You are on page 1of 13

REFLEKSI KASUS

ANISOMETROPIA

Disusun Untuk Memenuhi Syarat


Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter
Di Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Kota Magelang

Diajukan Kepada :
dr. Esti Mahanani, Sp.M

Disusun Oleh :
Redhy Satya Caesarinka
20110310186

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
DOKUMENTASI
I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. MW
Usia : 54 th
Jenis kelamin : Laki - Laki
Alamat : Bandongan, Magelang
Pekerjaan : Tukang pijat
Status : Menikah
Tanggal kontrol : 13/11/2018

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama
Pandangan kabur

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Tidar Magelang pada tanggal 13 november
mengeluhkan kedua mata pandangan kabur. Pasien mengeluhkan mata kanannya
kabur sudah lebih dari 1 tahun. Pasien mengeluhkan jika pasien membaca tulisan
merasa kesulitan atau hampir tidak terlihat. Pasien sebelumnya belum
menggunakan kaca mata. Selain mata kanan mengeluhkan pandangan kabur mata
kiri pasien juga mengeluhkan gatal jika sore hari dan terasa pegal sudah kurang
lebih 1 minggu yang lalu. Pada mata kiri pasien mengeluhkan ada bayang bayang
keputihan dan seperti bertambah atau bergerak menutupi pandangan pasien. Pasien
mengeluhkan pada mata kiri pasien teras mengganjal. Pasien sebelumnya sudah ke
puskesmas untuk berobat tetapi tidak ada perubahan

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat trauma (-)
Riwayat ginjal (-)
Riwayat operasi (-)
Riwayat alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat trauma (-)
Riwayat ginjal (-)
Riwayat operasi (-)
Riwayat alergi (-)

III. KESAN
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Cukup

IV. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF


Pemeriksaan Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)
Visus Jauh 1/60 4/12
Refraksi SPH : -7.25 SPH : +0.50
CYL : -1.25 CYL : +0.75
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Visus Dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan

V. PEMERIKSAAN OBYEKTIF
Pemeriksaan OD OS Penilaian
1. Sekitar Mata Kedudukan alis Kedudukan alis Simetris, scar (-
(Supersilia) baik, scar (-) baik, scar (-) )
2. Kelopak Mata
Pasangan N N Simetris
Gerakan N N Gangguan
gerak membuka
dan menutup (-
), spasme (-)
Lebar rima 11 mm 11 mm Normal 9-13
mm
Kulit N N Hiperemi (-),
edema (-),
massa (-)
Tepi kelopak N N Trikiasis (-),
entropion (-),
ekstropion (-)
3. Apparatus Lakrimalis
Sekitar glandula N N Dakriosistitis (-
lakrimalis )
Sekitar sacus N N Dakriosistitis (-
lakrimalis )
Uji flurosensi - - Tidak dilakukan
Uji regurgitasi - - Tidak dilakukan
Tes Anel - - Tidak dilakukan
4. Bola Mata
Pasangan N N Simetris
Gerakan N N Tidak ada
gangguan gerak
(saraf dan otot
penggerak bola
mata normal)
Ukuran N N Makroftalmus
(-),
mikroftalmus (-
)
5. TIO N N Palpasi
konnsistensi
kenyal, simetris
6. Konjungtiva
Palpebra superior Cobble stone (-) Cobble stone (-) Hiperemis (-),
hordeolum (-),
cobble stone (-)
Forniks Cekung, dalam Cekung, dalam Cekung, dalam
Palpebra inferior N N Hiperemis (-),
hordeolum (-),
cobble stone (-)
Bulbi Hiperemis (-) Hiperemis (- Injeksi
),Tampak konjungtiva (-),
membrane injeksi
keabuan perikornea (-),
melewati limbus corpal (-),
sampai setengah hiperemis (-)
pupil
7. Sklera Ikterik (-), Ikterik (-), Ikterik (-),
perdarahan (-) perdarahan (-) perdarahan (-)
8. Kornea
Ukuran 12 mm 12 mm
Kecembungan N N Lebih cembung
dari sklera
Limbus N N Arkus senilis (-
), injeksi
perikornea (-)
Permukaan N N Licin (+), jernih
(+)
Uji flurosensi - - Tidak dilakukan
Placido - - Tidak dilakukan
9. Camera oculi anterior
Ukuran N N Dalam
Isi N N Hifema (-),
hipopion (-)
10. Iris
Warna Coklat Coklat Coklat
Pasangan Simetris Simetris Simetris
Bentuk Bulat Bulat Bulat, reguler
11. Pupil
Ukuran 4 mm 4 mm Pada ruangan
dengan cahaya
cukup, 3-5 mm.
Bentuk Bulat Bulat Isokhor
Tempat Sentral Sentral Sentral
Tepi Regular Regular DBN
Reflek direct + + DBN
Reflek indirek + + DBN
12. Lensa
Ada/tidak Ada Ada DBN
Kejernihan Keruh Jernih Jernih
Letak Sentral, Sentral, DBN
belakang iris belakang iris

