You are on page 1of 79

SISTEM LAKRIMALIS

I. PENDAHULUAN

Sistem lakrimalis terdiri atas komponen-komponen yang terlibat dalam proses

sekresi dan ekskresi air mata. Sistem sekresi diperankan oleh kelenjar berfungsi dalam

pembentukan lapisan akuous dari tear film dan sistem eksresi berfungsi membentuk saluran

pembuangan air mata dari konjungtiva forniks ke dalam kavum nasi, terdiri atas pungtum,

kanalikuli, sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis.1,2,3

Gambar 1. Sistem lakrimal4

1
Permukaan bola mata yang terdiri atas kornea dan konjungtiva dilapisi oleh tear film,

cairan ini merupakan struktur kompleks yang terdiri atas tiga lapisan, dimana lapisan terluar

yaitu lapisan lemak dihasilkan oleh kelenjar meibom, lapisan tengah adalah akuos dihasilkan

oleh kelenjar lakrimalis dan lapisan terdalam yaitu musin dihasilkan oleh sel goblet

konjungtiva. Fungsi air mata terutama untuk lubrikasi, proteksi, nutrisi pada permukaan

kornea dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme melalui kerja mekanik air mata 1,2,5

Secara umum sistem lakrimalis berperan dalam menjaga stabilitas fungsi permukaan

bola mata terutama kornea sebagai sistem optik. Oleh karena itu, perlu dipahami lebih jauh

tentang hal-hal yang berhubungan dengan struktur ini. Dalam sari pustaka ini akan dibahas

lebih rinci tentang: embriologi, anatomi dan fisiologi dari sistem sekresi dan ekskresi air mata

II. EMBRIOLOGI

A. Sistem Sekresi

Kelenjar lakrimalis mayor dan kelenjar lakrimalis asesorius berkembang dari epitel

konjungtiva. Perkembangan kelenjar lakrimalis dimulai antara minggu ke-6 dan 7 masa gestasi

sebagai kuncup epitel yang berinvaginasi dari sel basal konjungtiva pada forniks embrionik

daerah superotemporal. Kelenjar ini pertama kali terlihat saat tahapan embrionik 25 mm

sebagai kuncup epitel padat yang muncul dari konjungtiva bagian lateral superior fornik.

Kondensasi mesenkim sekitar kuncup membentuk kelenjar sekretori terjadi saat masa gestasi

bulan ketiga, dimana vakuola dan lumen pada sel-sel bagian sentral juga akan mulai

berkembang. 1,2,3,6

2
Pada bulan kelima masa gestasi cornu lateral apeneurosis levator palpebra membagi

kelenjar lakrimal menjadi lobus palpebralis yang terletak superfisial dan lobus orbitalis yang

terletak lebih profunda dan diikuti berkembangnya sel- sel epitel asinus tidak bertingkat,

struktur vaskular serta saraf. Lobus orbitalis yang sedang berkembang menjadi terpisah dari

bola mata karena perkembangan aponeurosis levator dan penebalan dari septum

intermuscular superolateral 1,2,3,6

Setelah kelahiran, kelenjar lakrimalis mulai memproduksi air mata dalam masa 24

jam (sekresi basal) dan terus berkembang hingga mencapai perkembangan maksimal pada

tahun ke 3 – 4 setelah kelahiran. Refleks air mata yang berasal dari stimuli trigeminal baru bisa

berfungsi beberapa bulan setelah lahir. Kelenjar lakrimalis assesoris mulai terbentuk pada

akhir bulan kedua fetus dimana secara embriologis perkembangannya mirip dengan kelenjar

lakrimalis mayor, kelenjar ini terletak di forniks inferior dan plika semilunaris.1,3,6,7

B. Sistem Ekskresi

Embriologi sistem drainase lakrimal dimulai pada masa gestasi minggu kelima

(tahapan embrio 7 mm),dimana alur nasolakrimal berkembang diantara prosesus nasal

lateralis dan prosesus maksillaris, lapisan ektoderm di daerah ini menebal dan terpendam

untuk membentuk sel berbentuk tiang, sel-sel tersebut meluas secara horizontal dari kantus

medial turun ke arah kavum nasi. Saat masa gestasi memasuki minggu keenam, serat padat

dari ektoderm terbentuk diantara kantus medial dan hidung, yang kemudian berproliferasi ke

lateral mengarah ke palpebra dan inferior ke turbin inferior nasal. 1,3,8

Pada minggu kedua belas, sistem tersebut akan berkembang menjadi dua, yaitu

sistem yang akan berkembang menjadi kanalikuli dan sistem yang masuk ke arah kavum nasi

3
dan akan berkembang menjadi sakkus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis. Pada saat ini, sel-

sel akan berdegenerasi membentuk lumen inferior. Kanalisasi hampir menjadi lengkap pada

bulan ketujuh gestasi, dimana hanya tersisa pungtum dan katup Henle yang belum terbuka.

1,3,8

Gbr 2: Embriologi sistem ekskresi lakrimal. A. Invaginasi Ektodermal, minggu ke-5 masa gestasi
B. Ektodermal cord, minggu ke-6 masa gestasi. C. Proliferasi cord, minggu ke-12 masa
gestasi.D. Kanalisasi, bulan ke-7 masa gestasi.7

III. ANATOMI

A. Sistem Sekresi

Sistem sekresi terdiri dari kelenjar lakrimalis mayor dan kelenjar lakrimalis

asesorius.2,3,5,9

4
1. Kelenjar lakrimalis mayor

Kelenjar lakrimalis mayor adalah sebuah kelenjar eksokrin terletak dalam cekungan

dangkal pada bagian orbita os frontalis (fossa glandula lakrimalis) di bawah superlateral

orbital rim. kelenjar lakrimalis dipisahkan dari orbita oleh jaringan fibroadiposa dan dibagi

oleh cornu lateral aponeurosis levator dan perluasan otot Muller’s kedalam 2 lobus yaitu

lobus orbital pada bagian atas dan lobus palpebral di bagian bawah. Lobus palpebra, yang

lebih kecil, dapat terlihat pada forniks konjungtiva superolateral dengan eversi palpebra

superior, dapat pula terlihat isthmus diantara lobus palpebra dan lobus orbitalis1,2,5,8,9,

Lobus orbitalis adalah lobus yang lebih besar dan terletak di belakang septum orbita

dan di atas aponeurosis levator palpebral, lobus orbitalis yang permukaan atasnya

membentuk fossa lakrimalis pada os frontalis, terhubung dengan periosteum oleh serat-serat

jaringan penghubung yang disebut juga Soemmering’s ligament. 1,2,5,8,9

Lobus orbitalis bentuknya seperti buah almond membentuk kira-kira 65% - 75% dari

kelenjar dengan ukuran panjang 20 mm, lebar 12 mm dan tebal 5 mm. Permukaan

superiornya berbentuk konveks berhubungan dengan os frontal dan permukaan inferior

terletak di atas aponeurosis levator palpebra superior.Bagian lateral lobus orbitalis terletak di

tepi atas otot rektus lateral, batas anterior berhubungan dengan septum orbita dan batas

posterior bersentuhan dengan lemak orbita yang berhubungan secara longgar dengan

struktur orbita. Bagian medial terletak di pinggir lateral muskulus levator.1,2,5,8,9,10

5
Lobus orbitalis

Aponeurosis Levator
Duktus
Lobus palpebralis

Gbr 3. Glandula lakrimal utama.6

Lobus palpebra, membentuk kira-kira 25% - 35% dari kelenjar dan terletak di bawah

aponeurosis levator di ruangan subaponeurotik, lobus ini menjorok keluar margo orbita di

sebelah lateral forniks superior. Permukaan superior berhubungan ke aponeurosis dan

permukaan inferior berhubungan dengan bagian lateral konjungtiva forniks superior. Lobus

palpebra dapat terlihat dengan eversi atau mengangkat palpebra superior.3,2,8,9

6
Gbr 4. lobus palpebra glandula lakrimalis.9

2. Kelenjar lakrimalis asesorius

Kelenjar ini adalah kelenjar eksokrin, merupakan 10% total massa sistem lakrimal.

Secara struktural mempunyai kesamaan dengan kelenjar lakrimalis mayor, hanya dalam skala

kecil. Kelenjar lakrimalis asesorius Krause dan Wolfring ditemukan pada konjungtiva forniks

dan sepanjang tepi tarsal superior. Secara sitologi identik dengan kelenjar lakrimalis mayor,

dan memiliki inervasi yang sama. Kelenjar Krause ditemukan pada forniks superior sebanyak

kira-kira 20-40 buah, sedangkan pada forniks inferior hanya 2-8 kelenjar. Kelenjar-kelenjar ini

ditemukan pada jaringan ikat subkonjungtiva. Kelenjar Wolfring berjumlah lebih sedikit sekitar

3 sampai 20 kelenjar yang terletak di tepi atas tarsus superior, dan 1-4 kelenjar di tarsus

inferior, kelenjar ini juga dapat ditemukan di karunkula dan plika semilunaris. Kelenjar

Wolfring berukuran lebih besar daripada kelenjar Krause.1,2,,3,9

7
Gbr 5. Kelenjar Lakrimalis Mayor dan Assesorius.4

B. Sistem Ekskresi

Air mata yang dikeluarkan oleh kelenjar lakrimalis di daerah superolateral konjungtiva

akan tersebar ke seluruh permukaan bola mata melalui dua proses yaitu pergerakan

palpebral dan adanya gravitasi. Air mata mengalir dari lakuna lakrimalis ke pungtum lakrimalis

yaitu pungtum superior dan inferior melalui kanalikuli lakrimalis menuju ke sakus lakrimalis

yang terletak di dalam fossa lakrimalis, dari sakus air mata berlanjut masuk ke dalam duktus

nasolakrimalis dan bermuara di dalam meatus inferior rongga nasal, lateral terhadap

turbinatum inferior.1,9

8
Air mata diarahkan ke dalam pungtum oleh isapan kapiler ,gaya gravitasi dan proses

berkedip, semua cenderung meneruskan aliran air mata ke bawah melalui duktus

nasolakrimalis masuk ke dalam hidung. 1,9,

1. Pungtum

Pungtum lakrimalis adalah sebuah orificium kecil berbentuk bulat atau oval yang

dikelilingi dengan kuat oleh jaringan fibrous yang dikenal sebagai papilla lakrimalis, Papilla

dan termasuk pungtum, rata-rata berdiameter 0,2 – 0,3 mm, yang terletak di myocutaneus

junction dari margo palpebra bagian nasal.3,9

Gambar 6. Pungtum lakrimalis

Papilla lakrimal dan pungtum dibungkus oleh serabut muskulus orbitalis yang

berinsersi pada krista lakrimal posterior dan lebih ke belakang pada periosteum dinding

medial orbita . Konjungtiva yang mengelilingi pungtum bersifat avaskuler sehingga daerah

tersebut tampak merah pucat. Pungtum superior tampak mengarah ke bawah dan ke

belakang sedangkan pungtum inferior tampak mengarah ke atas dan ke belakang, dari kantus

medial letak pungtum superior 6.0 mm dan pungtum inferior 6,5 mm, punctum dapat telihat

setelah palpebral dieversikan terlebih dahulu.3,9

9
2. Kanalikuli

Kedua pungtum masing-masing menuju ke kanalikuli, air mata dialirkan dari

konjungtiva forniks akan masuk ke sakus nasolakrimal melalui kanalikuli. Kanalikuli dilapisi

oleh epitel skuamous bertingkat tidak bertanduk , terletak dibelakang ligament palpebral

medial dan dikelilingi oleh serat dari otot orbicularis oculi pars lakrimalis. kanalikuli berjalan 2

mm secara vertikal dan membelok pada sudut 90o sepanjang 8 – 10 mm di medial,. sebelum

masuk ke permukaan lateral dari sakus kira-kira 2,5 mm di bawah apeksnya dengan

menembus periorbita ( fasia lakrimalis) yang membungkus sakus lakrimalis, kanalikuli bagian

vertikal dan horizontal akan bertemu membentuk ampulla, peralihan kanalikuli ke dalam

sakkus terdapat katup Rosenmuller yang berfungsi mencegah refluks dari sakus. Pada 10%

kasus, kanalikuli superior dan inferior ditemukan masuk ke sakus lakrimal secara terpisah

1,3,8,11
tanpa membentuk kanalikuli komunis.

