You are on page 1of 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Dan Bahan Material

Secara istilah poros adalah elemen mesin yang berbentuk batang dan

umumnya berpenampang lingkaran, berfungsi untuk memindahkan putaran atau

mendukung sesuatu beban dengan atau tanpa meneruskan daya.

Gambar 2.1. poros bucket elevator palm oil


Sumber : http://surgapetani.blogspot.co.id/2012/11/alat-pemindah-bahan-elevator-
dan.html

Poros adalah salah satu elemen terpenting dari setiap mesin. Peran utama

poros yaitu meneruskan tenaga bersama–sama dengan putaran. Pada aplikasi di

dunia industri, poros digunakan untuk mentransmisikan daya.

7
2.2 Jenis-Jenis Poros

Jenis jenis poros di klasifikasikan menjadi 2 yaitu:

1. Berdasarkan pembebanannya

 Poros transmisi (transmission shafts)

Poros transmisi lebih dikenal dengan sebutan shaft. Shaft akan mengalami

beban puntir berulang, beban lentur secara bergantian ataupun kedua-duanya.

Pada shaft, daya dapat ditransmisikan melalui gear, belt pulley, sprocket rantai,

dll.

 Poros Gandar

Poros gandar merupakan poros yang dipasang diantara roda-roda kereta

barang. Poros gandar tidak menerima beban puntir dan hanya mendapat beban

lentur.

 Poros spindle

Poros spindle merupakan poros transmisi yang relatip pendek, misalnya

pada poros utama mesin perkakas dimana beban utamanya berupa beban puntiran.

Selain beban puntiran, poros spindle juga menerima beban lentur (axial load).

2. Berdasarkan bentuknya

 Poros lurus

 Poros engkol sebagai penggerak utama pada silinder mesin.

8
2.2.1 Sifat-Sifat Poros

Sifat-sifat poros yang harus diperhatikan dalam perencanaan poros adalah :

1. Kekuatan poros

Poros transmisi akan menerima beban puntir (twisting moment), beban

lentur (bending moment) ataupun gabungan antara beban puntir dan lentur. Dalam

perancangan poros perlu memperhatikan beberapa faktor, misalnya : kelelahan,

tumbukan dan pengaruh konsentrasi tegangan bila menggunakan poros bertangga

ataupun penggunaan alur pasak pada poros tersebut, kekuatan poros dapat di lihat

dari persamaan berikut:

 Kekuatan impak/ketangguhan

 Kekuatan tarik

9
2. Kekuatan Lentur

Poros juga memerima beban lentur (bending moment) atau penggabungan

dari beban puntir dan beban lentur. Kekuatan lentur adalah kekmpuan suatu

bahan atau poros dalam menerima beban lentur. Kekuatan lentur terjadi akibat

kerja yang berulang dan terjadi secara terus menerus diterima bahan

tersebut.berikut adalah persamaan beban puntir (torsi) :

Pd
T = 9,74  105 
n
Di mana :
T = Momen puntir/ torsi (kg.mm).

N = Putaran poros (rpm).

3. Kekakuan Poros

Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup aman dalam

menahan pembebanan tetapi adanya lenturan atau defleksi yang terlalu besar akan

mengakibatkan ketidaktelitian (pada mesin perkakas), getaran mesin (vibration)

dan suara (noise). Oleh karena itu disamping memperhatikan kekuatan poros,

kekakuan poros juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis mesin yang

akan ditransmisikan dayanya dengan poros tersebut.

2.2.2 Material Poros

Material yang biasa digunakan dalam membuat poros adalah carbon steel

(baja karbon), yaitu carbon steel 40 C 8, 45 C 8, 50 C 4, dan 50 C 12. Namun,

untuk poros yang biasa digunakan untuk putaran tinggi dan beban yang berat pada

umumnya dibuat dari baja paduan (alloy steel) dengan proses pengerasan kulit

10
(case hardening) sehingga tahan terhadap keausan. Dengan demikian perlu

dipertimbangkan dalam pemilihan jenis proses heat treatment yang tepat sehingga

akan diperoleh kekuatan yang sesuai, pada penelitian ini penulis memilih material

poros pada konveyor yaitu baja AISI 4140 yang mengandung 0,40 % C, karena

material tersebut lebih mudah di dapatkan dan material tersebut mempunyai sifat

tahan aus karena dalam pembuatan baja paduan ini dengan sistem pengerasan

kulit, untuk beberapa keperluan seperti poros perlu dilakukan pengerjaan ulang

guna memperbaiki sifat mekanisnya yaitu dilakukan proses flame hardenning

Pembuatan poros sampai diameter 150 mm adalah dari baja bulat (St 42,

St 50, St 70 dan baja campuran) yang diputar atau ditarik.Dari lebih tebal ditempa

menjadi jauh lebih kecil. Poros beralur diakhiri dengan penggosokan, dalam hal

dikehendaki bulatan yang tepat. Tempat bantalan dan peralihan menurut

persyaratan diputar halus digosok, dipoles, dicetak dan pada pengaretan tinggi

kemudian dikeraskan.

