You are on page 1of 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap
organ lainnya. Secara spesifik sistem saraf merupakan suatu sistem protektif dari
rangsangan yang membahayakan, dapat menghantarkan sinyal dari satu sel saraf ke sel
saraf lainnya untuk menghasilkan respon tubuh dan sebagai sistem komunikasi untuk
mengirimkan informasi ke otak. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu proses yang
dibutuhkan bagi tenaga kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis
pasien. Pemeriksaan ini membutuhkan ketelitian dan pengalaman, yang terdiri dari
sejumlah pemeriksaan yang spesifik.
Dalam era globalisasi diperlukan manusia Indonesia yang berkualitas untuk
dapat bersaing dengan negara-negaa lain. Proses pembentukan manusia berkualitas ini
sebaiknya dimulai sejak dini. Adanya gangguan perkembangan neurologis (GPN) akan
mengganggu dalam mencapai tujuan ini. Jumlah kasus GPN saat ini banyak dijumpai,
dengan semakin majunya perawatan dalam bidang Neonatologi dan makin canggihnya
alat-alat diagnostik. Ditemukan ±20-30% kasus di bagian Ilmu Kesehatan Anak (IKA)
disertai gangguan neurologis
Defisit neurologis adalah kelainan fungsional area tubuh karena penurunan
fungsi otak, medulla spinalis, saraf perifer dan otot. Tanda–tanda defisit neurologis
merupakan proses terjadinya suatu penyakit seperti tumor otak, infark, meningitis
maupun ensefalitis. Manifestasi klinik dari defisit neurologi ditentukan dari letak
anatominya seperti pada lobus frontalis dengan manifestasi klinik hemiparesis,
monoparesis, kejang fokal tipe grandmall bahkan aphasia Broca sedangkan pada batang
otak didapatkan manifestasi klinik berupa tanda–tanda hilangnya fungsi motorik dan
sensori dari traktus dan nucleus saraf kranialis yang terkena (Bradley, 2008).
Salah satu penyebab gangguan neurologis pada anak yaitu karena adanya
infeksi. Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama.
Salah satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi
susunan saraf pusat adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Salah satu penyakit
infeksi yang sering dijumpai pada anak yaitu meningitis. Meningitis adalah radang pada
meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh
virus, bakteri atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001). Meningitis tergolong penyakit

1
serius infeksi dengan angka kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-
50%. Penyakit meningitis telah membunuh jutaan balita di seluruh dunia. Data WHO
menunjukkan bahwa dari sekitar 1,8 juta kematian anak balita di seluruh dunia setiap
tahun, lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di negara kawasan Asia Tenggara dan
Pasifik Barat.
Meningitis di negara berkembang seperti Indonesia masih menjadi masalah
yang serius. Pada tahun 2005 dari 1000 kelahiran, terdapat 36 kasus meningitis setiap
tahunnya. Dari 2000 responden anak dan balita, 1300 responden (65%) terdapat
Streptococcus pneumonia di tenggorokannya selain itu dari 4,6 juta kelahiran hidup
hanya 0,6% yang mendapat vaksin meningitis di Indonesia dan semua itu merupakan
faktor resiko terjangkitnya meningitis pada anak (Hardiono,2010).
Pengetahuan yang baik tentang faktor prognosis meningitis bakterial sangat
penting sehingga terapi dapat lebih cepat dan sesuai, dengan harapan menurunkan angk
kematian dan kecacatan. Faktor prognosis mayor yang menyebabkan memburuknya
prognosis pada penderita meningitis bakterial dari beberapa kepustakaan dikatakan:
1).Umur penderita: Anak di bawah 1 tahun memiliki prognosis yang buruk, terutama
bayi baru lahir memiliki angka kematian yang tinggi 15-30% dan 20-40% dari yang
bertahan hidup akan mengalami gejala sisa neurologi yang permanen(Martin dan Urs,
2006); 2).Jenis kuman penyebab atau kultur positif (Marvin, 2009): kuman penyebab
berpengaruh pada prognosis dimana berdasarkan meta-analisis gejala sisa neurologi
pada Streptococcuspneumoniae15-30%lebih tinggi dibanding Haemophilus influenzae
5-20%( Kaaresen dan Flaegstad, 1995; Kornelisse dkk., 1995) angka kematian dari
Neisseria meningitidis sebesar 7,5%diantara kuman penyebab utama meningitis
bakterial (Martin dan Urs, 2006); 3). Berat ringannya infeksi (Marvin, 2009; Kirimi
dkk., 2003): prognosis akan buruk bila ditemukan penyakit penyerta yang berat atau
sepsis, status gizi kurang, adanya gejala neurologi berat sebelum sakit, kejang yang >
30 menit dan atau kejang yang tidak terkontrol (Chin dkk., 2005; Farag dkk., 2005;
Riviello dkk., 2006), koma, tanda-tanda syok, sel leukosit ≥100/mm3dari cairan
serebrospinal (CSS)(Martin dan Urs, 2006); 4). Lamanya sakit sebelum mendapat
pengobatan (Fenichel,2009): penderita yang terdiagnosis meningitis dan mendapat
terapi yang tepat dalam 24 jam pertama setelah timbulnya gejala akan memiliki
prognosis yang lebih baik gejala sisa12% dibanding penderita yang mendapat terapi
setelah tigahari atau lebih gejalasisa59%; 5).Manajemen terapi dan penanganan
penyulit (Marvin, 2009; Fenichel, 2009; Lorens, 2003).

2
Penyakit Meningitis dapat menyerang siapa saja, namun dalam kenyataannya,
kasus terbanyak pada bayi dan anak-anak. Maka diperlukannya seorang ahli yang mapu
melakukan diagnosa berdasarkan ilmu pengetahuan danpengalaman yang dimilikinya.
Terbatasnya pakar atau orang-orang yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus
yang dapat memberikan solusi atau konsultasidengan orang yang membutuhkan
informasi tentang radang selaput otak(meningitis), secara otomatis akan
mengakibatkan tingginya biaya untuk melakukan konsultasi. Hal ini akan
mengakibatkan terlambatnya pendeteksian dini penyakit meningitis oleh para penderita
Sebanyak 50 persen pasien meningitis yang berhasil sembuh biasanya
menderita kerusakan otak permanen yang berdampak pada kehilangan pendengaran,
kelumpuhan, atau keterbelakangan mental. Komplikasi penyakit tersebut akan timbul
secara perlahan dan semakin parah setelah beberapa bulan.
Perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang selama 24 jam
mendampingi pasien harus memberikan kontribusi dalam perannya sebagai perawatan
terutama membantu anak dan keluarga unuk meperoleh pengalaman positif selama
hospitalisasi. Perawat anak harus memiliki pemahaman yang lebih dalam mengenal
pertumbuhan dan perkembangan anakuntuk merencanakan asuhan keperawatan yang
sesuai sehingga membantu anak dan keluarga untuk beradaptasi dengan kondisi yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan baik eksternal maupun internal
(Potter & Perry, 200).
B. Rumusan Malah

Berdasarkan masalah diatas, maka rumusan masalah pada makalah ini yaitu
bagaimana Asuhan Keperawatan Meningitis pada anak berdasarkan teori dan
evidence based practice

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Proses Asuhan Keperawatan Meningitis pada anak
2. Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui Anatomi Fisiologi sistem Saraf
b. Untuk mengetahui Gangguan Neurologis pada anak
c. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan meningitis pada anak

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan


2.1.1 Definisi
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas
menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh.
Sistem saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat terhadap
perubahan- perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam.Untuk
menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh sistem saraf,
yaitu:

 Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita yang
bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.
 Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari berkas
serabut penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat sel-sel khusus
yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.
 Efektor, adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah diantarkan
oleh penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada manusia adalah otot
dan kelenjar

4
2.1.2 Fungsi Saraf

Fungsi saraf adalah sebagai berikut :

a. Menerima rangsangan (oleh indera)


b. Meneruskan impuls saraf ke sistem saraf pusat (oleh saraf sensorik)
c. Mengolah rangsangan untuk menentukan tanggapan (oleh sistem saraf pusat)
d. Meneruskan rangsangan dari sistem saraf pusat ke efektor (oleh saraf motorik)

