You are on page 1of 33

COPING STRES MAHASISWA DI TANGERANG SELATAN YANG

SEDANG MENYUSUN SKRIPSI

Disusun Oleh:

Ardana Fanesia Sylsye (2017031003)

Diana Novitasari (2016031043)

Fauziah Nur Fazrina (2017031008)

Laila Midori (2017031012)

Naila Diyaul Aulia (2017031001)

Mata kuliah:

Metode Penelitian Dan Statistik Deskriptif

Program Studi Psikologi

Universitas Pembangunan Jaya

2017
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkatan stres dan jenis coping yang
mereka lakukan pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi di Tangerang Selatan. Jenis
penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Subjek yang diteliti adalah mahasiswa
yang sedang menyusun skripsi semester 7 sampai semester 9. Penelitian ini menggunakan
skala interval. Skala interval untuk mengukur jenis coping yang paling banyak digunakan
oleh mahasiswa penyusun skripsi dan mengukur seberapa tinggi tingkat stress yang dialami
oleh mahasiswa penyusun skripsi. Jumlah peserta dalam penelitian ini sebanyak 163
partisipan dan kemudian diolah dan disaring menjadi 100 partisipan. Hasil dari penelitian ini
dapat diketahui bahwa mahasiswa yang mengalami stres ringan sebanyak 31 orang, stres
normal sebanyak 20 orang, stres berat sebanyak 33 orang dan stres sangat berat sebanyak 16
orang, sehingga kita dapat mengetahui bahwa sebagian besar mahasiswa penyusun skripsi
mengalami stres berat. Coping yang lebih banyak mereka lakukan adalah emotion-focused
coping. Emotion-focused coping banyak dipilih karena strategi penanganan stres dengan
memberikan respon secara emosional dan terbukti dari jumlah sampel yang terkumpul paling
banyak adalah Emotion-focused coping dengan jumlah 56% sedangkan problem focused
coping berjumlah 44%.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mahasiswa menurut Sarwono (dalam Burhani, 2016) adalah setiap orang yang
secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia
sekitar 18–30 tahun. Winkel & Hastuti (dalam Jaya, 2016) menambahkan bahwa,
masa mahasiswa meliputi rentang usia dari 18-19 tahun sampai 24-25 tahun. Rentang
usia itu masih dapat dibagi-bagi atas periode 18-19 tahun sampai 20-21 tahun, yaitu
mahasiswa semester I sampai dengan semester IV, dan waktu 21-22 tahun sampai 24-
25 tahun yaitu mahasiswa semester V sampai dengan semester VIII. Mahasiswa akan
mengalami masa kuliah di suatu universitas selama minimal tiga atau empat tahun,
dan akan mengakhiri masa kuliahnya dengan menyusun skripsi sebagai syarat
kelulusan untuk mendapat gelar sarjana.
Skripsi merupakan karya ilmiah yang ditulis melalui kegiatan perencanaan,
pelaksanaan dan hasil penelitian ilmiah oleh mahasiswa jenjang program sarjana
muda atau sarjana (Soemanto dalam Rafikasari, 2015). Skripsi sebagai salah satu jenis
karya tulis ilmiah yang disusunoleh mahasiswa berdasarkan hasil penelitian yang
memenuhi syarat-syarat ilmiah dan digunakan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana strata satu (S1). Mage & Priyowidodo (dalam Ushfuriyah,
2015) menyebutkan bahwa menyusun skripsi bagi sebagian mahasiswa merupakan
hal yang menakutkan yang mau tidak mau wajib dijalani, karena dianggap sebagai
pekerjaan yang sangat berat. Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai hambatan
seperti sulitnya bertemu dosen pembimbing, sulitnya mencari referensi buku bacaan,
lingkungan yang kurang kondusif dan adanya rasa lelah saat menyusun skripsi
dikarenakan terlalu lama menyusun skripsi.
Penelitian yang dilakukan oleh Mujiyah (dalam Ushfuriyah, 2015) memperoleh
hasil bahwa kendala-kendala yang biasa dihadapi mahasiswa dalam menulis tugas
akhir skripsi meliputi: kebingungan dalam mengembangkan teori (3,3%), kurangnya
pengetahuan tentang metodologi (10%), kesulitan menyusun pembahasan (10%),
kesulitan menguraikan hasil penelitian (13,3%), dan kesulitan menentukan judul
(13,3%). Selain itu rasa takut bertemu dosen pembimbing (6,7%), malas (40%),
motivasi rendah (26,7%), dosen terlalu sibuk (13,3%), dosen pembimbing sulit
ditemui (36,7%), minimnya waktu bimbingan (23,3%), kurangnya koordinasi dan
kesamaan persepsi antara dosen pembimbing pertama dan dosen pembimbing kedua
(23,3%), kurangnya buku-buku referensi yang fokus pada permasalahan penelitian
(53,3%), referensi yang ada merupakan buku-buku lama yang tidak dapat
dipergunakan karena ada batasan usia literatur (6,7%) juga menjadi kendala dalam
proses penyusunan skripsi.
Tuntutan dari kampus yang mewajibkan segera menyelesaikan skripsi dan
kesulitan yang dialami selama proses penyusunan skripsi akan menjadi tekanan bagi
mahasiswa sehingga bisa mengalami stres (Faridah dalam Broto, 2016). Stres
merupakan suatu keadaan yang dialami manusia ketika ada sebuah ketidaksesuaian
antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk mengatasinya (Looker
& Gregson dalam Broto, 2016). Dickinson (dalam Broto, 2016) memaparkan bahwa
stres meningkatkan risiko dari mahasiswa untuk mengalami berbagai gangguan
mental dan penyakit fisik yang meliputi kecemasan, depresi, kekebalan tubuh
menurun, sakit kepala, sakit jantung, energi dan gangguan tekanan darah. Sarafino
(dalam Rozaq, 2014) menyatakan terdapat dua jenis stres yang mempengaruhi
kehidupan individu, salah satu jenis stres yang berbahaya dan dapat merusak atau
mengganggu disebut distress sedangkan stres yang dapat memberi manfaat positif
atau membangun disebut eustress.
Penelitian mengenai stres telah dilakukan pada beberapa Universitas. Di Amerika
Utara, penelitian yang dilakukan terhadap 100 partisipan menunjukkan bahwa
prevalensi stres pada mahasiswa adalah 38% (Shannone, 1999). Penelitian sejenis
dilakukan oleh (Firth, 2004) pada salah satu Universitas di Inggris yang melibatkan
165 partisipan tersebut menunjukkan prevalensi stres pada mahasiswa adalah 31,2%.
Sementara itu, tiga penelitian yang dilakukan di Asia menunjukkan hasil bahwa di
Pakistan, dengan 161 partisipan, prevalensi stres mahasiswa adalah 30,84% (Shah,
Hasan, Malik, & Sreeramareddy, 2010). Di Malaysia, dengan 396 partisipan,
prevalensi stres mahasiswa adalah 41,9% (Sherina, 2004) dan di Saudi Arabia
terhadap 494 partisipan, diketahui bahwa prevalensi stres pada mahasiswa adalah
57% dimana 21,5% diantaranya merupakan stres ringan, 15,8% stres sedang, dan
19,6% stres berat (Simbolon, 2013).
Reaksi stres yang muncul pada saat mengerjakan skripsi dapat bersifat positif
maupun negatif. Reaksi stres bersifat positif misalnya mahasiswa semakin terpacu
untuk mencari referensi-referensi tambahan skripsi, mahasiswa juga semakin terpacu
untuk mengerjakan skripsi. Reaksi stres bersifat negatif misalnya, mahasiswa
menghindar dengan tidak mengerjakan skripsi, melakukan aktivitas lain yang
dianggap menarik, menunda-nunda, dan sebagainya (Agung & Budiani dalam Raini,
2017).
Terdapat beberapa contoh yang menjadikan stres merupakan hal serius, seperti
kasus mahasiswa suatu perguruan tinggi di Sumatra Utara berinisial FAP berusia 23
tahun Bunuh diri akibat deadline skripsi (Muhardiansyah, 2014) dan kasus mahasiswa
suatu perguruan tinggi juga terjadi di Jakarta berinisial EOE bunuh diri akibat skripsi
ditolak oleh dosen pembimbing (Indrawan, 2016).
Dilihat dari fakta tersebut, mahasiswa yang mengalami stres dalam penyusunan
tugas akhir skripsi diharapkan perlu mengetahui pemahaman mengenai pentingnya
dan melakukan strategi coping yang efektif sebagai bahan acuan dan pengetahuan
untuk membantu menghadapi dan mengatasi sumber stres (stressor) yang dialaminya.
Oleh karena itu, diperlukan cara untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut yaitu
diperlukan suatu strategi coping yang dapat digunakan oleh individu dalam
menghadapi stres yang dialaminya (Wijayanti, 2013).
Perilaku coping merupakan suatu tingkah laku dimana individu melakukan
interaksi dengan lingkungan sekitarnya dengan tujuan menyelesaikan tugas atau
masalah (Chaplin dalam Ismiati, 2015). Lazarus &Folkman (dalam Rafikasari, 2015)
mendefinisikan coping sebagai upaya kognitif dan perilaku yang berubah secara
konstan untuk mengelola tuntutan eksternal atau internal yang dianggap berat atau
melebihi sumber daya (kekuatan) seseorang. Terdapat dua tipe coping utama yang
biasanya dapat menurunkan stres yaitu problem-focused coping atau coping berfokus
pada masalah dan emotion-focused coping atau coping berfokus pada emosi
(Santrock, 2006).