VI. KESIMPULAN PEMERIKSAAN


OD OS
DBN Tampak membrane keabuan melewati
limbus sampai setengah pupil

VII. DIAGNOSIS KERJA


OD Anisometropia
OS Pterygium grade II
VIII. TERAPI
Imatrol ed 4 x gtt 1 (OS)
IX. PROGNOSIS
ad Visum : bonam
ad Sanam : bonam
ad Vitam : bonam
ad Comesticam : bonam
ANISOMETROPIA

A. Definisi
Isometropia merupakan keadaan dimana kedua mata memiliki kekuatan refraksi yang
sama. Anisometropia merupakan salah satu gangguan penglihatan, yaitu suatu keadaan dimana
kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi.1 Anisometropria dengan perbedaan antara
kedua mata lebih dari atau sama dengan 2,5 dioptri akan menyebabkan perbedaan bayangan
sebesar 5% atau lebih. Perbedaan bayangan antara kedua mata sebesar 5% atau lebih pada
umumnya akan menimbulkan gejala aniseikonia.1,2,10,11

B. Etiologi12
1. Kongenital dan anisometropia karena pertumbuhan, yaitu muncul disebabkan oleh
perbedaan pertumbuhan dari kedua bola mata
2. Anisometropia didapat, yaitu mungkin disebabkan oleh aphakia uniokular setelah
pengangkatan lensa pada katarak atau disebabkan oleh implantasi lensa intra okuler
dengan kekuatan yang salah

Anisometropia dapat terjadi apabila:1,2


1. mata yang satu hipermetropia sedangkan yang lain miopia (antimetropia)
2. mata yang satu hipermetropia atau miopia atau astagmatisma sedangkan yang lain
emetropia
3. mata yang satu hipermetropia dan yang lain juga hipermetropia, dengan derajat
refraksi yang tidak sama
4. mata yang satu miopia dan yang lain juga miopia dengan derajat refraksi yang tidak
sama
5. mata yang satu astigmatisma dan yang lain juga astigmatisma dengan derajat yang
tidak sama

C. Klasifikasi Anisometropia12
1. Simple anisometropia: dimana refraksi satu mata adalah normal (emetropia) dan
mata yang lainnya miopia (simple miopia anisometropia) atau hipermetropia
(simple miopia anisometropia).
2. Coumpound anisometropia: dimana pada kedua mata hipermetropia (coumpound
hipermetropic anisometropia) atau miopia (coumpound miopia anisometropia),
tetapi sebelah mata memiliki gangguan refraksi lebih tinggi dari pada mata yang
satunya lagi.
3. Mixed anisometropia: dimana satu mata adalah miopia dan yang satu lagi
hipermetropia, ini juga disebut antimetropia.
4. Simple astigmmatic anisometropia: dimana satu mata normal dan yang lainnya baik
simple miopia atau hipermetropi astigamatisma.
5. Coumpound astigmatismatic anisometropia: dimana kedua mata merupakan
astigmatism tetapi berbeda derajatnya.

Sloane membagi anisometropia menjadi 3 tingkat yaitu:13


1. anisometropia kecil, beda refraksi lebih kecil dari 1,5 D
2. anisometropia sedang, beda refraksi antara 1,5-2,5 D
3. anisometropia besar, beda refraksi lebih besar dari 2,5 D

D. Gejala Anisometropia14,15
Gejala anisometropia sangat bervariasi. Menurut Friedenwald gejala anisometropia
muncul apabila terdapat perbedaan bayangan yang diterima pada kedua retina (aniseikonia).
Gejala anisometropia pada umumnya sakit kepala, pada kedua mata merasa tidak enak, panas,
tegang. Gejala yang spesifik pada anisometropia yaitu pusing, mual-mual, kadang-kadang
melihat ganda, kesulitan memperkirakan jarak suatu benda, melihat lantai yang bergelombang.

