Professional Documents
Culture Documents
DOKTER INTERNSHIP
KEHAMILAN HETEROTOPIK
Disusun Oleh :
Dokter Pendamping :
6. Pemeriksaan Penunjang :
Hasil
Hematologi Satuan Nilai Rujukan
31 - 07 -2018
Hemoglobin 5,5 g/dL 10,0 - 16,0
RBC 1,41 % 2,50 - 3,50
Hematokrit 10,4 10^6/uL 33,0 – 38,0
Leukosit 766,81 10^3/uL 4,50 - 11,00
Trombosit 607 10^3/uL 150 - 450
Eosinofil 19,57 10^3/uL 0,00 – 0,40
Neutrofil 708,16 10^3/uL 1,50 – 7,00
Limfosit 9,69 10^3/uL 1,00 – 3,70
Monosit 28,48 10^3/uL 0,00 – 0,70
7. Follow up
Tanggal Follow up Terapi
1-08- S : Sesak (+), mual (-), muntah - IVFD RL 14 tpm
- O2 nasal 2 lpm
2018 (-), BAK/BAB (+/+)
- Inf. Paracetamol 270mg
O:
KU: lemah, CM (E4M6V5), / 8 jam
nyeri sedang. - Inj. Cefotaxime 800mg /
TD: 90/60 mmHg,
12 jam
HR: 100x/menit,
- Pro transfusi PRC Kolf
RR: 28x/menit,
S: 37o C II (Kolf I: 30-7-2018)
Kepala: Konj. anemis (+/+). - Pro rujuk u/BMP
Abdomen: Distensi (+).
Ekstremitas: NT (+) pada tulang
maupun persendian.
A : Leukemia Myelositik Kronik
2-08- S : Sesak (+) hilang timbul, mual - IVFD RL 14 tpm
- O2 nasal 2 lpm
2018 (-), muntah (-), BAK/BAB (+/+)
- Inf. Paracetamol 270mg
O:
KU: lemah, CM (E4M6V5), / 8 jam
nyeri sedang. - Inj. Cefotaxime 800mg /
TD: 100/70 mmHg,
12 jam
HR: 112x/menit,
- Obs. Post Transfusi
RR: 26x/menit,
- Pro rujuk u/BMP
S: 37o C
Kepala: Konj. anemis (+/+).
Abdomen: Distensi (+).
Ekstremitas: NT (+) pada tulang
maupun persendian.
A : Leukemia Myelositik Kronik
8. Hasil Pembelajaran :
a. Definisi Leukemia Myelositik Kronik
b. Epidemiologi Leukemia Myelositik Kronik
c. Etiologi Leukemia Myelositik Kronik
d. Klasifikasi Leukemia Myelositik Kronik
e. Patofisiologi Leukemia Myelositik Kronik
f. Manifestasi Klinis Leukemia Myelositik Kronik
g. Penatalaksanaan Leukemia Myelositik Kronik
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :
1. Subyektif
Pasien datang sadar dengan keluhan perut membesar sejak 5 bulan lalu,
disertai nyeri pada bagian perut kiri atas (LUQ). Keluhan disertai dengan
muntah darah sejak ± 1 minggu yang lalu serta nyeri pada tulang kaki maupun
tangan yang hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan tentang penurunan berat
badan yang drastis dan rasa lelah yang sering muncul pada aktivitas hariannya.
Demam (+), BAB/BAK lancar, mual (-), muntah (-).
2. Obyektif
Keadaan umum: sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
Tanda vital:
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 116 x/menit
Respirasi : 34 x/menit
Suhu : 370C
Kepala : Normosefal
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+),
sklera ikterik (-/-)
Leher : Kelenjar getah bening dan tiroid tidak
membesar
Paru : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (+)
Auskultasi : Bising usus (+) redup, frekuensi sulit dinilai
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Soepel (+), nyeri tekan (+) a/r LUQ, hepar
teraba membesar 4cm BAC dextra, lien
teraba membesar (Schuffner 5-6), ginjal
tidak teraba.
Ekstremitas : Nyeri tekan Os. pada ekstremitas atas
maupun bawah
3. Assessment
- Definisi
Leukemia mielositik kronik atau sering disebut juga leukemia granulositik
kronik adalah suatu penyakit klonal sel induk pluripoten yang digolongkan
sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif (Price dan Wilson, 2006). Penyakit
ini timbul pada tingkat sel induk pluripoten dan secara terus-menerus terkait
dengan gen gabungan BCR-ABL (Vardiman, 2007). Penyakit proliferatif adalah
penyakit yang ditandai oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan
diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi dapat terlihat tingkatan diferensiasi
seri granulosit, mulai dari promielosit, sampai granulosit (Fadjari, 2006).
Leukemia mielositik kronik yang paling umum adalah disertai dengan kromosom
Philadelphia (Ph) (Hoffbrand et al, 2005).
- Epidemiologi
Leukemia mielositik kronik mencakup 15 – 20 % dari semua leukemia.
