You are on page 1of 34

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Seiring perkembangan industri bahan makanan di Indonesia, permintaan

untuk makanan fungsional dan diperkaya juga mulai bertambah. Hal ini dapat

dilihat dari konsumsi makanan dengan zat aditif di dunia yang dapat kita lihat

dari bagan bulat di bawah ini. Diperkirakan, penggunaan zat aditif pada makanan

akan berkembang sebanyak 3.6% per tahun dan ditaksir perkembangan ini

sejalan dengan pertumbuhan manusia (2.7% per tahun) (IHS Markit, 2016).

World Consumption of Feed Additives - 2016

Central and Eastern Europe Other Asia


Western Europe South America
North America China
Japan

Bagan Bulat Konsumsi Makanan dengan Zat Aditif di dunia


Sumber (IHS Markit, 2016)

Media sosial dan jejaring sosial tampaknya memainkan bagian penting dari

kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Ada beberapa yang memperdebatkan

apakah itu meningkatkan atau melumpuhkan kemampuan komunikasi. Duduk di

1
belakang komputer berkomunikasi dengan teman-teman di dunia maya dapat

menjadi mudah dan menyenangkan tetapi dapat melemahkan kemampuan

komunikasi verbal seseorang. Ini adalah fakta bahwa media sosial telah sangat

mengubah cara orang berinteraksi dan melanjutkan kehidupan sehari-hari

mereka. Dengan internet menjadi kebutuhan di setiap rumah atau kantor,

mayoritas orang yang online menghabiskan sebagian besar waktunya di situs

media sosial. Anda tidak dapat melepaskan kehadiran Anda di sosial, itu sama

pentingnya dengan hal lain dalam hidup Anda.

Berbisnis online dengan sarana berupa media sosial bukanlah hal yang sulit

dilakukan di zaman modern ini. Berbekal gadget atau perangkat laptop dengan

koneksi internet, kita dapat memulai bisnis online kapan pun dan dimana pun.

Banyak sekali produk-produk yang merajai bidang bisnis online, mulai dari

produk kuliner, fashion hingga peralatan rumah tangga. Meski memulai bisnis

online sangat praktis, dapat dikatakan pebisnis memiliki gambaran yang rabun

mengenai ekspektasi pelanggan dibandingkan jika bertatap muka dan

bertransaksi langsung. Kerabunan yang timbul ini mengakibatkan munculnya

banyak indikator pengukur kepuasan pelanggan yang belum tentu adalah

indikator yang sebanding dengan bahasan.

2
Average Allocation Budget
25%

20%

15%

10%

5%

0%

Grafik rata – rata alokasi anggaran perusahaan


Sumber: Obomono.com (2017)

Media sosial juga telah menjadi salah satu strategi yang sangat

diperhitungkan untuk mereka yang menggunakan digital campaign sebagai

salah satu alat pemasaran. Dengan menggunakan media sosial, bukan hanya

branding saja yang dapat dioptimalkan, tapi juga trafik ke website, promosi, dan

juga penjualan. Meski itu, penggunaan media sosial pun dapat menjadi kendala

bagi pebisnis dikarenakan penentuan indicator untuk menentukan dan mengukur

tingkat kepuasan konsumen mereka lewat media sosial.

3
Channel Effectiveness
70.0%
60.0%
50.0%
40.0%
30.0%
20.0%
10.0%
0.0%

2 years ago Current

Grafik efektivitas kanal pemasaran


Sumber: Obomono.com (2018)

Dalam konteks B2B, perusahaan tidak membeli dari perusahaan lain tanpa

memeriksanya daring terlebih dahulu. Jadi, tempat pertama yang menjadi

pertimbangan untuk ditinjau dan diperiksa, adalah situs web perusahaan. Oleh

karena itu, semakin banyak website perusahaan dilihat akan semakin besar

peluang perusahaan melakukan bisnis. Media sosial kini muncul sebagai saluran

yang paling kuat efektif di berbagai tujuan. Bisa kita lihat dari grafik di bawah

ini bahwa saluran pemasaran yang paling efektif disbanding 2 tahun silam adalah

media sosisal. Hal ini didukung oleh podcast daring dan content markting.

Budget dari perusahaan pun difokuskan untuk promosi di media sosial.

PT. Pachira Distrinusa, sebagai perusahaan yang bergerak di industri bahan

makanan, menghasilkan berbagai jenis zat aditif makanan: ekstrak Chili dalam

bentuk bubuk yang memiliki profil rasa pedas yang mendekati rasa asli dari cabe

segar pedas. Ekstrak Chili juga dapat digunakan untuk makanan yang

4
membutuhkan rasa pedas. Pt. Pachira juga memproduksi pemanis buatan dengan

berbagai nama produk yang memiliki tingkat kemanisan yang sama dari 65

hingga 100 kali gula asli. Selain itu, PT. Pachira juga memproduksi zat aditif

untuk rasa dan bumbu yang dapat digunakan sebagai pengganti MSG dengan

kekuatan 10 kali lebih efektif dari perisa biasa (Glutamix), serta cabai dalam

bentuk bubuk yang dapat diproduksi dengan kekuatan 25.000 hingga 75.000

SHU untuk makanan yang membutuhkan rasa pedas (Chipro). Sedangkan untuk

meningkatkan rasa dan aroma Pt Pachira pun memproduksi zat aditif yang dapat

melakukannya tanpa mengubah rasa dan aroma asli yaitu produk Flavero AFE.

PT. Pachira Distrinusa juga memproduksi zat aditif untuk menghilangkan rasa

pahit dari kecap akibat proses pemanasan terlalu lama atau penggunaan gula

merah berkualitas rendah (UPM Flavero). Dengan demikian, dapat kita lihat dari

pemaparan produk-produk PT. Pachira di atas bahwa PT. Pachira Distrinusa

merupakan salah satu perusahaan pionir yang bergerak di bidang industri bahan

makanan.

Perkembangan pesat industri bahan makanan ditandai dengan ekspansi

perusahaan yang tergabung dalam industri bahan makanan di Asia-Pasifik

dengan membuat cabang di seluruh Asia-Pasifik untuk memegang porsi yang

lebih besar dalam pasar (Futute Market Insights, 2016). Data menunjukkan

bahwa pada tahun 2017 industri bahan makanan telah mencapai 79.81 milliar

dolar AS dan akan terus bertambah setiap tahunnya (Zion Market Research,

2018).

