Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
1. Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari
bagian tanaman obat, hewan atau biota laut. Zat-zat aktif tersebut terdapat
didalam sel. Namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula
Umunya zat aktif yang terkandung dalam tanaman maupun hewan lebih
larut dalam pelarut organik. Proses terekstraksinya zat aktif dalam tanaman
yaitu dengan cara pelarut organik menembus dinding sel dan masuk kedalam
rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi
keluar sel, dan proses ini berulang terus sampai terjadi kesetimbangan antara
(Kristianti,dkk : 2008).
a. Maserasi
(perkulator) yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan
mencapai 95%).
c. Sokhletasi
berikutnya.
d. Refluks
titik didih pelarut tersebut. Selama waktu tertentu dan sejumlah pelarut
dilakukan tiga kali sampai lima kali pengulangan proses pada residu
e. Digesti
f. Infudasi
mengandung mucilage dan bersifat mengembang kuat hanya boleh dengan cara maserasi,
sedangkan kulit dan akar sebaiknya diperkolasi. Untuk bahan yang tahan panas sebaiknya
diekstraksi dengan cara refluks sedangkan simplisia yang mudah rusak karena pemanasan
Hal yang perlu diperhatikan dalam ekstraksi yaitu pada umumnya untuk
menghindari reaksi enzimatik dan hidrolisis, maka dilakukan perendaman simplisia dalam
alkohol yang mendidih untuk mematikan jaringan simplisia. Alkohol secara umum sangat
baik untuk proses ekstraksi awal simplisia. Proses ekstraksi paa simplisia berdasarkan prinsip
kesetimbangan konsentrasi, apabila konsentrasi antara pelarut dan simplisia telah seimbang
maka pelarut akan jenuh dan tidak dapat menarik kandungan kimia dan simplisia oleh
karena itu dilakukan penambahan pelarut baru dalam metode ekstraksi jenis tertentu
(Brink,M : 2003).
Ekstraksi pada simplisia jaringan hijau (berklorofil) bola diekstraksi ulang warna
hijau hilang sempurna, maka diasumsikan seluruh klorofil dan senyawa yang berbobot
senyawa diantara dua fase yang saling bersinggungan dan tidak saling campur, yang disebut
sebagai fase gerak (mobile phase) yang berupa zat cair atau zat gas, dan fase diam
(stationary phase) yang berupa zat cair atau zat padat. Apabila pemilihan kedua fase
dilakukan secara tepat, maka lambat laun komponen sampel akan memisah. Aplikasi
pemisahan isolasi, dan identifikasi komponen-komponen dengan struktur yang hampir sama
satu dengan yang lain yang terdapat dalam suatu sampel. Hal tersebut tidak mungkin
diperoleh dengan cara pemisahan yang lain. Teknik kromatografi digunakan pada hampir
a. Klasifikasi Kromatografi
gerak dan fase diam yang digunakan. Berdasarkan fase gerak, kromatografi
cair (LC = liquid chromatography). Berdasarkan fase diam dapat digunakan sebagai
interaksi fisik permukaan (adsorpsi) diantara kedua fase. Bila fase geraknya gas
disebut kromatografi gas padat (GSC = gas solid chromatography), dan bia fase
geraknya cair disebut kromatografi cair padat (LSC = liquid soid chromatography).
Fase diam cair yang disalutkan pada penyangga padatan, dapat digunakan sebagai
diantara dua cairan yang tidak saling tercampur. Bila fase geraknya gas disebut
kromatografi gas cair (GLC = gas liquid chromatography), dan bila fase geraknya cair
dan kromatografi cair padat disebut juga sebagai kromatografi penyerapan atau
adsorpsi. Dalam kromatografi cair dikenal dua metode yang lain, yaitu kromatografi
penukar ion (IEC = ion exchange chromatography) dan kromatografi eksklusi (EC =
sampel dipisahkan berdasarkan pertukaran selektif dengan ion counter pada fase
kromatografi dibedakan menjadi kromatografi fase normal (normal phase) dan fase
terbalik (reversed phase). Pada kromatografi fase normal digunakan fase diam polar
dan fase gerak non polar, sedangkan pada kromatografi fase terbalik fase diam
dalam pipa gelas atau pipa logam, kemudian fase gerak gas atau cair dialirkan
melalui fase diam tersebut berdasarkan gravitasi ataupun dengan tekanan, maka
cara ini disebut sebagai kromatografi kolom. Apabila fase diam berupa kertas
berpori (kromatigrafi kertas) ataupun padatan halus yang diratakan pada plat gelas
atau plat aluminium (kromatografi lapis tipis), kemudian fase gerak cair akan
(Welveni : 2010).
