You are on page 1of 16

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

DOKTER INTERNSHIP

KEHAMILAN HETEROTOPIK

Disusun Oleh :

Nama : dr. Dwirama Ivan Prakoso Rahmadi

Wahana : RSUD Bima

Periode : 4 Juni 2018 – 4 Juni 2019

Dokter Pendamping :

dr. Muhammad Akbar

dr. Hj. Early, MPH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BIMA


KABUPATEN BIMA
Nama Peserta : dr. Dwirama Ivan
Nama Wahana : RSUD BIMA
Topik : Ilmu Penyakit Anak
Tanggal (kasus) : 31 Juli 2018
Nama Pasien : An. A(Perempuan) No. RM : 42.38.82
Tanggal Presentasi : 8 Agustus 2018 Nama Pendamping :
dr. Muhammad Akbar,
dr.Hj. Early M.PH
Tempat Presentasi : RSUD BIMA
Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan


v
Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia
Bumil
Deskripsi :
Pasien datang sadar dengan keluhan perut membesar sejak 5 bulan lalu,
disertai nyeri pada bagian perut kiri atas (LUQ). Keluhan disertai dengan
muntah darah sejak ± 1 minggu yang lalu serta nyeri pada tulang kaki
maupun tangan yang hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan tentang
penurunan berat badan yang drastis dan rasa lelah yang sering muncul
pada aktivitas hariannya. Demam (+), BAB/BAK lancar, mual (-), muntah
(-).
Tujuan :
 Untuk menegakkan diagnosis
 Manajemen penatalaksanaan
Bahan bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit
pustaka
Cara Diskusi Email Pos
membahas Presentasi
& diskusi

Data Pasien: Nama: An. A Nomor Registrasi:


42.38.82
Nama RS: RSUD BIMA Telp : 085245386214 Terdaftar sejak : 29 Juli
2018
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
Pasien datang sadar dengan keluhan perut membesar sejak 5 bulan lalu,
disertai nyeri pada bagian perut kiri atas (LUQ). Keluhan disertai dengan
muntah darah sejak ± 1 minggu yang lalu serta nyeri pada tulang kaki
maupun tangan yang hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan tentang
penurunan berat badan yang drastis dan rasa lelah yang sering muncul
pada aktivitas hariannya. Demam (+), BAB/BAK lancar, mual (-),
muntah (-).
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan sama dirasakan 1 tahun yang lalu (Nov 2017),
-› MRS RSUD Bima (pucat dan perut membesar)
3. Riwayat Keluarga
Keluhan sama tidak dirasakan pada anggota keluarga.
Riwayat penyakit kelainan darah disangkal oleh anggota keluarga.
4. Riwayat pekerjaan dan pendidikan
Pasien seorang pelajar SD. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS.
Kesan ekonomi menengah.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: sakit sedang
b. Kesadaran: compos mentis
c. Tanda vital:
 Tekanan darah : 100/70 mmHg
 Nadi : 116 x/menit
 Respirasi : 34 x/menit
 Suhu : 370C
d. Kepala : Normosefal
e. Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+),
sklera ikterik (-/-)
f. Leher : Kelenjar getah bening dan tiroid tidak
membesar
g. Paru : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
h. Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-),
gallop (-)
i. Abdomen :
Inspeksi : Distensi (+)
Auskultasi : Bising usus (+) redup, frekuensi sulit dinilai
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan (+) a/r LUQ, hepar
teraba membesar 4cm BAC dextra, lien
teraba membesar (Schuffner 5-6), ginjal
tidak teraba.
a. Ekstremitas : Nyeri tekan Os. pada ekstremitas atas
maupun bawah

6. Pemeriksaan Penunjang :
Hasil
Hematologi Satuan Nilai Rujukan
31 - 07 -2018
Hemoglobin 5,5 g/dL 10,0 - 16,0
RBC 1,41 % 2,50 - 3,50
Hematokrit 10,4 10^6/uL 33,0 – 38,0
Leukosit 766,81 10^3/uL 4,50 - 11,00
Trombosit 607 10^3/uL 150 - 450
Eosinofil 19,57 10^3/uL 0,00 – 0,40
Neutrofil 708,16 10^3/uL 1,50 – 7,00
Limfosit 9,69 10^3/uL 1,00 – 3,70
Monosit 28,48 10^3/uL 0,00 – 0,70

