Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
sekresi dan ekskresi air mata. Sistem sekresi diperankan oleh kelenjar berfungsi dalam
pembentukan lapisan akuous dari tear film dan sistem eksresi berfungsi membentuk saluran
pembuangan air mata dari konjungtiva forniks ke dalam kavum nasi, terdiri atas pungtum,
1
Permukaan bola mata yang terdiri atas kornea dan konjungtiva dilapisi oleh tear film,
cairan ini merupakan struktur kompleks yang terdiri atas tiga lapisan, dimana lapisan terluar
yaitu lapisan lemak dihasilkan oleh kelenjar meibom, lapisan tengah adalah akuos dihasilkan
oleh kelenjar lakrimalis dan lapisan terdalam yaitu musin dihasilkan oleh sel goblet
konjungtiva. Fungsi air mata terutama untuk lubrikasi, proteksi, nutrisi pada permukaan
kornea dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme melalui kerja mekanik air mata 1,2,5
Secara umum sistem lakrimalis berperan dalam menjaga stabilitas fungsi permukaan
bola mata terutama kornea sebagai sistem optik. Oleh karena itu, perlu dipahami lebih jauh
tentang hal-hal yang berhubungan dengan struktur ini. Dalam sari pustaka ini akan dibahas
lebih rinci tentang: embriologi, anatomi dan fisiologi dari sistem sekresi dan ekskresi air mata
II. EMBRIOLOGI
A. Sistem Sekresi
Kelenjar lakrimalis mayor dan kelenjar lakrimalis asesorius berkembang dari epitel
konjungtiva. Perkembangan kelenjar lakrimalis dimulai antara minggu ke-6 dan 7 masa gestasi
sebagai kuncup epitel yang berinvaginasi dari sel basal konjungtiva pada forniks embrionik
daerah superotemporal. Kelenjar ini pertama kali terlihat saat tahapan embrionik 25 mm
sebagai kuncup epitel padat yang muncul dari konjungtiva bagian lateral superior fornik.
Kondensasi mesenkim sekitar kuncup membentuk kelenjar sekretori terjadi saat masa gestasi
bulan ketiga, dimana vakuola dan lumen pada sel-sel bagian sentral juga akan mulai
berkembang. 1,2,3,6
2
Pada bulan kelima masa gestasi cornu lateral apeneurosis levator palpebra membagi
kelenjar lakrimal menjadi lobus palpebralis yang terletak superfisial dan lobus orbitalis yang
terletak lebih profunda dan diikuti berkembangnya sel- sel epitel asinus tidak bertingkat,
struktur vaskular serta saraf. Lobus orbitalis yang sedang berkembang menjadi terpisah dari
bola mata karena perkembangan aponeurosis levator dan penebalan dari septum
Setelah kelahiran, kelenjar lakrimalis mulai memproduksi air mata dalam masa 24
jam (sekresi basal) dan terus berkembang hingga mencapai perkembangan maksimal pada
tahun ke 3 – 4 setelah kelahiran. Refleks air mata yang berasal dari stimuli trigeminal baru bisa
berfungsi beberapa bulan setelah lahir. Kelenjar lakrimalis assesoris mulai terbentuk pada
akhir bulan kedua fetus dimana secara embriologis perkembangannya mirip dengan kelenjar
lakrimalis mayor, kelenjar ini terletak di forniks inferior dan plika semilunaris.1,3,6,7
B. Sistem Ekskresi
Embriologi sistem drainase lakrimal dimulai pada masa gestasi minggu kelima
lateralis dan prosesus maksillaris, lapisan ektoderm di daerah ini menebal dan terpendam
untuk membentuk sel berbentuk tiang, sel-sel tersebut meluas secara horizontal dari kantus
medial turun ke arah kavum nasi. Saat masa gestasi memasuki minggu keenam, serat padat
dari ektoderm terbentuk diantara kantus medial dan hidung, yang kemudian berproliferasi ke
Pada minggu kedua belas, sistem tersebut akan berkembang menjadi dua, yaitu
sistem yang akan berkembang menjadi kanalikuli dan sistem yang masuk ke arah kavum nasi
3
dan akan berkembang menjadi sakkus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis. Pada saat ini, sel-
sel akan berdegenerasi membentuk lumen inferior. Kanalisasi hampir menjadi lengkap pada
bulan ketujuh gestasi, dimana hanya tersisa pungtum dan katup Henle yang belum terbuka.
1,3,8
Gbr 2: Embriologi sistem ekskresi lakrimal. A. Invaginasi Ektodermal, minggu ke-5 masa gestasi
B. Ektodermal cord, minggu ke-6 masa gestasi. C. Proliferasi cord, minggu ke-12 masa
gestasi.D. Kanalisasi, bulan ke-7 masa gestasi.7
III. ANATOMI
A. Sistem Sekresi
Sistem sekresi terdiri dari kelenjar lakrimalis mayor dan kelenjar lakrimalis
asesorius.2,3,5,9
4
1. Kelenjar lakrimalis mayor
Kelenjar lakrimalis mayor adalah sebuah kelenjar eksokrin terletak dalam cekungan
dangkal pada bagian orbita os frontalis (fossa glandula lakrimalis) di bawah superlateral
orbital rim. kelenjar lakrimalis dipisahkan dari orbita oleh jaringan fibroadiposa dan dibagi
oleh cornu lateral aponeurosis levator dan perluasan otot Muller’s kedalam 2 lobus yaitu
lobus orbital pada bagian atas dan lobus palpebral di bagian bawah. Lobus palpebra, yang
lebih kecil, dapat terlihat pada forniks konjungtiva superolateral dengan eversi palpebra
superior, dapat pula terlihat isthmus diantara lobus palpebra dan lobus orbitalis1,2,5,8,9,
Lobus orbitalis adalah lobus yang lebih besar dan terletak di belakang septum orbita
dan di atas aponeurosis levator palpebral, lobus orbitalis yang permukaan atasnya
membentuk fossa lakrimalis pada os frontalis, terhubung dengan periosteum oleh serat-serat
Lobus orbitalis bentuknya seperti buah almond membentuk kira-kira 65% - 75% dari
kelenjar dengan ukuran panjang 20 mm, lebar 12 mm dan tebal 5 mm. Permukaan
terletak di atas aponeurosis levator palpebra superior.Bagian lateral lobus orbitalis terletak di
tepi atas otot rektus lateral, batas anterior berhubungan dengan septum orbita dan batas
posterior bersentuhan dengan lemak orbita yang berhubungan secara longgar dengan
5
Lobus orbitalis
Aponeurosis Levator
Duktus
Lobus palpebralis
Lobus palpebra, membentuk kira-kira 25% - 35% dari kelenjar dan terletak di bawah
aponeurosis levator di ruangan subaponeurotik, lobus ini menjorok keluar margo orbita di
permukaan inferior berhubungan dengan bagian lateral konjungtiva forniks superior. Lobus
6
Gbr 4. lobus palpebra glandula lakrimalis.9
Kelenjar ini adalah kelenjar eksokrin, merupakan 10% total massa sistem lakrimal.
Secara struktural mempunyai kesamaan dengan kelenjar lakrimalis mayor, hanya dalam skala
kecil. Kelenjar lakrimalis asesorius Krause dan Wolfring ditemukan pada konjungtiva forniks
dan sepanjang tepi tarsal superior. Secara sitologi identik dengan kelenjar lakrimalis mayor,
dan memiliki inervasi yang sama. Kelenjar Krause ditemukan pada forniks superior sebanyak
kira-kira 20-40 buah, sedangkan pada forniks inferior hanya 2-8 kelenjar. Kelenjar-kelenjar ini
ditemukan pada jaringan ikat subkonjungtiva. Kelenjar Wolfring berjumlah lebih sedikit sekitar
3 sampai 20 kelenjar yang terletak di tepi atas tarsus superior, dan 1-4 kelenjar di tarsus
inferior, kelenjar ini juga dapat ditemukan di karunkula dan plika semilunaris. Kelenjar
7
Gbr 5. Kelenjar Lakrimalis Mayor dan Assesorius.4
B. Sistem Ekskresi
Air mata yang dikeluarkan oleh kelenjar lakrimalis di daerah superolateral konjungtiva
akan tersebar ke seluruh permukaan bola mata melalui dua proses yaitu pergerakan
palpebral dan adanya gravitasi. Air mata mengalir dari lakuna lakrimalis ke pungtum lakrimalis
yaitu pungtum superior dan inferior melalui kanalikuli lakrimalis menuju ke sakus lakrimalis
yang terletak di dalam fossa lakrimalis, dari sakus air mata berlanjut masuk ke dalam duktus
nasolakrimalis dan bermuara di dalam meatus inferior rongga nasal, lateral terhadap
turbinatum inferior.1,9
8
Air mata diarahkan ke dalam pungtum oleh isapan kapiler ,gaya gravitasi dan proses
berkedip, semua cenderung meneruskan aliran air mata ke bawah melalui duktus
1. Pungtum
Pungtum lakrimalis adalah sebuah orificium kecil berbentuk bulat atau oval yang
dikelilingi dengan kuat oleh jaringan fibrous yang dikenal sebagai papilla lakrimalis, Papilla
dan termasuk pungtum, rata-rata berdiameter 0,2 – 0,3 mm, yang terletak di myocutaneus
Papilla lakrimal dan pungtum dibungkus oleh serabut muskulus orbitalis yang
berinsersi pada krista lakrimal posterior dan lebih ke belakang pada periosteum dinding
medial orbita . Konjungtiva yang mengelilingi pungtum bersifat avaskuler sehingga daerah
tersebut tampak merah pucat. Pungtum superior tampak mengarah ke bawah dan ke
belakang sedangkan pungtum inferior tampak mengarah ke atas dan ke belakang, dari kantus
medial letak pungtum superior 6.0 mm dan pungtum inferior 6,5 mm, punctum dapat telihat
9
2. Kanalikuli
konjungtiva forniks akan masuk ke sakus nasolakrimal melalui kanalikuli. Kanalikuli dilapisi
oleh epitel skuamous bertingkat tidak bertanduk , terletak dibelakang ligament palpebral
medial dan dikelilingi oleh serat dari otot orbicularis oculi pars lakrimalis. kanalikuli berjalan 2
mm secara vertikal dan membelok pada sudut 90o sepanjang 8 – 10 mm di medial,. sebelum
masuk ke permukaan lateral dari sakus kira-kira 2,5 mm di bawah apeksnya dengan
menembus periorbita ( fasia lakrimalis) yang membungkus sakus lakrimalis, kanalikuli bagian
vertikal dan horizontal akan bertemu membentuk ampulla, peralihan kanalikuli ke dalam
sakkus terdapat katup Rosenmuller yang berfungsi mencegah refluks dari sakus. Pada 10%
kasus, kanalikuli superior dan inferior ditemukan masuk ke sakus lakrimal secara terpisah
1,3,8,11
tanpa membentuk kanalikuli komunis.
