You are on page 1of 70

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Anemia dan Asuhan Keperawatan Pada
Pasien dengan Leukimia

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
1. Wulan Budiarti
2. Nelly Juniarti
3. Sigit Heriadi
4. Rinanda Adi Hardika
5. Endah Rahayu
6. M. Faishal
7. Desi Mayasari
8. Jradelas Johnstone
9. Riany Annisa
10. Ulfah Amini
11. Ramdani Saputra

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN


MUHAMMADIYAH PONTIANAK
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan Rahmat dan karuniaNya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Anemia dan
Asuhan Keperawatan dengan Leukimia” dalam mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah .
Selama penulisan makalah ini , kelompok banyak menemukan hambatan
dan kesulitan. Berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Maka pada kesempatan ini kelompok
ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Bapak
Hartono, M. Kep sebagai dosen pembimbing dalam penyusunan makalah ini serta
sebagai Dosen koordinator dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah dan
teman-teman yang telah membantu dan bekerjasama dalam pembuatan makalah
ini.
Kelompok kami menyadari masih ada kekurangan dan kelemahan dari
makalah ini, karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki,
oleh karena itu kelompok sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Dan kami berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya dan tenaga
keperawatan pada umumnya.

Kubu Raya, Maret 2017

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................. 2
C. TUJUAN PENULISAN ............................................................................... 2
1. Tujuan Umum: ............................................................................................. 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM HEMATOLOGI ................................... 3
1. Anatomi Sistem Hematologi .................................................................... 3
2. Fisiologi Sistem Hematologi .................................................................. 13
B. ANEMIA .................................................................................................... 15
1. Pengertian ............................................................................................... 15
2. Klasifikasi ............................................................................................... 16
3. Etiologi ................................................................................................... 27
4. Patofisiologi............................................................................................ 27
5. Pathway .................................................................................................. 29
6. Manifestasi Klinis................................................................................... 30
7. Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................... 31
C. LEUKIMIA ................................................................................................ 32
1. Pengertian ............................................................................................... 32
2. Klasifikasi ............................................................................................... 33
3. Etiologi ................................................................................................... 35
4. Patofisiologi............................................................................................ 38
5. Manifestasi Klinis................................................................................... 39
6. Pemeriksaan Diagnostik ......................................................................... 40

ii
BAB III ................................................................................................................. 42
ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................... 42
A. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ANEMIA ...... 42
B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LEUKIMIA .. 51
BAB IV ................................................................................................................. 64
PENUTUP ............................................................................................................. 64
A. KESIMPULAN .......................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 66

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi
termasuk sumsum tulang dan nodus limpa. Darah merupakan medium
tranfortasi tubuh, volume darah manusia sekitar 7%-10% berat badan normal
dan berjumlah sekitar 5 liter. Ada beberapa penyakit yang disebabkan oleh
gangguan sistem hematologi. Diantaranya adalah anemia dan leukimia.
Anemia adalah suatu keadaan di dalam sirkulasi darah atau massa
hemoglobin dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) sehingga
menyebabkan ketidakmampuan untuk memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen ke seluruh jaringan (Tarwoto & Wartonah, 2008).
Sedangkan leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
proliferasi dini yang berlebihan dari sel darah putih. Leukemia juga bisa
didefinisikan sebagai keganasan hematologis akibat proses neoplastik yang
disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk
hematopoietik.
Menurut data Riskesdas 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu
21,7%, dengan proporsi 20,6% di perkotaan dan 22,8% di pedesaan serta
18,4% laki-laki dan 23,9% perempuan. Berdasarkan kelompok umur,
penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4 % dan sebesar 18,4% pada
kelompok umur 15-24 tahun (riskesdas, 2013). Selain itu, menurut Handayani
& Harbowo (2008) angka leukimia merupakan 2,8% dari seluruh kasus
kanker, dan hingga saat ini belum ada angka yang pasti tentang jumlah
penderita leukimia ini.
Banyaknya angka penderita penyakit sistem hematologi ini terutama
anemia dan leukimia membuat kelompok merasa tertarik untuk membuat
makalah tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan anemia dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan leukimia untuk meningkatkan kualitas
asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien.

1
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah “Bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan anemia dan leukimia”.

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum:
Kelompok membuat makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Anemia dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Leukimia” yang bertujuan sebagai bahan pembelajaran keperawatan , serta
memenuhi syarat penyelesaian tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah.

2. Tujuan Khusus :
a. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi Sistem Hematologi ?
b. Bagaimana Konsep Penyakit Anemia ?
c. Bagaimana Konsep Penyakit Leukimia ?
d. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Anemia ?
e. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Leukimia ?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM HEMATOLOGI


1. Anatomi Sistem Hematologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi
termasuk sumsum tulang dan nodus limpa. Darah merupakan medium
tranfortasi tubuh, volume darah manusia sekitar 7%-10% berat badan
normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah darah pada tiap-tiap
orang tidak sama, bergantung pada usia, pekerjaan,, serta keadaan jantung
atau pembuluh darah. Darah terdiri atas dua komponen utama, yaitu
sebagai berikut.
 Plasma darah, bagian cairan darah yang sebagian besar terdiri dari atas
air, elektrolit dan protein darah.
 Butiran darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen –
komponen berikut ini,
- Eritrosit : sel darah merah (SDM-red blood cell).
- Leukosit : sel darah putih (SDP- white blood cell)
- Trombosit: butiran pembekuan darah-platelet

a. Sel Darah Merah (Eritrosit)


Sel darah merah (eritrosit) merupakan cairan bikonkaf dengan
diameter sekitar 7 mikron. Bikonkavitas memungkinkan gerakan
oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek
antara membran dan inti sel. Warnanya kuning kemerahan-merahan,
karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin.
Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria dan
ribosom, serta tidak dapat bergerak. Sel ini tidak dapat melakukan
mitosis, fosforilasi oksidatif sel atau serta pembentukan sel.

3
Gambar : Sel Darah Merah (Eritrosit)
Komponen eritrosit adalah sebagai berikut.
1) Memberan eritrosit.
2) Sistem enzim: enzim G6PD (glucose 6-phoshatedehydrogenase).
3) Hemoglobin, komponen terdiri atas:
a) Heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi;
b) Globin : bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 beta.
Terdapat 300 melekul hemoglobin dalam setiap sel darah merah.
Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen, menyerap
karbondioksida dan ion hidrogen serta membawanya ke paru tempat
zat-zat tersebut dilepaskan dari hemoglobin. Oksihemoglobin
merupakan hemoglobin yang berkombinasi/berikat dengan oksigen,
satu gram hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen.

Gambar : Hemoglobin

4
Produksi Sel Darah Merah (Eritopoesis)
Dalam keadaan jumlah normal pada orang dewasa eritopoesis
menempati 20%-30% bagian jaringaan sumsum tulang yang aktif
membentuk sel darah. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk
multipotensial ini mampu berdeferensiasi menjadi sel darah sistem
eritrosit, meiloid dan megakariosibila yang dirangsang oleh
eritropoeitin. Sel induk unipotensial tidak mampu berdiferensiasi lebih
lanjut, sehingga Sel induk unipotensial seri eritrosit hanya akan
berdiferensiasi menjadi pronormoblas. Sel pronormoblas akan
membentuk DNA yang diperlukan untuk tiga sampai empat kali fase
mitosis. Melalui empat kali mitosis dari tiap sel pronormoblas akan
terbentuk 16 eritrosit eritrosi matsang kemudian dilepaskan dalam
sirkulasi. Pada produksi eritrosit normal sumsum tulang memerlukan
zat besi, vitamin B12, Asam Folat, piridoksin (vitamin B6), kobal, asam
amino, dan tembaga. Perubahan morfologi sel yang terjadi selama
proses diferensiasi sel pronormoblas sampai eritrosit matang dapat
menjadi 3 kelompok yaitu sebagai berikut ;
1) Ukuran sel makin kecil akibat mengecilnya inti sel
2) Inti sel menjadi makin padat dan pada akhirnya dikeluarkan pada
tingkatan eritriblas asidosis.
3) Dalam sitoplasma dibentuk hemoglobin yang diikuti dengan
hilangnya RNA dalam sitoplasma sel.
Eritosit hidup selama 74-154 hari. Pada usia ini sistem enzim
mereka gagal, membran sel berhenti berfungsi dengan adekuat dan
sel ini di hancurkan oleh sel sistem retikulo endotelial.

Jumlah Eritrosit
Jumlah normal pada orang dewasa kira-kira 11,5-15 gr dalam
100 cc darah. Normal hb laki-laki 13,0 mg% dan wanita 11,5 mg%.
Sifat-sifat sel darah merah biasanya digambarkan berdasarkan ukuran
dan jumlah hemoglobin yang terdapat di didalam sel seperti ini.

5
1) Normositik : sel yang berukuran normal
2) Nomokronimik: sel dengan jumlah hemoglobin yang normal
3) Mikrositik: sel yang berukuran terlalu kecil
4) Hipokromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit
5) Hiperkromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak.
Dalam keadaan normal, bentuk sel darah merah dapat berubah-
ubah, sifat ini memungkinkan sel tersebut masuk kemikrosirkulasi
kapiler tanpa lerusakan. Apabila sel darah merah sulit berubah
bentuknya (kuku), maka sel tersebut tidak dapat bertahan selama
perdarahannya dalam sirkulasi.

Antigen Sel Darah Merah


Sel darah merah memiliki bermacam-macam antigen spesifik
yang dapat di membren selnya dan tidadak ditmukan di sel lain.
Antigen itu antara lain :
1) Antigen A,B dan O
Seseorang memiliki dua alel (gen) yang masing-masing
mengkode antigen A atau B atau tidak memiliki antigen keduanya
yang disebut O. Antigen A dan B bersifat ko-dominan, orang yang
memiliki antigen A dan B akan memiliki golongan darah AB,
sedangkan orang yang memiliki dua antigen A (AA) atai satu A
dan satu O (AO) akan memiliki darah A. Orang yang memiliki dua
antigen B (BB) atau satu B san satu O (BO) akan memiliki datah B.
Orang yang tidak memiliki kedua antigen (OO) akan memiliki
darah O.

6
Gambar : Antigen A,B dan O
2) Antigen Rh
Antigen rh merupakan kelompok antigen utama lainnya pada
sel darah merah yang juga diwariskan sebagai gen-gen dari masing-
masing orangtua. Antigen Rh utama disebut faktor Rh(Rh+), orang
yang memiliki antigen Rh dianggap positif Rh(Rh+) sedangkan
orang yang tidak memiliki antigen Rh dianggap Rh negatif (Rh-).

Penghancuran Sel Darah Merah


Prosess penghancuran sel darah merah karena proses penuaan
(senescence) dan proses patologi (hemolisis). Hemolisis yang terjadi
pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya komponen-komponen
hemoglobin menjadi dua komponen yaitu ;
1) Kelompok protein, yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool
protein dan dapat digunakan kembali.
2) Komponen heme akan dipecahkan menjadi dua yaitu;
a) Besi yang akan dikembalikan ke pool besi dan digunakan ulang.
b) Bilirubin yang akan diekskresikan melalui hati dan empedu.

b. Sel Darah Putih (Leukosit)


Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan
perentaraan kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam macam
inti sel, sehingga ia dapat dibedakan menurut inti selnya serta warnanya
bening (tidak berwarna).

