You are on page 1of 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di rumah sakit, didalam triage mengutamakan perawatan pasien berdasarkan
gejala. Perawat triage menggunakan ABC keperawatan seperti jalan nafas, pernapasan dan
sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu, nadi, respirasi, tingkat kesadaran dan inspeksi
visual untuk luka dalam, deformitas kotor dan memar untuk memprioritaskan perawatan yang
diberikan kepada pasien di ruang gawat darurat. Perawat memberikan prioritas pertama untuk
pasien gangguan jalan nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu.Pasien-pasien ini mungkin
memiliki kesulitan bernapas atau nyeri dada karena masalah jantung dan mereka menerima
pengobatan pertama.Pasien yang memiliki masalah yang sangat mengancam kehidupan
diberikan pengobatan langsung bahkan jika mereka diharapkan untuk mati atau membutuhkan
banyak sumber daya medis. (Bagus,2007). Jumlah dan kasus pasien yang datang ke unit gawat
darurat tidak dapat diprediksi karena kejadian kegawatan atau bencana dapat terjadi kapan saja,
dimana sajaserta menimpa siapa saja. Karena kondisinya yang tidak terjadwal dan bersifat
mendadak serta tuntutan pelayanan yang cepat dan tepat maka diperlukan triagesebagai langkah
awal penanganan pasien di unit gawat darurat dalam kondisisehari-hari.
Jurnal penelitian yang disampaikan oleh Farokhnia dan Gorransson pada tahun 2011
mengenai “Swedish emergency department triage and interventions for improved patient flows: a
national update” melaporkan mengenai peningkatan penerapan kualitas triage pada emergency
department di Sweden dari tahun 2009 (73%) ke tahun 2010(97%). Swedish Council on Health
Technology Assesment mencoba mengirimkan kuesioner kepada manajer emergency department
di seluruh rumah sakit di Swedan (74 rumah sakit). Kuesioner berisi pertanyaan mencakup
mengenai aspek dalam penerapan 3 intervensi triage yang digunakan selama ini dan perencanaan
untuk tindakan kepada pasien yang akan diterapkan oleh perawat Berdasarkan observasi dan
penilaian dokumentasi triage pada file pasien ketepatan penilaian triage pada bulan September
2010 94,24%, Oktober 201095,95% dan November 2010 98, 61%.Tetapi pelaksanaan triage
belum sepenuhnya dilakukan di ruang triage yang telah disediakan karena masih ditemukan
perawat tidak selalu berada di ruang triage dan adanya faktor pasien yang tidak mau dilakukan
triage.(Farokhnia & Gorransson, 2011).
Penerapan triage terdiri dari upaya klasifikasi kasus cedera secara cepat berdasarkan
keparahan cedera mereka dan peluang kelangsungan hidup mereka melalui intervensi medis
yang segera. Sistem triage tersebut harus disesuaikan dengan keahlian setempat. Sistem triage
biasanya sering ditemukan pada perawatan gawat darurat disuatu bencana. Dengan penanganan
secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup pasien. Jadi Perawat harus mampu
menggolongkan pasien tersebut dengan sistem triase. Pada sistem rumah sakit, langkah pertama
yang harus dilewati saat masuk rumah sakit adalah penilaian oleh perawat triage. Perawat ini
kemudian melakukan evaluasi kondisi pasien, perubahan-perubahan yang terjadi, dan
menentukan prioritas giliran untuk masuk ke UGD dan prioritas dalam mendapatkan
penanganan. Setelah pemeriksaan dan penanganan darurat selesai, pasien dapat masuk ke dalam
system triage rumah sakit. Lebih jelasnya dapat kita beri contoh misalkan pada pasien label
merah adalah pasien dengan keadaan gawat darurat / pasien cedera berat atau mengancam jiwa
dan memerlukan transport segera. Misalnya : gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera
kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat dan lain-lain.