3. Sakus Lakrimalis

Sakkus lakrimalis yang ditutupi oleh fasia lakrimal terletak di bagian anterior dinding

medial orbita pada cekungan tulang yang disebut fossa lakrimalis, fossa ini dibentuk oleh

tulang lakrimal dan prosessus frontalis tulang maksilla . Sakus lakrimalis di sebelah anterior

dibatasi oleh ligamentum palpebralis media dan disebelah lateral dibatasi oleh otot orbikularis

bagian lakrimal yang disebut otot Horner. Otot Horner merupakan bagian dari otot orbikularis

pretarsal yang tidak berorigo di ligamentum palpebralis media, tetapi langsung melekat pada

lakrimal crest posterior, tepat dibelakang sakkus lakrimalis. Di sebelah anterior inferior, sakus

berlanjut ke duktus nasolakrimalis .Sakus lakrimalis panjangnya sekitar 12 mm,lebar 2 mm

dengan diameter anteroposterior sekitar 4-8 mm1,3,9

10
Gambar 7.sakus lakrimal, insernsi otot horner’s dan ligament palpebral medial11

4. Duktus Nasolakrimalis

Duktus nasolakrimalis mempunyai panjang 12,5 mm dan diameternya 3 – 4 mm pada

orang dewasa dan 2 mm pada bayi, ukuran dari duktus lebih sempit di bagian tengah dan di

ujung. Duktus ini menghubungkan bagian akhir sakus lakrimalis dengan meatus inferior dari

hidung.duktus nasolakrimal terletak di dalam kanal tulang nasolakrimal yang berada diantara

sinus maksilaris dan cavum nasal, kanal ini dibentuk oleh tulang maksilla, tulang lakrimal dan

concha nasal inferior.1,3,9

Dinding dari duktus nasolakrimal melekat erat ke periosteum kanal , dimana dinding

dari duktus tersebut terdiri dari epitel kolumner tidak bersilia dan terdapat sebuah pleksus

vena yang berhubungan ke atas dengan sakkus lakrimalis dan ke bawah dengan vena dari

membran mukosa nasal. Lubang dari duktus bermuara di hidung melalui ostium meatus nasi

inferior, yang dilindungi oleh lipatan membran mukosa (valve of Hasner) .Valvula of Hasner

berbentuk seperti pintu yang memungkinkan air mata mengalir dari duktus nasolakrimalis ke

11
kavum nasi. Saat terjadi peningkatan tekanan dalam kavum nasi, misalnya saat bersin atau

batuk, valvula ini akan menutup sehingga mencegah masuknya benda asing dalam kavum nasi

ke dalam duktus.3,9

Gbr 8. Anatomi normal sistem ekskresi lakrimal.12

IV. Histologi

A. Sistem sekresi (kelenjar lakrimalis mayor dan kelenjar lakrimalisasesorius)

Kelenjar ini merupakan kelenjar eksokrin yang mensekresi cairan serous, secara

histologis kelenjar lakrimalis adalah sebuah struktur lobulus tubuloacinar , lobulus ini

dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh sebuah jaringan ikat fibrovaskuler. Masing-masing

12
lobulus terdiri atas unit asinus dan sistem duktus, unit-unit asinus selanjutnya dipisah oleh

jaringan ikat fibrovaskuler intralobuler. Unit sinus terdiri atas lumen sentral, selapis sel epitel

sekretori kolumner dan sel myoepithelial, dimana sel sekretori kolumner di bagian dalam dan

sel mioepitel terletak diantara lamina basalis dan sel-sel asinus. 1,3,9,12

Sel-sel sekretoris memiliki nukleus satu atau dua nukleoli, struktur yang paling banyak

ditemukan adalah sejumlah granula sekretoris yang terletak di apeks maupun di tengah-

tengah sel, antara satu sel dengan sel lainnya dihubungkan oleh desmosom, ujung-ujung saraf

juga dapat ditemukan diantara sel dekat permukaan basalnya. Membran basemen yang tebal

mengelilingi permukaan luar dari asinus, memisahkannya dari jaringan ikat intralobular.1,3,9,12

Gambar 9. Histologi Kelenjar Lakrimalis 9

Ket. Tanda Panah Kecil : Lobulus

Tanda Panah Besar :Jaringan Ikat Fibrovaskular

Satu unit sel asinus yang terdiri dari sel-sel sekretoris mengelilingi suatu lumen yang

menjadi tempat mengalirnya hasil sekresi sinus. Lumen dari tiap asinus akan bergabung

menjadi lumen yang besar dan lumen yang besar ini akan bergabung menjadi suatu duktus

sekretoris . Duktus sekretoris ini dilapisi oleh epitel skuamous tidak bertanduk. Sel-sel epitel

13
ini juga memiliki granula sekretoris yang berbeda dengan granula sekretoris yang ditemukan

pada sel-sel sekretoris asinus. Granula pada duktus pada umumnya lebih kecil dan lebih

sedikit.1,3,8,10

Gambar 10. Unit Asinus9

Ket. 1. Sel Kolumner Sekretoris, 2. Granula Sekretoris

3. Sel Mioepitel, 4. Membrana Basemen

Duktus sekretoris memiliki diameter rata-rata 0,66 mm dan pajang rata-rata 2,31

mm. Kelenja lakrimalis memiliki kurang lebih 12 duktus sekretoris, 2-5 diantaranya berasal

dari lobus orbitalis dan 6-8 berasal dari lobus palpebralis. Duktus kelenjar lakrimalis ini

memiliki jalur drainase yang bermuara di konjungtiva forniks 1/3 superolateral, sekitar 4-5

mm diatas tarsus.1,3,9,13

B. Sistem Ekskresi

Lapisan membran sistem lakrimal dibentuk oleh membran mukosa yang merupakan

lanjutan konjungtiva di pungtum lakrimal hingga ke mukosa hidung pada valvula Hasner.

Secara histologi ditunjukkan sebuah perubahan dari epitel skuamosa bertingkat tidak

14
bertanduk di dalam pungtum dan kanalikuli lakrimal ke kolumnar dalam sakkus nasolacrimal.

Kanalikulli dibentuk 6 sampai 12 lapis epitel skuamosa bertingkat tidak bertanduk, sakus

lakrimal dan duktus nasolacrimal dibentuk oleh dua lapis epitel kolumner, yang mana secara

perlahan-lahan ciri dari mukosa nasal bagian distal dianggap mirip dengan kavum nasi. 3,9.

Serabut otot orbikularis okuli mengelilingi pangkal dari papil dengan struktur yang

menyerupai spingter. Substansia propria terdiri atas jaringan elastik padat di daerah papil dan

kanalikuli berubah menjadi jaringan fibrosa di daerah sakkus lakrimalis. Lapisan fibroelastik

pada duktus nasolakrimalis mengandung pleksus vena. Semakin ke bawah, jaringan elastik

padat semakin berkurang, sementara pleksus vena semakin menebal.9

Sel epitel skuamosa

Gambar 11. Kanalikulus. Kanalikulus dilapisi oleh 6-12 lapis

epitel skuamosa bertingkat tidak bertanduk9

15
Sel goblet

Lapisan sel basal

Lapisan superficial
kolumner

Gbr 12. Histologi ductus nasolakrimalis.12

V. Vaskularisasi

A. Sistem sekeresi
Arteri yang menyuplai Kelenjar lakrimal berasal dari cabang lakrimal arteri oftalmika,

arteri infraorbital dan arteri meningeal. Arteri lakrimalis merupakan cabang terbesar dari ateri

oftalmik, biasanya dipercabangkan sebelum arteri oftalmik lewat dibawah nervus optik dan

berjalan ke depan bersama dengan nervus lakrimal. Arteri ini lewat ditepi medial dari kelenjar

lakrimal dan menyuplai melalui cabang-cabangnya yang meluas ke seluruh kelenjar lakrimalis

untuk membentuk kapiler-kapiler yang berhubungan erat dengan lobulus sekretoris. Arteri

lakrimal berlanjut ke depan menembus septum orbita untuk memberikan suplai darah

kebagian temporal palpebral superior dan inferior 1,,3,9,11,

16
Gambar 13. Vaskularisasi Kelenjar Lakrimal10

Venula-venula memiliki ukuran kecil dan bervariasi dalam jumlah dan lokasi, venula

tersebut membentuk sebuah vena lakrimal yang muncul dekat tepi posterior dari kelenjar

lakrimalis. Vena lakrimal di dalam intraorbita memiliki perjalanan seperti arteri lakrimal,yaitu

berjalan di superior otot rektus lateral dan lateral otot rectus superior, sebelum mengalir ke

vena oftalmik superior dan akhirnya masuk ke dalam sinus kavernosus.9,11

B. Sistem ekskresi

Nasolakrimal menerima suplai pembuluh darah dari arteri oftalmik, arteri angular dan

arteri infraorbital. Arteri oftalmik adalah cabang arteri karotis interna, di dalam apeks orbita

arteri oftalmik terletak di lateral nervus optik, kemudian melewati nervus optik untuk berjalan

di anterior dan medial di dalam rongga orbita. Arteri oftalmik berakhir sebagai arteri nasal

17
dorsal yang selanjutnya mempercabangkan arteri palpebral medial untuk menyuplai sakus

lakrimal.9

arteri fasial cabang dari arteri karotis interna menyilang di daerah mandibulla ke arah

lipatan nasolabial dan berjalan di sepanjang otot orbicularis sebagai arteri angularis yang

selanjutnya menembus septum orbital superior diatas tendon kantus medial untuk

memberikan cabang ke sakus dan duktus lakrimal.9,11,

Arteri infraorbital memberikan cabang ke palpebral inferior dan akhirnya menembus

tepi lateral dari kanalis nasolakrimalis untuk menyuplai sakus dan duktus nasolakrimalis.

Duktus nasolakrimalis bagian inferior memperoleh suplai darah dari cabang nasal arteri

sfenopalatina yang merupakan cabang dari arteri maksillaris interna.9

Bagian superior dari pleksus vena mengelilingi duktus nasolakrimal mengalir ke dalam

vena angular dan vena intraorbital. Pleksus vena bagian inferior mengelilingi duktus

nasolakrimal akan mengalir ke dalam kavum nasi, selanjutnya melalui vena sfenopalatina

menuju ke pleksus pterigoid dan vena maksillaris interna. Aliran vena fasial akan berakhir di

vena jugularis interna, secara artenatif aliran vena ini dapat masuk ke arteri oftalmik di

intraorbita melalui vena supraorbital, yang selanjutnya akan berakhir di sinus kavernosus.9

18
Gamb14. Vaskularisasi Sistem Ekskresi Lakrimalis10

Sistem limfa dari sakus lakrimal dan yang mengiringi vena facialis akan mengalir ke

dalam kelenjar submaksillaris, sedangkan sistem limfa dari duktus nasolakrimal bagian bawah

akan bergabung dengan pembuluh limfa dari meatus nasal inferior yang selanjutnya akan

mengalir ke arah nares anterior dan masuk ke dalam kelenjar submaksilla atau ke posterior

untuk mengalir ke kelenjar servikal. 9

19
VI. INERVASI

A. Sistem sekresi.

Kelenjar lakrimalis diinervasi oleh n. Lakrimalis (sensori), n. Fasialis (parasimpatik) dan

saraf simpatis. N. Lakrimalis merupakan cabang oftalmik yang berasal dari n. Trigeminus

(saraf kranial V) membawa serabut sensorik dari kelenjar lakrimalis. Serabut afferent dari

n.lakrimalis meninggalkan kelenjar lakrimal di bagian posterior dekat vasa lakrimal.