2.2.3 Poros Lainnya

1. Poros transmisi

Poros transmisi atau poros perpindahan mendapat beban puntir murni atau

puntir dan lentur. Dalam hal ini mendukung elemen mesin hanya suatu cara,

bukan tujuan. Jadi, poros ini berfungsi untuk memindahkan tenaga mekanik salah

satu elemen mesin ke elemen mesin yang lain.

11
Gambar 2.2 poros transmisi untuk roda gigi
Sumber : (http://technicmechanical.blogspot.co.id/2009/05/perencanaan-
poros-macam-poros-serta.html )

Dalam hal ini elemen mesin menjadi terpuntir (berputar) dan

dibengkokkan. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi,

puli sabuk atau sproket rantai, dan lain-lain.

2. Spindle

Poros tranmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas,

dimana beban utamanya berupa puntiran, disebut spindle. Syarat yang harus

dipenuhi poros ini adalah deformasinya yang harus kecil, dan bentuk serta

ukuranya harus teliti.

3. Gandar

Gandar adalah poros yang tidak mendapatkan beban puntir,bahkan

kadang-kadang tidak boleh berputar. Contohnya seperti yang dipasang diantara

roda-roda kereta barang.

2.3 Klasifikasi Baja

Bahan logam pada jenis besi merupakan material yang sering digunakan

dalam pembuatan paduan logam lain untuk mendapatkan sifat bahan yang

diinginkan. Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur

12
lainnya seperti mangan (Mn), phosfor (P), sulfur (S) dan silikon (Si). Menurut

komposisi kimianya tersebut baja dapat di bagi dua kelompok besar yaitu: Baja

karbon dan baja paduaan. Baja karbon bukan berarti baja yang sama sekali tidak

mengandung unsur lain, selain besi dan karbon. Baja karbon mengandung

sejumlah unsur lain tetapi masih dalam batas–batas tertentu yang tidak

berpengaruh terhadap sifatnya. Unsur–unsur ini biasanya merupakan ikatan yang

berasal dari proses pembuatan besi atau baja seperti mangan. Silikon, dan

beberapa unsur pengotoran seperti belerang, oksigen, nitrogen dan lain-lain yang

biasanya ditekan sampai kadar yang sangat kecil.

2.3.1 Jenis-Jenis Baja

Secara umum baja dapat digolongkan atas beberapa macam, yaitu:

1. Berdasarkan struktur mikro baja digolongkan atas:

a. Baja Hypoeutectoid (< 0,8% C)

b. Baja Eutectoid (0,8% C)

c. Baja Hypereutectoid (> 0,8% C)

2. Berdasarkan proses pembuatannya

a. Baja Bessemer

b. Baja Siemen-Martin

c. Baja Listrik

3. Berdasarkan Kadar kabonnya

a. Baja karbon rendah (< 0,3% C)

b. Baja karbon sedang (0,3 – 0,6% C)

13
c. Baja karbon tinggi ( 0,6 – 1,7% C)

a. Baja karbon rendah (low carbon steel)

Baja kabon rendah (low carbon steel) adalah baja yang mengandung

kurang dari 0,3% karbon sehingga baja ini tidak termasuk baja yang keras. Baja

karbon rendah tidak dapat dikeraskan karena kandungan karbonnya tidak cukup

untuk membentuk struktur martensit. Baja jenis ini banyak beredar dalam bentuk

batang, profil, pelat, pipa, dan lain-lain. Sifat-sifat baja karbon rendah diantaranya

adalah:

a. Mudah dibentuk

b. Tak dapat dikeraskan

c. Baik untuk pengerasan dengan karburasi

Baja karbon rendah banyak aplikasinya dijumpai pada:

o Industri mobil

o Industri lemari es

o Konstruksi pabrik

o Plat kapal, batang pipa dan lain-lain.

b. Baja karbon sedang (medium carbon steel)

Baja karbon ini memiliki sifat-sifat mekanik yang lebih baik dari pada baja

karbon rendah. Baja ini dapat ditingkatkan kekuatannya melalui proses heat

treatment, baja karbon sedang mengandung 0,3 – 0,6 %C (sumber: Hari Amanto,

2010: 3). Baja karbon sedang ini banyak diproduksi masal oleh industri dalam

14
bentuk batang, balok, pelat, pipa, bahan poros, batang torak dan lain-lain. Baja

karbon sedang ini memiliki ciri khas sebagai berikut :

a. Lebih kuat dan keras dari pada baja karbon rendah.

b. Baik untuk dikeraskan

c. Kekuatan tinggi

d. Tidak mudah di bentuk dengan mesin.

e. Dapat dikeraskan dengan baik.

f. Ketahanan panas tinggi

Aplikasi baja karbon sedang ini banyak dijumpai pada.