2.1.3 Sel Saraf

1. Neuron
Sistem saraf terdiri atas sel- sel saraf yang disebut neuron. Neuron bergabung
membentuk suatu jaringan untuk mengantarkan impuls (rangsangan). Satu sel saraf
tersusun dari badan sel, dendrit, dan akson.

a. Badan Sel
Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel saraf. Badan sel
berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan meneruskannya ke
akson. Pada badan sel saraf terdapat inti sel, sitoplasma, mitokondria,
sentrosom badan golgi, lisosom, dan badan nisel. Badan nisel merupakan
kumpulan retikulum endoplasma tempat transportasi sintesis protein.
b. Dendrit
Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang-cabang. Dendrit
merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan
mengantarkan rangsangan ke badan sel

5
c. Akson
Akson disebut neurit. Neurit adalah serabut sel saraf panjang yang merupakan
perjuluran sitoplasma badan sel. Di dalam neurit terdapat benang-benang halus
yang disebut neurofibril. Neurofibril dibungkus oleh beberapa lapis selaput
mielin yang banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk mempercepat
jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut dibungkus oleh sel-sel sachwann
yang akan membentuk suatu jaringan yang dapat menyediakan makanan untuk
neurit dan membantu pembentukan neurit. Lapisan mielin sebelah luar disebut
neurilemma yang melindungi akson dari kerusakan. Bagian neurit ada yang
tidak dibungkus oleh lapisan mielin. Bagian ini disebut dengan nodus ranvier
dan berfungsi mempercepat jalannya rangsangan
Ada tiga macam sel saraf yang dikelompokkan berdasarkan struktur dan
fungsinya, yaitu:
 Sel saraf sensorik, adalah sel saraf yang berfungsi menerima rangsangan
dari reseptor yaitu alat indera.
 Sel saraf motorik, adalah sel saraf yang berfungsi mengantarkan rangsangan
ke efektor yaitu otot dan kelenjar. Rangsangan yang diantarkan berasal atau
diterima dari otak dan sumsum tulang belakang.Perbedaan struktur dan
fungsi dari ketiga jenis sel saraf jelasnya bisa dilihat pada tabel di bawah
ini.Tabel Perbedaan sel saraf sensorik, penghubung, dan motorik.
No Pembeda Sensorik Penghubung Motorik
1 Ukuran Panjang Pendek Pendek
dendrit
2 Fungsi Neurit Panjang Pendek Panjang
3 Fungsi Dendrit Menerima Menerima dan Menerima
rangsangan dari merusak rangsangan rangsangan lain
reseptor
4 Fungsi Neurit Meneruskan Menerima dan Meneruskan
rangsangan ke meneruskan rangsangan ke
sal saraf lain rangsangan efektor

 Sel saraf penghubung adalah sel saraf yang berfungsi menghubungkan sel
saraf satu dengan sel saraf lainnya. Sel saraf ini banyak ditemukan di otak

6
dan sumsum tulang belakang. Sel saraf yang dihubungkan adalah sel saraf
sensorik dan sel saraf motorik.Saraf yang satu dengan saraf lainnya saling
berhubungan. Hubungan antara saraf tersebut disebut sinapsis. Sinapsis ini
terletak antara dendrit dan neurit. Bentuk sinapsis seperti benjolan dengan
kantung-kantung yang berisi zat kimia seperti asetilkolin (Ach) dan enzim
kolinesterase.Zat-zat tersebut berperan dalam mentransfer impuls pada
sinapsis
2. Impuls
Impuls adalah rangsangan atau pesan yang diterima oleh reseptor dari lingkungan
luar, kemudian dibawa oleh neuron. Impuls dapat juga dikatakan sebagai
serangkaian pulsa elektrik yang menjalari serabut saraf. Contoh rangsangan
adalah sebagai berikut:
a. Perubahan dari dingin menjadi panas.
b. Perubahan dari tidak ada tekanan pada kulit menjadi ada tekanan.
c. Berbagai macam aroma yang tercium oleh hidung.
d. Suatu benda yang menarik perhatian
e. Suara bising.
f. Rasa asam, manis, asin dan pahit pada makanan.
Impuls yang diterima oleh reseptor dan disampaikan ke efektor akan
menyebabkan terjadinya gerakan atau perubahan pada efektor. Gerakan
tersebut adalah sebagai berikut :
 Gerak Refleks
Gerak sadar atau gerak biasa adalah gerak yang terjadi karena disengaja
atau disadari. Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan
melalui jalan yang panjang. Bagannya adalah sebagai berikut.

 Gerak Sadar
Gerak refleks adalah gerak yang tidak disengaja atau tidak disadari.
Impuls yang menyebabkan gerakan ini disampaikan melalui jalan yang

7
sangat singkat dan tidak melewati otak. Bagannya sebagai berikut.Contoh
gerak reflex adalah sebagai berikut:
 Terangkatnya kaki jika terinjak sesuatu.
 Gerakan menutup kelopak mata dengan cepat jika ada benda asing
yang masuk ke mata.
 Menutup hidung pada waktu mencium bau yang sangat busuk.
 Gerakan tangan menangkap benda yang tiba-tiba terjatuh.
 Gerakan tangan melepaskan benda yang bersuhu tinggi.
2.1.4 Susunan Saraf Manusia

a. Sistem Saraf Pusat


Sistem saraf pusat merupakan pusat dari seluruh kendali dan regulasi pada tubuh, baik
gerakan sadar atau gerakan otonom. Dua organ utama yang menjadi penggerak sistem
saraf pusat adalah otak dan sumsum tulang belakang. Otak manusia merupakan organ
vital yang harus dilindungi oleh tulang tengkorak. Sementara itu, sumsum tulang
belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Otak dan sumsum tulang belakang
sama-sama dilindungi oleh suatu membran yang melindungi keduanya. Membran
pelindung tersebut dinamakan meninges. Meninges dari dalam keluar terdiri atas tiga
bagian, yaitu piameter, arachnoid, dan durameter. Piameter merupakan lapisan
membran yang paling dalam. Lapisan ini berhubungan langsung dengan otak atau
sumsum tulang belakang. Pada piameter banyak terkandung pembuluh darah.
Arachnoid merupakan lapisan yang berada di antara piameter dan durameter. Adapun
durameter adalah lapisan membran yang paling luar. Durameter berhubungan langsung
dengan tulang. Pada daerah di antara piameter dan arachnoid, terdapat rongga yang
berisi cairan serebrospinal. Cairan ini berfungsi melindungi otak atau sumsum tulang
belakang dari goncangan dan benturan
Selaput ini terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Piameter, merupakan selaput paling dalam yang meliputi sistem saraf pusat.
Lapisan ini banyak sekali mengandung pembuluh darah
2. Arakhnoidmeter. Lapisan ini berupa selaput tipis yang berada di antara piameter
dan durameter
3. Durameter. Lapisn paling luar yang terhubung dengan tengkorak. Daerah di
antara piameter dan arachnoid diisi oleh cairan yang disebut cairan serebrospinal.
Dengan adananya lapisan ini, otak akan lebih tahan terhadap goncangan dan

8
benturan dengan cranium. Kadangkala seseorang mengalami infeksi pada lapisan
meningen, baik pada cairannya ataupun lapisannya yang disebut meningitis.