E. Kelainan Klinik akibat Anisometropia14


1) akibat perbedaan visus
adanya perbedaan visus kedua mata berakibat gangguan fusi, sehingga orang
tersebut akan menggunakan mata yang lebih baik, sedangkan mata yang kurang
visusnya akan disupresi. Apabila keadaan ini dibiarkan maka akan dapat terjadi
strabismus, dan apabila terjadi pada anak-anak yang masih mengalami perkembangan
visus binokular, dapat mengakibatkan ambliopia.
2) akibat perbedaan bayangan
perbedaan bayangan meliputi perbedaan ukuran dan bentuk. Adanya perbedaan
bayangan disebut aniseikonia. Pada aniseikonia selalu terjadi gangguan penglihatan
binokular. Gangguan penglihatan binokular ini diakibatkan oleh ketidaksamaan
rangsangan untuk penglihatan stereoskopik.
Secara klinik praktis aniseikonia yang terjadi akibat anisometropia dapat diketahui dari
kelainan distorsi dan kelainan stereoskopik yang muncul.14,15

F. Aniseikonia
Aniseikonia adalah suatu kelainan penglihatan binokuler dimana bayangan yang
terbentuk tidak sama ukuran, bentuk atau keduanya.15
Aniseikonia fisiologis adalah aniseikonia dengan perbedaan besarnya bayangan antara
mata yang satu dengan yang lain, masih jatuh pada Panum fusional area. Pada aniseikonia
fisiologis belum muncul gejala dan tanda dari gangguan penglihatan binokular.14,15
Aniseikonia abnormal (aniseikonia klinik) yang pada akhirnya disebut sebagai
aniseikonia. Pada aniseikonia klinik ini terdapat perbedaan bayangan yang diterima oleh kedua
mata, sehingga timbul gejala aniseikonia.14,15 Gejala aniseikonia pada umumnya diakibatkan
oleh karena terganggunya penglihatan binokular yang berupa gangguan steroskopik, distorsi,
proses selanjutnya dapat terjadi gangguan fusi yang berupa diplopia yang dapat berlanjut
terjadi supresi pada mata yang visusnya kurang baik bahkan akan mengakibatkan ambliopia.
Disamping terjadinya ambliopia, supresi dapat mengakibatkan deviasi bola mata atau
strabismus.10,15 Sebagian besar penyebab aniseikonia adalah anisometropia. Penyebab lainnya
yaitu tersebarnya sel-sel fotoreseptor yang tidak merata pada retina (misal pada miopia
degenerative), gangguan fungsi pusat penerimaan pada akhir dari bayangan pada korteks
serebri (misal pada epilepsi parsial somato sensori).14,15

Beberapa pemeriksaan aniseikonia antara lain:


1. Pemeriksaan tes aniseikonia (menurut sidarta ilyas)16
Untuk menilai perbedaan bayangan pada mata kanan dan mata kiri. Penderita
dengan penglihatan binokular normal akan dapat membedakan ukuran benda bila
bayangan berbeda 0,25% sampai 0,50%

Metode pemeriksaan:
 Pemeriksa berdiri 2 meter di depan penderita
 Pemeriksa membentangkan tangannya ke samping
 Penderita menentukan perbandingan panjang tangan pemeriksaan
 Pemeriksa memajukan tangannya kedepan dengan jari terbuka
 Penderita kembali menentukan perbandingan panjang tangan pemeriksa
Bila ada aniseikonia horizontal maka tangan pada kedudukan pertama terlihat
lebih pendek dan tangan pada kedudukan kedua lebih panjang

2. Pemeriksaan stereopsis dengan menggunakan tes lang two pencil10


Merupakan suatu uji untuk stereopsis. Pemeriksa memegang pensil vertikal di
depan pasien, pasien diminta untuk memegang pensil lain menyentuhkan ujungnya
ke ujung pensil pemeriksa, menyentuhkannya dari atas dan dilakukannya dengan
cepat, pengujian dikerjakan beberapa kali. Pada pengujian dengan kedua mata
terbuka, pasien dapat melakukan tugasnya dengan baik, tetapi apabila salah satu
mata ditutup, maka pasien tidak dapat melakukan pengujian tersebut dengan baik.
Hal ini menunjukkan adanya steropsis dalam keadaan binokular secara kasar.
3. Pemeriksaan Distorsi17
Penderita disuruh berjalan dan melihat kebawah dengan menggunakan
penglihatan binokular dengan kacamata yang sudah dilakukan koreksi refraksi
subjektif monokuler.
Apabila penderita merasakan tidak enak menggunakan ukuran kacamatanya
atau merasakan pusing maka berarti distorsi (+), apabila setelah dilakukan
pengurangan kekuatanlensa secara bertahap dan kacamatanya dirasakan nyaman
(tidak pusing) maka distorsi (-).

