You are on page 1of 22

1.

Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis dan mikroskopis articulatio coxae

MAKROSKOPIS

Tulang: Antara caput femoris dan acetabulum


Jenis sendi: Enarthrosis spheroidea
Penguat sendi: Terdapat tulang rawan pada facies lunata

Kelenjar Havers terdapat pada acetabuli


Ligamentum iliofemorale yang berfungsi mempertahankan art. coxae tetap ekstensi,
menghambat rotasi femur, mencegah batang berputar ke belakang pada waktu berdiri
sehingga mengurangi kebutuhan kontraksi otot untuk mempertahankan posisi tegak.
Ligamentum ischiofemorale yang berfungsi mencegah rotasi interna. Ligamentum
pubofemoralis berfungsi mencegah abduksi, ekstensi, dan rotasi externa. Selain itu
diperkuat juga oleh Ligamentum transversum acetabuli dan Ligamentum
capitifemoris. Bagian bolong disebut zona orbicularis.
Capsula articularis: membentang dari lingkar acetabulum ke linea
intertrochanterica dan crista intertrochanterica.

Gerak sendi:

Fleksi: M. iliopsoas, M. pectineus, M. rectus femoris, M. adductor longus, M.


adductor brevis, M. adductor magnus pars anterior tensor fascia lata

Ekstensi: M. gluteus maximus, M. semitendinosus, M. semimembranosus, M. biceps


femoris caput longum, M. adductor magnus pars posterior

Abduksi: M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. piriformis, M. sartorius, M.


tensor fasciae latae

Adduksi: M. adductor magnus, M. adductor longus, M. adductor brevis, M. gracilis,


M. pectineus, M. obturator externus, M. quadratus femoris

Rotasi medialis: M. gluteus medius, M. gluteus minimus, M. tensor fasciae latae, M.


adductor magnus (pars posterior)

Rotasi lateralis: M. piriformis, M. obturator internus, Mm. gamelli, M. obturator


externus, M. quadratus femoris, M. gluteus maximus dan Mm. adductores

Articulatio ini dibungkus oleh capsula articularis yang terdiri dari jaringan ikat
fibrosa. Capsula articularis berjalan dari dipinggir acetabulum Os. coxae menyebar ke
latero-inferior mengelilingi collum femoris untuk melekat pada linea trochanterica
bagian depan dan meliputi pertengahan bagian posterior collum femoris kira-kira
sebesar jari diatas crista trochanterica. Oleh karena itu bagian lateral dan distal
belakang collum femoris adalah diluar capsula articularis. Sehubungan dengan itu
fraktur collum femoris dapat extracapsular dan dapat pula intracapsular.

MIKROSKOPIS

Ada dua jenis tulang, yaitu tulang kompakta (padat) dan tulang spongiosa
(cancellous bone) . Tulang kompakta dibentuk oleh matriks tulang yang tersusun
berlapis-lapis disebut lamel. Lamel tersusun mengelingi saluran Havers. Saluran
Havers beserta lamel havers masing-masing disebut sistem Havers atau osteon.
Diantara sistem Havers satu dan lainnya terdapat lamel yang iregular dan tidak
disertai oleh saluran Havers, disebut lamel interstitial. Saluran Havers satu sama lain
dihubungkan oleh saluran horizontal disebut saluran Vokman yang terisi pembuluh
darah dan berhubungan dengan rongga sumsum tulang.
Osteosit terdapat didalam lakuna, tersusun mengikuti sistem lamel. Osteosit
memiliki cabang sitoplasma yang panjang dan halus, didalam sediaan tampak sebagai
kanalikuli. Kanalikuli berjalan tegak lurus terhadap lakuna dan saling berhubungan
dengan kanalikuli osteosit disebelahnya.

2. Memahami dan menjelaskan fraktur

A. Definisi

Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifis atau tulang rawan
sendi.

