You are on page 1of 39

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendiks disebut juga umbai cacing organ berbentuk tabung, panjangnya kira-
kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar dibagian distal (Sjamsuhidajat, 2004, h. 639).
Appendisitis atau radang apendiks merupakan kasus infeksi intraabdominal
yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan pada negara berkembang
jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada
masyarakat modern (perkotaan) bila dibandingkan dengan masyarakat desa yang
cukup banyak mengkonsumsi serat. Appendisitis dapat menyerang orang dalam
berbagai umur, umumnya menyerang orang dengan usia dibawah 40 tahun,
khususnya 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada usia dibawah dua tahun.
Apabila peradangan pada appediks tidak segera mendapatkan pengobatan atau
tindakan maka usus buntu akan pecah, dan usus yang pecah dapat menyebabkan
masuknya kuman kedalam usus, menyebabkan peritonitis yang bisa berakibat fatal
serta dapat terbentuknya abses di usus (Mansjoer, 2000, h. 307).
Hasil survey Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2008
Angka kejadian appendiksitis di sebagian besar wilayah indonesia hingga saat ini
masih tinggi. Di Indonesia, jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis
berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar 179.000 orang.
Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis akut
merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk
dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendiksitis di Indonesia
menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya (Depkes
2008). Jawa Tengah tahun 2009 menurut dinas kesehatan jawa tengah, jumlah kasus
appendiksitis dilaporkan sebanyak 5.980 dan 177 diantaranya menyababkan
kematian. Jumlah penderita appendiksitis tertinggi ada di Kota Semarang, yakni 970
orang. Hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada masyarakat
modern (Taufik, 2011).

1
Bila apendiksitis dibiarkan maka akan menyebabkan komplikiasi yang sangat
serius seperti perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau
abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih tinggi adalah anak
kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri (Smeltzer,
2001, h. 1099).
Pembedahan diindikasikan jika terdiagnosa apendisitis lakukan apendiktomi
secepat mungkin untuk mengurangi resiko perforasi ( Diane C, 2000, h. 46).
Berdasarkan data di atas penulis tertarik untuk membuat karya tulis ilmiah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Post Operasi Apendisitis Pada Ny. G Diruang CHR
Kelas III RSUD Kota Baubau”, sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan pada
pasien post operasi apendiksitis secara baik.

B. Rumusan Masalah
1. Pernyataan Masalah
Apendisitis merupakan kasus yang terjadi di Indonesia cukup tinggi
menempati urutan keempat penyakit yang banyak di derita setelah
dyspepsia, gastritis, dan duodenitis. Apenditis menjadi menyebab utama
tindakan bedah intra dominal. Berdasarkan data dan kondisi tersebut
penyusun tertarik untuk menulis proposal penelitian mengenai asuhan
keperawatan post operasi laparatomi apendiktomi yang di sebabkan oleh
apendisitis perporasi. Oleh karena itu kasus ini perlu penanganan ekstra
dalam memberikan asuhan keperawatan yang optimal.
2. Permasalahan Masalah
Bagaimanakah penerapan askep tentang pengkajian, diagnose, intervensi,
implementasi dan evaluasi pada klien dengan gangguan system pencernaan
apendisitis di ruang perawatan CHR Kelas III.

2
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah melakuakan asuhan keperawatan pada pasien dengan post operasi
apendisitis penulis dapat menerapkan asuhan keperawatan secara
komprehensif dan sesuai standar asuhan keperawatan yang berlaku.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan pasien dengan post operasi
apendisitis penulis dapat:
a. Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data baik melalui
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan untuk menilai keadaan pasien secara menyeluruh pada
pasien dengan post operasi apendisitis.
b. Mampu menganalisa masalah-masalah yang muncul pada pasien dengan
post operasi apendisitis.
c. Mampu merumuskan diagnosa dan memprioritaskan masalah pada
pasien dengan post operasi apendisitis.
d. Mampu membuat perencanaan tindakan asuhan keperawatan pada
pasien dengan post operasi apendisitis
e. Mampu melaksanakan rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan
post operasi apendisitis.
f. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada
pasien dengan post operasi apendisitis.
g. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
a. Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan post operasi
apendisitis.