1. Otak
Otak merupakan organ yang telah terspesialisasi sangat kompleks. Berat total
otak dewasa adalah sekitar 2% dari total berat badannya atau sekitar 1,4 kilogram dan
mempunyai sekitar 12 miliar neuron. Pengolahan informasi di otak dilakukan pada
bagian - bagian khusus sesuai dengan area penerjemahan neuron sensorik. Permukaan
otak tidak rata, tetapi berlekuk-lekuk sebagai pengembangan neuron yang berada di
dalamnya. Semakin berkembang otak seseorang, semakin banyak lekukannya. Lekukan
yang berarah ke dalam (lembah) disebut sulkus dan lekukan yang berarah ke atas
(gunungan) dinamakan girus.
Otak mendapatkan impuls dari sumsum tulang belakang dan 12 pasang saraf
kranial. Setiap saraf tersebut akan bermuara di bagian otak yang khusus. Otak manusia
dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu otak depan,otak tengah, dan otak belakang
(Gambar 9.10). Para ahli mempercayai bahwa dalam perkembangannya, otak vertebrata
terbagi menjadi tiga bagian yang mempunyai fungsi khas. Otak belakang berfungsi
dalam menjaga tingkah laku, otak tengah berfungsi dalam penglihatan, dan otak depan
berfungsidalam penciuman (Campbell, et al, 2006: 578).

a. Otak Depan
Otak depan terdiri atas otak besar (cerebrum), thalamus, dan
hipotalamus. Otak besar merupakan bagian terbesar dari otak, yaitu mencakup

9
85 % dari volume seluruh bagian otak. Bagian tertentu merupakan bagian paling
penting dalam penerjemahan informasi yang diterima oleh mata, hidung, telinga
dan bagian tubuh lainnya. Bagian otak besar terdiri atas dua belahan (hemisfer),
yaitu otak kiri dan otak kanan. Setiap belahan tersebut akan mengatur kerja
organ yang berbeda

Otak kanan sangat berpengaruh terhadap kerja organ tubuh bagian kiri,
serta bekerja lebih aktif untuk pengerjaan masalah yang berkaitan dengan seni
atau kreativitas. Bagian otak kiri mempengaruhi kerja organ tubuh bagian kanan
serta bekerja aktif pada saat Anda berpikir logika dan penguasaan bahasa atau
komunikasi. Di antara bagian kiri dan kanan hemisfer otak, terdapat jembatan
jaringan saraf penghubung yang disebut dengan corpus callosum. Talamus
mengandung badan sel neuron yang melanjutkan informasi menuju otak besar.
Talamus memilih data menjadi beberapa kategori, misalnya semua sinyal
sentuhan dari tangan. Talamus juga dapat menekan suatu sinyal dan
memperbesar sinyal lainnya. Setelah itu talamus menghantarkan informasi
menuju bagian otak yang sesuai untuk diterjemahkan dan ditanggapi.
Hipotalamus mengontrol kelenjar hipofisis dan mengekspresikan
berbagai macam hormon. Hipotalamus juga dapat mengontrol suhu tubuh,
tekanan darah, rasa lapar, rasa haus, dan hasrat seksual. Hipotalamus juga dapat
disebut sebagai pusat kecanduan karena dapat dipengaruhi oleh obatobatan
yang menimbulkan kecanduan, seperti amphetamin dan kokain. Pada bagian
lain hipotalamus, terdapat kumpulan sel neuron yang berfungsi sebagai jam
biologis. Jam biologis ini menjaga ritme tubuh harian, seperti siklus tidur dan
bangun tidur. Di bagian permukaan otak besar terdapat bagian yang disebut
telensefalon serta diensefalon. Pada bagian diensefalon, terdapat banyak sumber
kelenjar yang menyekresikan hormon, seperti hipotalamus dan kelenjar pituitari

10
(hipofisis). Bagian telensefalon merupakan bagian luar yang mudah kita amati
dari model torso.

Beberapa bagian dari hemisfer mempunyai tugas yang berbeda terhadap


informasi yang masuk. Bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut:
 Temporal, berperan dalam mengolah informasi suara.
 Oksipital, berhubungan dengan pengolahan impuls cahaya dari
penglihatan.
 Parietal, merupakan pusat pengaturan impuls dari kulit serta berhubungan
dengan pengenalan posisi tubuh.
 Frontal, merupakan bagian yang penting dalam proses ingatan dan
perencanaan kegiatan manusia.
b. Otak Tengah
Otak tengah merupakan bagian terkecil otak yang berfungsi dalam
sinkronisasi pergerakan kecil, pusat relaksasi dan motorik, serta pusat
pengaturan refleks pupil pada mata. Otak tengah terletak di permukaan bawah
otak besar (cerebrum). Pada otak tengah terdapat lobus opticus yang berfungsi
sebagai pengatur gerak bola mata. Pada bagian otak tengah, banyak diproduksi
neurotransmitter yang mengontrol pergerakan lembut. Jika terjadi kerusakan
pada bagian ini, orang akan mengalami penyakit parkinson. Sebagai pusat
relaksasi, bagian otak tengah banyak menghasilkan neurotransmitter dopamine
c. Otak Belakang
Otak belakang tersusun atas otak kecil (cerebellum), medula oblongata,
dan pons varoli. Otak kecil berperan dalam keseimbangan tubuh dan koordinasi
gerakan otot. Otak kecil akan mengintegrasikan impuls saraf yang diterima dari
sistem gerak sehingga berperan penting dalam menjaga keseimbangan tubuh
pada saat beraktivitas. Kerja otak kecil berhubungan dengan sistem

11
keseimbangan lainnya, seperti proprioreseptor dan saluran keseimbangan di
telinga yang menjaga keseimbangan posisi tubuh. Informasi dari otot bagian kiri
dan bagian kanan tubuh yang diolah di bagian otak besar akan diterima oleh
otak kecil melalui jaringan saraf yang disebut pons varoli. Di bagian otak kecil
terdapat saluran yang menghubungkan antara otak dengan sumsum tulang
belakang yang dinamakan medula oblongata. Medula oblongata berperan pula
dalam mengatur pernapasan, denyut jantung, pelebaran dan penyempitan
pembuluh darah, gerak menelan, dan batuk. Batas antara medula oblongata dan
sumsum tulang belakang tidak jelas. Oleh karena itu, medula oblongata sering
disebut sebagai sumsum lanjutan.

Pons varoli dan medula oblongata, selain berperan sebagai pengatur


sistem sirkulasi, kecepatan detak jantung, dan pencernaan, juga berperan dalam
pengaturan pernapasan. Bahkan, jika otak besar dan otak kecil seseorang rusak,
ia masih dapat hidup karena detak jantung dan pernapasannya yang masih
normal. Hal tersebut dikarenakan fungsi medula oblongata yang masih baik.
Peristiwa ini umum terjadi pada seseorang yang mengalami koma yang
berkepanjangan. Bersama otak tengah, pons varoli dan medula oblongata
membentuk unit fungsional yang disebut batang otak (brainstem).

12
2. Sumsum tulang belakang ( Medula Spinalis)

Sumsum tulang belakang


(medulla spinalis) merupakan
perpanjangan dari sistem saraf
pusat. Seperti halnya dengan
sistem saraf pusat yang dilindungi
oleh tengkorak kepala yang keras,
sumsum tulang belakang juga
dilindungi oleh ruas-ruas tulang
belakang. Sumsum tulang
belakang memanjang dari
pangkal leher, hingga ke
selangkangan. Bila sumsum
tulang belakang ini mengalami
cidera ditempat tertentu, maka
akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan kelumpuhan
di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki).
Secara anatomis, sumsum tulang belakang merupakan kumpulan sistem saraf
yang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Sumsum tulang belakang atau biasa
disebut medulla spinalis ini, merupakan kumpulan sistem saraf dari dan ke otak. Secara
rinci, ruas-ruas tulang belakang yang melindungi sumsum tulang belakang yaitu :
Sumsum tulang belakang terdiri dari 31 pasang saraf spinalis yang terdiri dari 7
pasang dari segmen servikal, 12 pasang dari segmen thorakal, 5 pasang dari segmen
lumbalis, 5 pasang dari segmen sacralis dan 1 pasang dari segmen koxigeus.