5
Penjualan PT Pachira Distrinusa

Rp90,000,000,000
Rp80,000,000,000
Rp70,000,000,000
Rp60,000,000,000
Rp50,000,000,000
Rp40,000,000,000
Rp30,000,000,000
Rp20,000,000,000
Rp10,000,000,000
Rp0
Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun2017

Grafik Penjualan PT Pachira Distrinusa Tahun 2014-2017


Sumber: Dokumen Tertutup PT Pachira Distrinusa

Ketika seharusnya perusahaan industri bahan makanan meningkat,

PT.Pachira mengalami hal yang sebaliknya.

Dapat dilihat dari grafik diatas bahwa PT.Pachira mengalami penurunan

dalam penjualannya saat pasar indsutri bahan makanan sedang laku keras. Hal

ini memprihatinkan dan menjadi pertanyaan bagi petinggi perusahaan dan

pekerjaan bagi mereka untuk memikirkan solusi terbaik untuk meningkatkan

penjualan. Hal ini dapat disebabkan oleh kepuasan pelanggan PT Pachira yang

menurun. Pelanggan yang tidak puas akan menjadi pertimbangan bagi

perusahaan tersebut untuk berpindah dari pemasok yang satu ke pemasok yang

dikonteks B2B seperti PT Pachira dalama industri bahan makanan ini. Oleh

karena itu, dengan memahami pengaruh media sosial terhadap kepuasan

pelanggan yang seharusnya mengarah pada niat membeli, mengurangi biaya

switching dan meningkatkan loyalitas pelanggan, penjualan PT. Pachira

Distrinusa diharapkan meningkat sesuai tren industri bahan makanan.

6
Peneliti akan mereplika jurnal dengan acuan dari penelitian sebelumnya.

Jurnal yang akan dipakai adalah penelitian oleh Aghritori dan kawan-kawan

pada tahun 2016 mengenai “Media Sosial: Pengaruh Kepuasan Pelanggan dalam

penjualan B2B”. Menurut saran dari studi sebelumnya, kepuasan pelanggan B2B

akan diukur dari perpektif customer bukan dati tenaga jual (salesperson). Model

yang akan dipakai hanya mereplika dengan variabel yang sama untuk menguji

apakah teori tersebut belaku untuk diterpakan di B2B di Indonesia khususnya di

Jakarta ini. Menurut saran dari studi sebelumnya, kepuasan pelanggan B2B akan

diukur dari perpektif customer bukan dati tenaga jual (salesperson).

1.2. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan ide awal maka masalah dalam penelitian ini adalah:

1) Apakah penggunaan media sosial oleh tenaga penjual akan

secara positif memengaruhi komunikasi informasi?

2) Apakah komunikasi informasi tenaga penjual akan secara

positif mempengaruhi kepuasan pelanggan dengan penjual?

3) Apakah komunikasi informasi tenaga penjual akan berpengaruh

positif terhadap respons?

4) Apakah daya tanggap tenaga penjual terhadap pelanggan akan

secara positif mempengaruhi kepuasan pelanggan dengan

tenaga penjual?

5) Faktor apa saja yang dianggap penting oleh customer terhadap

produk dan pelayanan PT Pachira?

7
1.3. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang dijelaskan sebelumnya, maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui pengaruh penggunaan media sosial oleh

tenaga penjual terhadap komunikasi informasi

2) Untuk mengetahui pengaruh komunikasi informasi tenaga

penjual terhadap kepuasan pelanggan dengan penjual

3) Untuk mengetahui komunikasi informasi tenaga penjual akan

mempengaruhi daya tanggap teanaga penjual.

4) Untuk mengetahui apakah daya tanggap tenaga penjual terhadap

pelanggan akan secara positif mempengaruhi kepuasan

pelanggan dengan tenaga penjual.

5) Untuk mengetahui faktor apa saja yang dianggap penting oleh

customer terhadap produk dan pelayanan PT Pachira.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan

kontribusi di kalangan akademisi dan praktisi.

1) Untuk akademisi

Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memperluas dan menambah wawasan yang bermanfaat bagi

akademisi lain. Terutama untuk akademisi di bidang pemasaran

dan teknik pangan.

8
2) Untuk Praktisi

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai referensi bagi para petinggi di PT. Pachira Distrinusa

untuk meningkatkan kepuasan pelanggannya. Sebagai

tambahan, diharapkan juga dengan menigkatnya kepuasan

pelanggan akan berbuah menjadi penjualan yang meningkat.

Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kesadaran tentang betapa pentingnya media sosial dan teknologi

informasi.

1.5. Pembatasan Masalah Penelitian

Batasan perlu dilakukan untuk memfokuskan penelitian. Dalam penelitian

ini, peneliti membatasi penelitian ini dengan berfokus pada 4 variabel:

Penggunaan media sosial (pengaktif konten sosial dan penggerak jaringan

sosial), infrastruktur teknologi informasi, daya tanggap, dan kepuasan

pelanggan.

Untuk penggunaan media sosial sebenarnya, ada tiga variabel (pengaktif

konten sosial, penggerak jaringan sosial, dan perilaku layanan penjual) tetapi

penulis hanya menggunakan dua variabel (pengaktif konten sosial dan

penggerak jaringan sosial). Satu variabel lainnya (perilaku layanan penjual)

tidak akan dibahas karena tidak sesuai dengan konteks B2B yang akan dibahas.

Selain itu, berdasarkan peneliti yang meneliti tentang penggunaan teknologi

penjualan pernah menyarankan bahwa sebaiknya pandangan tentang wiraniaga

tidak terbatas pada hasil yang obyektif namun juga mencakup penilaian

9
subyektif seperti kinerja hubungan pelanggan dan kualitas hubungan (Ahearne

et al; Hunter dan Perreault 2007). Per perspektif ini, tenaga penjual harus

melakukan perilaku layanan seperti komunikasi informasi, layanan pelanggan

(misalnya, responsif dan keandalan), dan membangun kepercayaan (misalnya,

menunjukkan perhatian empatik dan sportivitas) bahkan setelah menutup

penjualan (Ahearne, Jelinek, dan Jones 2007; Ahearne et al. 2008). Hal ini

menjelaskan mengapa perilaku layanan penjual yang terdiri dari berbagi

informasi, layanan pelanggan, membangun kepercayaan tidak relevan dalam

penelitian ini.

Sedangkan menurut Holweg (2005), menyatakan bahwa responsivitas dapat

diamati dari 3 perspektif: volume, produk, dan proses, teatpi dalam penelitian ini

peneliti hanya fokus pada yang terakhir, yang sangat dipengaruhi oleh adopsi

teknologi (Belvedere et al. 2010), yaitu oleh visibilitas informasi secara real-

time di sepanjang pasokan rantai dan oleh peningkatan kualitas data yang

memungkinkan TIK.