 Poros

 Rel kereta api

 Roda gigi

 Poros engkol dan batang torak

 Pegas

 Stang kawat pipa gas tekanan tinggi

 Baut dan mur

 Bucket excavator dll.

c. Baja karbon tinggi (high carbon steel)

Baja yang mengandung 0,7% – 1,7% C dan memiliki kekerasan tinggi

namun keuletannya lebih rendah, baja jenis ini tahan terhadap gesekan, baja

karbon tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

15
a. Kuat sekali

b. Sangat keras dan getas/rapuh

c. Sulit dibentuk mesin

d. Tahan terhadap panas yang tinggi

e. Mengakibatkan kurang sifat ulet

f. Dapat dilakukan proses Heat treatment

Baja karbon tinggi biasanya aplikasinya digunakan untuk:

 Pegas yang memerlukan kekuatan besar.

 Untuk penggunaan alat – alat kontruksi yang berhubungan dengan panas

yang tinggi

 Pembuatan gergaji, bor, kikir, pahat, perkakas potong.

 Pembuatan tap dan snei, pisau cukur perkakas transing dan lain-lain.

2.3.2 Unsur Paduan Pada Baja

Baja merupakan salah satu jenis logam dengan unsur utama besi (Fe) dan

carbon (C) serta beberapa unsur tambahan lainya dengan persentase yang lebih

kecil. Penggunaan baja disesuaikan dengan kebutuhan karena banyak sekali

macamnya dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda. Baja biasanya

mengandung beberpa unsur paduan. Unsur yang paling dominan pengaruhnya

terhadap sifat-sifat baja adalah unsur carbon, meskipun unsur-unsur lain tidak bisa

diabaikan begitu saja. Besar kecilnya persentase unsur karbon akan dampak pada

sifat mekanik dari baja tersebut, misalnya dalam hal kekerasan, kerapuhan,

keuletan, kemampuan bentuk dan sifat-sifat mekanik lainnya. Baja merupakan

logam yang akan sifat. Dengan melakukan proses perlakuan panas (heat

16
treatment) maka akan diperoleh sifat yang diinginkan. Selain dengan melakukan

perlakuan panas sifat-sifat ini juga dapat diperoleh dengan menambahkan

beberapa unsur paduan terhadap baja. Penambahan unsur paduan pada baja

berfungsi untuk:

1. Meningkatkan kekerasan.

2. Memperbaiki kekuatan pada temperatur biasa.

3. Memperbaiki sifat mekanik pada temperatur rendah dan tinggi.

4. Menaikkan sifat tahan aus.

5. Menaikkan hardenability.

6. Menaikkan sifat tahan korosi.

7. Menaikkan sifat kemagnetan.

Pada umumnya unsur paduan yang akan digunakan disesuaikan dengan

sifat yang diinginkan. Secara umum unsur paduan utama yang sering digunakan

dalam pengolahan baja. Menurut (Tata Surdia, 2005), adapun unsur-unsur

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Al (Aluminium)

Mempengaruhi pertumbuhan butir, menahan pengelupasan pada baja tahan

panas, paduan Fe – Ni – Co – Al menjadi baja magnet permanen.

2. B (Boron)

Memperbaiki pengerasan dalam dan permukaan, menaikkan batas mulur

jika dipadukan dengan baja krom-nikel, dipakai di instalasi nuklir untuk

baja saringan karena mempunyai nabsorpsi neutron yang tinggi.

17
3. Be (Berilium).

Dipakai pada pegas koil pada alroji, sifatnya anti magnet dan lebih tahan

dari pada baja pegas biasa. Dibuat dari paduan tembaga-berilium sebagai

pegas. Paduan berilium-nikel sifatnya sangat keras dan tahan korosi hingga

banyak dipakai pada alat-alat opersi kedokteran.

4. Ca (Kalsium)

Meningkatkan ketahan mengelupas bila digunakan sebagai material

konduktor.

5. Ce (Cerrium)

Meperbaiki mampu bentuk dalam keadaan panas, bila pakai sebagai baja

tahan panas maka tidak akan terjadi pengelupasan.

6. Co (Kobalt)

Menghalang pertumbuhan butir pada temperatur tinggi. Mempertahan

kekuatan pada temperatur tinggi dan tahan terhadap pengaruh penemperan.

Digunakan sebagai unsur paduan pada baja potong cepat, baja perkakas

dan tahan baja tahan panas. Unsur paduan pada baja mangnetik permanen.

7. Cu (Cupprum) / tembaga

Menaikkan kuat tarik pada batas mulur, menurunkan elastisitas walaupun

kadar Cu sangat sedikit, tapi di udara bajanya sudah tahan karat. Tembaga

tidak merugikan kepada mampu las baja.

