You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE MATERNITAS

ADENOMYOSIS UTERI

DISUSUN OLEH :

ANANDA MAHARANI PUTRI

I4052181037

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2018
1. Konsep Dasar
a. Definisi
Endometriosis yaitu suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih
berfungsi berada di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar dan stroma,
terdapat di dalam endometrium ataupun di luar uterus. Bila jaringan endometrium
terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis, bila berada di luar uterus
disebut endometriosis. Pembagian ini sudah tidak dianut lagi, karena secara
patologik, klinik, ataupun etiologic adenomiosis berbeda dengan endometriosis.
Adenomiosis secara klinis lebih banyak persamaan dengan mioma uteri.
Adenomiosis sering ditemukan pada multipara dalam masa premenopause,
sedangkan endometriosis terdapat pada wanita yang lebih muda dan yang infertile
(Smeltzer, 2002).
Adenomiosis didefinisikan sebagai tumbuhnya kelenjar endometrium ektopik
dan stroma dalam miometrium. Dengan adanya kelenjar endometrium ektopik dan
stroma menginduksi reaksi hipertrofik dan hiperplastik di jaringan miometrium
sekitarnya (Potter & Perry, 2005)..
b. Etiologi
Penyebab dari adenomyosis tidak dimengerti dengan baik. Masih dalam
peninjauan medis. Beberapa peneliti – peneliti percaya bahwa operasi – operasi
sebelumnya pada kandungan (termasuk kelahiran – kelahiran Cesar) dapat
menyebabkan sel – sel endometrial (lapisan kandungan) untuk menyebar dan
tumbuh pada lokasi yang abnormal (lapisan otot dari dinding kandungan).
Kemungkinan lain adalah bahwa adenomyosis timbul dari jaringan – jaringan
dalam dinding kandungan sendiri yang mungkin telah mengendap disana selama
perkembangan dari kandungan. Adenomyosis adalah lebih umum setelah
kelahiran anak.
Sebagai dasar diagnosis adenomiosis adalah gejala klinik yang jelas,
pembesaran Rahim asimetris dan konsistensi Rahim padat. Penyebab adenomiosis
uteri yaitu multipara 40 tahun, invasi endometrium saat kontraksi persalinan dan
invasi endometrium saat kuretage.
Penyebab kondisi ini belum jelas, namun ada 2 teori yaitu menstruasi
retrograde dan metaplasia. Teori menstruasi retrograde mengatakan bahwa selama
menstruasi ada endometrium yang memasuki tuba uterine dan akhirnya masuk ke
rongga pelvis. Teori metaplasia mengatakan bahwa terdapat sisa epitel embrional
yang belum berdiferensiasi sampai menarke. Jaringan inilah yang berespon
terhadap estrogen dan progesterone sebagaimana endometrium.
Penyebab adenomiosis belum diketahui. Namun, beberapa factor mungkin
menjadi penyebab, diantaranya :
 Pertumbuhan Jaringan Invasif
Sebagian ahli percaya bahwa adenomiosis timbul akibat invasi
langsung sel endometrium dari permukaan rahim ke dalam otot yang
membentuk dinding rahim. Sayatan pada rahim yang dilakukan selama operasi
seperti operasi Caesar dapat memicu invasi langsung sel – sel endometrium ke
dalam dinding rahim.
 Kelainan Perkembangan
Ahli lain berspekulasi bahwa adenomiosis berasal dari jaringan
endometrium yang terdapat di otot rahim ketika rahim pertama kali