Umumnya mengenai usia pertengahan, dengan puncak umur 40 – 50 tahun. LMK
jarang dijumpai pada masa anak-anak dan diperkirakan hanya merupakan 1 – 5 %
kasus Leukemia. Penyakit ini menyerang 1-2 orang per 100.000 dan membuat 7-
20% kasus leukemia (Dugdale, 2010). Leukemia mielositik kronik terjadi pada
kedua jenis kelamin dengan rasio pria : wanita sebesar 1,4:1 dan paling sering
terjadi pada usia antara 40-60 tahun. Diagnosis penyakit ini hampir 80 %
didiagnosis setelah umur 2 tahun. Umur terendah yang terdiagnosis LMK adalah 3
bulan.
- Etiologi
Menurut Markman (2009), Leukemia mielositik kronik adalah salah satu dari
kanker yang diketahui disebabkan oleh sebuah mutasi spesifik tunggal di lebih
dari 90% kasus. Transformasi leukemia mielositik kronik disebabkan oleh sebuah
translokasi respirokal dari gen BCR pada kromosom 22 dan gen ABL pada
kromosom 9, menghasilkan gabungan gen BCR-ABL yang dijuluki kromosom
Philadelphia. Protein yang dihasilkan dari gabungan gen tersebut, meningkatkan
proliferasi dan menurunkan apoptosis dari sel ganas.
- Patofisiologi
-. Manifestasi Klinis
1. Fase kronik
Fase ini ditandai dengan ekspansi yang tinggi dari hemopoietik pool dengan
peningkatan sel darah matur dengan sedikit gangguan fungsional. Pada sumsum
tulang, hepar, lien, dan darah perifer dijumpai sel neoplasma yang sedikit. Lama
fase kronik 3 tahun. Gejala klinis akibat hipermetabolik seperti panas, keringat
malam, lemah, perut kembung, gangguan penglihatan, penurunan berat badan,
gangguan penglihatan, dan anorexia. Pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan
anemia normokromik normositer, dengan kadar leukosit meningkat antara 80.000-
800.000/mmk. Pada pemeriksaan apusan darah dapat dilihat seluruh stadium
diferensiasi sel. Kadar eosinofil dan basofil juga meningkat.
2. Fase Akselerasi
Setelah kurang lebih 3 tahun, leukemia mielositik kronik akan masuk ke fase
akselerasi yang lebih sulit dikendalikan daripada fase kronik dan fase ini dapat
berlangsung selama beberapa bulan (Hoffbrand et al, 2005).
Fase ini ditandai dengan ditemukannya lebih dari 30% sel blas pada sumsum
tulang. Sel blas kebanyakan adalah myeloid, tetapi dapat juga dijumpai eritroid,
megakariositik, dan limfoblas. Jika sel blas mencapai >100.000/mmk, maka
penderita memiliki resiko terkena sindrom hiperleukositosis.
- Gambaran laboratorium
- Hematologi Rutin
Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau menurun, lekosit antara 20-
60.000/mmk. Eosinofil dan basofil jmlahnya meningkat dalam darah. Jumlah
trombosit biasanya meningkat 500-600.000/mmk, tetapi dalam beberapa kasus
dapat normal atau menurun. (Fadjari, 2006).
- Kariotipik
- Penatalaksanaan
Tujuan dari terapi leukemia mielositik kronik adalah untuk mencapai remisi
lengkap, baik remisi hematologi (digunakan obat-obat yang bersifat
mielosupresif), remisi sitogenetik, maupun remisi biomolekular. Begitu tercapai
remisi hematologis, dilanjutkan terapi interferondan atau cangkok sumsum tulang
(Fadjari, 2006).
Hidroksiurea
Busulfan
Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh busulfan antara lain adalah
asthenia, hopotensi, mual, muntah, dan penurunan berat badan, selain itu juga
dapat menyebabkan katarak, fibrosis, amenore, atrofi testis dll. Busulfan juga
dapat menyebabkan fibrosis paru yang jarang terjadi tetapi bersifat fatal (Nafrialdi
dan Gan, 2007).
Imatinib
Dosis untuk fase kronik adalah 400mg/hari setelah makan dan dapat
ditingkatkan sampai 600mg/hari bila tidak mencapai respon hematologik setelah 3
bulan pemberian, atau pernah membaik tetapi kemudian memburuk dengan Hb
menjadi rendah dan atau leukosit meningkat dengan tanpa perubahan jumlah
trombosit. Dosis harus diturunkan bila terjadi neutropeni (<500/mmk) atau
trombositopeni (<50.000/mmk) atau peningkatan sGOT/sGPT dan bilirubin.
Untuk fase krisis blas dapat diberikan langsung 800mg/hari (Fadjari, 2006).
- Penutup
Leukemia mielositik kronik biasanya memperlihatkan respon yang sangat baik
terhadap kemoterapi pada fase kronik. Ketahanan hidup rata-rata adalah 5-6 tahun
dan kematian biasanya disebabkan transformasi akut terminal atau pendarahan
atau infeksi yang menyelingi (Hematologi). 20% pasien dapat hdup hingga 10
tahun atau lebih.
1. Pasien : usia lanjut, keadaan umum buruk, disertai gejala sistemik seperti
penurunan berat badan, demam, keringat malam.
2. Laboratorium : anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia,
eosinofilia, kromosom Ph negative, BCR-ABL negative.
3. Fadjari, H., 2006. Ilmu Penyakit Dalam (4th ed), Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
7. Nafrialdi, Gan, S., R., 2007. Farmakologi dan Terapi (5th ed),Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
8. Price, S., A., Wilson, L., M., 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit (6th ed), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.