8. Carbon (C)

Karbon adalah unsur pengeras utama dalam baja, jumlah persentase dan

bentuknya membawa pengaruh yang amat besar terhadap sifatnya. Jika

18
berkomunikasi dengan besi akan membentuk karbida Fe 3 C atau sementit

yang sifatnya keras.

9. H (Hidrogen)

Merugikan pada baja, karena baja menjadi getas dan menurunkan

elastisitasnya, menurunkan reduksi penampang, menjadi pendorong

terjadinya retak rambut.

10. Mangan (Mn)

Mangan memiliki titik cair 1260 ºC. Unsur mangan diperoleh melalui

proses reduksi pada bijih mangan sebagai mana proses yang dilakukan

dalam pembuatan baja. Mangan digunakan hampir semua jenis baja dan

besi tuang sebagai unsur paduan. Mangan berperan dalam meningkatkan

kekuatan dan kekerasan, menurunkan laju pendinginan kritis hingga

mampu keras baja dapat ditingkatkan dan juga meningkatkan ketahanan

terhadap abrasi.

11. Silikon (Si)

Silikon berfungsi untuk menaikkan kekerasan dan elastis tetapi

menurunkan kekuatan tarik dan keuletannya. Jika dikeraskan dan

ditemper, baja silikon akan memiliki kekuatan yang tinggi disetai keuletan

dan ketahanan terhadap beban yang tiba-tiba. Silikon digunakan pada baja

dengan histeris yang rendah, baja pegas serta sebagai material tahan asam.

12. Titanium (Ti)

Titanium memiliki warna putih kelabu, sifatnya yang kuat seperti baja dan

stabil hingga temperatur 400 ºC, tahan korosi dan memiliki berat jenis

19
(p) = 4,5 kg/ dm3. Titanium (Ti) digunakan sebagai unsur pemurni serta

sebagai paduan dengan aluminium dan logam lainnya. Titanium (Ti)

memiliki titik cair 1660 ºC dan kekuatan tarik 470 N/mm2 serta densitas

56 %.

13. Nikel (Ni)

Nikel merupakan unsur penting yang terdapat pada endapan kerak bumi

yang biasanya tercampur dengan bijih tembaga. Oleh karena itu diperlukan

proses pemisahan dan pemurnian dari berbagai unsur yang akan

merugikan sifat nikel tersebut. Dalam beberapa hal, Nikel memiliki

kesamaan dengan bijih logam yang lain seperti titik cair yang rendah

kekuatan dan kekerasannya juga rendah, tetapi juga memiliki keunggulan

yaitu ketahanannya terhadap berbagai pengaruh korosi dan dapat

mempertahankan sifatnya pada temperatur tinggi. Oleh karena itu, nikel

banyak digunakan sebagai pelapis dasar sebelum pelapisan dengan

chromium, dimana nikel dapat memberikan perlindungan terhadap

berbagai pengaruh gangguan korosi pada baja logam-logam lainnya.

14. Chromium (Co)

Chromium merupakan logam berwarna kelabu, sangat keras dengan titik

cair yang tinggi yakni 1890 ºC, chromium memiliki sifat yang keras serta

tahan terhadap korosi jika digunakan sebagai unsur paduan pada baja dan

besin tuang dan dengan penambahan unsur nikel maka akan diperoleh sifat

baja yang keras dan tahan panas (heat resistance alloy).

20
15. Magnesium (Mg)

Mangnesium berwarna putih perak dan sangat mengkilap dengan titik cair

651 ºC yang dapat digunakan sebagai bahan paduan ringan, sifat dan karak

teristiknya sama dengan aluminium. Perbedaan titik cairnya sangat kecil

tetapi sedikit berbeda dengan aluminium. Mangnesium memiliki kekuatan

tarik hingga 110 N/mm2 dan dapat ditingkatkan melalui proses

pembentukan hingga 200 N/mm2.

16. Molybdenum (Mo)

Molybdenum (Mo) ialah logam yang berwarna putih silver dengan titik

cair 2620 ºC. Terdapat dalam bentuk sulphide serta berbagai oxid pada

berbagai jenis logam. Molybdenum digunakan sebagai unsur paduan pada

baja dan besi tuang (cast Iron).

17. Wolfram (W)

Memiliki titik cair 3410 ºC berwarna kelabu, sangat keras dan rapuh pada

temperatur ruangan, tetapi ulet dan liat pada temperatur tinggi. Wolfram

digunakan sebagai bahan pembuatan filament, untuk kawat radio dan

lampu serta digunakan pula sebagai unsur paduan pada alat potong (tool

steel) yakni sebagai bahan High Speed Steel (HSS) atau baja kecepatan

tinggi, baja Magnet serta dibentuk melalui proses sintering untuk bahan

perkakas.