Sedangkan pada pasien dengan label kuning adalah pasien misalnya dengan penyakit infeksi luka
ringan, usus buntu, patah tulang, luka bakar ringan. Cedera abdomen tanpa shok, cedera dada
tanpa gangguan respirasi, cedera kepala atau tulang belakang leher tanpa gangguan kesadaran
serta luka bakar ringan. Pasien yang mendapat label hijau adalah pasien dengan kondisi
kesehatan yang masih dapat ditunda pelayanan,misalkan benturan memar di permukaan kulit,
luka lecet, tertusuk duri, dan demam ringan, radang lambung,tidak perlu penanganan cepat.
Pasien dengan tanda triage hitam adalah pasien yang tidak memungkinkan memiliki harapan
hidup kendati dilakukan tindakan medis. Misalnya pasien dengan kondisi kerusakan
berat dari seluruh organ penting tubuh, misalnya akibat kecelakaan, bencana alam dan luka
bakar.Seorang petugas kesehatan di ruang Unit gawat darurat harus peka menggunakan
kemampuan mata, telinga, indra peraba lebih peka,tanggap situasi, cepat dan tepat dalam menilai
perubahan mendadak pasien yang berada di UGD, sewaktu-waktu kondisi status triage bisa
berubah (Muttaqin, 2012).Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 3Maret
2014di Rumah Sakit Reksa Waluya kota Mojokerto pada 2 responden 1 perawat melaksanakan
Triage sesuai dengan SOP Rumah Sakit dan 1 perawat melaksanakan Triage belum sesuai SOP
Rumah Sakit.
Triage merupakan salah satu ketrampilan keperawatan yang harus dimiliki Oleh perawat
unit gawat darurat dan hal ini membedakan antara perawat unit gawat darurat dengan perawat
unit khusus lainnya. Karena Triage harus dilakukandengan cepat dan akurat maka diperlukan
perawat yang berpengalaman dankompeten dalam melakukan triage, Sesuai standar DepKes RI
perawat yang Melakukan triage adalah perawat yang telah bersertifikat pelatihan PPGD
(Penanggulangan Pasien Gawat Darurat) atau BTCLS (Basic Trauma Cardiac life support)
Selain itu perawat triage sebaiknya mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang memadai
karena harus trampil dalam pengkajian serta harus mampu mengatasi situasi yang komplek dan
penuh tekanan sehingga memerlukan kematangan professional untuk mentoleransi stress yang
terjadi dalam mengambil keputusan terkait dengan kondisi akut pasien dan menghadapi keluarga
pasien (Elliott et al, 2007).
B. TUJUAN
1. Memberikan pelayanan komunikatif, cepat dan tepat selama 24 jam terus menerus
2. tercapainya suatu pelayanan kesehatan yang optimal, terarah dan terpadu bagi setiap
anggotamasyarakat yang berada dalam keadaan gawat darurat
3. Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat sehingga dapat hidup dan
berfungsikembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
4. Menerima dan merujuk pasien gawat darurat melalui sistem rujukan untuk
memperoleh penanganan yang lebih baik Menanggulangi korban bencana dan
Menanggulangi
C. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan Penelitian deskriptif. Variabel yang diteliti adalah Pelaksanaan
Triage di Unit Gawat Darurat RumahSakit Reksa Waluya Mojokerto. Populasi dan sampel dalam
penelitian ini yaitu berjumlah 7 orang perawat pelaksana yang ada di Unit Gawat Darurat yang
didapatkan dengan menggunakan teknik sampling Total Sampling yaitu jumlah sampel sama
dengan jumlah Populasi. Lokasi Dan waktu penelitian yaitu di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit
Reksa Waluya. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini Menggunakan kuesioner dan
dihitung dengan kala likert dan dianalisa menggunakan skor T.
BAB II
PEMBAHASAAN

A. HASIL PENELITIAN
Data Umum Sebagian besarkarakteristik responden berumur 26 – 30tahun yaitu sebanyak 4
orang (57.1 %). Sebagian besar pendidikan responden adalah D3 yaitu Sebanyak 5 Orang
(71.4%). Sebagian besar Masa kerja responden adalah 5 tahun yaitu sebanyak 5 orang (71%).
