karena keduanya mempunyai borderline mikrositik dan borderline kadar besi
dalam serum.
• Patogenesis dari anemia tipe ini tidak jelas, walaupun diketahui ada proses supressi pada
reproduksi sel-sel darah merah, ke-tidak inginan dari sel-sel fagositik mononuklear untuk
melepas simpanan zat besi untuk produksi sel-sel baru, dan umur sel-sel darah merah
yang relatif lebih pendek.
• Diagnosis anemia tipe ini berdasarkan adanya riwayat penyakit kronis dan pada
pemeriksaan laboratories menunjukkan sel-sel darah merah normositik, normokromik
atau kadang-kadang mikrositik, hipokhromik ringan disertai adanya kadar zat besi dan
feritin serum yang normal atau sedikit rendah, kapasitas mengikat besi serum normal.
• Kontras dengan anemia defisiensi besi, sel-sel fagositik mononklear pada sumsum tulang
merah berisi zat besi dalam jumlah yang banyak

Myelophthisic Anemia /Anemia mielophthisik

• Anemia mielophthisik merupakan anemia yang disebabkan oleh penggantian jaringan


sumsum tulang merah dengan jaringan yang sakit seperti kanker, atau jaringan fibrosa.
• Kanker merupakan penyebab yang sering. Leukemia, limfoma, multiple myeloma, dan
metastase karsinoma paru, payudara atau prostat dan menggantikan jaringan sumsum
tulang merah, sehingga sel-sel darah merah yang diproduksinya berkurang
• Disamping anemia, terdapat juga leukopenia dan trombositopenia.
• Penggantian jaringan sumsum tulang merah dengan jaringan fibrosa disebut myelofibrosis.
Hal tersebut dapat terjadi akibat radiasi, obat ataupun kausa yang tidak diketahui.
• Untuk mengkompensasi destruksi sumsum tulang merah, sel-sel hematopoetika mulai
menetap pada tempat-tempat lain seperti lien, hepar, nodus limfatikus, proses tersebut
disebut “myeloid metaplasia” atau “extramedularry hematopoiesis”

Anemia Aplastik

• Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan adanya atrofi dari sumsum tulang merah,
biasanya kausanya tidak diketahui, tapi kadang-kadang dapat karena racun bahan kimia
seperti benzena, obat anti kanker, khloramfenikol dan radiasi
• Seperi anemia mielophthisik, semua elemen-elemen darah berkurang.
• Biopsi sumsum tulang merah berguna untuk membedakan anemia mielophthisik dengan
anemia aplastik, yang pertama jaringan sumsum tulang merah berisi jaringan sakit,
sedangkan berikutnya berisi jaringan sumsum tulang merah yang hiposeluler.

ANEMIA DENGAN PENURUNAN PRODUKSI SEL-SEL DARAH MERAH

Kausa Lesi Manifestasi

Defisiensi besi Biasanya terdapat abnormalitas Anemia mikrositik hipokhromik


Defisiensi vitamin B12 sumsum tulang merah (defisiensi besi)
Defisiensi asanm folat Anemia makrositik (drfisiensi vit
Penyakit kronis B12dan asam folat)
Penggantian jaringan Jumlah retikulosit normal atau
sumsum tulang merah rendah
dengan jaringan lain
Atrofi sumsum tulang
merah
Thallasemia

KELAINAN PADA SEL-SEL DARAH PUTIH

• Kelainan degeneratif dan kelainan inflamatoris pada sel-sel darah putih hampir selalu
terjadi secara sekunder akibat adanya penyakit-penyakit dari system lain yang
mempengaruhi system hematopoietika:
− Granulositosis merupakan karakteristik dari inflamasi akut
− Limfositosis dan monositosis terjadi pada inflamasi kronis
− Eosinofilia merupakan karakteristik dari infeksi parasit dan allergi
− Neutropenia dan limfopenia kadang-kadang terjadi pada beberapa tipe infeksi
− Leukopenia dapat terjadi pada pembuangan yang berlebihan dari jaringan lien yang
mengalami hipersplenisme atau dapat juga terjadi pada insufisiensi produksi sel-sel
darah pada anemia aplastik dan anemia mielophthisik

KELAINAN PADA PLATELET

Trombositopenia

• Trombositopenia lebih sering terjadi dan lebih signifikan daripada trombositosis


• Mekanisme trombositopenia antara laian karena adanya peningkatan destruksi platelet
dan penurunan produksi platelet.
• Kausa dari meningkatnya destruksi platelet antara lain adanya antibody terhadap platelet,
meningkatnya penggunaan platelet misalnya pada gangguan pembekuan darah dan
hipersplenisme.
• Kadang-kadang, pengobatan dengan satu atau berbagai macam obat ada kaitannya
dengan berkembangnya antibody terhadap platelet