13
 Vertebra Servikalis (ruas tulang leher) yang berjumlah 7 buah dan membentuk daerah
tengkuk.
 Vertebra Torakalis (ruas tulang punggung) yang berjumlah 12 buah dan membentuk
bagian belakang torax atau dada.
 Vertebra Lumbalis (ruas tulang pinggang) yang berjumlah 5 buah dan membentuk
daerah lumbal atau pinggang.
 Vertebra Sakralis (ruas tulang kelangkang) yang berjumlah 5 buah dan membentuk
os sakrum (tulang kelangkang).
 Vertebra koksigeus (ruas tulang tungging) yang berjumlah 4 buah dan membentuk
tulang koksigeus (tulang tungging)

b. Sistem Saraf Perifer

Susunan saraf tepi terdiri atas serabut saraf otak dan serabut saraf sumsum tulang
belakang (spinal). Serabut saraf sumsum dari otak, keluar dari otak sedangkan serabut saraf
sumsum tulang belakang keluar dari sela-sela ruas tulang belakang. Tiap pasang serabut
saraf otak akan menuju ke alat tubuh atau otot, misalnya ke hidung, mata, telinga, dan
sebagainya. Sistem saraf tepi terdiri atas serabut saraf sensorik dan motorik yang membawa
impuls saraf menuju ke dan dari sistem saraf pusat. Sistem saraf tepi dibagi menjadi dua,
berdasarkan cara kerjanya, yaitu sebagai berikut.
1. Sistem Saraf Sadar
Sistem saraf sadar bekerja atas dasar kesadaran dan kemauan kita. Ketika Anda
makan, menulis, berbicara, maka saraf inilah yang mengkoordinirnya. Saraf ini mene-
ruskan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat, dan meneruskan impuls dari sistem
saraf pusat ke semua otot kerangka tubuh. Sistem saraf sadar terdiri atas 12 pasang saraf
kranial, yang keluar dari otak dan 31 pasang saraf spinal yang keluar dari sumsum tulang
belakang 31 pasang saraf spinal terlihat pada Gambar 8.8. Saraf-saraf spinal tersebut
terdiri atas gabungan saraf sensorik dan motorik. Dua belas pasang saraf kranial tersebut,
antara lain sebagai berikut :
 Saraf Olfaktorius, saraf optik, dan saraf auditori. Saraf-saraf ini merupakan saraf
sensori
 Saraf Okulomotori, troklear, abdusen, spinal, hipoglosal. Kelima saraf saraf
tersebut merupakan saraf motorik

14
 Saraf Trigeminus, fasial, glosofaringeal, dan vagus. Keempat saraf tersebut
merupakan saraf gabungan dari saraf sensorik dan motoric. Agar lebih
memahami tentang jenis-jenis saraf kranial.
2. Sistem saraf tak sadar (otonom)
Sistem saraf ini bekerja tanpa disadari, secara otomatis, dan tidak di bawah
kehendak saraf pusat. Contoh gerakan tersebut misalnya denyut jantung, perubahan
pupil mata, gerak alat pencernaan, pengeluaran keringat, dan lain-lain. Kerja saraf
otonom ternyata sedikit banyak dipengaruhi oleh hipotalamus di otak. Coba Anda ingat
kembali fungsi hipotalamus yang sudah dijelaskan di depan. Apabila hipotalamus
dirangsang, maka akan berpengaruh terhadap gerak otonom seperti contoh yang telah
diambil, antara lain mempercepat denyut jantung, melebarkan pupil mata, dan
menghambat kerja saluran pencernaan.Sistem saraf otonom ini dibedakan menjadi
dua.
 Sistem Saraf Simpatik
Saraf ini terletak di depan ruas tulang belakang. Fungsi saraf ini terutama
untuk memacu kerja organ tubuh, walaupun ada beberapa yang malah menghambat
kerja organ tubuh. Fungsi memacu, antara lain mempercepat detak jantung,
memperbesar pupil mata, memperbesar bronkus. Adapun fungsi yang
menghambat, antara lain memperlambat kerja alat pencernaan, menghambat ereksi,
dan menghambat kontraksi kantung seni
 Sistem saraf Parasimpatik
Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika dibandingkan dengan
saraf simpatik. Saraf parasimpatik memiliki fungsi, antara lain menghambat detak
jantung, memperkecil pupil mata, memperkecil bronkus, mempercepat kerja alat
pencernaan, merangsang ereksi, dan mepercepat kontraksi kantung seni. Karena
cara kerja kedua saraf itu berlawanan, makamengakibatkan keadaan yang normal.

15
2.2 Tinjauan Teori Acute Neurogical Disfungsi
2.2.1 Definisi Acute Neurogical Disfungsi
Gangguan perkembangan neurologis adalah kegagalan untuk memiliki
kemampuan fungsi neurologis yang seharusnya dimiliki, yang disebabkan oleh adanya
lesi (defek) dari otak yang terjadi pada periode awal pertumbuhan otak. Penyebab
gangguan terjadi pada masa pranatal, perinatal ataupun pasca natal. Perkembangan
merupakan suatu proses yang teratur dan berurutan yang dimulai dari beberapa hal
sederhana, yang berkembang menjadi semakin kompleks.
Pertumbuhan dan perkembangan otak dimulai dengan pembentukan lempeng
saraf (neural plate), pada masa embrio yaitu sekitar hari ke-16 yang kemudian
menggulung membentuk tabung saraf (neural tube) pada hari ke-22. Pada minggu ke-5
mulailah terlihat cikal bakal otak besar di ujung tabung saraf. Selanjutnya terbentuklah
batang otak, serebelum dan bagian-bagian lainnya. Perkembangan otak yang kompleks
memerlukan beberapa seri proses perkembangan yang terdiri atas : pembentukan tabung
neural, kemudian neuron (sel saraf) berproliferasi pada regio yang berbeda, terjadi
migrasi neuron dari tempat pembentukannya ke tempat yang permanen, diikuti agregasi
selsehingga membentuk bagian-bagian otak, selanjutnya neuron-neuron imatur
berdiferensiasi, dan terbentuk hubunganantar neuron (sinaps), tahap berikutnya terjadi
kematian sel dan eliminasi selektif, penyempurnaan mielinasi (pembentukan myelin).
Pada umumnya dapat dipastikan bahwa gangguan perkembangan neurologis
mempunyai basis biologik yaitu basis serebral. Beberapa hal disebutkan dapat
mempengaruhi dan merusak otak pada masa awal dari pertumbuhannya sehingga
terdapat lesi/defek pada otak yang menyebabkan terjadinya gangguan perkembangan
neurologis, dimana terdapat keterlambatan/kegagalan untuk memiliki kemampuan
fungsi-fungsi neurologis yang seharusnya dimiliki.
Sebelum anak berumur 2,5 tahun, gangguan perkembangan lebih sering tampak
terlihat karena anak terlambat dalam mencapai milestonenya (patokan perkembangan).
Misalnya anak belum bisa duduk, berjalan atau bicara. Dalam kehidupan sehari-hari
terdapat beberapa bidang dimana gangguan perkembangan menjadi tampak jelas yaitu :
problem dalam bahasa yang diucapkan, kepribadian/tingkah laku sosial, gerakan motorik
halus dan kasar, dan sebagainya. Problem yang timbul pada bidang-bidang ini
mempunyai akibat dalam kehidupan pribadi dan pekerjaan diwaktu kemudian.

16
2.2.2 Etiologi
Secara garis besar faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan
perkembangan neurologis dapat dibagi menjadi 3 faktor, yaitu :
1. Faktor Pranatal
Termasuk dalam golongan ini adalah faktor genetik yaitu defek gen
atau defek kromosom, misalnya trisomi 21 pada sindrom Down. Banyak
sekali defek kromosom yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan
neurologis. Penyimpangan ini sudah ada sejak dini dan dalam bermacam-
macam fase menyebabkan malformasi serebral, tergantung gen yang
bersangkutan. Kesehatan ibu selama hamil, keadaan gizi dan emosi yang baik
ikut mempengaruhi keadaan bayi sebelum lahir. Faktor pranatal lain yang
dapatmempengaruhi terjadinya gangguan perkembangan neurologis adalah
penyakit menahun pada ibu hamil seperti: tuberkulosis, hipertensi, diabetes
mellitus, anemia, penggunaan narkotik, alkohol serta rokok yang berlebihan.
Usaha untuk menggugurkan kandungan sering pula berakibat cacatnya
bayi yang lahir yang seringkali dapat disertai gangguan perkembangan
neurologis. Infeksi virus pada ibu hamil seperti rubella, citomegalovirus
(CMV) dan toksoplasmosis dapat mengakibatkan kerusakan otak yang
potensial sehingga otak berkembang secara abnormal. Anoksia dalam
kandungan, terkena radiasi sinar-X dalam kehamilan, abruptio placenta,
plasenta previa juga dapat mempengaruhi timbulnya gangguan
perkembangan neurologis
2. Faktor Perinatal
Keadaan-keadaan penting yang harus diperhatikan pada masa perinatal
adalah :
a. Asfiksia. Bila keadaan ini berat dapat menyebabkan kematian atau
kerusakan permanen pada otak ( Hypoxic- Ischemic Encephalopathy /
HIE), sehingga bayi dapat mengalami gangguan perkembangan
neurologis bahkan menderita cacat seumur hidup.
b. Trauma Lahir. Trauma lahir merupakan salah satu factor potensial
terjadinya gangguan perkembangan karena terdapat resiko terjadinya
kerusakan otak terutama akibat perdarahan