7
Sel darah putih dibentuk disumsum tulang dari sel-sel bakal.
Jenis-jenis dari golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergranula,
yaitu limfosit T dan B; monosit dan makrofag; serta golongan yang
bergranula yaitu; eosinofil,basofil dan neotrofil. Fungsi sel darah putih
sebagai berikut :
1) Sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit
penyakit/bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES ( sistem
retikulo endotel)
2) Sebagai pengangkut, yaitu mengangkut/membawa zat lemak dari
dinding usus melalui limpa terus kepembuluh darah.

Gambar : Sel Darah Putih (Leukosit)

Sel darah putih terdiri atas beberapa jenis sel darah sebagai berikut :
1) Agranulosit
Memiliki granula kecil di dalam protoplasmanya, memiliki
diameter sekitar 10-12 mikron. Berdasarkan pewarnaan granula,
Agranulosit terbagi menjadi tiga kelompok berikut ini;
a) Neutrofil : granula yang tidak berwarna mempunyai inti sel yang
terangkai, kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak
berbintik-bintik halus/granula, serta banyak sekitar 60-70%
b) Eosinofil ; granula yang berwarna merah dengan pewarna asam,
ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil, tetapi
granula dalam sitoplasmanya lebih besar, banyak kira-kira 24%.

8
c) Basofil : granula berwarna biru dengan pewarna basa, sel ini
lebih keil daripada eosofil, tetapi mempunyai inti yang
bentuknya teratur, didalam protoplasmanya terdapat granula-
granula yang besar, banyaknya kira-kira 0,5% isumsum merah.
Neutrofil,eosinofil dan basofil berfungsi sebagai fagosit
untuk mencerna dan menghancurkan mikroorganisme dan sisa-sisa
sel. Basofil bekerja sebagai sel mast dan mengeluarkan peptida
vasoaktif.

Gambar : Kelompok Agranulosit dan Granulosit

2) Granulosit
Granulosit terdiri atas limfosit dan monosit ;
a) Limfosit
Limfosit memiliki nucleus besar dan bulat dengan menempati
sebagian besar sel limposit berkembang dalam jaringan linfe.
Ukuran bervariasi dari 7-15 mikron dan banyak nya 20-25%
yang berfungsi membunuh dan memakan bakteri yang masuk
ke dalam jaringan tubuh. Lomfosit terdiri atas dua macam :
- Limfosit T
Limfosit T meninggalkan sumsun tulang dan berkembang
lama, kemudian bermigrasi menuju ke timus. Setelah

9
meninggalkan timus, sel-sel ini beredar dalam darah
sampai mereka bertemu dengan antigen-antigen dimana
mereka telah diprogramkan untuk mengenalinya. Setelah
dirangsang oleh antigennya, sel-sel ini menghasilkan
bahan-bahan kimia yang menghancurkan mikroorganisme
dan memberitahu sel-sel darah putih lainnya bahwa telah
ter infeksi
- Limfosit B
Pada tahap ini limfosit B mengalami pematangan lebih
lanjut dan menjadi sel plasma serta menghasilkan antibodi.

Gambar :Limfosit B dan Limfosit T


b) Monosit
Monosit di bentuk didalam sumsum tulang, masuk ke dalam
sirkulasi dalam bentuk imatur dan mengalami proses pematangan
menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan. Fungsinya sebagai
fagosit, jumlahnya 34% dari total komponen yang ada di sel darah
putih.
Jumlah sel darah Pada orang dewasa, jumlah sel darah putih total
4.0-11.0*/l yang terbagi sebagai berikut
 Granulosit
- Neutrofil 2,5-7,5 x 109

10
- Eosinofi 0,04-0,44 x 109
 Limfosit 1,5-3,5 x 109
 Monosit 0,2-0,8 x 109

c. Keping Darah (Trombosit)


Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam
sumsum tulang yang terbentuk cakram bulat, oval, bikovens, tidak
berinti dan hidup sekitar 10 hari. Jumlah trombosit antara 150 dan 400 x
109/ liter (150.000-400.000/mililiter), sekitar 30-40% terkontaminasi di
dalam limpa dan sisanya bersikulasi dalam darah. Trombosit dapat
mengeluarkan zat serotonin dan histeamin yang berperan penting
dalam pembentukan bekuan darah. Serta fungsi lain dari trombosit yaitu
untuk mengubah bentuk dan kualitas setelah berikatan dengan
pembuluh darah yang cidera sehingga trombosit menjadi lengket dan
menggumpal bersama membentuk sumbatan trombosit secara aktif
menambal daerah yang luka.
Guna pencegahan emboli, maka trombosit-trombosit tersebut
mengeluarkan prostaglandin tromboksan A2 dan prostasiklin I2.
prostaglandin tromboksan A2 merangsang trombosit dan menyebabkan
vasokontriksi lebih lanjut pada pembuluh darah, sedangkan prostasiklin
I2 merangsang agregasi trombosit dan pelebaran pembuluh darah
sehingga semakin meningkatkan respon trombosit.

Gambar : keping Darah (Trombosit)

11
d. Plasma Darah
Plasma adalah darah yang encer tanpa sel-sel darah, warna
bening kekuningan-kuning. Zat-zat yang terdapat dalam plasma darah
sebagai berikut;
1) Fibrogen yang berguna dalam peristiwa pembekuat darah.
2) Garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lainnya) yang
berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik.
3) Protein darah (albumin,globin) meningkatkan viskositas darah juga
menimbulkan tekanan osmotik untuk memelihara keseimbangan
cairan dalam tubuh.
4) Zat makanan (asam amino,glukosa,lemak,mineral dan vit)
5) Hormon yaitu zat yang dihasilkan dari kalenjar tubuh
6) Antibodi

e. Limpa
Limpa merupakan ungu lunak lebih berukuran satu kepala
tangan yang terletak pada pojok atas kiri bawah kostae. Limpa terdiri
atas kapsula jaringan fibroelastin, folikel limpa (masa jaringan limpa),
dan pulpa merah (jaringan ikat, sel eritrosit, sel leukosit), suplai darah
oleh arteri linealis yang keluar dari arteri coeliace.

Fungsi limpa adalah sebagai berikut ;


1) Pembentukan sel eritrosit (hanya pada janin)
2) Destruksi sel eritrosit tua
3) Penyimpanan zat besi dari sel sel yang dihancurkan
4) Produksi bilirubin dari eritrosit
5) Pembentukan limfosit dalam folikel limpa
6) Pembentukan imunoglobulin
7) Pembuangan partikel asing dari darah.

12
f. Sistem Retikulo Endotelial
Sel retikulo endotelial terdapat pada limpa, hepar, timus,
kelenjar limfe’ sumsum tulang, dan dinding pembuluh darah. Fungsi
utama sel retikulo enditeliah adalah pembuangan partikel benda asing,
destruksi sel eritrosit tua dan destruksi sel-sel lain.

2. Fisiologi Sistem Hematologi


Sel darah merah atau eritrosit berupa cakram kecil bikonkaf,
cekung pada kedua sisinya, sehingga dilihat dari samping tampak seperti
dua buah bulan sabit yang saling bertoak belakang. Dalam setiap milimeter
kubik darah terdapat 5.000.000 sel darah. Kalau dilihat satu per satu
warnanya kuning tua pucat, tetapi dalam jumlah besar kelihatan merah dan
memberi warna pada darah. Strukturnya terdiri atas pembungkus luar atau
stoma, berisi massa hemoglobin.
Sel darah memerlukan protein karena strukturnya terbentuk dari
asam amino. Sel darah merah juga memerlukan zat besi, sehingga untuk
membentuk penggantinya diperlukan diet seimbang yang berisi zat besi.
Wanita memerlukan lebih banyak zat besi karena beberapa di antaranya
dibuang sewaktu menstruasi. Sewaktu hamil diperlukan zat besi dalam
jumlah yang lebih banyak lagi untuk perkembangan janin dan pembuatan
susu.
Sel darah merah dibentuk dalam sumsum tulang, terutama dari
tulang pendek, pipih, dan tidak beraturan, dari jaringan konselus pada
ujung tulang pipa, dari sumsum dalam batang iga-iga, dan dari sternum.
Perkembangan sel darah dalam sumsum tulang melalui berbagai
tahat: mula-mula besar dan berisi nukleus, tetapi tidak ada hemoglobin;
kemudian dimuati hemoglobin dan akhirnya kehilangan nukleusnya,
kemudian baru diedarkan ke dalam sirkulasi darah.
Rata-rata panjang hidup darah merah kira-kira 115 hari. Sel
menjadi usang dan di hancurkan dalam sistem retikulo-endotelial, terutama
dalam limpa dan hati. Globin dari hemoglobin dipecah menjadi asam

13
amino untuk sebagai protein dalam jaringan-jaringan; zat besi dalam hem
dari hemoglobin dikeluarkan untuk digunakan dalam pembentukan sel
darah merah lagi. Sisa hem darii hemoglobin diubah menjadi bilirubin
(pigmen kunimg) dan biliverdin yang berwarna kehijau-hijauan dan dapat
dilihat pada perubahan warna hemoglobin yang rusak pada luka memar.
Bila terjadi perdarahan, sel merah dengan hemoglobinnya sebagai
pembawa oksigen hlang. Pada perdarahan sedang, sel-sel itu diganti dalam
waktu beberapa minggu berikutnya. Tetapi bila kadar hemoglobin turun
sampai 40% atau dibawahnya, diperlukan transfusi darah.
Hemoglobin ialah protein yang kaya akan zat besi. Hemoglobin
memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen; dengan oksigen itu
membentuk oksihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui
fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan.
Jumlah hemoglobin dalam darah normal ialah kira-kira 15 gram
setiap 100 ml darah, dan jumlah ini biasanya disebut “100 persen”.
Dalam berbagai bentuk anemia, jumlah hemoglobin dalam darah
berkurang. Dalam beberapa bentuk anemia parah, kadar itu bisa dibawah
30 persen atau 5 g setiap 100 ml. Karena hemoglobin mengandung besi
yang diperlukan untuk bergabung dengan oksigen, maka dapat dimengerti
pasien semacam itu memperlihatkan gejala kekurangan oksigen, seperti
napas pendek. Ini sering merupakan salah satu gejala pertama anemia
kekurangan zat besi.
Sel darah putih rupanya bening dan tidak berwarna, bentuknya
lebih besar dari sel darah merah, tetapi jumlahnya lebih kecil. Dalam
setiap milimeter kubik darah terdapat 6.000 sampai 10.000 (rata-rata
8.000) sel darah putih.
Granulosit atau Sel polimorfonuklear merupakan hampir 75 persen
dari seluruh jumlah sel darah putih. Granulosit terbentuk dalam sum-sum
merah tulang. Sel ini berisi sebuah nukleus yang berbelah banyak dan
protoplasmanya berbulir, sehingga disebut sel berbilir atau granulosit.
Kekurangan granulosit disebut granulositopenia.