N.lakrimalis berjalan di superotemporal orbita dan memasuki kelenjar lakrimal bersama

pembuluh darah lakrimal. Selanjutnya cabang dari n.lakrimalis berjalan ke depan kelenjar

untuk mempersarafi palpebra superior bagian temporal dan kulit.9

Kelenjar lakrimalis menerima persarafan parasimpatis dari ganglion pterigopalatina,

yang terletak di fossa pterogopalatina tulang sphenoid. Di bawah lantai orbita. Akson-akson

dari ganglion tersebut keluar melalui beberapa cabang yang kemudian berjalan melintasi

nervus maksilaris lalu bergabung dengan nervus lakrimalis. Akson-akson parasimpatis tersebut

berakhir di sekitar sel-sel sekretoris kelenjar lakrimalis.11

B. Sistem ekskresi

Saraf sensoris yang menyuplai sakkus lakrimal diperoleh dari nervus infratrochlear,

yang merupakan cabang terminal dari nervus nasosiliaris, sebuah cabang dari nervus

trigeminus (n. V). Duktus nasolakrimal bagian bawah mendapatkan persarafan dari alveolar

superior anterior nervus maksillaris cabang dari nervus trigeminus.9

20
Gambar 15. Inervasi Sistem lakrimal

VII. FISIOLOGI

Sistem lakrimal terdiri atas dua sistem, yaitu sistem sekresi dan sistem ekskresi. Sistem

sekresi diperankan oleh kelenjar lakrimal mayor dan kelenjar lakrimal asesorius yang

menghasilkan akuos sebagai komponen dari tear film yang menutupi permukaan bola mata.

Tear film mempunyai beberapa fungsi yang sangat penting yaitu untuk menjaga kesehatan

mata dan melindungi permukaan bola mata dari gangguan yang berasal dari luar seperti

infeksi. Sistem yang kedua yaitu sistem ekskresi yang berperan dalam pengaliran cairan air

mata dari permukaan bola mata ke rongga hidung, dimana komponen yang berperan dalam

sistem ini adalah pungtum, kanalikuli, sakus dan duktus nasolakrimalis.1,2,5,9

A. Fungsi sekresi lakrimal.

21
Sistem sekresi air mata terdiri atas dua komponen yaitu sekresi basal dan sekresi

refleks. Sekresi basal diperankan oleh kelenjar lakrimalis asesorius Krause dan Wolfring,

sedangkan sekresi refleks oleh kelenjar lakrimalis mayor. Sistem sekresi ini diatur oleh saraf

yang menginervasi sel sekretori, hormon peptide dan steroid yang ada di dalam darah

dimana sekresi ini menghasilkan sejumlah besar protein, elektrolit dan air ke lapisan tear

film.,1

Beberapa protein yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal termasuk protein antibakteri,

immunoglobulin dan growth factor. Kelenjar ini juga menghasilkan sejumlah kecil protein

seperti lysozyme, lactoferrin,lipocalin,secretory immunoglobulin A (SIgA), epidermal growth

factors, beberapa jenis transforming growth factors(TGFs) dan interleukin. Protein dalam

kelenjar di produksi di retikulum endoplasmik dan disimpan di granula sekretoris, ada dua

jenis protein yang diproduksi di dalam kelenjar lakrimalis yaitu protein terkonstitusi dan

protein teregulasi.1,11

Protein terkonstitusi tidak disimpan dalam granula sekretoris, tapi langsung bersatu

dengan membran plasma apikal dan dilepaskan ke dalam lumen asinar, SIgA disekresi melalui

jalur ini. Protein yang disekresikan oleh jalur regulasi disimpan di dalam granula sekretori

yang terletak di apikal sel asinar, penggabungan granula ini dengan membran apikal dikontrol

dan terjadi hanya ketika adanya rangsangan yang sesuai. Rangsangan ini timbul bila

neurotransmitter yang dihasilkan dari saraf atau hormon peptide dalam darah berinteraksi

dengan membran plasma dari sel-sel asinar. Kebanyakan protein yang dihasilkan oleh

kelenjar lakrimal disekresikan melalui jalur regulasi dan hanya sekitar 5% dari sejumlah total

protein teregulasi dilepaskan saat rangsangan dan ini dikenal sebagai merocrine secretion.1,11

22
Kelenjar lakrimal dipersarafi oleh parasimpatis, simpatis dan saraf sensoris. Saraf

parasimpatis yang lebih dominan mengelilingi sel-sel asinar dan duktus mengandung

neurotransmitter asetilkolin dan VIP. Saraf simpatis yang melepaskan norepinefrin jarang

dan terdapat hanya disekitar pembuluh darah. Saraf sensoris adalah jenis saraf yang paling

sedikit dan mengandung neurotransmitter substansi P dan kalsitonin. Saraf parasimpatis dan

simpatis adalah bagian efferent dari arkus reflex yang rangsangannya diperoleh dari saraf

sensoris di kornea dan konjungtiva, rangsangan dari saraf sensoris pada permukaan bola

mata seperti mekanis, suhu atau rangsangan kimia mengaktifkan saraf parasimpatis dan

simpatis untuk merangsang sekresi protein, elektrolit dan air dari kelenjar lakrimal.

Rangsangan saraf optik oleh cahaya terang dapat juga menyebabkan sekresi reflex dari

kelenjar lakrimal.1,14

Asetilkolin dan VIP merupakan stimulus yang kuat untuk sekresi protein teregulasi,

elektrolit dan air, sedangkan norepinferin hanya merangsang sekresi protein. Stimulus-

stimulus tersebut dapat menyebabkan sekresi dengan terikat ke sebuah reseptor spesifik

pada sel-sel kelenjar lakrimalis dan mengawali serangkaian proses intraseluler yang dikenal

sebagai signal transduction pathway.1,14

Ada 3 jalur aktivasi sekresi protein kelenjar lakrimal. Aktivasi jalur pertama yang

bergantung pada kolinergik memerlukan asetilkolin yang dilepaskan dari saraf parasimpatis

dan terikat ke reseptor asetilkolin muskarinik jenis M3, reseptor ini terdapat di membran sel,

selanjutnya mengaktifkan protein G yang mengaktifkan enzim fosfolipase C, dimana enzim ini

merubah fosfolipid membran, phosphatidylinositol 4,5 bisphosphate menjadi molekul yang

dapat larut di air, 1,4,5 inositol triphosphate dan molekul yang larut dalam lemak,

23
diacylglycerol. 1,4,5 inositol triphosphate berinteraksi dengan reseptor spesifik pada organel

intraseluler untuk membuka saluran Ca dan melepaskan Ca ke dalam sitoplasma, cadangan Ca

intraseluler yang kurang selanjutnya ditingkatkan dengan meningkatkan masuknya Ca ke

dalam sel melalui membran plasma. Proses perangsangan sekresi dimulai dengan pengaktifan

Ca atau Protein kinase yang tergantung pada Ca untuk mengfosforilasi suatu protein

spesifik.1,14

Ca dan protein kinase C merangsang sekresi protein dengan menyebabkan penyatuan

membran granula dengan membran plasma bagian apikal untuk melepaskan cadangan

protein sekretoris ke dalam lumen glandular, rangsangan ini menyebabkan sekresi air dan

elektrolit dengan pengaktifan ion channels, ion pump dan ion contransport protein di

membran apikal dan basolateral yang selanjutnya meningkatkan rasio pergerakan ion. 1,14

24
Gambar 16. Jalur Transduksi Sinyal pada Sistem lakrimal 1

Sekresi air dan elektrolit terjadi dalam dua tahap, pertama, sel-sel asinar mensekresikan

cairan yang mempunyai komposisi elektrolit yang sama dengan plasma, selanjutnya selama

cairan ini melalui duktus, sel-sel duktus akan merubah cairan ini dengan menghasilkan cairan

yang banyak mengandung kalium klorida (KCl). Sekresi elektrolit sel-sel asinar diatur oleh

Pompa Na-K- ATPase dengan memompa Na keluar dari sel dan K kedalam sel. Air masuk

kedalam cairan sekresi melaui sebuah kanal yang dikenal sebagai aquaporins .1,14

25
Gambar.17. mekanisme sekresi air dan elektrolit1

Jalur signal kedua diaktifasi oleh norepinefrin yang dilepaskan oleh saraf simpatis.

Norepinefrin dapat mengakitfkan reseptor adrenergic α1 dan β pada sel-sel kelenjar lakrimal.

Aktifasi reseptor adrenergic β menyebabkan aktifasi jalur cyclic adenosine monophosphate

(cAMP), di dalam kelenjar lakrimal adrenergic α1 bekerja pada jalur yang berbeda, yaitu

dengan mengaktifkan protein kinase C.1,14

Jalur signal ketiga adalah jalur yang tergantung pada cAMP, diaktifasi oleh VIP,

norepinephrine,α-melanocyte-stimulating hormone (αMSH) dan adrenocorticotropic

hormone (ACTH), aktifasi ini merangsang G protein untuk mengaktifkan adenylyl cyclase,

26
selanjutnya enzim ini mendorong pembentukan cAMP dari adenosine triphosphate

(ATP).cAMP menyebabkan protein kinase A mengfosforilasi dan mengaktifkan sekelompok

potein spesifik dari tempat sekresi protein atau ion transport channels dan ion pump. Signal

cAMP diakhiri dengan peningkatan aktivitas dari cAMP phosphodiesterase yang merubah

cAMP menjadi 5’ AMP.1,14

Gambar 18. Jalur Transduksi Sinyal pada Sistem lakrimal1.

Pada jalur penghambatan sekresi kelenjar lakrimal stimulus yang berperan adalah

enkephalins, enkephalins menghambat sekresi dengan mencegah aktivasi dari cAMP, ia

terikat pada reseptor spesifik kemudian mengaktifkan Giα protein, yang dapat mencegah

aktifasi dari Gsα dan menghambat produksi cAMP.1,14

Volume cairan air mata berkisar 5-10 μl, dimana sekitar 95 persen diantaranya

diproduksi oleh kelenjar lakrimalis mayor sedangkan sisanya oleh kelenjar lakrimalis asesorius.

27
Lapisan akuos memiliki ketebalan sekitar 7 μm, dan berfungsi memelihara dan menjaga

stabilitas permukaan bola mata. 1,13

Volume air mata dalam cul-de-sac normalnya berkisar 7-9 μl dimana jumlah

maksimum yang dapat ditampung tanpa aliran berlebih sekitar 30 μl pada manusia dengan

umur 19 tahun. Volume ini akan berkurang menjadi sekitar 4-5 μl setelah umur 70 tahun.

Dalam kondisi normal, sekresi air mata sekitar 1-2 μl/menit dan turnover rate sekitar 0.1 –

0.15 μl/menit dalam kondisi normal. Lapisan air mata mencapai ketebalan maksimal setelah

palpebra berkedip dan akan berkurang setelah 30 detik menjadi sekitar 4 μl.

Arkus Refleks Sistem Lakrimal

Stimulasi pada permukaan okuler akan merangsang serabut saraf sensoris dari nervus

siliaris posterior longus, yang merupakan jalur aferen dari arkus refleks sistem lakrimal.