berkembang pada saat janin.
 Peradangan Rahim Karena Melahirkan
Teori lain menyatakan bahwa kemungkinan terdapat hubungan antara
adenomiosis dan persalinan. Peradangan pada lapisan rahim selama periode
postpartum dapat memicu kerusakan pada sel yang melapisi rahim.
 Sel Punca Sum – Sum Tulang
Teori lain mengusulkan bahwa sel punca sum – sum tulang mungkin
menginvasi otot rahim sehingga memicu adenomiosis. Terlepas dari sebabnya,
perkembangan adenomiosis bergantung pada level estrogen pada tubuh
wanita. Ketika produksi estrogen menurun saat menopause, bisa saja
adenomiosis menghilang dengan sendirinya (Boback, 2004)
c. Manifestasi Klinis
Adenomyosis mungkin tidak menghasilkan segala gejala-gejala, meskipun
beberapa wanita-wanita mungkin mengalami:
a. Perdarahan yang berlebihan
b. Periode – periode menstruasi yang menyakitkan, Diharapkan dengan
menikah dan kemudian melakukan hubungan intim dan mengalami
orgasme akan mengurangi ketegangan pada rahim sehingga dismenore
akan berkurang. Kehamilan juga dapat mengurangi dimenore, yang diduga
terjadi karena hilangnya sebagian saraf pada akhir kehamilan.
c. Perdarahan diantara periode-periode
d. Hubungan seksual yang menyakitkan.
e. Perdarahan menstruasi berat atau lama
f. Parah kram atau tajam, nyeri panggul pisau seperti selama menstruasi
(dismenore)
g. Kram menstruasi yang berlangsung sepanjang periode Anda dan memburuk
seiring bertambahnya usia
h. Nyeri selama hubungan seksual
i. Pendarahan antara periode
j. Gumpalan darah Passing selama periode anda
d. Patofisiologi
Mekanisme yang memicu invasi jaringan endometrium ke dalam miometrium
masih belum jelas. Lapisan fungsional endometrium secara fisiologis
berproliferasi secara lebih aktif dibandingkan lapisan basalis. Hal ini
memungkinkan lapisan fungsional menjadi tempat implantasi blastokista
sedangkan lapisan basalis berperan dalam proses regenerasi setelah degenerasi
lapisan fungsional selama menstruasi. Selama periode regenerasi kelenjar pada
lapisan basalis mengadakan hubungan langsung dengan sel-sel berbentuk
gelondong pada stroma endometrium.
Adenomiosis berkembang dari pertumbuhan ke bawah dan invaginasi dari
stratum basalis endometrium ke dalam miometrium sehingga bisa dilihat adanya
hubungan langsung antara stratum basalis endometrium dengan adenomiosis di
dalam miometrium. Di daerah ekstra-uteri misalnya pada plika rektovagina,
adenomiosis dapat berkembang secara embriologis dari sisa duktus Muller.
Mekanisme terjadinya invasi endometrium ke dalam miometrium pada masih
harus dipelajari lebih lanjut. Perubahan proliferasi seperti aktivitas mitosis
menyebabkan peningkatan secara signifikan dari sintesis DNA & siliogenesis di
lapisan fungsional endometrium daripada di lapisan basalis. Lapisan fungsional
sebagai tempat implantasi blastocyst, sedangkan lapisan basalis sebagai sumber
produksi untuk regenerasi endometrium akibat degenerasi dari lapisan fungsional
saat menstruasi. Pada saat proses regenerasi, sel-sel epitel dari kelenjar basalis
berhubungan langsung dengan sel-sel stroma endometrium yang membentuk