14
Sel netrofil paling banyak dijumpai. Sel golongan ini mewarnai
dirinya dengan pewarna netral, atau campuran pewarna asam dan basa, dan
tampak berwarna ungu.
Sel eosinofil. Sel golongan ini hanya sedikit dijumpai. Sel ini
menyerap pewarna yang bersifat asam (eosin) dan kelihatan merah.
Sel basofil menyerap pewarna basa dan menjadi biru. Limfosit
membentuk 25 persen dari seluruh jumlah sel darah putih. Sel ini
nongranular dan tidak memiliki kemampuan bergerak seperti amuba. Sel
ini dibagi lagi dalam limfosit kecil dan besar. Selain itu ada sejumlah kecil
sel yang berukuran lebih besar (kira-kira sebanyak 5 persen) yang disebut
monosit. Sel ini mampu mengadakan gerakan amuboid dan mempunyai
sifat fagosit (pemakan) (Evelyn C. Pearce,2013).
B. ANEMIA
1. Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan di dalam sirkulasi darah atau massa
hemoglobin dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) sehingga
menyebabkan ketidakmampuan untuk memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen ke seluruh jaringan (Tarwoto & Wartonah, 2008).
Anemia adalah berkurangnya jumlah sel darah merah di bawah
nilai normal, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells
(hematokrit) per 100 ml darah (Price & Wilson, 2013).
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin lebih
rendah dari batas normal untuk kelompok orang yang bersangkutan
(WHO, 1992, dalam Tarwoto & Wartonah, 2008).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anemia adalah
suatu keadaan dimana terjadinya penurunan jumlah sel darah merah,
hemoglobin dan hematokrit di bawah nilai batas normal, sehingga dapat
menyebabkan gangguan pada fungsinya untuk membawa oksigen ke
seluruh jaringan.
Penentuan anemia pada seseorang tergantung pada usia, jenis
kelamin, dan tempat tinggal.

15
Kriteria anemia menurut WHO (1968) adalah :
Laki-laki dewasa : Hemoglobin < 13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil : Hemoglobin < 12 g/dl
Wanita Hamil : Hemoglobin < 11 g/dl
Anak umur 6-14 tahun : Hemoglobin < 12 g/dl
Anak umur 6 bulan-6 tahun : Hemoglobin < 11 g/dl
Secara klinis kriteria anemia di Indonesia umumnya adalah:
a. Hemoglobin < 10 g/dl
b. Hematokrit < 30 %
c. Eritrosit < 2,8 juta/mm3
(I Made Bakta, 2003)
Derajat Anemia berdasarkan kadar Hemoglobin menurut WHO:
Ringan sekali : Hb 10 g/dl – Batas Normal
Ringan : Hb 8 g/dl – 9,9 g/dl
Sedang : Hb 6 g/dl – 7,9 g/dl
Berat : Hb < 6 g/dl
Departemen Kesehatan menetapkan derajat anemia sebagai berikut:
Ringan sekali : Hb 11 g/dl – Batas Normal
Ringan : Hb 8 g/dl – 11 g/dl
Sedang : Hb 5 g/dl – < 8 g/dl
Berat : Hb < 5 g/dl
2. Klasifikasi
a. Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah anemia yang disertai dengan pansitopenia
pada darah tepi yang disebabkan kelainan primer pada sumsum tulang
dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya filtrasi, supresi,
atau pendesakan sumsum tulang.

Etiologi
Adapun beberapa penyebab dari anemia plastik ini yaitu :
1) Faktor genetik

16
2) Obat-obatan dan bahan kimia
3) Infeksi
4) Iradiasi
5) Kelainan imunologis
6) Idiopatik
7) Anemia aplastik pada keadaan atau penyakit lain
Gejala klinis
Gejala yang dirasakan berupa gejala sebagai berikut :
1) Sindrom anemia : gejala anemia bervariasi, mulai dari ringan
sampai berat.
2) Perdarahan : paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit
seperti petekie dan ekimosis. Perdarahan mukosa dapat berupa
epitkasis, perdarahan subkonjunctiva, perdarahan gusi,
hematemesis melena, dan pada wanita sering dijumpai menorhagia.
Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai, tetapi jika terjadi
perdarahan otak sering bersifat fatal.
3) Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorokan,
febris, dan sepsis.
4) Organomegali dapat berupa hepatomegali atau splenomegali.

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk anemia aplastik adalah :
1) Sel darah
a) Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu
ditemukan
b) Jenis anemia adalah anemia normokromik normositer disertai
retikulositopenia
c) Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda
dalam darah tepi.
d) Trompositopenia yang bervariasi dari ringan sampai dengan
sangat berat

17
2) Laju endap darah
Laju endap darah selalu meningkat, sebanyak 62 dari 70 kasus
mempunyai laju endap darah lebih dari 100 mm dalam satu jam
pertama.
3) Faal hemostatik
Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan menjadi buruk
yang disebabkan oleh trombositopenia.
4) Sumsum tulang
Hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar secara merata
pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang yang normal
dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat menyingkirkan diagnosis
anemia aplastik. Pemeriksaan ini harus diulang pada tempat lain.
5) Lain-lain
Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal dan HbF
meningkat.

Komplikasi
1) Gagal jantung akibat anemia berat
2) Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel-sel lain ikut
terkena.

Penatalaksanaan atau terapi


1) Terapi Kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab.
2) Terapi suportif
Terapi suportif bermanfaat yntuk mengatasi kelainan yang timbul
akibat pansitopenia. Adapun bentuk terapinya adalah sebagai
berikut :

18
a) Untuk mengatasi infeksi dengan menjaga higiene mulut,
Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat
dan adekuat serat tranfusi granulosit konsetrat diberikan pada
sepsis berat.
b) Usaha untuk mengatasi anemia
Berikan transfusi packed red cell (PRC) jika hemoglobin <7
gr/dl atau tanda payah jantung atau anemia yang sangat
simptomatik. Koreksi Hb sebesar 9-10 g%, tidak perlu sampai
normal karena akan menekan eritropoesis internal. Pada
penderita yang akan dipersiapkan untuk transplantasi sumsum
tulang pemberian transfusi harus lebih berhati-hati.
c) Usaha untuk mengatasi perdarahan
Berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat perdarahan
mayor atau trombosit < 20.000/mm3.
3) Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang belakang
Obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang adalah sebagai
berikut :
a) Anabolik steroid  dapat diberikan oksimetolon atau stanazol
dengan dosis 2-3 mg/KgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-
12 minggu, efek samping yang dialami berupa virilisasi dan
gangguan fungsi hati.
 Kortikoateroid dosis rendah sampai menengah
 GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan
jumlah neutrofil.
4) Terapi definitif
Terapi definitif merupakan terapi yang dapat memberikan
kesembuhan jangka panjang. Terapi definitif untuk anemia
aplastik terdiri atas dua jenis pilihan sebagai berikut.
a) Terapi imunosupresif, antara lain :

19
 Pemberian anti-lymphocyte globuline (ALG) atau anti-
thymocyte globuline (ATG) dapat menkan proses
imuunologis
 Terapi imunosupresif lain, yaitu pemberian
metilprednisolon dosis tinggi
b) Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang
memberikan harpan kesembuhan, tetapi biayanya sangat
mahal.

b. Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan besi tubuh, sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang.
Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling sering dijumpai
terutama di negara tropis.

Etiologi
Anemia difesiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan
besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan
menahun. Berikut ini beberapa penyebab dari anemoa difesiensi besi :
1) Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun yang dapat
berasal dari :
a) Saluran cerna, terjadi akibat dari tukak peptik kanker lambung,
kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing
tambang.
2) Faktor nutrisi
Faktor nutrisi, akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan
atau kualitas besi yang tidak baik (makanan banyak mengandung
serat, rendah vit. C dan rendah daging.
3) Kebutuhan besi meningkat

20
Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas anak dalam
masa pertumbuhan dan kehamilan.
4) Gangguan absorpsi besi
Gangguan absorpsi besi, gastrektomi, kolitis kronis.

Gejala Klinis :
1) Gejala umum
Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-
kunang, serta telinga mendenging.

2) Gejala khas akibat defisiensi


a) Koilorikia yaitu kuku sendok (spoon nail) kuku menjadi rapuh,
bergaris vertikal, dan menjadi cekung sehingga mirip seperti
sendok.
b) Atrofi papila lidah yaitu permukaan lidah menjadi licin dan
mengilap karena papil lidah menghilang
c) Stomatitis anngularis yaitu adanyan peradangan pada sudut
mulut, sehngga tampak sebagai bercak berwarna pucat
keputihan.
d) Disfagia yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
e) Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklorida.
3) Gejala penyakit dasar
Misalnya pada anemia yang disebabkan oleh cacing tambang
dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan
berwarna kuning.

Pemeriksaan laboratorium
1) Kadar hemoglobin (Hb) dan indeks eritrosit. Didapatkan anemia
mikrositer hipokromik dengan penurunan kadar Hb mulai dari
ringan sampai berat, RDW meningkat yang menunjukkan adanya
anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan

21
sebelum kadar Hb menurun. Apusan darah menunjukan anemia
mikrositer hipokromik, anisositosis, poikilositosis anulosit,
leukosit, dan trombosit normal, retikulosit rendah..
2) Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity
(TIBC) meningkat >350 mg/dl, dan saturasi transferin <15 %.
3) Kadar serum feritin. Jika terdapat inflamasi, maka feritin serum
sampai dengan 60 Ug/dl.
4) Protoporfirin eritrosit meningkat (>100 Ug/dl)
5) Sumsum tulang. Menunjukan hiperplasia normoblastik dengan
normoblast kecil-kecil dominan.

Penatalaksanaan Medis
1) Terapi kausal
Terapi kausal bergantung pada penyebabnya seperti pengobatan
cacing tambang, hemoroid dan menoragi.
2) Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam
tubuh
a) Besi peroral
b) Besi parenteral

3) Pengobatan lain
a) Diet yaitu diberikan diet tinggi protein terutama protein
hewani.
b) Vitamin C diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatkan
absorpsi besi.
c) Transfusi darah. Adapun indikasi pemberian transfusi darah
pada anemia kekurangan zat besi adalah :
 Adanya penyakit jantung anemik
 Anemia yang simptomatik
 Penderita memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat.

22
c. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik adalah anemia yang khas ditandai oleh adanya
sel megaloblast dalam sumsum tulang. Sel megaloblast adalah sel
prekusor eritrosit dengan bentuk sel yang besar disertai adanya kes,
diamana maturasi sitoplasma normal tetapi inti besar dengan susunan
kromosom yang longgar.