Serabut saraf tersebut akan berjalan ke belakang dan keluar dari rongga orbita melalui fissura

orbitalis superior sebagai nervus nasosiliaris. Nervus nasosiliaris kemudian melewati ganglion

trigeminal (ganglion gasserian) dan masuk ke pons kemudian bersinaps di traktus trigeminal

spinalis secara ipsilateral. Selanjutnya, serabut saraf kembali bersinaps di nukleus lakrimalis

dan keluar dari pons sebagai nervus intermedius. Nervus intermedius lalu masuk ke ganglion

genikulatum dan keluar sebagai nervus petrosal superior. Serabut saraf ini akan berjalan di

sepanjang fossa pterigopalatina dan bersinaps dengan ganglion pterigopalatina. Dari ganglion

ini keluar serabut saraf parasimpatis tidak bermielin yang akan masuk ke rongga orbita

melalui fissura orbitalis inferior menuju ke kelenjar lakrimal. Di antara sel-sel asinar kelenjar

lakrimalis, ujung-ujung saraf parasimpatis ini akan mengeluarkan neurotransmiter yang akan

merangsang sekresi air, protein, dan elektrolit kelenjar lakrimalis. 10

28
Gambar 19. Jalur Refeks Sistem lakrimal 10,15

Ket. 1. Saraf sensoris di permukaan okular, 2. Nervus Siliaris Posterior Longus,

3. Ganglion Siliaris, 4. Ganglion Trigeminal, 5. Traktus Trigeminal Spinalis

6. Nukleus Lakrimalis, 7. Nervus Intermedius, 8. Ganglion genikulatum

9. Ganglion Pterigopalatina, 10.Kelenjar Lakrimalis.

29
B. Sistem ekskresi air mata

Dari sekitar 1-2 µl lapisan air mata yang disekresikan ke permukaan okuler setiap

menitnya, sekitar 10%-20% akan hilang melalui proses evaporasi. Sisanya akan dialirkan

melalui sistem ekskresi lakrimal ke dalam rongga hidung.1

Sebagian besar air mata mengalir melalui pompa aktif yang dilakukan oleh muskulus

orbikularis okuli, kontraksi dari muskulus ini dapat terjadi akibat adanya rangsangan dari

nervus fasialis yang menimbulkan palpebral menutup dari temporal ke nasal, bersamaan

dengan itu lapisan air mata yang melapisi permukaan okuler akan tersapu ke lakus lakrimalis

dan terkumpul di daerah tersebut. Pada fase ini, pungtum lakrimalis akan ikut berkontraksi,

sehingga muaranya akan tertutup. Otot orbikularis okuli pretarsal yang berada di sebelah

lateral sakkus lakrimalis atau yang disebut otot Horner akan berkontraksi menekan sakkus

yang menghasilkan tekanan positif pada sakus tersebut sehingga air mata yang terkumpul di

dalamnya akan terdorong ke dalam hidung melalui duktus nasolakrimalis.1,3

Saat kelopak mata kembali terbuka dan bergerak ke lateral, konstraksi otot orbikularis

okuli menjadi berkurang ,sehingga menyebabkan tekanan negatif di dalam sakus lakriamal

dan ditahan oleh valve of Hasner, dan pada saat kelopak mata terbuka sempurna, kontraksi

dari pungtum lakrimalis juga akan berkurang dan menyebabkan muara dari pungtum akan

terbuka sehingga cairan yang terkumpul di lakus lakrimalis akan tertarik ke dalam sakkus

lakrimalis melalui kanalikuli akibat tekanan negatif.1,3

30
Gambar 20. Kontraksi otot orbicularis oculi dan gerakan lapisan air mata12

Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan antara sekresi dan ekskresi (1)

Anatomi margin kelopak mata (2) Evaporasi (3) Gravitasi (4) Daya tarik kapiler (5) Pergerakan

udara intra nasal (6) Gerakan berkedip.16

31
Gbr 21. Pompa Lakrimal (Rosengren – Doane).8

Dalam satu proses kedipan, volume air mata yang dialirkan sekitar 1,8 ml dan dapat

mencapai 2,0 ml. oleh karena itu setiap kedipan dapat mengalirkan lebih banyak air mata dari

pada sekresi dasarnya setiap menit. Sistem ekskresi lakrimal biasanya berfungsi jauh dibawah

kapasitasnya ini dimungkinkan terjadi karena adanya absorbsi dari volume air mata dalam

perjalanannya menuju ke kavum nasi. Absorbsi terjadi disebabkan terdapatnya pleksus vena

yang berkapasitas besar mengelilingi sakkus dan duktus nasolakrimalis.1

Fungsi pertahanan terhadap infeksi.

Sistem lakrimalis juga berperan dalam mekanisme proteksi terhadap lingkungan dari

luar seperti infeksi dari bakteri, virus dan jamur dan parasite,ini dikarenakan karena adanya

faktor – faktor pertahanan baik spesifik maupun non spesifik yang diproduksi oleh system

sekresi yang dilakukan oleh kelenjar lakrimal mayor dan kelenjar lakrimal assesorius (Krause

dan wolfring). Faktor- faktor tersebut adalah :

1) Lacrimal gland associated lymphoid tissue (LGALT) dan lacrimal drainage associated

lymphoid tissue (LDALT).

LGALT dan LDALT adalah kumpulan sel limfatik yang terletak di dalam dan di bawah

epitel dari mukosa kelenjar lakrimal dan saluran lakrimal, sel-sel limfatik ini berfungsi

untuk mendeteksi antigen dan merangsang respon imun seluler dan humoral dengan

jalan menghasilkan IgA , plasma sel, limfosit T, major histocompatibility complex (MHC).

2) Immunoglobulin

32
Kelenjar lakrimal mengandung sejumlah besar limfosit T dan limfosit B, dengan sekresi

antibodi plasma sel sekitar setengah dari jumlah limfosit yang terdapat dalam jaringan

ini. Pada kelenjar lakrimal Sekresi immunoglobulin sangat kuat dan spesifik dimana

immunoglobulin yang dominan disekresikan adalah IgA.

3) Lisozim.

Lisozim adalah sebuah protein berat dengan molekul rendah (15 KDa) yang bersifat

bakteriostasis dan bakterisidal pada bakteri gram positif seperti streptococcus dan

staphylococcus. Merupakan satu dari komponen besar dari air mata dengan jumlah

sekitar 30-40% dari protein total air mata dan diproduksi di sel asinar . Lisozim bekerja

dengan cara menghancurkan dinding sel bakteri.

4) Lactoferin

Laktoferin adalah agen bakteriostatik yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis. Ia

bekerja dengan jalan mengikat besi yang dibutuhkan oleh sel bakteri untuk

bermetabolisme.

5) Fosfolipase A2 d

Fosfolipase A2 adalah suatu komponen paling aktif dari substansi antibakterial pada

air mata, diproduksi dalam kelenjar lakrimal mayor dan asesorius. Konsentrasi

Fosfolipase A2 di dalam air mata sekitar 30 µg/ml, memiliki 1000X konsentrasi yang

cukup untuk membunuh S. aureus dan 30.000X untuk membunuh listeria

monocytogenes. Fosfolipase A2 sebagai antibakteri bekerja dengan jalan menghancurkan

membran sel dari bakteri.17

VIII. PENUTUP

33
Sistem Lakrimal terdiri dari sistem sekresi dan sistem ekskresi, merupakan sebuah sistem

yang sangat kompleks baik anatomi dan fisologinya. Sistem sekresi diperankan oleh dua

kelenjar lakrimalis yaitu kelenjar lakrimalis mayor dan kelenjar lakrimalis asesorius (kraus dan

wolfring) yang berfungsi memproduksi air mata. Sistem ekskresi yang berfungsi dalam

pengaliran air mata dilaksanakan oleh komponen – komponen sistem eskresi yang dimulai

dari pungtum lakrimal, kanalikuli, sakus lakrimal dan duktus nasolakrimalis. Sistem sekresi dan

ekskresi yang adekuat sangat diperlukan untuk fungsi visual optimal. perkembangan saat ini

diperlukan pemahaman dari fisiologi dari sekresi air mata agar dapat meningkatkan kualitas

terapi untuk pasien dengan keluhan umum dry eye, begitu juga penelitian lanjut dalam aliran

sistem lakrimal dapat mengarahkan ke terapi pengobatan dan teknik operasi yang untuk

pasien dengan epifora. 1,2,5

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Lucarelli MJ. Dartt DA. Cook BE. Lemke BN. The lacrimal system,In: Adler’s physiology
of the eye, 10th edition, Mosby Inc. St.Louis. Missouri. 2002;30-42.
2. Vaughan DG. Ashbury T. Riordan-Eva P. Anatomi dan Embriologi mata. Dalam
Oftalmologi Umum, edisis 14. Widya Medika. Jakarta. 2000:7-9, 91-93.
3. Snell RS. Lemp MA. The Ocular Appendages in: Clinical Anatomy of The Eye. 2nd
Edition. Blackwell Science. 1998 : 114-24.
4. About eye.2009. available at : www. Mailyahoo.com
5. Lang GK. Lacrimal System, in : Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition.
Thieme. New York. 2006: 49-65
6. Liesegang TJ. Skuta GL. Cantor LB. Fundamentals and principle of ophthalmology.
section 2. American Academy of Ophthalmology. San Fransisco. 2008-2009:31-34,
157-58
7. Cook CS. Prenatal Development of the Eye and Its Adnexa, in : Duane’s Clinical
Ophalmologi (CD-ROM). Philadelphia Lippincot William and Wilkins Publisher. 2003.
8. Liesegang J. Skuta GL. Cantor LB. Development, Anatomy, and Physiology of The
Lacrymal Secretory and Drainage System, In:Orbit,eyelids,and lacrimal system. Section
7. American Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2008-2009; 259-64.

35
9. Edward H. The Lacrimal System, in : Duane’s Clinical Ophalmologi (CD-ROM).
Philadelphia Lippincot William and Wilkins Publisher. 2003.
10. Anatomy of the Human Eye. 2005. Available at :
www.missionforvisionusa.org

11. Oyster CW. Tear Supply and Drainage, in : The Human Eye, Structure and Function.
Sinauer Associates, Inc. Sunderland, Massachusetts. 1999 : 307-12.
12. Paulsen F. Anatomy and Physiology of the Nasolacrimal Ducts, in: Atlas of Lacrimal
Surgery. Springer. Verlag Berlin Heidelberg. 2007 : 1-13.
13. Lacrimal gland. Wikipedia The Free Encyclopedia. (online). April 2008. available from:
URL:http//www.en.wikipedia.org
14. Walcott B. The Lacrimal Gland and Its Veil of Tears. News in Physiological Sciences,
Vol. 13, No. 2, New York,April 1998 : 97-103,
15. Beuerman RW, Mircheff A, Pflugfelder SC, and Stern ME. The Lacrimal Functional Unit
in Dry Eye and Ocular Surface Disorders. Marcel Dekker, Inc., Monticello, New York
,2004 :11 -39
16. Milder B. Weil BA. The lacrimal system. Appleton Century Crofts. St. Louis. Missouri,
1988 : 4 - 62.
17. Bradley D. Jett. et al. Host Defence Againts Ocular Infection, In : Duane’s Clinical
Ophalmologi (CD-ROM). Philadelphia Lippincot William and Wilkins Publisher. 2003.

36
TEAR FILM

(LAPISAN AIR MATA)


PENDAHULUAN

Air mata merupakan suatu lapisan sehingga lebih tepat bila disebut lapisan air mata
(LAM), yang mempunyai struktur yang sangat kompleks. LAM dibentuk oleh 3 lapisan yaitu
lapisan lemak yang merupakan lapisan paling luar, lapisan akuos yang merupakan lapisan
tengah dan lapisan musin yang merupakan lapisan paling dalam yang berhubungan dengan
epitel kornea dan konjungtiva.(1)

Air mata memiliki komposisi yang kompleks dimana kandungannya diproduksi secara
kompleks, yang berasal dari kelenjar lakrimal utama dan asesorius, kelenjar meibom, dan sel
goblet. Bagian basal air mata berhubungan dengan mikroplika atau mikrovili epitel
konjungtiva sehingga terjadi perlekatan yang baik.(2)

Gambar 1. Kelenjar air mata dan permukaan okuler

37
Beuerman, dkk memperkenalkan lacrimal functional unit pada tahun 1998,
yang meliputi permukaan okuler (kornea, konjungtiva, kelenjar meibom), kelenjar
lakrimal utama dan aksesorius, dan jaringan saraf yang menghubungkannya secara
keseluruhan.(3)

Meskipun beberapa penelitian menggambarkan air mata di bagi atas tiga


lapisan yang terpisah, akan tetapi seiring waktu, diperoleh gambaran bahwa ada
kesinambungan antar lapisan. Untuk lebih memahami mengenai lapisan air mata,
maka dalam saripustaka ini akan dibahas struktur, komposisi, serta fisiologi lapisan air
mata.