sistem mikrofilamentosa/trabekula intraselular dan gambaran sitoplasma
pseudopodia. Beberapa perubahan morfologi pada epitel kelenjar endometrium
adenomiosis tidak dapat digambarkan. Namun dalam studi invitro menunjukkan
sel-sel endometrium memiliki potensial invasif dimana potensial invasif ini bisa
memfasilitasi perluasan lapisan basalis endometrium ke dalam miometrium.
Dalam studi yang menggunakan hibridisasi & imunohistokimia insitu
menunjukkan kelenjar-kelenjar endometrium pada adenomiosis lebih
mengekspresikan reseptor mRNA hCG/LH secara selektif. Pada endometrium
yang normal, kelenjar-kelenjar ini tidak dapat mengekspresikan reseptor hCG/LH.
Hal ini mungkin meskipun belum terbukti bahwa peningkatan ekspresi reseptor
epitel endometrium berkaitan dengan kemampuan untuk menembus miometrium
dan membentuk fokal adenomiosis. Menjadi menarik dimana peningkatan
ekspresi reseptor hCG/LH ditemukan pada karsinoma endometrii dibandingkan
kelenjar endometrium yang normal seperti halnya yang ditemukan pada trofoblas
invasif dibandingkan yang non-invasif pada koriokarsinoma.
Studi tentang reseptor steroid menggunakan Cytosol, menunjukkan hasil yang
tidak konsisten. Beberapa menunjukkan tidak ada ekspresi reseptor progesteron
pada 40% kasus adenomiosis, sedangkan yang lain menunjukkan ekspresi reseptor
progesterone yang lebih tinggi dibandingkan estrogen. Dengan menggunakan
tehnik pelacak imunohistokimia, ditemukan konsentrasi yang tinggi baik reseptor
estrogen dan progesteron pada lapisan basalis endometrium maupun adenomiosis.
Reseptor estrogen merupakan syarat untuk pertumbuhan endometrium yang
menggunakan mediator estrogen. Meskipun masih belum jelas evidensnya,
hiperestrogenemia memiliki peranan dalam proses invaginasi semenjak ditemukan
banyaknya hiperplasia endometrium pada wanita dengan adenomiosis.
Konsentrasi estrogen yang tinggi diperlukan dalam perkembangan adenomiosis
sebagaimana halnya endometriosis. Hal ini didukung bahwa penekanan terhadap
lingkungan estrogen dengan pemberian Danazol menyebabkan involusi dari
endometrium ektopik yang dikaitkan dengan gejala menoragia & dismenorea.
Pada penyakit uterus yang estrogen – dependent seperti karsinoma endometri,
endometriosis, adenomiosis & leiomioma, tidak hanya terdapat reseptor Estrogen,
namun juga aromatase, enzim yang mengkatalisasi konversi androgen menjadi
estrogen. Prekursor utama androgen, Andronostenedione, dikonversi oleh
aromatase menjadi Estrone. Sumber estrogen yang lain yaitu Estrogen-3-Sulfat
yang dikonversi oleh enzim Estrogen sulfatase menjadi Estrone, yang hanya
terdapat dalam jaringan adenomiosis. Nantinya Estrone akan dikonversi lagi
menjadi 17 β – estradiol yang meningkatkan tingkat aktivitas estrogen. Bersama
dengan Estrogen dalam sirkulasi, akan menstimulasi pertumbuhan jaringan yang
menggunakan mediator estrogen. mRNA sitokrom P450 aromatase (P450arom)
merupakan komponen utama aromatase yang terdapat pada jaringan adenomiosis.
Protein P450 arom terlokalisir secara imunologis dalam sel-sel kelenjar jaringan
adenomiosis. (Campo, 2012).
e. Pathway