3. Sakus Lakrimalis
Sakkus lakrimalis yang ditutupi oleh fasia lakrimal terletak di bagian anterior dinding
medial orbita pada cekungan tulang yang disebut fossa lakrimalis, fossa ini dibentuk oleh
tulang lakrimal dan prosessus frontalis tulang maksilla . Sakus lakrimalis di sebelah anterior
dibatasi oleh ligamentum palpebralis media dan disebelah lateral dibatasi oleh otot orbikularis
bagian lakrimal yang disebut otot Horner. Otot Horner merupakan bagian dari otot orbikularis
pretarsal yang tidak berorigo di ligamentum palpebralis media, tetapi langsung melekat pada
lakrimal crest posterior, tepat dibelakang sakkus lakrimalis. Di sebelah anterior inferior, sakus
10
Gambar 7.sakus lakrimal, insernsi otot horner’s dan ligament palpebral medial11
4. Duktus Nasolakrimalis
orang dewasa dan 2 mm pada bayi, ukuran dari duktus lebih sempit di bagian tengah dan di
ujung. Duktus ini menghubungkan bagian akhir sakus lakrimalis dengan meatus inferior dari
hidung.duktus nasolakrimal terletak di dalam kanal tulang nasolakrimal yang berada diantara
sinus maksilaris dan cavum nasal, kanal ini dibentuk oleh tulang maksilla, tulang lakrimal dan
Dinding dari duktus nasolakrimal melekat erat ke periosteum kanal , dimana dinding
dari duktus tersebut terdiri dari epitel kolumner tidak bersilia dan terdapat sebuah pleksus
vena yang berhubungan ke atas dengan sakkus lakrimalis dan ke bawah dengan vena dari
membran mukosa nasal. Lubang dari duktus bermuara di hidung melalui ostium meatus nasi
inferior, yang dilindungi oleh lipatan membran mukosa (valve of Hasner) .Valvula of Hasner
berbentuk seperti pintu yang memungkinkan air mata mengalir dari duktus nasolakrimalis ke
11
kavum nasi. Saat terjadi peningkatan tekanan dalam kavum nasi, misalnya saat bersin atau
batuk, valvula ini akan menutup sehingga mencegah masuknya benda asing dalam kavum nasi
ke dalam duktus.3,9
IV. Histologi
Kelenjar ini merupakan kelenjar eksokrin yang mensekresi cairan serous, secara
histologis kelenjar lakrimalis adalah sebuah struktur lobulus tubuloacinar , lobulus ini
dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh sebuah jaringan ikat fibrovaskuler. Masing-masing
12
lobulus terdiri atas unit asinus dan sistem duktus, unit-unit asinus selanjutnya dipisah oleh
jaringan ikat fibrovaskuler intralobuler. Unit sinus terdiri atas lumen sentral, selapis sel epitel
sekretori kolumner dan sel myoepithelial, dimana sel sekretori kolumner di bagian dalam dan
sel mioepitel terletak diantara lamina basalis dan sel-sel asinus. 1,3,9,12
Sel-sel sekretoris memiliki nukleus satu atau dua nukleoli, struktur yang paling banyak
ditemukan adalah sejumlah granula sekretoris yang terletak di apeks maupun di tengah-
tengah sel, antara satu sel dengan sel lainnya dihubungkan oleh desmosom, ujung-ujung saraf
juga dapat ditemukan diantara sel dekat permukaan basalnya. Membran basemen yang tebal
mengelilingi permukaan luar dari asinus, memisahkannya dari jaringan ikat intralobular.1,3,9,12
Satu unit sel asinus yang terdiri dari sel-sel sekretoris mengelilingi suatu lumen yang
menjadi tempat mengalirnya hasil sekresi sinus. Lumen dari tiap asinus akan bergabung
menjadi lumen yang besar dan lumen yang besar ini akan bergabung menjadi suatu duktus
sekretoris . Duktus sekretoris ini dilapisi oleh epitel skuamous tidak bertanduk. Sel-sel epitel
13
ini juga memiliki granula sekretoris yang berbeda dengan granula sekretoris yang ditemukan
pada sel-sel sekretoris asinus. Granula pada duktus pada umumnya lebih kecil dan lebih
sedikit.1,3,8,10
Duktus sekretoris memiliki diameter rata-rata 0,66 mm dan pajang rata-rata 2,31
mm. Kelenja lakrimalis memiliki kurang lebih 12 duktus sekretoris, 2-5 diantaranya berasal
dari lobus orbitalis dan 6-8 berasal dari lobus palpebralis. Duktus kelenjar lakrimalis ini
memiliki jalur drainase yang bermuara di konjungtiva forniks 1/3 superolateral, sekitar 4-5
mm diatas tarsus.1,3,9,13
B. Sistem Ekskresi
Lapisan membran sistem lakrimal dibentuk oleh membran mukosa yang merupakan
lanjutan konjungtiva di pungtum lakrimal hingga ke mukosa hidung pada valvula Hasner.
Secara histologi ditunjukkan sebuah perubahan dari epitel skuamosa bertingkat tidak
14
bertanduk di dalam pungtum dan kanalikuli lakrimal ke kolumnar dalam sakkus nasolacrimal.
Kanalikulli dibentuk 6 sampai 12 lapis epitel skuamosa bertingkat tidak bertanduk, sakus
lakrimal dan duktus nasolacrimal dibentuk oleh dua lapis epitel kolumner, yang mana secara
perlahan-lahan ciri dari mukosa nasal bagian distal dianggap mirip dengan kavum nasi. 3,9.
Serabut otot orbikularis okuli mengelilingi pangkal dari papil dengan struktur yang
menyerupai spingter. Substansia propria terdiri atas jaringan elastik padat di daerah papil dan
kanalikuli berubah menjadi jaringan fibrosa di daerah sakkus lakrimalis. Lapisan fibroelastik
pada duktus nasolakrimalis mengandung pleksus vena. Semakin ke bawah, jaringan elastik
15
Sel goblet
Lapisan superficial
kolumner
V. Vaskularisasi
A. Sistem sekeresi
Arteri yang menyuplai Kelenjar lakrimal berasal dari cabang lakrimal arteri oftalmika,
arteri infraorbital dan arteri meningeal. Arteri lakrimalis merupakan cabang terbesar dari ateri
oftalmik, biasanya dipercabangkan sebelum arteri oftalmik lewat dibawah nervus optik dan
berjalan ke depan bersama dengan nervus lakrimal. Arteri ini lewat ditepi medial dari kelenjar
lakrimal dan menyuplai melalui cabang-cabangnya yang meluas ke seluruh kelenjar lakrimalis
untuk membentuk kapiler-kapiler yang berhubungan erat dengan lobulus sekretoris. Arteri
lakrimal berlanjut ke depan menembus septum orbita untuk memberikan suplai darah
16
Gambar 13. Vaskularisasi Kelenjar Lakrimal10
Venula-venula memiliki ukuran kecil dan bervariasi dalam jumlah dan lokasi, venula
tersebut membentuk sebuah vena lakrimal yang muncul dekat tepi posterior dari kelenjar
lakrimalis. Vena lakrimal di dalam intraorbita memiliki perjalanan seperti arteri lakrimal,yaitu
berjalan di superior otot rektus lateral dan lateral otot rectus superior, sebelum mengalir ke
B. Sistem ekskresi
Nasolakrimal menerima suplai pembuluh darah dari arteri oftalmik, arteri angular dan
arteri infraorbital. Arteri oftalmik adalah cabang arteri karotis interna, di dalam apeks orbita
arteri oftalmik terletak di lateral nervus optik, kemudian melewati nervus optik untuk berjalan
di anterior dan medial di dalam rongga orbita. Arteri oftalmik berakhir sebagai arteri nasal
17
dorsal yang selanjutnya mempercabangkan arteri palpebral medial untuk menyuplai sakus
lakrimal.9
arteri fasial cabang dari arteri karotis interna menyilang di daerah mandibulla ke arah
lipatan nasolabial dan berjalan di sepanjang otot orbicularis sebagai arteri angularis yang
selanjutnya menembus septum orbital superior diatas tendon kantus medial untuk
tepi lateral dari kanalis nasolakrimalis untuk menyuplai sakus dan duktus nasolakrimalis.