1.2 Pertanyaan Penelitian


1. Seberapa tinggi tingkat stres mahasiswa yang sedang menyusun skripsi?
2. Jenis coping apakah yang paling banyak digunakan oleh mahasiswa penyusun
skripsi antara problem-focused coping dan emotion focused coping?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkatan stres pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi.
2. Untuk mengetahui jenis coping apa yang mereka lakukan saat stres dalam
menyusun skripsi.

1.4 Urgensi
Penelitian ini penting dilakukan melihat dari fakta bahwa adanya mahasiswa
yang telah melakukan bunuh diri akibat stres saat menyusun skripsi sehingga dari
penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi kepada dosen, orang tua dan
orang-orang di sekitar agar lebih memahami orang yang menyusun skripsi serta
mengetahui coping apa yang lebih sering mereka gunakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Mahasiswa Penyusun Skripsi


Mahasiswa adalah sekumpulan individu yang secara resmi terdaftar untuk
mengikuti kegiatan belajar di perguruan tinggi (Anelia, 2012). Seorang mahasiswa
memiliki peranan penting dalam memperdalam dan mengembangkan diri di dalam
bidang keilmuan yang ditekuninya, sehingga nantinya memiliki kemampuan untuk
memikul tanggung jawab intelektualnya (Anelia, 2012). Winkel & Hastuti (dalam
Jaya, 2016) menambahkan bahwa, masa mahasiswa meliputi rentang usia dari 18-19
tahun sampai 24-25 tahun. Rentang usia itu masih dapat dibagi-bagi atas periode 18-
19 tahun sampai 20-21 tahun, yaitu mahasiswa semester I sampai dengan semester IV,
dan waktu 21-22 tahun sampai 24-25 tahun yaitu mahasiswa semester V sampai
dengan semester VIII. Seorang mahasiswa di dalam suatu perguruan tinggi dituntut
untuk segera mungkin menyelesaikan masa studinya. Umumnya pada akhir masa
studi, seorang mahasiswa diberi tugas akhir atau bisa juga disebut dengan skripsi
(Broto, 2016).
Poerwadarminta (dalam Gunawati, Hartati, dan Listiara, 2006) menyatakan bahwa
skripsi adalah karya ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan
pendidikan akademis di perguruan tinggi Indonesia. Semua mahasiswa wajib
mengambil mata kuliah skripsi, karena skripsi menjadi salah satu prasyarat bagi
mahasiswa untuk memperoleh gelar akademisnya sebagai sarjana. Mahasiswa yang
menyusun skripsi dituntut untuk dapat membuat suatu karya tulis dari hasil penelitian
yang telah dilakukan dan diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum.
Masalah-masalah yang umum dihadapi oleh mahasiswa dalam menyusun skripsi
adalah banyaknya mahasiswa yang tidak mempunyai kemampuan dalam menulis,
adanya kemampuan akademis yang kurang memadai, serta kurang adanya
ketertarikan mahasiswa pada penelitian (Slamet dalam Gunawati, Hartati, Listiara,
2006).
Berbagai persoalan yang dihadapi mahasiswa yang sedang menyusun skripsi,
antara lain sebagai berikut (Ismiati, 2015):
1. Merasa terbebani dan bingung. Perasaan bingung terutama disebabkan karena
mereka beranggapan ini adalah dunia dan pengalaman baru yang belum
pernah dilalui selama kuliah dan dianggap berbeda dengan masalah sehari-
hari. Pada umumnya mahasiswa berpendapat bahwa skripsi adalah aktivitas
yang paling menentukan dalam memperoleh gelar sarjana. Tugas skripsi
dipandang tidak hanya menulis, tetapi juga harus mempertanggungjawabkan
secara individual baik dihadapan pembimbing maupun ketika sidang
dihadapan dewan penguji.
2. Bosan, malas, dan jenuh. Karena beban skripsi yang sangat berat akan
menimbulkan rasa jenuh dan menyebabkan tekanan dan stres pada mahasiswa,
oleh karena itu mereka akan merasa malas untuk mengerjakan dan juga akan
bosan karena selalu mengerjakan skripsi, terlebih jika skripsi tidak cepat
selesai dan tertunda.
3. Perasaan khawatir. Mahasiswa mengakui adanya perasaan takut dan khawatir
akan bermasalah dengan pembimbing dan takut tidak mampu melaksanakan
penelitian tersebut karena keterbatasan pengetahuan dalam meneliti.
Bentuk-bentuk stres yang dialami oleh para mahasiswa yang sedang menyusun
skripsi pada umumnya adalah merasakan kecemasan, merasa tidak berdaya dan tidak
berpotensi atau pesimis, adanya perasaan bersalah karena merasa telah
mengecewakan dosen pembimbing, terasa khawatir, gugup dan perasaaan sangat
menegangkan, panik, gelisah, merasa tidak karuan, timbul perasaan takut dan resah,
merasa tertekan, malu dan terkadang sedih. Ada di antara mereka yang mengatakan
terasa penat, lelah, galau, jenuh, perasaan bosan dan merasa pikiran menjadi buntu
(Ismiati, 2015).
Gambaran di atas menunjukkan berbagai perilaku dan perasaan yang dialami oleh
mahasiswa dalam menghadapi penulisan skripsi sebagai sebuah karya ilmiah.