Kuretase yang tidak baik, operasi uterus, multipara,


invasi endometrium

Lesi pada endometrium

Perubahan pada miometrium

Mempengaruhi susunan otot normal


di uterus

edema jaringan Adenomiosis uteri Kontraksi uterus tidak


endometrium optimal saat menstruasi

Perdarahan
pervagina
menoragia
Pembesaran uterus

Penurunan Devisit volume


imunitas tubuh cairan
Prosedur histerektomi
Post op Resiko infeksi
reseptor
siklooksigenase 2
dalam jumlah yang
Gelisah, kurangnya sangat banyak
Terapi analgetik dan
informasi, prognosis OAINS
penyakit dan terapi
peningkatan
Efek samping: Anoreksia, pembentukan
Ansietas mual, muntah prostaglandin

Ketidakseimbangan disminore
nutrsi kurang dari
kebutuhan tubuh
Nyeri akut
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan ultrasonografi
Tes laboratorium pada pasien dismenore sekunder atau nyeri pelvis
kronis hangat terbatas. Hitung jenis darah dapat membantu mengevaluasi
akibat adanya pendarahan yang terus menerus. Laju enap darah dapat
membantu mengidentifikasi adanya proses inflamasi, namun tidak spesifik.Tes
radiologi umumnya terbatas untuk etiologi yang tidak berhubungan dengan
gynecology, seperti pemeriksaan pada saluran pencernaan dan saluran kemih.
Tes ultrasonografi pada pelvis memberikan manfaat yang besar karena
memberikan gambaran adanya myoma, tumor adnexal atau tumor lainnya,
dan lokasi pemakaian IUD. (Smeltzer, 2002)
a. Histerosalpingogram
Suatu pemeriksaan roentgen daerah panggul setelah suatu kontras
dimasukkan ke dalam dinding rahim
b. Pemeriksaan MRI
Mendeteksi adanya adenomyosis dan seberapa luas adenomyosis dan
juga dapat membedakannya dari fibroid. Pemeriksaan MRI panggul ini
harus dikerjakan dengan media kontras Gadolinium yang disuntikkan ke
pembuluh darah
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Hb.
Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi. Mean corpuscular
volume (MCV). MCV adalah ukuran atau volume rata-rata eritroit. MCV
meningkat jika eritrosit lebih besar dari biasanya (makrositik), misalnya
pada anemia karena kekurangan vitamin B12. MCV menurun jika eritrosit
lebih kecil dari biasanya (mikrositik) seperti pada anemia karena
kekurangan zat besi.
b. Pemeriksaan Leukosit
Leukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pada luka
operasi atau proses operasi.
g. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1. Anti – inflamasi obat. Jika anda menjelang menopause, dokter Anda
mungkin telah Anda mencoba obat anti-inflamasi, seperti ibuprofen
(Advil, Motrin, lainnya), untuk mengontrol rasa sakit. Dengan memulai
obat anti-radang dua sampai tiga hari sebelum haid dimulai dan terus
membawanya selama periode Anda, Anda dapat mengurangi aliran darah
menstruasi selain menghilangkan rasa sakit.
2. Obat hormon. Mengontrol siklus menstruasi Anda melalui kombinasi
kontrasepsi estrogen-progestin oral atau melalui hormon yang
mengandung tambalan atau cincin vagina dapat mengurangi perdarahan
berat dan rasa sakit yang terkait dengan adenomiosis. Kontrasepsi
progestin-only, seperti alat kontrasepsi yang mengandung progestin atau
pil kelahiran terus menerus-menggunakan kontrol, sering menyebabkan
amenore - tidak adanya periode menstruasi Anda - yang mungkin
memberikan bantuan.
3. Tramalsupp : Kandungan Tramadol 100 mg/ supositoria
 Indikasi
Nyeri kronik sedang sampai berat
 Kontra Indikasi
Pasien dalam terapi MAOI. Hipersensitif thd opioid lain. Pasien
dengan ketergantungan obat.
 Efek Samping
Mual, muntah, dispepsia, konstipasi, lelah, sedasi, pusing, pruritus,
berkeringat, wajah memerah, mulut kering, sakit kepala
 Perhatian
Penderita trauma kepala, peningkatan TIK, gangguan fungsi ginjal
& hati yang berat. Hipersekresi bronkus. Penderita ketergantungan obat.
Tidak dapat menekan gejala "putus obat" akibat pemberian morfin.
Hamil & laktasi. jangan mengemudi/menjalankan mesin
 Dosis
Sehari 1 – 8 kapsul; 1 – 4 supositoria; 1 – 8 ampul 50 mg/ml; 1 – 8