3
b. Menambah ketrampilan atau kemampuan mahasiswa dalam menerapkan
asuhan keperawatan pada pasien dengan post operasi apendisitis.
2. Bagi institusi
Sebagai bahan evaluasi sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien post operasi khususnya post
operasi apendisitis.
3. Bagi lahan praktik
Dapat dijadikan bahan masukan bagi perawat di rumah sakit dalam
melakukan tindakan asuahan keperawatan dalam rangaka meningkatkan
mutu pelayanan yang baik khususnya pada pasien dengan post oprasi
apendisitis.

E. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif studi
kasus dengan pendekatan proses keperawatan . Teknik pengumpulan data yang di
gunakan melalui studi kepustakaan dan studi kasus

F. Lokasi & Waktu Penelitian


Lokasi di laksanakan di RSUD Kota Baubau pada tanggal 29 Maret sampai
tanggal 31 Maret tahun 2016.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

1. KONSEP MEDIS
A. Anatomi Dan Fisiologi
1. Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang
kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak
saat perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari
protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari
sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari
medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan
menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens
Apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian
proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga
tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk
mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh letak
appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%,
pelvic (panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di
depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti
terlihat pada gambar dibawah ini.

Appendiks pada saluran pencernaan

5
Anatomi appendiks Posisi Appendiks

2. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada
patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut
Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran
cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini
sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol
proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin
dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika
dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

B. Definisi
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10
cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks
berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum.
Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks

6
cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Brunner dan
Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk,
2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen
oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus.
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran
mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica,
Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).

C. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
faktor prediposisi yaitu :
1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.

7
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks :
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)

D. Klasifikasi
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks.
Apendisitis akut pada dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya
akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang
diproduksi tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin
meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan
intra mukosa juga semakin tinggi.

8
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke
dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang
menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara
hematogen ke apendiks.
2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema
pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi
semua syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu,
radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik, dan
keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi
sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong

9
dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut.
Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya
karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya
serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya
dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi
karena sering penderita datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi
musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya
berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun
tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu
kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak
enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio
iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda
apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks,Penyakit ini jarang ditemukan, biasa
ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi apendisitis
akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan
hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh
lebih baik dibanding hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang
didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan
kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,

10
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor
karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa
memberikan residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai
radikal. Bila spesimen patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan
pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal
atau hemikolektomi kanan.

E. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi
apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.

11
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum
lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer,
2007).

F. Manifestasi Klinik
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam
ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih
atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang
secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai
abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien
mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

12
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri
pada sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
sign dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau
vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi
lembut pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba

13
G. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis.
Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor
penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis
meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke
rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini
menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi
komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang
tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75%
pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan
orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis,
omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan
terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh
darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya :
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini
mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam
pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.

14
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara
10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%,
sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP
adalah salah satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6
jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui proses
elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP
yaitu 80% dan 90%.
2. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning (CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks,
sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan fekalith dan perluasan dari appendiks yang
mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat akurasi
USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan
92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.

15
3. Analisa urin ertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk
memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan
awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
7. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti
Apendisitis, tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan
Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis
meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian
antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka
tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks
(appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian
antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses
appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

16
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.
Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam
fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.

17
2. KONSEP KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. G DENGAN GANGGUAN


SISTEM PENCERNAAN DI RUANG PERAWATAN CHR
RSUD KOTA BAUBAU
TAHUN 2016

A. PENGKAJIAN
No. RM : 084284
Tanggal masuk RS : 27 Maret 2016
Tanggal Pengkajian : 29 Maret 2016
1. Biodata
a. Identitas Klien
Nama : Ny. G
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Belum kawin
Agama : Islam
Suku : Buton
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jln. Limbo Wolio
Sumber Biaya : BPJS
Ruangan : CHR Kelas III
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. D
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : PNS
Hubungan dengan klien : Keluarga klien