STRUKTUR LAPISAN AIR MATA

Lapisan air mata yang normal merupakan suatu struktur trilaminar yang terdiri dari
lapisan lemak yang paling superfisial, kemudian lapisan akuous di tengah dan lapisan musin
yang berada paling bawah.(4,5,6)

Pengukuran terhadap ketebalan LAM berbeda-beda. Pendapat terdahulu menganut


bahwa LAM merupakan struktur trilaminer yang terdiri dari lapisan lemak di bagian superfisial
dengan ketebalan ±0,1 – 0,2 μm, lapisan akuos di tengah dengan ketebalan ± 7-8 μm dan
lapisan musin yang paling dalam yang berhubungan langsung dengan epitel konjungtiva dan
kornea dengan ketebalan hingga 1 μm. Penelitian oleh Prydal dengan menggunakan konfokal
mikroskop dan interferometri memperkirakan ketebalan air mata lebih dari 40 µm. Penelitian
lain dengan menggunakan reflection spectra menunjukkan ketebalan LAM hanya sekitar 3
µm.(2,4)

Kemungkinan lain adalah bahwa lapisan musin dan akuos bukanlah lapisan yang
terpisah,akan tetapi lebih merupakan suatu gradien penurunan konsentrasi musin dan
peningkatan konsentrasi akuos dari permukaan kornea dan konjungtiva ke lapisan lemak.(7)

38
Gambar 2. Struktur trilaminer LAM (8)

Volume air mata adalah 7,4 µL pada mata yang tidak di berikan anestesi topikal, dan
2,6 µL pada mata yang diberikan anestesi. Sakus konjungtiva umumnya dapat menampung 7
sampai 9 µL volume LAM. Volume air mata menurun dengan peningkatan usia, dimana terjadi
penurunan sekitar 4 – 5 µL pada usia >70 tahun.(4)

Aliran air mata sebesar 1 µL/menit dan turnover rate berkisar 0,1 hingga 0,15
µL/menit pada kondisi basal. Akibat stimulasi iritasi, volume total air mata dapat berubah
setiap 15 hingga 20 detik. LAM yang normal memiliki pH sekitar 7,2, osmolaritasnya berkisar
300 mOsm/L dan indeks refraksinya adalah 1,50.(6)

Lapisan air mata pada manusia terdistribusikan pada:(4)

 Marginal Tear Strip (tear meniscus)


 Lapisan preokuler yang menutupi konjungtiva bulbi yang terpapar dan lapisan air mata
prekorneal yang menutupi kornea
 Sakus konjungtiva (diantara konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi)

39
Gambar 3. Penyebaran LAM (9)

KOMPOSISI DAN FUNGSI LAPISAN AIR MATA (LAM)

1. Lapisan Lemak
Lapisan lemak merupakan lapisan anterior LAM dan menutupi baik permukaan
konjungtiva maupun kornea dengan ketebalan yang bervariasi antara 0,1 µm – 0,2 µm.
Lapisan lemak diproduksi oleh tubulo-asinar kelenjar meibom yang terletak pada lempeng
tarsus palpebra superior dan inferior. Terdapat sekitar 30-40 kelenjar meibom pada palpebra
superior dan 20-30 kelenjar kecil pada palpebra inferior yang masing-masing mempunyai
orifisium pada bagian margo palpebra diantara grey line dan mucocutaneous junction.
Glandula sebasea Zeiss yang berlokasi pada margo palpebra dan berhubungan dengan akar
silia, mensekresi lemak dan turut bergabung membentuk LAM. (4,5)

Lapisan lemak mengandung berbagai komposisi lemak polar dan non polar yang
membentuk sekitar 90% dari total lemak. Lemak polar seperti phospholipid, sphingomyelin,
ceramides dan cerebrosides yang berhubungan dengan lapisan akuos LAM, sedangkan lemak
non polar termasuk wax dan kolesterol ester, trigliserida, serta asam lemak bebas
berhubungan dengan polar lipid pada lipid-air interface. (4,5,10)

TABEL 1.

40
Perbandingan komposisi lemak meibom pada manusia(11)

Lipid Cory Tiffany Nicolaides McCulley Mathers Range


(1973) (%) (1978) (%) (1981) (%) (1997) (%) (1998) (%) (%)
HC - 26-38 - 1 - 1-38
WE 64a 13-23 35 68 51 13-68
a
SE See 8-34 30 16 39 8-39
Diesters 18 - 8 - 2 2-18
TG 2 11-43 4 6 3 2-43
Alcs 5 0-2 2 - - 0-5
FFA 10 0-24 2 1.0 3 0-24
Ch - - - - 1 0-1
Polar - 0-5 16 4 - 0-16
HC hydrocarbon, WE wax ester, SE sterol ester, TG triglycerol, Alcs alcohols, FFA free fatty acids, Ch
cholesterol, Polar polar lipids.aComposite of WE and SE.

Lapisan lemak tidak seluruhnya di ekskresi dalam tiap kali mata berkedip, namun ada
juga yang hanya terkompresi dan kembali tersebar ke permukaan okuler pada saat mata
membuka kembali. Hanya sebagian kecil yang di ekskresikan melalui sistem drainase lakrimal,
dan sebagian kecil pula yang dikeluarkan bersama mukus konjungtiva ke arah karunkula.(6)

Gambar 4. Potongan sagital palpebra superior (12)

Lapisan lemak memiliki fungsi antara lain: (4)

 Menghambat penguapan

41
 Berperan dalam fungsi optik dari LAM sebab posisinya pada air-tear film interface
 Memelihara sawar hidrofobik yang mencegah airmata yang berlebihan akibat
meningkatnya tegangan permukaan
 Mencegah kerusakan margo palpebra oleh air mata.

2. Lapisan Akuos

Lapisan akuos merupakan lapisan tengah pembentuk LAM yang terbesar (sekitar 98%)
dengan ketebalan sekitar 7 µm - 8 µm. Lapisan ini mengandung sebagian besar air, elektrolit,
berbagai macam protein dan ion-ion terlarut. Lapisan ini disekresi sebagian besar oleh
kelenjar lakrimal utama dan sebagian kecil oleh kelenjar lakrimal asesorius Krause yang
terletak pada bagian lateral forniks superior dan kelenjar Wolfring yang terletak sepanjang
margo proksimal masing-masing tarsus. (4,5,6)

Gambar 5. Kelenjar pembentuk LAM (4,10)

Lapisan akuos air mata mengandung elektrolit, air, protein, dan kandungan lainnya
yang di sekresi oleh kelenjar utama, kelenjar aksesorius, maupun oleh epitel kornea dan

42
konjungtiva. Elektrolit dan molekul kecil mengatur aliran osmotik cairan antara sel epitel
kornea dengan air mata, pH air mata, dan sebagai kofaktor enzim dalam mengontrol
permeabilitas membran. Konsentrasi natrium air mata paralel dengan serum; konsentrasi
kalium 5-7 kali lebih besar daripada kandungan kalium serum. Na+, K+, Cl- mengatur aliran
osmotik cairan dari kornea ke air mata, bikarbonat mengatur pH air mata,sedangkan elektrolit
lainnya (Fe2+, Cu2+, Mg2+, Ca2+, PO43-) berperan sebagai kofaktor enzim. Urea, Glukosa, laktat,
sitrat, askorbat, dan asam amino memasuki air mata melalui sirkulasi sistemik, dan
konsentrasinya paralel dengan kadar pada serum. (4)

Kandungan peptida air mata sangat heterogen dengan berbagai growth factors.
Keadaan ini mempengaruhi proses penyembuhan luka pada kornea. Epidermal growth
factor(EGF) menunjukkan adanya stimulasi terhadap migrasi sel epitel kornea pada kultur
jaringan. Dan EGF ini secara alamiah merupakan salah satu komponen air mata. Selain itu, air
mata juga mengandung lisosim, laktoferin, dan defensin α dan β. Dimana defensin ini memiliki
multifungsi sebagai antimikroba dan pada proses penyembuhan luka, mengandung 35 asam
amino, 6 residu sistein yang membentuk ikatan disulfida intermolekuler dengan spektrum
antimokroba yang luas terhadap bakteri gram positif dan negatif, jamur, dan beberapa virus.(2)

Lapisan preokuler LAM mengandung sejumlah sel-sel, beberapa di antaranya adalah


sel yang normal dan lainnya adalah sel-sel yang telah berdegenerasi dan sel mati. Sel-sel ini
berasal dari epitel konjungtiva dan kornea, kapiler konjungtiva, aliran darah dan lapisan
limfoid dari konjungtiva. (6)

Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan komponen yang terkandung dalam air mata di
bandingkan dengan konsentrasinya dalam serum:(13)

43
Tabel 2. Komposisi air mata dan serum (13)

Tabel 3. Kandungan dan Fungsi peptida air mata(2)


PEPTIDES ASSOCIATION

44
GROWTH FACTORS
-Epidermal growth factor (EGF) Epithelial wound healing
Tear concentration higher than saliva or serum
-Transforming growth factor alpha (TGF-α) Wound response
-Transforming growth factor beta-1 (TGF β-1) Wound response
-Transforming growth factor beta-2 (TGF β-2) Found in normal tears, increases after wounding
-Hepatocyte growth factor (HGF) Wound response
-Basic fibroblast growth factor (FGF-2) Wound response
-Vascular endothelial growth factor (VEGF) Wound response, increases after wounding
-Platelet derived growth factor-BB Did not change after PRK

NEUROPEPTIDES
-Substance P Wound healing, neurogenic inflammation
-Calcitonin gene related peptide Wound healing, neurogenic inflammation
INTERLEUKINS
-IL-4 Increases in vernal conjunctivitis
-IL-1α, IL-1β Elevation of IL-1 in dry eye patients
-IL-2, IL-4, IL-6, IL-8, IL-10 Increases with contact lens wear, ocular allergy
IMMUNOGLOBULINS
IgA, IgE, IgG (1-4) and complement Ocular allergy
PROTEASES
MMP-1, MMP-3, MMP-9, TIMP-1, capthepsin, Role in pterygium migration and vernal
alpha2-macroglobulin keratoconjunctivitis, protection of the ocular surface
ANTIMICROBIAL PEPTIDES
Lysozyme, lactoferrin, α and β defensins, Increases in infections, wound healing, may decreases
phospholipase A2 in dry eye

Lapisan akuos memiliki fungsi antara lain: (4,14)

 Mensuplai oksigen dan elektrolit ke epitel kornea yang bersifat avaskuler


 Memelihara komposisi elektrolit pada epitel permukaan bola mata agar tetap
konstan
 Berperan sebagai agen antimikroba dan antiviral
 Melicinkan permukaan anterior kornea yang iregular
 Membersihkan debris
 Mengatur fungsi sel epitel kornea dan konjungtiva.

45
Gambar 6. LAM yang normal (10)

3. Lapisan Musin

Lapisan musin merupakan lapisan paling posterior atau paling dalam dari
LAM yang melapisi sel-sel epitel kornea dan konjungtiva. Lapisan musin
berfungsi sebagai surfaktan bagi permukaan okuler, sehingga LAM dapat
tersebar merata ke seluruh epitel permukaan yang bersifat hidrofobik. Musin
termasuk kelompok glycoprotein dengan kandungan karbohidrat sangat tinggi,
memiliki struktur polypeptide backbone yang menyerupai sikat botol (“bottle
brush”) dan rangkaian asam amino yang saling berpasangan , serta sejumlah
besar oligosaccharide side chains O-glycosidically yang berikatan dengan
asam amino serine, threonin dan proline. (3,9)

Lapisan musin disekresi terutama oleh sel goblet konjungtiva dan sel epitel
skuamous bertingkat dari kornea dan konjungtiva. Sebagian kecil di sekresi
oleh kelenjar lakrimalis Henle dan Manz. Produksi musin oleh sel goblet
sebesar 2-3 µL/hari. (4)

46
Gambar 7. Struktur Musin (9)

47
Tabel 4. Distribusi musin dan TFF peptida (15)

Epitel permukaan okuler baik kornea maupun konjungtiva menyediakan


struktur pertemuan (interface) yang khusus dan sangat penting untuk menjaga
stabilitas LAM. Struktur ini dikenal dengan mikroplika dan mikrovili, dimana pada
bagian apeksnya dihasilkan suatu lapisan yang disebut glycocalyx. (15)
Glycocalyx yang terdapat pada permukaan kornea merupakan bagian dari
membran plasma dan membantu musin untuk melekat pada permukaan epitel.
Kerusakan glycocalyx dan sel epitel kornea dapat diakibatkan oleh insufisiensi musin.
Hal ini dapat menimbulkan instabilitas LAM dan break up time yang singkat yang
pada akhirnya akan menyebabkan kornea dapat terpapar dengan udara dan bakteri
patogen.(16)

Gambar 8. Lapisan Musin (16)

Fungsi lapisan musin LAM antara lain :(4)

 Mengubah permukaan epitel kornea dari lapisan yang hidrofobik menjadi


hidrofilik, hal ini penting dalam penyebaran air mata.
 Berinteraksi dengan lapisan lemak untuk menurunkan tegangan
permukaan, sehingga menstabilkan LAM.
 Lapisan musin yang longgar menutupi konjungtiva bulbi sehingga dapat
dengan mudah menangkap sel-sel permukaan yang sudah mengalami

48
eksfoliasi, partikel asing dan bakteri.
 Berfungsi sebagai lubrikan antara palpebra dan bola mata.
SEKRESI LAM