Etiologi
1) Defisiensi vitamin B12
a) Asupan kurang : pada vegetarian.
b) Malabsorpsi
 Dewasa : anemia pernisiosa, gastrektomi total/parsial,
penyakit Crohn’s, parasit, limfoma usus halus, obat-obatan
(neomisin, etanol,KCL).
 Anak-anak : anemia pernisiosa, gangguan sekresi, faktor
intrinsik lambung, dan gangguan reseptor kobalamin pada
ileum.
c) Gangguan metabolisme seluler : defisiensi enzim, abnormalitas
protein pembawa kobalamin (defisiensi transkobalamin) dan
paparan nitrit oksida yang berlangsung lama.
2) Defisiensi asam folat
a) Asupan kurang
 Gangguan nutrisi : alkoholisme, bayi prematur, orang tua,
hemodialisis dan anoreksia nervosa.
 Malabsorpsi : gastrektomi parsial, reseksi usus halus,
penyakit Crohn’s, skleroderma dan obat anti konvulsan.
b) Peningkatan kebutuhan : kehamilan, anemia hemolitik,
keganasan, hipertiroidisme, serta eritropoesis yang tidak efektif
(anemia pernisiosa, anemia sideroblastik, leukimia dan anemia
hemolitik).

23
c) Gangguan metabolisme folat : alkoholisme, sirosis non
alkoholik dan hepatoma.
d) Gangguang sintesis DNA yang merupakan akibat dari proses
berikut ini :
 Defisiensi enzim kongenital
 Didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu.

Gejala Klinis
1) Anemia karena eritropoesis yang inefektif
2) Ikterus ringan akibat pemecahan globin
3) Glosistis dengan lidah berwarna merah, seperti daging (buffy
tongue), stomatitis angularis
4) Purpura trombositopeni karena maturasi megakariosit terganggu.
5) Pada defisiensi vitamin B12 dijumpai gejala neuropati sebagai
berikut.
a) Neuropati perifer : mati rasa, terbakar pada jari.
b) Kerusakan kolumna posterior : gangguan posisi vibrasi
c) Kerusakan kolumna lateralis : spastisitas dengan deep reflex
hiperaktif dan gangguan serebrasi.

Pemeriksaan Diagnostik
1) Untuk kekurangan vitamin B12 dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Anamnesis makanan
b) Tes absorpsi vitamin B12 dengan dan tanpa faktor.
c) Penentuan faktor instrinsik dan antibodi terhadap sel parietal
lambung
d) Endoskopi foto saluran makanan bagian atas.
e) Analisis cairan lambung
2) Untuk kekurangan asam folat yang dilakukan adlah sebagai
berikut:

24
a) Anamnesis makanan
b) Tes malabsorpsi
c) Biopsi jejunum
d) Tanda-tanda penyakit dasar penyebab.

Penatalaksanaan medis
1) Terapi suportif
Transfusi bila ada hipoksia dan suspensi trombosit bila
trombositopenia mengancam jiwa
2) Terapi untuk defisiensi vitamin B12
a) Diberikan vitamin B12 100-1000 Ug intramuskular sehari
selama 2 minggu, selanjutnya 100-1000 Ug IM setiap bulan.
b) Transfusi darah sebaiknya dihindari, kecuali bila ada dugaan
kegagalan faal jantung, hipotensi postural, renjatan atau infeksi
berat. Bila diperlukan transfusi darah sebaiknya diberi eritrosit
yang diendapkan.
3) Terapi untuk defisiensi asam folat
Diberikan asam folat 1-5 mg/hari per oral selama empat bulan, asal
tidak ada gangguan absorpsi.
4) Terapi penyakit dasar
Menghentikan obat-obatan penyebab anemia megaloblastik.
d. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses
hemolisis, yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum
waktunya.

Etiologi
Anemia hemolitik dapat disebabkan antara lain oleh :
1) Anemia sel sabit
2) Malaria
3) Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir

25
4) Reaksi transfuse

e. Anemia sel sabit


Anemia sel sabit merupakan suatu gangguan resesif otosom yang
disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektif, satu
buah dari masing-masing orang tua. Hemoglobin yang cacat itu disebut
Hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti
sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah.

Gambaran klinis
1) Terdapat tanda-tanda sistemik anemia
2) Nyeri hebat akibat sumbatan vaskular pada serangan serangan
penyakit
3) Demam
4) Pembesaran jantung, disritmia dan gagal jantung pada anemia
kronis
5) Infeksi bakteri berulang
6) Splenomegali karena limpa membersihkan sel-sel yang mati

Pemeriksaan Diagnostik
1) Terjadi penurunan hematokrit, hemoglobin dan hitung sel darah
merah
2) Pemeriksaan prenatal mengidentifikasi adanya status homozigot
pada janin.

Penatalaksanaan
1) Antibiotik profilaktik dapat diberikan untuk mencegah infeksi
2) Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah
merah
3) Bila terjadi krisis sel sabit terapi yang utama adalah hidrasi dan
analgetik

26
4) Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang
membutuhka oksigen
5) Transfusi sel darah merah pada keadaan tertentu saja, yaitu krisis
aplastik apabila hemoglobin klien turun dratis, krisis nyeri hebat
yang tidak berespons dengan terapi apapun selama beberapa hari,
tindakan prabedah untuk mengencerkan sel sabit, dan sebagai
usaha mencegah terjadinya krisis selama paruh akhir masa
kehamilan (Handayani, 2008).

3. Etiologi
Berkurangya sel darah merah dapat disebabkan oleh kekurangan
kofaktor untuk eritripoesis, seperti : asam folat, vitamin B12, dan besi.
Produksi sel darah merah juga dapat turun apabila sumsum tulang tertekan
(oleh tumor dan obat) atau rangsangan yang tidak memadai karena
kekurangan eritropoetin, seperti yang terjadi pada penyakit ginjal kronis.
Peningkatan penghancuran sel darah merah dapat terjadi akibat aktivitas
sistem retikuloendotelial yang berlebihan (misal hipersplenisme) atau
akibat sumsum tulang yang menghasilkan sel darah merah abnormal.
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease
entity), namun gejala dari berbagai macam penyakit dasar (underlying
disease). Anemia sendiri pada dasarnya disebabkan karena kondisi :
a. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang;
b. Kehilangan darah keluar dari tubuh (perdarahan);
c. Proses pembentukan ertitrosit oleh tubuh sebelum waktunya
(hemolisis).

4. Patofisiologi
Timbulnya anemia akibat adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
tulang (misalnya, berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, terpapar zat toksik, invasi tumor atau kebanyakan

27
akibat idiopatik. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik
atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.
Sebagai efek samping proses ini bilirubin, yang terbentuk dalam fagosit
akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma.
Konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang; kadar di atas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sklera.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
seperti yang terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka hemoglobin
akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi
plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya (missal, apabila jumlahnya
lebih darinsekitar 100 mg/dl), hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan ke dalam urine (hemoglobinuria). Jadi ada atau
tidaknya hemoglobinemia atau hemoglobinuria dapat memberikan
informasi mengenai lokasi penghancuran sel darah merah abnormal pada
klien dengan hemolisis dan dapat merupakan petunjuk untuk mengetahui
sifat proses hemolitik tersebut.

28
5. Pathway

Etiologi
↓Eritropoesis
Kehilangan darah
↑Destruksi

↓ Sel darah merah, ↓ hemoglobin


(kondisi anemik)

↓ kemampuan membawa oksigen (hipoksemia)

Hipoksia Jaringan

Kelemahan, Pucat pada kulit ↑Respirasi (RR, Sistem saraf


kelelahan mukosa mulut napas dalam, pusat (pusing,
dispneu) pingsan letargi

Mekanisme Kompensasi

Ginjal
Kebutuhan Kardiovaskuler ↑Respon Reninalosteron
oksigen untuk ↑Heart Rate, dilatasi kapiler ↑Retensi garam dan air
kerja jantung ↑stroke volume ↑cairan ekstra seluler

eritropoetin Sirkulasi Hiperdinamik Cairan ekstra


seluler

Stimulasi
Murmur Gagal jantung
sumsum
tulang Jantung

29
6. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala yang sering muncul menurut NANDA (2015)
yaitu :
a. Pusing
b. Mata berkunang-kunang
c. Lesu
d. Aktivitas menurun
e. Rasa mengantuk
f. Sulit berkonsentrasi
g. Cepat lelah
h. Prestasi kerja fisik/pikiran menurun
Beberapa gejala khas pada masing-masing anemia yaitu :
a. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia
defisiensi besi.
b. Ikterus, urine berwarna kuning tua/coklat, perut mrongkol/mamin
buncit pada anemia hemolitik.
c. Mudah infeksi pada anemia aplastik dan anemia karena keganasan
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan :
a. Tanda-tanda anemia umum : pucat, tachicardi, suara pembuluh darah
spontan, bising karotis, bising sistolik anorganik, perbesaran jantung.
b. Manifestasi khusus pada anemia :
1) Defisiensi besi : Anemia defisiensi besi merupakan penyebab
utama anemia dan sering dijumpai pada perempuan usia subur,
disebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan
peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan. Penyebab lainnya
adalah asupan besi yang tidak cukup misalnya bayi-bayi yang
hanya diberi diet susu saja selama 12-24 bulan dan pada individu
tertentu yang vegetarian, gangguan absorpsi setelah gastrektomi,
kehilangan darah menetap seperti pada perdarahan saluran cerna
lambat akibat neoplasma, gastritis, hemoroid (Price & Wilson,
2013), biasanya ditandai dengan spoon nail, glosistis.

30
2) Defisiensi B12 : Anemia B12 dapat mengakibatkan gangguan
sintesis DNA, disertai kegagalan maturasi dan pembelahan inti
(Guyton, 2001 dalam Price & Wilson, 2013). Defisiensi ini dapat
sekunder akibat malnutrisi, defisiensi asam folat, malabsorpsi,
infestasi parasit, penyakit usus, dan keganasan, serta akibat agens-
agens kemoterapeutik (Price & Wilson, 2013), ditandai dengan
paresis, ulkus di tungkai.
3) Hemolitik : ikterus, splenomegali
4) Aplastik : anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboraturium hematologis dilakukan secara bertahap
sebagai berikut.
1) Tes penyaring : tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap
kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan adanya
anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut. Pemeriksan ini
meliputi pengkajian pada komponen- konponen berikut ini.
a) Kadar hemoglobin.
b) Indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC)
c) Apusan darah tepi.
2) Pemeriksaan rutin merupakan pemeriksaan untuk mengetahui
kelainan pada sistem leukosit dan trombosit. Pemeriksaan yang
dikerjakan meliputi laju ebdap darah (LED), hitungan diferensial,
dan hitungan retikulosit.
3) Pemeriksaan sumsum tulang: pemeriksaan ini harus dikerjakan
pada sebagian besar kasus anemia untuk mendapatkan diagnosisi
definitif meskipun ada beberapa kasus yang diagnosisnya tidak
memerlukan pemeriksaan sumsung tulang.
4) Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemerikssan ini akan dikerjakan
jika telah mempunyai dugaandiagnosis awal sehingga fungsinya
adalah untuk mengonfirmasi dugaan diagnosis tersebut.
Pemeriksaan tersebut meliputi komponen berikut ini.