4. Pemeriksaan Eikonometer Standar15


Eikonometer standar adalah alat khusus yang dirancang untuk mengukur
aniseikonia. Penderita memakai filter floroid didepan matanya untuk melihat
proyektor dengan target yang memiliki elemen-elemen tertentu yang terpolarisasi
sehingga antara mata yang satu dengan mata yang lain dapat melihat target yang
berbeda secara bersamaan. Dengan alat ini dapat diukur aniseikonia vertikal
maupun horizontal.
G. Diagnosis Anisometropia
Diagnosis anisometropia dapat dibuat setelah pemeriksaan retinoskopi pada pasien
yang penglihatannya berkurang.12 Pada pemeriksaan retinoskopi dinilai refleks fundus dan
dengan ini bisa diketahui apakah seseorang menderita hipermetropia, miopia atau
astigmatisma. Kemudian baru ditentukan berapakah perbedaan kekuatan refraksi antara kedua
bola mata dan ditentukan besar kecilnya derajat anisometropia.

H. Penatalaksanaan12
Anisometropia merupakan salah satu gangguan penglihatan, yaitu suatu keadaan
dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi, sehingga penatalaksanaan
anisometropia adalah memperbaiki kekuatan refraksi kedua mata. Adapun beberapa
penatalaksanan baik menggunakan alat maupun tindakan, yaitu:
1. Kaca mata. Kacamata koreksi bisa mentoleransi sampai maksimum perbedaan refraksi
kedua mata 4D. lebih dari 4D koreksi dengan menggunakan kacamata dapat
menyebabkan munculnya diplopia.
2. Lensa kontak. Lensa kontak disarankan untuk digunakan untuk anisometropia yang
tingkatnya lebih berat.
3. Kacamata aniseikonia. Hasil kliniknya sering mengecewakan.
4. Modalitas lainnya dari pengobatan, termasuk diantaranya:
a) Implantasi lensa intraokuler untuk aphakia uniokuler
b) Refractive cornea surgery untuk miopia unilateral yang tinggi, astigmata,
dan hipermetropia
c) Pengangkatan dari lensa kristal jernih untuk miopia unilateral yang sangat
tinggi (operasi fucala)

I. Komplikasi6
Komplikasi pertama yang muncul akibat anisometropia adalah diplopia, ambliopia dan
strabismus sebagai kompensasi mata terhadap perbedaan kekuatan refraksi kedua mata dan
yang paling ditakuti adalah kebutaan monokular.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Penyakit mata: Ringkasan & istilah PT. Pustaka utama graffiti, Jakarta, 1988:

82, 126, 441

2. Ilyas S,dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI, 1981:184-95

3. Vaughan D.G. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika, 2000:403-404

4. Vaughan D.G. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika, 2000:243-244

5. Radjimin T,dkk. Ilmu Penyakit mata. Surabaya: Unair,1993:121-4

6. Yunita Arlina, Bahri Chairul. Pola Distribusi Penyakit Mata di RSU Cut Nyak Dhien,

Meulaboh, Aceh, 1997(diakses tanggal 12 juli 2010,

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_PolaDistribusiPenyakitMata.pdf/13_PolaDis

tribusiPenyakitMata.html)

7. http://en.wikipedia.org/wiki/Anisometropia diakses tanggal 12 juli 2010

8. Vaughan D.G. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika, 2000:9-15

9. Wijana Nana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Perpustakaan Nasional;Katolog dalam

Terbitan, 1993:245-270

10. Mein JHB. Diagnosis and Management of ocular mobility disorder, London. Black

Well Scientrific Publications, 1986: 93-52, 124-30

11. Park MM. Single Binocular Vision. In: Duane H, jaeger EA, Clinical Ophthalmology.

Vol I. Philadelpia: Harper & Row Publish, chapter 5,1986:1-20

12. Comprehensive Opthalmology

13. Haryono. Perbandingan Penglihatan Stereoskopis antara Anisometropia Kecil dan

Anisometropia Sedang pada Penderita Miopia Ringan yang menggunakan kacamata.

(diakses tanggal 12 juli 2010,

http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=82227)
14. Rubin MI. Refractive disorders. In: Frauntelder FT, Roy FH eds. Current Occular

Therapy 3. Philadelphia: WB Saunders Company, 1975:343-61

15. Micheal DD. Anisometropia, Anisophoria, and Aniseikonia In: Visual Optics and

Refraction, Saint Louis, the CV. Mosby Company, 1975: 343-61

16. Ilyas Sidarta. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:FKUI,

2009

17. Hecht KA. Et al. Basic and Clinical Science Course, Section 3: Optics, Refractions

and Contact Lens. San Fransisco: American Academy of

Ophthalmology,1995:144,145,153-156,205.

You might also like