Demikian juga dengan variabel kepuasan pelanggan. Dalam jurnal yang

peneliti replikasi, perspektif kepuasan pelanggan dinilai dari sudut pandang

tenaga penjual, dimana tenaga penjual merasa bahwa pelanggan puas dengan apa

yang ia sampaikan, tenaga penjual merasa mempunyai hubungan kerja yang

sangat efektif dengan pelanggannya, dan tenaga penjual merasa memiliki

hubungan yang produktif dengan kliennya. Tetapi pada penelitian ini kepuasan

pelanggan akan diukur berdasarkan sudut pandang customer terhadap mutu

produk, keamanan produk, ketepatan waktu pengiriman produk, penangan

complain, harga produk, kelengkapan dokumen pendukung produk, dan

10
dukungan teknisi dalam aplikasi produk. Hal ini dilakukan atas dasar saran dari

jurnal yang peneliti replikasi.

1.6. Sistematika Penulisan

Penulisan sistematis bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas

tentang isi setiap bab dalam tesis ini. Penelitian ini dilakukan secara sistematis

dengan pembagian sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab 1 menjelaskan gambaran keseluruhan dari penelitian. Bab ini akan

menceritakan tentang latar belakang penelitian yang merupakan hasil dari

eksplorasi dan pengamatan studi tentang fenomena yang terjadi di lapangan.

Selain itu, akan diceritakan juga tentang perumusan masalah penelitian (tujuan

penelitian), tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 menjelaskan landasan teoretis yang digunakan dalam penelitian ini.

Diskusi dimulai dari teori tentang industri makanan, industri bahan makanan,

dan kepuasan pelanggan; penggunaan media sosial (pengaktif konten sosial dan

penggerak jaringan sosial); infrastruktur teknologi informasi dan daya tanggap

(responsif).

BAB 3 METODE PENELITIAN

Bab 3 menjelaskan lokasi penelitian, objek dan subjek penelitian, penentuan

sumber data, definisi konseptual dan operasional, metode pengumpulan data,

11
metode sampling, penentuan jumlah sampel, skala pengukuran, teknik analisis

data, metode analisis data, dan goodness-of-fit-dari indeks yang digunakan.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab 4 akan membahas hasil perhitungan analisis data yang telah

dikumpulkan melalui kuesioner terdistribusi. Perhitungan termasuk uji validitas

dan reliabilitas dari studi pendahuluan. Bab ini juga akan mencakup profil

responden, statistik deskriptif, deskripsi variabel penelitian, hasil uji goodness-

of-fit, studi aktual, analisis faktor konfirmatori, analisis model struktural,

pengujian dan diskusi hipotesis, dan perbandingan penelitian sebelumnya.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Bab 5 membahas kesimpulan dari hasil dan diskusi yang telah dilakukan

dalam bab 4, implikasi teoritis, implikasi manajerial, keterbatasan penelitian,

dan saran untuk penelitian lebih lanjut.

12
LANDASAN TEORI

2.1. Industri Makanan

Sebuah perusahaan dikategorikan sebagai industri makanan ketika

perusahaan menghasilkan, memroses, memanufaktur, menjual, dan menyajikan

makanan, minuman, dan suplemen diet (Nestle, 2013). Namun ketika sebuah

perusahaan memproduksi bahan makanan yang akan diproses ulang oleh

perusahaan-perusahaan seperti contohnya produk perusahaan Pachira,

perusahaan tersebut tergolong kedalam perusahaan industri bahan makanan.

Dengan tingginya frekuensi penggunaan zat aditif dalam industri makanan,

industri bahan makananpun berkembang dengan pesat.

2.2. Industri Bahan Makanan

BTP (Bahan Tambahan Pangan) menurut PERMENKES RI No.

1168/MENKES/PER/X/199 dapat mengandung atau tidak mengandung nilai

gizi yang digunakan sebagai teknologi dalam pembuatan, pengolahan,

penyiapan, perlakuan, pemvakuman, pengemasan, penyimpanan, dan

pengangkutan makanan dengan tujuan menghasilkan komponen atau

memengaruhi sifat khas makanan tersebut. Seperti dikatakan diatas, taksiran

penggunaan zat aditif akan terus meningkat. Hal ini demi proses pengawetan

makanan yang dapat meningkatkan daya tahan makanan sebelum busuk,

mencegah terjadinya reaksi kimia, membentuk makanan menjadi lebih renyah,

enak dimulut, menarik dipandang (contohnya dengan menambahkan zat

pewarna pada produk makanannya). Meskipun BTP diproduksi menggunakan

13
bahan kimia, penggunaan zat aditif sebagai komponen tambahan dalam makanan

adalah sah hukumnya di Indonesia, jika penggunaannya sesuai dosis yang

ditetapkan oleh pemerintah. Sayangnya, banyak perusahaan makanan di

Indonesia melanggar hal ini yang akhirnya membahayakan kesehatan manusia

(Praja, 2015).

2.3. Penggunaan Sosial Media

Kaplan dan Haenlein (2010) mendefinisikan media sosial sebagai

"kumpulan aplikasi yang dibangun di Internet yang bekerja berdasarkan

pendirian ideologi dan mekanik Web 2.0, dan yang memungkinkan pembuatan

dan perdagangan Konten Buatan Pengguna". Sedangkan Lamb et al., (2015)

mendefinisikan media sosial sebagai "alat atau layanan apa pun yang

menggunakan Internet untuk memfasilitasi percakapan". Terinspirasi oleh

definisi ini, peneliti melihat media sosial tidak hanya sebagai platform

komunikasi pelanggan tetapi juga sebagai sarana bagi perusahaan untuk

berkomunikasi dengan pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya.

Facebook, LinkedIn, Twitter, YouTube, blog, dan Instagram adalah contoh

media sosial yang umum digunakan oleh perusahaan (Broekemier et al., 2015;

Huotari et al., 2015; Valos et al., 2015). Berbeda dari media komunikasi

tradisional (contohnya televisi, radio, billboard, majalah, dan bulletin), media

sosial memiliki karakteristik yang unik (Hasan, 2011; Mangold and Faulds,

2009). Media sosial memiliki kemampuan komunikasi dua jalur yang dengan

segala keinovatifannya, dimana pada komunikasi tradisional hanya mampu

menyediakan komunikasi satu jalur. Tantangan dari penggunaan media sosial ini

adalah untuk mengendalikan branding organisasi dalam kaitannya dengan

14
manajemen hubungan (Kaplan dan Haenlein, 2010; Lee, 2013). Selain itu,

penggunaan media sosial yang terus berkembang, mendorong pengguna untuk

menyesuaikan diri dengan praktik dan aplikasi media sosial saat ini dan yang

baru. Media sosial berkaitan erat dengan dunia komputerisasi, dimana

pemanfaatan kehidupan berbasis web dan tahap sosial yang khas membutuhkan

klarifikasi yang diperbarui dari korespondensi iklan terkoordinasi.