Duktus nasolakrimalis bagian inferior memperoleh suplai darah dari cabang nasal arteri
Bagian superior dari pleksus vena mengelilingi duktus nasolakrimal mengalir ke dalam
vena angular dan vena intraorbital. Pleksus vena bagian inferior mengelilingi duktus
nasolakrimal akan mengalir ke dalam kavum nasi, selanjutnya melalui vena sfenopalatina
menuju ke pleksus pterigoid dan vena maksillaris interna. Aliran vena fasial akan berakhir di
vena jugularis interna, secara artenatif aliran vena ini dapat masuk ke arteri oftalmik di
intraorbita melalui vena supraorbital, yang selanjutnya akan berakhir di sinus kavernosus.9
18
Gamb14. Vaskularisasi Sistem Ekskresi Lakrimalis10
Sistem limfa dari sakus lakrimal dan yang mengiringi vena facialis akan mengalir ke
dalam kelenjar submaksillaris, sedangkan sistem limfa dari duktus nasolakrimal bagian bawah
akan bergabung dengan pembuluh limfa dari meatus nasal inferior yang selanjutnya akan
mengalir ke arah nares anterior dan masuk ke dalam kelenjar submaksilla atau ke posterior
19
VI. INERVASI
A. Sistem sekresi.
saraf simpatis. N. Lakrimalis merupakan cabang oftalmik yang berasal dari n. Trigeminus
(saraf kranial V) membawa serabut sensorik dari kelenjar lakrimalis. Serabut afferent dari
pembuluh darah lakrimal. Selanjutnya cabang dari n.lakrimalis berjalan ke depan kelenjar
yang terletak di fossa pterogopalatina tulang sphenoid. Di bawah lantai orbita. Akson-akson
dari ganglion tersebut keluar melalui beberapa cabang yang kemudian berjalan melintasi
nervus maksilaris lalu bergabung dengan nervus lakrimalis. Akson-akson parasimpatis tersebut
B. Sistem ekskresi
Saraf sensoris yang menyuplai sakkus lakrimal diperoleh dari nervus infratrochlear,
yang merupakan cabang terminal dari nervus nasosiliaris, sebuah cabang dari nervus
trigeminus (n. V). Duktus nasolakrimal bagian bawah mendapatkan persarafan dari alveolar
20
Gambar 15. Inervasi Sistem lakrimal
VII. FISIOLOGI
Sistem lakrimal terdiri atas dua sistem, yaitu sistem sekresi dan sistem ekskresi. Sistem
sekresi diperankan oleh kelenjar lakrimal mayor dan kelenjar lakrimal asesorius yang
menghasilkan akuos sebagai komponen dari tear film yang menutupi permukaan bola mata.
Tear film mempunyai beberapa fungsi yang sangat penting yaitu untuk menjaga kesehatan
mata dan melindungi permukaan bola mata dari gangguan yang berasal dari luar seperti
infeksi. Sistem yang kedua yaitu sistem ekskresi yang berperan dalam pengaliran cairan air
mata dari permukaan bola mata ke rongga hidung, dimana komponen yang berperan dalam
21
Sistem sekresi air mata terdiri atas dua komponen yaitu sekresi basal dan sekresi
refleks. Sekresi basal diperankan oleh kelenjar lakrimalis asesorius Krause dan Wolfring,
sedangkan sekresi refleks oleh kelenjar lakrimalis mayor. Sistem sekresi ini diatur oleh saraf
yang menginervasi sel sekretori, hormon peptide dan steroid yang ada di dalam darah
dimana sekresi ini menghasilkan sejumlah besar protein, elektrolit dan air ke lapisan tear
film.,1
Beberapa protein yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal termasuk protein antibakteri,
immunoglobulin dan growth factor. Kelenjar ini juga menghasilkan sejumlah kecil protein
factors, beberapa jenis transforming growth factors(TGFs) dan interleukin. Protein dalam
kelenjar di produksi di retikulum endoplasmik dan disimpan di granula sekretoris, ada dua
jenis protein yang diproduksi di dalam kelenjar lakrimalis yaitu protein terkonstitusi dan
protein teregulasi.1,11
Protein terkonstitusi tidak disimpan dalam granula sekretoris, tapi langsung bersatu
dengan membran plasma apikal dan dilepaskan ke dalam lumen asinar, SIgA disekresi melalui
jalur ini. Protein yang disekresikan oleh jalur regulasi disimpan di dalam granula sekretori
yang terletak di apikal sel asinar, penggabungan granula ini dengan membran apikal dikontrol
dan terjadi hanya ketika adanya rangsangan yang sesuai. Rangsangan ini timbul bila
neurotransmitter yang dihasilkan dari saraf atau hormon peptide dalam darah berinteraksi
dengan membran plasma dari sel-sel asinar. Kebanyakan protein yang dihasilkan oleh
kelenjar lakrimal disekresikan melalui jalur regulasi dan hanya sekitar 5% dari sejumlah total
protein teregulasi dilepaskan saat rangsangan dan ini dikenal sebagai merocrine secretion.1,11
22
Kelenjar lakrimal dipersarafi oleh parasimpatis, simpatis dan saraf sensoris. Saraf
parasimpatis yang lebih dominan mengelilingi sel-sel asinar dan duktus mengandung
neurotransmitter asetilkolin dan VIP. Saraf simpatis yang melepaskan norepinefrin jarang
dan terdapat hanya disekitar pembuluh darah. Saraf sensoris adalah jenis saraf yang paling
sedikit dan mengandung neurotransmitter substansi P dan kalsitonin. Saraf parasimpatis dan
simpatis adalah bagian efferent dari arkus reflex yang rangsangannya diperoleh dari saraf
sensoris di kornea dan konjungtiva, rangsangan dari saraf sensoris pada permukaan bola
mata seperti mekanis, suhu atau rangsangan kimia mengaktifkan saraf parasimpatis dan
simpatis untuk merangsang sekresi protein, elektrolit dan air dari kelenjar lakrimal.
Rangsangan saraf optik oleh cahaya terang dapat juga menyebabkan sekresi reflex dari
kelenjar lakrimal.1,14
Asetilkolin dan VIP merupakan stimulus yang kuat untuk sekresi protein teregulasi,
elektrolit dan air, sedangkan norepinferin hanya merangsang sekresi protein. Stimulus-
stimulus tersebut dapat menyebabkan sekresi dengan terikat ke sebuah reseptor spesifik
pada sel-sel kelenjar lakrimalis dan mengawali serangkaian proses intraseluler yang dikenal
Ada 3 jalur aktivasi sekresi protein kelenjar lakrimal. Aktivasi jalur pertama yang
bergantung pada kolinergik memerlukan asetilkolin yang dilepaskan dari saraf parasimpatis
dan terikat ke reseptor asetilkolin muskarinik jenis M3, reseptor ini terdapat di membran sel,
selanjutnya mengaktifkan protein G yang mengaktifkan enzim fosfolipase C, dimana enzim ini
dapat larut di air, 1,4,5 inositol triphosphate dan molekul yang larut dalam lemak,
23
diacylglycerol. 1,4,5 inositol triphosphate berinteraksi dengan reseptor spesifik pada organel
dalam sel melalui membran plasma. Proses perangsangan sekresi dimulai dengan pengaktifan
Ca atau Protein kinase yang tergantung pada Ca untuk mengfosforilasi suatu protein
spesifik.1,14
membran granula dengan membran plasma bagian apikal untuk melepaskan cadangan
protein sekretoris ke dalam lumen glandular, rangsangan ini menyebabkan sekresi air dan
elektrolit dengan pengaktifan ion channels, ion pump dan ion contransport protein di
membran apikal dan basolateral yang selanjutnya meningkatkan rasio pergerakan ion. 1,14
24
Gambar 16. Jalur Transduksi Sinyal pada Sistem lakrimal 1
Sekresi air dan elektrolit terjadi dalam dua tahap, pertama, sel-sel asinar mensekresikan
cairan yang mempunyai komposisi elektrolit yang sama dengan plasma, selanjutnya selama
cairan ini melalui duktus, sel-sel duktus akan merubah cairan ini dengan menghasilkan cairan
yang banyak mengandung kalium klorida (KCl). Sekresi elektrolit sel-sel asinar diatur oleh
Pompa Na-K- ATPase dengan memompa Na keluar dari sel dan K kedalam sel. Air masuk
kedalam cairan sekresi melaui sebuah kanal yang dikenal sebagai aquaporins .1,14
25
Gambar.17. mekanisme sekresi air dan elektrolit1
Jalur signal kedua diaktifasi oleh norepinefrin yang dilepaskan oleh saraf simpatis.
Norepinefrin dapat mengakitfkan reseptor adrenergic α1 dan β pada sel-sel kelenjar lakrimal.