Sistem sekresi lakrimal terbagi atas dua komponen yaitu sekresi basal dan
sekresi refleks. Sekresi basal dianggap berasal dari kelenjar lakrimalis aksesoris
Krause dan Wolfring dan sekresi reflex berasal dari kelenjar lakrimalis utama. Akan
tetapi, saat ini dianggap bahwa semua kelenjar lakrimalis yang memberi respon
sebagai suatu unit. Selain itu, kornea dan konjungtiva juga dapat memberi respon
dengan mensekresi elektrolit, air dan musin.(4)
Sekresi refleks terjadi akibat iritasi mata oleh partikel asing, atau oleh zat iritan
seperti pengaruh bawang, gas airmata dan percikan lada baik pada kornea,
konjungtiva dan mukosa hidung. Selain itu dapat pula terjadi akibat cahaya yang
berlebihan dan adanya stimulus panas atau pedis pada lidah dan mulut. Dapat juga
berhubungan dengan muntah. Refleks ini dimaksudkan untuk membersihkan adanya
kontak pada mata oleh zat iritan.(17)
Jenis pengeluaran air mata yang lain adalah pada saat menangis, akibat
emosi, penderitaan atau tekanan psikis. Namun pada kenyataannya, orang bukan saja
menangis akibat emosi yang negatif akan tetapi juga pada saat gembira. Komposisi
sekresi air mata pada keadaan ini berbeda dengan air mata basal, dimana lebih
banyak mengandung hormon prolaktin, adrenokortikotropik, dan leucin enkephalin. (17)

Sekresi Lemak

Sekresi kelenjar meibom adalah suatu kelenjar holokrin dimana seluruh


kandungan sel disekresikan. Persarafan kelenjar meibom sampai sekarang
belum sepenuhnya dimengerti tapi pada beberapa penelitian menyatakan
bahwa kelenjar dan pembuluh darah disekitarnya sebagian besar dipersarafi
oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis. Proses berkedip juga diduga
sebagai suatu faktor penting dalam pelepasan lemak dari kelenjar meibom.
(5,11,12)

49
Hormon di anggap berpengaruh terhadap sekresi lemak, di mana di
temukan reseptor androgen dan estrogen pada kelenjar meibom. Terdapat
banyak penelitian yang mendukung bahwa gangguan keseimbangan
androgen/esterogen dapat menimbulkan kekeringan permukaan okuler dan
inflamasi. (12,18)

Pada sebuah penelitian dimana dilakukan pengukuran kadar lemak


meibom yang dilepaskan ke palpebra setelah pemanasan dan pendinginan
disimpulkan bahwa kadar lemak pada margo palpebra berhubungan langsung
dengan suhu. Hal ini disebabkan menurunnya viskositas lemak meibom,
sehingga lebih mudah disekresikan. Kisaran untuk menjadi lebih lunak dan
meleleh pada seluruh lemak maibom adalah pada suhu 15 oC-34oC, dengan
titik leleh pada 30oC-34oC, keadaan ini tergantung pada rasio komponen lemak
secara individual dimana titik leleh masing-masing komponen lemak sangat
bervariasi, misalnya asam lemak sekitar 9oC, kolesterol pada 148oC,
sedangkan ester steril dan wax pada suhu 25oC-44oC.(11)

Gambar 9. Kelenjar Meibom (3)

50
Sekresi akuos

Sekresi akuos air mata merupakan mekanisme refleks. Kontrol inervasi


pada sekresi akuos ini berasal dari nervus trigeminus (V), nervus fasialis (VII)
dan serabut saraf simpatis, dimana nervus V merupakan jalur aferen yang
distribusi stimulasinya pada kornea, konjungtiva atau mukosa nasal yang
merangsang sekresi air mata dari glandula lakrimalis. Jalur eferen serabut
parasimpatis meninggalkan nervus VII pada nervus petrosal superfisial dan
melewati ganglion sfenopalatina, kemudian serabut saraf sekresi lakrimal
berjalan bersama dengan nervus zigomatikotemporalis yang merupakan
cabang maksillaris (V2) dan bergabung dengan nervus lakrimal dari cabang
oftalmikus (V1). (4,5,13)

Gambar 10. Jalur refleks sekresi kelenjar lakrimal (3)

Sekresi Musin

Mekanisme Sekresi musin oleh sel goblet belum sepenuhnya dipahami,


namun dipercaya bahwa mekanisme ini dibawah kontrol neuronal, sebab sel

51
goblet tidak diinervasi secara langsung. Walaupun demikian stroma dan sel
epitel squamous bertingkat pada konjungtiva mempunyai jalur difusi
neurotransmitter yang langsung ke sel goblet. (5,12)

SISTEM EKSKRESI

Sistem ekskresi air mata dimulai dari hasil sekresi pada forniks superior
temporal akan dibawa ke pungtum lakrimal. Di kantus lateral air mata bergerak
negatif ke bawah oleh pengaruh gravitasi sehingga membentuk marginal tear
strips. Kanalikulus inferior empat kali lebih banyak dapat menampung air mata
dibandingkan kanalikulus superior. Tarikan dari kapiler mengarahkan air mata
menuju ke pungtum dan bagian vertikal kanalikulus. Gerakan dari palpebra
membawa air mata menuju ke pungtum. Saat air mata telah mencapai
pungtum, maka melalui kanalikulus air mata akan menuju ke sakus lakrimal.
Bagian vertikal dan horizontal kanalikulus akan bertemu di ampula. Serat-serat
muskulus orbikularis sangat dekat dengan pungtum dan kanalikulus, sehingga
bila terjadi kontraksi saat berkedip pungtum akan tertarik kearah bawah dan
ampula akan tertekan, sedangkan bagian horizontal dari kanalikulus akan
memendek sehingga mendorong air mata masuk ke dalam sakus lakrimal.
Saat berkedip, kontraksi muskulus orbikularis akan mendorong dinding lateral
dari sakus lateral, hal ini akan menimbulkan tekanan negatif dan terjadi
penarikan air mata, sementara itu kontraksi muskulus orbikularis secara
bersamaan menyebabkan tekanan sepanjang kanalikulus sampai ke sakus
lakrimal. Saat muskulus orbikularis berelaksasi setelah mengedip, sakus
lakrimal kembali kolaps sehingga terjadi akumulasi air mata pada duktus
nasolakrimal. (5)

52
Gambar 11.Mekanisme kerja otot orbikularis okuli pars palpebralis dan

aliran air mata(15)

Gambar 12. Permukaan okuler dan duktus nasolakrimalis (15)

STABILITAS LAM

53
Stabilitas LAM dipertahankan oleh 2 aspek utama, yaitu aspek
komposisi LAM dan aspek hidrodinamik LAM. Aspek komposisi LAM adalah
lemak, akuos yang mengandung elektrolit dan protein serta lapisan musin,
sedangkan aspek hidrodinamik LAM adalah bagaimana menutup dan
membukanya palpebra yang ada hubungannya dengan evaporasi dan
penyebaran LAM yang terjadi pada refleks mengedip.(1)

Untuk stabilitas komponen air mata, terdapat interaksi protein akuos dan
lemak meibom, dimana suatu penelitian menemukan bahwa protein utama air
mata (laktoferin, lisosim, lipokalin, dan IgA) bisa berpenetrasi ke dalam lapisan
lemak meibom.(11)

Untuk mendapatkan permukaan okuler yang sehat, Tseng dkk


mengemukakan 5 konsep dasar yang saling berkaitan, yaitu : (1)

1. Adanya hubungan yang erat antara epitel permukaan okuler dengan LAM
preokuler.
2. Stabilitas LAM yang berkaitan dengan terjaganya kelejar meibom yang
menghasilkan lemak.
3. Mekanisme proteksi yang dikontrol oleh integrasi sistem neuro-anatomik
yang diperankan oleh nervus oftalmikus dan nervus fasialis.
4. Adanya limbal stem cells yang normal.
5. Epitel permukaan okuler yang fungsinya ditopang oleh fibroblas stroma
dan matriks.
Kelima konsep ini merupakan kunci pertahanan permukaan okular yang
mengatur bagaimana permukaan okular dan LAM berfungsi sebagai satu unit
yang terintegrasi. (1)

54
(13)
Bagan kompleksitas stabilitas LAM

PEMERIKSAAN LAM

Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk mengevaluasi kualitas,


kuantitas dan stabilitas dari LAM, antara lain :

PENILAIAN TEAR MENISCUS

Volume total LAM antara 7µl - 10 µl, dengan distribusi 75% pada tear
meniscus dan 25% pada preocular tear film. Bentuk tear meniscus
dipertahankan oleh keseimbangan antara tekanan negatif dari permukaannya
yang konkaf dengan tekanan hidrostatik dari LAM. Tear meniscus dapat dinilai
dari regularitas, tinggi, lebar dan bentuk kurvaturnya.

Meniskometri reflektif

55
Meniskometri reflektif adalah suatu metode non invasif untuk mengukur
radius dari kurvatura meniscus. Radius menggambarkan tear meniscus volume
dan total tear volume yang terdapat pada sakus konjungtiva.(9)

Evaluasi :

- Normal : 0,5 mm - 1 mm

- Dry eye : < 0,5 mm

Gambar 13. Meniskometri Reflektif Gambar 14. Fluorescein Menicometri (9)

TEAR FILM BREAK-UP TIME (TFBUT)

Tes ini dilakukan untuk menilai stabilitas LAM terutama kandungan


musin pada LAM. TFBUT adalah waktu antara suatu kedipan beberapa saat
setelah kelopak terbuka hingga timbulnya dry spot pertama pada kornea. Dan
ini menunjukkan kestabilan relatif dari LAM.

Prosedur pemeriksaan TFBUT adalah pertama-tama kertas fluoresen


dibasahi dengan larutan balanced salt solution dan disentuhkan pada
permukaan konjungtiva tarsal inferior. Kemudian pasien berkedip beberapa kali
untuk menyebarkan zat fluoresen ke seluruh kornea. Pasien diminta membuka
kelopak mata dan melihat kedepan . Selanjutnya kornea diobservasi dengan
menggunakan biomikroskop dan filter biru kobalt, pasien diminta untuk tidak

56
berkedip selama pemeriksaan berlangsung dan waktu antara kedipan hingga
timbulnya defek (dry spot) pertama pada kornea yang dihitung dalam satuan
detik.

Evaluasi :

- Normal : > 10 detik

- Dry eye : < 10 detik

Gambar 15.
Pemeriksaan Tear
Film-Break Up Time (19)

OCULAR
PROTECTION INDEX (OPI)

Ocular Protection Index (OPI) menunjukkan bagaimana TFBUT dan


Inter Blink Interval (IBI) berinteraksi untuk memproteksi permukaan kornea.
Jika waktu antara 2 kedipan (IBI) lebih lama dari TFBUT menunjukkan adanya
suatu insufisiensi dari LAM yang menyebabkan sel epithel kornea tidak
terlindungi sehingga dapat menimbulkan gejala Dry Eye.

Evaluasi :

Jika TFBUT > IBI , permukaan kornea pasien terproteksi (protected)

Jika TFBUT < IBI , permukaan kornea pasien beresiko (at risk)

57
Gambar 16. Ocular Protection Index (19)

TES SCHIRMER

Tujuan tes Schirmer adalah untuk mengukur fungsi sekresi kelenjar


lakrimal utama. Tes Schirmer I digunakan untuk menilai sekresi refleks akibat
stimulasi pada konjungtiva. Tes ini dilakukan tanpa didahului pemberian
anestesi topikal. Apabila didahului pemberian anestesi topikal maka tes ini
untuk menilai sekresi basal, dikenal pula dengan nama Tes Jones. (9)

Kertas strip Schirmer (kertas saring Whatmann no 41 ukuran 35 mm X 5


mm) dimasukkan ke dalam sakus konjungtiva inferior pada batas sepertiga
medial atau temporal dari palpebra inferior. Mata pasien dibiarkan terbuka dan
diperbolehkan berkedip. Setelah 5 menit, strip dilepaskan dan panjang kertas
saring yang basah diukur.

Tes Schirmer II digunakan untuk menilai sekresi refleks secara


maksimal dengan melakukan stimulasi pada mukosa nasal.