Korespondensi dalam kehidupan berbasis web sangat tidak sama dengan yang

ditampilkan secara konvensional; Ini dapat menyebabkan kesulitan dalam

memutuskan pekerjaannya dalam metodologi pemasaran perusahaan (Kunz dan

Hackworth, 2011). Kunz dan Werning (2013) menyatakan, penggunaan media

sosial yang tidak strategis berdampak pada kesalahan fungsi, seperti pemilihan

dan penggunaan media yang buruk, eksekusi kreatif, dan keputusan logistik.

Menurut Marx, perusahaan B2B memiliki pengetahuan terbatas tentang media

sosial, yang mencegah mereka mengadopsi media sosial sebagai alat strategis

untuk mendapatkan keuntungan perusahaan.

Penggunaan Media Sosial Dalam Pasar B2B

Praktik dan penelitian B2C dalam media sosial belum seluas praktik B2B.

Namun belakangan ini, para peneliti telah mengidentifikasi pasar B2B yang

inovatif lewat media sosial dan tak sedikit perusahaan yang berupaya melakukan

investasi lebih demi meningkatkan upaya penjualan B2B (Michaelidou et al.,

2011; Dengan ini dapat dipastikan bahwa pemasar B2B mulai menyadari (Swani

et al., 2013) dan menggunakan media sosial sebagai sarana penjualan

(marketing) (Brennan dan Croft, 2012). Hasilnya, penggunaan media sosial oleh

perusahaan B2Bpun berkembang (Bodnar dan Cohen, 2012; Alasannya adalah

15
karena hal ini dapat memberikan umpan balik yang positif (Kaplan dan

Haenlein, 2010), menemukan dan menarik pemasok baru (Bodnar dan Cohen,

2012; Karjaluoto et al., 2015), sadar akan penggunaan media sosial sebagai

sarana komunikasi dalam hubungan pelanggan, dukungan penjualan,

membangun merek (Agnihotri et al., 2012), sarana berbagi informasi,

membangun kepercayaan, layanan pelanggan dan bahwa penggunaan media

sosial memiliki pengaruh positif pada penciptaan nilai bagi pelanggan serta

tenaga penjual.

2.4. Infrastruktur Teknologi Informasi

Para ahli pemasaran memaparkan bahwa komunikasi adalah informasi yang

dibagikan kepada rekan kerja (Palmatier, Dant, Grewal & Evans, 2006). Lebih

tepatnya pada konteks penjualan antar industri (perusahaan), peneliti telah

menitikberatkan pada komunikasi informasi oleh tenaga penjual sebagai

kontributor utama untuk memberikan pengalaman positif pada klien.

Komunikasi yang signifikan antara pembeli dan penjual berguna untuk

memperkokoh hubungan bisnis (Morgan, Hunt, 1994). Ahearne, Jelinek, dan

Jones (2007) juga menyatakan bahwa komunikasi informasi adalah salah satu

upaya perusahaan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepuasan dan

kepercayaan pelanggan, bahkan setelah produk terjual kepada pelanggan.

Mengingat pentingnya hubungan baik dengan klien (Palmatier et al., 2006),

sebuah hal yang penting untuk mengharapkan penjual dan pembeli untuk berlaku

aktif dalam proses, dimana keduanya perhatian terhadap hasil dan saling berbagi

informasi. Pembeli juga merupakan salah satu elemen dari kreasi sebuah nilai

16
pada produk dan pembeli harus diperlakukan seperti bagian dari perusahaan

(Anderson dan Dubinsku, 2004). Jones, Brown, Zoltners, dan Weitnz (2005)

juga sadar akan meningkatnya ekspektasi pembeli. Ekspektasi pembeli akan

terus meningkat yang membuat tenaga penjual harus selalu siaga dan senstif

terhadap perubahan keinginan pembeli. Tenaga penjual harus berfokus untuk

menyediakan informasi yang penting dengan cepat dan responsif, dimana

pelanggan bisnis diharapkan untuk membuat keputusan dengan cepat dan

kompeten. Oleh karena itu, penjual harus mampu untuk menambah pengetahuan

pembeli dengan informasi yang relevan dan berguna yang belum diketahui

pelanggan.

2.5. Daya Tanggap Penjual

Menurut Tjiptono (2006), daya tanggap (responsiveness) adalah

keinginan para staff untuk membantu para konsumen dan memberikan

pelayanan dengan tanggap. Dalam hal ini, daya tanggap adalah kesigapan

karyawan dalam merespon pelanggan serta memberikan pelayanan yang cepat,

kecepatan karyawan dalam menangani transkaksi, dan penanganan konsumen.

Sedangkan menurut Holweg (2005), menyatakan bahwa responsivitas dapat

diamati dari 3 perspektif: volume, produk, dan proses. Volume berkaitan dengan

kemampuan perusahaan untuk mengatur volume produksi agar berdekatan

dengan permintaan. Produk berhubungan dengan pemasaran produk yang sudah

ada dan yang baru/akan datang. Proses berfokus pada kemampuan perusahaan

untuk memproduksi dan mengirim barang kepada klien. Berhubungan dengan

konsumen tidaklah mudah, mereka harus memperhatikan janji yang telah

diberikan kepada pelanggan. Tidak berhenti disana, anggota perusahaan harus

17
siap kapan saja untuk membantu pelanggan. Apapun posisi seseorang di

perusahaan, mereka harus selalu memperhatikan kepuasan pelanggan.

2.6. Kepuasan Pelanggan

Kesetiaan pelanggan terhadap produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan

sangatlah penting, hal ini dapat dijaga dengan mempertahankan dan

meningkatkan kepuasan pelanggan (Kandampully, 2002). Namun tidak setiap

waktu, produsen dapat memuaskan pelanggan karena ada begitu banyak

pelanggan dengan penggunaan, sikap, berbicara, dan cara pandang yang

berbeda-beda. Mouth-to-mouth marketing selalu dan tidak dapat dihindari.