21
18. Vanadium (V)

Vanadium (V) akan mencair pada temperatur diatas 1900 ºC, logam yang

berwarna putih ini sangat keras, jika ditambahkan pada baja sebagai unsur

paduan akan menambah kekenyalan dari baja tersebut.

19. Zr (Zirkon)

Pembentuk karbida, sebagai deoksidan dan untuk desulfurisasi serta

mengeliminer pengaruh nitrogen. Memperpanjang umur pakai baja dan

penghantar panas yang baik.

2.4 Material AISI 4140

Baja AISI 4140 merupakan salah satu low alloy steel yang dikategorikan

berdasarkan pada komposisi kimianya, yaitu chromium molybdenum steel. Dan

termasuk baja karbon sedang karena memiliki kadar karbon sekitar 0,40%.

Penggunaannya digunakan sebagai Shaft (poros), oil industry spindels, tool

holders, sprockets, hydraulic machinery shaft, oil industry drill collars dan lain

sebagainya. Aplikasi-aplikasi tersebut biasanya digunakan pada beban-beban yang

cukup besar. Oleh karena itu, baja ini harus memiliki kekerasan yang tinggi,

ketangguhan terhadap tekanan dan abrasi.

Baja ini juga salah satu jenis logam yang banyak digunakan untuk

berbagai keperluan automotif dan perkakas. Baja tersebut mempunyai sifat tahan

aus karena dalam pembuatan baja paduan ini dengan sistem pengerasan kulit,

untuk beberapa keperluan seperti poros perlu dilakukan pengerjaan ulang guna

memperbaiki sifat mekanisnya yaitu dilakukan proses tempering.

22
AISI 4140 adalah paduan yang mudah cocok untuk berbagai aplikasi dan

konstruksi yang paling banyak digunakan. Baja tersebut banyak ditemui pada

komponen mesin seperti poros, roda gigi dan lain-lain. Sifat yang dimiliki baja

jenis ini yaitu sifat tahan aus serta keulatan yang baik. Sebuah baja karbon

menengah dengan karakteristik sifat mampu mesin yang baik. Ada beberapa

standar yang biasanya digunakan untuk bahan-bahan poros seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Standar Baja Untuk Poros

Nama Standar jepang Standar Amerika (AISI), Inggris


(JIS) (BS) dan Jerman (DIN)
Baja S25C AISI 1025, BS060A25
Konstruksi S30C AISI 1030, BS060A30
Mesin S35C AISI 1035, BS060A35, DIN C35
S40C AISI 1040, BS060A40
S45C AISI 1045, BS060A45, DIN
S50C C45CK45
S55C AISI 1050, BS060A50, DIN St 50.11
AISI 1055, BS060A55
Baja Tempa SF40, 45, 50, 55 ASTM A105-73
Baja Nikel SNC BS 653M31
Chrom SNC22 BS En36
Baja Nikel SNCM 1 AISI 4337
Chrom SNCM 2 BS830M31
Molibden SNCM 7 AISI 8645, BS En100D
SNCM 8 AISI 4340, BS817M40, 816M40
SNCM 22 AISI 4315
SNCM 23 AISI 4320, BS En325
SNCM 25 BS En39B
Baja Chrom SCr 3 AISI 5135, BS530A36
SCr 4 AISI 5140, BS530A40
SCr 5 AISI 5145
SCr 21 AISI 5115
SCr 22 AISI 5120
Baja Chrom SCM2 AISI 4130, DIN 34CrMo4
Molibden SCM3 AISI 4135, BS708A37,
SCM4 DIN34CrMo4
SCM5 AISI 4140, BS708M40,
DIN42CrMo4
AISI 4145, DIN50CrMo4
Sumber: Sularso, 2004, Dasar Perencanaan dan Pemeliharaan Elemen Mesin.

23
Semakin berkembangnya teknologi sekarang ini, maka dengan mudahnya

orang meneliti kandungan karbon dari baja SCM 440 dengan cara melakukan uji

komposisi. Pada tabel 2.2 adalah komposisi yang terdapat pada baja SCM 440

(Sumber: Sumber: Carbon Steel SCM 440, Quality Certificate, PT. Baja Indo Era

Prima), dan termasuk seri baja karbon, dengan memiliki kandungan karbon

sekitar 0,40%.

Tabel 2.2 Standar Komposisi Baja AISI 4140

Komposisi Prosentase (%)

Karbon (C) 0,40

Mangan (Mn) 0,74

Posfor (P) 0,011

Sulfur (S) 0,008

Silikon (Si) 0.25

Cromium (Cr) 1,01

Nikel (Ni) 0,04

Tembaga (Cu) 0,09

Aluminium (Al) 0,0292

Molibdenum (Mo) 0,17


(Sumber: Carbon Steel SCM 440, Quality Certificate, PT. Baja Indo Era Prima).