B. Klasifikasi

Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas : complete, dimana
tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih, serta incomplete (parsial).
Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:

1. Fissure/Crack/Hairline – tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat, biasa


terjadi pada tulang pipih
2. Greenstick Fracture – biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna,
clavicula, dan costae
3. Buckle Fracture – fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam

Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi:

1. Transversal – garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari sumbu tulang)
2. Oblik – garis patah tulang melintang sumbu tulang (<80o atau >100o dari sumbu
tulang)
3. Longitudinal – garis patah mengikuti sumbu tulang
4. Spiral – garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
5. Comminuted – terdapat 2 atau lebih garis fraktur

Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur:

a. Undisplace – fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya

b. Displace – fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas:

- Shifted Sideways – menggeser ke samping tapi dekat

- Angulated – membentuk sudut tertentu

- Rotated – memutar

- Distracted – saling menjauh karena ada interposisi

- Overriding – garis fraktur tumpang tindih

- Impacted – satu fragmen masuk ke fragmen yang lain


Gambar 1. Tipe Fraktur menurut garis frakturnya

Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur dengan
dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh. Sedangkan
apabila kulit di atasnya tertembus dan terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur
dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat
masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah sehingga cenderung untuk mengalami
kontaminasi dan infeksi.
3. Memahami dan menjelaskan fraktur collum femoris

A. Definisi

Fraktur kolum femur adalah fraktur intrakapsuler yang terjadi di femur


proksimal pada daerah yang berawal dari distal permukaan artikuler caput
femur hingga berakhir di proksimal intertrokanter.

B. Etiologi

a. Trauma langsung: benturan pada tulang mengakibatkan fraktur ditempat tersebut.


b. Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari
area benturan.
c. Fraktur patologis: fraktur yang disebabkan trauma yamg minimal atau tanpa trauma.
Contoh fraktur patologis: Osteoporosis, penyakit metabolik, infeksi tulang dan tumor
tulang.

Klasifikasi Fraktur

a. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran. (bergeser dari posisi normal).
b. Fraktur tidak komplit adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.

c. Fraktur tertutup tidak menyebabkan robeknya kulit.

d. Fraktur terbuka merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrana mukosa
sampai kepatahan tulang, fraktur terbuka digradasi menjadi:

1) Grade 1 dengan luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm

2) Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif

3) Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan


jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling berat

e. Fraktur juga digolongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang:

1) Greenstick: fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok

2) Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang

3) Obllik: fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak
stabil dibanding transversal)

4) Spiral: fraktur memuntir sepanjang batang tulang

5) Komunitif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen

6) Depresi: fraktur dengan pragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi


pada tulang tengkorak dan tulang wajah)

7) Kompresi: fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang


belakang)

8) Patologik: fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
penyakit paget, metastasis tulang, tumor)
9) Avulsi: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada
perlakatannya

10) Epifiseal: fraktur melalui epifisis

11) Impaksi: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang yang
lainnya.

C. Patofisiologi
Kaput femoris mendapat vaskularisasi dari 3 sumber, yaitu dari pembuluh
darah intramedulla pada collum femur, pembuluh darah servikal asenden pada
retinakulum kapsular dan pembuluh darah pada ligamentum kapitis femoris.
Pasokan darah intramedulla selalu terganggu oleh fraktur; pembuluh
retinakular juga dapat robek bila terdapat banyak pergeseran. Pada pasien usia
lanjut, pasokan yang tersisa dalam ligamentum teres sangat sedikit dan pada
20% kasus tidak ada. Hal inilah yang menyebabkan tingginya insidensi
nekrosis avaskular pada fraktur collum femur yang disertai pergeseran.5
Fraktur transervikal, menurut definisi, bersifat intrakapsular. Fraktur ini
penyembuhannya buruk karena dengan robeknya pembuluh kapsul, cedera itu
melenyapkan persediaan darah utama pada kaput femur, kemudian karena
tulang intra-artikular hanya mempunyai periosteum yang tipis dan tidak ada
kontak dengan jaringan lunak yang dapat membantu pembentukan kalus, serta
akibat adanya cairan sinovial yang mencegah pembekuan hematom akibat
fraktur itu. Karena itu ketepatan aposisi dan impaksi fragmen tulang menjadi
lebih penting dari biasanya. Terdapat bukti bahwa aspirasi hemartrosis dapat
meningkatkan aliran darah dalam kaput femoris dengan mengurangi
tamponade.

D. Manifestasi

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai tulang dimobilisasi.

b. Deformitas disebabkan karena pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau


tungkai.
c. Pemendekan tulang terjadi karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah
tempat fraktur.

d. Krepus, teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.

e. Pembengkakan lokal dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan gangguan sirkulasi yang mengikuti fraktur.

Pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan berat namun pada
penderita usia tua biasanya hanya dengan trauma ringan sudah dapat
menyebabkan fraktur collum femur. Penderita tidak dapat berdiri karena rasa sakit
sekali pada pada panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi.
Didapatkan juga adanya pemendekakan dari tungkai yang cedera. Tungkai dalam
posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi.

E. Diagnosis

Penegakan diagnosis fraktur collum femur dibuat berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Dari anamnesis diketahui adanya riwayat trauma/jatuh yang diikuti nyeri
pinggul, pada pemeriksaan didapatkan posisi panggul dalam keadaan fleksi,
eksorotasi dan abduksi. Pada atlet yang mengalami nyeri pinggul namun
masih dapat berjalan pemeriksaan dimulai dengan riwayat rinci dan
pemeriksaan fisik. Dokter harus menanyakan apakah gejala yang muncul
terkait dengan olahraga atau kegiatan tertentu. Riwayat latihan fisik harus
diperoleh dan perubahan dalam tingkat aktivitas, alat bantu, tingkat intensitas,
dan teknik harus dicatat.
Adanya riwayat menstruasi harus diperoleh dari semua pasien wanita.
Amenore sering dikaitkan dengan penurunan kadar serum estrogen.
Kurangnya estrogen pelindung menyebabkan penurunan massa tulang. Trias
yang dijumpai pada wanita bisa berupa amenore, osteoporosis, dan makan
teratur banyak mempengaruhi perempuan aktif. Tanda dan gejala pada
perempuan meliputi fatigue, anemia, depresi, intoleransi dingin, erosi enamel
gigi. Dokter harus mencurigai adanya fraktur dan memahami tanda-tanda yang
mungkin dari para atlet wanita, terutama mencatat fraktur yang tidak biasa
terjadi dari trauma minimal. Sebagian besar atlet menggambarkan timbulnya
rasa sakit selama 2-3 minggu, dimana dapat dijumpai perubahan dalam
pelatihan atau penggunaan peralatan latihan. Biasanya, pelari meningkatkan
jarak tempuh mereka atau intensitas, atau penggunaan sepatu lari. dokter harus
bertanya tentang latihan individu dan jarak tempuh.
Pasien biasanya melaporkan riwayat pinggul tiba-tiba, nyeri di selangkangan,
atau nyeri lutut yang memburuk dengan olahraga. Karakteristik dari fraktur
adalah riwayat sakit setempat yang berkaitan dengan latihan yang meningkat
dan berkurang dengan aktivitas dan baik dengan istirahat atau dengan aktivitas
yang kurang. Nyeri semakin parah dengan pelatihan lanjutan. Rasa sakit
berasal dari aktivitas berulang, dan berkurang dengan istirahat.

Diagnosis Banding
Fraktur collum femur di diagnosis banding dengan kelainan berikut :
a.Osteitis Pubis
b.Slipped Capital Femoral Epiphysis
c.Snapping Hip Syndrome

F. Pemeriksaan fisik dan penunjang

Pemeriksaan fisik

Inspeksi
Pemeriksaan ini dimulai dengan pengamatan pasien selama evaluasi.
Perhatikan setiap kali pasien meringis atau pola-pola abnormal. Pasien dengan
patah tulang leher femur biasanya tidak dapat berdiri karena rasa sakit sekali
pada pada panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi.
Didapatkan juga adanya pemendekakan dari tungkai yang cedera. Tungkai
dalam posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi. Amati krista iliaka untuk
setiap ketinggian yang berbeda, yang mungkin menunjukkan perbedaan
fungsional panjang kaki. Alignment dan panjang ekstremitas biasanya normal,
tapi gambaran klasik dari pasien dengan fraktur yang pendek dan ekstremitas
eksternal diputar. Penilaian ada tidaknya atrofi otot atau asimetri juga penting.

Palpasi
Pada palpasi fraktur diagnosis sering ditemukan adanya hematom di panggul.
Pada tipe impaksi, biasanya penderita masih dapat berjalan disertai rasa sakit
yang tidak begitu hebat. Posisi tungkai tetap dalam keadaan posisi netral.
Ditentukan rentang gerak untuk fleksi panggul, ekstensi, adduksi, rotasi
internal dan eksternal serta fleksi lutut dan ekstensi. Temuan termasuk adanya
rasa sakit dan terbatasnya rentang gerak pasif di pinggul.