18
Alamat : Jln. Limbo Wolio

2. Riwayat Kesehatan Saat Ini


a. Keluhan utama : Nyeri perut kuadran kanan bawah
b. Alasan masuk RS
Sakit dirasakan ± 3 bulan yang lalu dan bertambah parah jika klien
melakukan aktivitas yang berat karena sakitnya bertambah dari hari ke
hari sehingga klien dan keluarga memutuskan untuk membawanya ke
rumah sakit dan disarankan untuk rawat inap.
c. Riwayat penyakit sekarang
- Provocative/palliative : klien mengatakan nyeri disebabkan karena
luka operasi (post op. hari kedua)
- Quality : nyerinya timbul bila klien bergerak dan beraktivitas
- Region : daerah perut kuadran kanan bawah
- Severity : nyeri akut dengan skala 6 (sedang)
- Timing : klien mengatakan nyeri tidak menentu waktunya

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


a. Penyakit yang pernah dialami
Saat anak-anak, klien hanya sakit biasa flu dan demam biasa dan
biasanya hanya mengatasinya dengan membeli obat di warung terdekat.
Klien pernah dirawat di rumah sakit Haji karena penyakit asma.
b. Riwayat alergi : tidak ada
c. Riwayat imunisasi : klien tidak mengingatnya

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


a. Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
keturunan.
b. Klien mengatakan tidak ada riwayat anggota keluarga yang menderita
penyakit infeksi.

19
5. Riwayat Psiko-Sosio-Spiritual
a. Pola coping
Pengambilan keputusan kadang sendiri atau dimusyawarahkan dengan
keluarga.
b. Harapan klien terhadap keadaan penyakitnya
Klien berharap penyakitnya akan sembuh agar berkumpul bersama
keluarganya kembali
c. Faktor stressor
Klien mengatakan nyeri bila terlalu banyak bergerak atau beraktivitas
tapi nyeri hilang bila tidak beraktivitas.
d. Konsep diri
Klien bisa menerima keadaannya setelah dioperasi.
e. Pengetahuan klien tentang penyakitnya
Klien tidak tahu persis penyebab dari penyakit yang dideritanya.
f. Adaptasi
Klien dapat beradaptasi dengan penyakitnya
g. Hubungan dengan anggota keluarga
Baik, karena banyak keluarga yang datang membesuk dan menjaganya
di rumah sakit selama dirawat.
h. Hubungan dengan masyarakat
Klien mengatakan hubungan dengan masyarakat baik
i. Perhatian terhadap orang lain dan lawan bicara
Pada saat bicara klien tampak terbuka, kontak mata /cara bicara jelas
walaupun klien tampak masih lemah.
j. Aktivitas social
Klien mengatakan selalu ikut aktivitas di masyarakat seperti kerja bakti,
acara-acara dan arisan.
k. Keadaan lingkungan
Klien mengatakan keadaan lingkungannya baik dan tinggal bersama
orang tua serta satu orang adik perempuannya.

20
l. Kegiatan keagamaan
Klien beragama Islam, sebelum masuk rumah sakit klien rajin shalat 5
waktu tapi setelah masuk rumah sakit klien hampir tidak pernah shalat.
m. Keyakinan tentang kesehatan
Klien yakin bahwa penyakitnya akan sembuh dan menyerahkan semua
kepada Tuhan YME.

6. Pola aktifitas sehari-hari


POLA AKTIFITAS SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

1. Nutrisi
a. Makan
 Frekuensi
 Porsi 3x sehari 3x sehari
 Jenis Dihabiskan ¼ porsi dihabiskan

 Makan yang Nasi, ikan, sayur Bubur, telur,

disukai Semua jenis makanan Tidak ada.