Ilmuan telah meneliti kandungan karbon dari baja SCM 440 dengan cara

melakukan uji komposisi. Pada tabel 2.3 adalah batas komposisinya, dan termasuk

seri baja molybdenum seperti ditunjukkan pada tabel 2.3 berikut dengan nomor

seri 41xx dan angka 40 adalah merupakan kandungan karbon sekitar 0,40%.

24
Tabel 2.3 Standar Klasifikasi Baja

Sumber : Sularso, 2004, Dasar Perencanaan dan Pemeliharaan Elemen Mesin.

2.5 Sifat Mekanis Baja

Sifat mekanis suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk menahan

beban-beban yang dikenakan padanya. Beban-beban tersebut dapat berupa beban

tarik, tekan, bengkok, geser, puntir atau beban kombinasi. Sifat-sifat mekanik

bahan yang terpenting antara lian:

1. Kekuatan (strenght) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima

tegangan tanpa menyebabkan bahan tersebut menjadi patah. Kekuatan ini

ada beberapa macam, dan ini tergantung pada beban yang bekerja antara

lain dapat dilihat dari kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan,

kekuatan puntir, dan kekuatan bengkok.

25
2. Kekerasan (hardness) dapat didefinisikan sebagai kemampuan bahan

untuk tahan terhadap goresan, pengikisan (abrasi), penetrasi. Sifat ini

berkaitan erat dengan sifat keausan (wear resistance). Dimana kekerasan

ini juga mempunyai korelasi dengan kekuatan.

3. Kelenturan (elasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima

tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang

permanen setelah tegangan dihilangkan. Bila suatu bahan mengalami

tegangan maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tegangan yang bekerja

besarnya tidak melewati suatu batas tetentu maka perubahan bentuk yang

terjadi bersifat sementara, perubahan bentuk ini akan hilang bersamaan

hilangnya tegangan, akan tetapi bila tegangan yang bekerja telah

melampaui batas, maka sebagian bentuk itu tetap ada walaupun tegangan

telah dihilangkan. Kekanyalan juga menyatakan seberapa banyak

perubahan bentuk elastis dapat terjadi, dengan kata lain kekenyalan

menyatakan kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk dan ukuran

semula setelah menerima beban yang menimbulkan deformasi.

4. Kekakuan (stiffness) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima

tegangan/ beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk

(deformasi) atau defleksi. Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih penting

dari pada kekuatan.

5. Plastisitas (plasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami

sejumlah deformasi plastis (yang permanen) tanpa mengakibatkan

terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang diproses

26
dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging, rolling, extruding

dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut sebagi keuletan/ kekenyalan

(ductility). Bahan yang mampu mengalami deformasi plastis yang cukup

tinggi dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan/ kekanyalan

tinggi, dimana bahan tersebut dikatakan ulet/ kenyal (ductile). Sedang

bahan yang tidak menunjukkan terjadinya deformasi plastis dikatakan

sebagai bahan yang mempunyai keuletan rendah atau dikatakan getas/

rapuh (brittle).

6. Ketangguhan (toughness) menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap

sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga dapat

dikatakan sebagai ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk

mematahkan suatu benda kerja, pada suatu kondisi tertentu. Sifat ini

dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga sifat ini sulit untuk di ukur.

7. Kelelahan (fatique) merupakan kecendrungan dari logam untuk patah bila

menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stess) yang besarnya masih

jauh dibawah kekuatan elastisitasnya. Sebagian besar dari kerusakan yang

terjadi pada komponen mesin disebabkan oleh kelelahan. Karenanya

kelelahan merupakan sifat sangat penting tetapi sifat ini juga sulit di ukur

karena sangat banyak faktor yang mempengaruhinya.

8. Merangkak/ Keretakan (creep) merupakan kecendrungan suatu logam

mengalami deformasi plastis yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada

saat bahan tersebut menerima beban yang besarnya relatif tetap.

27
Sifat sifat mekanis juga dapat di lihat dari melalui grafik tegangan

regangan seperti pada gambar berikut :

Sumber : ( http://blog.ub.ac.id/sidiqdarmawan/2011/12/01/4/ )

2.6 Mikrostruktur

Mikrostruktur adalah penataan geometrik dari butir-butir dan fasa-fasa

dalam suatu material. Variabel-variabel struktural ini mencakup jumlah, ukuran,

bentuk, dan distribusi. Dimensi mikrostruktur cukup kecil sehingga diperlukan

mikroskop optik (perbesaran hingga 2000 x) bahkan mikroskop elektron

(perbesaran hingga 50.000 x) untuk mengamatinya. (Sumber: Lawrence H. Van

Vlack, 2004: 215)

Mikrostruktur logam merupakan penggabungan dari satu atau lebih

struktur kristal. Pada umumnya logam terdiri dari banyak kristal (majemuk),

walaupun ada diantaranya hanya terdiri dari satu kristal saja (tunggal). Tetapi

logam dengan kristal majemuk memungkinkan pengembangan berbagai sifat-sifat

28
yang dapat memperluas ruang lingkup pemakaiannya. Dalam logam, kristal sering

disebut sebagai butiran. Batas pemisah antara dua kristal pemisah antara dua

kristal disebut batas butir (grain boundary).