(cAMP), di dalam kelenjar lakrimal adrenergic α1 bekerja pada jalur yang berbeda, yaitu
Jalur signal ketiga adalah jalur yang tergantung pada cAMP, diaktifasi oleh VIP,
hormone (ACTH), aktifasi ini merangsang G protein untuk mengaktifkan adenylyl cyclase,
26
selanjutnya enzim ini mendorong pembentukan cAMP dari adenosine triphosphate
potein spesifik dari tempat sekresi protein atau ion transport channels dan ion pump. Signal
cAMP diakhiri dengan peningkatan aktivitas dari cAMP phosphodiesterase yang merubah
Pada jalur penghambatan sekresi kelenjar lakrimal stimulus yang berperan adalah
terikat pada reseptor spesifik kemudian mengaktifkan Giα protein, yang dapat mencegah
Volume cairan air mata berkisar 5-10 μl, dimana sekitar 95 persen diantaranya
diproduksi oleh kelenjar lakrimalis mayor sedangkan sisanya oleh kelenjar lakrimalis asesorius.
27
Lapisan akuos memiliki ketebalan sekitar 7 μm, dan berfungsi memelihara dan menjaga
Volume air mata dalam cul-de-sac normalnya berkisar 7-9 μl dimana jumlah
maksimum yang dapat ditampung tanpa aliran berlebih sekitar 30 μl pada manusia dengan
umur 19 tahun. Volume ini akan berkurang menjadi sekitar 4-5 μl setelah umur 70 tahun.
Dalam kondisi normal, sekresi air mata sekitar 1-2 μl/menit dan turnover rate sekitar 0.1 –
0.15 μl/menit dalam kondisi normal. Lapisan air mata mencapai ketebalan maksimal setelah
palpebra berkedip dan akan berkurang setelah 30 detik menjadi sekitar 4 μl.
Stimulasi pada permukaan okuler akan merangsang serabut saraf sensoris dari nervus
siliaris posterior longus, yang merupakan jalur aferen dari arkus refleks sistem lakrimal.
Serabut saraf tersebut akan berjalan ke belakang dan keluar dari rongga orbita melalui fissura
orbitalis superior sebagai nervus nasosiliaris. Nervus nasosiliaris kemudian melewati ganglion
trigeminal (ganglion gasserian) dan masuk ke pons kemudian bersinaps di traktus trigeminal
spinalis secara ipsilateral. Selanjutnya, serabut saraf kembali bersinaps di nukleus lakrimalis
dan keluar dari pons sebagai nervus intermedius. Nervus intermedius lalu masuk ke ganglion
genikulatum dan keluar sebagai nervus petrosal superior. Serabut saraf ini akan berjalan di
sepanjang fossa pterigopalatina dan bersinaps dengan ganglion pterigopalatina. Dari ganglion
ini keluar serabut saraf parasimpatis tidak bermielin yang akan masuk ke rongga orbita
melalui fissura orbitalis inferior menuju ke kelenjar lakrimal. Di antara sel-sel asinar kelenjar
lakrimalis, ujung-ujung saraf parasimpatis ini akan mengeluarkan neurotransmiter yang akan
28
Gambar 19. Jalur Refeks Sistem lakrimal 10,15
29
B. Sistem ekskresi air mata
Dari sekitar 1-2 µl lapisan air mata yang disekresikan ke permukaan okuler setiap
menitnya, sekitar 10%-20% akan hilang melalui proses evaporasi. Sisanya akan dialirkan
Sebagian besar air mata mengalir melalui pompa aktif yang dilakukan oleh muskulus
orbikularis okuli, kontraksi dari muskulus ini dapat terjadi akibat adanya rangsangan dari
nervus fasialis yang menimbulkan palpebral menutup dari temporal ke nasal, bersamaan
dengan itu lapisan air mata yang melapisi permukaan okuler akan tersapu ke lakus lakrimalis
dan terkumpul di daerah tersebut. Pada fase ini, pungtum lakrimalis akan ikut berkontraksi,
sehingga muaranya akan tertutup. Otot orbikularis okuli pretarsal yang berada di sebelah
lateral sakkus lakrimalis atau yang disebut otot Horner akan berkontraksi menekan sakkus
yang menghasilkan tekanan positif pada sakus tersebut sehingga air mata yang terkumpul di
Saat kelopak mata kembali terbuka dan bergerak ke lateral, konstraksi otot orbikularis
okuli menjadi berkurang ,sehingga menyebabkan tekanan negatif di dalam sakus lakriamal
dan ditahan oleh valve of Hasner, dan pada saat kelopak mata terbuka sempurna, kontraksi
dari pungtum lakrimalis juga akan berkurang dan menyebabkan muara dari pungtum akan
terbuka sehingga cairan yang terkumpul di lakus lakrimalis akan tertarik ke dalam sakkus
30
Gambar 20. Kontraksi otot orbicularis oculi dan gerakan lapisan air mata12
Anatomi margin kelopak mata (2) Evaporasi (3) Gravitasi (4) Daya tarik kapiler (5) Pergerakan
31
Gbr 21. Pompa Lakrimal (Rosengren – Doane).8
Dalam satu proses kedipan, volume air mata yang dialirkan sekitar 1,8 ml dan dapat
mencapai 2,0 ml. oleh karena itu setiap kedipan dapat mengalirkan lebih banyak air mata dari
pada sekresi dasarnya setiap menit. Sistem ekskresi lakrimal biasanya berfungsi jauh dibawah
kapasitasnya ini dimungkinkan terjadi karena adanya absorbsi dari volume air mata dalam
perjalanannya menuju ke kavum nasi. Absorbsi terjadi disebabkan terdapatnya pleksus vena
Sistem lakrimalis juga berperan dalam mekanisme proteksi terhadap lingkungan dari
luar seperti infeksi dari bakteri, virus dan jamur dan parasite,ini dikarenakan karena adanya
faktor – faktor pertahanan baik spesifik maupun non spesifik yang diproduksi oleh system
sekresi yang dilakukan oleh kelenjar lakrimal mayor dan kelenjar lakrimal assesorius (Krause
1) Lacrimal gland associated lymphoid tissue (LGALT) dan lacrimal drainage associated
LGALT dan LDALT adalah kumpulan sel limfatik yang terletak di dalam dan di bawah
epitel dari mukosa kelenjar lakrimal dan saluran lakrimal, sel-sel limfatik ini berfungsi
untuk mendeteksi antigen dan merangsang respon imun seluler dan humoral dengan
jalan menghasilkan IgA , plasma sel, limfosit T, major histocompatibility complex (MHC).
2) Immunoglobulin
32
Kelenjar lakrimal mengandung sejumlah besar limfosit T dan limfosit B, dengan sekresi
antibodi plasma sel sekitar setengah dari jumlah limfosit yang terdapat dalam jaringan
ini. Pada kelenjar lakrimal Sekresi immunoglobulin sangat kuat dan spesifik dimana
3) Lisozim.
Lisozim adalah sebuah protein berat dengan molekul rendah (15 KDa) yang bersifat
bakteriostasis dan bakterisidal pada bakteri gram positif seperti streptococcus dan
staphylococcus. Merupakan satu dari komponen besar dari air mata dengan jumlah
sekitar 30-40% dari protein total air mata dan diproduksi di sel asinar . Lisozim bekerja
4) Lactoferin
bekerja dengan jalan mengikat besi yang dibutuhkan oleh sel bakteri untuk
bermetabolisme.
5) Fosfolipase A2 d
Fosfolipase A2 adalah suatu komponen paling aktif dari substansi antibakterial pada
air mata, diproduksi dalam kelenjar lakrimal mayor dan asesorius. Konsentrasi
Fosfolipase A2 di dalam air mata sekitar 30 µg/ml, memiliki 1000X konsentrasi yang
VIII. PENUTUP
33
Sistem Lakrimal terdiri dari sistem sekresi dan sistem ekskresi, merupakan sebuah sistem
yang sangat kompleks baik anatomi dan fisologinya. Sistem sekresi diperankan oleh dua
kelenjar lakrimalis yaitu kelenjar lakrimalis mayor dan kelenjar lakrimalis asesorius (kraus dan
wolfring) yang berfungsi memproduksi air mata. Sistem ekskresi yang berfungsi dalam
pengaliran air mata dilaksanakan oleh komponen – komponen sistem eskresi yang dimulai
dari pungtum lakrimal, kanalikuli, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimalis. Sistem sekresi dan
ekskresi yang adekuat sangat diperlukan untuk fungsi visual optimal. perkembangan saat ini
diperlukan pemahaman dari fisiologi dari sekresi air mata agar dapat meningkatkan kualitas
terapi untuk pasien dengan keluhan umum dry eye, begitu juga penelitian lanjut dalam aliran
sistem lakrimal dapat mengarahkan ke terapi pengobatan dan teknik operasi yang untuk
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Lucarelli MJ. Dartt DA. Cook BE. Lemke BN. The lacrimal system,In: Adler’s physiology
of the eye, 10th edition, Mosby Inc. St.Louis. Missouri. 2002;30-42.
2. Vaughan DG. Ashbury T. Riordan-Eva P. Anatomi dan Embriologi mata. Dalam
Oftalmologi Umum, edisis 14. Widya Medika. Jakarta. 2000:7-9, 91-93.
3. Snell RS. Lemp MA. The Ocular Appendages in: Clinical Anatomy of The Eye. 2nd
Edition. Blackwell Science. 1998 : 114-24.