Perasaan-perasaan tersebut menandakan adanya tekanan batin atau stres. Reaksi
psikologis terhadap stres dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Umumnya mahasiswa
mengalami kecemasan dalam menulis skripsi (Ismiati, 2015). Usia mahasiswa
menunjukkan bahwa pada umumnya berada dalam tahap remaja hingga dewasa muda.
Seseorang pada rentang usia ini masih labil dalam hal kepribadiannya, sehingga
dalam menghadapi masalah, mahasiswa cenderung terlihat kurang berpengalaman.
Masalah-masalah tersebut, baik dalam hal perkuliahan maupun kehidupan di luar
kampus dapat menjadi distress yang mengancam, karena ketika ada stressor yang
datang, maka tubuh akan meresponnya (Putri, 2017).
2.2 Definisi Stres
Stres diartikan sebagai suatu respon individu, baik berupa respon fisik maupun
psikis, terhadap tuntutan atau ancaman yang dihadapi sepanjang hidupnya, yang dapat
menyebabkan perubahan pada diri individu, baik perubahan fisik, psikologis, maupun
spiritual (Asmadi & Bruner dalam Wulandari, 2012). Penyebab stres (stressor) adalah
segala situasi atau pemicu yang menyebabkan individu merasa tertekan atau
terancam. Stressor yang sama akan dinilai berbeda oleh setiap individu (Safaria,
Saputra, dan Rawlins dalam Wulandari, 2012). Potter & Perry (dalam Wulandari,
2012) mengklasifikasikan stressor menjadi dua, yaitu stressor internal dan stressor
eksternal. Stressor internal adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri
individu, dan stressor eksternal adalah penyebab stres yang berasal dari luar diri
individu.
Karena terdapat stressor internal dan eksternal, maka para peneliti membedakan
antara stres yang merugikan atau merusak yang disebut sebagai distress dan stres
yang menguntungkan atau membangun, yang disebut sebagai eustress (Safaria &
Saputra dalam Wulandari, 2012). Selye (dalam Wulandari, 2012) membagi stres
menjadi dua, yaitu eustress dan distress. Berikut adalah penjelasannya:
1. Eustress adalah stres yang menghasilkan respon individu bersifat sehat,
positif, dan membangun. Respon positif tersebut tidak hanya dirasakan oleh
individu tetapi juga oleh lingkungan sekitar individu, seperti dengan adanya
pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance
yang tinggi.
2. Distress adalah stres yang bersifat berkebalikan dengan eustress, yaitu tidak
sehat, negatif, dan merusak. Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan
juga organisasi seperti tingkat ketidakhadiran (absenteism) yang tinggi, sulit
berkonsentrasi, sulit menerima hasil yang didapat.
Selain stres dibagi menjadi 2, terdapat pula tingkatan stres. Stuart & Sundeen
(dalam Khasanah, Edy dan Tri, 2014) mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu:
1. Stres ringan. Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari
dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana
mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
2. Stres sedang. Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting
saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan
persepsinya.
3. Stres berat. Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan
cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain. Semua perilaku ditujukan
untuk mengurangi stres. Individu tersebut mencoba memusatkan perhatian
pada lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan.
Stres yang dialami oleh individu akan menimbulkan dampak positif atau negatif.
Rafidah (dalam Wulandari, 2012) menyatakan bahwa stres dapat meningkatkan
kemampuan individu dalam proses belajar dan berpikir. Dampak negatif stres dapat
berupa gejala fisik maupun psikis dan akan menimbulkan gejala-gejala tertentu. Rice
(dalam Wulandari, 2012) mengelompokkan dampak negatif stres yang dirasakan oleh
individu dalam lima gejala, yaitu gejala fisiologis, psikologis, kognitif, interpersonal,
dan organisasional. Gejala fisiologis yang dirasakan individu berupa keluhan seperti
sakit kepala, sembelit, diare, sakit pinggang, urat tegang pada tengkuk, tekanan darah
tinggi, kelelahan, sakit perut, maag, berubah selera makan, susah tidur, dan
kehilangan semangat. Selain dampak fisiologis, individu yang mengalami stres akan
mengalami perubahan kondisi psikis berupa perasaan gelisah, cemas, mudah marah,
gugup, takut, mudah tersinggung, sedih, dan depresi. Perubahan psikologis akibat
stres akan mempengaruhi penurunan kemampuan kognitif, seperti sulit
berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa, melamun secara berlebihan
dan pikiran kacau. Dampak negatif stres yang mudah diamati antara lain sikap acuh
tak acuh pada lingkungan, apatis, agresif, minder, dan mudah menyalahkan orang
lain.