Struktur bahan dalam bentuk yang kecil sering disebut sturktur mikro.

Struktur ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan

alat pengamat diantaranya: mikroskop cahaya, mikroskop electron, mikroskop

field on, mikroskop field emission dan mikroskop sinar-X.

Material logam terdiri dari berbagai jenis struktur mikro yang berupa

kristal - kristal kecil yang disebut "butir" atau kristalit. Perlakuan panas adalah

cara yang efisien untuk memodifikasi srtuktur mikro dengan mengendalikan

temperatur pemanasan dan laju pendinginan.

Baja mempunyai berbagai sifat mekanis, misalnya kekerasan, kekuatan,

dan regangan. Sifat-sifat tersebut terjadi dikarenakan karbon yang dikandung baja

tidak terpadu. Hal ini tidak hanya disebabkan intensitas zat arang, tetapi juga cara

mengadakan ikatan dengan besi yang dapat mempengaruhi sifat baja. Baja yang

diinginkan sangat lambat menuju suhu ruangan (keadaan baja pada waktu

pengiriman dari pabrik. Dibedakan dalam tiga bentuk utama kristal (sumber:

Schonmetz: 1985: 40):

1. Ferrite, Kristal besi murni (ferrum = Fe) terletak rapat saling

mendekap, tidak teratur, baik bentuk maupun besarnya. Ferrite

merupakan bagian baja yang paling lunak. Ferrite murni tidak akan

cocok dipergunakan sebagai bahan untuk benda kerja yang menahan

beban, hal ini dikarenakan kekuatannya kecil.

29
Gambar 2.3.struktur ferrite

sumber:(http://www.industrialheating.com/ext/resources/IH/2001/01/Files/Images

/8343.gif )

2. Karbida besi (Fe3C), suatu senyawa antara (Fe) dengan zat arang (C).

sebagai unsur struktur tersendiri, dia dinamakan cementite dan

mengandung 6.7 % zat arang. Rumus kimia Fe 3C menyatakan bahwa

senantiasa ada 3 atom besi yang menyelenggarakan ikatan dengan

sebuah atom zat arang (C) menjadi sebuah molekul karbida besi.

Dengan meningkatnya kandungan C, maka semakin besar pula

kandungan cementite. Cementite dalam baja merupakan unsur yang

paling keras (270 kali lebih keras dari besi murni).

30
Gambar.2.4. struktur karbida (cementite )

Sumber:(http://www.industrialheating.com/ext/resources/IH/2001/01/Files/Images

/8345.gif )

3. Pearlite, merupakan kelompok campuran antara ferrite dan cementite

dengan kandungan zat arang seluluhnya sebesar 0,8 % dalam struktur

pelitis, semua kristal ferrite dirasuki sepih sementit halus yang

memperoleh penempatan saling berdampingan dalam lapisan tipis

mirip lamel.

Gambar 2.5. struktur pearlite

Sumber:(http://www.industrialheating.com/ext/resources/IH/2001/01/Files/Images

/8345.gif)

31
2.7 Diagram Fasa Baja Karbon

Fasa adalah bagian homogen dari sistem yang mempunyai karakteristik

fisik dan kimia yang beraturan. Contoh dari fasa yaitu material murni, larutan

padat, larutan cair dan gas. Untuk material yang mempunyai dua atau lebih

struktur maka disebut polimorfik.

Diagram fasa merupakan diagram yang menunjukkan besar kecilnya

kandungan komposisi dan temperatur. Pada temperatur 912 C terbentuk fasa

austenit (). Pada temperatur 1394 C akan kembali ke fasa ferit () hingga

akhirnya meleleh pada temperatur 1538 C. Gambar 2.2 adalah diagram fasa yang

menunjukkan persentase karbon dibawah 6,70%.

Gambar 2.6 Diagram Fasa Baja Karbon

Karbon digunakan sebagai bahan campuran besi dan membentuk larutan

padat. Didalam fasa feritte karbon yang larut maksimum 0,022% dengan

temperatur 727 C, karena kelarutan karbon dibatasi oleh bentuk dan ukuran

diagram. Meskipun prosentase karbon relatif kecil tetapi karbon mempengaruhi

32
sifat mekanis dari fasa ferit. Baja karbon dari fasa ferit relatif lembut dan dapat

menghasilkan sifat megnetis jika temperaturnya dibawah 768 C.

