Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
LATARBELAKANG
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
a. Etiologi
b. Faktor Resiko
2.3 Patofisiologi dan Patogenesis
2.6 Diagnosis
Pada daerah dengan angka prevalensi HIV tinggi atau di populasi dengan
kemungkinan koinfeksi TB-HIV, konseling dan pemeriksaan HIV diindikasikan
untuk seluruh penderita TB secara rutin. Pada daerah dengan angka prevalensi
HIV rendah, konseling dan pemeriksaan HIV hanya diindikasikan pada pasien TB
dengan keluhan dan tanda yang diduga berhubungan dengan HIV dan pada
pasien TB dengan riwayat resiko tinggi terpajan HIV. TB paru yang memerlukan
uji HIV yaitu : riwayat perilaku resiko tinggi tertular HIV, hasil pengobatan
OAT tidak memuaskan, MDR TB / TB kronik. Pemeriksaan minimal yang perlu
dilakukan untuk memastikan diagnosis TB paru adalah pemeriksaan BTA sputum,
foto thorax dan bila memungkinkan pemeriksaan CD4. Diagnosis dibuat
berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan langsung sputum 3 hari berturut-turut,
faktor resiko HIV, foto thorak terlihat pembesaran kelenjar hilus, infiltrat di apek
paru, efusi pleura, kavitas paru atau gambaran TB milier. Sensitivitas pemeriksaan
sputum BTA pada penderita HIV/ AIDS sekitar 50%, tes tuberkulin positif pada
30 - 50% pasien HIV/AIDS dengan TB. Diagnosis presumtif ditegakkan
berdasarkan ditemukannya basil tahan asam (BTA) pada spesimen dengan gejala
sesuai TB atau perbaikan gejala setelah terapi OAT. Diagnosis definitif TB pada
penderita HIV/AIDS adalah dengan ditemukannya MTB pada pembiakan
spesimen.
Tabel : Gambaran TB - HIV
Alur diagnosis
Diagnosis TB Paru pada ODHA Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
pada alur diagnosis TB pada ODHA, antara lain : Pemberian antibiotik sebagai
alat bantu diagnosis tidak direkomendasi lagi. Penggunaan antibiotik dengan
maksud sebagai alat bantu diagnosis seperti alur diagnosis TB pada orang dewasa
dapat menyebabkan diagnosis dan pengobatan TB terlambat sehingga dapat
meningkatkan risiko kematian ODHA. Oleh karena itu, pemberian antibiotik
sebagai alat bantu diagnosis tidak direkomendasi lagi.
Biakan
Pemeriksaan biakan dahak merupakan baku emas untuk mendiagnosis TB.
Ada dua macam media yang digunakan dalam pemeriksaan biakan yaitu media
padat dan media cair. Waktu pemeriksaan dengan media cair lebih singkat
dibandingkan dengan media padat. Namun, kuman TB merupakan kuman yang
lambat dalam pertumbuhan sehingga biakan memerlukan waktu sekitar 6 – 8
minggu. Pemeriksaan biakan memerlukan waktu cukup lama sehingga bila
penegakan diagnosis TB pada ODHA hanya mengandalkan pada pemeriksaan
biakan maka dapat mengakibatkan angka kematian TB pada ODHA meningkat.
Pada ODHA yang hasil pemeriksaan mikroskopis dahaknya BTA negatif sangat
dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan biakan dahak karena hal ini dapat
membantu penegakan diagnosis TB bila hasil pemeriksaan penunjang lainnya
negatif.
1. Pneumonia Bakterial
2. Sarkoma Kaposi
Sarkoma kaposi ditandai oleh lesi tipikal pada kulit dan membran mukosa
berwarna biru kehitaman. Sarkoma kaposi pada membran mukosa saluran napas
menimbulkan gejala batuk, demam, hemoptysis dan dispnea disertai lesi kulit di
tempat lain. Foto toraks menunjukkan infiltrat nodular difus menyebar dari hilus
atau gambaran efusi pleura. Pemeriksaan sitologi cairan pleura dapat membantu
penegakan diagnosis sarkoma kaposi.
5. Infeksi parasit
Infeksi parasit yang sering ditemukan pada ODHA Cryptococcus sp. dan
Nocardia sp. Gejala klinis Cryptococcosis sulit dibedakan dengan gejala klinis TB
paru. Diagnosis Cryptococcosis paru ditegakkan dengan ditemukannya spora
fungi pada apusan dahak. Gejala klinis Nocardiosis mirip TB paru seperti batuk
produktif dapat disertai darah, demam, mual, malaise, sesak napas, keringat
malam tanpa aktifitas, penurunan nafsu makan dan berat badan, nyeri sendi dan
nyeri dada. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan ronki basah, suara napas
melemah, limfadenopati, skin rash dan hepatosplenomegali.
2.9 Penatalaksanaan
KESIMPULAN
1. Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Dalam : Petunjuk teknis tata laksana klinis ko-
infeksi TB-HIV, Jakarta. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan KeMenkes RI 2012 : 20-26
2. Zulkifli Amin, Asri Bahar, Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam PAPDI,
Edisi ke enam, Jakarta 2014 : 863-873