Pemeriksaan Penunjang

Foto Rontgen
Pada proyeksi AP kadang tidak jelas ditemukan adanya fraktur pada kasus
yang impacted, untuk ini diperlukan pemerikasaan tambahan proyeksi axial.
Pergeseran dinilai melalui bentuk bayangan tulang yang abnormal dan tingkat
ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung leher femur.
Penilaian ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tidak bergeser
(stadium I dan II Garden ) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara
fraktur yang bergeser sering mengalami non union dan nekrosis avaskular.4,5
Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah
pertama dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama dari
film x-ray untuk menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan untuk
menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya pembentukan tulang
periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan tegangan
fraktur. Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada bagian leher
femur, yang merupakan lokasi untuk jenis fraktur. Fraktur harus dibedakan
dari patah tulang kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan Snowdy,
biasanya terletak pada bagian inferior leher femoralis. Jika tidak terlihat di
film x-ray standar, bone scan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus
dilakukan.
Bone Scanning
Bone scanning dapat membantu menentukan adanya fraktur, tumor, atau
infeksi. Bone scan adalah indikator yang paling sensitif dari trauma tulang,
tetapi mereka memiliki kekhususan yang sedikit. Shin dkk melaporkan bahwa
bone scanning memiliki prediksi nilai positif 68%. Bone scanning dibatasi
oleh resolusi spasial relatif dari anatomi pinggul.
Di masa lalu, bone scanning dianggap dapat diandalkan sebelum 48-72 jam
setelah patah tulang, tetapi sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hold dkk
menemukan sensitivitas 93%, terlepas dari saat cedera.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan dalam
waktu 24 jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan MRI, fraktur
biasanya muncul sebagai garis fraktur di korteks dikelilingi oleh zona edema
intens dalam rongga meduler. Dalam sebuah studi oleh Quinn dan McCarthy,
temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien dengan hasil foto rontgen yang
kurang terlihat. MRI dapat menunjukkan hasil yang 100% sensitif, spesifik
dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur collum femur.

G. Komplikasi

Komplikasi awal

a. Syok: Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan kehilangan cairan eksternal kejaringan
yang rusak.

b. Sindrom emboli lemak: Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk
kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan
kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak dalam aliran
darah.
c. Sindrom kompartemen: merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam
otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan
karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gips atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi
kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai
masalah (misal : iskemi, cidera remuk).

Komplikasi lambat

a. Delayed union: proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam waktu yang lebih
lama dari perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5 bulan)

b. Non union: kegagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan.

c. Mal union: proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu
semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.

Komplikasi umum yang biasa menyertai cedera atau tindakan operasi pada pasien
usia lanjut misalnya trombosis vena tungkai bawah, embolisme paru, pneumonia
dan ulkus dekubitus. Kelainan yang terdapat sebelum fraktur terjadi dapat
memperberat kondisi pasien.

Nekrosis avaskular terjadi pada 30% pasien dengan pergeseran fraktur dan 10%
pada pasien fraktur tanpa pergeseran. Beberapa minggu setelah cedera,
pemeriksaan scan nanokoloid dapat memperlihatkan berkurangnya vaskularitas.
Perubahan pada sinar X berupa meningkatnya kepadatan kaput femoris mungkin
tidak nyata selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Kolapsnya kaput
femur akan menyebabkan nyeri dan semakin hilangnya fungsi. Terapinya adalah
dengan penggantian sendi total.

Fraktur non union ditemukan pada lebih dari sepertiga fraktur leher femur, dan
resiko ini terutama meningkat pada pasien yang mengalami pergeseran berat.
Terdapat banyak penyebab buruknya suplai darah, akibat tidak sempurnanya
reduksi, tidak cukupnya fiksasi dan lambatnya penyembuhan yang merupakan
tanda khas untuk fraktur intraartikular.

Adanya tulang di tempat fraktur remuk, fragmen terpecah dan screw yang keluar
atau terjulur ke lateral. Pasien akan mengeluhkan nyeri, tungkai memendek dan
sukar berjalan.