4. About eye.2009. available at : www. Mailyahoo.com
5. Lang GK. Lacrimal System, in : Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition.
Thieme. New York. 2006: 49-65
6. Liesegang TJ. Skuta GL. Cantor LB. Fundamentals and principle of ophthalmology.
section 2. American Academy of Ophthalmology. San Fransisco. 2008-2009:31-34,
157-58
7. Cook CS. Prenatal Development of the Eye and Its Adnexa, in : Duane’s Clinical
Ophalmologi (CD-ROM). Philadelphia Lippincot William and Wilkins Publisher. 2003.
8. Liesegang J. Skuta GL. Cantor LB. Development, Anatomy, and Physiology of The
Lacrymal Secretory and Drainage System, In:Orbit,eyelids,and lacrimal system. Section
7. American Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2008-2009; 259-64.
35
9. Edward H. The Lacrimal System, in : Duane’s Clinical Ophalmologi (CD-ROM).
Philadelphia Lippincot William and Wilkins Publisher. 2003.
10. Anatomy of the Human Eye. 2005. Available at :
www.missionforvisionusa.org
11. Oyster CW. Tear Supply and Drainage, in : The Human Eye, Structure and Function.
Sinauer Associates, Inc. Sunderland, Massachusetts. 1999 : 307-12.
12. Paulsen F. Anatomy and Physiology of the Nasolacrimal Ducts, in: Atlas of Lacrimal
Surgery. Springer. Verlag Berlin Heidelberg. 2007 : 1-13.
13. Lacrimal gland. Wikipedia The Free Encyclopedia. (online). April 2008. available from:
URL:http//www.en.wikipedia.org
14. Walcott B. The Lacrimal Gland and Its Veil of Tears. News in Physiological Sciences,
Vol. 13, No. 2, New York,April 1998 : 97-103,
15. Beuerman RW, Mircheff A, Pflugfelder SC, and Stern ME. The Lacrimal Functional Unit
in Dry Eye and Ocular Surface Disorders. Marcel Dekker, Inc., Monticello, New York
,2004 :11 -39
16. Milder B. Weil BA. The lacrimal system. Appleton Century Crofts. St. Louis. Missouri,
1988 : 4 - 62.
17. Bradley D. Jett. et al. Host Defence Againts Ocular Infection, In : Duane’s Clinical
Ophalmologi (CD-ROM). Philadelphia Lippincot William and Wilkins Publisher. 2003.
36
TEAR FILM
Air mata merupakan suatu lapisan sehingga lebih tepat bila disebut lapisan air mata
(LAM), yang mempunyai struktur yang sangat kompleks. LAM dibentuk oleh 3 lapisan yaitu
lapisan lemak yang merupakan lapisan paling luar, lapisan akuos yang merupakan lapisan
tengah dan lapisan musin yang merupakan lapisan paling dalam yang berhubungan dengan
epitel kornea dan konjungtiva.(1)
Air mata memiliki komposisi yang kompleks dimana kandungannya diproduksi secara
kompleks, yang berasal dari kelenjar lakrimal utama dan asesorius, kelenjar meibom, dan sel
goblet. Bagian basal air mata berhubungan dengan mikroplika atau mikrovili epitel
konjungtiva sehingga terjadi perlekatan yang baik.(2)
37
Beuerman, dkk memperkenalkan lacrimal functional unit pada tahun 1998,
yang meliputi permukaan okuler (kornea, konjungtiva, kelenjar meibom), kelenjar
lakrimal utama dan aksesorius, dan jaringan saraf yang menghubungkannya secara
keseluruhan.(3)
Lapisan air mata yang normal merupakan suatu struktur trilaminar yang terdiri dari
lapisan lemak yang paling superfisial, kemudian lapisan akuous di tengah dan lapisan musin
yang berada paling bawah.(4,5,6)
Kemungkinan lain adalah bahwa lapisan musin dan akuos bukanlah lapisan yang
terpisah,akan tetapi lebih merupakan suatu gradien penurunan konsentrasi musin dan
peningkatan konsentrasi akuos dari permukaan kornea dan konjungtiva ke lapisan lemak.(7)
38
Gambar 2. Struktur trilaminer LAM (8)
Volume air mata adalah 7,4 µL pada mata yang tidak di berikan anestesi topikal, dan
2,6 µL pada mata yang diberikan anestesi. Sakus konjungtiva umumnya dapat menampung 7
sampai 9 µL volume LAM. Volume air mata menurun dengan peningkatan usia, dimana terjadi
penurunan sekitar 4 – 5 µL pada usia >70 tahun.(4)
Aliran air mata sebesar 1 µL/menit dan turnover rate berkisar 0,1 hingga 0,15
µL/menit pada kondisi basal. Akibat stimulasi iritasi, volume total air mata dapat berubah
setiap 15 hingga 20 detik. LAM yang normal memiliki pH sekitar 7,2, osmolaritasnya berkisar
300 mOsm/L dan indeks refraksinya adalah 1,50.(6)
39
Gambar 3. Penyebaran LAM (9)
1. Lapisan Lemak
Lapisan lemak merupakan lapisan anterior LAM dan menutupi baik permukaan
konjungtiva maupun kornea dengan ketebalan yang bervariasi antara 0,1 µm – 0,2 µm.
Lapisan lemak diproduksi oleh tubulo-asinar kelenjar meibom yang terletak pada lempeng
tarsus palpebra superior dan inferior. Terdapat sekitar 30-40 kelenjar meibom pada palpebra
superior dan 20-30 kelenjar kecil pada palpebra inferior yang masing-masing mempunyai
orifisium pada bagian margo palpebra diantara grey line dan mucocutaneous junction.
Glandula sebasea Zeiss yang berlokasi pada margo palpebra dan berhubungan dengan akar
silia, mensekresi lemak dan turut bergabung membentuk LAM. (4,5)
Lapisan lemak mengandung berbagai komposisi lemak polar dan non polar yang
membentuk sekitar 90% dari total lemak. Lemak polar seperti phospholipid, sphingomyelin,
ceramides dan cerebrosides yang berhubungan dengan lapisan akuos LAM, sedangkan lemak
non polar termasuk wax dan kolesterol ester, trigliserida, serta asam lemak bebas
berhubungan dengan polar lipid pada lipid-air interface. (4,5,10)
TABEL 1.
40
Perbandingan komposisi lemak meibom pada manusia(11)
Lapisan lemak tidak seluruhnya di ekskresi dalam tiap kali mata berkedip, namun ada
juga yang hanya terkompresi dan kembali tersebar ke permukaan okuler pada saat mata
membuka kembali. Hanya sebagian kecil yang di ekskresikan melalui sistem drainase lakrimal,
dan sebagian kecil pula yang dikeluarkan bersama mukus konjungtiva ke arah karunkula.(6)
Menghambat penguapan
41
Berperan dalam fungsi optik dari LAM sebab posisinya pada air-tear film interface
Memelihara sawar hidrofobik yang mencegah airmata yang berlebihan akibat
meningkatnya tegangan permukaan
Mencegah kerusakan margo palpebra oleh air mata.
2. Lapisan Akuos
Lapisan akuos merupakan lapisan tengah pembentuk LAM yang terbesar (sekitar 98%)
dengan ketebalan sekitar 7 µm - 8 µm. Lapisan ini mengandung sebagian besar air, elektrolit,
berbagai macam protein dan ion-ion terlarut. Lapisan ini disekresi sebagian besar oleh
kelenjar lakrimal utama dan sebagian kecil oleh kelenjar lakrimal asesorius Krause yang
terletak pada bagian lateral forniks superior dan kelenjar Wolfring yang terletak sepanjang
margo proksimal masing-masing tarsus. (4,5,6)
Lapisan akuos air mata mengandung elektrolit, air, protein, dan kandungan lainnya
yang di sekresi oleh kelenjar utama, kelenjar aksesorius, maupun oleh epitel kornea dan
42
konjungtiva. Elektrolit dan molekul kecil mengatur aliran osmotik cairan antara sel epitel
kornea dengan air mata, pH air mata, dan sebagai kofaktor enzim dalam mengontrol
permeabilitas membran. Konsentrasi natrium air mata paralel dengan serum; konsentrasi
kalium 5-7 kali lebih besar daripada kandungan kalium serum. Na+, K+, Cl- mengatur aliran
osmotik cairan dari kornea ke air mata, bikarbonat mengatur pH air mata,sedangkan elektrolit
lainnya (Fe2+, Cu2+, Mg2+, Ca2+, PO43-) berperan sebagai kofaktor enzim. Urea, Glukosa, laktat,
sitrat, askorbat, dan asam amino memasuki air mata melalui sirkulasi sistemik, dan
konsentrasinya paralel dengan kadar pada serum. (4)
Kandungan peptida air mata sangat heterogen dengan berbagai growth factors.