Evaluasi :

Normal : Kertas saring Whatman basah sepanjang >10 mm

58
Dry eye suspect : Kertas saring Whatman basah sepanjang 5-10 mm

Dry eye : Kertas saring Whatman basah sepanjang < 5 mm

Gambar 17. Pemeriksaan tes schrimer (10)

PHENOL RED THREAT TEST

Merupakan modifikasi dari tes Schirmer. Kertas saring yang digunakan


pada tes Schirmer diganti dengan benang kapas yang telah diwarnai dengan
phenol red. Tes ini dilakukan dengan benang kapas tadi diletakkan pada sakus
konjungtiva inferior selama 15 detik. Kemudian perubahan warna dari jingga
menjadi merah merupakan tanda benang kapas telah dibasahi dengan air
mata, perubahan warna ini kemudian diukur.

Evaluasi :

Normal : benang kapas basah sepanjang > 10 mm

Defisiensi LAM : benang kapas basah sepanjang < 10 mm

59
Gambar 18. Pemeriksaan Phenol Red Threat Test (10)

PEWARNAAN ROSE BENGAL

Pewarnaan Rose Bengal bersifat invasif, akan mewarnai sel-sel


permukaan okuler yang rusak dengan lapisan musin abnormal. Secara intrinsik
Rose Bengal bersifat toksik dan menimbulkan nyeri, oleh karena itu harus
diberikan anestesi topikal sebelum digunakan (9)

60
Gambar 19. Pewarnaan Rose Bengal pada Dry eye(9)

Evaluasi :

Penilaian derajat dari pewarnaan menggunakan Rose Bengal ada 2


macam, yaitu :

1. Skala Oxford

Tabel 5. Derajat pewarnaan kornea dan konjungtiva (Oxford Scheme) (9)

61
Zona yang di evaluasi ada tiga yaitu daerah kornea, dan dua daerah
konjungtiva bulbi yang terekspos, yaitu bagian nasal dan temporal. Penilaian
berdasarkan jumlah titik (dots) pada setiap zona yang dihitung menggunakan
suatu skala log linear, dengan grading sebagai berikut :

 Derajat 1 : 10 dye spot/zone


 Derajat 2 : 32 dye spot/zone
 Derajat 3 : 100 dye spot/zone
 Derajat 4 : 316 dye spot/zone
 Derajat 5 : > 316 dye spot/zone

2. Sistem Bijsterveld
Zona juga terbagi tiga seperti pada sistem Oxford, namun setiap zona
diberi skor 1 – 3, dengan nilai maksimum adalah 9 dan nilai > 3 menunjukkan
indikasi dry eye.(9)

DIFFERENTIAL DYE STAINING

Metode ini menggunakan pewarnaan fluoresens dan rose bengal untuk


membedakan penyakit pada permukaan okuler.(20,21,22)

Penggunaan klinis diantaranya : (20,23)

- Untuk memberikan gambaran ulkus neurotropik pada defek epitel persisten


akibat defisiensi stem sel (gambar 20.a)
- Untuk memperlihatkan adanya metaplasia skuamosa pada pewarnaan rose
Bengal.(gambar 20.b)
- Untuk memberikan gambaran hilangnya tear meniscus akibat
konjungtivokalasis (gambar 20.c)

62
Gambar 20.a Gambar 20.b

Gambar 20.c

63
PEWARNAAN LISSAMINE GREEN

Lissamine Green mewarnai mata dengan cara yang sama dengan rose
Bengal, akan tetapi Lissamine Green lebih aman (kurang toksik) dan lebih
dapat ditoleransi karena tidak menimbulkan nyeri. Namun kekurangannya
adalah warna kontras yang dihasilkan kurang tajam sehingga area yang
terwarnai agak sulit dideteksi. (9)

Lissamine Green yang digunakan adalah konsentrasi 1 %. Penilaian


dari pewarnaan ini sama dengan penilaian pewarnaan rose Bengal yaitu
berdasarkan sistem Oxford dan Bijsterveld.(9)

Gambar 21. Lissamine Green dan pewarnaannya (9)

TEAR FERNING TEST

Perubahan komposisi LAM dapat dilihat dari sampel LAM yang


dikeringkan pada slide kaca. Pada tes ini akan terlihat perubahan pola mukus
ferning yang berhubungan dengan perubahan komposisi protein dan
osmolaritas LAM. Prosedur tes ini ialah sebuah mikropipet digunakan untuk
mengambil sampel LAM dari forniks konjungtiva inferior. Sampel diteteskan
pada slide mikroskop dan dikeringkan pada suhu kamar, setelah kering
dievaluasi di bawah mikroskop dengan pembesaran 40x-100x. Air mata pada

64
penderita dry eye menunjukan ferning yang lebih sedikit dibandingkan pada
mata normal.

Evaluasi :

- Derajat I : Struktur seragam, tanpa ada jarak antar gambaran pakis

- Derajat II : Mulai tampak jarak antar gambaran pakis

- Derajat III : Jarak antar gambaran pakis mulai melebar dan cabang-cabang
pakis mulai berkurang

- Derajat IV : Gambaran pakis tidak ada

Gambar 22. Gambaran ferning (a)derajat I, (b) derajat II, (c) derajat III dan

(d) derajat IV (24)

65
PENUTUP

Tear film atau lapisan air mata (LAM) merupakan struktur yang sangat
kompleks yang dibentuk oleh 3 lapisan yaitu lapisan lemak di anterior,
lapisan akuos di tengah dan lapisan musin di posterior yang berhubungan
langsung dengan permukaan epitel kornea dan konjungtiva. Lapisan
pembentuk air mata ini dihasilkan oleh kelenjar yang berbeda dengan
mekanisme kontrol sekresi yang berbeda pula.

Fungsi utama LAM adalah untuk memperlicin permukaan optik antara


permukaan udara dan mata (air-eye interface), berperan sebagai media untuk
mengeluarkan kotoran, sebagai media proteksi permukaan bola mata terhadap
benda asing dan mensuplai oksigen, faktor-faktor pertumbuhan dan senyawa-
senyawa lain ke epitel kornea. Untuk menunjang fungsi tersebut maka
komposisi dan kestabilan struktur LAM ini harus tetap terjaga.

Berbagai pemeriksaan telah dapat dilakukan untuk menilai baik


kuantitas, maupun kualitas sekresi dari berbagai kelenjar pembentuk tear film
yang kesemuanya ini dapat menjadi patokan untuk melakukan terapi yang
maksimal pada keadaan dimana terjadi disfungsi dari LAM.

66
DAFTAR PUSTAKA

1. Syawal,R. Suatu cakrawala baru mengenai pathogenesis dan penanganan


sindrom dry eye. Universitas Hasanuddin. 2004.
2. Krachmer, H.J, Tear film in Cornea, Fundamental, Diagnosis and Managemnt,
2nd ed.,Elsevier Mosby, Philadelphia, 2005 : 45-9, 225-8.
3. Stern, ME, Beuerman,RW, Pftugfelder,SC. The lacrimal functional unit. In Dry
Eye and Ocular surface Disorder. Marcel Dekker Inc , Canada. 2004: 11 – 32
4. Liesegang,TJ. Tear Film. In Fundamentals and Principles of ophthalmology,
Basic and Clinical Science Course, Sec. 2. American Academy of
Ophthalmology: San Fransisco.2008-2009:287-94

5. Craig. J, Structure and function of the Preocular Tear Film in The Tear
film Structur Function and Clinical Examination, Butterworth Heinemann,
2002:18-44
6. Records, RE. The tear film.In Duane’s Clinical Opthalmology on CD-ROM.
Lippincot Williams: Philadelphia.2003
7. Fishbang, J.Tears and theis Secretion. In Biology of the eye.Elsevier : San
Fransisco.2006:21-73
8. Anonim, Dry eye management in Dry Eye Program, arch ophthalmol, December
2008
9. Tiffany,JM. The Normal tear film. In Surgery for the dry eye, Horst
Brewitt:Hannover. 2008:1-52
10. Stern, ME, Beuerman,RW, Pftugfelder,SC. The normal tear film and ocular
surface. In Dry eye and ocular Surface Disorder. Marcel Dekker.Inc: Canada.
2004:41 – 54.
11. Butovich I.A, et al, Understanding and Analyzing Meibomian Lipids-A Review,
Curr Eye Res.2008 May ; 33(5):405-420

67
12. Liesegang, TJ. Ocular Surface Disorder. In External Disease and Cornea. Sec 8.
American Academy of Ophthalmology. San Fransisco. 2008-2009:55-108
13. Holland, EJ. Mannis,MJ. Anatomy and Physiology of the ocular surface. In
Ocular surface disease: Medical and surgical Management. Springer : California.
2001:3-13
14. Perry, HD. Dry eye Disease: Pathofisiology, Classification and Diagnosis. In The
American Journal of Managed Care. Available from http :// www.ajmc.com. April
14,2008
15. Weber, RK. Anatomy and physiology of the nasolacrimal ducts. In Atlas of
lacrimal Surgery. Springer : Berlin. 2007: 1 – 13.

16. Dry eye information on www. Tear Film and dry eye information at
Systane . com. Last up date 20 Januari 2010
17. Anonim, Tears, from http://en.wikipedia.org/wiki/Tears, March 2009
18. Kaufman, PL, Albert Alm. The lacrimal System. In Adler’s Physiology of the
eye.Tenth editition.Mosby :Missouri .2003:30-42

19. Dry eye information on www.Tear Film Break Up Time information at.
Systane.com Last up date 20 Januari 2010
20. Tseng, S, Ocular surface test, available on www.ocularsurface.com
21. Horwath,J,et.al, Evaluation of the clinical course of dry eye syndrome,
Arch Ophthalmol.2003;121:1364-8
22. Feenstra RPG, Tseng SCG. What is actually stained by rose Bengal?.
Arch Ophthalmol. 1992;110:984-93
23. Feenstra RPG, Tseng SCG, Comparison of fluorescein and rose Bengal
staining, Ophthalmology, 1992 Apr; 99(4):605-17
24. Srinivasan, Tear Osmolarity and Ferning pattern in post menopausal women,
Optometri & vision Science. Juli 2007; 84: 588-92.

68
(bahan prof)

69
• (bahan

(bahan prof)

• Lacrimal Function Unit (LFU)

→ an integrated system of :

♦ Lacrimal gland

♦ Ocular surface (cornea, conjunctiva)

♦ Palpebra and mebomian gland

70
♦ Sensory and motoric nerves

(nerv V1, nerv VII) (bahan prof)

(bahan prof

DAKRIOSISTITIS

Batasan :

Inflamasi pada saccus lakrimalis, merupakan kondisi tidak umum. Ini bisa terjadi dalam dua
bentuk yaitu: dakriosistitis kongenital dan adult

Dakriosistitis congenital

71
Merupakan inflamasi dari saccus lakrimalis yang terjadi pada bayi baru lahir, yang kemudian
juga dikenal sebagai dakriosistitis neonatorum.

Etiologi

Terjadi karena adanya stasis secretion pada saccus lakrimalis yang menyebabkan blok
congenital pada duktus nasolakrimalis. Ini sangat umum terjadi. Sebanyak 30 persen bayi baru
lahir dipercaya mempunyai penutupan duktus nasolakrimalis waktu lahir; paling banyak
karena oklusi membrane pada ujung bawah duktus nasolakrimalis, dekat valvula Hasner.
Penyebab lain dari blok duktus nasolakrimalis congenital : Debris epithelial, oklusi membrane
pada bagian atas duktus nasolakrinalis dekat saccus lakrimalis, complete non-canalisation dan
jarang karena oklusi tulang. Bakteri yang paling banyak dikaitkan dengan dakriosistitis
congenital adalah : Staphylokokkus, pneumokokkus, dan streptokokkus.

Gambaran klinik

Dakriosistitis kongenital biasanya dengan inflamasi kronik ringan. Gejala-gejalanya adalah :

1. Epiphora; biasanya terjadi setelah usia 7 hari. Ini biasanya disertai dengan secret
mukopurulent yang banyak sekali.
2. Test regurgitasi positif: Ketika tekanan dilakukan pada area diatas saccus lakrimalis,
secret purulent regurgitasi dari punctum inferior.
3. Pembengkakan pada saccus lakrimalis

Differential Diagnosis

Dakriosistitis kongenital harus dapat dibedakan dengan penyebab lain air mata berlebih pada
bayi baru lahir terutama : ophthalmia neonatorum dan glaucoma congenital.