ampul 100 mg/2 ml I.V.; I. M.; S.K.; tablet retard: Dewasa diatas umur
14 th: 1-2 tablet sebagai dosis tunggal, diutamakan pagi dan malam
hari; nyeri yang berat: 2 tablet dapat digunakan sebagai dosis awal;
dosis harian sampai 400 mg; anak-anak: Tidak direkomendasikan untuk
anak dibawah 14 th
 Interaksi
Obat yg bekerja pada SSP, peningkatan efek sedasi. Jangan
digunakan bersama MAOI
 Kemasan Suppositoria 100 mg x 10
b. Non Farmakologi
1. Histerektomi.
Jika rasa sakit parah dan menopause adalah tahun lagi, dokter mungkin
menyarankan operasi untuk mengangkat rahim (histerektomi). Menghapus
ovarium Anda tidak perlu untuk mengendalikan adenomiosis.
Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim dan uterus)
pada seorang wanita, sehingga setelah menjalani operasi ini dia tidak bisa
lagi hamil dan mempunyai anak. Histerektomi biasanya disarankan oleh
dokter untuk dilakukan karena berbagai alasan. Alasan utama
dilakukannya histerektomi adalah kanker mulut rahim atau kanker rahim.
Adapun penyebab lainnya adalah sebagai berikut :
 Adanya fibroid yang merupakan tumor jinak pada rahim. Histerektomi
perlu dilakukan karena tumor ini dapat menyebabkan perdarahan
berkepanjangan, nyeri panggul, anemia, dan tekanan pada kandung
kemih.
 Endometriosis suatu kelainan yang disebabkan dinding rahim bagian
dalam yang seharusnya tumbuh di rahim saja, juga ikut tumbuh di
indung telur, tuba fallopii, atau bagian tubuh lainnya. Hal ini bisa
membahayakan bagi ibu. Oleh karena itu, biasanya dianjurkan untuk
melakukan histerektomi oleh dokter.
Ada beberapa jenis histerektomi yang perlu kita ketahui. Berikut ini
adalah penjelasannya.
1. Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, rahim
diangkat, tetapi mulut rahim (serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena
itu, penderita masih dapat terkena kanker mulut rahim sehingga masih
perlu pemeriksaan pap smear (pemeriksaan leher rahim) secara rutin.
2. Histerektomi total. Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim
diangkat secara keseluruhannya.
3. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral. Histerektomi ini
mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopii, dan kedua
ovarium. Pengangkatan ovarium menyebabkan keadaan penderita
seperti menopause meskipun usianya masih muda.
4. Histerektomi radikal. Histerektomi ini mengangkat bagian atas
vagina, jaringan, dan kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini
biasanya dilakukan pada beberapa jenis kanker tertentu untuk bisa
menyelamatkan nyawa penderita.
Histerektomi dapat dilakukan melalui irisan pada bagian perut atau
melalui vagina. Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi yang akan
dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan berbagai pertimbangan
lainnya. Pemulihan dari operasi histerektomi biasanya berlangsung dua
hingga enam minggu. Selama masa pemulihan, pasien dianjurkan untuk
tidak banyak bergerak yang dapat memperlambat penyembuhan bekas
luka operasi. Dari segi makanan, disarankan untuk menghindari makanan
yang menimbulkan gas seperti kacang buncis, kacang panjang, brokoli,
kubis dan makanan yang terlalu pedas. Seperti setelah operasi lainnya,
makan makanan yang kaya protein dan meminum cukup air akan
membantu proses pemulihan.
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
a) Anamnesa
1. Biodata klien
2. Keluhan utama: nyeri tak tertahankan saat menstruasi
 Provoking incident (P) : Tanyakan pada klien apakah ada peristiwa
yang menjadi factor predisposisi dan factor presipitasi terjadinya
nyeri Tanyakan apakah ada faktor – faktor yang memicu dan
meringankan rasa nyeri.
 Quality (Q) : Nyeri. Tanyakan pada klien bagaimana gambaran dari
rasa nyeri (terasa panas, seperti terbakar atau perih). Pada Pada
kasus, klien mengatakan nyeri tak terhankan pada saat menstruasi.
Nyerinya seperti ingin pingsan.
 Region, radiation, relief (R): Pada kasus, nyeri yang dirasakan tidak