Keadaan ini mempengaruhi proses penyembuhan luka pada kornea. Epidermal growth
factor(EGF) menunjukkan adanya stimulasi terhadap migrasi sel epitel kornea pada kultur
jaringan. Dan EGF ini secara alamiah merupakan salah satu komponen air mata. Selain itu, air
mata juga mengandung lisosim, laktoferin, dan defensin α dan β. Dimana defensin ini memiliki
multifungsi sebagai antimikroba dan pada proses penyembuhan luka, mengandung 35 asam
amino, 6 residu sistein yang membentuk ikatan disulfida intermolekuler dengan spektrum
antimokroba yang luas terhadap bakteri gram positif dan negatif, jamur, dan beberapa virus.(2)
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan komponen yang terkandung dalam air mata di
bandingkan dengan konsentrasinya dalam serum:(13)
43
Tabel 2. Komposisi air mata dan serum (13)
44
GROWTH FACTORS
-Epidermal growth factor (EGF) Epithelial wound healing
Tear concentration higher than saliva or serum
-Transforming growth factor alpha (TGF-α) Wound response
-Transforming growth factor beta-1 (TGF β-1) Wound response
-Transforming growth factor beta-2 (TGF β-2) Found in normal tears, increases after wounding
-Hepatocyte growth factor (HGF) Wound response
-Basic fibroblast growth factor (FGF-2) Wound response
-Vascular endothelial growth factor (VEGF) Wound response, increases after wounding
-Platelet derived growth factor-BB Did not change after PRK
NEUROPEPTIDES
-Substance P Wound healing, neurogenic inflammation
-Calcitonin gene related peptide Wound healing, neurogenic inflammation
INTERLEUKINS
-IL-4 Increases in vernal conjunctivitis
-IL-1α, IL-1β Elevation of IL-1 in dry eye patients
-IL-2, IL-4, IL-6, IL-8, IL-10 Increases with contact lens wear, ocular allergy
IMMUNOGLOBULINS
IgA, IgE, IgG (1-4) and complement Ocular allergy
PROTEASES
MMP-1, MMP-3, MMP-9, TIMP-1, capthepsin, Role in pterygium migration and vernal
alpha2-macroglobulin keratoconjunctivitis, protection of the ocular surface
ANTIMICROBIAL PEPTIDES
Lysozyme, lactoferrin, α and β defensins, Increases in infections, wound healing, may decreases
phospholipase A2 in dry eye
45
Gambar 6. LAM yang normal (10)
3. Lapisan Musin
Lapisan musin merupakan lapisan paling posterior atau paling dalam dari
LAM yang melapisi sel-sel epitel kornea dan konjungtiva. Lapisan musin
berfungsi sebagai surfaktan bagi permukaan okuler, sehingga LAM dapat
tersebar merata ke seluruh epitel permukaan yang bersifat hidrofobik. Musin
termasuk kelompok glycoprotein dengan kandungan karbohidrat sangat tinggi,
memiliki struktur polypeptide backbone yang menyerupai sikat botol (“bottle
brush”) dan rangkaian asam amino yang saling berpasangan , serta sejumlah
besar oligosaccharide side chains O-glycosidically yang berikatan dengan
asam amino serine, threonin dan proline. (3,9)
Lapisan musin disekresi terutama oleh sel goblet konjungtiva dan sel epitel
skuamous bertingkat dari kornea dan konjungtiva. Sebagian kecil di sekresi
oleh kelenjar lakrimalis Henle dan Manz. Produksi musin oleh sel goblet
sebesar 2-3 µL/hari. (4)
46
Gambar 7. Struktur Musin (9)
47
Tabel 4. Distribusi musin dan TFF peptida (15)
48
eksfoliasi, partikel asing dan bakteri.
Berfungsi sebagai lubrikan antara palpebra dan bola mata.
SEKRESI LAM
Sistem sekresi lakrimal terbagi atas dua komponen yaitu sekresi basal dan
sekresi refleks. Sekresi basal dianggap berasal dari kelenjar lakrimalis aksesoris
Krause dan Wolfring dan sekresi reflex berasal dari kelenjar lakrimalis utama. Akan
tetapi, saat ini dianggap bahwa semua kelenjar lakrimalis yang memberi respon
sebagai suatu unit. Selain itu, kornea dan konjungtiva juga dapat memberi respon
dengan mensekresi elektrolit, air dan musin.(4)
Sekresi refleks terjadi akibat iritasi mata oleh partikel asing, atau oleh zat iritan
seperti pengaruh bawang, gas airmata dan percikan lada baik pada kornea,
konjungtiva dan mukosa hidung. Selain itu dapat pula terjadi akibat cahaya yang
berlebihan dan adanya stimulus panas atau pedis pada lidah dan mulut. Dapat juga
berhubungan dengan muntah. Refleks ini dimaksudkan untuk membersihkan adanya
kontak pada mata oleh zat iritan.(17)
Jenis pengeluaran air mata yang lain adalah pada saat menangis, akibat
emosi, penderitaan atau tekanan psikis. Namun pada kenyataannya, orang bukan saja
menangis akibat emosi yang negatif akan tetapi juga pada saat gembira. Komposisi
sekresi air mata pada keadaan ini berbeda dengan air mata basal, dimana lebih
banyak mengandung hormon prolaktin, adrenokortikotropik, dan leucin enkephalin. (17)
Sekresi Lemak
49
Hormon di anggap berpengaruh terhadap sekresi lemak, di mana di
temukan reseptor androgen dan estrogen pada kelenjar meibom. Terdapat
banyak penelitian yang mendukung bahwa gangguan keseimbangan
androgen/esterogen dapat menimbulkan kekeringan permukaan okuler dan
inflamasi. (12,18)
50
Sekresi akuos
Sekresi Musin
51
goblet tidak diinervasi secara langsung. Walaupun demikian stroma dan sel
epitel squamous bertingkat pada konjungtiva mempunyai jalur difusi
neurotransmitter yang langsung ke sel goblet. (5,12)
SISTEM EKSKRESI
Sistem ekskresi air mata dimulai dari hasil sekresi pada forniks superior
temporal akan dibawa ke pungtum lakrimal. Di kantus lateral air mata bergerak
negatif ke bawah oleh pengaruh gravitasi sehingga membentuk marginal tear
strips. Kanalikulus inferior empat kali lebih banyak dapat menampung air mata
dibandingkan kanalikulus superior. Tarikan dari kapiler mengarahkan air mata
menuju ke pungtum dan bagian vertikal kanalikulus. Gerakan dari palpebra
membawa air mata menuju ke pungtum. Saat air mata telah mencapai
pungtum, maka melalui kanalikulus air mata akan menuju ke sakus lakrimal.
Bagian vertikal dan horizontal kanalikulus akan bertemu di ampula. Serat-serat
muskulus orbikularis sangat dekat dengan pungtum dan kanalikulus, sehingga
bila terjadi kontraksi saat berkedip pungtum akan tertarik kearah bawah dan
ampula akan tertekan, sedangkan bagian horizontal dari kanalikulus akan
memendek sehingga mendorong air mata masuk ke dalam sakus lakrimal.
Saat berkedip, kontraksi muskulus orbikularis akan mendorong dinding lateral
dari sakus lateral, hal ini akan menimbulkan tekanan negatif dan terjadi
penarikan air mata, sementara itu kontraksi muskulus orbikularis secara
bersamaan menyebabkan tekanan sepanjang kanalikulus sampai ke sakus
lakrimal. Saat muskulus orbikularis berelaksasi setelah mengedip, sakus
lakrimal kembali kolaps sehingga terjadi akumulasi air mata pada duktus
nasolakrimal. (5)
52
Gambar 11.Mekanisme kerja otot orbikularis okuli pars palpebralis dan
STABILITAS LAM
53
Stabilitas LAM dipertahankan oleh 2 aspek utama, yaitu aspek
komposisi LAM dan aspek hidrodinamik LAM. Aspek komposisi LAM adalah
lemak, akuos yang mengandung elektrolit dan protein serta lapisan musin,
sedangkan aspek hidrodinamik LAM adalah bagaimana menutup dan
membukanya palpebra yang ada hubungannya dengan evaporasi dan
penyebaran LAM yang terjadi pada refleks mengedip.(1)
Untuk stabilitas komponen air mata, terdapat interaksi protein akuos dan
lemak meibom, dimana suatu penelitian menemukan bahwa protein utama air
mata (laktoferin, lisosim, lipokalin, dan IgA) bisa berpenetrasi ke dalam lapisan
lemak meibom.(11)
1. Adanya hubungan yang erat antara epitel permukaan okuler dengan LAM
preokuler.
2. Stabilitas LAM yang berkaitan dengan terjaganya kelejar meibom yang
menghasilkan lemak.
3. Mekanisme proteksi yang dikontrol oleh integrasi sistem neuro-anatomik
yang diperankan oleh nervus oftalmikus dan nervus fasialis.
4. Adanya limbal stem cells yang normal.
5. Epitel permukaan okuler yang fungsinya ditopang oleh fibroblas stroma
dan matriks.
Kelima konsep ini merupakan kunci pertahanan permukaan okular yang
mengatur bagaimana permukaan okular dan LAM berfungsi sebagai satu unit
yang terintegrasi. (1)
54
(13)
Bagan kompleksitas stabilitas LAM
PEMERIKSAAN LAM
Volume total LAM antara 7µl - 10 µl, dengan distribusi 75% pada tear
meniscus dan 25% pada preocular tear film. Bentuk tear meniscus
dipertahankan oleh keseimbangan antara tekanan negatif dari permukaannya
yang konkaf dengan tekanan hidrostatik dari LAM. Tear meniscus dapat dinilai
dari regularitas, tinggi, lebar dan bentuk kurvaturnya.