31
a) Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferin
dan feritin serum.
b) Anemia megaloblastik: asam folat darah/eritrosit, vitamin B12.
c) Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes Coomba, dan
elektroforesis Hb.
d) Anemia pada leukemia akut biasanya dilakukan pemeriksaan
sitokimia.

b. Pemeriksaan laboraturium nonhematologis


Pemeriksaan laboraturium nonhematologis meliputi :
1) Faal ginjal.
2) Faal endokrin.
3) Asam urat.
4) Faal hati.
5) Biakan kuman.
c. Pemeriksaan penunjang lain
Pada beberapa kasus anemia diperlakukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut.
1) Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan
histopatologi.
2) Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limafangiografi.
3) Pemeriksaan sitogenetik.
4) Pemeriksaan biologi molekuler (PCR = Palymerase chain teaction,
FISH = fluorescence in situ hybrydization).

C. LEUKIMIA
1. Pengertian
Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
proliferasi dini yang berlebihan dari sel darah putih. Leukemia juga bisa
didefinisikan sebagai keganasan hematologis akibat proses neoplastik yang

32
disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk
hematopoietik.
2. Klasifikasi
Leukemia dapat diklafikasikan ke dalam :
a. Maturitas sel :
1) Akut (sel-sel asal berdiferensiasi secara buruk)
2) Kronis (lebih banyak sel dewasa)
b. Tipe-tipe sel asal
3) Mielositik (Mieloblast yang dihasilkan sumsum tulang)
4) Limfositik (limfoblast yang dihasilkan sistem limfatik)
5) Normalnya, sel asal (mieloblast dan limfoblast) tak ada pada darah
perifer.

Maturitas sel dan tipe sel dikombinasikan untuk membentuk empat tipe
utama leukemia :
a. Leukemia Mielogenus Akut (Lma)
Leukemia Mielogenus Akut (LMA) atau leukemia mielositik akut
atau dapat juga disebut leukemia granulositik akut (LGA), mengenai sel
stem hematopetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid;
monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit.
Dikarakteristikan oleh produksi berlebihan dari mieloblast. Semua
kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling
sering terjadi.
b. Leukemia Mielogenus Kronis (LMK)
Leukemia Mielogenus Kronis (LMK) atau leukemia mielositik
kronis atau leukemia granulositik kronis (LGK), juga dimasukan dalam
keganasan sel stem mieloid. Namun, lebih banyak terdapat sel normal
di banding pada bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan.
Abnormalitas genetika yang dinamakan kromosom Philadelpia

33
ditemukan 90% sampai 95% pasien dengan LMK. LMK jarang
menyerang individu di bawah 20 tahun, namun insidensinya meningkat
sesuai pertambahan usia. Gambaran menonjol adalah :
1) adanya kromosom Philadelphia pada sel – sel darah. Ini adalah
kromosom abnormal yang ditemukan pada sel – sel sumsum tulang
2) Krisis Blast. Fase yang dikarakteristik oleh proliferasi tiba-tiba dari
jumlah besar mieloblast. Temuan ini menandakan pengubahan
LMK menjadi LMA. Kematian sering terjadi dalam beberapa bulan
saat sel – sel leukemia menjadi resisten terhadap kemoterapi
selama krisis blast.

c. Leukemia Limfositik Akut (LLA)


Leukemia Limfositik Akut (LLA) dianggap sebagai suatu
proliferasi ganas limfoblas. Paling sering terjadi pada anak-anak,
dengan laki-laki lebih banyak dibanding perempuan,dengan puncak
insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15 tahun , LLA jarang terjadi.
d. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
Leukemia Limfositik Kronis (LLK) cenderung merupakan
kelainan ringan yang terutama mengenai individu antara usia 50 sampai
70 tahun. Negara-negara barat melaporkan penyakit ini sebagai
leukemia yang umum terjadi. LLK dikarakteristikan oleh proliferasi
dari diferensiasi limfosit yang baik (mudah dikenali sel-sel yang
menunjukkan jaringan asal).
Kelompok Klasifikasi Leukemia Akut Menurut French-
American-British (FAB)
Leukemia Limfositik Akut
1) L-1 Pada masa kanak-kanak: populasi sel homogen
2) L-2 Leukemia limfositik akut tampak pada orang dewasa:
populasi sel heterogen
3) L-3 Limfoma Burkitt-tipe leukemia: sel-sel besar, populasi sel
homogen.

34
Leukemia Mieloblastik Akut
1) M-1 Diferensiasi granulositik tanpa pematangan
2) M-2 Diferensiasi granulositik disertai pematangan menjadi
stadium promielositik
3) M-3 Diferensiasi granulositik disertai promielosit hipergranular
yang dikaitkan dengan pembekuan intra vaskular tersebar
(Disseminated intravascular coagulation).
4) M-4 Leukemia mielomonositik akut: kedua garis sel granulosit
dan monosit.
5) M-5a Leukemia monositik akut : kurang berdiferesiasi
6) M-5b Leukemia monositik akut : berdiferensiasi baik
7) M-6 Eritroblast predominan disertai diseritropoiesis berat
8) M-7 Leukemia megakariositik.

3. Etiologi
Penyebab leukemia sampai sekarang belum jelas, tapi beberapa
faktor diduga menjadi penyebab, antara lain :
1) Genetik
a) Keturunan
3) Adanya Penyimpangan Kromosom
Leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital,
diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s
Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van
Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma
von Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Wiernik, 1985;
Wilson, 1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat
dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada
kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom
yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
4) ·Kelainan herediter : kembar monozigot

35
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi
pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi
pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada
keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
(Wiernik,1985).
b) Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan
kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan
obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat
pada leukemia akut, khususnya ANLL (Wiernik,1985; Wilson,
1991).
2) Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA
virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata.
Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA
polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel
normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus
RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985).
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada
manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang
ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia. Virus ini ditemukan oleh
Takatsuki dkk (Kumala, 1999).
3) Bahan Kimia dan Obat-obatan
a) Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen)
dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal
pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. (Wiernik,1985;
Wilson, 1991). Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan
dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk
minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang
elektromagnetik (Fauci, et. al, 1998).

36
b) Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor
topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom
yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan
methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum
tulang yang lambat laun menjadi AML (Fauci, et. al, 1998).
4) Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL)
ditemukan pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat
terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi
leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom.
Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat
terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis .
5) Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit
malignansi lain disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau
treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin,
limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena
obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain
menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .

37
4. Patofisiologi

Faktor pencetus :
Genetik, radiasi, obat-obatan,
kelainan kromosom, infeksi
virus, dan paparan bahan kimia Profilase sel kanker

Infiltrasi sumsum tulang Penyebaran ekstramedular Sel onkogen

Sirkulasi darah Sistem limfatik Pertumbuhan berlebihan

Nodus limfe Kebutuhan nutrisi


Pembesaran hati & limpa meningkat

Hepatosplenomegali Limfadenopati
Hipermetabolisme

Peningkatan tekanan
Penekanan ruang abdomen Ketidakseimbangan
intra abdomen
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Sel normal digantikan oleh
Gangguan rasa
sel kanker
nyaman nyeri

Depresi produksi sumsum Suplai oksigen ke Ketidakseimbangan


tulang jaringan inadekuat perfusi jaringan perifer

Penurunan eritrosit Anemia Resiko perdarahan

Penurunan trombosit Trombositopenia Kecenderungan


perdarahan

Penurunan fungsi leukosit Risiko Infeksi

Gangguan rasa
Infiltrasi periostal Kelemahan tulang nyaman nyeri

Tulang lunak dan lemah Stimulasi saraf


nociceptor
Hambatan mobilitas fisik Fraktur fisiologis

38
5. Manifestasi Klinis
Menurut Padila, 2013, seperti semua sel-sel darah, sel-sel leukimia
berjalan keseluruh tubuh. Tergantung pada jumlah sel-sel abnormal dan
dimana sel-sel ini berkumpul, pasien-pasien dengan leukimia mungkin
mempunyai sejumlah gejala-gejala.
Gejala-gejala umum dari leukimia:
a. Demam-demam atau keringat-keringat waktu malam.
b. Infeksi-infeksi yang sering kali.
c. Perasaan lemah atau lelah.
d. Sakit kepala
e. Perdarahan dan mudah memar (gusi-gusi yang berdarah, tanda-tanda
keungu-unguan pada kulit, atau titik-titik merah yang kecil dibawah
kulit).
f. Nyeri pada tulang-tulang atau persendian-persendian.
g. Pembengkakan atau ketidakenakan pada perut (dari suatu pembesaran
limpa).
h. Pembengkakan nodus-nodus getah bening, terutama pada leher atau
ketiak.
i. Kehilangan berat badan.
Gejala-gejala semacam ini bukanlah tanda-tanda yang pasti dari
leukimia. Suatu infeksi atau persoalan lain juga dapat menyebabkan
gejala-gejala ini. Siapa saja dengan gejala-gejala ini harus mengunjungi
dokter sesegera mungkin. Hanya seorang dokter dapat mendiagnosa dan
merawat persoalnnya.
Pada tingkat-tingkat awal dari leukimia kronis, sel-sel leukimia
berfungsi hampir secara normal. Gejala-gejala mungkin tidak nampak
untuk suatu waktu yang lama. Dokter-dokter seringkali menemukan
leukimia kronis suatu sudah checkup rutin-sebelum ada gejala-gejala apa
saja. Ketika gejala-gejala nampak, mereka umumnya adalah ringan pada
permulaan dan memburuk secara berangsur-angsur.

39
Pada leukimia akut, gejala-gejala nampak dan memburuk secara
cepat. Orang-orang dengan penyakit ini perge ke dokter karena mereka
merasa sakit. Gejala-gejala lain dari leukimia akut adalah muntah,
bingung, kehilangan kontrol otot, dan serangan-serangan (epilepsi). Sel-sel
leukimia juga dapat berkumpul pada buah-buah pelir (testikel) dan
menyebabkan pembengkakan. Juga, beberapa pasien-pasien
mengembangkan luka-luka pada mata-mata atau pada kulit. Leukimia juga
dapat mempengaruhi saluran pencernaan, ginjal-ginjal, paru-paru, atau
bagian-bagian lain dari tubuh.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada kelainan
sumsum tulang berupa pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang
menyebabkan gambaran darah tepi menoton dan terdapat sel blas.
Terdapatnya sel blas dalam darah tepi merupakan gajala patognomik
untuk leukemia.kolesterol mungkin rendah, asam urat dapat
meningkat , hipogamaglobinea. Dari pemeriksaan sumsum tulang
akan ditemukan gambaran yang menoton, yaitu hanya terdiri dari sel
limfopoietik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia
sekunder). Pada LMA selain gambaran yang menoton, terlihat pula
adanya hiatus leukemia ialah keadaan yang memperlihatkan banyak
sel blas (mieloblas), beberapa sel tua (segmen) dan sangat kurang
bentuk pematangan sel yang berada di antaranya (promielosit,
mielosit, metamielosit dan sel batang
b. Biopsi Limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferase sel leukemia dan
sel yang berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limfosit
normal, RES, granulosit, dan pulp cell.
c. Fungsi Sumsum Tulang
Fungsi sumsum tulang merupakan pengambilan sedikit cairan
sumsum tulang, yang bertujuan untuk penilaian terhadap simpanan zat