teridentifikasi.
 Severity, scale (S ) : Tanyakan pada klien seberapa parah nyeri yang
dirasakan. Dan bisa ditanyakan dengan skala 1-10. Pada kasus, tidak
teridentifikasi.
- 1 – 3 nyeri ringan
- 4 – 6 nyeri sedang
- 7 – 9 nyeri berat.
- 10 nyeri sangat berat.
 Time (T) : Tanyakan pada klien seberapa sering nyeri yang dirasakan
oleh klien. Pada kasus dirasakan saat menstruasi
3. Riwayat kesehatan sekarang : Biasanya keluhan klien mengeluh nyeri tak
tertahankan saat menstruasi.
4. Riwayat kesehatan masa lalu : Biasanya keluhan klien mengeluh nyeri
saat menstruasi.
5. Riwayat kesehatan keluarga : Tanyakan pada klien / keluarga apakah
ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit dengan tanda gejala
yang sama dengan klien? Apakah ada riwayat herediter?
6. Riwayat obat – obatan : Tanyakan pada klien apakah klien memiliki alergi
pada obat tertentu. Apakah klien pernah mengkonsumsi obat – obatan
seperti analgesik, antibiotik, atau obat – obat untuk kelainan reproduksi
baik dari resep dokter/dibeli sendiri sebelumnya?Apakah ada efek
samping obat yang mempengaruhi kondisi klien?
7. Pola – pola fungsi kesehatan
 Pola Aktivitas & Lingkungan
Tanyakan bagaimana kondisi lingkungan tempat tinggal klien
dan tempat biasanya klien beraktivitas? Apakah dalam aktivitas
sehari - hari klien terganggu dengan keadaannya saat ini?Apakah
klien mudah lelah dalam beraktivitas? Apakah lingkungan
sekitar klien menjadi faktor resiko timbulnya gejala pada penyakitnya?
 Pola Gaya Hidup
Tanyakan pada klien kapan haid pertama kali ?
 Pola Eliminasi
Tanyakan kepada klien bagaimana pola eliminasi klien?
 Pola Nutrisi/Cairan
Tanyakan pada klien berapa banyak klien biasanya minum dan
makan dalam sehari? Tanyakan pada klien apakah berat badan klien
turun/tidak?Bagaimana asupan nutrisi klien setiap harinya?
 Aspek psiko – sosio – spiritual
- Bio :
Setelah histeroskopi terjadi perubahan fisik, dan gangguan
- Psikologi :
Klien tampak sedih, menangis banyak bersedih, menyalahkan
diri, beratnya proses penyembuhan luka, perubahan fisik setelah
operasi dan gangguan hubungan seksual.
- Sosiologi
Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam
masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya
tidak akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan
dalam melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti
biasanya.
- Spiritual
Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai
dengan keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah
yang diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya.
b) Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : -
 Tanda – tanda vital : TD , RR, N, T
 Head to toe:
o Kepala : -
o Torak : -
o Abdomen : nyeri setelah operasi.
o Genitalia : -
o Ekstremitas : -
c) Pemeriksaan per sistem
1. Status nutrisi dan penggunaan kimia :
 Mengukur Berat Badan dan Tinggi Badan
 Mengukur lipat kulit trisep
 Mengukur lingkar lengan atas
 Mengkaji kadar protein darah dan keseimbangan kadar elektrolit
dalam darah.
 Pengobatan lokal dan alcohol
2. Status pernafasan
 Latihan napas dan penggunaan spinometri intensif
 Pemeriksaan fungsi paru dan AGD
 Riwayat sesak napas.
3. Status kardiovaskuler
 Penyakit kardiovaskuler
 Kebiasaan merubah posisi secara mendadak
 Riwayat imobilisasi berkepanjangan
 Hipotensi dan hipoksia
 Kelebihan cairan atau darah
 Riwayat perdarahan
4. Fungsi imunologi
 Kaji adanya alergi
 Riwayat transfuse darah
 Riwayat asthma bronkial
 Riwayat transplantasi ginjal
5. Perkembangan gerontologis
 Penyakit kronis
 Ketakutan lansia
 Fungsi jantung, ginjal
 Aktivitas GI
 Dehidrasi, konstipasi, malnutrisi
 Penurunan penglihatan dan sensasi
 Penyakit pribadi
 Keadaan mulut
d) Pemeriksaan diagnostic
1. Tes laboratorium
Pada pasien dismenore sekunder atau nyeri pelvis kronis hangat
terbatas. Hitung jenis darah dapat membantu mengevaluasi akibat
adanya pendarahan yang terus menerus. Laju enap darah dapat
