You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE MATERNITAS
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

DISUSUN OLEH :
ANANDA MAHARANI PUTRI
I4052181037

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
1. Konsep Dasar
a. Definisi
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari
bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan
“berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi
abortus atau pecah, dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut
maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar
rongga uterus. Tuba fallopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya
implantasi kehamilan ektopik (lebih besar dari 90 %) (Sarwono, 2002).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar
rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya
implantasi kehamilan ektopik, sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba,
jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri,
tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus (Prawiroharjho, 2005).
Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kehamilan ektopik yang
terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah dan hal ini berbahaya bagi wanita
tersebut (Yulaikhah, 2009).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat
implantasi/nidasi/melekatnya buah kehamilan diluar tempat yang muncul, yakni
diluar rongga rahim. Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik
terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada
dinding uterus.
b. Etiologi
Penyebab kehamilan ektopik dapat diketahui dan dapat juga tidak, atau
bahkan belum diketahui. Beberapa faktor penyebab kehamilan ektopik, meliputi
faktor uterus, tuba dan ovum.
1. Faktor Uterus
 Tumor rahim yang menekan tuba mengakibatkan perjalanan telur
terhambat
 Uterus hipoplastia menyebabkan lumen tuba sempit dan berkeluk –
keluk dan hal ini sering disertai gangguan fungsi silia endosalping
2. Faktor Tuba
 Penyempitan lumen tuba karena infeksi endosalping
 Tuba sempit, panjang dan berkeluk – keluk sehingga perjalanan
telur tidak dapat normal (terganggu)
 Gangguan fungsi rambut getar (silia) tuba sehingga perjalanan telur
tidak dapat normal (terganggu)
 Operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna dapat
menyebabkan lumen tuba menyempit sehingga mengganggu
perjalanan telur
 Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang
dibuahi dalam tuba
 Struktur tuba (penyempitan tuba) yang akan mengganggu
perjalanan telur ke kavum uteri
 Divterikel tuba dan kelainan kongenital lainnya dapat menahan
telur yang dibuahi di tempat itu
 Perlekatan peritubal dan lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur
 Tumor lain yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan
lumen tuba
 Lumen kembar dan sempit
3. Faktor Ovum
 Migrasi eksterna dari ovum yaitu perjalanan ovum dari ovarium
kanan ke tuba kiri atau sebaliknya sehingga dapat memperpanjang
perjalanan telur yang sudah dibuahi ke uterus
 Perlekatan membran granulosa
 Rapid cell division
 Migrasi internal ovum
c. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada
lokasinya. Tanda dan gejala sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau
tidaknya kehamilan tersebut. Adapun gejala dan haisl pemeriksaan laboratorium
antara lain :
a. Amenore
Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik yang
memiliki berkas perdarahan pada saat mereka mendapatkan menstruasi dan
penderita tidak menyadari bahwa mereka hamil. Lamanya amenorea
bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan, dengan amenorea dapat
dijumpai tanda – tanda hamil muda, yaitu morning sickness, mual – muntah,
terjadi perasaan ngidam (Manuaba, 1998).
b. Gejala kehamilan muda
c. Nyeri Abdomen
Nyeri abdomen disebabkan kehamilan tuba yang pecah. Pada abortus