Nekrosis avaskular atau kolapsnya kaput femur dapat mengakibatkan osteoartritis


sekunder setelah beberapa tahun. Bila gerakan sendi berkurang dan meluasnya
kerusakan sampai ke permukaan sendi, perlu dilakukan penggantian sendi total.

H. Penatalaksanaan

a. Recognition: mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,


pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan: lokasi,
bentuk fraktur, menentukan teknnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang
mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
b. Reduction: reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragment fraktur sehingga didapat
posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis
dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis dikemudian hari. Posisi yang baik
adalah: alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna. Fraktur yang tidak
memerlukan reduksi seperti fraktur klavikula, iga, fraktur impaksi dari humerus,
angulasi <5>
c. Retention, immobilisasi fraktur: mempertahankan posisi reduksi dan memfasilitasi
union sehingga terjadi penyatuan, immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna meliputi pembalut gips, bidai, traksi, dan fiksasi interna meliputi inplan
logam seperti screw.
d. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Proses Penyembuhan tulang

a. Fase hematoma: Proses terjadinya hematoma dalam 24 jam. Apabila terjadi fraktur
pada tulang panunjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli
dalam sistem haversian mengalami robekan pada daerah luka dan akan
membentuk hematoma diantar kedua sisi fraktur.

b. Fase proliferasi/ fibrosa: terjadi dalam waktu sekitar 5 hari. Pada saat ini terjadi
reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan, karena
adanya sel-sel osteogenik yang berpoliferasi dari periosteum untuk membentuk
kalus eksternal serta pada daerah endosteum membentuk kalus internal sebagai
aktifitas seluler dalam kanalis medularis.

c. Fase Pembentukkan Kalus: Waktu pembentukan kalus 3-4 minggu. Setelah


pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang
berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan.

d. Fase Osifikasi: Pembentukan halus mulai mengalami perulangan dalam 2-3


minggu, patah tulang melalui proses penulangan endokondrol, mineral terus-
menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras.

e. Fase Remodeling: Waktu pembentukan 4-6 bulan. Pada fase ini perlahan-lahan
terjadi reabsorbsi secara eosteoklastik dan tetap terjadi prosesosteoblastik pada
tulang dan kalus eksternal secara perlahan-lahan menghilang (Rasjad, 1998 : 400
).

Faktor yang mempercepat penyembuhan tulang

a. Immobilisasi fragmen tulang

b. Kontak fragmen tulang maksimal

c. Asupan darah yang memadai

d. Nutrisi yang baik

e. Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang


f. Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D,

g. Potensial listrik pada patahan tulang

Faktor yang menghambat penyembuhan tulang

a. Trauma berulang

b. Kehilangan massa tulang

c. Immobilisasi yang tak memadai

d. Rongga atau jaringan diantar fragmen tulang

e. Infeksi

f. Radiasi tulang (nekrosis tulang)

g. Usia

h. Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

1 Pengkajian

a. Anamnesa

1) Data biografi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,


alamat, suku bangsa, status perkawinan, sumber biaya, sumber informasi.

2) Riwayat kesehatan masa lalu: Riwayat kecelakaan, Dirawat dirumah sakit,


Obat-obatan yang pernah diminum

3) Riwayat kesehatan sekarang: Alasan masuk rumah sakit, Keluhan utama,


Kronologis keluhan
4) Riwayat kesehatan keluarga: penyakit keturunan

5) Riwayat psikososial: Orang terdekat dengan klien, Interaksi dalam keluarga,


Dampak penyakit terhadap keluarga, Masalah yang mempengaruhi klien,
Mekanisme koping terhadap penyakitnya, Persepsi klien terhadap
penyakitnya, Sistem nilai kepercayaan :

6) Pola kebersihan sehari- hari sebelum sakit dan selama sakit: Pola nutrisi,
Pola eliminasi, Pola Personal Hygiene, Pola Istirahat dan Tidur, Pola
aktifitas dan latihan, Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan,

b. Dasar Data Pengkajian Pasien

1) Aktifitas

Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi pada bagian yang terkena (mungkin


segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan
jaringan, nyeri).

2) Sirkulasi

a) Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri


atau ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)

b) Takikardia (respon stress, hipovolemia)

c) Penurunan/ tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisian
kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.

d) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.