Sebagian besar Jenis kelamin responden adalah laki-laki yaitu sebanyak 4 orang (57.1%).
B.Data Khusus Sebagian besar
Responden melaksanakan triage sesuai standar SOP Rumah Sakit
Reksa waluya Mojokerto yaitu sebanyak 4 orang (57.1%).Hasil penelitian di dapatkanbahwa
sebagian besar perawat melaksanakan triage sesuai standar SOP Rumah Sakit Reksa waluya
yaitu 4 responden (57.1%).
Triage merupakan pengelompokan korban yang berdasarkan atas berat dan
ringannya trauma atau penyakitnya serta kecepatan penanganan / pemindahan.
Pengelompokan dapat dibedakan dari penyebab kejadian, kejadian Massal (Multiple Patient)
Adalah kejadian atau timbulnya kedaruratan yang mengakibatkan lebih dari satu korban yang
dikelola oleh lebih dari satu penolong bukan akibat bencana, kejadian bencana (Mass Cassuality
Disaster) Adalah kedaruratan yang memerlukan penerapan sistem penanggulangan gawat
Darurat terpadu dan bencana (SPGT dan SPGDB). (SOP Rumah Sakit Reksa Waluya 2014).
Jumlah dan kasus pasien yang dating ke unit gawat darurat tidak dapat di prediksikan karena
kejadian kegawatan atau bencana dapat terjadi kapan saja,dimana saja serta menimpa siapa saja.
Karena kondisinya yang tidak
Terjadwal dan bersifat mendadak serta tuntutan pelayanan yang cepat dan tepat maka diperlukan
triage sebagai langkah awal penanganan pasien di unit gawat darurat dalam kondisi sehari-hari,
Triage juga diartikan sebagai suatu tindakan pengelompokkan penderita
berdasarkan pada beratnya cidera yang diprioritaskan ada tidaknya pada gangguan
airway (A),breathing (B), dan circulation (C) dengan mempertimbangkan sarana, sumber daya
manusia, dan probalitas hidup penderita (Kartikawati N, 2012) Prinsip Triage harus dilakukan
dengan segera dan singkat. Kemapuan untuk menilai dan merespon dengan cepat kemungkinan
yang dapat menyelamatkan pasien dari kondisi sakit atau cidera yang mengancam nyawa dalam
departemen gawat darurat.Triage in HospitalPada unit gawat darurat perawat bertanggung jawab
dalam menentukan prioritas perawatan pada pasien. Ketakutan dan jumlah pasien, skill
perawat,ketersediaan peralatan dan sumber daya dapat menentukan seting prioritas. Thomson
dan Dains (1992).
Hasil dari penelitian perawat melaksanakan Triage sebanyak responden (57.1%) sesuai dengan
SOP Rumah Sakit Reksa Waluya yang meliputi prosedur dan pemberian label terhadap pasien
sesuai tingkat kegawatannya. Hal ini dikarenakan
perawat yang bekerja di UGD Rumah sakit Reksa Waluya itu sudah memahami triage karna
pendidikan yang memadai dan pengalaman kerja yangcukup lama karna semakin lama orang
bekerja maka akan bertambah pengetahuan dan keter
ampilannya, sehingga dapat melaksanakan Triage sesuaai SOP Rumah Sakit.
Triage dilakukan oleh perawat berpengalaman yang bertugas di ruang triage. Pasien
segera dilakukan pertolongan cepat oleh perawat profesional yang berada di
ruang triage.Tindakan triage yang cepat dan akurat membutuhkan perawat yang mempunyai
pendidikan, pengalaman, dan klasifikasi yang baik(Kartikawati, 2012)
Akan tetapi dari hasil analisa tidak semua responden dapat melaksanakan triage sesuai
SOP RS Reksa Waluyo, responden yang tidak melaksanakan
triage sebanyak 3 responden (42.9%) hal ini dikarenakan responden tidak pernah
melaksanakan Triage pemberian label warna yang meliputi warna
Hijau dalam triage pada pasien yang dating dengan henti jantung, trauma kepala yang ktitis,
radiasi yang tinggi. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh kurangnya pengalaman dan berfikiran jika
pasien sudah kritis bukan tugas perawat yang harus
menanganinya akan tetapi dokter yang harus menanganinya,oleh karena itu perawat tidak
mengerti tentang pelabelan yang harus diberikan oleh perawat.