40
besi, mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan bakteriovirologis
(biakan mikrobiologi), untuk diagnosa sitomorfologi/ evaluasi produk
pematangan sel asal darah. Tempat yang biasanya digunakan aspirasi
untuk pungsi sumsum tulang adalah spina iliaka posterior superior
(SIPS), krista iliaka, spina iliaka anterior superior (SIAS), sternum di
antara iga ke-2 dan ke-3 midsternal atau sedikit di kanannya (jangan
lebih dari 1 cm), spina dorsalis/prosesus spinosus vertebra lumbalis.
d. Cairan Serebrospinal
Bila terdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein,berarti
suatu leukemia meningeal. Kelainan ini dapat terjadi setiap saat pada
perjalanan penyakit baik dalam keadaan remisi maupun keadaan
kambuh. Untuk mencegahnya diberikan metotreksat (MTX) secara
intratekal secara rutin pada setiap pasien baru atau pasien yang
menunjukkan gejala tekanan intrakranial meninggi.
e. Sitogenik
Pada kasus LMK 70-90% menunjukkan kelainan kromosom,
yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelpia atau Ph 1). 50-70% dari
pasien LLA dan LMA mempunyai kelainan berupa:
1) Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), hiploid (2n-a),
hiperploid (2n+a)
2) Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom
yang diploid.
3) Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
4) Terdapatnya marker chromosome yaitu elemen yang secara
morfologis bukan merupakan kromosom normal; dari bentuk yang
sengat besar sampai yang sangat kecil.
Untuk menentukan pengobatannya harus diketahui jenis
kelainan yang ditemukan. Pada leukemia biasanya didapatkan dari
hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel
blas. Juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan
menggunakan mikroskop elektron akan terlihat adanya sel patologis

41
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ANEMIA


(Handayani, Wiwik & Hanbowo. 2008 dan Muttaqin, Arif. 2009)

1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Pada klien anemia biasanya mengeluhkan cepat lelah. Riwayat
penyakit sekarang yang mungkin didapatkan meliputi tanda dan gejala
penurunan kadar eritrosit dan hemoglobin dalam darah, yaitu dengan
adanya kelemahan fisik, pusing dan sakit kepala, gelisah, diaforesis
(keringat dingin), takikardia, sesak napas,serta kolaps sirkulasi yang
progresif cepat atau syok. Namun, pengurangan hebat jumlah sel darah
merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangan 50 % )
memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan
diri dan biasanya klien asimtomatik.

b. Riwayat Penyakit Dahulu


1) Apakah sebelumnya klien pernah menderita anemia
2) Apakah meminum suatu obat tertentu dalam jangka lama
3) Apakah pernah menderita penyakit malaria
4) Apakah pernah mengalami pembesaran limfe
5) Apakah pernah mengalami penyakit keganasan yang tersebar
seperti kanker payudara,leukimia,dan multipel mieloma
6) Adakah pernah kontak dengan zat kimia toksik, dan penyinaran
dengan radiasi
7) Adakah pernah menderita penyakit menahun yang yang melibatkan
ginjal dan hati
8) Apakah pernah menderita penyakit infeksi dan defisiensi endokrin
9) Apakah pernah mengalami kekurangan vitamin penting, seperti
vitamin B12 asam folat, vitamin C dan besi.

42
c. Psikososial
Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri. Interaksi sosial: stress
karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, kesulitan koping
dengan stressor yang ada.

d. Pemeriksaan Fisik
1) Kelelahan,kelemahan (menunjukkan hipoksemia jaringan).
2) Palpitasi (menunjukkan kepekaan miokard karena hipoksemia)
3) Sakit kepala ringan, peka rangsang (menunjukkan hipoksemia
serebral)
4) Napas pendek pada istirahat dan aktivitas (menunjukkan kerusakan
fungsi miokard karena hipoksemia)
5) Pucat pada kulit dan membran mukosa dan dasar kuku
B1 (Breathing)
Dispnea (kesulitan bernapas),napas pendek,dan cepat lelah waktu
melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya
pengiriman oksigen.
B2 (Bleeding)
Takikardi dan bising jantung menggambarkan beban kerja dan curah
jantung yang meningkat, pucat pada kuku, telapak tangan, serta
membran mukosa bibir dan konjungtiva. Keluhan nyeri dada bila
melibatkan arteri koroner. Angina (nyeri dada),khususnya pada klien
usia lanjut dengan stenosis koroner dapat di akibatkan karena iskemia
miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan gagal jantung
kongestif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat
menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat.
B3 (Brain)
Disfungsi neurologis,sakit kepala,pusing, kelemahan, dan tinitus
(telinga berdengung)

43
B4 (Bladder)
Gangguan ginjal, penurunan produksi urine.
B5 (Bowel)
Penurunan intake nutrisi disebabkan karena anoreksia ,nausea,
konstipasi atau diare, serta stomatitis (sariawan lidah dan mulut)
B6 (Bone)
Kelemahan dalam melakukan aktivitas.

e. Pemeriksaan Diagnostik
1) Jumlah darah lengkap di bawah nilai normal (hemoglobin,
hematokrit, trombosit, dan sel darah merah).
2) Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi zat besi
3) Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa
4) Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur
hemoglobin
5) Masa perdarahan memanjang
6) Aspirasi sumsum tulang : sel mungkin tampak berubah dalam
jumlah, ukuran dan bentuk.
7) Tes Schilling digunakan untuk mendiagnosis defisiensi vitamin
B12.
f. Evaluasi
1) Terhindar dari resiko penurunan perfusi perifer
2) Bebas dari nyeri
3) Terpenuhinya aktivitas sehari- hari
4) Terpenuhinya kebutuhan nutrisi
5) Menunjukkan penurunan kecemasan
a) Memahami penyakit dan tujuan perawatannya
b) Mematuhi semua aturan medis
c) Mengetahui kapan harus meminta bantuan medis bila nyeri
menetap atau sifatnya berubah.
2. Diagnosa Keperawatan

44
Diagnosis Keperawatan 1
Perubahan perfusi jaringan yan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrisi ke sel.
Batasan Karakteristik :
Palpitasi, Kulit pucat, membrane mukosa kering, serta kuku dan rambut
rapuh, ekstremitas dingin, penurunan urine output, mual, muntah, dan
distensi abdomen, perubahan tekanan darah, pengisian kapiler lamban,
ketidakmampuan berkonsentrasu disorientasi.
Kriteria Evaluasi :
TTV stabil, Membran mukosa warna merah muda, Pengisian kapiler baik,
Urine output adekuat, Status mental normal.
Intervensi Keperawatan
Mandiri :
1. Awasi TTV, kajipengisian kapiler, warna kulit, membrane mukosa
2. Tinggikan tempat duduk sesuai toleransi
3. Awasi upaya pernapasan : auskultasi bunyi nafas
4. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
Rasional :
1. Menentukan keadaan umum pasien
2. Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler
3. Dispneu, gemericik menunjukkan gagal jantung kanan.
4. Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial
Kolaborasi
1. Awasi pemeriksaan laboratium ( HB,HT,jumlah eritrosit, dan AGD )
2. Berikan sel darah merah lengkap /packed, produk darah sesuai indikasi,
dan awasi secara ketat untuk komplikasi transfusi
3. Berikan oksigen tmbahan sesuai indikasi
4. Siapkan intervensi pembedahan sesuai indikasi
Rasional :
1. Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan terhadap terapi

45
2. Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, memperbaiki defisiensi
untuk menurunkan risiko pendarahan
3. Memaksimalkan transport O2 ke jaringan
4. Transplantasi sumsum tulang dilakukan pada kegagalan sumsum
tulang/anemia aplastik.

Diagnosis keperawatan 2
Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan.
Batasan Karakteristik :
Kelemahan dan kelelahan , Mengeluh penurunan toleransi aktiviats/latihan ,
Lebih banyak memerlukan istirahat/tidur, Palpitasi, takikardia, dan
peningkatan tekanan darah
Kriteria Evaluasi :
Klien melaporkan peningkatan toleransi aktifitas , Klien menunjukkan
penurunan tanda fisiologis intoleransi, yaitu nadi, pernapasan, dan tekanan
darah masih dalam rentang normal
Intervensi Keperawatan
Mandiri :
1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan aktivitas sehari hari, catat
laporan kelelahan, keletihan dan kesulitan menyelesaikan tugas
2. Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot
3. Awasi lingkungan TTV selama dan sesudah aktivitas ,serta catat respons
terhadap tingkat aktivitas.
4. Berikan lingkungan yang tenang, pertahankan tirah baring bila di
indikasikan
Rasional :
1. Memengaruhi pemilihan intervensi
2. Menunjukkan perubahann neurologist karena defisiensi vitamin B12
memengaruhi keamanan klien

46
3. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan
menurunkan regangan jantung dan paru
Diagnosis Keperawatan 3
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna makanan.
Batasan karakteristik :
Penurunan BB, Penurunan lipatan kulit trisep, Perubahan gusi, membrane
mukosa mulut, Penurunan toleransi untuk aktifitas serta kelemahan dan
kehilangan tonos otot.
Kriteria Evaluasi :
Menunjukkan peningkatan BB atau BB stabil dengan nilai lab normal,
Memakan makanan tinggi protein kalori dan vitamin, Menghindari makanan
yang menyebabkan iritasi lambung, Mengembangkan rencana makan yang
memperbaiki nutrisi optimal, Tidak mengalami tanda mal nutrisi,
Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk memeprtahankan BB
yang sesuai
Intervensi :
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
2. Observasi dan catat masukan makanan klien
3. Timbang BB tiap hairi
4. Berikan makanan seditkit tapi sering
Rasional :
1. Mengidentiikasi defisiensi dan menentukan intervensi
2. Mengawasi masukan kalori
3. Mengawasi penurunan BB dan efektifitas intervensi nutrisi
4. Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan
pemasukan, juga mencegah distensi gaster
Kolaborasi :
1. Konsul dengan ahli gizi

47
2. Pantau hasil lab: HB / HT BUN, albumin, protein, transferin, besi serum,
as.folat B12
3. Berikan obat sesuai indikasi : vitamin dan suplemen mineral, tambahan
besi oral
4. Berikan diet halus : rendah serat : menghindari makanan panas, pedas
atau terlalu asam
Rasional :
1. Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan
individual
2. Meningkatkan efektivitas program pengobatan
3. Kebutuhan penggantian bergantung pada tipe anemia atau adanya
masukan oral yang buruk. Berguna pada anemia defisiensi besi
4. Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat
ditoleransi klien

Diagnosis keperawatan 4
Resiko tinggi yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah
dan oksigen dengan kebutuhan miokardium sekunder dari penurunan suplai
darah ke miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
Batasan karakterisitik :
nyeri dada, wajah tegang, terdapat peningkatan perfusi perifer, ttv tidak
stabil.
Kriteria hasil :
Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada, secara
objektif didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak
terjadi penurunan perfusi perifer, urine >600 ml/hari.
Intervensi
1. Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lama dan
penyebarannya.
2. Anjurkan kepada klien untuk melaporkaan nyeri dengan segera
3. Lakukan manajemen nyeri keperawatan sebagai berikut :