3) Neurosensori

a) Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot

b) Kebas/ kesemutan (parestesia)


c) Deformitas lokal: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi
(bunyi berderit ) Spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.

d) Agitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)

4) Nyeri/ kenyamanan

a) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada


area jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi), tak ada nyeri
akibat kerusakan saraf

b) Spasme/ kram otot

5) Keamanan

a) Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan, perubahan warna

b) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-


tiba).

6) Penyuluh/ pembelajaran

Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

a) Pemeriksaan rontgen: Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis


fraktur

b) Scan tulang, tomogram, CT-scan / MRI: Memperlihatkan fraktur


dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak

c) Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat


(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi
fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan sel
darah putih adalah respon stres normal setelah trauma.

d) Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens


ginjal.
Penanganan fraktur collum femur yang bergeser dan tidak stabil
adalah reposisi tertutup dan fiksasi interna secepatnya dengan pin
yang dimasukkan dari lateral melalui kolum femur. Bila tak dapat
dilakukan operasi ini, cara konservatif terbaik adalah langsung
mobilisasi dengan pemberian anestesi dalam sendi dan bantuan
tongkat. Mobilisasi dilakukan agar terbentuk pseudoartrosis yang
tidak nyeri sehingga penderita diharapkan bisa berjalan dengan
sedikit rasa sakit yang dapat ditahan, serta sedikit pemendekan.1

Terapi operatif dianjurkan pada orang tua berupa penggantian


kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur dengan
prosthesis atau eksisi kaput femur diikuti dengan mobilisasi dini
pasca bedah.3

a.Terapi Konservatif

Dilakukan apabila fraktur memiliki kemungkinan sebagai berikut :

a.Gangguan peredaran darah pada fragmen proksimal

b.Kesulitan mengamati fragmen proksimal

c.Kurangnya penanganan hematom fraktur karena adanya cairan


synovial.

Penanganan konservatif dapat dilakukan dengan skin traction dan buck


extension.
b.Terapi Operatif

Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah terapi operasi, fraktur yang
bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi internal, dan bagaimanapun juga
manula harus bangun dan aktif tanpa ditunda lagi kalau ingin mencegah
komplikasi paru dan ulkus dekubitus. Fraktur terimpaksi dapat dibiarkan
menyatu, tetapi selalu ada resiko terjadinya pergeseran pada fraktur-fraktur
itu, sekalipun ditempat tidur, jadi fiksasi internal lebih aman. Dua prinsip
yang harus diikuti dalam melakukan terapi operasi yaitu reduksi anatomi
yang sempurna dan fiksasi internal yang kaku.1

Metode awal yang menstabilkan fraktur adalah fiksasi internal dengan Smith
Petersen Tripin Nail. Fraktur dimanipulasi dengan meja khusus orthopedi.
Kemudian fraktur difiksasi internal dengan S.P. Nail dibawah pengawasan
Radiologi. Metode terbaru fiksasi internal adalah dengan menggunakan
multiple compression screws. Pada penderita dengan usia lanjut (60 tahun ke
atas) fraktur ditangani dengan cara memindahkan caput femur dan
menempatkannya dengan metal prosthesis, seperti prosthesis Austin
Moore.1,2

Penderita segera di bawa ke rumah sakit. Tungkai yang sakit dilakukan


pemasangan skin traction dengan buck extension. Dalam waktu 24-48 jam
dilakukan tindakan reposisi, yang di lanjutkan dengan reposisi tertutup
dengan salah satu cara menurut Leadbetter. Penderita terlentang di atas meja
operasi dalam pengaruh anastesi, asisten memfiksir pelvis, lutut dan coxae
dibuat fleksi 90° untuk mengendurkan kapsul dan otot-otot sekitar panggul.
Dengan sedikit adduksi paha ditarik ke atas, kemudian pelan-pelan dilakukan
gerakan endorotasi panggul 45°, kemudian sisi panggul dilakukan gerakan
memutar dengan melakukan gerakan abduksi dan extensi. Setelah itu di
lakukan test.1,2

Palm Halm Test : tumit kaki yang cedera diletakkan di atas telapak tangan.
Bila posisi kaki tetap dalam kedudukan abduksi dan endorotasi berarti
reposisi berhasil baik. Setelah reposisi berhasil baik, dilakukan tindakan
pemasangan internal fiksasi dengan teknik multi pin percutaneus. Kalau
reposisi pertama gagal dapat diulang 3 kali. Kemudian dilakukan open
reduksi, dilakukan reposisi terbuka, setelah tereposisi dilakukan internal
fiksasi alat internal fiksasi knowless pin, cancellous screw, atau plate.5

Pengawasan dengan sinar X (sebaiknya digunakan penguat) digunakan untuk


memastikan reduksi pada foto anteroposterior dan lateral.