2.3 Definisi Coping


Lazarus & Folkman (dalam Wijayanti, 2013) mendefinisikan coping sebagai
upaya kognitif dan perilaku yang berubah secara konstan untuk mengelola tuntutan
eksternal atau internal yang dianggap berat atau melebihi sumber daya (kekuatan)
seseorang. Weiten dan Lloyd (dalam Wijayanti, 2013) juga mengemukakan bahwa
coping merupakan upaya atau usaha untuk mengelola, mengatasi dan mengurangi
ancaman karena stres yang dialami.
Lazarus & Folkman (dalam Wijayanti, 2013) ada dua tipe coping utama yang
biasanya dapat menurunkan stres yaitu:
a. Problem-focused coping atau coping berfokus pada masalah adalah strategi
kognitif untuk penanganan stres. Individu yang menggunakan problem-
focused coping biasanya langsung mengambil usaha atau tindakan langsung
untuk menghadapi dan memecahkan atau menyelesaikan masalahnya. Pada
strategi coping ini, individu akan dapat berpikir logis dan memecahkan
masalahnya dengan positif.
b. Emotion-focused coping atau coping berfokus pada emosi adalah strategi
penanganan stres dengan memberikan respon secara emosional. Individu yang
menggunakan emotion-focused coping lebih menekankan pada usaha-usaha
untuk menurunkan atau mengurangi emosi negatif yang dirasakan ketika
menghadapi masalahnya. Seperti melakukan pelarian diri atau menghindari
masalah, penyalahan diri yaitu dengan menyalahkan diri sendiri dan menyesali
yang telah terjadi, minimalisasi yaitu dengan menolak atau seakan-akan tidak
ada masalah, dan pencarian makna yaitu dengan mencari arti dari kegagalan
yang dialaminya.
Lazarus (dalam Wijayanti, 2013) membagi coping menjadi duajenis, yaitu:
1. Tindakan langsung (Direct action)
Coping jenis ini adalah setiap usaha tingkah laku yang dijalankan oleh
individu untuk mengatasi ancaman atau tantangan dengan cara mengubah
hubungan yang bermasalah dengan lingkungan. Individu menjalankan coping
jenis direct action atau tindakan langsung bila dia melakukan perubahan posisi
terhadap masalah yang dialami. Ada 4 macam coping jenis tindakan langsung,
yaitu:
a. Mempersiapkan diri untuk menghadapi luka. Individu melakukan langkah
aktif dan antisipatif (beraksi) untuk menghilangkan atau mengurangi
bahaya dan ancaman dengan cara menempatkan diri secara langsung pada
keadaan yang mengancam dan melakukan aksi yang sesuai dengan
bahayatersebut.
b. Agresi. Tindakan yang dilakukan oleh individu dengan menyerang agen
atau stressor yang dinilai mengancam atau akan melukai. Agresi dilakukan
bila individu merasa atau menilai dirinya lebih kuat atau berkuasa terhadap
agen yang mengancam tersebut.
c. Penghindaran (avoidance). Tindakan ini terjadi bila agen atau stressor
yang mengancam dinilai lebih berkuasa dan berbahaya sehingga individu
memilih cara menghindari atau melarikan diri dari situasi yang
mengancam tersebut.
d. Apati. Jenis coping ini merupakan pola orang yang putus asa. Apati
dilakukan dengan cara individu yang bersangkutan tidak bergerak dan
menerima begitu saja stressor yang melukai dan tidak ada usaha apa-apa
untuk melawan ataupun melarikan diri dari situasi yang mengancam
tersebut.
2. Peredaan atau peringatan (Palliation). Jenis coping ini mengacu pada
mengurangi atau menghilangkan atau menoleransi tekanan-tekanan fisik,
motorik atau gambaran afeksi dari tekanan emosi yang dibangkitkan oleh
lingkungan yang bermasalah atau bisa diartikan bahwa bila individu
menggunakan coping jenis ini, posisinya dengan masalah relatif tidak berubah,
yang berubah adalah diri individu, yaitu dengan cara merubah persepsi atau
reaksi emosinya.
Coping terhadap stres terdapat coping positif atau konstruktif, dan coping negatif.
Berikut penjelasan masing-masing:
1. Coping negatif. Menurut Weiten Lloyd (dalam Wijayanti, 2013), coping
negatif meliputi beberapa hal. Pertama, giving up, melarikan diri dari
kenyataan atau situasi stres, yang bentuknya seperti sikap apatis, kehilangan
semangat, atau perasaan tak berdaya, dan meminum-minuman keras atau
mengonsumsi obat-obatan terlarang. Kedua, agresif, yaitu berbagai perilaku
yang ditujukan untuk menyakiti orang lain, baik secara verbal maupun non-
verbal. Ketiga, memanjakan diri sendiri (indulging yourself) dengan
berperilaku konsumerisme yang berlebihan, seperti makanan yang enak,
merokok, dan menghabiskan uang untuk berbelanja. Keempat, mencela diri
sendiri (blaming yourself) yaitu mencela atau menilai negatif terhadap diri
sendiri sebagai respons terhadap frustrasi atau kegagalan dalam memperoleh
sesuatu yang diinginkan. Kelima, mekanisme pertahanan diri (defense
mechanism), yang bentuknya seperti menolak kenyataan dengan cara
melindungi diri dari suatu kenyataan yang tidak menyenangkan, berfantasi,
rasionalisasi dan over compensation.
2. Coping positif. Coping yang konstruktif diartikan sebagai upaya-upaya untuk
menghadapi situasi stres secara sehat. Beberapa orang ahli psikologi sudah
lama memperkirakan bahwa humor merupakan respons coping yang positif.
Dalam hal ini, Martin dan Lefcourt (Wijayanti, 2013) menemukan bahwa
humor berfungsi mengurangi dampak buruk stres terhadap suasana hati atau
perasaan seseorang. Coping yang positif–konstruktif ini memiliki beberapa
ciri. Pertama, menghadapi masalah secara langsung, mengevaluasi alternatif
secara nasional dalam upaya memecahkan masalah tersebut. Kedua, menilai
atau mempersepsi situasi stres didasarkan kepada pertimbangan yang rasional.
Ketiga, mengendalikan diri (self control) dalam mengatasi masalah yang
dihadapi.
Harber & Runyon (dalam Wijayanti, 2013) juga menyebutkan jenis-jenis coping
yang dianggap konstruktif atau sehat, yaitu:
1. Penalaran (Reasoning). Penggunaan kemampuan kognitif untuk
mengeksplorasi berbagai macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian
memilih salah satu alternatif yang dianggap paling menguntungkan. Individu
secara sadar mengumpulkan berbagai informasi yang relevan berkaitan dengan
persoalan yang dihadapi, kemudian membuat alternatif-alternatif
pemecahannya, kemudian memilih alternatif yang paling kecil dan keuntungan
yang diperoleh paling besar.
2. Objektivitas. Kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen
emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku.
Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-
pikiran yang berhubungan dengan persoalan dengan yang tidak berkaitan.
Individu yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelola emosinya
sehingga individu mampu memilih dan membuat keputusan yang tidak semata
didasari oleh pengaruh emosi.
3. Humor. Kemampuan untuk melihat segi yang lucu dari persoalan yang sedang
dihadapi, sehingga perspektif persoalan tersebut menjadi lebih luas, terang dan
tidak terasa sebagai menekan lagi ketika dihadapi dengan humor. Humor
memungkinkan individu yang bersangkutan untuk memandang persoalan dari
sudut manusiawinya, sehingga persoalan diartikan secara baru, yaitu sebagai
persoalan yang biasa, wajar dan dialami oleh orang lain juga.
4. Supresi. Kemampuan untuk menekan reaksi yang mendadak terhadap situasi
yang ada sehingga memberikan cukup waktu untuk lebih menyadari dan
memberikan reaksi yang lebih konstruktif. Coping supresi juga mengandaikan
individu memiliki kemampuan untuk mengelola emosi sehingga pada saat
tekanan muncul, pikiran sadarnya tetap bisa melakukan kontrol secara baik.
5. Empati. Kemampuan untuk melihat sesuatu dari pandangan orang lain. Empati
juga mencakup kemampuan untuk menghayati dan merasakan apa yang
dihayati dan dirasakan oleh orang lain. Kemampuan empati ini memungkinkan
individu mampu memperluas dirinya dan menghayati perspektif pengalaman
orang lain sehingga individu yang bersangkutan menjadi semakin kaya dalam
kehidupan batinnya.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional

a. Definisi Operasional Mahasiswa Penyusun Skripsi

Mahasiswa penyusun skripsi yaitu mahasiswa tingkat akhir di perguruan tinggi yang
sedang menyusun tugas akhir yaitu skripsi.