 Makan pantang
 Cara makan
Berdoa Berdoa
 Ritual sebelum
makan
b. Minum
Air putih Air putih
 Jenis
6-8 gelas 4-5 gelas
 Frekuensi
(1600-2000 cc)/24 jam (800-1000 cc)/24 jam
 Banyak

2. Eliminasi
1 x/hari 1 x/hari
a. BAB
Lunak Lunak
 Frekuensi
Khas feses Khas feses
 Konsistensi

21
 Bau Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
 Warna
b. BAK
 Frekuensi 5-6x/hari 4-5x/hari

 Warna Kuning muda Kuning muda

 Bau Khas amonia Khas amonia

 Jumlah urin Tidak di kaji Tidak di kaji

3. Istirahat tidur
a. Siang
- Kualitas
Klien jarang tidur siang Nyenyak
- Frekuensi
karena kesibukannya ± 2-3 jam

b. Malam
- Kualitas
Nyenyak Nyenyak
- Frekuensi
23.00-05.00 22.00-06.00

4. Personal hygienie
a. Mandi
2x/hari 1x/hari (di lap saja)
b. Keramas
2x/minggu Tidak pernah
c. Gosok gigi
2x/hari Tidak pernah/hanya
1x/minggu berkumur-kumur
d. Gunting kuku
Sudah gunting kuku
minggu yang lalu.
5. Latihan/olahraga
 Jenis
 Frekuensi Jalan pagi Selama sakit klien tidak
1x/minggu pernah olahraga

6. Gaya Hidup
 Merokok

22
 Alkohol, obat- Klien merokok Tidak
obatan terlarang Tidak pernah Tidak
 Konsumsi obat-
obatan tanpa resep Tidak pernah Tidak
dokter

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Klien tampak lemah, tidak bergairah, tampak meringis, nyeri tekan dan
beraktivitas di tempat tidur.
b. Tanda-Tanda Vital
TD : 100/60 mmHg
N : 86x/menit
P : 20x/menit
S : 370 C
c. Pemeriksaan Head To Toe
1) Kepala dan rambut
Kulit kepala klien cukup bersih tidak ada peradangan rambut warna
hitam sebahu dan ikal.
2) Mata/penglihatan
Mata bulat, refleks cahaya normal, kedua pupil isokhor, akomodasi
bagus, konjungtiva tidak ademis, fungsi penglihatan bagus tidak ada
peradangan.
3) Hidung/penciuman
Septum hidung berada di tengah, simetris kanan dan kiri, tidak ada
peradangan serta polip.
4) Mulut dan gigi
Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, fungsi pengecapan bagus, tidak
ada peradangan, karies tidak ada

23
5) Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada distensi. Vena
jugularis dan tidak ada rasa kaku
6) Dada
Pernafasan tenang, gerakan toraks ke atas dan keluar simetris saat
inspirasi, frekuensi pernafasan 20 x/menit, ictus kordis tidak tampak,
bunyi jantung I dan II murni, denyut apeks teraba pada ICS 5, tidak
ada nyeri dan tidak ada bunyi jantung tambahan
7) Abdomen
Tampak luka insisi operasi, perut tidak kembung, tidak ada massa,
tidak ada pembesaran hepar, bising usus (+). Klien mengatakan nyeri
bila ditekan pada daerah perut kanan bawah.
8) Kulit/integument
Kulit sawo matang, tekstur kenyal, tidak terdapat edema, turgor baik
suhu 37 ºC.
9) Kuku
Bantalan kuku berwarna merah mudah, kuku tangan dan kaki cukup
bersih dan pendek
10) Ekstremitas atas dan bawah
Tidak ada kekakuan, edema dan atropi pada ekstremitas atas dan
bawah, pada ekstremitas atas sinistra terpasang infus RL 20
tetes/menit.
11) Genitalia
Tidak ada peradangan dan perdarahan

d. Pengkajian data fokus


1) Sistem gastrointestinal
- Inspeksi : umbilicus terletak di garis tengah dan tidak menonjol.
Bentuk abdomen simetris, tidak terlihat massa, tampak ada luka,
telah dilakukan tindakan appendektori pada tanggal 28 April 2016

24
- Auskultasi : bising usus 5 x/menit
- Perkusi : perkusi hati pada midklavikulari kanan terdengar redup
perkusi limfe di daerah posterior midaksilaris kiri terdengar redup
- Palpasi : tidak ada pembesaran hati, limfe dan ginjal tidak teraba
adanya massa pada abdomen, nyeri tekan pada perut kanan bawah
(SPKB).

e. Pemeriksaan diagnostik
USG: tampak adanya tanda-tanda apendisitis

f. Penatalaksanaan medis
Hari/tanggal: Selasa, 29 Maret 2016
- Cefotoxime 1 gr/12 jam
- Seminac 1 amp
- Ramitidine 1 amp/8 jam