Komplikasi

menjadi kronik dakriosistitis, abses lakrimal, dan terbentuknya fistula.

72
Penatalaksanaan/Pengobatan

Tergantung pada umur anak saat dibawah. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah :

1. Massage daerah diatas saccus lakrimalis dan antibiotic topikal diberikan sebagai
treatment blok duktus nasolakrimalis congenital sampai umur 6-8 minggu. Massage
meningkatkan tekanan hidrostatik pada saccus dan menolong untuk membuka oklusi
membrane. Ini dapat dilakukan kurang lebih 4 kali sehari yang diikuti oleh pemberian
antibiotic tetes. Terapi konservatif ini dapat memulihkan obstruksi sekitar 90 % dari
bayi yang menderita.
2. Irigasi lakrimal dengan larutan saline dan antibiotic solution. Ini dapat ditambahkan
pada terapi konservatif diatas jika sampai umur 2 bulan tidak ada pemulihan. Irigasi
lakrimal dapat menolong membuka oklusi membrane dengan desakan tekanan
hydraulic. Irigasi dapat dilakukan sekali atau dua kali seminggu.
3. Probing duktus nasolakrimalis dengan probe Bowman’s. Ini dapat dilakukan pada
kasus dengan kondisi tidak ada pemulihan pada umur 3-4 bulan. Beberapa ahli akan
menunggu sampai usia 6 bulan. Ini biasanya dibawah pengaruh general anesthesia.
Saat memasukkan probing, diusahakan untuk tidak melukai canaliculus. Ini secara
instan dilakukan dengan single probing untuk membebaskan obstruksi. Pada kasus
yang gagal, dapat diulangi setelah interval 3 – 4 minggu.
4. Intubasi dengan silicone tube. Dilakukan jika probing yang telah diulang juga gagal.
Silicone tube diletakkan dalam duktus nasolakrimalis sekitar 6 bulan.
5. Dacryocystorhinostomy. Dilakukan ketika anak yang dibawah sangat lambat atau
probing berulang gagal. Terapi konservatif, antibiotic topikal dan irigasi lakrimal
secara intermitten dilanjutkan sampai umur 4 tahun. Setelah itu
Dacryocystorhinostomy dapat dilakukan.

Adult Dacryocystitis

Ini dapat terjadi secara akut maupun khronik

Dakriosistitis kronik

Dakriosistitis kronik lebih umum daripada dakriosistitis akut

73
Etiologi

Etiologi dakriosistitis kronik adalah multifactorial. Ini terjadi karena adanya statis dan infeksi
ringan dalam waktu yang lama.

A. Factor predisposisi
1. Umur. Paling banyak antara umur 40 dan 60 tahun
2. Sex. Penyakit ini paling umum pada wanita (80%), mungkin akibat lumen yang sempit
karena tulang canal.
3. Ras. Lebih jarang pada negro dibandingkan kulit putih, pada orang negro duktus
nasolakrimalnya lebih pendek, lebar dan kurang berliku.
4. Hereditas. Ini berperan secara tidak langsung. Ini mempengaruhi konfigurasi facial,
panjang dan lebar canal.
5. Status sosial ekonomi . lebih banyak terjadi pada social ekonomi rendah
6. Higiene perorangan yang buruk. Merupakan factor predisposes yang sangat penting.
B. Faktor yang responsible untuk terjadinya stasis air mata pada saccus lakrimalis
1. Faktor anatomi: Tertahannya drainage dari airmata meliputi : sempitnya kanal,
membrane duktus nasolakrimalis partial dan lipatan membrane berlebihan pada
duktus nasolakrimalis.
2. Benda asing pada saccus akan memblok pembukaan duktus nasolakrimalis
3. Lakrimasi secara berlebihan, baik primer maupun reflex, yang menyebabkan stagnasi
dari airmata dalam saccus.
4. Inflamasi ringan pada saccus lakrimalis dapat menyebabkan konjungtivitis rekurent
sehingga dapat memblok duktus nasolakrimalis oleh debris epitel dan sumbatan
mucus.
5. Obstruksi pada ujung bawah duktus nasolakrimalis oleh nasal disease seperti polip,
hipertropi konka inferior, deviasi septum nasi yang nyata, tumor dan rhinitis atrofik
yang menyebabkan stenosis

C SUMBER INFEKSI

74
Saccus lakrimalis mendapatkan infeksi dari konjungtiva , cavum nasi ( penyrebaran
retrograde), atau sinus paranasal.
C. ORGANISME PENYEBAB
Staphylococcus, pneumococcus, streptococcus, dan pseudomonas pyocyanea. Jarang
oleh karena infeksi seperti: tuberculosis, syphilis, lepra, dan kadang-kadang
rhinosporiodosis.

GAMBARAN KLINIK

Gambaran klinik dacryosistitis kronik dibagi dalam 4 stage :

1. Stadium dakriosistitis catarrhal kronik. Ditandai oleh inflamasi ringan dari saccus
lakrimalis dikaitkan dengan blockage pada duktus nasolakrimalis. Pada stadium ini
hanya satu gejala yaitu mata berair dan seringkali mata merah ringan pada kantus
bagian dalam. Dengan irigasi saccus lakrimalis terlihat cairan jernih atau beberapa
serpihan mucoid fibrin regurgitasi. Dacryocystography memperlihatkan blok pada
duktus nasolakrimalis , ukuran saccus lakrimalis normal dengan mukosa yang sehat.
2. Stadium mucocele lakrimal. Ini terjadi karena stagnasi kronik yang menyebabkan
distensi saccus lakrimalis. Pada stadium ini ditandai oleh epiphora yang constant yang
disertai oleh pembengkakan pada bagian bawah inner canthus. Cairan mucoid
gelatinous atau milky regurgitasi dari punctum lakrimalis inferior. Bila inner canthus
yang bengkak ditekan. Dacryocystography pada stadium ini memperlihatkan distensi
saccus dengan blockage beberapa tempat pada duktus nasolakrimalis. Sering kali
stadium ini berlanjut menjadi infeksi kronik dan jika dibuka kanalikuli sampai saccus
lakrimalis terblok dan pembengkakan (edem) fluktuasi yang besar pada inner chantus
dengan test regurgitasi negative. Ini disebut encysted mucocele.
3. Stadium dakriosistitis suppuratif kronik. Menyebabkan infeksi piogenik, secret
mukoid menjadi purulent, perubahan mucocele menjadi pyocele. Kondisi ini ditandai
oleh epiphora disertai konjungtivitis rekurent dan pembengkakan kantus bagian
dalam dengan eritema ringan pada kulit yang melapisinya. Regurgitasi secret yang
sangat purulent keluar dari punctum lakrimalis inferior. Jika dibuka kanalikuli sampai
saccus lakrimalis akan terblok pada stadium ini dan disebut encysted pyocele.

75
4. Stadium saccus fibrotic kronik. Infeksi berulang dengan stadium ringan dalam jangka
waktu yang lama akan menghasilkan suatu saccus fibrotic yang kecil yang
menyebabkan penebalan mukosa, yang mana ini sering disetai dengan epiphora dan
secret persistent. Dacryocystography pada stadium ini memperlihatkan saccus yang
sangat kecil dengan lipatan irregular pada mukosa.

Komplikasi

1. Konjungtivitis intractable kronik, dakriosistitis kronik maupun akut


2. Ektropion pada palpebra inferior, maserasi dan eksema pada kulit palpebra inferior
yang memperlama mata berair.
3. Abrasi kornea simple menyebabkan infeksi berkembang menjadi hipopion ulcer.
4. Jika suatu bedah intraokuler dilakukan dimana ada suatu dakriosistitis, akan berisiko
untuk timbul endopthalmitis. Oleh karena itu irigasi saccus lakrimalis selalu dilakukan
sebelum melakukan bedah intraokuler.

Penatalaksanaan/pengobatan

1. Terapi konservatif dengan irigasi saccus lakrimalis berulang. Ini berguna hanya pada
kasus yang baru. Pada kasus yang lama hampir selalu dikaitkan dengan blok duktus
nasolakrimalis dan biasanya tidak dapat terbuka dengan irigasi lakrimal secara
berulang atau dengan probing.
2. Dacryocystorhinostomy (DCR). Ini merupakan operasi pilihan pada kasus gangguan
drainage lakrimalis. Bagaimanapun sebelum operasi ini dilakukan, infeksi terutama
pyocele harus dapat dikontrol dengan antibiotic topikal dan irigasi lakrimal berulang.
3. Dacryocystectomy (DCT) . Ini dapat dilakukan bila DCR kontraindikasi. Indikasi untuk
DCT adalah :
i. Umur muda (kurang dari 4 tahun) atau umur tua (lebih dari 60 tahun)
ii. Saccus lakrimalis fibrotic dan menyusut secara nyata
iii. Infeksi tuberculosis, syphilis, lepra atau jamur dari saccus.
iv. Tumor saccus.
v. Penyakit nasal hebat seperti rhinitis atropik
vi. Tergantung kemampuan surgeon

76
4. Conjungtivodacryocystorhinostomy (CDCR). Ini dilakukan bila ada blok kanalikuli.

Dakriosistitis akut

Inflamasi supuratif akut pada saccus lakrimalis.

Etiologi

Penyakit ini berkembang melalui dua bentuk :

1. Dakriosistitis kronik eksaserbasi akut


2. Peridakriosistitis akut yang menyebar langsung dari struktur sekitarnya yang terkena
infeksi seperti : Sinus paranasal, abses tulang dan gigi dari sekitarnya atau caries gigi
pada maxilla (rahang atas).

Organisme penyebab : Yang paling umum meliputi: Streptokokkus haemolitikus,


pnemokokkus, dan staphylokokkus.

Gambaran klinik

Gambaran klinik dakriosistitis akut dapat dibagi dalam 3 stadium :

1. Stadium selulitis. Ditandai dengan sakit yang luar biasa disertai edema pada daerah
saccus lakrimalis yang disertai dengan epiphora dan gejala konstitusional seperti
demam dan malaise. Edem ditandai dengan merah, panas, dan tegas. Edem sering

77
meluas ke palpebra dan pipi. Jika diterapi penyembuhan dapat terjadi pada stadium
ini. Bagaimanapun tanpa diterapi, sembuh sendiri jarang terjadi.
2. Stadium abses lakrimal. Lanjutan dari inflamasi diatas akan menyumbat kanalikuli dan
menyebabkan edema. Saccus terisi dengan pus, melebar dan bagian anteriornya
rupture dan membentuk edema pericystic. Pada stadium ini akan menimbulkan edema
fluktuasi yang besar dari abses lakrimalis. Ini biasanya terlihat suatu titik dibawah dan
samping luar saccus lakrimalis, yang merupakan tanda adanya pus oleh karena
pengaruh gravitasi dan akan terlihat pada ligamentum palpebra medial pada bagian
superior.
3. Stadium pembentukan fistula. Ketika abses lakrimalis pecah secara spontan keluar
secret , yang menimbulkan suatu fistula eksternal dibawah ligamentum palpebra
medial. Pada kasus yang jarang, abses akan pecah ke kavum nasi membentuk fistula
internal.

Komplikasi

1. Konjungtivitis akut
2. Abrasi kornea yang mana akan berkembang ulkus kornea
3. Abses palpebra
4. Osteomyelitis pada tulang lakrimal
5. Selulitis orbita
6. Selulitis fasial dan ethmoiditis akut
7. Jarang terjadi thrombosis sinus cavernosus dan dapat berkembang menjadi
septicemia.

Penatalaksanaan/pengobatan

1. Selama stadium selulitis. Terdiri antibiotic sistemik dan topikal; anti analgesic dan anti
inflamasi sistemik dan kompres air hangat untuk mengurangi nyeri dan edema.
2. Selama stadium abses lakrimalis. Abses didrainage dengan small insisi. Kemudian pus
dikeluarkan dengan tekanan secara hati-hati, dengan memakai betadin basah dengan

78
kasa gulung. Tergantung kondisinya setelah itu, DCT atau DCR dapat dipertimbangkan
jika rekuren terjadi.
3. Terapi fistula lakrimal external. Setelah infeksinya terkontrol dengan antibiotik
sistemik . Fistulectomy bersama DCT atau DCR dapat dilakukan.

79

You might also like