17
c. Hipoglikemi. Dikatakan hipoglikemia bila kadar glukosa < 45 mg/dL (2,6
mmol/L). Keadaan ini bila tidak ditangani dengan segera dapat
menyebabkan kerudakan otak berat bahkan kematian
d. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Prognosis pada tumbuh kembang
termasuk perkembangan neurologis pada bayi kecil asa kehamilan (KMK)
lebih kurang baik daripada bayi premature, karena pada KMK telah terjadi
retardasi pertumbuhan sejak di dalam kandungan, lebih-lebih jika tidak
mendapat nutrisi yang baik sejak lahir.
e. Infeksi. Infeksi berat dapat memberi dampak gejala sisa neurologis yang
jelas seperti : hidrosefalus, buta, tuli, cara bicara yang tidak jelas dan
retardasi mental. Gejala sisa yang ringan seperti gangguan penglihatan,
kesukaran belajar dan kelainan tingkah laku dapat pula terjadi.
f. Hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia akan berpengaruh buruk apabila
bilirubin indirek telah melalui sawar otak, sehingga terjadi ensefalopati
biliaris (Kern Icterus) yang dapat mengakibatkan gangguan
perkembangan neurologis dikemudian hari.
3. Faktor Pascanatal
Banyak sekali faktor pasca-natal yang dapat menimbulkan kerusakan
otak dan mengakibatkan terjadinya gangguan perkembangan neurologis.
Termasuk diantaranya adalah infeksi intra kranial, trauma kapitis, tumor otak,
gangguan pembuluh darah otak, kelainan tulang tengkorak (misalnya
kraniosinostosis), kelainan endokrin dan metabolic, keracunan otak,
malnutrisi. Otak anak dengan malnutrisi lebih kecil daripada otak normal
seumurnya, jumlah sel neuron dan jumlah lemak otak juga berkurang.
2.3 Tinjauan Teori tentang Meningitis
2.3.1. Definisi Meningitis
Meningitis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen).
Meningitis pada bayi dan anak di Indonesia masih merupakan penyakit yang cukup
banyak. Meningitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dengan insidensi puncak
terdapat pada rentang usia 6 – 12 tahun dan rentang usia dengan angka kematian
tertinggi adalah anak dari lahir sampai usia 4 tahun. Meningitis pada umumnya
dibagi menjadi meningitis purulenta dan meningitis serosa (tuberkulosa), (Cecily.
L. Betz, 1997:317)

18
Meningitis adalah peradangan pada selaput otak/meningen, (Cecily. L.
Betz, 1997:317). Meningitis Purulenta adalah radang selaput otak yang
menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non
virus.
Meningitis serosa (Tuberculosa) adalah meningitis yang terjadi akibat
komplikasi penyebaran tuberculosa primer, biasanya dari paru. Meningitis ini
bukan karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen
teapu biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak,
sumsum tulang belakang atau vetebra kemudian pecah ke dalam rongga arachnoid
(Ngastiyah, 1997:253).
2.3.2 Etiologi Meningitis
Penelitian yang dilakukan oleh Daniel Olson dkk (2015) di Colorado yang
berjudul Risk Factors for Death and Major Morbidity in Guatemalan Children
with Acute Bacterial Meningitis menyatakan bahwa Akut Bakterial Meningitis
(ABM) tetap menjadi penyebab kematian anak yang signifikan. Kasus meningitis
kebanyakan didapatkan pada negara yang berpenghasilan rendah dan menengah.
1) Bakteri
 Haemphilus influenza (tipe B)
 Streptoccocus pneumonia
 Neisseria meningitis.
 E-coli
 Staphilococcus aureus.
2) Faktor Predisposisi
3) Jenis kelamin (laki-laki lebih sering terjadi)
4) Faktor maternal
 Ruptur membran fetal
 Infeksi maternal pada minggu terakhir kelahiran.
5) Faktor imunologi.
6) Defisiensi mekanisme imun.
7) Defisiensi imunoglobulin.
8) Anak yang mendapat obat-obatan imunosupresi, yaitu anak dengan kelainan
sistem syaraf pusat, pembedahan atau injuri yan berhubungan dengan sistem
pernafasan.

19
2.3.3 Patofisiologi Meningitis
Peradangan yang terjadi akan menyebabkan peningkatan cairan serebro spinalis
yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan
peningkatan tekanan intrakranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah
hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi yang kesemuanya akan menyebabkan
peningkatan tekanan intra kranial.
Organisme masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Masuknya
dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau pecahnya abses serebral
atau kelainan sestem saraf pusat. Otorhea atau rhinorea akibat fraktur dasar tengkorak
dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara CSF dan dunia luar.
Masuknya mikroorganisme ke susunan saraf pusat melalui ruang subarachnoid
dan menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF, dan ventrikel. Dari
reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan
skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan
hidrocefalus.
Meningitis bakteri diantaranya netrofil, monosit, limfosit dan yang lain
merupakan sel respon radang. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan lekosit yang
dibentuk dalam ruang subarachnoid. Penumpukan pada CSF bertambah dan
menganggu aliran CSF di sekitar otak dan medula spinalis sehingga terjadi vasodilatasi
yang cepat dari pembuluh darah dapet menimbulkan ruptur atau trombosis dinding
pembuluh darah dan jaringan otak dapat menjadi infark.
Meningitis virus sebagai akibat dari penyakit dari penyakit virus seperti meales,
mump, herpes simplek dan herpes zoster. Pembentukan eksudat pada umumnya tidak
terjadi dan tidak ada mikroorganisme pada kultur CSF.
2.3.4 Gambaran klinik anak dengan meningitis
1. Meningitis Purulenta diantaranya akut dan langsung berat.
 Suhu badan meninggi, nyeri kepala hebat menjalar ke tengkuk.
 Nadi mula-mula melambat kemudian cepat.
 Kesadaran menurun, delirium, somnolen sampai koma.
 Pada pemeriksaan neurologik ditemukan tanda-tanda perangsangan meningeal,
dan dapat ditemukan kelumpuhan saraf. Perangsangan saraf yang hebat pada
anak dapat menyebabkan epistotonus.

20
2. Meningitis tuberculos
 Keluhan pasien mula-mula nyeri kepala yang menjalar ke tengkuk dan
punggung.
 Kesadaran menurun.
 Kaku kuduk yang disebabkan oleh mengejangnya otot ekstensor tengkuk.
 Tanda kernig dan Brudzinki positif.
 Tanda khas untuk meningitis tuberkulosa adalah trias (Biemond) : Apatis,
reflek pupil melambat, reflek tendon melemah.
2.3.5. Komplikasi
1. Hidorsefalus
2. Meningococcal septikemia.
3. Sindroma Water-Friderichsen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH (sindroma inapropriate antidiuretic hormone )
5. Efusi subdural.
6. Kejang.
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental.
10. Gangguan belajar.
11. Attention deficit disorder
2.3.6 Pemeriksaan diagnostik pada anak dengan meningitis
Menurut Michael J Griffith (2018) dalam Management of Acute Meningitis
pemeriksaan meningitis meliputi :
1. Lumbal Pungsi
Pungsi lumbal merupakan kunci dari pemeriksaan. Ini memungkinkan konfirmasi
cepat meningitis dan jenis organisme yang menginfeksi. Hasil diagnostik LP
dapat dikurangi dengan mengumpulkan volume CSF kecil. Paling sedikit 10 mL
dapat dibuang dengan aman.
2. Jumlah sel cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal tetap menjadi salah satu tes yang paling cepat informatif.
Pleocytosis mengindikasikan peradangan meningeal, dimana infeksi adalah
penyebab paling umum. Van de Beek dan rekan melaporkan bahwa> 90% orang
dewasa dengan meningitis bakteri memiliki jumlah leukosit CSF> 100 sel / μL.