Meniskometri reflektif
55
Meniskometri reflektif adalah suatu metode non invasif untuk mengukur
radius dari kurvatura meniscus. Radius menggambarkan tear meniscus volume
dan total tear volume yang terdapat pada sakus konjungtiva.(9)
Evaluasi :
- Normal : 0,5 mm - 1 mm
56
berkedip selama pemeriksaan berlangsung dan waktu antara kedipan hingga
timbulnya defek (dry spot) pertama pada kornea yang dihitung dalam satuan
detik.
Evaluasi :
Gambar 15.
Pemeriksaan Tear
Film-Break Up Time (19)
OCULAR
PROTECTION INDEX (OPI)
Evaluasi :
Jika TFBUT < IBI , permukaan kornea pasien beresiko (at risk)
57
Gambar 16. Ocular Protection Index (19)
TES SCHIRMER
Evaluasi :
58
Dry eye suspect : Kertas saring Whatman basah sepanjang 5-10 mm
Evaluasi :
59
Gambar 18. Pemeriksaan Phenol Red Threat Test (10)
60
Gambar 19. Pewarnaan Rose Bengal pada Dry eye(9)
Evaluasi :
1. Skala Oxford
61
Zona yang di evaluasi ada tiga yaitu daerah kornea, dan dua daerah
konjungtiva bulbi yang terekspos, yaitu bagian nasal dan temporal. Penilaian
berdasarkan jumlah titik (dots) pada setiap zona yang dihitung menggunakan
suatu skala log linear, dengan grading sebagai berikut :
2. Sistem Bijsterveld
Zona juga terbagi tiga seperti pada sistem Oxford, namun setiap zona
diberi skor 1 – 3, dengan nilai maksimum adalah 9 dan nilai > 3 menunjukkan
indikasi dry eye.(9)
62
Gambar 20.a Gambar 20.b
Gambar 20.c
63
PEWARNAAN LISSAMINE GREEN
Lissamine Green mewarnai mata dengan cara yang sama dengan rose
Bengal, akan tetapi Lissamine Green lebih aman (kurang toksik) dan lebih
dapat ditoleransi karena tidak menimbulkan nyeri. Namun kekurangannya
adalah warna kontras yang dihasilkan kurang tajam sehingga area yang
terwarnai agak sulit dideteksi. (9)
64
penderita dry eye menunjukan ferning yang lebih sedikit dibandingkan pada
mata normal.
Evaluasi :
- Derajat III : Jarak antar gambaran pakis mulai melebar dan cabang-cabang
pakis mulai berkurang
Gambar 22. Gambaran ferning (a)derajat I, (b) derajat II, (c) derajat III dan
65
PENUTUP
Tear film atau lapisan air mata (LAM) merupakan struktur yang sangat
kompleks yang dibentuk oleh 3 lapisan yaitu lapisan lemak di anterior,
lapisan akuos di tengah dan lapisan musin di posterior yang berhubungan
langsung dengan permukaan epitel kornea dan konjungtiva. Lapisan
pembentuk air mata ini dihasilkan oleh kelenjar yang berbeda dengan
mekanisme kontrol sekresi yang berbeda pula.
66
DAFTAR PUSTAKA
5. Craig. J, Structure and function of the Preocular Tear Film in The Tear
film Structur Function and Clinical Examination, Butterworth Heinemann,
2002:18-44
6. Records, RE. The tear film.In Duane’s Clinical Opthalmology on CD-ROM.
Lippincot Williams: Philadelphia.2003
7. Fishbang, J.Tears and theis Secretion. In Biology of the eye.Elsevier : San
Fransisco.2006:21-73
8. Anonim, Dry eye management in Dry Eye Program, arch ophthalmol, December
2008
9. Tiffany,JM. The Normal tear film. In Surgery for the dry eye, Horst
Brewitt:Hannover. 2008:1-52
10. Stern, ME, Beuerman,RW, Pftugfelder,SC. The normal tear film and ocular
surface. In Dry eye and ocular Surface Disorder. Marcel Dekker.Inc: Canada.
2004:41 – 54.
11. Butovich I.A, et al, Understanding and Analyzing Meibomian Lipids-A Review,
Curr Eye Res.2008 May ; 33(5):405-420
67
12. Liesegang, TJ. Ocular Surface Disorder. In External Disease and Cornea. Sec 8.
American Academy of Ophthalmology. San Fransisco. 2008-2009:55-108
13. Holland, EJ. Mannis,MJ. Anatomy and Physiology of the ocular surface. In
Ocular surface disease: Medical and surgical Management. Springer : California.
2001:3-13
14. Perry, HD. Dry eye Disease: Pathofisiology, Classification and Diagnosis. In The
American Journal of Managed Care. Available from http :// www.ajmc.com. April
14,2008
15. Weber, RK. Anatomy and physiology of the nasolacrimal ducts. In Atlas of
lacrimal Surgery. Springer : Berlin. 2007: 1 – 13.
16. Dry eye information on www. Tear Film and dry eye information at
Systane . com. Last up date 20 Januari 2010
17. Anonim, Tears, from http://en.wikipedia.org/wiki/Tears, March 2009
18. Kaufman, PL, Albert Alm. The lacrimal System. In Adler’s Physiology of the
eye.Tenth editition.Mosby :Missouri .2003:30-42
19. Dry eye information on www.Tear Film Break Up Time information at.
Systane.com Last up date 20 Januari 2010
20. Tseng, S, Ocular surface test, available on www.ocularsurface.com
21. Horwath,J,et.al, Evaluation of the clinical course of dry eye syndrome,
Arch Ophthalmol.2003;121:1364-8
22. Feenstra RPG, Tseng SCG. What is actually stained by rose Bengal?.
Arch Ophthalmol. 1992;110:984-93
23. Feenstra RPG, Tseng SCG, Comparison of fluorescein and rose Bengal
staining, Ophthalmology, 1992 Apr; 99(4):605-17
24. Srinivasan, Tear Osmolarity and Ferning pattern in post menopausal women,
Optometri & vision Science. Juli 2007; 84: 588-92.
68
(bahan prof)
69
• (bahan
(bahan prof)
→ an integrated system of :
♦ Lacrimal gland
70
♦ Sensory and motoric nerves
(bahan prof
DAKRIOSISTITIS
Batasan :
Inflamasi pada saccus lakrimalis, merupakan kondisi tidak umum. Ini bisa terjadi dalam dua
bentuk yaitu: dakriosistitis kongenital dan adult
Dakriosistitis congenital
71
Merupakan inflamasi dari saccus lakrimalis yang terjadi pada bayi baru lahir, yang kemudian
juga dikenal sebagai dakriosistitis neonatorum.
Etiologi
Terjadi karena adanya stasis secretion pada saccus lakrimalis yang menyebabkan blok
congenital pada duktus nasolakrimalis. Ini sangat umum terjadi. Sebanyak 30 persen bayi baru
lahir dipercaya mempunyai penutupan duktus nasolakrimalis waktu lahir; paling banyak
karena oklusi membrane pada ujung bawah duktus nasolakrimalis, dekat valvula Hasner.
Penyebab lain dari blok duktus nasolakrimalis congenital : Debris epithelial, oklusi membrane
pada bagian atas duktus nasolakrinalis dekat saccus lakrimalis, complete non-canalisation dan
jarang karena oklusi tulang. Bakteri yang paling banyak dikaitkan dengan dakriosistitis
congenital adalah : Staphylokokkus, pneumokokkus, dan streptokokkus.
Gambaran klinik
1. Epiphora; biasanya terjadi setelah usia 7 hari. Ini biasanya disertai dengan secret
mukopurulent yang banyak sekali.
2. Test regurgitasi positif: Ketika tekanan dilakukan pada area diatas saccus lakrimalis,
secret purulent regurgitasi dari punctum inferior.
3. Pembengkakan pada saccus lakrimalis
Differential Diagnosis
Dakriosistitis kongenital harus dapat dibedakan dengan penyebab lain air mata berlebih pada
bayi baru lahir terutama : ophthalmia neonatorum dan glaucoma congenital.
Komplikasi
72
Penatalaksanaan/Pengobatan
Tergantung pada umur anak saat dibawah. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :
1. Massage daerah diatas saccus lakrimalis dan antibiotic topikal diberikan sebagai
treatment blok duktus nasolakrimalis congenital sampai umur 6-8 minggu. Massage
meningkatkan tekanan hidrostatik pada saccus dan menolong untuk membuka oklusi
membrane. Ini dapat dilakukan kurang lebih 4 kali sehari yang diikuti oleh pemberian
antibiotic tetes. Terapi konservatif ini dapat memulihkan obstruksi sekitar 90 % dari
bayi yang menderita.
2. Irigasi lakrimal dengan larutan saline dan antibiotic solution. Ini dapat ditambahkan
pada terapi konservatif diatas jika sampai umur 2 bulan tidak ada pemulihan. Irigasi
lakrimal dapat menolong membuka oklusi membrane dengan desakan tekanan
hydraulic. Irigasi dapat dilakukan sekali atau dua kali seminggu.
3. Probing duktus nasolakrimalis dengan probe Bowman’s. Ini dapat dilakukan pada
kasus dengan kondisi tidak ada pemulihan pada umur 3-4 bulan. Beberapa ahli akan
menunggu sampai usia 6 bulan. Ini biasanya dibawah pengaruh general anesthesia.
Saat memasukkan probing, diusahakan untuk tidak melukai canaliculus. Ini secara
instan dilakukan dengan single probing untuk membebaskan obstruksi. Pada kasus
yang gagal, dapat diulangi setelah interval 3 – 4 minggu.