Kromatograf Lapis Tipis (KLT), dapat digunakan dengan 2 tujuan yaitu sebagai
metode untu mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, preparatif dan untuk menjajaki sistem
fase gerak dan sistem fase diam yang akan digunakan pada kromatografi kolom ataupun
kromatografi cair kinerja tinggi. Teknik operasional pada KLT hampir hampir sama dengan
KK, namun sebagai pengganti ketas adalah lapsan tipis dari partikel halus adsorben pada
permukaan lempeng gelas, logam, atau plastik. Fase diam pada KLT sering disebut adsoren,
walaupun pada kondisi tertentu dapat berfungsi sebagai penyangga zat cair pada sistem
partisi. Dengan demikian penggunaan istilah adsorben bukan berarti bahwa mekanisme
pemisahan selalu berdasarkan adsorpsi atau partisi, tergantung kondisi percobaan dan
Fase diam
Sifat fase diam yang satu dengan fase diam yang lain berbeda karena strukturnya,
ukurannya, kemurniannya, zat tambahan sebagai pengikat dll. Fase diam yang digunakan
TLC tidak sama dengan yang digunakan untuk kromatografi kolom, terutama karena ukuran
dan zat yang ditambahkan. Fase diam dijual dengan spesifikasi tertentu, lalu ukuran
(diameter) dalam mesh atau jam dan untuk kegunaannya (mis: untuk TLC atau kromatografi
Silika gel
Silika gel merupakan fase diam yang sering diguakan pada TLC. Dalam perdagangan dijual
dengan variasi ukuran (diameter) 10-40 𝜇m. Semakin kecil diameter akan semakin lambat
kecepatan air fase geraknya dengan demikian mempengaruhi kualitas pemisahan. Luas
permukaan silika gel bervariasi daro 300-1000 m2/g. Bersifat higroskopis, pada kelembapan
relatif 45-75% dapat mengikat air 7-20%. Macam-macam silika gel yang dijual dipasaran:
silika gel dengan pengikat. Pada umumnya digunakan pengikat gypsum, (CaSO4 5-15%). Jenis
ini diberi nama silika gel G. Ada juga menggunakan pengikat pati ( strach) dan dikenal silika
gel S, penggunaan pati sebagai pengikat mengganggu penggunaan asam sulfat sebagai
terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia dilakukan
dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi wana. Hal
penting yang berperan penting dalam skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan
sekunder, suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas berbagai macam metabolit sekunder
yang berperan dalam aktivitas biologisnya. Senyawa-senyawa tersebut dapat
didefenisikan dengan pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap
dilakukan pada senyawa metabolit sekunder yang memiliki khasiat bagi kesehatan
atau bagian tumbuhan akar,batang, daun, bunga, buah dan biji, terutama kandunga
jantung, saponin steroid dan, tanin, minyak atsiri terpenoid, iridoid, dan sebagainya.
Dengan tujuan pendekatan skrining fitokimia adalah untuk mensurvei tumbuhan untuk
(Harborne,J.B : 1987).
Adapun metode yang digunakan atau dipilih untuk melakukan skrining fitokimia
a. Sederhana
b. Cepat
e. Bersifat semi kuantitatif yaitu memiliki batas kepekan untuk senyawa yang
dipelajari
f. Dapat memberikan keterangan tambahan ada tidaknya senyawa dari golongan
yang dipelajari.
Bentuk identifikasi metabolit sekunder yang terdapat pada suatu ekstrak digunakan
1. Senyawa fenolik
Identifikasi adanya senyawa fenolik dalam suatu cuplikan dapat dilakukan dengan
pereaksi besi klorida 2% dalam etanol. Adanya senyawa fenolik ditujukan dengan
timbulnya warna hijau, merah, ungu, biru, atau hitam yang kuat.
Saponin adalah suatu glikosida yang larut dalam air dan mempunyai karakteristik
sel darah merah. Saponin mempunyai toksisitas yang tinggi. Berdasarkan strukturnya
saponin dapat dibedakan atas dua macam yaitu saponin yag mempunyai rangka steroid
dan saponin yang mempunyai rangka terpenoid. Berdasarkan pda strukturnya saponin
nitrogen yang terdapat pada molekul alkaloid pada umumnya merupakan atom nitrogen
sekunder atau tersier dan kadang-kadang terapat atom nitrogen kuartener. Salah satu
pereaksi mayer.
4. Senyawa Glikosida
Glikosida merupakan salah satu kandungan aktif tanaman yang termasuk dalam
kelompok metabolik sekunder. Didalam tanaman gikosida tidak lagi menjadi senyawa
lain, kecuali bila memang mengalami peruraian akbat pengaruh lingkungan luar
Glikosida adalah senywa yang terdiri atas gabungan dua bagian senyawa, yaitu gula
dan bukan gula. Keduanya dihubungkan oleh suatu ikatan berupa jembatan oksigen (O-
glikosida, sinirgin), maupun jembatan karbon (C-glikosida, barbaloin). Bagian gula biasa
juga disebut glikon sedangkan bagian bukan gula disebut dengan aglikon atau genin.
Apabila glikon dan aglikon saling terikat maka senyawa ini disebut sebagai glikosida.
5. Senyawa Tanin
1999).tanin merupakan bahan yang dapat merubah kulit merah menjadi kulit siap pakai
dalam larutan. Untuk mengetahiu senyawa tanin, digunakan larutan gelatin dan FeCl3.
Perubahan warna yang terjadi karena penambahan FeCl3, karena terbentuknya Fe3+-
tanin dan Fe3+- polifenol. Atom oksigen pada tanin dan polifenol mempunyai pasangan
elektron yang mampu mendonorkan elektronnya pada tanin dan polifenol mempunyai
pasangan elektron yang mampu mendonorkan elektronnya pada Fe3+- yang mempunyai
orbital d kosong membentuk ikatan kovalen koordinat sehingga menjadi suatu kompleks
(Syarifuddin, 1994).
6. Senyawa Flavonoid
Salah satu kelas yang banyak tersebar dari senyawa fonolat adalah flavonoid.
Golongan ini memberikan warna pada buah dan bunga. Flavonoid telah banyak
senyawa fenolat yang terhidrolisasi dan merupaan senyawa C6-C3-C6 dimana C6 diganti
dengan cincin benzena dan Cc3 adalah rantai alifatik yang terdiri dari cincin piran. Ada 7
tipe flavonoid yaitu flavon, flavonol, khalkon, xanton, isoflavon, dan biflavon.