21
Tidak adanya pleocytosis membuat meningitis lebih kecil kemungkinannya,
tetapi tidak sepenuhnya mengesampingkannya. Sekitar 1-2% dari pasien dengan
meningitis bakteri akan memiliki jumlah leukosit CSF normal. Pendeteksian
patogen positif dan tidak adanya pleocytosis lebih sering terjadi pada anak-anak,
immunocompromised, mereka yang diberi antibiotik atau dengan infeksi
mycobacteria tuberculosis
3. Perbedaan leukosit cairan serebrospinal
Perbedaan leukosit cairan serebrospinal dapat membantu memprediksi jenis
patogen yang menyebabkan infeksi. Predominan limfosit menunjukkan viral,
sementara dominasi neutrofil menunjukkan infeksi bakteri. Ada beberapa
pengecualian untuk panduan umum ini, termasuk dominasi neutrofil CSF yang
diamati berkaitan dengan meningitis TB
4. Biokimia cairan serebrospinal
Glukosa cairan serebrospinal biasanya sekitar dua pertiga konsentrasi darah
(plasma). Hal ini sering lebih rendah pada meningitis bakterial dan tuberkulosis.
Karena glukosa CSF dipengaruhi oleh glukosa plasma, penting untuk mengukur
glukosa darah di LP, untuk mendapatkan CSF yang akurat: rasio glukosa darah.
CSF: rasio glukosa darah <0,36 adalah penanda yang akurat (93%) untuk
membedakan bakteri dari meningitis virus. Protein cairan serebrospinal
normalnya <0,4 g / L. Protein meningkat menunjukkan peradangan. Protein CSF
<0,6 g / L sebagian besar menyingkirkan infeksi bakteri.
5. Parameter cairan Serebrospinal
Parameter cairan serebrospinal telah digabungkan menjadi alat untuk membantu
mendiagnosis meningitis bakteri. Satu prediksi secara akurat membedakan
bakteri dari viral meningitis pada dua populasi pasien dewasa menggunakan data
retrospektif (area di bawah kurva 0.97). 14,15 Alat prediksi klinis (menggunakan
CSF, laboratorium dan parameter klinis) juga menunjukkan akurasi yang tinggi
ketika diuji secara retrospektif pada populasi anak besar. 16 Tidak ada alat yang
telah divalidasi secara prospektif pada orang dewasa di Inggris.
6. Mikroskopi cairan serebrospinal dengan pewarnaan Gram
Mikroskopi cairan serebrospinal dengan pewarnaan Gram (atau noda asam cepat
untuk tuberkulosis M) dapat dengan cepat mendeteksi bakteri. Ini memiliki
sensitivitas antara 50% dan 99%. Deteksi, khususnya untuk M tuberculosis,
ditingkatkan dengan pengumpulan> 10 mL CSF dan cytospin berikutnya

22
7. Kultur cairan celebrospinal
Kultur cairan serebrospinal secara historis dianggap sebagai 'standar emas' untuk
diagnosis meningitis bakterial. Ini diagnostik dalam 70-85% kasus sebelum
paparan antibiotik. Sensitivitas menurun hingga 20% setelah pra-perlakukan
antibiotik. Sterilisasi cairan serebrospinal dapat terjadi dalam 2-4 jam pemberian
antibiotik untuk meningococci dan pneumococci. Pungsi lumbal harus dilakukan
sesegera mungkin untuk memaksimalkan deteksi patogen
8. Reaksi berantai polimerase rantai serebrospinal
Reaksi rantai polimerase cairan serebrospinal (PCR), menggunakan patogen
sekuens asam nukleat spesifik, dapat mendeteksi bakteri dan virus dengan
sensitivitas tinggi. Reaksi berantai polimerase adalah 'standar emas' untuk
diagnosis meningitis virus. Polymerase chain reaction semakin diandalkan dalam
meningitis bakterial. Ini memiliki sensitivitas yang jauh lebih besar daripada
budaya pada penyakit meningokokus invasif. PCR cairan serebrospinal sangat
berharga pada pasien yang menerima antibiotik sebelum LP. Polymerase chain
reaction untuk 16S ribosomal RNA (hadir di hampir semua bakteri)
memungkinkan layar yang luas untuk bakteri, tetapi memiliki sensitivitas yang
lebih rendah daripada PCR spesifik patogen.
9. Pemeriksaan Darah
Kultur darah harus selalu diambil saat masuk dan sangat membantu ketika
antibiotik dimulai sebelum LP. Kultur darah positif dalam 50-80% kasus
meningitis bakterial. PCR darah semakin penting, terutama karena PCR
mendeteksi bakteri beberapa hari setelah inisiasi antibiotik. PCR darah secara
substansial meningkatkan konfirmasi pada penyakit meningokokus. Meskipun tes
ini, banyak pasien tidak akan memiliki penyebab yang diidentifikasi untuk
meningitis mereka. Biomarker darah, seperti prokalsitonin dan protein C-reaktif,
dapat membantu membedakan bakteri dari meningitis virus pada orang dewasa
dan dapat digunakan untuk membantu memandu pengobatan jika tidak ada
etiologi yang ditemukan. Host biomarker untuk mendeteksi meningitis bakteri
sedang aktif diselidiki oleh kelompok Liverpool kami dan yang lainnya. Sampai
saat ini, tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan rutin
mereka di NHS

23
10. Swab
Sinkron tenggorokan, nasofaring, dan tinja berguna untuk mendeteksi enterovirus
jika CSF PCR negatif.
11. CT Scan
Pencitraan otak tidak wajib dalam manajemen meningitis, atau prasyarat untuk
LP. Melakukan neuroimaging sebelum LP dikaitkan dengan keterlambatan
dalam memulai antibiotik, yang pada gilirannya dapat menyebabkan
peningkatan angka kematian. CT scan yang mendesak harus dilakukan jika ada
tanda-tanda klinis pergeseran otak. Gambaran klinis yang mengindikasikan
pergeseran otak meliputi tanda-tanda neurologis fokal dan mengurangi Glasgow
Coma Score (GCS) (Kotak 1). Pedoman meningitis Inggris tahun 2016
merekomendasikan LP dilakukan tanpa neuroimaging sebelumnya jika GCS>
12. Pasien dengan GCS ≤12 harus dipertimbangkan untuk penilaian intubasi
perawatan kritis dan neuroimaging. Imaging, terutama ketika kontras
digunakan, mungkin menunjukkan peningkatan meningeal di meningitis. Ketika
pergeseran otak diidentifikasi hubungan dengan perawatan kritis dan tim bedah
saraf sangat penting
2.3.7 Penatalaksanaan
Menurut Gogor Meisadona (2015) dalam Diagnosis dan Tatalaksana Meningitis
Bakterialis meliputi :
1. Penatalaksanaan Medis
a. Vaksinasi Meningitis
b. Pemberian Antibiotik
Karakter Pasien Etiologi tersering Pilihan antibiotik
Neonatus Streptococcus grup B, L. Ampicillin plus cefotaxime
monocytogenes, E. coli
Usia 2 bulan – 18 tahun N. meningitidis, S. pneumonia, Ceftriaxone atau cefotaxime, dapat
H.influensae ditambahkan vancomycin
Usia 18-50 tahun S. pneumonia, N. meningitidis Ceftriaxone, dapat ditambahkan
vancomycin
Usia > 50 tahun S. pneumonia, L. monocytogenes, Vancomycin plus ampicillin plus
bakteri gram negatif ceftriaxone
Kondisi immunocompromised S. pneumonia, N. meningitidis, L. Vancomycin plus ampicillin plus
monocytogenes, S. aureus, Salmonella cefepime atau meropenem
spp, basil gram negatif aerob
(termasuk P. aeruginosa)
Fraktur Basis cranium S. pneumonia, H. infl uenza, group A Vancomycin plus cefotaxime atau
beta-hemolytic streptococci ceftriaxone
Cedera kepala; pasca bedah otak Stafi lococcus, basil gram negatif Vancomycin plus ceftazidime,
aerob (termasuk P. aeruginosa) cefepime, atau meropenem
Terapi empirik pada meningitis Bakterial