8. Klasifikasi Data
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
- Klien mengatakan nyeri pada - Tampak meringis
daerah operasi - Skala nyeri 6 (skala 0-10)
- Klien mengatakan nyeri pada perut - Tampak luka insisi di perut kuadran
kanan bawah kanan bawah
- Klien menyakan tentang proses - Tampak lemah
penyakitnya - Nyeri tekan (+)
- TTV: TD : 100/60 mmHg, N : 86
x/menit, P : 20 x/menit, S : 37 ºC
- Klien sering bertanya tentang
penyakitnya
- Klien nampak khawatir

25
9. Analisa Data
No. Symptom/Sign Etiologi Problem
1. DS : Kontinuitas jaringan Nyeri Akut
- Klien mengatakan karena tindakan operasi
nyeri pada daerah
operasi
- Klien mengatakan
nyeri pada perut kanan
bawah
DO :
- Tampak meringis
- Skala nyeri 6 (skala 0-
10)
- Nyeri tekan (+)
- TTV
TD : 100/60 mmHg
N : 86 x/menit
P : 20 x/menit
S : 37 ºC
2. DS : Luka post operasi Resiko Tinggi
DO : Infeksi
- Tampak ada luka insisi
di perut kuadran kanan
bawah
3. DS : Kurang informasi Kurang
- Klien menyakan terhadap penyakitnya pengetahuan
tentang proses
penyakitnya

26
DO :
- Sering bertanya
tentang penyakitnya
- Klien nampak
khawatir

27
B. PENYIMPANGAN KDM
Apendiks

Hiperplasi folikel Benda asing Erosi mukosa Fekalit Striktur Tumor


Limfoid apendiks

Obstruksi

Mukosa terbendung

Apendiks teregang

Tekanan intraluminal

Aliran darah terganggu

Ulserasi dan invasi bakteri


Pada dinding apendiks

Apendicitis

Perubahan status kesehatan ke peritonium Tombosis pada vema intramural

Kurang informasi Peritonitis Pembekakan dan iskemia

Perforasi

Kurang pengetahuan

Pembedahan operasi

Luka insisi

Nyeri akut Jalan masuk kuman

Resti infeksi

28
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan karena
tindakan operasi ditandai dengan:
DS :
- Klien mengatakan nyeri pada daerah operasi
- Klien mengatakan nyeri pada perut kanan bawah
DO :
- Tampak meringis
- Skala nyeri 6 (skala 0-10)
- Nyeri tekan (+)
- TTV
TD : 100/60 mmHg
N : 86 x/menit
P : 20 x/menit
S : 37 ºC

2. Risiko tinggi infeksi berhubungan luka post operasi ditandai dengan:


DS : -
DO :
- Tampak ada luka insisi di perut kuadran kanan bawah

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan:


DS :
- Klien menyakan tentang proses penyakitnya
DO :
- Sering bertanya tentang penyakitnya
- Klien nampak khawatir

29
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan dan Rencana
Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Tindakan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Berguna dalam
berhubungan tindakan nyeri, catat pengawasan
dengan terputusnya keperawatan 3x24 lokasi, keefektifan
kontinuitas jam, nyeri berkurang karakteristik obat, kemajuan
jaringan karena atau hilang dengan dan beratnya (0- penyembuhan.
tindakan operasi 30ntibiot: 10) Perubahan pada
ditandai dengan: - Klien tidak karakteristik
DS : mengeluh nyeri nyeri
- Klien - Klien tampak menunjukkan
mengatakan tenang terjadinya
nyeri pada - Klien tidak absed/peritonita
daerah operasi meringis s, memerlukan
- Klien - TTV upaya evaluasi
mengatakan TD : 100/60 medik dan
nyeri pada mmHg intervensi.
perut kanan N : 86 x/menit 2. Observasi TTV, 2. Dapat
bawah P : 20 x/menit perhatikan membantu
DO : S : 37 ºC petunjuk non mengevaluasi
- Tampak verbal. pernyataan
meringis verbal dan
- Skala nyeri 6 keefektifan
(skala 0-10) intervensi.
- Nyeri tekan 3. Berikan 3. Lingkungan
(+) lingkungan yang tenang
- TTV yang tenang dan dapat
TD : 100/60 kurangi meningkatkan