Semua perawat diharapkan melaksanakan triage sesuai SOP Rumah Sakit terutama pada
pemberian label atau warna karena itu merupakan proses awal dalam penentuan tingkat kegawat
daruratan terhadap pasien, apabila perawat tidak bias melaksanakan triage sesuai tingkat
kegawatannya maka tindakan keperawatan tidak akan terlaksana, dari proses menyeleksi,
kemudian memberikanprioritas dan kemudian memberikan tindakan sesuai dengan
kegawatannya.
Pengambilan keputusan adalah bagian yang penting dan integral pada medis dan praktik
keperawatan. Penilaian klinis tentang pasien membutuhkan baik pemikiran dan intuisi, dan
keduanya harus didasarkan pada professional, pengetahuan dan keterampilan. Banyak praktisi
berpendapat bahwa pengambilan keputusan kritis adalah hanya sekitar akal sehat dan pemecahan
masalah, dan sampai batas tertentu mereka sudah benar. Itu, bagaimanapun, lebih dari ini dan
membutuhkan tingkat keterampilan tertentu (Cicilia, 2012).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan dan tujuan penelitian untuk mengetahui pelaksanaan triage di UGD
Rumah Sakit Reksa Waluya kota Mojokerto, maka dapat disimpulkan sebagian besar
responden melaksanakan triage sesuai dengan SOP Rumah Sakit Reksa Waluya Mojokerto
adalah Responden.
B. Saran
1. Bagi Rumah sakit
Diharapkan pihak rumah sakit lebih memperhatikan pegawai/perawat yang
bekerja di UGD Rumah Sakit Reksa Waluya
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian dengan desain yang berbeda
seperti desain analitik, dengan jumlah responden diperbanyak agar hasil yang diteliti
dapat akurat serta dapat mengembangkan penelitian kearah yang lebih luas mungkin
tentang kegawat daruratan pemahaman triage di instansi Rumah Sakit
3. Bagi Responden
Perawat yang melaksanakan Triage berdasarkan SOP Rumah Sakit diharapkan
lebih meningkatkan pelaksanaan triage lebih baik dapat meningkatkan kembali
pengetahuan dan ketangkasan dalam memilih pasien yang harus diprioritaskan
pelaksanaan Triage.
Perawat yang tidak melaksanakan Triage berdasarkan SOP Rumah Sakit
diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan triage dengan baik dan benar.
4. Bagi Institusi Peneliti
menyarankan agar meningkatkan kerja sama dengan instansi kesehatan mengenai
pelaksanaan triage
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2006. Pedoman Manajemen Sumber Daya


Manusia (SDM) Kesehatan Dalam Penanggulangan Bencana.Kementrian Kesehatan : Jakarta.
Girsang. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Waktu Tanggap Petugas
Kesehatan.
Kirana. 2013. Pengaruh Beban Kerja Kuantitatif dan Kualitatif Terhadap Kinerja
Perawat dalam Pelayanan Kegawatdaruratan di RSUD dr. Djasmen Saragih
Pitaloka, Syamsir, Novliadi. 2010. Pengaruh Kondisi Kerja dan Beban Kerja Terhadap
Stres Kerja pada Perawat di Ruang Rawat Inap RSU Kaban Jahe Kab.Karo.
Sabriyati dkk. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Ketepatan Waktu
Tanggap Penanganan Kasus pada Respon Time I di Instalasi Gawat Darurat Bedah dan Non
Bedah RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo

You might also like