24
\

Mikroorganisme Terapi Standar Terapi Alternatif


H. infl uenza B-laktamase negatif Ampisilin Sefalosporin generasi III; kloramfenikol
H. infl uenza B-laktamase positif Sefalosporin generasi III Kloramfenikol; sefepim
N. meningitidis Penisilin G atau ampisilin Sefalosporin generasi III; kloramfenikol
S. pneumoniae Sefalosporin generasi III Vankomisin; meropenem
Enterobacteriaceae Sefalosporin generasi III Meropenem atau sefepim
P. aeruginosa Seftazinim atau sefepim Meropenem; piperisilin
L. monocytogenes Ampisilin atau penisilin G Trimetoprim/sulfametoksazol
S. agalactiae Ampisilin atau penisilin G Sefalosporin generasi III; vankomisin
S. aureus sensitif metisilin Nafsilin atau oksasilin Vankomisin
S. aureus resisten metisilin Vankomisin Linezolid; daptomisin
S. epidermidis Vankomisin
Terapi antibiotic spesifik pada meningitis bacterial

2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Mencegah Hipertermi
b. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
c. Meningkatkan perfusi otak
d. Menurunkan nyeri
e. Mencegah terjadinya injury
f. Memberikan pendidikan kesehatan

25
BAB III
PEMBAHASAN

Asuhan Keperawatan Meningitis pada Anak


A. Pengkajian
Fokus pengkajian bagi anak dengan meningitis adalah riwayat keperawatan meliputi
kelahiran, penyakit kronis, neoplasma, riwayat pembedahan otak, cedera kepala.
1. Data Subyektif :
a. Ibu/keluarga mengatakan bayinya sering muntah, reflek mengisap berkurang.
b. Jika anak sudah mampu mengkomunikasikan perasaan anak mengatakan kepalanya
sering pusing.
2. Data obyektif :
a. Neonatus : menolak untuk makan, reflek mengisap kurang, muntah, atau diare, tonus
otot kurang, kurang gerak, dan menangis lemah.
b. Anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dgn perubahan
sensori,kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi,
perilaku agresif atau maniak, stupor, koma,kaku kuduk, opistotonus. Tanda kernig
dan brudzinski positif, reflek fisiologis hiperaktif, petechiae atau pruritis
(menunjukan adanya infeksi meningococcal).
c. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : demam, malas makan,muntah,
mudah terstimulasi, kejang, menangis merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk,
dan tanda kernig serta brudzinski positif
B. Diagnosa
1. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan proses inflamasi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tekanan intrakranial.
3. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan,
ketidakmampuan untuk batuk, dan penurunan kesadaran.
4. Tidak sefektifnya pola nafas berhubungan dengan menurunnya kemampuan utk
bernafas.
5. Resiko injuri berhubungan dengan disorientasi, kejang, gelisah.
6. Perubahan proses fikir berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran.
7. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake cairan, kehilangan
cairan abnormal.

26
8. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya sekresi hormon anti
diuretik.
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, lemah, mual,
dan muntah.
10. Kecemasan berhubungan dengan adanya situasi yang mengancam
11. Gangguan Tumbuh kembang

C. Tujuan Intervensi
Menurut Mendri (2017) tujuan intervensi meningitis pada anak yaitu :
1. Anak mempertahankan perfusi cerebral yang adekuat.
2. Anak menunjukkan status pernafasan adekuat yang ditandai dengan jalan
nafas paten dan bersih, pola nafas efektif dan pernafasan normal.
3. Anak tidak akan mengalami injuri
4. Anak mempertahankan kontak dengan lingkungan sekitar.
5. Anak tidak memperlihatkan kekurangan volume cairan yang ditandai dengan membran
mukosa lembab dab turgor kulit elastis.
6. Anak mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat.
7. Anak mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
8. Orang tua mengekspresikan ketakutan/kecemasan, dan mengidentifikasi situasi yang
mengancam, dan mengatasi kecemasannya.

No Diagnosa Intervensi Rasional


1 Gangguan perfusi 1. Pasien bed rest total 1. Perubahan pada tekanan
jaringan dengan posisi tidur intakranial akan dapat
sehubungan dengan terlentang tanpa meyebabkan resiko untuk
peningkatan bantal. terjadinya herniasi otak.
tekanan intrakranial 2. Monitor tanda-tanda 2. Dapat mengurangi
status neurologis kerusakan otak lebih lanjut.
dengan GCS. 3. Pada keadaan normal
3. Monitor tanda-tanda autoregulasi
vital seperti TD, mempertahankan keadaan
Nadi, Suhu, tekanan darah sistemik
Respirasi, dan hati- berubah secara fluktuasi.

27
hati pada hipertensi Kegagalan autoreguler akan
sistolik menyebabkan kerusakan
4. Monitor intake dan vaskuler cerebral yang
output dapat dimanifestasikan
5. Bantu pasien untuk dengan peningkatan sistolik
membatasi muntah, dan diiukuti oleh penurunan
batuk. Anjurkan tekanan diastolik.
pasien untuk Sedangkan peningkatan
mengeluarkan napas suhu dapat menggambarkan
apabila bergerak perjalanan infeksi.
atau berbalik di 4. Hipertermi dapat
tempat tidur. menyebabkan peningkatan
6. Berikan cairan IWL dan meningkatkan
perinfus dengan resiko dehidrasi terutama
perhatian ketat. pada pasien yang tidak sadar,
7. Monitor AGD bila nausea yang menurunkan
diperlukan intake per oral.
pemberian oksigen 5. Aktifitas ini dapat
8. Berikan terapi sesuai meningkatkan tekanan
advis dokter seperti: intrakranial dan
Steroid, Aminofel, intraabdomen.Mengeluarkan
Antibiotika. napas sewaktu bergerak atau
merubah posisi dapat
melindungi diri dari efek
valsava
6. Meminimalkan fluktuasi
pada beban vaskuler dan
tekanan intrakranial, vetriksi
cairan dan cairan dapat
menurunkan edema cerebral
7. Adanya kemungkinan
asidosis disertai dengan
pelepasan oksigen pada

28
tingkat sel dapat
menyebabkan terjadinya
iskhemik serebral.
8. Terapi yang diberikan dapat
menurunkan permeabilitas
kapiler.
a. Menurunkan edema
serebri.
b. Menurunkan metabolik
sel / konsumsi dan kejang.
2 Resiko terjadi 1. Longgarkan 1. Proses konveksi akan
kejang ulang pakaian, berikan terhalang oleh pakaian yang
berhubungan pakaian tipis yang ketat dan tidak menyerap
dengan hipertermi. mudah menyerap keringat.
keringat 2. Perpindahan panas secara
2. Berikan kompres konduksi
dingin saat demam kebutuhan akan
3. Berikan ekstra cairan tubuh
cairan (susu, sari meningkat
buah, dll) 3. Perpindahan panas secara
4. Observasi kejang konduksi
dan tanda vital tiap saat demam kebutuhan akan
4 jam cairan tubuh
5. Batasi aktivitas meningkat
selama anak panas 4. Pemantauan yang teratur
6. Berikan anti menentukan tindakan
piretika dan yang akan dilakukan
pengobatan sesuai aktivitas dapat
advis meningkatkan metabolisme
dan
meningkatkan panas
5. Menurunkan panas pada
pusat hipotalamus dan

29
sebagai propilaksis
6. Menurunkan panas pada
pusat hipotalamus dan
sebagai propilaksis

3 Potensial terjadinya 1. Monitor kejang 1. Gambaran tribalitas sistem


injuri sehubungan pada tangan, kaki, saraf pusat memerlukan
dengan adanya mulut dan otot-otot evaluasi yang sesuai dengan
kejang, perubahan muka lainnya. intervensi yang tepat untuk
status mental dan 2. Persiapkan mencegah terjadinya
penurunan tingkat lingkungan yang komplikasi.
kesadaran aman seperti
batasan ranjang, 2. Mengurangi resiko jatuh /
papan pengaman, terluka jika vertigo, sincope,
dan alat suction dan ataksia terjadi
selalu berada dekat
pasien 3. Untuk mencegah atau
3. Pertahankan bedrest mengurangi kejang.
total selama fase 4. Catatan : Phenobarbital
akut dapat menyebabkan
4. Berikan terapi respiratorius depresi dan
sesuai advis dokter sedasi.
seperti; diazepam,
phenobarbital, dll.
4 Nyeri akut Independent 1. Dapat membantu relaksasi
sehubungan dengan 1. Usahakan membuat otot-otot yang tegang dan
adanya iritasi lingkungan yang dapat menurunkan rasa sakit
lapisan otak aman dan tenang / disconfort
2. Kompres dingin
(es) pada kepala dan 2. Menurukan reaksi terhadap
kain dingin pada rangsangan ekternal atau
mata kesensitifan terhadap cahaya

30
3. Lakukan latihan dan menganjurkan pasien
gerak aktif atau untuk beristirahat
pasif sesuai kondisi 3. Dapat menyebabkan
dengan lembut dan vasokontriksi pembuluh
hati-hati darah otak
4. Kolaborasi dan 4. Mungkin diperlukan untuk
Berikan obat menurunkan rasa sakit.
analgesik Catatan : Narkotika
merupakan kontraindikasi
karena berdampak pada
status neurologis sehingga
sukar untuk dikaji.