b. Definisi Operasional Stres

Definisi stres dalam penilitian ini yaitu keadaaan yang memberikan tekanan bagi
seseorang dan dikategorikan pada tahap ringan, normal, berat dan sangat berat.

c. Definisi Operasional Coping

Definisi coping pada peneltian ini yaitu cara yang dilakukan untuk menangani atau
beradaptasi dengan stres yang dialami. Dua tipe coping utama yang biasanya dapat
menurunkan stres yaitu problem-focused coping atau coping berfokus pada masalah
dan emotion-focused coping atau coping berfokus pada emosi.

3.2 Variabel

a. Mahasiswa Penyusun Skripsi

Variabel mahasiswa penyusun skripsi menggunakan skala interval karena memiliki


urutan dan jenjang yang diketahui.

b. Stres

Variabel stres menggunakan skala interval.

c. Coping

Variabel coping menggunakan skala interval.


3.3 Hipotesis

Hipotesis I dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang menyusun skripsi
memiliki tingkat stres yang berat.

Hipotesis II dalam penelitian ini adalah coping jenis emotion focused coping lebih
banyak dilakukan pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi.

3.4 Metode penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah


penelitian yang memberikan gambaran lebih detail mengenai suatu gejala berdasarkan
data yang ada, menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi (Jaya, 2016).
Pendekatan kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan terstruktur/sistematis yang
sama kepada banyak orang, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh peneliti
dicatat, diolah dan dianalisis (Wijayanti, 2013).

3.5 Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah mahasiswa tingkat akhir yang sedang
menyusun skripsi terdiri dari mahasiswa semester 7, 8, dan 9 di Tangerang Selatan.

3.6 Alat ukur

Pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner.


Kuesioner disebarkan melalui aplikasi dari Google, yaitu Google Form.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kuesioner berupa variabel seperti tingkat
stres mahasiswa yang sedang menyusun skripsi dan jenis coping. Cara pengukuran
penelitian ini adalah dengan sistem penilaian.

a. Untuk mengukur tingkat stres pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi,
peneliti menggunakan skala interval, dengan sistem pengukuran sebagai berikut:
Tabel 1

Pilihan Jawaban Skor

Selalu 3

Sering 2

Kadang-kadang 1

Tidak Pernah 0

b. Untuk mengukur jenis coping apakah yang dilakukan pada mahasiswa yang sedang
menyusun skripsi, maka peneliti menggunakan skala interval, dengan sistem
pengukuran sebagai berikut:

Tabel 2

Pilihan Jawaban Skor

Selalu 3

Sering 2

Kadang-kadang 1

Tidak Pernah 0

3.7 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dalam penelitian ini mengacu pada tahap-tahap yang


dikemukakan oleh Arikunto (dalam Saktiani, 2006) yaitu:

1. Pembuatan rancangan penelitian pada tahapan ini dimulai dari menentukan


masalah yang akan dikaji, studi pendahuluan, membuat rumusan masalah, tujuan,
manfaat, mencari landasan teori, menentukan hipotesis, menentukan metodologi
penelitian, dan mencari sumber-sumber yang dapat mendukung jalannya
penelitian.
2. Pelaksanaan Penelitian

Tahap pelaksanaan penelitian di lapangan yakni pengumpulan data yang


dibutuhkan untuk menjawab masalah yang ada. Analisis dari data yang diperoleh
kuesioner, sehingga dapat ditarik kesimpulan dari data yang ada.

3. Pembuatan Laporan Penelitian

Laporan penelitian merupakan langkah terakhir yang menentukan apakah suatu


penelitian yang sudah dilakukan baik atau tidak. Tahap pembuatan laporan
penelitian ini peneliti melaporkan hasil penelitian sesuai dengan data yang telah
diperoleh dalam bentuk laporan penelitian.

3.8 Metode Analisis

Metode analisis dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif. Statistik deskriptif
pada dasarnya merupakan metode statistik yang dapat digunakan dalam pengumpulan
dan penyajian data untuk menghasilkan informasi yang berguna (Saparita, 2001).

Peneliti mengambil data dengan menggunakan skala interval untuk mengukur tingkat
stres. Data yang telah diambil kemudian diolah dengan menggunakan kuartil. Kuartil
adalah nilai yang membagi gugus data yang telah tersortir (ascending) menjadi 4 bagian
yang sama besar (Oktadinata, 2017). Peneliti memiliki total 30 pertanyaan yang terbagi
menjadi 15 pertanyaan tentang stres yang terdiri dari 4 pilihan jawaban dengan skor 0-3.
Untuk mengukur tingkat stres, peneliti membaginya ke dalam 4 bagian yang sama besar,
yaitu tidak pernah, kadang-kadang, sering dan selalu. Peneliti menggunakan 15
pernyataan dari total 30 pertanyaan yang ada pada kuesioner untuk mengukur tingkat
stres. Data yang diperoleh berjumlah 100 data, sehingga untuk mengukur tingkat stres,
terdapat skala dengan nilai minimal 10 dan nilai maksimal 43.

Peneliti menggunakan 15 pertanyaan dari total 30 pertanyaan yang ada pada


kuesioner untuk mengukur jenis coping yang lebih sering dilakukan. Untuk mengukur
jenis coping yang lebih sering dilakukan, peneliti membaginya ke dalam 4 bagian yang
sama besar, yaitu tidak pernah, kadang-kadang, sering dan selalu. Dalam mengukur jenis
coping yang paling banyak dilakukan, peneliti memperoleh hasil jenis emotion-focused
coping sebesar 1486 dan problem-focused coping sebesar 1187.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama merupakan gambaran umum subjek
dimana subjek terbagi berdasarkan semester di perguruan tinggi, yaitu semester 7, semester 8
dan semester 9 dan universitas di Tangerang Selatan. Bagian kedua merupakan hasil
penelitian yang berkaitan dengan analisis terhadap data penelitian yang sesuai dengan
masalah yang akan dijawab.

4.1 Gambaran Data Penelitian


Total keseluruhan responden pada penelitian ini berjumlah 163 responden. Namun
setelah data diolah dan disaring, ternyata hanya terdapat 100 responden yang sesuai
dengan kriteria subjek. Hal ini disebabkan beberapa responden tidak memenuhi
kriteria subjek seperti universitas dan semester.