Ketika perusahaan telah berusaha dan merasa telah memberikan yang terbaik

sekalipun, selalu saja ada konsumen yang merasa kurang dan menyebarkan

informasi buruk tentang produk.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kepuasan sebagai perasaan

senang yang diperoleh melalui pengorbanan. Kotler (2005) mengatakan

kepuasan adalah jumlah atribut dari produk atau jasa.

Menurut Oliver (2007:31), kepuasan pelanggan adalah bagian dari

pemasaran dan memainkan peran penting di dalam pasar. Di sisi lain, Churchill

(2002) berpendapat bahwa kepuasan pelanggan memiliki reaksi secara

keseluruhan antara harapan konsumsi dengan produk atau jasa di dasar persepsi

reaksi, evaluasi dan psikologis. Lupiyoadi dkk (2008), berpendapat bahwa ada

beberapa aspek dalam mengetahui kepuasan pelanggan:

1. Meminimalisir kesenjangan manajemen dan pelanggan

18
2. Membangun komitmen dan visi bersama dalam perusahaan demi

memperbaiki proses pelayanan

3. Memberikan wadah bagi pelanggan untuk menyampaikan keluhan

4. Mengembangkan dan menerapkan accountable, proactive, dan

partnership marketing sesuai dengan situasi pemasaran

Veloutsou (2005), dalam penelitiannya, menjelaskan mengenai produk.

Beliau memaparkan bahwa ada perbedaan antara kepuasan pelanggan barang

dan jasa. Perbedaannya terletak pada wujud barang: barang berwujud dan tidak

berwujud yang menjadi berbagai faktor kepuasan pelanggan. Itulah sebabnya

mereka harus diperlakukan terpisah dan berbeda. Kurniawan (2010:48)

berpendapat bahwa informasi seperti produk diskon dan penawaran khusus

lainnya pada produk yang berbeda perjalanan di masyarakat, dapat

meningkatkan tingkat kepuasan masyarakat.

2.7. Pengajuan Hipotesis

Media sosial berdampak pada kepuasan pelanggan. Ketika seorang

konsumen berhubungan dan berkontak dengan perusahaan, kekuatan berpindah

dari penjual ke pembeli (Prahalad & Ramaswamy, 2004), serta meningkatkan

kolaborasi pembeli-penjual yang menciptakan sains dan nilai (Greenberg, 2010)

yang menempatkan pembeli pada pijakan yang lebih lengkap dengan penjual.

Hasilnya, konsumen memiliki harapan yang lebih tinggi untuk interaksi dan

keterlibatan dengan perusahaan (Hibbert, Winklhofer, & Temerak, 2012).

Contohnya, laporan penelitian Harris Interactive yang menyatakan bahwa 82%

pelanggan menghentikan hubungan kerja karena pengalaman negatif (Right

19
Now Technologies, 2010). Oleh karena itu dapat menghasilkan hipotesa sebagai

berikut:

H1: Penggunaan media sosial oleh tenaga penjual akan secara positif

memengaruhi komunikasi informasi.

Komunikasi informasi formal sebagai bentuk formal dan informal

penyampaian informasi antar perusahaan (Anderson & Narus, 1990, hal. 44).

Penelitian pasar juga mengungkapkan bahwa informasi tersebut terpapar kepada

konsumen, semakin besar konsumen untuk membeli produk perusahaan

(Anderson & Narus, 1990; Morgan & Hunt, 1994). Demikian pula, Agnihotri et

al. (2009) untuk proses penjualan, "komunikasi informasi dapat memberikan

tidak hanya lahan untuk kepuasan tetapi juga kepuasan pelanggan". Komunikasi

tingkat informasi dapat dilakukan dengan pengetahuan yang responsif untuk

pembelian produk yang kompleks. Tenaga penjual memiliki kebutuhan untuk

fokus pada informasi yang tepat dan responsif, karena pelanggan sering

membuat keputusan yang tepat dengan cepat. Dapat menghasilkan waktu

respons yang lebih tinggi dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Oleh karena

itu, kami berharap ada dasar yang kuat untuk secara teoritis menghubungkan

komunikasi informasi dengan kepuasan pelanggan. Dengan ini, penulis dapat

hadir dengan hipotesa berikut:

H2: Komunikasi informasi tenaga penjual akan secara positif

mempengaruhi kepuasan pelanggan dengan penjual.

Meskipun seluruh bagian terkoneksi, peneliti hanya berfokus pada

perspektif proses yang sangat dipengaruhi oleh teknologi yang dipercaya dapat

20
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam sistem produksi. Berdasarkan

Zhou dan Benton (2007), perturkaran informasi yang didukung dengan teknologi

terbaru ICT membuahkan keuntungan yang banyak, contohnya pada biaya

inventory dan mengurangi stok habis total, dan meningkatkan stock return

(Wang et al. 2010). Keuntungan ini dapat terqujud dengan sistem informasi yang

bersifat real-time dan kualitas data yang lebih akurat (Zhang et al. 2011). Bukti

yang sejenis juga dikemukakan oleh Vickery et al. (2003), dimana menurutnya

ICT dapat membuat komunikasi dalam sistem manufkatur lebih efisien dan

efektif. Dengan integrasi yang baik dengan sistem manufaktur, respon terhadap

permintaan pelangganpun dapat dilakukan dengan cepat. Dari sumber diatas,

peneliti dapat mengambil hipotesa sebagai berikut:

H3: Komunikasi informasi tenaga penjual akan berpengaruh positif

terhadap respons

Keillor, Parker, dan Pettijohn (1999) menekankan bahwa sangat penting

bahwa daya tanggap tenaga penjual adalah "cepat," atau responsif, ketika

memberikan permintaan layanan, dan Ingram (1996) setuju bahwa manajer

penjualan harus menjadikan daya tanggap penjual sebagai prioritas utama bagi

staf penjualan mereka. Daya tanggap penjual menunjukkan seberapa mahir

perusahaan cenderung mengajukan pertanyaan kepada klien dan memberikan

jawaban atas masalah mereka. Dalam keadaan yang unik ini, sangat penting bagi

perusahaan untuk memahami kebutuhan klien mengenai kegiatan sehari-hari

mereka dan membuat tugas-tugas ini terlindung dan produktif (Parasuraman dan

Zeithaml, 1988). Studi telah menemukan bahwa daya tanggap penjual tidak

hanya segmen imperatif dari model kualitas layanan tetapi juga secara positif

21
mempengaruhi kepuasan pelanggan (Al-Azzam 2015). Jika perwakilan sangat

menerima pertanyaan klien, maka akan mendorong peningkatan loyalitas

konsumen (Al-Azzam 2015). Tingkat responsif secara empati tunduk pada

disposisi dan perilaku perwakilan. Sejalan dengan hal ini, sangat penting bagi

perusahaan untuk memberikan pengenalan yang diharapkan kepada perwakilan

mereka tentang transaksi klien sepanjang waktu. Selanjutnya, ini akan meminta

kepuasan pelanggan yang lebih tinggi dan hubungan yang lebih baik dengan

perusahaan (Loke et al., 2011).