HASIL MORFOLOGI SADT


 Eritrosit: Normokrom, normositer, sel polikromatofik (-), normoblast (-).
 Leukosit: Kesan jumlah meningkat, myeloblast 11%, promyelosit 10%,
myelosit 26%, metamyelosit 10%, stab 14%, segmen 33%. Disertai
proliferasi Eosinofil 1,5%, basofil 1%.
 Trombosit: Kesan jumlah meningkat, giant platelet (+)
 Kesan: CML Fase Akselerasi (myeloblast >20%)
 Saran: BCR - ABL

7. Follow up
Tanggal Follow up Terapi
1-08- S : Sesak (+), mual (-), muntah - IVFD RL 14 tpm
- O2 nasal 2 lpm
2018 (-), BAK/BAB (+/+)
- Inf. Paracetamol 270mg
O:
KU: lemah, CM (E4M6V5), / 8 jam
nyeri sedang. - Inj. Cefotaxime 800mg /
TD: 90/60 mmHg,
12 jam
HR: 100x/menit,
- Pro transfusi PRC Kolf
RR: 28x/menit,
S: 37o C II (Kolf I: 30-7-2018)
Kepala: Konj. anemis (+/+). - Pro rujuk u/BMP
Abdomen: Distensi (+).
Ekstremitas: NT (+) pada tulang
maupun persendian.
A : Leukemia Myelositik Kronik
2-08- S : Sesak (+) hilang timbul, mual - IVFD RL 14 tpm
- O2 nasal 2 lpm
2018 (-), muntah (-), BAK/BAB (+/+)
- Inf. Paracetamol 270mg
O:
KU: lemah, CM (E4M6V5), / 8 jam
nyeri sedang. - Inj. Cefotaxime 800mg /
TD: 100/70 mmHg,
12 jam
HR: 112x/menit,
- Obs. Post Transfusi
RR: 26x/menit,
- Pro rujuk u/BMP
S: 37o C
Kepala: Konj. anemis (+/+).
Abdomen: Distensi (+).
Ekstremitas: NT (+) pada tulang
maupun persendian.
A : Leukemia Myelositik Kronik
8. Hasil Pembelajaran :
a. Definisi Leukemia Myelositik Kronik
b. Epidemiologi Leukemia Myelositik Kronik
c. Etiologi Leukemia Myelositik Kronik
d. Klasifikasi Leukemia Myelositik Kronik
e. Patofisiologi Leukemia Myelositik Kronik
f. Manifestasi Klinis Leukemia Myelositik Kronik
g. Penatalaksanaan Leukemia Myelositik Kronik
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :
1. Subyektif
Pasien datang sadar dengan keluhan perut membesar sejak 5 bulan lalu,
disertai nyeri pada bagian perut kiri atas (LUQ). Keluhan disertai dengan
muntah darah sejak ± 1 minggu yang lalu serta nyeri pada tulang kaki maupun
tangan yang hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan tentang penurunan berat
badan yang drastis dan rasa lelah yang sering muncul pada aktivitas hariannya.
Demam (+), BAB/BAK lancar, mual (-), muntah (-).
2. Obyektif
Keadaan umum: sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
Tanda vital:
 Tekanan darah : 100/70 mmHg
 Nadi : 116 x/menit
 Respirasi : 34 x/menit
 Suhu : 370C
Kepala : Normosefal
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+),
sklera ikterik (-/-)
Leher : Kelenjar getah bening dan tiroid tidak
membesar
Paru : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (+)
Auskultasi : Bising usus (+) redup, frekuensi sulit dinilai
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan (+) a/r LUQ, hepar
teraba membesar 4cm BAC dextra, lien
teraba membesar (Schuffner 5-6), ginjal
tidak teraba.
Ekstremitas : Nyeri tekan Os. pada ekstremitas atas
maupun bawah
3. Assessment
- Definisi
Leukemia mielositik kronik atau sering disebut juga leukemia granulositik
kronik adalah suatu penyakit klonal sel induk pluripoten yang digolongkan
sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif (Price dan Wilson, 2006). Penyakit
ini timbul pada tingkat sel induk pluripoten dan secara terus-menerus terkait
dengan gen gabungan BCR-ABL (Vardiman, 2007). Penyakit proliferatif adalah
penyakit yang ditandai oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan
diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi dapat terlihat tingkatan diferensiasi
seri granulosit, mulai dari promielosit, sampai granulosit (Fadjari, 2006).
Leukemia mielositik kronik yang paling umum adalah disertai dengan kromosom
Philadelphia (Ph) (Hoffbrand et al, 2005).