membantu mengidentifikasi adanya proses inflamasi, namun tidak
spesifik. Tes radiologi umumnya terbatas untuk etiologi yang
tidak berhubungan dengan gynecology, seperti pemeriksaan pada
saluran pencernaan dan saluran kemih.
 Pemeriksaan Hb.
Hb menurun oleh karena kehilangan darah, infeksi. Mean
corpuscular volume (MCV). MCV adalah ukuran atau volume rata-
rata eritroit. MCV meningkat jika eritrosit lebih besar dari biasanya
(makrositik), misalnya pada anemia karena kekurangan vitamin
B12. MCV menurun jika eritrosit lebih kecil dari biasanya
(mikrositik) seperti pada anemia karena kekurangan zat besi.
 Pemeriksaan Leukosit
Leukositosis bila terjadi infeksi sekunder dan terdapat pada
luka operasi atau proses operasi
2. Tes ultrasonografi
Pada pelvis memberikan manfaat yang besar karena memberikan
gambaran adanya myoma, tumor adnexal atau tumor lainnya, dan
lokasi pemakaian IUD (Smith, 2003).
3. Histerosalpingogram
Suatu pemeriksaan roentgen daerah panggul setelah suatu kontras
dimasukkan ke dalam dinding rahim
4. Pemeriksaan MRI
Mendeteksi adanya adenomyosis dan seberapa luas adenomyosis
dan juga dapat membedakannya dari fibroid. Pemeriksaan MRI panggul
ini harus dikerjakan dengan media kontras Gadolinium yang disuntikkan
ke pembuluh darah.
b. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Devisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai
dengan perdarahan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
c. Perencanaan
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut yang  Pain level 1. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan dengan  Pain control secara komprehensif
ruptur tuba falopi,  Comfoert level termasuk lokasi, karakteristik,
pendarahan durasi, frekuensi, kualitas.
intraperitonial. 2. Gunakan komunikasi
 Kriteria hasil terapeutik untuk mengetahui
 Mampu mengontrol pengalam nyeri pasien.
nyeri (tau penyebab 3. Kaji faktor yang
nyeri, mampu mempengaruhi respon nyeri.
menggunakan 4. Evaluasi pengalaman nyeri
tehnik non masa lalu.
farmakologi untuk 5. Evaluasi bersama pasien dan
mengurangi nyeri). tim medis tentang
 Melaporkan bahwa ketidakefektifan
nyeri berkurang 6. Kontrol lingkungan yang
dengan dapat mempengaruhi nyeri
menggunakan seperti suhu ruangan,
manajemen nyeri kebisingan.
 Mampu mengenali 7. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (skala, nyeri (farmakologi, non
intensitas, tanda farmakologi, &
nyeri). interpersonal).
 Mengatakan rasa 8. Kaji tipe dan sumber nyeri
nyaman setelah untuk menentukan intervensi.
nyeri berkurang 9. Ajarkan tentang tehnik
nonfarmakologi.
10. Berikan analgesic untuk
mengurangi nyeri.
11. Evaluasi ketidakefektifan
kontrol nyeri.
12. Tingkatkan istirahat
13. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
14. Observasi reaksi nonverbal
dan ketidaknyamanan.
15. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri.
2 Devisit volume cairan  Fluid balance 1. Timbang pembalut jika
yang berhubungan  Hydration diperlukan
dengan kehilangan cairan  Nutritional fluid 2. Pertahankan catatan intake
aktif ditandai dengan status : food and dan output yang akurat
perdarahan fluid intake 3. Monitor status hidrasi
 Kriteria hasil (kelembaban membran
 Mempertahankan mukosa, nadi adekuat,
urin output sesuai tekanan darah ortostatik)
dengan usia dan BB, 4. Monitor TTV
BJ urine normal HT 5. Monitor masukan makanan /
normal cairan dan hitung intake kalori
 Tekanan darah, harian
nadi, suhu, tubuh, 6. Kolaborasikan pemberian
dalam batas normal cairan IV
 Tidak ada tanda- 7. Monitor status nutrisi
tanda dehidrasi. 8. Berikan cairan IV pada suhu
Elastesitas turgor ruangan
kulit baik, 9. Dorong masukan oral
membrane mukosa 10. Berikan penggantian
lembab, tidak ada nesogastrik sesuai output
rasa haus yang 11. Dorong keluarga untuk
berlebihan membantu pasien makan
12. Kolaborasikan dengan dokter
13. Atur kemungkinan transfusi
14. Persiapan untuk transfusi