48
a. Atur posisi fisiologis
b. Istirahatkan klien
c. Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul atau masker sesuai
indikasi
d. Manajemen lingkungan : lingkungan yang tenang, dan batasi
pengunjung
e. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
f. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
g. Lakukan manajemen sentuhan
4. Pemberian terapi farmakologis : antiangina dengan analgesik
Rasional
1. Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai
temuan pengkajian
2. Nyeri berat dapat menyebabkan syock kardiogenik yang menyebabkan
kematian mendadak
3. Manajemen Nyeri
a. Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen ke jaringan yang
iskemia
b. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer,
sehingga akan menurunkan kebutuhan miokardium serta
meningkatkan suplai darah dan oksigen ke miokardium yang
membutuhkan oksigen untuk menurunkan iskemia
c. Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium
sekaligus mengurangi ketidaknyamanan akibat nyeri dada
d. Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan
pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi
oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak oengunjung
yang berada di ruangan
e. meningkatkan asupan oksigen sehinggan akan menurunkan nyeri
sekunder dari iskemi jaringan otak

49
c. distraksi ( pengalihan perhatian ) dapat menurunkan stimulus internal
dengan mekanisme peningkkatan produksi endorphin dan enkefalin
yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri
d. manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri
4. obat antiangina bertujuan untuk meningkatkan aliran darah baik dengan
menambah suplai oksigen atau dengan mengurangi kebutuhan
miokardium akan oksigen
a. nitrat berguna untuk control nyeri dengan efek vasodilatasi koroner
b. menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi dan mengurangi kerja
miokardium
Diagnosis keperawatan 5
Cemas berhubungan dengan rasa takut akan kematian ancaman atau
perubahan kesehatan
Batasan karakteristik :
adanya perasaan marah, cemas berlebihan, tidak dapat kooperatif.
kriteria hasil :
cemas berkurang ,dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang
mempengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan dan wajah rileks
Intervensi :
1. Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan dan rasa
takut
2. Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, damping klien, dan
lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak
3. Hindari konfrontasi
4. Mulai melakukan tindakan yang mengurangi kecemasan. Beri
lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat
Rasional :
1. Cemas berkelanjutan berdampak memberingan serangan jantung
selanjutnya

50
2. Reaksi verbal atau nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dan
gelisah
3. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama dan
mungkin memperlambat penyembuhan
4. Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu

B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LEUKIMIA


(Handayani, Wiwik & Hanbowo. 2008 dan Muttaqin, Arif. 2009)

1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1) Identitas klien.
2) Pekerjaan.
3) Tanyakan fakttor resiko dan faktor penyebab yang mungkin
terjadi pada klien.
4) Penyakit yang diderita (influenza, pneumonia, bronchitis).
5) Terpapar radiasi dan pengobatan beresiko.
6) Riwayat perdarahan pada gusi, mimisan, meningkatnya darah
mentruasi,
perdarahan rektal, hematoma, perdarahan kecil yang lama
berhenti.
7) Riwayat nyeri kepala, meningkatnya kelelahan dan penurunan
berat badan.

b. Anamnesis
Sering terdapat pada anak-anak usia di bawah 15 tahun, puncaknya
berada pada usia 2-4 tahun. Rasio lebih sering terjadi pada anak
laki-laki daripada anak perempuan.

c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Pada penderita sering ditemukan riwayat keluarga yang terpapar
oleh bahan kimia (benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr,

51
HTLV-1), kelainan kromosom, dan penggunaan obat-obatan
seperti phenylbutazone dan chloramphenicol, serta terapi radiasi
maupun kemoterapi.

d. Pengkajian Psikososial
Pasien dengan terdiagnosa leukemia, akan mengalami kecemasan,
karena masih adanya anggapan prognosisnya pasti buruk dan
berakhir pada kematian. Disamping itu penggunaan obat-obatan
yang lama menimbulkan kebosanan, demikian juga dengan efek
samping obat dapat menimbulkan perubahan pada tubuh pasien
sehingga berpotensi adanya perubahan body image dan citra diri
yang rendah. Pada keadaan ini diperlukan support sistem yang
baik. Dukungan keluarga dan perawat sangat dibutuhkan dalam
meningkatkan koping pasien. Pasien dengan leukemia juga akan
terjadi perubahan gaya hidup, gangguan peran, dimana ia akan
diisolasi dan aktivitas juga dibatasi. Dengan demikian perawata
harus mengkaji :
1) Koping individu terhadap efek penyakitnya.
2) Perubahan body image.
3) Perubahan peran.
4) Hospitalisasi.
5) Pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.

e. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem integumen
Pucat, ekhimosis, dan petechie.
2) Sistem gastrointestinal
Penurunan nafsu makan, anoreksia, muntah, penurunan berat
badan, gangguan menelan, faringitis, serta perdarahan gusi.
Dari pemeriksaan fisik adanya distensi abdomen, penurunan

52
bising usus, pembesaran limpa, pembesaran hepar akibat invasi
sel-sel darah putih yang berproblerasi secara abnormal, ikterus,
stomatitis, ulserasi oral, dan adanya pembesaran gusi.
3) Sistem perkemihan
Pada inspeksi didapatkan adanya abses perianal serat
hematuria.
4) Sistem kardiovaskuler
Takhikardia, hipotensi orthostatik.
5) Sistem respirasi
Dapat ditemukan adanya sesak napas, perubahan bunyi napas,
dispnea, takipnea, dan batuk.
6) Sistem persarafan
Keluhan nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian,
kelainan saraf kranial, kaku kuduk, dan adanya refleks
patologis.
7) Sistem muskuloskeletal
Nyeri tulang, dan nyeri pergerakan pada sendi.
8) Pola kognitif dan persepsi
Sering ditemukan mengalami penurunan kesadaran (samnolen),
iritabilitas otot dan kejang, serta disorientasi karena sel darah
putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
9) Pola mekanisme koping dan stress
Pasien berada dalam kondisi yang lemah dengan pertahan
tubuh yang sangat rendah. Dalam pengkajian dapat ditemukan
adanya depresi, penarikan diri, cemas, takut, marah, serta
perubahan suasana hati dan bingung.

f. Test Diagnostik
1) Darah lengkap : menunjukkan adanya penurunan hemoglobin,
hematokrit, jumlah sel darah merah dan trombosit, jumlah sel

53
darah putih meningkat pada leukemia kronis, tetapi juga dapat
turun, normal, atau tinggi pada leukemia akut.
2) Aspirasi sumsum tulang dan biopsi memberikan data
diagnostik definitif.
3) Asam urat serum meningkat karena pelepasan oksipurin setelah
keluar masuknya sel-sel leukemia cepat dan penggunaan obat
sitotoksik.
4) Sinar X dada : untuk mengetahui luasnya penyakit.
5) Prifil kimia, EKG, dan kultur spesimen : untuk menyingkirkan
masalah atau penyakit lai yang timbul.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan
sistemik.
b. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan perubahan
maturitas sel darah merah, peningkatan jumlah limfosit imatur, dan
imunosupresi.
c. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan sekunder trombositopenia.
d. Resiko tinggi terjadinya penurunan volume cairan berhubungan
dengan pengeluaran berlebihan seperti muntah, perdarahan, diare,
dan penurunan intake cairan.
e. Kelelahan berhubungan dengan anemia dan meningkatnya
kebutuhan energi.
f. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan efek
kemoterapi,radioterapi terhadap mukosa saluran pencernaan
g. Gangguan integritas kulit : alopesia berhubungan dengan efek
toksik kemoterapi.
h. Koping individu atau keluarga tidak efektif berhubungan dengan
prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, dan perubahan
peran.

54
i. Cemas berhubungan dengan tidak terpaparnya pengalaman dan
kurangnya pengetahuan tentang prognosis penyakit.
j. Berduka yang berhubungan dengan kehilangan, kemungkinan
terjadi karena perubahan peran fungsi.

3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri yang berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan
sistemik.
1) Kaji karakteristik nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi, dan durasi.
Rasional : memberikan dasar untuk mengkaji perubahan pada
tingkat nyeri dan mengevaluasi intervensi.
2) Tenangkan klien bahwa anda mengetahui nyeri yang
dirasakannya adalah nyata dan bahwa anda akan membantu
klien dalam mengurangi nyeri tersebut.
Rasional : rasa takut bahwa nyerinya tidak dianggap nyata
dapat meningkatkan ansietas dan mengurangi toleransi nyeri.
3) Kaji faktor lain yang menunjang nyeri, keletihan, dan marah
klien.
Rasional : memberikan data tentang faktor-faktor yang
menurunkan kemampuan klien untuk menoleransi nyeri dan
meningkatkan ingkat nyeri klien.
4) Berikan analgetik untuk meningkatkan peredaan nyeri optimal
dalam batas resep dokter.
Rasional : analgetik cenderung lebih efektif ketika diberikan
secara dini pada siklus nyeri.
5) Kaji respons perilaku klien terhadap nyeri dan pengalaman
nyeri.
Rasional : memberikan informasi tambahan pada nyeri klien.
6) Kolaborasikan dengan klien, dokter, dan tim perawatan
kesehatan lain ketika mengubah penatalaksanaan nyeri
diperlukan.

55
Rasional : metode baru pemberian analgetik harus dapat
diterima klien, dokter, dan tim perawatan kesehatan lain agar
dapat efektif, partisipasi klien menurunkan rasa
ketidakberdayaan klien.
7) Berikan dukungan penggunaan strategi pereda nyeri yang telah
klien terapkan dengan berhasil pada pengalaman nyeri
sebelumnya.
Rasional : memberikan dorongan strategi peredaan nyeri yang
dapat diterimaa klien dan keluarga.
8) Ajarkan klien strategi baru untuk meredakan nyeri : distraksi,
imajinasi, relaksasi, dan stimulasi kutan.
Rasional : meningkatkan jumlah pilihan dan strategi yang
tersedia bagi klien.

b. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan penurunan


respon imun.
1) Tempatkan pasien pada ruangan khusus, tidak digabung dengan
pasien yang infeksi lanjut.
Rasional : mengurangi resiko infeksi silang, karena daya tahan
tubuh yang rendah.
2) Anjurkan kepada pengunjung dan petugas kesehatan untuk
menjaga kebersihan diri sebelum kontak dengan pasien.
Rasional : infeksi silang dapat dibawa oleh pengunjung atau
petugas kesehatan.
3) Lakukan cuci tangan sebelum kontak dengan pasien.
Rasional : mencegah infeksi nosokomial.
4) Anjurkan pasien untuk cuci tangan sebelum makan dan selalu
menjaga kebersihan diri.
Rasional : mengurangi resiko infeksi.
5) Lakukan tindakan invasive seminimal mungkin dengan teknik
aseptik dan antiseptik.