- Epidemiologi
Leukemia mielositik kronik mencakup 15 – 20 % dari semua leukemia.
Umumnya mengenai usia pertengahan, dengan puncak umur 40 – 50 tahun. LMK
jarang dijumpai pada masa anak-anak dan diperkirakan hanya merupakan 1 – 5 %
kasus Leukemia. Penyakit ini menyerang 1-2 orang per 100.000 dan membuat 7-
20% kasus leukemia (Dugdale, 2010). Leukemia mielositik kronik terjadi pada
kedua jenis kelamin dengan rasio pria : wanita sebesar 1,4:1 dan paling sering
terjadi pada usia antara 40-60 tahun. Diagnosis penyakit ini hampir 80 %
didiagnosis setelah umur 2 tahun. Umur terendah yang terdiagnosis LMK adalah 3
bulan.

- Etiologi

Menurut Markman (2009), Leukemia mielositik kronik adalah salah satu dari
kanker yang diketahui disebabkan oleh sebuah mutasi spesifik tunggal di lebih
dari 90% kasus. Transformasi leukemia mielositik kronik disebabkan oleh sebuah
translokasi respirokal dari gen BCR pada kromosom 22 dan gen ABL pada
kromosom 9, menghasilkan gabungan gen BCR-ABL yang dijuluki kromosom
Philadelphia. Protein yang dihasilkan dari gabungan gen tersebut, meningkatkan
proliferasi dan menurunkan apoptosis dari sel ganas.

- Patofisiologi

Pada leukemia mielositik kronik terjadi hilangnya sebagian lengan panjang


dari kromosom 22, yaitu kromosom Philadelphia (Ph) (Fadjari, 2006). Kromosom
ini dihasilkan dari translokasi t(9;22)(q23;q11) antara kromosom 9 dan 22,
akibatnya bagian dari protoonkogen Abelson ABL dipindahkan pada gen BCR di
kromosom 22 dan bagian kromosom 22 pindah ke kromosom 9. Pada translokasi
Ph, ekson 5’ BCR berfusi dengan ekson 3’ ABL menghasilkan gen khimerik untuk
mengkode suatu protein fusi berukuran 210kDa (p210) yang memiliki aktivitas
tirosin kinase melebihi produk ABL 145 kDa yang normal (Hoffbrand et al,
2005). Dengan kemajuan teknologi dibidang biologi molecular, didapatkan
adanya gabungan antara gen yang ada dilengan panjang kromosom 9 (9q34),
yakni ABL (Abelson) dengan gen BCR (break cluster region). Yang terletak di
lengan panjang kromosom 22 (22q11). Gabungan kedua gen ini sering ditulis
sebagai BCR-ABL(Fadjari, 2006).

Gen BCR-ABL menyebabkan proliferasi yang berlebihan sel pluripoten pada


sistem hematopoiesis. Disamping itu, BCR-ABL juga bersifat anti-apoptosis
sehingga menyebabkan gen ini dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel
normal. Dampaknya adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang mendesak
sistem hematopoiesis (Fadjari,2006).

Menurut Fadjari (2006), Mekanisme kerja gen BCR-ABL mutlak diketahui,


mengingat besarnya peranan gen ini pada diagnostik, perjalanan penyakit, dan
prognostik, serta implikasi teraupetiknya, sehingga perlu diketahui sitogenetik dan
kejadian di tingkat molekular.