Tabel 1 Gambaran responden berdasarkan semester


Semester Frekuensi Presentase
7 8 8%
8 84 84%
9 8 8%
Total 100 100%

Tabel 1 menunjukkan bahwa total responden semester 7, yaitu 8 orang (8%).


Diikuti oleh responden semester 8, yaitu 84 orang (84%) dan responden semester 9,
yaitu 8 orang (8%).

Tabel 2 Gambaran responden berdasarkan universitas di Tangerang Selatan


Universitas Frekuensi
Universitas Pembangunan Jaya 9
Universitas Pamulang 27
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah 10
Universitas Muhammadiyah Jakarta 19
Universitas Terbuka 5
Institut Teknologi Indonesia 19
STAN 11
Total 100

4.2 Hasil Utama Analisis Data


Analisis data akan membahas tentang pertanyaan penelitian, yang pertama adalah
seberapa tinggi tingkat stres mahasiswa yang sedang menyusun skripsi. Pertanyaan
kedua adalah jenis coping apakah yang mereka lakukan pada saat stres. Berikut
merupakan data dari kuesioner penelitiaan:

Tabel 3 Tingkat stres mahasiswa yang sedang menyusun skripsi


Klasifikasi Skala Frekuensi
Stres ringan 10-24 31
Normal 25-26 20
Stres berat 27-29 33
Stres sangat berat 30-43 16
Total 100

Tabel tersebut menjelaskan tingkat stres mahasiswa di Tangerang Selatan


yang sedang menyusun skripsi. Untuk menjelaskan hal tersebut, peneliti
menggunakan penghitungan statistik dengan skala ordinal. Setiap cakupan dibagi
menjadi empat kelas. Kelas tersebut yang akan menentukan tingkat stres ringan,
normal, stres berat dan stres sangat berat. Penentuan skala setiap kelas dihitung
dengan cara mencari kuartil. Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa mahasiswa
yang sedang menyusun skripsi paling banyak memiliki tingkat stres berat yaitu 33
orang.
Diagram 1 jenis coping yang dilakukan mahasiswa yang sedang menyusun
skripsi saat stress

Jenis coping yang dilakukan


pada mahasiswa saat stres

Problem-
focused Emotion-
coping focused
44% coping
56%

Penelitian ini dilakukan untuk melihat jenis coping apakah yang paling banyak
dilakukan pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi. Untuk melihat hal tersebut,
peneliti menggunakan penghitungan statistik dengan memakai skala interval. Dapat
diketahui bahwa problem-focused coping sebanyak 44% dan emotion-focused coping
sebanyak 56%. Berdasarkan data di atas, emotion-focused coping merupakan kegiatan
yang paling banyak dilakukan. Emotion-focused coping yaitu coping berfokus pada
emosi. Berikut adalah uraian dari hasil di atas:

Problem-focused coping
melihat skripsi dengan positif

meminta saran dari orang lain

7% 7%
berusaha menyelesaikan skripsi dengan
6% 6% segera
merasa tidak dapat menyelesaikan
6% 7% skripsi
6%
menunda mengerjakan skripsi

mengesampingkan kegiatan lain agar


berkonsentrasi untuk menyusun skripsi
memikirkan bagaimana cara terbaik
untuk mengerjakan skripsi
Dilihat dari total 100 partisipan diketahui bahwa sebanyak 7% yang melihat
skripsi dengan positif, 6% yang hanya meminta saran dari orang lain, 7% yang
berusaha menyelesaikan skripsi dengan segera, 6% merasa tidak dapat menyelesaikan
skripsi, 6% yang menunda mengerjakan skripsi, 6% yang mengesampingkan kegiatan
lain agar berkonsentrasi untuk menyusun skripsi, 7% memikirkan bagaimana cara
terbaik untuk mengerjakan skripsi.

Emotion-focused coping
beralih ke aktivitas lain untuk
mengalihkan pikiran dari skripsi
menumpahkan emosi dengan cara
marah kepada orang di sekitar
9% 7% tidak percaya bahwa berada pada
6% tahap penyusunan skripsi
7%
mengalihkan pikiran dari skripsi
7% dengan bercanda
6%
7% mencurahkan perasaan tentang
7% kesuitan menyusun skripsi dengan
orang lain
menghabiskan banyak uang untuk
merasa lebih baik
menerima kenyataan bahwa skripsi
berat
mencari pertolongan Tuhan dan
berdoa lebih dari biasanya

Dilihat dari total 100 partisipan diketahui bahwa sebanyak 7% beralih ke


aktivitas lain untuk mengalihkan pikiran dari skripsi, 6% menumpahkan emosi
dengan cara marah kepada orang di sekitar, 7 % tidak percaya bahwa berada pada
tahap penyusunan skripsi, 7% mengalihkan pikiran dari skripsi dengan bercanda, 7%
mencurahkan perasaan tentang kesuitan menyusun skripsi dengan orang lain, 6%
menghabiskan banyak uang untuk merasa lebih baik, 7% menerima kenyataan bahwa
skripsi berat, 9% mencari pertolongan Tuhan dan berdoa lebih dari biasanya.
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti adalah bahwa
banyak mahasiswa yang memiliki tingkat stres yang berat dan coping yang lebih
banyak dilakukan adalah emotion-focused coping. Hasil tabel penelitian ketiga
menunjukan bahwa tingkat stres yang paling tinggi adalah stres berat. Berdasarkan
diagram lingkaran dapat dilihat bahwa secara keseluruhan mahasiswa lebih banyak
melakukan emotion-focused coping sebagai cara untuk mengurangi tingkat stres yang
disebabkan oleh skripsi. Berdasarkan hasil penelitian yang ada, dapat disimpulkan
bahwa hipotesis pada penelitian ini sesuai. Hipotesis ini sesuai karena hasil penelitian
menunjukan bahwa emotion-focused coping lebih sering digunakan dan problem
focused coping lebih sedikit digunakan.

5.2 Diskusi
Kekurangan dari penelitian ini adalah karena penelitian ini hanya mengambil
subjek dari universitas di kota Tangerang Selatan, karena sebenarnya banyak
responden dalam penelitian yang berasal dari universitas di luar kota Tangerang
Selatan. Dilihat dari hal tersebut, mungkin banyak juga mahasiswa dari universitas di
luar kota Tangerang Selatan yang mengalami stres ketika sedang menyusun skripsi.
Jadi, jika ada yang ingin membuat penelitian selanjutnya dengan topik yang sama,
disarankan untuk memperluas pengambilan subjek dalam penelitian dan tidak hanya
di kota Tangerang Selatan.