56
Rasional : tindakan invasive menjadi jalan masuk kuman ke
dalam tubuh.
6) Monitor suhu tubuh.
Rasional : peningkatan suhu tubuh salah satu indikator adanya
infeksi.
7) Laksanakan program pengobatan pemberian antibiotik,
kemoterapi.
Rasional : mencegah infeksi.
c. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan sekunder trombositopenia.
1) Monitor jumlah trombosit, hematokrit.
Rasional : trombosit merupakan komponen darah yang
berperan dalam pembekuan darah.
2) Gunakan alat kebersihan tubuh yang lembut, seperti sikat gigi,
penggunaan sandal atau sepatu yang tidak keras.
Rasional : mencegah trauma atau injuri.
3) Lakukan perubahan posisi duduk setiap 10 menit atau sesuai
kebutuhan.
Rasional : pada daerah penekanan yang lama menimbulkan
peredaran darah menjadi berkurang.
4) Hindari aktivitas yang dapat menimbulkan injuri seperti jalan
tanpa alas kaki.
Rasional : mengurangi trauma.
5) Berikan transfusi darah sesuai dengan oreder dokter.
Rasional : meningkatkan jumlah darah yang sangat penting
dalam oksigenasi jaringan.

d. Resiko tinggi terjadinya penurunan volume cairan berhubungan


dengan pengeluaran berlebihan seperti muntah, perdarahan, diare,
dan penurunan intake cairan.

57
1) Pantau status cairan (turgor kulit, membran mukosa, dan
keluaran urine).
Rasional : jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari
keadaan status cairan. Penurunan volume cairan
mengakibatkan menurunnya produksi urine, pemantauan yang
ketat pada produksi urine <600 ml/hari merupakan tanda-tanda
terjadinya syok kardiogenik.
2) Kaji sumber-sumber kehilangan cairan.
Rasional : kehilangan cairan bisa berasal dari faktor ginjal dan
di luar ginjal. Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan
volume cairan ini juga harus diatasi. Perdarahan harus
dikendalikan. Muntah dapat diatasi dengan obat-obat
antiemetik dan diare dengan antidiare.
3) Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis
secara teratur.
Rasional : mengetahui adanya pengaruh adanya peningkatan
tahanan perifer.
4) Pantau frekuensi dan irama jantung.
Rasional : perubahan frekuensi dan irama jantung
menunjukkan komplikasi disritmia.
5) Pertahankan pemberian cairan secara intravena.
Rasional : jalur yang paten penting untuk pemberian cairan
yang cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan kontrol
intake dan output cairan.

e. Kelelahan berhubungan dengan anemia dan meningkatnya


kebutuhan energi.
1) Anjurkan pasien untuk mengurangi aktivitas yang berat.
Rasional : aktivitas yang berat memerlukan energi yang
banyak.
2) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas.

58
Rasional : mengurangi kebutuhan energi.
3) Anjurkan pasien untuk istirahat yang cukup.
Rasional : istirahat dapat menyimpan energi pasien.
4) Pertahankan klien tirah baring selama sakit.
Rasional : untuk mengurangi beban jantung.
5) Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit.
Rasional : meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu
aliran vena balik.
f. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan efek
kemoterapi,radioterapi terhadap mukosa saluran pencernaan.
1) Kaji tanda dan gejala kekurangan nutrisi (penurunan berat
badan, tanda-tanda anemia, tanda vital).
Rasional : menentukan adanya kekurangan nutrisi.
2) Monitor intake nutrisi pasien.
Rasional : salah satu efek kemoterapi dan radio terapi adalah
tidak nafsu makan.
3) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : mengurangi mual dan terpenuhinya kebutuhan
nutrisi.
4) Timbang berat badan 3 hari sekali.
Rasional : berat badan salah satu indikator kebutuhan nutrisi.
5) Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetik.
Rasional : mengurangi mual dan muntah untuk meningkatkan
intake makanan.

g. Gangguan integritas kulit : alopesia berhubungan dengan efek


toksik kemoterapi.
1) Diskusikan potensial kerontokan rambut dan pertumbuhan
kembali rambut bersama klien dan keluarga.

59
Rasional : memberikan informasi, sehingga klien dan
keluargnya dapat mulai untuk bersiap diri secara kognitif dan
emosional terhadap kerontokan.
2) Cegah atau minimalkan dampak kerontokan rambut.
Rasional : meminimalkan kerontokan rambut akibat beban
berat dan tarikan pada rambut.
3) Cegah trauma pada kulit kepala.
Rasional : membatu dalam mempertahankan perumbuhan
rambut.
4) Sarankan cara untuk membantu dalam mengatasi kerontokan
rambut seperti memakai wig atau mengenakan topi.
Rasional : menyamarkan kerontokan rambut.
5) Jelaskan bahwa pertumbuhan rambut biasanya mulai kembali
ketika pengobatan mulai selesai.
Rasional : menenagkan klien bahwa kerontokan rambut
biasanya bersifat sementara.

h. Koping individu atau keluarga tidak efektif berhubungan dengan


prognosis penyakit, gambaran diri yang salah, dan perubahan
peran.
1) Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan
derajat ketidakmampuan.
Rasional : menentukan bantuan individual dalam menyusun
rencana perawatan atau pemilihan intervensi.
2) Anjurkan pasien untuk mengeksperikan perasaan, termasuk
permusuhan dan kemarahan.
Rasional : menunjukkan penerimaan, membantu pasien untuk
mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut.
3) Hindari faktor peningkatan stress emosional.
Rasional : perawat harus mengetahui pengaruh stress tersebut
secara professional dan personal serta mengkaji semua sumber

60
dukungan untuk mereka sendiri begitu juga untuk klien dan
keluarganya.
4) Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau
partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.
Rasional : klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan
pengertian tentang peran individu masa mendatang.
5) Rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi.
Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk
perkembangan perasaan.

i. Cemas berhubungan dengan tidak terpaparnya pengalaman dan


kurangnya pengetahuan tentang prognosis penyakit. Ditandai :
- Pasien nampak cemas secara psikologis.
- Ekspresi wajah nampak cemas.
1) Kaji tingkat kecemasan.
Rasional : komunikasi terbuka dapat memvalidasi perasaan
pasien terhadap kecemasan yang dialami.
2) Berikan pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional : ungkapan perasaan membantu mengurangi
kecemasan dan ketakutan.
3) Jelaskan tentang perawatan dan semua prosedur.
Rasional : pasien mengetahui dan lebih kooperatif dalam
perawatan.
4) Berikan support positif dan realistik terhadap respon pasien.
Rasional : memberikan motivasi dan semangat optistik
terhadap keadaan dirinya.
5) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pengobatan.
Rasional : pengetahuan pasien dan keluarga sangat brkontribusi
dalam mengontrol pengobatan pasien.

61
j. Berduka yang berhubungan dengan kehilangan, kemungkinan
terjadi karena perubahan peran fungsi.
1) Bantu klien unuk mengungkapkan ketakutan, kekhawatiran,
dan pertanyaan tentang penyakit, pengobatan, serta
implikasinya dimasa yang akan datang.
Rasional : dasar pengetahuan yang akurat dan meningkat akan
megurangi ansietas dan meluruskan miskonsepsi.
2) Berikan dukungaan partisipasi aktif dari klien dan keluarganya
dalam keputusan perawatan dan pengobatan.
Rasional : partisipasi aktif akan mempertahankan kemandirian
dan kontrol emosi klien.
3) Berikan dukungan agar klien dapat membuang perasaan
negatif.
Rasional : hal ini memungkinkan untuk mengekspresikan
emosional tanpa kehilangan harga diri.
4) Berikan waktu untuk klien menangis dan mengekpresikan
kesedihannya.
Rasional : perasaan ini diperlukan untuk terjadinya perpisahan
dan kerenggangan.
5) Libatkan petugas sesuai dengan yang diinginkan oleh klien dan
keluarga.
Rasional : guna menfasilitasi proses berduka dan perawatan
spiritual.
6) Sarankan konseling profesional sesuai yang diindikasikan bagi
klien dan keluarganya untuk menghilangkan proses berduka
yang patologis.
Rasional : hal ini memfasilitasi proses berduka.
7) Ciptakan situasi yang memungkinkan untuk beralih melewati
proses berduka.

62
Rasional : proses berduka beragam. Oleh karena itu, untuk
menyelesaikan proses berduka, keragaman ini harus dibiarkan
terjadi.

63
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Anemia
Anemia adalah suatu keadaan di dalam sirkulasi darah atau massa
hemoglobin dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) sehingga
menyebabkan ketidakmampuan untuk memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen ke seluruh jaringan (Tarwoto & Wartonah, 2008).
Sel darah merah dibentuk dalam sumsum tulang, terutama dari
tulang pendek, pipih, dan tidak beraturan, dari jaringan konselus pada
ujung tulang pipa, dari sumsum dalam batang iga-iga, dan dari sternum.
Anemia dapat diketahui dengan adanya bebarapa pemeriksaan salah
satunya pemeriksaan darah lengkap laboratorium. Pemeriksaan darah
lengkap adalah pemeriksaan yang dilakukan pada darah manusia dengan
menghitung seluruh komponen pembentuk darah. Banyak cara penanganan
yang dilakukan untuk mengatasi penyakit ini yakni dengan beberapa terapi
antara lain terapi kausal, suportif, terapi untuk memperbaiku sum-sum
tulang belakang, terapi definitive.

2. Leukimia
Leukemia adalah suatu jenis kanker darah. Gangguan ini
disebabkan oleh sel darah putih yang diproduksi melebihi jumlah yang
seharusnya ada. Leukemia terdiri dari empat tipe utama, yakni Leukemia
Mielogenus Akut, Leukemia Mielogenus Kronis, Leukemia Limfositik
Akut, Leukemia Limfositik Kronis. Penyebab utama penyakitt kelainan
darah ini sampai sekarang belum diketahui secara pasti, dan masih terus
diteliti. Namun faktor genetik berperan cukup penting pada beberapa
peneliian yang dilakukan. Dengan kata lain, ada hubungannya dengan
faktor keturunan, selain tentunya banyak faktor penyebab lain yang
bervariasi sesuai kasus dan jenis subtipe yang didapat.

64
Terapi yang diberikan pada penderita leukemia akut bertujuan
untuk menghancurkan sel-sel leukemia dan mengembalikan sel-sel darah
yang normal. Terapi yang dipakai biasanya adalah kemoterapi (pemberian
obat melalui infus), obat-obatan, ataupun terapi radiasi. Untuk kasu-kasus
tertentu, dapat dilakukan transplantasi sum-sum tulang belakang.
Mengenai kemungkinan keberhasilan terapi, sangat tergantung waku
penemuan pertama penyakit si penderita. Apakah dalam stadium awal atau
sudah lanjut, subtipe penyakit, teratur tidaknya jadwal terapi yang
dilakukan, timbul Relapse (Kambuh) atau tidak selama terapi maupun
kemungkinan penyebab yang bisa diperkirakan.

65
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, Wiwik & Hanbowo. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

NANDA, NIC NOC. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA. Yogyakarta : Mediaction.

Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

Tarwoto, Wartonah. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem


Hematologi. Jakarta : TIM.

Price & Anderson. (2013). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit.
(Alih bahasa). Jakarta : EGC.

Pusdatin.(2013). Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013.


www.pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/general/pokok2 hasil
riskesdas 2013.pdf

66

You might also like