tuba nyeri mula – mula pada satu sisi kemudian menjalar ke tempat yang lain.
Bila darah sampai diafragma bisa menyebabkan nyeri bahu dan bila darah
membentuk hematokel, yaitu timbunan di daerah kavum Douglas akan terjadi
rasa nyeri di bagian bawah saat defekasi (Manuaba, 1998).
d. Perdarahan
Terjadinya abortus atau ruptura kehamilan tuba terdapat perdarahan ke
dalam kavum abdomen dalam jumlah yang bervariasi, darah yang tertimbun
dalam kavum abdomen tidak berfungsi sehingga terjadi gangguan dalam
sirkulasi umum yang menyebabkan nadi meningkat, tekanan darah menurun
sampai jatuh dalam keadaan syok.
Hilangnya darah dari peredaran darah umum yang mengakibatkan
penderita tampak anemis, daerah ujung ekstermitas dingin, berkeringat
dingin, kesadaran menurun dan pada abdomen terdapat timbunan darah.
Setelah kehamilannya mati, desidua dalam kavum uteri dikeluarkan dalam
bentuk desidua spuria, seluruhnya dikeluarkan bersama dan dalam bentuk
perdarahan hitam seperti menstruasi (Manuaba, 1998).
e. Pada pemeriksaan vagina terdapat nyeri goyang bila serviks digerakkan, nyeri
pada perabaan dan kavum douglasi menonjol karena ada bekuan darah
(Mansjoer, 2000).
d. Patofisiologi
Pada kehamilan normal proses pembuahan (pertemuan sel telur dengan
sperma) terjadi pada tuba, kemudian sel telur yang telah dibuahi digerakkan dan
berimplantasi pada endometrium rongga rahiim. Kehamilan ektopik yang dapat
disebabkan antara lain faktor di dalam tuba dan diluar tuba, sehingga hasil
pembuahan terhambat atau tidak bisa masuk ke rongga rahim, sehingga sel telur
yang telah dibuahi tumbuh dan berimplantasi (menempel) dibeberapa tempat pada
organ reproduksi wanita selain rongga rahim, antara lain di tuba falopi (saluran
telur), kanalis servikalis (leher rahim), ovarium (indung telur) dan rongga perut.
Yang terbanyak di tuba falopi (90 %).
Tempat – tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampula tuba
(lokasi tersering, ismust, fimbriae, pars interstisialis, kornu uteri, ovarium, rongga
abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada
sel kolumnar tuba maupun secara intercolumnar. Pada keadaan yang pertama,
zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot, endosalping yang relative sedikit
mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian di reabsorbsi.
Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel diantara dua jonjot. Zigot
yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang
menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah
menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak
integritas pembuluh darah di tempat tersebut.
Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang dan perkembangannya tersebut di
pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat
implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopikpun mengalami
hipertropi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-
tanda kehamilan seperti tanda hegar dan Chadwick pun ditemukan.
Endometriumpun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel
epitel endometrium menjadi hipertropik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular
dan sitoplasmanya bervakuola. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi
Arias – Stella. Karena tempat pada implantasi pada kehamilan ektopik tidak ideal
untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan akan terkompromi.
e. Pathway
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Perhitungan Hemoglobin, Hematokrit dan Leukosit
Setelah perdarahan, volume darah yang habis digantikan
mendekati normal oleh hemudilusi setelah satu hari atau lebih. Oleh
sebab itu, pemacaan hemoglobin atau hematokrit mungkin awalnya
hanya menunjjukan sedikit pengurangan . derajat leukositosis sangat
berfariasi pada kehamilan ektopik terganggu (ruptur). Pada sekitar
separuh wanita, bisa tercatat leukositosis sampai 30.000/uL.