4. Intubasi dengan silicone tube. Dilakukan jika probing yang telah diulang juga gagal.
Silicone tube diletakkan dalam duktus nasolakrimalis sekitar 6 bulan.
5. Dacryocystorhinostomy. Dilakukan ketika anak yang dibawah sangat lambat atau
probing berulang gagal. Terapi konservatif, antibiotic topikal dan irigasi lakrimal
secara intermitten dilanjutkan sampai umur 4 tahun. Setelah itu
Dacryocystorhinostomy dapat dilakukan.
Adult Dacryocystitis
Dakriosistitis kronik
73
Etiologi
Etiologi dakriosistitis kronik adalah multifactorial. Ini terjadi karena adanya statis dan infeksi
ringan dalam waktu yang lama.
A. Factor predisposisi
1. Umur. Paling banyak antara umur 40 dan 60 tahun
2. Sex. Penyakit ini paling umum pada wanita (80%), mungkin akibat lumen yang sempit
karena tulang canal.
3. Ras. Lebih jarang pada negro dibandingkan kulit putih, pada orang negro duktus
nasolakrimalnya lebih pendek, lebar dan kurang berliku.
4. Hereditas. Ini berperan secara tidak langsung. Ini mempengaruhi konfigurasi facial,
panjang dan lebar canal.
5. Status sosial ekonomi . lebih banyak terjadi pada social ekonomi rendah
6. Higiene perorangan yang buruk. Merupakan factor predisposes yang sangat penting.
B. Faktor yang responsible untuk terjadinya stasis air mata pada saccus lakrimalis
1. Faktor anatomi: Tertahannya drainage dari airmata meliputi : sempitnya kanal,
membrane duktus nasolakrimalis partial dan lipatan membrane berlebihan pada
duktus nasolakrimalis.
2. Benda asing pada saccus akan memblok pembukaan duktus nasolakrimalis
3. Lakrimasi secara berlebihan, baik primer maupun reflex, yang menyebabkan stagnasi
dari airmata dalam saccus.
4. Inflamasi ringan pada saccus lakrimalis dapat menyebabkan konjungtivitis rekurent
sehingga dapat memblok duktus nasolakrimalis oleh debris epitel dan sumbatan
mucus.
5. Obstruksi pada ujung bawah duktus nasolakrimalis oleh nasal disease seperti polip,
hipertropi konka inferior, deviasi septum nasi yang nyata, tumor dan rhinitis atrofik
yang menyebabkan stenosis
C SUMBER INFEKSI
74
Saccus lakrimalis mendapatkan infeksi dari konjungtiva , cavum nasi ( penyrebaran
retrograde), atau sinus paranasal.
C. ORGANISME PENYEBAB
Staphylococcus, pneumococcus, streptococcus, dan pseudomonas pyocyanea. Jarang
oleh karena infeksi seperti: tuberculosis, syphilis, lepra, dan kadang-kadang
rhinosporiodosis.
GAMBARAN KLINIK
1. Stadium dakriosistitis catarrhal kronik. Ditandai oleh inflamasi ringan dari saccus
lakrimalis dikaitkan dengan blockage pada duktus nasolakrimalis. Pada stadium ini
hanya satu gejala yaitu mata berair dan seringkali mata merah ringan pada kantus
bagian dalam. Dengan irigasi saccus lakrimalis terlihat cairan jernih atau beberapa
serpihan mucoid fibrin regurgitasi. Dacryocystography memperlihatkan blok pada
duktus nasolakrimalis , ukuran saccus lakrimalis normal dengan mukosa yang sehat.
2. Stadium mucocele lakrimal. Ini terjadi karena stagnasi kronik yang menyebabkan
distensi saccus lakrimalis. Pada stadium ini ditandai oleh epiphora yang constant yang
disertai oleh pembengkakan pada bagian bawah inner canthus. Cairan mucoid
gelatinous atau milky regurgitasi dari punctum lakrimalis inferior. Bila inner canthus
yang bengkak ditekan. Dacryocystography pada stadium ini memperlihatkan distensi
saccus dengan blockage beberapa tempat pada duktus nasolakrimalis. Sering kali
stadium ini berlanjut menjadi infeksi kronik dan jika dibuka kanalikuli sampai saccus
lakrimalis terblok dan pembengkakan (edem) fluktuasi yang besar pada inner chantus
dengan test regurgitasi negative. Ini disebut encysted mucocele.
3. Stadium dakriosistitis suppuratif kronik. Menyebabkan infeksi piogenik, secret
mukoid menjadi purulent, perubahan mucocele menjadi pyocele. Kondisi ini ditandai
oleh epiphora disertai konjungtivitis rekurent dan pembengkakan kantus bagian
dalam dengan eritema ringan pada kulit yang melapisinya. Regurgitasi secret yang
sangat purulent keluar dari punctum lakrimalis inferior. Jika dibuka kanalikuli sampai
saccus lakrimalis akan terblok pada stadium ini dan disebut encysted pyocele.
75
4. Stadium saccus fibrotic kronik. Infeksi berulang dengan stadium ringan dalam jangka
waktu yang lama akan menghasilkan suatu saccus fibrotic yang kecil yang
menyebabkan penebalan mukosa, yang mana ini sering disetai dengan epiphora dan
secret persistent. Dacryocystography pada stadium ini memperlihatkan saccus yang
sangat kecil dengan lipatan irregular pada mukosa.
Komplikasi
Penatalaksanaan/pengobatan
1. Terapi konservatif dengan irigasi saccus lakrimalis berulang. Ini berguna hanya pada
kasus yang baru. Pada kasus yang lama hampir selalu dikaitkan dengan blok duktus
nasolakrimalis dan biasanya tidak dapat terbuka dengan irigasi lakrimal secara
berulang atau dengan probing.
2. Dacryocystorhinostomy (DCR). Ini merupakan operasi pilihan pada kasus gangguan
drainage lakrimalis. Bagaimanapun sebelum operasi ini dilakukan, infeksi terutama
pyocele harus dapat dikontrol dengan antibiotic topikal dan irigasi lakrimal berulang.
3. Dacryocystectomy (DCT) . Ini dapat dilakukan bila DCR kontraindikasi. Indikasi untuk
DCT adalah :
i. Umur muda (kurang dari 4 tahun) atau umur tua (lebih dari 60 tahun)
ii. Saccus lakrimalis fibrotic dan menyusut secara nyata
iii. Infeksi tuberculosis, syphilis, lepra atau jamur dari saccus.
iv. Tumor saccus.
v. Penyakit nasal hebat seperti rhinitis atropik
vi. Tergantung kemampuan surgeon
76
4. Conjungtivodacryocystorhinostomy (CDCR). Ini dilakukan bila ada blok kanalikuli.
Dakriosistitis akut
Etiologi
Gambaran klinik
1. Stadium selulitis. Ditandai dengan sakit yang luar biasa disertai edema pada daerah
saccus lakrimalis yang disertai dengan epiphora dan gejala konstitusional seperti
demam dan malaise. Edem ditandai dengan merah, panas, dan tegas. Edem sering
77
meluas ke palpebra dan pipi. Jika diterapi penyembuhan dapat terjadi pada stadium
ini. Bagaimanapun tanpa diterapi, sembuh sendiri jarang terjadi.
2. Stadium abses lakrimal. Lanjutan dari inflamasi diatas akan menyumbat kanalikuli dan
menyebabkan edema. Saccus terisi dengan pus, melebar dan bagian anteriornya
rupture dan membentuk edema pericystic. Pada stadium ini akan menimbulkan edema
fluktuasi yang besar dari abses lakrimalis. Ini biasanya terlihat suatu titik dibawah dan
samping luar saccus lakrimalis, yang merupakan tanda adanya pus oleh karena
pengaruh gravitasi dan akan terlihat pada ligamentum palpebra medial pada bagian
superior.
3. Stadium pembentukan fistula. Ketika abses lakrimalis pecah secara spontan keluar
secret , yang menimbulkan suatu fistula eksternal dibawah ligamentum palpebra
medial. Pada kasus yang jarang, abses akan pecah ke kavum nasi membentuk fistula
internal.
Komplikasi
1. Konjungtivitis akut
2. Abrasi kornea yang mana akan berkembang ulkus kornea
3. Abses palpebra
4. Osteomyelitis pada tulang lakrimal
5. Selulitis orbita
6. Selulitis fasial dan ethmoiditis akut
7. Jarang terjadi thrombosis sinus cavernosus dan dapat berkembang menjadi
septicemia.
Penatalaksanaan/pengobatan
1. Selama stadium selulitis. Terdiri antibiotic sistemik dan topikal; anti analgesic dan anti
inflamasi sistemik dan kompres air hangat untuk mengurangi nyeri dan edema.
2. Selama stadium abses lakrimalis. Abses didrainage dengan small insisi. Kemudian pus
dikeluarkan dengan tekanan secara hati-hati, dengan memakai betadin basah dengan
78
kasa gulung. Tergantung kondisinya setelah itu, DCT atau DCR dapat dipertimbangkan
jika rekuren terjadi.
3. Terapi fistula lakrimal external. Setelah infeksinya terkontrol dengan antibiotik
sistemik . Fistulectomy bersama DCT atau DCR dapat dilakukan.
79