You are on page 1of 11

Kegiatan Praktikum VII

METAMORFOSIS PADA KATAK


Hari : Kamis
Tanggal : 15-29 November 2018

Nama : Arlina Setyoningtyas


NIM : B1AO17150
Rombongan : VI
Kelompok :3
Asisten : Dinda Himawari

LABORATORIUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN


FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
1. PENDAHULUAN

A. Tujuan

Tujuan praktikum Metamorfosis Pada Katak adalah mengajak mahasiswa


mengenali struktur tubuh larva/berudu berhabitat akuatik dan perubahan-
perubahan yang terjadi selama metamorphosis larva amfibi, untuk menjadi katak
dewasa berhabitat terrestrial.

B. Manfaat

Manfaat praktikum Metamorfosis Pada Katak adalah mahasiswa


diharapkan memiliki kemampuan dalam menjelaskan tipe dan proses
metamorphosis pada hewan beserta contoh organisme yang mengalaminya.
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum Metamorfosis Pada Katak adalah


baskom, millimeter blok, loop dan kertas label.
Bahan yang digunakan dalam praktikum Metamorfosis Pada Katakadalah
berudu katak (Fejervarya cancrivora), air ledeng dan daun bayam (direbus).
B. Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah:

1. Disediakan berudu stadium tunas ekor.


2. Berudu yang berukuran sama dan belum memiliki tunas membra dipilih 10
ekor.
3. Berudu diukur panjang total (PT), lebar kepala (LK) dan panjang ekor (PE).

4. Berudu diperlihara dalam baskom.

5. Diberi makan daun bayam matang dua hari sekali dan air dibersihkan 3 hari
sekali.
6. Diamati dan dicatat perkembangannya hari ke 7 dan hari ke 14 serta di foto.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1. Data Pengamatan Berudu

Pengukuran Hari Ke- (mm)


Berudu
0 7 14
ke-
PT PE LK PT PE LK PT PE LK

1 20 13 6 24 15 7
2 17 10 4 24 14 5
3 17 10 5 21 13 6
4 21 13 6 24 16 6
5 22 13 5 20 13 6
6 20 17 6 25 16 7
7 20 11 4 19 10 5
8 23 14 6 23 15 6
9 20 12 6 20 13 5
10 21 13 6 19 10 6
11
12
Rataan

Keterangan :
PT : Panjang Tubuh
PE : Panjang Ekor
LK : Lebar Kepala
Pengamatan Hari Ke-
Parameter
0 7 14