Idiopathic Thrombocytopenia Purpura (ITP) / Trombositopenia Purpura Idiopatik

• ITP merupakan kondisi trombositopenia tanpa bukti adanya penyebab yang jelas, dan
diduga karena adanya antibody terhadap platelet.
• ITP dapat terjadi pada anak-anak setelah mengalami infeksi. Dapat juga terjadi pada orang
dewasa terutama wanita muda, tanpa didahului episode yang tiba-tiba dan berlangsung
berkepanjangan
• Pada kasus-kasus kronis, pembuangan lien sering memberikan perbaikan (remisi), karena
lien tidak lagi dapat membuang platelet-platelet yang telah diliputi oleh antibody.
• Tanpa memperhatikan kausanya, pada ITP ditandai dengan adanya penurunan jumlah
platelet akan mengakibatkan timbulnya perdarahan dari pembuluh-pembuluh darah kecil
yang mengakibatkan petechiae.
• Trombositosis biasanya ada hubungannya dengan beberapa penyakit yang tidak biasa dan
biasanya tidak memberi efek pada kesehatan

Trombositopenia

Kausa Lesi Manifestasi

Antibody terhadap platelet Dapat berupa splenomegali Perdarahan petechiae


Kelainan koagulasi atau kerusakan sumsum Trombositopenia
Hipersplenisme tulang merah
Penggantian jaringan sumsum
tulang merah oleh jaringan lain
Atrofi sumsum tulang merah
Penyakit-penyakit Infeksi

• Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penyakit-penyakit infeksi sekeringkali sebagai


penyebab terjadinya hiperplasia sekunder dari jaringan myeloid, limfoid, dan jaringan
fagositik mononuclear
• Beberapa penyakit infeksi, kebanyakan penyakit-penyakit infeksi kronis, mempunyai efek
utama pada system hematopoietik, penyakit-penyakit tersebut antara lain adalah:
− Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang tinggal didalam sel-sel
darah merah dan mengakibatkan destruksi dari sel-sel darah merah secara
episodik dan bermanifestasi sebagai demam dan anemia.
− Infeksi mononukleosis yang disebabakan oleh virus mengakibatkan membesarnya
jaringan limfoid, termasuk nodus limfatikus, jaringan limfoid farings dan lien.
Penyakit ini berlangsung lama, mengakibatkan kelemahan, sakit pada
tenggorokan, dan limfadenopati. Adanya limfosit atipik dalam darah dan tes positif
dari antibodi terhadap virus menunujjukan adanya infeksi ini.
− Penyakit-penyakit granulomatus seperti tuberkulosis dan infeksi jamur sistemik
mempunyai tendensi yang kuat untuk terlokalisir pada organ-organ yang
mempunyai banyak jaringan fagositik mononuklear, termasuk lien, nudus
limfatikus, hepar dan sumsum tulang merah
− Sarkoidosis adalah suatu penyakit granulomatous yang bersifat idiopatik, juga
menimbulkan lesi granulomatous yang menyebar pada jaringan fagositik
mononuklear.

PENYAKIT-PENYAKIT HIPERPLATIK/NEOPLASTIK PADA SISTEM HEMATOPOIETIKA

• Penyakit leukemia adalah kanker sel-sel darah putih yang ditandai dengan adanya
penggantian yang ekstensif jaringan sumsum tulang merah dengan sel-sel neoplastik
darah putih.
• Kondisi leukemia adalah kondisi dimana terjadi peningkatan jumlah sel-sel darah karena
meningkatnya sel-sel leukemik, kondisi tersebut biasanya tapi tidak selalu terdapat pada
pasien dengan leukemia.
• Leukemia dapat berupa granulositik ataupun monositik.
• Limfoma juga merupakan kanker sel-sel darah putih, ditandai dengan adanya sel-sel
kanker tadi pada jaringan limfoid sampai pada sumsum tulang merah, biasanya
mengakibatkan timbulnya lesi berupa masa yang kebanyakan sel-selnya berasal dari sel-
sel jaringan limfositik
• Multiple myeloma merupakan kanker sel-sel plasma, biasanya muncul pada sumsum
tulang merah tanpa terjadi leukemia. Efek dari multiple myeloma adalah karena
penggantian jaringan sumsum tulang merah dengan jaringan kanker yang memproduksi
immunoglobulin abnormal yang kemidian ditimbun pada organ-organ lain.
• Tanpa pengobatan proses malignansi pada system hematopoetika pada umumnya bersifat
fatal