5 Ketidakefektifan 1. Kaji fungsi paru, 1. Memantau dan mengatasi


bersihan jalan nafas adanya bunyi napas komplikasi potensial.
berhubungan tambahan, Pengkajian fungsi pernapasan
dengan perubahan irama dengan interval yang teratur
penumpukan dan kedalaman, adalah penting karena
sekret pada saluran penggunaan otot- pernapasan yang tidak efektif
nafas otot aksesori, dan adanya kegagalan, akibat
warna, dan adanya kelemahan atau
kekentalan sputum paralisis pada otot-otot
2. Atur posisi fowler interkostal dan diafragma
dan Semifowler berkembang dengan cepat.
3. Ajarkan cara batuk 2. Peninggian kepala tempat
efektif tidur memudahkan
4. Lakukan fisioterapi pernapasan, meningkatkan
dada dan vibrasi ekspansi dada, dan
dada meningkatkan batuk lebih
5. Lakukan persiapan efektif.
lendir di jalan napas 3. Klien berada ada risiko tinggi
bila tidak dapat batuk dengan
efektif untuk membersihkan

31
jalan napas dan mengalami
kesulitan dalam menelan,
sehingga menyebabkan
aspirasi saliva dan
mencetuskan gagal napas
akut.
4. Terapi fisik dada membantu
meningkatkan batuk lebih
efektif.
5. Pengisapan mungkin
diperlukan untuk
mempertahankan kepatenan
jalan napas menjadi bersih.
6 Hipertermia 1. Berikan selimut 1. untuk menurunkan suhu tubuh
berhubungan pendingin atau anak dengan cara konduksi
dengan peningkatan tipis 2. untuk menurunkan suhu tubuh
produksi panas 2. lakukan kompres anak dengan cara evaporasi
hangat pada anak 3. untuk mencegah pendinginan
3. pantau suhu tubuh tubuh yang berlebihan
anak secara berkala 4. untuk menyerap keringat
4. anjurkan pada
keluarga pasien 5. obat penurun panas/
agar memberikan menurunkan suhu dari pusat
minum air putih hipotalamus
sedikit tapi sering
5. kolaborasi
pemberian
antipiretik sesuai
terapi atau
ketahanan otot

7 1. Anjurkan 1. untuk mengurangi ansietas


kunjungan keluarga anak

32
Hambatan secara teratur untuk 2. memberikan waktu pada
komunikasi verbal memberi stimulasi anak untuk memahami
berhubungan pada komunikasi pembicaraan
dengan defek 2. Bicara perlahan, 3. menguatkan bicara dan
anatomis jelas dan tenang, mendorong pemahaman
menghadap kearah 4. untuk memudahkan
pasien komunikasi nonverbal
3. Gunakan kartu 5. agar anak tidak mempelajari
baca, bahasa tubuh, kebiasaan komunikasi yang
dan gambar untuk buruk.
memfasilitasi
komunikasidua arah
yang optimal
4. bantu keluarga
mendapatkan alat
elektronik
(microphone)
5. Beritahu ahli terapi
wicara dengan lebih
dini.
8 Hambatan tumbuh 1. kaji tingkat tumbuh 1. mengetahui tingkat tumbuh
kembang kembang anak kembang anak secara dini
berhubungan 2. ajarkan untuk untuk menentukan intervensi
dengan gangguan intervensi awal yang tepat
neuromuskular dengan terapi 2. mengelompokkan anak
rekreasi dan dengan kelompok usia akan
aktivitas sekolah menstimulasi proses tumbuh
3. berikan aktivitas kembang anak
yang sesuai, 3. aktivitas yang menarik akan
menarik, dan dapat menambah kemauan anak
dilakukan oleh untuk mencapai aktivitas
anak. tersebut

33
4. Rencanakan 4. untuk mendorong kerjasama
bersama anak dan citra diri yang positif
aktivitas dan 5. untuk memperkuat stimulasi
sasaran yang tumbuh dan kembang anak
memberikan
kesempatan untuk
keberhasilan
5. Berikan pendkes
stimulasi tumbuh
kembang anak pada
keluarga
9 Hambatan mobilitas 1. Berikan sebanyak 1. untuk mempertahankan rasa
fisik berhubungan mungkin otonomi
dengan kebebasan 2. meningkatkan kemampuan /
perkembangan bergerak dan tolak ukur dari pertumbuhan
terhambat dorong aktivitas 3. Mungkin untuk menurunkan
normal perasaan immobilisasi
2. Ajarkan dan bantu 4. mencegah terjadinya
pasien dalam kontraktur dan
proses perpindahan meningkatkan kekuatan otot
yang aman 5. lebih mudah menentukan
3. Ubah posisi pendidikan kesehatan yang
ditempat tidur tepat
4. Ajarkan dan
dukung pasien
dalam latihan
ROM aktit / pasif
untuk
mempertahankan
atau meningkatkan
kekutan atau
ketahanan otot

34
5. kaji akan
kebutuhan pasien
terhadap
kebutuhan
kesehatan

9.
D. Implementasi
Menurut Mendri (2017) tujuan intervensi meningitis pada anak yaitu :
1. Mempertahankan perfusi selebral yang adekuat
a. Pastikan anak tidak akan mengalami injuri
b. Pertahankan anak tetap kontak dengan lingkungan sekitar.
c. Observasi dan catat tingkat kesadaran : mudah terstimulasi, letargi, respon yang
tidak tepat.
d. Monitor status neurologi setiap 1-2 jam : gerakan yang simetris, refleksrefleki
infantil, respon pupil, kemampuan mengikuti perintah, kemampuan mengepal
tangan, gerakan mata, ketajaman penglihatan mata, reflek tendon dalam, kejang,
respon verbal
e. Monitor adanya peningkatan tekanan intra kranial : meningkatnya lingkar kepala,
fontanel menonjol, meningkatnya tekanan darah, menurunnya nadi, pernafasan

35
tidak beraturan,mudah terstimulasi, menangis merintih, gelisah, binggung,
perubahan pupil, defisit fokal, kejang
f. Catat setip kejang yang terjadi, anggota tubuh yang terkena dan lamanya kejang
g. Menyiapkan peralatan yang terjadi kejang (pinggiran tempat tidur dinaikkan,
tempat tidur dalam posisi rata, peralatan suction, peralatan emergensi dan obat
anti kejang
h. Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat .
i. Pertahankan leher dan kepala dalam satu garis lurus untuk memudahkan aliran
balik vena/venous return.
j. Memberikan antibiotic sesuai order/ mempertahankan lingkungan yang tenang
dan menghindari rangsang yang berlebihan ( cahaya lampu tidak terlalu terang,
anak dalam posisi yang nyaman dan hindari melakukan tindakan yg tidak
penting)
k. Ajarkan pada anak untuk menghindari valsava manuver(mengejan, batuk, bersin)
dan jika melakukan ubah posisi harus dilakukan secara hati-hati.
l. Melakukan latihan pasif/aktif (ROM)
m. Memonitor tanda-tanda sepsis syok (hipotensi
2. Mempertahankan oksigenasi yang adekuat
3. Mencegah Injury
4. Mempertahankan Fungsi sensori

E. Evaluasi

36
37

You might also like