Lokomosi Ekor Ekor

Usus spiral, perut Usus spiral, perut


Usus dan Perut belum belum
terpigmentasi terpigmentasi

Pertunasan
Belum terbentuk Belum terbentuk
Membra Depan

Pertunasan
Sudah terbentuk
Membra Belum terbentuk
tunas
Belakang

Tabel Foto Metamorfosis

Hari ke 0 Hari ke 7

Hari ke 14
B. Pembahasan
Amfibi merupakan karnivora, untuk jenis amfibi yang berukuran kecil
makanan utamanya adalah artropoda, cacing dan larva serangga. Untuk jenis
amfibi yang berukuran lebih besar makanannya adalah ikan kecil, udang, katak
kecil atau katak muda, kadal kecil dan ular kecil. Namun kebanyakan
berudu katak merupakan herbivora. Ada beberapa berudu katak sama sekali
tidak makan, dan se- penuhnya mendapatkan makananan dari kuning telurnya
(Setiawan et al., 2016).
Amphibi memegang peranan dalam ekosistem yang merupakan salah satu
komponen dalam jaring-jaring makanan. Bahkan hal itu tidak menutup
kemungkinan rusaknya jaring-jaring makanan akan berakibat pula rusaknya
keseimbangan ekosistem. Hal lain yang harus diperhatikan adalah kelestarian
amphibi yang semakin terancam dengan adanya penggunaan atau eksploitasi
yang berlebihan serta rusaknya habitat atau tempat hidupnya ( Kasmeri, 2016).
Penyebab penurunan perkembangan hidup kecebong yaitu termasuk
penyakit jamur, perubahan iklim global, peningkatan U.V. radiasi, kehilangan
habitat, dan pencemaran air. Paparan pestisida, logam berat dan obat-obatan
manusia baru-baru ini dibuang dari pabrik pengolahan air limbah dan
nanopartikel rekayasa telah menunjukkan efek merugikan pada kelangsungan
hidup kecebong, pengembangan, pertumbuhan, dan waktu untuk metamorphosis
(Barr et al.,2018).
Perubahan metamorfik pada katak terjadi melalui tiga tahapan, antara lain
Premetamorfosis yaitu pertumbuhan larva sangat dominan. Prometamorfosis,
pertumbuhan berlanjut dan beberapa perkembangan berubah seperti mulai
munculnya membra belakang. Metamorfik klimak, dimulainya perkembangan
membra depan dan merupakan suatu peroide perubahan morfologi dan fisiologi
yang luas dan dramatic (Kimball, 1992). Berdasarkan data pengamatan diketahui
bahwa tahap metamorfosis pada katak adalah tahap pro-metamorfosis, hal ini
dapat diketahui berdasakan pengamatan pada hari ke -7 yang menunjukkan
terbentuknya tunas pada parameter pertunasan membra belakang.
Metamorfosis pada Amfibi dimulai dari perubahan larva yang disebut
berudu menjadi dewasa. Daur amfibi pada umumnya, telur diletakkan di dalam
air. berudu akan keluar dari telur, dan berenang bebas di dalam air. Berudu
memiliki insang, ekor, dan mulut lingkaran kecil. Berudu akan tumbuh, hingga
ia bermetamorfosis. Metamorfosis dimulai dari perkembangan membra
belakang, kemudian membra depan (Djuhanda, 1984).
Siklus hidup katak diawali dari telur kemudian telur tersebut akan menetas
setelah 10 hari. Setelah menetas, telur katak tersebut menetas menjadi berudu.
Setelah berumur 2 hari, berudu mempunyai insang luar yang berbulu untuk
bernapas. Setelah berumur 3 minggu insang berudu akan tertutup oleh kulit.
Menjelang umur 8 minggu, kaki belakang berudu akan terbentuk kemudian
membesar ketika kaki depan mulai muncul. Umur 12 minggu, kaki depannya
mulai berbentuk, ekornya menjadi pendek serta bernapas dengan paru-paru.
Setelah pertumbuhan anggota badannya sempurna, katak tersebut akan berubah
menjadi katak dewasa (Parker,1967).
Metamorfosis pada amphibia berhubungan dengan perubahan yang
mempersiapkan suatu organisme akuatik untuk kehidupan darat. Perubahan
regresif pada katak menyertakan hilangnya gigi tanduk berudu, pemendekan
ekor dan insang internal. Perubahan lokomosi dengan menyusutnya ekor
pendayung yang disetai perkembangan membra belakangdan membra depan.
Intestinum panjang yang khas hewan herbivora memendek karena akan
bermetamorfosis menjadi katak yang bersifat karnivora. Paru-paru membesar,
otot-otot dan kartilago berkembang untuk memompa udara masuk dan udara
keluar paru-paru. Telinga tengah berkembang sebagai karakteristik membran
timpani luar katak dan toad. Muncul membran niktitan pada mata (Robert,
1976).
Berdasarkan data pengukuran, pertumbuhan dan perkembangan pada
berudu menunjukkan adanya ketidaksesuaian pada referensi, hal ini dikarenakan
oleh beberapa faktor, suhu udara dapat berpengaruh terhadap kecepatan
pertumbuhan. Suhu yang hangat bisa memberikan peluang bagi berudu untuk
mengoptimalkan pertumbuhannya. Selain itu, suhu air berperan dalam proses
tumbuh-kembang berudu untuk bermetamorfosis menjadi katak dewasa.Suhu
udara berpengaruh secara nyata terhadap perkembangan dan pertumbuhan