Polisitemia

• Polisitemia adalah suatu penigkatan jumlah sel-sel darah merah karena adanya produksi
dari sel-sel tadi yang bersifat persiten/menetap
• Hal tersebut merupakan suatu bentuk hiperplasia yang dapat bersifat primer (tak
diketahui penyebabnya) atau bersifat sekunder karena adanya penyakit-penyakit lain
sebagai penyebabnya.
• Polisitemia primer disebut juga dengan polisitemia vera. Polisitemia sekunder dimediasi
oleh eritropoietin. Meningkatnya produksi eritropoietin antara lain karena :
− Hipoksia karena penyakit paru kronis, penyakit jantung sianotik, atau tinggal pada
daerah ketinggian
− Adanya satu atau beberapa neoplasma yang memberi efek pada peningkatan
produksi eritropoietin
• Terjadinya polisitemia sekunder karena hipoksia dibutuhkan untuk mempertahankan
oksigenasi jaringan.
• Polisitemia akan menimbulkan gangguan karena akan menaikkan viskositas darah, yang
dapat mengakibatkan timbulnya trombosis dan perdarahan.
• Polisitemia vera lebih jarang terjadi, merupajkan kondisi dimana terjadi proliferatif secara
primer pada sumsum tulang merah, sel-sel darah yang lain juga dapat mengalami
proliferasi dan penyakit dapat mengarah kepada myelofibrosis, dan pada sebagian kecil
kasus berkembang menjadi leukemia.

Leukemia

• Leukemia terdiri dari beberapa macam neoplasma maligna dari sel-sel darah putih, yang
berasal dan menyebar pada sumsum tulang merah dan biasanya mengakibatkan sel-sel
darah putih meningkat jumlahnya.
• Sel-sel leukemik sering melakukan infiltrasi secara merata orfan-organ lain seperti lien,
hepar dan nodus limfatikus
• Leukemia biasanya diklasifikasikan berdasarkan tipe sel darah putih, dan kronisitas dari
penyakitnya. Tingkatan diferensiasi dari sel-sel darah putih berhubungan erat dengan
durasi penyakitnya; leukemia akut mempunyai sel-sel yang terdiferensiasi dengan buruk,
dan perjalanan penyakitnya cepat, sementara leukemia kronis mempunyai sel-sel yang
terdiferensiasi dengan baik, dan perjalanan penyakitnya lambat.
• Kebanyakan leukemia mengikutsertakan sertakan sel-sel limfosit maupun granulosit
(kebanyakan sel-sel neutrofil).
• Leukemia monosit merupakan leukemia yang lebih jarang terjadi, sedangkan leukemia
limfositik akut merupakan tipe leukemia yang paling sering terjadi pada masa anak-anak,
dan bersifat sangat fatal, kecuali segera diobati secara agresif dengan kemoterapi multi-
agen. Pengobatan yang sukses akan memperpanjang kehidupan dan dapat menghasilkan
kesembuhan.
• Leukemia limfositik kronis merupakan penyakit yang sangat berbeda; terjadi pada orang –
orang tua dan perjalanannya lambat, dan banyak pasien meninggal karena sebab lain,
sebelum leukemia tiba waktunya untuk membunuh mereka.
• Baik leukemia granulositik (myelogenous) akut maupun kronik terjadi lebih sering pada
orang dewasa dan lebih sulit diobati daripada leukemia pada anak
• Leukemia akut tersusun oleh lebih banyak sel-sel primitif atau sel-sel dengan tipe
diferensiasi buruk. Leukemia akut, serangannya tiba-tiba dengan disertai perdarahan
karena adanya trombositopenia, anemia, kelemahan, demam dan berat badan yang
menurun. Jumlah sel-sel darah putih dapatbnormal atau meningkat.
• Leukemia kronis tersusun oleh lebih banyak sel-sel mature/masak dengan sedikit sel-sel
dalam bentuk blast yang primitif. Walaupun gejalanya mirip dengan leukemia akut tetapi
serangannya terjadi secara gradual, dengan berlanjutnya waktu jumlah sel-sel darah putih
akan meningkat secara pesat, dan terjadi pembesaran organ-organ seperti lien, hepar dan
nodus limfatikus karena adanya infiltrasi sel-sel leukemik kedalam organ-organ tersebut.
• Diagnosis dibuat dengan melakukan pemeriksaan darah apus dan pemeriksaan sumsum
tulang merah.