30
mmHg rangsangan istirahat.
N : 86 x/menit stress
P : 20 x/menit 4. Pertahankan 4. Gravitasi
S : 37 ºC istirahat dengan melokalisasi
posisi semi eksudat
Fowler inflamasi dalam
abdomen bawah
atau pelvis,
menghilangkan
tegangan
abdomen yang
bertambah
dengan posisi
telentang.
5. Ajarkan teknik 5. Teknik nafas
nafas dalam bila dalam
rasa nyeri menurunkan
datang konsumsi
abdomen akan
O2,
menurunkan
frekuensi
pernafasan,
frekuensi
jantung dan
ketegangan otot
yang
menghentikan
siklus nyeri.

31
6. Kolaborasi 6. Menghilangkan
dengan nyeri,
pemberian mempermudah
analgetik sesuai kerjasama
indikasi dengan
intervensi lain,
contoh
ambulasi, batuk.
2. Risiko tinggi Setelah dilakukan 1. Awasi tanda- 1. Dugaan adanya
infeksi tindakan tanda vital. infeksi/terjadina
berhubungan luka keperawatan 3x24 Perhatikan sepsis, abses,
post operasi jam, tidak terjadi demam, peritonitis.
ditandai dengan: infeksi dengan menggigil,
DS : - 32ntibiot: berkeringat,
DO : - Meningkatkan perubahan
- Tampak ada penyembuhan mental,
luka insisi di luka dengan meningkatnya
perut kuadran benar nyeri abdomen.
kanan bawah - Bebas dari 2. Lakukan 2. Menurunkan
tanda-tanda pencucian risiko
infeksi tangan yang penurunan
baik dan bakteri.
perawatan luka
yang aseptik
3. Observasi 3. Memberikan
keadaan luka deteksi dini
dan insisi. terjadinya
proses infeksi
dan pengawasan

32
penyembuhan
peritonitis yang
tidak ada
sebelumnya.
4. Kolaborasi 4. Mungkin
dengan diberikan secara
pemberian profilaktik atau
antibiotik sesuai menurunkan
indikasi jumlah 33ntibiot
dan untuk
menurunkan
penyebaran dan
penyembuhan
pada rongga
abdomen.
3. Kurang Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Mengidentifikai
pengetahuan tindakan pemahaman sejauh mana
berhubungan keperawatan selama klien dan tingkat
dengan kurang 1x24 jam, klien keluarga pengetahuan
informasi ditandai dapat memahami tentang keluarga atau
dengan : dan kooperatif penyakitnya. klien tentang
DS : dalam pemberian penyakit yang
- Klien tindakan pengobatan dideritanya.
menyakan dengan 33ntibiot: 2. Diskusikan 2. Pemahaman
tentang proses - Klien tidak perawatan insisi meningkatkan
penyakitnya bertanya-tanya termasuk ganti kerjasama
DO : - Ikut serta dalam balutan. dengan program
- Sering program terapi
bertanya pengobatan meningkatkan

33
tentang penyembuhan
penyakitnya dan mengurangi
- Klien nampak komplikasi.
khawatir 3. Identifikasi 3. Upaya
gejala yang intervensi
menentukan menurunkan
evaluasi 34ntib risiko
contoh komplikasi
meringankan serius.
nyeri:
edema/eritema
luka, adanya
drainase
demam.
4. Tekankan 4. Penggunaan
pentingnya pencegahan
terapi antibiotic terhadap infeksi
sesuai
kebutuhan.