3 Ketidakseimbangan  Nutritional 1. Kaji adanya alergi makanan


nutrisi kurang dari Status : food 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh and fluid intake untuk menentukan jumlah
berhubungan dengan  Nutritional kalori dan nutrisi yang
faktor biologis status : nutrient dibutuhkan pasien.
 Kriteria Hasil : intake 3. Anjurkan pasien untuk
 Adanya peningkatan  Weight control meningkatkan protein dan
berat badan sesuai vitamin C
dengan tujuan 4. Berikan substansi gula
 Berat badan ideal 5. Yakinkan diet yang dimakan
sesuai dengan tinggi mengandung tinggi serat
badan untuk mencegah konstipasi
 Mampu 6. Berikan makanan yang
mengidentifikasi terpilih (sudah
kebutuhan nutrisi dikonsultasikan dengan ahli
 Tidak ada tanda – gizi)
tanda malnutrisi 7. Ajarkan pasien bagaimana
 Menunjukkan membuat catatan makanan
peningkatan fungsi harian.
pengecapan dari 8. Monitor jumlah nutrisi dan
menelan kandungan kalori
 Tidak terjadi 9. Berikan informasi tentang
penurunan berat kebutuhan nutrisi
badan yang berarti 10. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
4 Resiko Infeksi  Immune status 1. Bersihkan lingkungan setelah
berhubungan dengan  Knowledge : dipakai pasien
prosedur invasif infection control 2. Pertahankan teknik isolasi
 Kriteria Hasil :  Risk control 3. Instruksikan pada
 Klien bebas dari tanda pengunjung untuk mencuci
dan gejala infeksi tangan saat berkunjung dan
 Mendeskripsikan setelah berkunjung
proses penularan meningggalkan pasien
penyakit, factor yang 4. Cuci tangan sebelum dan
mempengaruhi sesaat tindakan
penularan serta 5. Gunakan sarung tangan,baju
penatalaksanaanya sebagai alat pelindung
 Menunjukn 6. Monitor tanda dan gejala
kemampuan untuk infeksi sistemik dan lokal
mencegah timbulnya 7. Monitor kerentanan terhadap
infeksi infeksi
 Jumlah leukosit dalam 8. Dorong istirahat
batas normal 9. Instruksikan pasien untuk
 Menunjukan prilaku minum antibiotic sesuai resep
hidup sehat. yang diberikan
10. Berikan terapi antibiotic bila
perlu
11. Ajarkan cara menghindari
inveksi
12. Laporkan kultur positif
5 Ansietas berhubungan  Anxiety level 1. Gunakan pendekatan yang
dengan perubahan dalam  Sosial anxiety menenangkan
status kesehatan level 2. Nyatakan dengan jelas
 Kriteria Hasil harapan terhadap perilaku
 Klien mampu pasien
mengidentifikasi dan 3. Jelaskan semua prosedur dan
mengungkapkan apa yang dirasakan selama
gejala cemas prosedur
 Mengidentifikasi, 4. Pahami perspektif pasien
mengungkapkan dan terhadap situasi stres
menunjukkan tehnik 5. Temani pasien untuk
untuk mengontrol memberikan keamanan dan
cemas mengurangi takut
 TTV dalam batas 6. Bantu paisen mengenal
normal situasi yang menimbulkan
 Postur tubuh, ekspresi kecemasan
wajah, bahasa tubuh 7. Dorong pasien untuk
dan tingkat aktivitas mengungkapkan perasaan,
menunjukkan ketakutan, persepsi
berkurangnya 8. Instruksikan pasien
kecemasan menggunakan teknik
relaksasi
9. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Boback., Lowdermilk., & Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta :
EGC.
Campo S, Campo V, Benagiano G. Review Article Adenomyosis and Infertility. Obstetrics
and Gynecology International Volume 2012, Article ID 786132
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.
Singkawang, Oktober 2018

Pembimbing Klinik Mahasiswa

Aprisipa, S. ST Ananda Maharani Putri

NIP 198805082011012010 I4052181037

You might also like