H4: Daya tanggap tenaga penjual terhadap pelanggan akan secara positif

mempengaruhi kepuasan pelanggan dengan tenaga penjual.

2.8. Model Penelitian

Berdasarkan dari hipotesis sementara maka model pendekatan yang

digunakan pada penelitian ini adalah dari replikasi dari penelitian yang

terdahulu. Penelitian pertama yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah

penelitian yang dilakukan oleh Agnihotri, R., Dingus, R., Hu, M. Y., & Krush,

M. T. (2016) yang membahas mengenai pengaruh media sosial terhadap

penjualan B2B.

22
Metode Penelitian

Bagian ini meneliti teknik eksplorasi yang digunakan. Strategi pemeriksaan

mulai dari memutuskan subjek dan melihat protes ke dalam, area penelitian dan

investigasi unit, semacam penelitian, definisi teoritis dan operasional, jaminan

sumber informasi, teknik pengumpulan informasi, teknik pengujian, jaminan tes,

skala estimasi, prosedur pemeriksaan informasi dan strategi penyidikan

informasi.

3.1. Obyek dan Subyek Penelitian

Unit analisis dalam penelitian terdiri dari dua hal: subjek penelitian dan

objek penelitian. Sebagaimana diindikasikan oleh Sekaran dan Bougie (2013)

subjek investigasi sistemik adalah orang atau asosiasi yang diperiksa untuk

menemukan solusi untuk tujuan yang sedang diselidiki. Untuk eksplorasi ini,

responden yang menjadi subjek penyelidikan terbatas pada klien PT Pachira

Distrinusa.

Objek peninjauan percobaan adalah sesuatu yang terfokus di dalam

penelitian logis, entitas penelitian ini menjadi tujuan dalam penyelidikan untuk

mendapatkan temuan atau penyelesaian masalah yang sedang berlangsung.

Seperti yang diindikasikan oleh Sugiyono (2014) soal pemeriksaan adalah tujuan

logis untuk mendapatkan informasi dengan niat dan manfaat tertentu tentang

sesuatu yang obyektif, substansial dan dapat diandalkan tentang suatu hal

(faktor-faktor tertentu). Menurut Sugiarto (2017) variable independen adalah

variable yang menjadi sebab terjadinya atau pengaruh variable dependen.

23
Sedangkan variable dependen adalah variable yang nilainya dipengaruhi oleh

variable indepnden. Sugiarto (2017) juga menabahkan bahwa untuk

menjembatani hubungan antara variabel dependen dan variabel independen, bila

ada variabel diantara keduanya disebut variable intervening. Variabel

intervening adalah variabel jenis variabel yang akan memengaruhi variabel

dependen dan juga memmungkinkan terjadinya pengaruh langsung variabel

independen terhadap variabel dependen dan/atau pengaruh tidak langsung

variabel independen terhadap variabel dependen (Sugiarto, 2017). Berdasarkan

model yang sudah diaparkan, dapat dikatakan dalam penelitian ini variabel yang

akan diuji adalah pengunaan media sosial (facebook, twitter, linkedIn) adalah

variabel independen terhadap daya tanggap penjual dan kepuasan pelanggan

dengan infrastruktur teknologi informasi sebagai variabel interveningnya.

Infrastruktur teknologi informasi juga menjadi variabel independen bagi variabel

dependen kepuasan pelanggan dengan daya tanggap penjual sebagai variabel

interveningnya.

3.2. Unit Analisis

Penentuan lokasi penelitian diambil berdasarkan pertimbangan untuk

menentukan subjek penelitian yang difokuskan pada bidang tertentu saja dan

diharapkan memiliki persamaan pada karakteristik responden. Menurut Sekaran

dan Bougie (2013), karakteristik sampel yang sama akan terfasilitasi dalam

membentuk kerangka yang diarahkan, jelas dan saling terkait satu sama lain.

Penelitian ini akan dilakukan secara online menggunakan form google.

Alasan pemilihan tempat riset online adalah pelanggan PT. Pachira Distrinusa

24
didistribusikan ke seluruh Indonesia. Dibutuhkan waktu dan biaya uang untuk

bepergian dan mengunjungi perusahaan di sekitar Indoensia yang merupakan

pelanggan PT Pachira Distrinusa. Formulir Google dipilih sebagai ganti Survei

Monyet dan alat formulir survei lainnya hanya karena penetapan harga dan

antarmuka pengguna yang sederhana. Google formulir menawarkan untuk

mengekspor hasil survei ke google sheet secara bebas dan tidak banyak

penyesuaian untuk menjaga skala likert dari pertanyaan sederhana.

Satuan anilisis adalah tingkat agregasi data yang dikumpulkan selama tahap

analisis data subsekuen (Sekaran & Bougie, 2013). Ada lima jenis analisis unit

yang berbeda. Pertama adalah data individu di mana data dikumpulkan dari

masing-masing individu dan memperlakukannya sebagai sumber data

individual. Kedua, dyad yang menganalisis kelompok atau dua orang yang

terkait satu sama lain. Yang ketiga adalah kelompok: sebagian besar digunakan

untuk menganalisis departemen yang berbeda di kantor. Ini lebih menekankan

pada pengambilan keputusan kelompok daripada pengambilan keputusan

individu. Keempat adalah divisi yang menggunakan satu atau lebih divisi dalam

suatu perusahaan sebagai objek oone dari pengumpulan data. Yang kelima

adalah industri atau negara tempat penelitian mengambil satu industri atau satu

negara satu objek penelitian.

Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah industri. Alasan

mengapa memilih analisis industri adalah untuk memeriksa seluruh industri

bahan makanan dan bagaimana hal itu mempengaruhi kepuasan pelanggan PT

Pachira Distrinusa.

25
3.3. Tipe Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan paradigma kuantitatif dalam

menginterpretasikan data yang sudah dikumpulkan dengan metode pengujian

hipotesis. Menurut Zikmund et al.,(2012) seperti dikutip Sugiarto (2017)

penelitian bisnis yang didasarkan pada paradigma penelitian kuantitatif adalah

penelitian yang membahas tujuan penelitian bisnis melalui penilaian empiris

yang melibatkan pengukuran numerik dan analisis statistik. Sebagaimana

dinyatakan oleh Sugiarto (2017), penelitian kuantitatif juga sering disebut

sebagai penelitian positivis yang menekankan pada pengujian teori-teori melali

pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis

statistika.