Diperlukan reduksi yang tepat pada fraktur stadium III dan IV, fiksasi pada
fraktur yang tak tereduksi hanya mengundang kegagalan kalau fraktur stdium
III dan IV tidak dapat direduksi secara tertutup dan pasien berumur dibawah
70 tahun, dianjurkan melakukan reduksi terbuka melalui pendekatan
anterolateral.5

Tetapi pada pasien tua (60 tahun keatas) cara ini jarang diperbolehkan, kalau
dua usaha yang dilakukan untuk melakukan reduksi tertutup gagal, lebih baik
dilakukan penggantian prostetik. Sekali direduksi, fraktur dipertahankan
dengan pen atau kadang dengan sekrup kompresi geser yang ditempel pada
batang femur. Insisi lateral digunakan untuk membuka femur pada bagian
atas kawat pemandu, yang disisipkan dibawah pengendali fluroskopik,
digunakan untuk memastikan bahwa penempatan alat pengikat adalah tepat.
Dua sekrup berkanula sudah mencukupi, keduanya harus terletak memanjang
dan sampai plate tulang subkondral, pada foto lateral keduanya berada
ditengah-tengah pada kaput dan leher, tetapi pada foto anteropsterior, sekrup
distal terletak pada korteks inferior leher femur.1

Sejak hari pertama pasien harus duduk ditempat tidur atau kursi. Dia dilatih
melakukan pernafasan, dianjurkan berusaha sendiri dan mulai berjalan
(dengan penopang atau alat berjalan) secepat mungkin.

Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan
IV tidak dapat diramalkan, sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik.
Pandangan ini meremehkan morbiditas yang menyertai penggantian. Karena
itu kebijaksanaan kita adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien
yang berumur dibawah 60 tahun dan mempersiapkan penggantian untuk
penderita yang :
a.Penderita yang sangat tua dan lemah

b.Penderita yang gagal mengalami reduksi tertutup

c.Penggantian yang paling sedikit traumanya adalah prostesis femur


atau prostesis bipolar tanpa semen yang dimasukan dengan
pendekatan posterior.

Penggantian pinggul total mungkin lebih baik :

a.Bila terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan dicurigai ada
kerusakan acetebulum.

b.Pada pasien dengan penyakit paget atau penyakit metastatik.

Penanganan nekrosis avaskuler kaput femur dengan atau tanpa


gagal-pertautan juga dengan eksisi kaput dan leher femur dan
kemudian diganti dengan prosthesis metal.

Pada fraktur leher femur impaksi biasanya penderita dapat berjalan selama
beberapa hari setelah jatuh sebelum timbul keluhan. Umumnya gejala yang
timbul minimal dan panggul yang terkena dapat secara pasif digerakkan
tanpa nyeri. Fraktur ini biasanya sembuh dalam waktu 3 bulan tanpa tindakan
operasi, tetapi apabila tidak sembuh atau terjadi disimpaksi yang tidak stabil
atau nekrosis avaskuler, penanganannya sama dengan yang di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Apley. A. Graham. 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi 1.


Jakarta : EGC.
Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3.
Volume 8. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan Edisi 2. Jakarta : EGC .

Donges, Marilyn B, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta


: EGC.

Lukman and Sorensen’s. 1993. Medical Surgical Nursing. 4th Edition buku
11. USA : WB Sunder Company.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid II. FKUI.
Media Aesculapius.

Price, Slyvia A Dan Laraine M. Wilson.1995. Patofisiologi. Buku I . Edisi 4.


Jakarta : EGC.

Rasjad, Chairudin. 1998. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang : Bintang


Lamupate.

Smetzer, Suzanna. C. dkk. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner


and Suddarth. Edisi 8, vol 3. Jakarta : EGC.

You might also like