5.3 Saran
Peneliti memiliki beberapa saran untuk mengembangkan penelitian mengenai
coping stres yang dilakukan pada mahasiswa yang sedang menyusun skripsi, yaitu:

1. Penelitian mengenai coping stres yang dilakukan mahasiswa yang sedang


menyusun skripsi akan lebih baik jika pengambilan data memperluas
pengambilan subjek dan tidak hanya di kota Tangerang Selatan.
2. Penelitian mengenai coping stres yang dilakukan mahasiswa yang sedang
menyusun skripsi akan lebih akurat bila pengambilan data dilakukan dengan
waktu yang cukup dan tidak terburu-buru.

3. Dimensi stres yang diberikan oleh peneliti pada lembar kuesioner dapat lebih
dijelaskan secara rinci.
Daftar Rujukan

Anelia, N. (2012). Hubungan tingkat stress dengan mekanisme koping pada mahasiswa
reguler program profesi ners FIK UI tahun akademik 2011/2012. (Skripsi
dipublikasikan). Diakses pada tanggal 13 Oktober 2017 dari
lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-4/20313591-S43722-Hubungan%20tingkat.pdf.

Broto, H. D. F.C. (2016). Stres pada mahasiswa penulis skripsi (studi kasus padasalah satu
mahasiswa program studi dan konseling Universitas Sanata Dharma). (Skripsi
dipublikasikan). Diakses pada tanggal 13 Oktober 2017 dari
https://repository.usd.ac.id/6189/2/091114024_full.pdf.

Burhani, I. I. (2016). Pemaknaan prokrastinasi akademik pada mahasiswa semeseter akhir


di Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Skripsi dipublikasikan). Diakses pada
tanggal 13 Oktober 2017dari http://eprints.ums.ac.id/45507/.

Gunawati, R. , Hartati, S. dan Listiara, A. (2006). Hubungan antara efektivitas komunikasi


mahasiswa dosen pembimbing utama skripsi dengan stres dalam menyusun skripsi
pada mahasiswa programstudi psikologi fakultas kedokteran Universitas Diponegoro.
Jurnal Psikologi Universitas Diponogoro, 3(2), 93-115. doi:
https://doi.org/10.14710/jpu.3.2.93%20-%20115. Diakses pada tanggal 13 Oktober
2017 dari http://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/view/659.

Indrawan, A. F. (2016, 27 Juli). Stres skripsi ditolak, Efren tewas gantung diri. Detiknews.
Diakses pada tanggal 13 Oktober 2017 dari
https://news.detik.com/berita/3263003/stres-skripsi-ditolak-efren-tewas-gantung-diri.

Ismiati (2015). Problematika dan coping stres mahasiswa dalam menyusun skripsi. Jurnal
Al-Bayan, 21(32), 15-27. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2017 dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=358964&val=8236&title=PROB
LEMATIKA%20DAN%20COPING%20STRES%20MAHASISWA%20FAKULTA
S%20DAKWAH%20DAN%20KOMUNIKASI%20UIN%20AR-
%20RANIRY%20DALAM%20MENYUSUN%20SKRIPSI.

Jaya, S. R. L. (2016). Studi deskriptif kuantitatif: Prokrastinasi pada mahasiswa fakultas


psikologi Universitas Sanata Dharma. (Skripsi dipublikasikan). Diakses pada tanggal
13 Oktober 2017 dari https://repository.usd.ac.id/6697/.
Khasanah, M. L. , Edy, W. dan Tri, N. (2014). Analisis mekanisme koping mahasiswa
semester I menghadapi ujian OSCA (objective structured clinical assesment) di
Akademi Keperawatan Muhammadiyah Kendal. Prosiding seminar nasional, 2(1),
280-284. Diakses pada tanggal 29 November 2017 dari
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/153/jtptunimus-gdl-marisalael-7626-3-babii.pdf.

Muhardiansyah, Y. (2014, 20 Oktober). Diduga stres gara-gara skripsi, mahasiswa USU


gantung diri. Merdeka.com. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2017 dari
https://www.merdeka.com/peristiwa/diduga-stres-gara-gara-skripsi-mahasiswa-usu-
gantung-diri.html.

Oktadinata, A. (2017). Materi kuartil, desil, dan persentil. Diakses pada tanggal 4
Desember 2017 dari http://alekoktadinata.staff.unja.ac.id/2017/08/21/materi-kuartil-
desil-dan-persentil/.

Putri, K. (2017). Perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia. E-Journal
Bimbingan dan Konseling Edisi 2, 3(2), 201-212. Diakses pada tanggal 31 November
2017 dari
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/fipbk/article/viewFile/6529/6306.

Rafikasari, M. W. N. (2015). Hubungan antara efiksasi diri dengan strategi coping pada
mahasiswa yang sedang menyusun skripsi. (Skripsi dipublikasikan). Diakses pada
tanggal 13 Oktober 2017
darihttp://eprints.ums.ac.id/38465/1/02.%20Naskah%20Publikasi.pdf.

Raini, P. (2017). Hubungan self efficacy dengan tingkat stres mahasiswa keperawatan
program b 2015 dalam menyelesaikan skripsi di fakultas keperawatan Universitas
Andalas Tahun 2016. (Skripsi dipublikasikan). Diakses pada tanggal 13 Oktober 2017
dari http://scholar.unand.ac.id/21907/.

Rozaq, A. (2014). Tingkat stres mahasiswa dalam proses mengerjakan skripsi. (Skripsi).
Diakses pada tanggal 8 November 2017 dari http://digilib.uinsby.ac.id/220/.

Saktiani, I. A. (2006). Keterkaitan antara ketersediaan E-books 3D dengan pemenuhan


kebutuhan informasi pemustaka. (Skripsi dipublikasikan). Diakses pada tanggal 15
November 2017 dari
http://eprints.rclis.org/29798/3/BAB%20III%20SKRIPSI%20ISMA.pdf
Santrock, J.W. (2006). Human adjustment. New York: McGraw-Hill Companies

Saparita, R. (2001). Penggunaan statistika deskriptif untuk melihat distribusi pola data yang diteliti
studi kasus: profil pengguna/pengunjung perpustakaan teknologi di bidang jasa lnformasi
teknologi PDII-LIPI. Baca, 26(1-2), 15-20. Diakses pada tanggal 14 November 2017 dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=452493&val=9562&title=PENGGUNA
AN%20STATISTIKA%20DESKRIPTIF%20UNTUK%20MELIHAT%20DISTRIBUSI%20
POLA%20DATA%20YANG%20DITELITI:%20Studi%20Kasus%20Profil%20Pengguna/Pe
ngunjung%20Perpustakaan%20Teknologi%20di%20Bidang%20Jasa%20lnformasi%20Tekn
ologi%20PDII-LIPI.

Simbolon, D. Y. (2013). Gambaran stres mahasiswa sarjana keperawatan fakultas keperawatan


Universitas Sumatera Utara tahun 2012. (Skripsi dipublikasikan). Diakses pada tanggal
3 Desember 2017 dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/39104/Chapter%20l.pdf?seque
nce=5&isAllowed=y.