Berdarkan Sugiarto (2017) Hipotesis statistik ada jika penelitian yang

dilakukan menggunakan sampel. Dengan dimkian Sugiarto (2017) menegaskan

sekali lagi bahwa hipotesis statistic ada bila penelitian menggunakan smapel.

Jika penelitian tidak menggunakan sampel seperti penelitian ini makan tidak ada

hipotesis statistik, yang ada adalah hipotesis populasi. Sebelum melakukan

penelitian, seorang peneliti tentu memaparkan hipotesanya akan perkiraan hasil

dari penelitian berdasarkan teori-teori yang berkaitan. Namun hipotesa ini akan

diuji dengan melakukan penelitian yang sebenarnya. Ketika setelah melakukan

penelitian dan menganalisa hasil yang diperoleh dengan mengambil sampel acak

peneliti menemukan adanya perbedaan-perbedaan dari hipotesis yang telah

dipaparkan sebelumnya dengan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa

perbedaan-perbedaan yang dianalisa adalah signifikan (hasil penelitian yang

diberlakukan pada sampel acak dapat juga diterapkan dalam populasi).

26
Mengakibatkan penolakan atau tidak diterimanya hipotesis. Meskipun

kemungkinan kesalahan pada hasil penelitian tetap ada.

Penelitian ini berkaitan erat dengan dampak sosial media untuk kasus

penjualan B2B (bisnis ke bisnis). Khususnya pada dampak positif yang

diberikan oleh sosial media untuk penjualan B2B. Maka dari itu, uji hipotesa

dari penelitian ini difokuskan pada dampak positif sosial meida sebagai bagian

dari teknologi informasi khsususnya dalam hal responsivitas sebagai elemen

yang ikut ambil andil dalam kepuasan pelanggan terbatas untuk penjualan B2B

PT. Pachira Distrinusa.

3.4. Populasi Penelitian

Sampel adalah sebuah bagian dari populasi yang digunakan oleh peneliti

yang dapat dikaitkan erat dengan populasi (Sugiarto, 2017). Sedangkan menurut

KBBI, populasi adalah jumlah penghuni, baik manusia maupun makhluk hidup

lainnya pada suatu satuan ruang tertentu. Lain halnya dengan Hadari Nawawi,

pada tahun 1983, ia mengemukakan bahwa populasi ialah keseluruhan dari objek

penelitian yang terdiri atas manusia, hewan, benda-benda, tumbuh-tumbuhan,

peristiwa, gejala-gejala, ataupun nilai tes sebagai sumber data yang mempunyai

karaktersitik tertentu dalam suatu penelitian yang dilakukan.

Ketika sebuah sampel hanya mengambil sebagian dari suatu populasi,

populasi melakukan hal sebaliknya. Penelitian yang didasarkan oleh

pengambilan data populasi mengambil data dari seluruh responden yang berada

dalam kondisi tersebut.

27
Populasi dapat berupa populasi terbatas, yakni populasi dimana seluruh

anggota populasi memungkinkan untuk diamati satu-per-satu. Contohny adalah

karyawan dari sebuah perusahaan dari awal berdirinya perusahaan hingga saat

ini. Populasi juga dapat berupa populasi yang tidak terbatas, dimana tidak

memungkinkan untuk mengamati anggota populasi satu-per-satu. Sebagai

contoh populasi ikan di laut. Penelitian ini menggunakan populasi terbatas pada

pelanggan PT. Pachira Distrinusa dari awal berdiri hingga sekarang.

Parameter yang digunakan sebagai alat ukur untuk penelitian dengan

sumber data populasi dapat memberikan nilai yang menyatakan karakteristik

populasi yang sebenarnya. Nasution dan Rambe pada tahun 1984 pernah

mengatakan bahwa parameter adalah sebuah konstanta yang tidak memiliki

nilai, dan oleh karena itu dapat digunakan sebagai tujuan pendugaan. Karena

nilai diambil dari suatu populasi, maka dapat dikatakan bahwa nilai yang

diperolah dari hasil penelitian stabil.

Tak berhenti disana, parameter memiliki simbol-simbol tertentu yang

menggunakan huruf Yunani. Contohnya adalah untuk populasi lazim, digunakan

simbol miu. Simbol-simbol lain yang digunakan untuk parameter populasi antara

lain alpha, beta, mu, sigma, rho, phi, pi, dan gamma. Setiap simbol memiliki

fungsinya masing-masing.

3.5. Skala Pengukuran Data

Skala pengukuran diperlukan untuk membedakan elemen (bisa juga data)

dengan elemen lain. Dalam hal ini, skala pengukuran dianggap sebagai

instrumen atau prosedur yang dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu, skala

28
pengukuran bruto dan skala pengukuran yang disesuaikan dengan baik. Ada 4

jenis skala pengukuran: nominal, ordinal, interval, dan rasio.

Skala pengukuran nominal memungkinkan peneliti untuk mengelompokkan

data pada bagian atau pecahan tertentu. Namun sebenarnya, skala pengukuran

rasio juga berfokus pada besarnya perbedaan yang muncul.

Skala pengukuran interval dapat dikategorikan ke dalam beberapa

kelompok, salah satunya adalah skala Likert sebagai bagian dari skala

pengukuran interval atau biasa disebut sebagai skala Likert enam poin. Skala

Likert juga memiliki skala enam poin Likert lain karena skala Likert ini memiliki

6 pilihan: sangat setuju, setuju, setuju sedikit, tidak setuju, tidak setuju dan

sangat tidak setuju. Skala pengukuran Likert inilah yang akan digunakan dalam

penelitian ini. Instrumen survey ditulis dalam bahasa Indonesia yang diperiksa

secara teliti untuk memastikan bahwa pertanyaan mencerminkan makna asli dan

tidak mengandung penilaian sosial. Berikut adalah konstruk dan indikator yang

diteliti dalam penelitian:

Komunikasi informasi (Diadaptasi dari Ahearne et al., 1999)

 Tenaga penjual sering memberi saya informasi baru dan berguna

 Tenaga penjual selalu menyajikan informasi kepada saya dengan

cara yang jelas dan ringkas

 Ketika menjual ke saya, Penjual membuat perbandingan obyektif

antara produk

29
Kepuasan pelanggan (Diadaptasi dari James et al., 1984)

 Secara keseluruhan, saya puas dengan kinerja wiraniaga

 Saya merasa mereka memiliki hubungan kerja yang sangat efektif

dengan tenaga penjual

 Secara keseluruhan, saya merasa hubungan dengan tenaga penjual

itu produktif

Responsivitas (Diadaptasi dari Ahearne et al., 2007)