amfibi, serta seringkali mengatur siklus perilaku dan reproduksi. Amfibi
merupakan jenis hewan yang poikiloterm, yaitu tidak dapat mengatur suhu
tubuhnya sendiri sehingga suhu tubuhnya sangat tergantung pada kondisi
lingkungannya Kulit amfibi merupakan salah satu organ respirasi yang penting
dan berhubungan dengan kondisi eksternal tubuh, sehingga kelembaban kulit
dibutuhkan untuk menjaga fluktuasi tubuh yang akan berpengaruh terhadap
proses-proses tubuhnya. Kelembaban udara selalu berbanding terbalik dengan
suhu, oleh karena itu dengan semakin meningkatnya suhu maka kelembaban
udara akan semakin menurun. Tingkat kelembaban udara pada (Adhiaramanti &
Sukiya, 2016).
Nilai pH air juga dapat mempengaruhi keberadaan berudu. nilai pH netral
6,0-7,0 menunjukkan kisaran umum pH yang dapat ditolerir oleh biota air, tetapi
ada juga yang menyebutkan pada kisaran 6,5-9,0. Metamorfosis berudu menjadi
katak dewasa, berudu melewati beberapa tahapan pertumbuhan. Terdapat 46
tahap pertumbuhan berudu mulai dari pembelahan sel telur sampai terbentuk
sistem pernafasan dan ekor. Dari tahapan berudu yang baru menetas sampai
metamorfosis penuh (24-46), dapat dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu
tahap 2428 (berudu belum terlihat kaki), tahap 29-35 (berudu mulai terlihat kaki
belakang), tahap 36-40 (jari kaki belakang berudu mulai terbentuk), dan tahap
41-46 (kaki depan berudu muncul dan ekor mulai memendek). (Ningsih et al.,
2013).
Sebelum metamorfosis, berudu katak merupakan hewan akuatik yang
memiliki insang, ekor pipih yang panjang dan mata tanpa kelopak, bersifat
herbivora, memiliki gigi ampelas menanduk dan usus yang relatif panjang, dan
belum mempunyai membran nictitans. Katak dewasa beradaptasi terhadap
kehidupan darat, bernafas dengan paru, memiliki anggota gerak yang
berkembang dengan baik dan tidak mempunyai ekor serta bersifat karnivora
(Turner and Bagnara, 1976).
Faktor-faktor yang mempengaruhi metamorfosis selama praktikum yaitu
meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal meliputi faktor
lingkungan antara lain kualitas air, adanya parasit serta jumlah pakan yang
tersedia. Faktor internal meliputi perbedaan umur, kemampuan beradaptasi
dengan lingkungannya dan adanya ketahanan terhadap penyakit (Sanuy et al.,
2008).
Hormon tiroid mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan
dan diferensiasi, serta mengontrol metamorphosis katak menjadi dewasa. Faktor
yang berpengaruh terhadap fungsi kerja tiroid adalah yodium. Bila suplay
yodium yang dibutuhkan untuk produksi dihambat maka proses metamorfosis
berudu akan terhambat (Turner et al., 1976). Yodium merupakan unsur esensial
dalam biosintesis hormon tiroid, ketersediaan yodium merupakan hal yang
sangat penting dalam memacu cepatnya proses metamorphosis (Rahman &
Kurniawan, 2014).
Hormon tiroid diproduksi dalam kelenjar thyroid yang terletak pada bagian
ventral dari trachea pada leher. Komponen aktif dari hormone thyroid adalah
thyroxine (T4) dan triiodothyronine (T3), keduanya merupakan derivat dari asam
amino tyrosine. Triiodothyronine (T3) secara umum terlihat sebagai komponen
yang lebih aktif, juga disintesis dari thyroxine (T4) dalam jaringan lain dari
kelenjar thyroid. Ketika kelenjar thyroid dipindahkan dari berudu muda, mereka
umbuh menjadi berudu dewasa yang tidak pernah mengalami metamorfosis.
Sebaliknya, ketika hormone thyroid diberikan pada berudu muda dengan
makanan atau injeksi, mereka bermetamorfosis secara prematur (Kalthoff,
1996).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Metamorfosis pada amphibia umunya berhubungan dengan perubahan
yang mempersiapkan suatu organisme akuatik untuk kehidupan darat. Perubahan
regresif pada anura menyertakan hilangnya gigi tanduk berudu, pemendekan
ekor dan insang internal. Berudu memiliki insang, ekor, dan mulut lingkaran
kecil. Berudu akan tumbuh, hingga ia bermetamorfosis. Metamorfosis dimulai
dari perkembangan membra belakang, kemudian membra depan. Perubahan
metamorfik pada katak terjadi melalui tiga tahapan, antara lain Premetamorfosis
yaitu pertumbuhan larva sangat dominan. Prometamorfosis, pertumbuhan
berlanjut dan beberapa perkembangan berubah seperti mulai munculnya membra
belakang. Metamorfik klimak, dimulainya perkembangan membra depan dan
merupakan suatu peroide perubahan morfologi dan fisiologi yang luas dan
dramatic.
B. Saran
Sebaiknya disediakan daun bayam yang sudah matang untuk tiap
kelompok dalam porsi dan jumlah yang sudah disesuaikan.
DAFTAR REFERENSI