Ushfuriyah. (2015). Hubungan antara dukungan sosial dengan optimisme mahasiswa


psikologi dalam menyelesaikan skripsi. (Skripsi dipublikasikan). Diakses pada tanggal
13 Oktober 2017 dari http://etheses.uin-malang.ac.id/1226/.

Wijayanti, N. (2013). Strategi coping menghadapi stress dalam penyusunan tugas akhir
skripsi pada mahasiswa program S1 fakultas ilmu pendidikan. (Skripsi
dipublikasikan). Diakses pada tanggal 13 Oktober 2017 dari
http://eprints.uny.ac.id/16185/1/SKRIPSI%20fix.pdf.

Wulandari, R. P. (2012). Hubungan tingkat stres dengan gangguan tidur pada mahasiswa
skripsi di salah satu fakultas rumpun science-technology UI. (Skripsi dipublikasikan).
Diakses pada tanggal 10 November 2017 dari
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20313206-S43681-Hubungan%20tingkat.pdf.
LAMPIRAN 1

Kuesioner penelitian
Berikut ini adalah kuesioner yang berkaitan dengan penelitian tentang stres dan coping yang
dilakukan oleh mahasiswa yang sedang menyusun skripsi. Oleh karena itu disela-sela
kesibukan Anda, kami memohon dengan hormat kesediaan Anda untuk dapat mengisi
kuesioner berikut ini sesuai dengan diri Anda. Atas kesediaan dan partisipasi Anda sekalian
untuk mengisi kuesioner yang ada kami ucapkan terima kasih.
Nama :
Universitas :
Angkatan :
Keterangan : TP : Tidak pernah
K : Kadang-kadang
SR : Sering
S : Selalu
No. Aspek penilaian TP K SR S
1. Saya mudah kesal karena hal-hal kecil atau sepele terkait dengan
skripsi
2. Saya kesulitan untuk bersantai setelah menyelesaikan salah satu
bagian dari skripsi
3. Kecemasan saya berlebihan terkait dengan skripsi
4. Saya sangat bersemangat untuk mengerjakan skripsi
5. Saya kehilangan minat pada banyak hal (misal: makan,
sosialisasi) sejak saya menyusun skripsi
6. Saya menjadi tidak sabaran saat menunggu dosen pembimbing
7. Saya mudah merasa tersinggung ketika seseorang menilai
laporan penelitian saya jelek
8. Saya memiliki banyak ide yang dapat dituangkan dalam bentuk
penelitian ilmiah
9. Saya kesulitan dalam berkonsentrasi saat menyusun skripsi
10. Saya merasa frustrasi terhadap skripsi
11. Saya merasa cemas tanpa alasan yang jelas sejak menyusun
skripsi
12. Saya bersemangat ketika akan bertemu dosen pembimbing
13. Saya merasa jenuh saat mengerjakan skripsi
14. Saya merasa terbebani dengan skripsi
15. Saya memiliki motivasi yang besar saat mengerjakan skripsi
16. Saya beralih ke aktivitas lain untuk mengalihkan pikiran dari
skripsi (misal: menonton film, berjalan-jalan)
17. Saya mencoba melihat skripsi dalam sudut pandang yang positif
18. Saya menumpahkan emosi sayadengan cara marah kepada orang
di sekitar saya (misal: teman, keluarga) sejak saya menyusun
skripsi
19. Saya mencoba untuk meminta saran dari orang lain selain dosen
tentang apa yang harus dilakukan
20. Saya tidak percaya bahwa saat ini saya telah berada pada tahap
menyusun skripsi
21. Saya berusaha untuk menyelesaikan skrispsi dengan segera
22. Saya mengalihkan pikiran dari skripsi dengan bercanda
23. Saya merasa bahwa saya tidak dapat menyelesaikan skripsi
24. Saya mencurahkan perasaan saya tentang kesulitan menyusun
skripsi dengan orang lain
25. Saya cenderung menunda-nunda untukmengerjakanskripsi
26. Saya menghabiskan banyak uang untuk berbagai hal agar
membuat diri saya merasa lebih baik (misal: makan, minum-
minum, belanja, ke salon)
27. Sayamengesampingkan kegiatan lain agar berkonsentrasi untuk
menyusun skripsi
28. Saya menerima kenyataan bahwa menyusun skripsi itu berat
29. Saya memikirkan bagaimana cara terbaik untuk mengerjakan
skripsi
30. Saya mencari pertolongan Tuhan dan berdoa lebih dari biasanya
Lampiran 2

Pengukuran tingkat stres


Klasifikasi Frekuensi
Stres ringan 12-19
Normal 20-23
Stres berat 24-27
Stres sangat berat 28-45

Tingkat stres pada penelitian pilot

8
6
4
Semester 7
2 Semester 8
0
Ringan Normal Berat Sangat
Berat

Tingkat stres mahasiswa yang sedang


menyusun skripsi di Tangerang Selatan
11

7 7
5

Stres ringan Normal Stres Berat Stres sangat berat


Lampiran 3

Jenis coping pada penelitian pilot

Problem-focused coping
melihat skripsi dengan positif

meminta saran dari orang lain


8% 7%
berusaha menyelesaikan skripsi dengan
6% 7% segera
merasa tidak dapat menyelesaikan
4% skripsi
4% 9%
menunda mengerjakan skripsi

mengesampingkan kegiatan lain agar


berkonsentrasi untuk menyusun skripsi
memikirkan bagaimana cara terbaik
untuk mengerjakan skripsi

Emotion-focused coping
beralih ke aktivitas lain untuk
mengalihkan pikiran dari skripsi

menumpahkan emosi dengan cara


marah kepada orang di sekitar

10% 8% tidak percaya bahwa berada pada


tahap penyusunan skripsi
7%
8% mengalihkan pikiran dari skripsi
dengan bercanda
9%
6% mencurahkan perasaan tentang
4% 4% kesuitan menyusun skripsi dengan
orang lain
menghabiskan banyak uang untuk
merasa lebih baik

menerima kenyataan bahwa skripsi


berat

mencari pertolongan Tuhan dan


berdoa lebih dari biasanya
Jenis coping yang dilakukan pada mahasiswa yang
sedang menyusun skripsi di Tangerang Selatan

Problem-
focused Emotion-
coping focused
45% coping
55%
Lampiran 4

Pengukuran tingkat stres


Klasifikasi Skala
Stres ringan 10-24
Normal 25-26
Stres berat 27-29
Stres sangat berat 30-43

Tingkat stres pada mahasiswa yang sedang


menyusun skripsi
35
30
25
Axis Title

20
15
10
5
0
Stres Sangat
Stres ringan Normal Stres Berat
Berat
Semester 7 5 1 1 1
Semester 8 23 17 31 13
Semester 9 3 2 1 2

35

30

25

20

15

10

0
Stres ringan Normal Stres berat Stres sangat berat

You might also like