b. Hormon Chorianic Gondotropin (β – hCG)


Pemeriksaan urin dan serum terkini menggunakan enzyme-
linked-ummunosorbent assays (ELISA) sensitif untuk 10 sampai 20
mIU/mL, dan positif pada 99 persen kehamilan ektopik. Krena
pemeriksaan serum positif satu kali tidak menyingkirkan kehamilan
ektopik.beberapa metode berbeda telah ditemukan untuk menggunakan
nilai serum kuantitatif serial untuk menegakkan diagnosis. Berbagai
metode ini umum digunakan bersama dengan sonografi.

c. Progesteron Serum
Pengukuran progesteron satu kali dapat sering digunakan untuk
menegakkan kehamilan yang berkembang normal. Nilai yang melebihi
25 ng/mL menyingkirkan kehamilan ektopik dengan sensivitas 97,5
persen. Nili kurang dari 5 ng/mL memberi kesan bahwa janin-embrio
mati, tetapi tidak menunjjukan lokasinya. Tingkat progesteron diantara
5 dan 25 ng/mL tidak memberikan kesimpulan apapun. (MD, 2016).

2. Pencitraan Ultrasonografi
a. Sonografi Transabdomen
Identifikasi kehamilan didalam tuba uterina sulit bila
menggunakan sonografi trans abdomen. Tidak adanya kehamilan
dalam uterus dengan sonografi, uji kehamilan yang positif, adanya
cairan didalam cavum Douglas, adanya masa abnormal pada pelfis
menunjukan adanya kehamilan ektopik. Sayangnya, ultrasonografi
mungkin memberi kesan kehamilan intra uteus pada bebrrapa kasus
kehamilan ektopik sementara penampilan kantung intra uterus kecil
sebenarnya adalah bekuhan darah atau serpihan desi dua. Sebaliknya,
adanya masa adneksa atau di cavum douglas dengan sonografi tidak
mebantu dengan pasti karena kista korpus luteum dan usus yang kusut
kadang-kadang terlihat sepeti kehamilan tuba dengan sonografi.
Penting diingat, kehamilan dalam uterus biasanya tidak diketahui
dengan ultrasonografi abdonmen sampai minggu kelima hingga
keenam menstruasi.
b. Sonografi Trans Vagina (STV)
Sonografi dengan tranducer vagina dapat mendeteksi
kehamilan dalam uterus sejak usia satu minggusetelah keterlambatan
haid jika kadar β-hCG serum lebih dari 1000 mLU/m.L. atau lebih
sangat akurat dalam mengidentifikasi kehamilan ektopik.
Ditemukannya kantung gestasi berukura 1-3mm atau lebih, terletak
eksentrik didalam uterus, dan dikelilingi oleh reaksi korion-desidua
menadakan kehamilan intra uterus. Kutub janin didalam kantung
bersifat diagnostik untuk kehamilan intra uterus, terutama jika diikuti
dengan adanya aktifitas jantung janin. Tanpa kriteria terbut,
ultrasonografi mungkin bersifat nondiagnostik. Pada kejadian kasus
nondiagnostik,kebanyakan para ahli menganjurkan sonografi seria
disertai dengan pengukuran β-hCG.

c. Kombinasi Serum β-hCG Plussonografi


Suatu kecurigaan kehamilan ektopik dapat dipastikan dengan
wanita yang hemodinamika stabil, tatalaksana berikutnya bergantung
pada nilai β-hCGserum dan ultrasonografi. (MD, 2016).

3. Terapi Pembedahan
Pembedahan konservatif sepenuhnya sesuai untuk wanita yang
secara hipodinamik stabil.
a. Salpingostomi linear laparoskopik
Prosedur yang paling sering digunakan. Suntikan vasopresin
sebelum melakukan insisi linear dapat sangat mengurangi perdarahan.
Kadar β-hCGserum harus dipantau sampai tidak terdeteksi pada pasien
yang ditatalaksana secara konservatif karena 5-10% diantranaya akan
berkembang menjadi kehamilan ektopik persisten yang mungkin
memerlukan terapi lebih lanjut dengan menggunakan MTX
(Metotreksat).

b. Salpingektomi parsial
Mencakup pengangkatan bagian tuba falopi yang rusak dan
diindikasikan ketika terdapat kerusakan yang luas atau perdarahan
lanjutan setelah salpingostomi (Norwitz & Schorge, 2008).

g. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektropik pada umumnya adalalah laparotomi.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan
yaitu sebagai berikut.
1. Kondisi ibu pada saat itu.
2. Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya.
3. Lokasi kehamilan ektopik.
4. Kondisi anatomis organ pelvis.
5. Kemampuan teknik bedah mikro dokter.
6. Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat.
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu di lakukan salpingektomi
pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif. Apakah
kondisi ibu buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik di lakukan
salpingektomi. Pada kasus kehamilan ektropik di pars ampularis tuba yang belum
pecah biasanya di tangani dengan menggunakan kemoterapi untung menghindari
tindakan pembedahan, karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka
deteksi dini dan pengakhiran kehamilan adalah tatalaksana yang disarankan.
Pengakhiran kehamilan dapat dilakukan melalui:
1. Obat-obatan
Dapat diberikan apabila kehamilan ektopik diketahui sejak dini. Obat
yang digunakan adalah methotrexate (obat anti kanker).
2. Operasi
Untuk kehamilan yang sudah berusia lebih dari beberapa minggu,
operasi adalah tindakan yang lebih aman dan memiliki angka keberhasilan
lebih besar daripada obat-obatan. Apabila memungkinkan, akan dilakukan
operasi laparaskopi.
Bila diagnosa kehamilan ektopik sudah ditegakkan, terapi definitif
adalah pembedahan :
a. Laparotomi : eksisi tuba yang berisi kantung kehamilan (salfingo-
ovarektomi) atau insisi longitudinal pada tuba dan dilanjutkan dengan
pemencetan agar kantung kehamilan keluar dari luka insisi dan kemudian
luka insisi dijahit kembali.
b. Laparoskop : untuk mengamati tuba falopii dan bila mungkin lakukan
insisi pada tepi superior dan kantung kehamilan dihisap keluar tuba.
Operasi Laparoskopik : Salfingostomi
Bila tuba tidak pecah dengan ukuran kantung kehamilan kecil serta
kadar β-hCG rendah maka dapat diberikan injeksi methrotexatekedalam
kantung gestasi dengan harapan bahwa trofoblas dan janin dapat diabsorbsi
atau diberikan injeksi methrotexate 50 mg/m3 intramuskuler.
 Syarat pemberian methrotexate pada kehamilan ektopik:
1. Ukuran kantung kehamilan
2. Keadaan umum baik (“hemodynamically stabil”)
3. Tindak lanjut (evaluasi) dapat dilaksanakan dengan baik
 Keberhasilan pemberian methrotexate yang cukup baik bila :
1. Masa tuba
2. Usia kehamilan
3. Janin mati
4. Kadar β-hCG
 Kontraindikasi pemberian Methrotexate :
1. Laktasi
2. Status Imunodefisiensi
3. Alkoholisme
4. Penyakit ginjal dan hepar
5. Diskrasia darah
6. Penyakit paru aktif
7. Ulkus peptikum
Pasca terapi konservatif atau dengan methrotexate, lakukan
pengukuran serum hCG setiap minggu sampai negatif. Bila perlu lakukan
“second look operation”.
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
a) Pengumpulan data
1) Anamnesa
 Riwayat terlambat haid
 Gejala dan tanda kehamilan muda
 Dapat ada atau tidak ada perdarahan per vaginan
 Terdapat aminore
 Ada nyeri mendadak di sertai rasa nyeri bahu dan seluruh abdomen,
terutama abdomen bagian kanan / kiri bawah
 Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang
terkumpul dalam peritoneum.
2) Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
 Mulut : bibir pucat
 Payudara : hyperpigmentasi, hipervaskularisasi, simetris
 Abdomen : terdapat pembesaran abdomen.
 Genetalia : terdapat perdarahan pervaginam
 Ekstremitas : dingin
b. Palpasi
 Abdomen : uterus teraba lembek, TFU lebih kecil
daripada UK, nyeri tekan, perut teraba tegang, messa pada
adnexa.
 Genetalia : Nyeri goyang porsio, kavum douglas
menonjol.
c. Auskultasi
 Abdomen : bising usus (+), DJJ (-)
d. Perkusi
 Ekstremitas : reflek patella + / +
Pemeriksaan fisik umum:
 Pasien tampak anemis dan sakit
 Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah
adneksa.
 Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma tidak sadar.