Leukemia

Kausa Lesi Manifestasi


Tidak diketahui Penggantian sumsum Kelemahan
tulang merah dengan sel- Anemia
sel neoplastik Perdarahan
Sel-sel leukemik di darah Infeksi
Infiltrasi organ oleh sel-sel Sel-sel leukemik dalam darah dan
leukemik sumsum tulang merah

Limfoma
• Limfoma terdiri dari beberapa macam neoplasma maligna sel-sel limfosit dan histiosit yang
berasal dari jaringan limfoid diluar sumsum tulang merah, paling sering berasal dari
nodus limfatikus.
• Limfoma biasanya membentuk lesi yang berupa massa, kontras dengan leukemia dimana
penyakitnya terkonsentrasi pada sumsum tulang merah.
• Lebih jauh lagi, limfoma biasnya tidak melepaskan sel-sel malignanya kedalam aliran
darah
• Klasifikasi limfoma dibuat berdasarkan tipe selnya dan sangat kompleks. Kategori utama
dari limfoma antara lain penyakit Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.
• Penyakit Hodgkin ditandai oleh adanya suatu sel yang besar dengan nucleus multilobuler
yang berisi nucleoli yang disebut sebagai sel Reed-Stenberg.
• Tidak seperti pada kebanyakan kondisi malignansi lain, penyakit Hodgkin banyak berisi
sel-sel benigna antara lain sel-sel limfosit, histiosit, neutrofil, eosinofil, dan fibroblast;
tambahan sel-sel tersebut digunakan sebagai dasar untuk mensubklasifikasikan penyakit
limfoma, dan ada tidaknya sel-sel tadi berhubungan dengan prognosis dari penyekit
tersebut.
• Limfoma non-Hodgkin diklasfikasikan berdasarkan besarnya ukuran sel (limfositik vs
histiositik), maturasi dari sel(terdifirrrensiasi baik atau buruk), tanda-tanda imunologis (sel
T, sel B atau tidak keduanya), pola histologis (noduler vs diffuse), dan rincian dari struktur
sel.
• Tujuan dari mengupayakan pengklasifikasian penyakit limfoma ini adalah untuk
mengestimasi secara lebih baik prognosis dari penyakit dan pengobatan yang optimal.
• Kemungkinan untuk hidup penderita penyakit Hodgkin diperhitungkan nol, tapi dengan
pengobatan dengan radiasi ataupun kemoterapi yang agresif, kemungkinan hidupnya akan
meningkat, dengan makin berkurangnya sel-sel maligna.
• Limfoma limfositik tipe noduler dengan diferensiasi sel yang buruk, mempunyai median
kemungkinan hidup yang panjang, walaupun tanpa terapi.
• Kontras dengan yang tipe noduler, limfoma limfositik tipe diffuse, kemungkinan hidupnya
pendek, tapi dengan pengobatan kemoterapi yang agresif akan meningkatkan rentang
kemungkinan hidupnya.
• Diagnosis limfoma dan klasifikasi limfoma dibuat dengan pemeriksaan biopsy.

Limfoma

Kausa Lesi Manifestasi


Tidak diketahui Massa neoplastik pada Limadenopati atau massa lain
nodus limfatikus dan Limfoma dengan biopsi
organ-organ lain
Multiple Myeloma

• Multiple myeloma merupakan neoplasma maligna dari sel-sel plasma. Tanpa diketahui
sebabnya, neoplasma maligna dari sel-sel plasma ini muncul didalam sumsum tulang
merah dan tumbuh disana menggantikan jaringan sumsum tulang merah dengan
pengrusakan yang terlokalisir disekitar tulang.
• Karakteristik lain dari penyakit ini adalah adanya produksi dari imunoglobulin yang dapat
diditeksi di darah ataupun urin.
• Multiple myeloma merupakan penyakit dari orang-orang usia pertengahan dan usia tua
yang muncul bersama anemia, infeksi, lesi destruksi yang multifokal pada tulang, dan
kadang-kadang terdapat gagal ginjal karena adanya presipitasi immunoglobulin pada
tubulus renalis.
• Walaupun kemoterapi dapat memperpanjang kemungkinan hidup, tapi prognosis akhir
dari penyakit ini buruk.

Multiple Myeloma

Kausa Lesi Manifestasi

Tidak diketahui Neoplasma sel-sel plasma Nyeri tulang


pada sumsum tulang Anemia
merah dan tulang Immunoglobulin dalam darah
ataupun urin
Sel-sel plasma maligna pada
pemeriksaan biopsy sumsum
tulang merah

You might also like