 Tenaga penjual tidak pernah terlalu sibuk untuk menanggapi

permintaan khusus

 Tenaga penjual selalu dapat dihubungi jika pelanggan membutuhkan

sesuatu yang penting

 Tenaga penjual selalu mengembalikan panggilan segera, jika saya

tidak tersedia

Penggunaan media sosial (Diadaptasi dari Agnihotri et al., 2009)

 Tenaga penjual menggunakan media sosial untuk potensi penuh

untuk mendukung karyanya

 Tenaga penjual menggunakan semua kemampuan media sosial

dengan cara terbaik untuk membantunya dalam pekerjaan

 Penggunaan media sosial oleh tenaga penjual cukup terintegrasi

sebagai bagian dari rutinitas kerja normalnya

30
3.6. Teknik Pengumpulan Data

Sugiarto (2017), mengelompokkan data menjadi 2 kategori: data primer dan

data sekunder. Data dikelompokkan sebagai data primer jika data tersebut

diperoleh langsung oleh peneliti sesuai dengan titik berat penelitian dan sasaran

tertentu peneliti. Contohnya adalah dari hasil survei kuesioner, wawancara,

penelitian langsung di lapangan, dll. Di sisi lain, data sekunder adalah data yang

diperoleh dari akar informasi yang menyajikan data-data yang peneliti butuhkan/

inginkan. Contohnya adalah data kependudukan yang diambil dari situs

pemerintah, data pendapatan yang diambil dari website perusahaan tertentu, dll.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.

Dimana data primer dalam penelitian ini adalah kuesioner dan data sekunder

penelitian ini adalah buku teks, situs web atau internet, laporan tentang industri

yang menjadi perhatian

Seperti dikatakan sebelumnya, data primer dapat diambil dari kuesioner,

wawancara atau penelitian langsung di lapangan, contohnya data kepadatan

tanah di wilayah Serpong. Namun menurut Sugiarto (2017), data primer dapat

didapat dari mengevaluasi atau melakukan observasi secara langsung. Salah satu

cara untuk memperoleh data primer adalah menggunakan kuesioner, dimana

metode pengambilan data primer ini digunakan oleh peneliti. Fungsi dari

penyebaran kuesioner ini ialah untuk memperoleh data untuk menentukan hasil

dari penelitian berdasarkan hipotesa yang telah dibuat serta mendapatkan data

demografis dan psikografis dari responden penelitian yakni seluruh populasi

pelanggan dari PT. Pachira Distrinusa.

31
Selain data primer, peneliti juga menggunakan data sekunder sebagai data

pendukung pengambilan konklusi untuk penelitian ini. Dalam bukunya, Sekaran

dan Bougie (2013) mengatakan bahwa data tidak dapat didapatkan secara instan,

namun harus menggunakan media seperti contohnya buku cetak, website atau

internet, dan reportase mengenai industri/perusahaan yang diteliti. Penelitian ini

berfokus pada penelitian kepuasan pelanggan yang menggunakan data sekunder

dari jurnal-jurnal penelitian yang berkaitan dengan penelitian, dokumen tertutup

PT. Pachira Distrinusa, sumber-sumber website dan internet yang bertujuan

untuk memberikan informasi dan bukan untuk komersial. Hal ini sangat penting

untuk diperhatikan dalam mengambil informasi dari website atau internet agar

informasi yang digunakan sebagai salah satu elemen pengambilan keputusan

nantinya tidak dipengaruhi oleh tindak komersial perusahaan atau individu yang

ingin menjual produknya dengan cara mengurangi informasi yang penting atau

menambahkan informasi yang salah demi terjualnya produk.

Pada tahun 2017, Sugiarto mengatakan bahwa metode pengambilan data

adalah sebuah metode untuk memperoleh data yang dapat dilaksanakan dengan

observasi, wawancaram dan menyebarkan kuesioner. Dimana instrumen

pengoleksi data adalah perkakas yang digunakan untuk memperoleh data.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen B2B dari

PT. Pachira Distrinusa. Untuk memperoleh respon mereka, peneliti

menyebarkan kuesioner kepada masing-masing konsumen B2B PT. Pachira

Distrinusa. Kuesioner ini akan dibagikan secara daring kepada konsumen/

pelanggan PT. Pachira Distrinusa. Diharapkan tingkat respons dari responden

32
tinggi sehingga dapat menghasilkan respon yang menggambarkan garis besar

kepuasan pelanggan PT. Pachira Distrinusa.

3.7. Analisis Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian harus dapat mengukur variabel

yang harus diukur dan dapat diukur secara akurat. Untuk mengolah data

dikumpulkan apa yang dibutuhkan sebagai tahap selanjutnya adalah analisis

data. Structural Equation Model (SEM) yang digunakan dalam penelitian ini

sebagai teknik analisis data regresi berganda dan faktor analisis data dapat

dianalisis dengan teknik SEM (Hair et al., 2010) sehingga hipotesis penelitian

dapat dijawab dengan teknik SEM. Selanjutnya, teknik analisis dengan SEM

mampu menganalisis variabel independen dan variabel dependen yang ada

dalam hipotesis penelitian dan model (Hair et al., 2010)

Pemodelan partial least square path (PLS-SEM) dan metode struktural

berdasarkan kovarian (CB-SEM) adalah dua jenis SEM yang sering digunakan

dalam penelitian. Perbedaan umum antara PLS-SEM dan CB-SEM berada dalam

teori dan distribusi normal. PLS-SEM tidak harus memiliki distribusi normal

pada setiap data dan juga teori yang kuat sementara CB-SEM harus memiliki

distribusi normal dan teori yang kuat.

Penelitian ini bersifat prediksi hubungan antar variabel sehingga

menggunakan PLS-SEM. Selain itu, menurut Wong (2013) ada beberapa

program perangkat lunak dari PLS-SEM dan CB-SEM. SmartPLS, PLS-Graph,

dan Warp-PLS adalah program yang menggunakan PLS-SEM sementara Mplus,

EQS, dan AMOS adalah program yang menggunakan CB-SEM. Program yang

33
digunakan dalam tesis ini adalah SmartPLS berbasis PLS-SEM. Alasan

menggunakan SmartPLS adalah untuk dapat menggunakan sampel kecil dan

menganalisis lebih dari satu variabel dependen (Hussein, 2015)

34

You might also like