 Daerah ujung (ekstremitas) dingin
 Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat,
adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian
bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
 Pemeriksa nadi meningkat, tekanan darah menurun sampai syok
 Pemeriksaan abdomen: perut kembung, terdapat cairan bebas
darah, nyeri saat perabaan.
Pemeriksaan khusus:
 Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks
 Kavum douglas menonjol dan nyeri
 Mungkin tersa tumor di samping uterus
 Pada hematokel tumor dan uterus sulit dibedakan.
 Pemeriksaan ginekologis: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri
pada uteris kanan dan kiri
3) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan air seni dapat dilakukan untuk mengetahui kehamilan
seseorang, sedangkan untuk mengetahui kehamilan ektopik seorang
dokter dapat melakukan:
a. Laboratorium
 Hematokrit: Tergantung pada populasi dan derajat perdarahan
abdominal yang terjadi.
 Sel darah putih: Sangat bervariasi dan tak jarang terlihat adanya
leukositosis. Leoukosite 15.000/mm3. Laju endap darah
meningkat.
·Tes kehamilan: Pada kehamilan ektopik hampir 100%
menunjukkan pemeriksaan β-hCG positif. Pada kehamilan
intrauterin, peningkatan kadar β-hCG meningkat 2 kali lipat setiap
dua hari, 2/3 kasus kehamilan ektopik menunjukkan adanya
peningkatan titer serial hCG yang abnormal, dan 1/3 sisanya
menunjukkan adanya peningkatan titer hCG yang normal. Kadar
hormon yang rendah menunjukkan adanya suatu masalah seperti
kehamilan ektopik.
b. Pemeriksaan Penunjang/Khusus
 Setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.
 Pemeriksaan ultrosonografi (USG). Pemeriksaan ini dapat
menggambarkan isi dari rahim seorang wanita. Pemeriksaan
USG dapat melihat dimana lokasi kehamilan seseorang, baik di
rahim, saluran tuba, indung telur, maupun di tempat lain.
1. USG :
 Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
 Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
 Adanya massa komplek di rongga panggul
2. Laparoskopi peranan untuk menegakkan diagnosa kehamilan
ektopik sudah diganti oleh USG
3. Laparotomi Harus dilakukan pada kasus kehamilan ektopik
terganggu dengan gangguan hemostasis (tindakan diagnostik
dan definitif).
4. Kuldosintesis, Memasukkan jarum kedalam cavum Douglassi
transvaginal untuk menentukan ada atau tidak adanya darah
dalam cavum Douclassi. Tindakan ini tak perlu dikerjakan bila
diagnosa adanya perdarahan intraabdominal sudah dapat
ditegakkan dengan cara pemeriksaan lain.
5. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
b. Diagnosa
a. Devisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
ditandai dengan perdarahan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan ruptur tuba falopi, pendarahan intraperitonial.
c. Resiko infeksi
d. Ansietas
c. Perencanaan
No Diagnosa NOC NIC
1 Devisit volume cairan  Fluid balance 1. Timbang pembalut jika
yang berhubungan  Hydration diperlukan
dengan kehilangan cairan  Nutritional fluid 2. Pertahankan catatan intake
aktif ditandai dengan status : food and dan output yang akurat
perdarahan fluid intake 3. Monitor status hidrasi
 Kriteria hasil (kelembaban membran
 Mempertahankan mukosa, nadi adekuat,
urin output sesuai tekanan darah ortostatik)
dengan usia dan BB, 4. Monitor TTV
BJ urine normal HT 5. Monitor masukan makanan /
normal cairan dan hitung intake kalori
 Tekanan darah, harian
nadi, suhu, tubuh, 6. Kolaborasikan pemberian
dalam batas normal cairan IV
 Tidak ada tanda- 7. Monitor status nutrisi
tanda dehidrasi. 8. Berikan cairan IV pada suhu
Elastesitas turgor ruangan
kulit baik, 9. Dorong masukan oral
membrane mukosa 10. Berikan penggantian
lembab, tidak ada nesogastrik sesuai output
rasa haus yang 11. Dorong keluarga untuk
berlebihan membantu pasien makan
12. Kolaborasikan dengan dokter
13. Atur kemungkinan transfusi
14. Persiapan untuk transfusi