-. Manifestasi Klinis

Menurut Hoffbrand et al (2005), gambaran klinis secara umum antara lain :

1. Gejala-gejala yang berhubungan dengan hipermetabolisme, misalnya


penurunan berat badan, kelelahan, anoreksia, keringat malam.
2. Spleenomegali hampir selalu ada dan seringkali bersifat masif. Pada
beberapa pasien, perbesaran limpa disertai dengan rasa tidak nyaman,
nyeri atau gangguan pencernaan.
3. Gambaran anemia meliputi pucat, dispnea, dan takikardia.

4. Memar, epistaksis, menorhagia, atau pendarahan dari tempat-tempat lain


akibat fungsi trombosit yang abnormal.

5. Gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia akibat


pemecahan purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah.

6. Gejala yang jarang dijumpai meliputi gangguan penglihatan dan


priapismus.

Perjalanan penyakit leukemia mielositik kronik terdiri atas 3 fase yaitu :

1. Fase kronik

Fase ini ditandai dengan ekspansi yang tinggi dari hemopoietik pool dengan
peningkatan sel darah matur dengan sedikit gangguan fungsional. Pada sumsum
tulang, hepar, lien, dan darah perifer dijumpai sel neoplasma yang sedikit. Lama
fase kronik 3 tahun. Gejala klinis akibat hipermetabolik seperti panas, keringat
malam, lemah, perut kembung, gangguan penglihatan, penurunan berat badan,
gangguan penglihatan, dan anorexia. Pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan
anemia normokromik normositer, dengan kadar leukosit meningkat antara 80.000-
800.000/mmk. Pada pemeriksaan apusan darah dapat dilihat seluruh stadium
diferensiasi sel. Kadar eosinofil dan basofil juga meningkat.

2. Fase Akselerasi

Setelah kurang lebih 3 tahun, leukemia mielositik kronik akan masuk ke fase
akselerasi yang lebih sulit dikendalikan daripada fase kronik dan fase ini dapat
berlangsung selama beberapa bulan (Hoffbrand et al, 2005).

Gejala fase akselerasi :

 Panas tanpa penyebab yang jelas.


 Spleenomegali progresif.
 Trombositosis.

 Basofilia (>20%), Eosinofilia, Myeloblast (>5%).

 Gambaran myelodisplasia seperti hipogranulasi neutrofil, mikro megakariosit


atau mononuklear yang besar.

 Fibrosis kolagen pada sumsum tulang.

 Terdapat kromosom baru yang abnormal seperti kromosom Philadelphia.

3. Fase Krisis Blas

Fase ini ditandai dengan ditemukannya lebih dari 30% sel blas pada sumsum
tulang. Sel blas kebanyakan adalah myeloid, tetapi dapat juga dijumpai eritroid,
megakariositik, dan limfoblas. Jika sel blas mencapai >100.000/mmk, maka
penderita memiliki resiko terkena sindrom hiperleukositosis.

- Gambaran laboratorium
- Hematologi Rutin

Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau menurun, lekosit antara 20-
60.000/mmk. Eosinofil dan basofil jmlahnya meningkat dalam darah. Jumlah
trombosit biasanya meningkat 500-600.000/mmk, tetapi dalam beberapa kasus
dapat normal atau menurun. (Fadjari, 2006).

- Apus Darah Tepi

Biasanya ditemukan eritrosit normositik normokrom, sering ditemukan adanya


polikromasi eritroblas asidofil atau polikromatofil. Seluruh tingkatan diferensiasi
dan maturasi seri granulosit terlihat, presentasi sel mielosit dan metamielosit
meningkat, demikian juga presentasi eosinofil dan basofil. (Fadjari, 2006).

- Apus Sumsum Tulang


Selularitas meningkat (hiperselular) akibat proliferasi dari sel-sel leukemia,
sehingga rasio mieloid : eritroid meningkat. Megakariosit juga meningkat.
Dengan pewarnaan retikulin, tampak bahwa stroma sumsum tulang mengalami
fibrosis. (Fadjari,2006).