34
E. Implementasi Dan Evaluasi
Nama klien : Ny. G Dx. Medis : Apendisitis
Umur : 30 tahun Hari rawat :I
Ruang rawat : CHR Kelas III
HARI/ No. JAM IMPLEMENTASI RESPON KLIEN JAM EVALUASI (SOAP) PARAF
TGL DX
Selasa, 1. 09.30 1. Mengkaji tingkat 1. Nyeri sedang (6) 14.00 S:
29/03/2016 nyeri, lokasi dan lokasi pada perut - Klien mengatakan
karakteristik kuadran kanan bawah nyerinya sudah
09.35 2. Mengobservasi TTV 2. TTV : berkurang
TD : 100/60 mmHg
N : 86 x/menit O:
P : 20 x/menit - Wajah tampak
S : 37 ºC meringis
09.45 3. Memberikan 3. Klien tampak baring - Vital sign
lingkungan yang di atas tempat tidur, TD : 100/60 mmHg
tenang dan dengan posisi semi N : 86 x/menit
mengurangi Fowler. P : 20 x/menit
09.50 rangsangan stress S : 37 ºC
4. Mengajarkan teknik 4. Klien nampak tarik
nafas dalam bila rasa nafas melalui hidung

35
nyeri datang dan mengeluarkannya A : Masalah belum
10.00 melalui mulut teratasi
5. Mengkolaborasikan 5. Injeksi Cefotoxime 1
dengan pemberian gr/12 jam P : Lanjutkan intervensi
analgetik sesuai 1, 2, 4
indikasi
Selasa, 2. 10.10 1. Mengawasi tanda- 1. TTV : 14.10 S:-
29/03/2016 tanda vital TD : 100/60 mmHg
N : 86 x/menit O:
P : 20 x/menit - Tidak tampak adanya
S : 37 ºC tanda-tanda infeksi
10.20 2. Mengobservasi 2. Tampak luka insisi
keadaan luka balutan dibalut dengan verban, A : Masalah teratasi
balutan tampak kering
10.35 3. Mengganti verban 3. Perawat mengganti P : Intervensi dihentikan
verban
10. 40 4. Mengkaji tanda- 4. Udema (-), Pus (-),
tanda infeksi eritema (-)
Selasa, 3. 10.50 1. Mengkaji tingkat 1. Klien mengatakan 14.15 S:
29/03/2016 pemahaman klien tidak tahu apa - Klien menanyakan
dan keluarga tentang penyebab penyakitnya tentang proses

36
penyakitnya penyakitnya
2. Mendiskusikan 2. Verban tampak kering
11.00 perawatan insisi O:
termasuk ganti - Klien dapat
balutan. memahami tentang
11.15 3. Mengidentifikasi 3. Nyeri (+), edema (-), penyakitnya
gejala yang drainase (-) demam (-) - Klien tidak banyak
memerlukan evaluasi bertanya
medik contoh - Klien tidak khawatir
peningkatan nyeri:
11.35 edema/eritema luka, A : Masalah teratasi
adanya drainase,
demam P : Intervensi dihentikan
4. Menekankan 4. Injeksi Cefotoxime 1
pentingnya terapi gr/12 jam
antibiotik sesuai
kebutuhan

37
Nama klien : Ny. G Dx. Medis : Apendisitis
Umur : 30 tahun Hari rawat : II
Ruang rawat : CHR Kelas III
HARI/ No. JAM IMPLEMENTASI RESPON KLIEN JAM EVALUASI (SOAP) PARAF
TGL DX
Rabu, 1. 09.00 1. Mengkaji tingkat 1. Nyeri ringan (2-4) 14.15 S:
30/03/2016 nyeri, lokasi dan lokasi pada perut - Klien mengatakan
karakteristik kuadran kanan nyerinya sudah
bawah berkurang
09.10 2. Mengobservasi TTV 2. TTV : O :
TD : 100/80 mmHg - Wajah tampak tenang
N : 78 x/menit - Tidak meringis
P : 20 x/menit - Skala nyeri (2-4)
S : 370C A : Masalah teratasi
09.20 3. Mengajarkan teknik 3. Klien nampak tarik P : Intervensi dihentikan
nafas dalam bila rasa nafas melalui hidung
nyeri datang dan
mengeluarkannya
melalui mulut

38
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.

Fatma. (2010). Askep Appendicitis. Diakses


http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-appendicitis.html pada tanggal 09 Mei
2012.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Nuzulul. (2009). Askep Appendicitis. Diakses


http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep%20Pencernaan
Askep%20Apendisitis.html tanggal 09 Mei 2012.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart.
Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

39

You might also like