2 Nyeri akut yang  Pain level 1. Lakukan pengkajian nyeri


berhubungan dengan  Pain control secara komprehensif
ruptur tuba falopi,  Comfoert level termasuk lokasi, karakteristik,
pendarahan durasi, frekuensi, kualitas.
intraperitonial. 2. Gunakan komunikasi
 Kriteria hasil terapeutik untuk mengetahui
 Mampu mengontrol pengalam nyeri pasien.
nyeri (tau penyebab 3. Kaji faktor yang
nyeri, mampu mempengaruhi respon nyeri.
menggunakan 4. Evaluasi pengalaman nyeri
tehnik non masa lalu.
farmakologi untuk 5. Evaluasi bersama pasien dan
mengurangi nyeri). tim medis tentang
 Melaporkan bahwa ketidakefektifan
nyeri berkurang 6. Kontrol lingkungan yang
dengan dapat mempengaruhi nyeri
menggunakan seperti suhu ruangan,
manajemen nyeri kebisingan.
 Mampu mengenali 7. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (skala, nyeri (farmakologi, non
intensitas, tanda farmakologi, &
nyeri). interpersonal).
 Mengatakan rasa 8. Kaji tipe dan sumber nyeri
nyaman setelah untuk menentukan intervensi.
nyeri berkurang 9. Ajarkan tentang tehnik
nonfarmakologi.
10. Berikan analgesic untuk
mengurangi nyeri.
11. Evaluasi ketidakefektifan
kontrol nyeri.
12. Tingkatkan istirahat
13. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
14. Observasi reaksi nonverbal
dan ketidaknyamanan.
15. Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri.
3 Resiko Infeksi  Immune status 1. Bersihkan lingkungan setelah
 Kriteria Hasil :  Knowledge : dipakai pasien
- Klien bebas dari tanda infection control 2. Pertahankan teknik isolasi
dan gejala infeksi  Risk control 3. Instruksikan pada
- Mendeskripsikan pengunjung untuk mencuci
proses penularan tangan saat berkunjung dan
penyakit, factor yang setelah berkunjung
mempengaruhi meningggalkan pasien
penularan serta 4. Cuci tangan sebelum dan
penatalaksanaanya sesaat tindakan
- Menunjukn 5. Gunakan sarung tangan,baju
kemampuan untuk sebagai alat pelindung
mencegah timbulnya 6. Monitor tanda dan gejala
infeksi infeksi sistemik dan lokal
- Jumlah leukosit dalam 7. Monitor kerentanan terhadap
batas normal infeksi
- Menunjukan prilaku 8. Dorong istirahat
hidup sehat. 9. Instruksikan pasien untuk
minum antibiotic sesuai resep
yang diberikan
10. Berikan terapi antibiotic bila
perlu
11. Ajarkan cara menghindari
inveksi
12. Laporkan kultur positif
4 Ansietas  Anxiety level 1. Gunakan pendekatan yang
 Kriteria Hasil  Sosial anxiety menenangkan
 Klien mampu level 2. Nyatakan dengan jelas
mengidentifikasi dan harapan terhadap pelaku
mengungkapkan pasien
gejala cemas 3. Jelaskan semua prosedur dan
 Mengidentifikasi, apa yang dirasakan selama
mengungkapkan dan prosedur
menunjukkan tehnik 4. Pahami perspektif pasien
untuk mengontrol terhadap situasi stres
cemas 5. Temani pasien untuk
 TTV dalam batas memberikan keamanan dan
normal mengurangi takut
 Postur tubuh, ekspresi 6. Bantu paisen mengenal
wajah, bahasa tubuh situasi yang menimbulkan
dan tingkat aktivitas kecemasan
menunjukkan 7. Dorong pasien untuk
berkurangnya mengungkapkan perasaan,
kecemasan ketakutan, persepsi
8. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
9. Berikan obat untuk
mengurangi kecemasan
5  10.
DAFTAR PUSTAKA

Manjoer, Arif. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FK UI.


Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
MD, K. J. 2016. Manual WiliamsKOmplikasi Kehamilan Edisi 23. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda., & Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda NIC, NOC. Jogjakarta: MediAction.
Norwitz, E., & Schorge, J. 2008. Obstetri & Ginekologi Edisi 2. Jakarta: Erlangga.
Prawirohardjo S, Hanifa W. 2005. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu
Kandungan edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta
: YBP – SP.
Yulaikhah, Lily. 2009. Kehamilan: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

You might also like