- Kariotipik

Menggunakan metode FISH (Flourescen Insitu Hybridization), beberapa


aberasi kromosom yang sering ditemukan pada leukemia mieloid kronik antara
lain : +8, +9, +19, +21, i(17). (Fadjari, 2006).

- Penatalaksanaan

Tujuan dari terapi leukemia mielositik kronik adalah untuk mencapai remisi
lengkap, baik remisi hematologi (digunakan obat-obat yang bersifat
mielosupresif), remisi sitogenetik, maupun remisi biomolekular. Begitu tercapai
remisi hematologis, dilanjutkan terapi interferondan atau cangkok sumsum tulang
(Fadjari, 2006).

Hidroksiurea

Hidroksiurea adalah suatu analog urea yang bekerja menghambat enzim


ribonukleotida reduktanse sehingga menyebabkan hambatan sintesis
ribonukleotida trifosfat dengan akibat terhentinya sintesis DNA pada fase S. Obat
ini diberikan per oral dan menunjukan bioavailabilitas yang mendekati 100%
(Nafrialdi dan Gan, 2007).

Dosisnya adalah 30mg/kgBB/hari diberikan sebagai dosis tunggal maupun


dibagi 2-3 dosis. Apabila leukosit > 300.000/mmk, dosis boleh ditinggikan sampai
maksimal 2,5gram/hari. Penggunaan dihentikan bila leukosit <8000/mmk atau
trombosit <100.000/mmk (Fadjari,2006).
Efek sampingnya adalah mielosupresi, mual, muntah, diare, mukositis,
sakit kepala, letargi, dan kadang-kadang terjadi rash makulo popular dan pruritus
(Nafrialdi dan Gan, 2007).

Busulfan

Busulfan merupakan obat paliatif pilihan pada leukemia mielositik kronik.


Pada dosis rendah, depresi selektif telihat granulopoiesis dan trombopoiesis, pada
dosis yang lebih tinggi terlihat depresi eritropoiesis. Obat ini sering menyebabkan
depresi sumsum tulang sehingga pemeriksaan darah harus sering dilakukan
(Nafrialdi dan Gan, 2007).

Untuk pengobatan jangka panjang pada leukemia mielositik kronik


dosisnya sebanyak 2-6mg/hari secara oral dan dapat dinaikan sampai 12 mg/hari.
Obat ini diberikan sampai hitung leukosit mencapai <10.000/mmk, kemudian
pemberian obat dihentikan dan dimulai kembali setelah hitung leukosit mencapai
>50.000/mmk (Nafrialdi dan Gan, 2007).

Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh busulfan antara lain adalah
asthenia, hopotensi, mual, muntah, dan penurunan berat badan, selain itu juga
dapat menyebabkan katarak, fibrosis, amenore, atrofi testis dll. Busulfan juga
dapat menyebabkan fibrosis paru yang jarang terjadi tetapi bersifat fatal (Nafrialdi
dan Gan, 2007).

Imatinib

Imatinib merupakan penghambat tirosin kinase pada onkoprotein BCR-


ABL dan mencegah fosforilasi substrat kinase oleh ATP. Obat ini diindikasikan
untuk leukemia mielositik kronik yaitu suatu kelainan sel hematopoietik yang
ditandai dengan adanya kromosom Philadelphia dengan translokasi t(9;22) yang
menyebabkan fusi protein BCR-ABL. Imatinib diberikan per oral dan diabsorpsi
dengan baik oleh lambung. Obat ini terikat kuat pada protein plasma,
dimetabolisme oleh hati, dan dieliminasi melalui empedu dan feses (Nafrialdi dan
Gan, 2007).

Dalam beberapa kasus leukemia mielositik kronik, dapat terjadi resistensi


penyakit terhadap penggunaan imatinib untuk fase kronik. Apabila hal ini terjadi
maka dapat diberikan dasatinib 140mg atau meningkatkan dosis imatinib menjadi
800mg (Kantarjian et al, 2007).