Adhiaramanti, T., & Sukiya., 2016. Keaneragaman Anggota Ordo Anura di


Lingkungan Universitas Negeri Yogyakarta. Journal Biologi, 62-72.
Barr, J. M., Palmucci, J. R., Lambert, O. J., & Fong, P. P., 2018. xposure to the
antifouling chemical medetomidine slows development, reduces body mass,
and delays metamorphosis in wood frog (Lithobates sylvaticus) tadpoles.
Environmental Science and Pollution Research , 10631-10635.
Djuhanda, T., 1984. Analisis Struktur Vertebrata I. Bandung: Armico.
Kalthoff, K., 1996. Analysis of Biological Development. USA: McGraw-Hill, Inc.

Kasmeri, R., 2016. Poliploidisasi Katak Rana Cancrivora. BioCONCETTA, 39-46.


Kimball ,J.W., 1992. Biologi. Edisi 2 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Parker, T. J. 1967. Texbook of Zoology Volume 2. Hongkong: Mc Millan.
Ningsih, W. D., Kusrini, M. D., & Kartono, A. P., 2013. Struktur Komunitas Berudu
Anura Di Sungai Cibeureum Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa
Barat. Media Konservasi, 10-17.
Rahman, L., & Kurniawan, N., 2014. Pengaruh Perlakuan Larutan Yodium Dengan
Dosis dan Lama Pendedahan yang Berbeda Terhadap Laju Metamorfosis dan
Kelangsungan Hidup Berudu katak Lembu (Rana catesbeiana Shaw). Jurnal
Biotropika, 154-158.
Robert, T., 1976. Vertebrate Biology Fourth Edition. W. B. USA: Saunders
Company.
Sanuy, D., N. Oromi, and A. Galofre., 2008. Effects of Temperature on Embryonic
and Larval Development and Growth in The Natterjack Toad (Bufo calamita)
in A Semi–arid zone. Journal of Animal Biodiversity and Conservation,31 (1)
: 41 – 46.
Setiawan, D., Yustian, I., & Prasetyo, C. Y., 2016. Studi Pendahuluan: Inventarisasi
Amfibi di Kawasan Hutan Lindung Bukit Cogong II. Jurnal Penelitian Sains
, 56-58.
Turner and Bagnara., 1976. Endokrinologi Umum. Surabaya: Universitas Airlangga
Press.

You might also like