Dosis untuk fase kronik adalah 400mg/hari setelah makan dan dapat
ditingkatkan sampai 600mg/hari bila tidak mencapai respon hematologik setelah 3
bulan pemberian, atau pernah membaik tetapi kemudian memburuk dengan Hb
menjadi rendah dan atau leukosit meningkat dengan tanpa perubahan jumlah
trombosit. Dosis harus diturunkan bila terjadi neutropeni (<500/mmk) atau
trombositopeni (<50.000/mmk) atau peningkatan sGOT/sGPT dan bilirubin.
Untuk fase krisis blas dapat diberikan langsung 800mg/hari (Fadjari, 2006).

Interferon alfa-2a atau Interferon alfa-2b

Perlu premedikasi dengan analgetik dan antipiretik sebelum pemberian


obat ini untuk mencegah/mengurangi efek samping interferon berupa flu like
syndrome. Dosis 5 juta IU/mk/hari subkutan sampai tercapai remisi sitogenetik,
biasanya setelah 12 bulan terapi. Sedangkan berdasar hasil penelitian di Indonesia,
dosis yang dapat ditoleransi adalah 3 juta IU/mk/hari (Fadjari, 2006).

Cangkok sumsum tulang belakang

Data menunjukan bahwa cangkok sumsum tulang dapat memperpanjang


masa remisi sampai >9 tahun, terutama pada cangkok sumsum tulang alogenik.
Cangkok sumsum tulang tidak dilakukan pada kromosom Ph negatif atau BCR-
ABL negatif (Fadjari, 2006).

- Penutup
Leukemia mielositik kronik biasanya memperlihatkan respon yang sangat baik
terhadap kemoterapi pada fase kronik. Ketahanan hidup rata-rata adalah 5-6 tahun
dan kematian biasanya disebabkan transformasi akut terminal atau pendarahan
atau infeksi yang menyelingi (Hematologi). 20% pasien dapat hdup hingga 10
tahun atau lebih.

Menurut Fadjari (2006), Faktor-faktor yang memperburuk keadaan pasien antara


lain :

1. Pasien : usia lanjut, keadaan umum buruk, disertai gejala sistemik seperti
penurunan berat badan, demam, keringat malam.
2. Laboratorium : anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia,
eosinofilia, kromosom Ph negative, BCR-ABL negative.

3. Terapi : memerlukan waktu lama (>3 bulan) untuk mencapai remisi,


memerlukan terapi dengan dosis tinggi, waktu remisi yang singkat.

Leukemia mielositik kronik adalah penyakit yang jarang terjadi, tetapi


memiliki angka kematian yang tinggi. Dunia kedokteran kini sudah sangat maju
dan telah ditemukan berbagai metode untuk menekan leukemia mielositik kronik.
Diharapkan dengan diagnosis dan penanganan yang baik tersebut, kualitas dan
harapan hidup penderita leukemia mielositik kronik dapat ditingkatkan. Harapan
untuk bertahan hidup itu menjadi semangat para penderita kanker dalam
menjalani hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA:

1. Besa, E., C., 2010. Chronic Myelogenous Leukemia, Emedicine.


2. Dugdale, D., C., 2010. Chronic Myelogenous Leukemia, MedLine.

3. Fadjari, H., 2006. Ilmu Penyakit Dalam (4th ed), Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

4. Hoffbrand, A. V., Pettit, J. E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta


Hematologi, (4th ed), EGC, Jakarta.

5. Kantarjian H., Pasquini R.,Hamerschlak N.,Rousselot P.,Holowiecki J.,


Jootar S., et al. Dasatinib or high-dose imatinib for chronic-phase chronic
myeloid leukemia after failure of first-line imatinib: a randomized phase 2
trial, Journal of The American Society of Hematology 2007;12: 5143-5150

6. Markman, M., 2009. Chronic Myeloid Leukemia and BCR-ABL,


Emedicine.

7. Nafrialdi, Gan, S., R., 2007. Farmakologi dan Terapi (5th ed),Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.

8. Price, S., A., Wilson, L., M., 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit (6th ed), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

9. Vardiman, J., W., 2009. Chronic Myelogenous Leukemia, BCR-ABL1+,


American Journal Clinical Pathology, 132, 248-249

Bima, 8 Agustus 2018


Peserta Pendamping

dr. Dwirama Ivan dr. Hj. Early, MPH

You might also like