Fasa austenite () dari baja karbon bila dicampur baja karbon tidak akan

stabil jika dibawah 738 C. kelarutan maksimum didalam karbon pada fasa

austenite 2,14% pada temperatur 1147 C, kelarutan ini kira-kira 100 kali lebih

besar dari fasa ferit. Pada fasa perlit hampir sama dengan fasa ferrite () yang

membedakan daerah temperatur dari masing-masing fasa karena pada fasa ferit

hanya stabil pada temperatur tinggi.

Sementit (Fe3C) terbentuk ketika batas kelarutan karbon didalam perlit

(+Fe3C). Fe3C pada waktu bersamaan akan berada pada fasa austenit () dengan

temperatur antara 738 C sampai 1147 C. Adapun sifat mekanik yang dihasilkan

dari fasa sementit adalah sangat rapuh dan keras.

2.8 Perlakuan Panas (Heat Treatment)

Proses perlakuan panas (heat treatment) adalah kombinasi dari pemanasan

dan pendinginan dengan kecepatan terkontrol yang dilakukan terhadap logam atau

paduan dalam keadaan padat, sebagai suatu upaya untuk memperoleh sifat-sifat

tertentu. Salah satu penelitian sudah pernah dilakukan perlakuan panas pada bahan

baja karbon rendah dan besi tempa dengan variasi temperatur. Pada penelitian lain

dilakukan pada temperatur 850°, 900°, dan 950°. Dari sini tampak bahwa proses

perlakuan panas dapat digunakan untuk melakukan manipulasi sifat mekanik (dan

beberapa sifat fisik) sesuai dengan kebutuhan atau keperluan. Proses perlakuan

panas sangat menentukan sifat dari suatu produk logam atau paduan. Proses

33
perlakuan panas yang sama mungkin akan menghasilkan sifat yang berbeda bila

proses pengerjaan sebelum atau sesudahnya juga berbeda. Tabel 2.4 adalah

klasifikasi proses perlakuan panas baja.

Tabel 2.4 Proses-Proses Transformasi Baja

(Sumber : Robert L. Mott, P.E: 2004)

Proses perlakuan panas terhadap baja pada umumnya akan melibatkan

transformasi austenit. Struktur dan bentuk dari hasil inilah yang akan menentukan

sifat fisik dan mekanik.

Selama pemanasan, yang biasanya dilakukan hingga mencapai daerah

austenit, baja akan mengalami transformasi fasa akan terbentuk austenit. Dengan

memberikan holding time yang cukup akan memberikan kesempatan kepada

atom-atom untuk berdifusi menghomogenkan austenite yang baru terbentuk itu.

Pada pendinginan kembali, austenite akan bertransformasi lagi dan struktur mikro

yang terbentuk tergantung pada laju pendinginan.

34
2.8.1 Flame Hardening

Proses pengerasan nyala api ( flame hardening ) dan pengerasan induksi

(induction hardening ) meliputi pemanasan yang cepat pada permukaaan

komponen selama waktu yang terbatas sehingga sebagian kecil bahan dengan

kedalaman yang terkendali mencapai daerah transformasi. Dengan pencelupan

cepat, maka hanya daerah transformasi di atas yang menghasilkan tingkat

martensit yang tinggi yang di butuhkan untuk kekerasan tinggi.

Pengerasan nyala api menggunakan konsentrasi nyala api yang mengenai

daerah local selama waktu yang terkendali untuk memanasi suatu komponen, di

ikuti dengan pencelupan dalam bak yang berisi air atau minyak atau dengan arus

air atau minyak. Pengerasan induksi adalah proses di mana suatu komponen di

kelilingi oleh kumparan yang akan di lewati arus listrik dengan frekuensi tinggi.

Karena konduktivitas listrik baja, maka arus terinduksi terutama di sekitar

permukaan komponen. Resistansi bahan terhadap aliran arus listrik akan

menghasilkan efek pemanasan. Pengendalian daya listrik dan frekuensi system

induksi, dan waktu pemaparan, akan menentukan seberapa dalam bagian bahan

yang akan mencapai suhu transformasi. Pencelupan cepat setelah pemanasan akan

mengeraskan permukaan komponen tersebut.

Semakin lama flame bekerja maka tebal pengerasan akan semakin besar.

Lamanya flame bekerja dapat diatur menurut kebutuhan melalui kecepatan laju

atau jangka waktu diantara pemanasan dan pendinginan. Tingkat kekerasan

yang dihasilkan akan meningkat dengan bertambahnya kadar C dalam

baja dan kecepatan pendinginan media quench.

35
Pengerasan permukaan Flame hardening memiliki beberapa keuntungan

dan kerugian. Keuntungan dari metode ini antara lain :

a. Peralatan pengerasan dapat dibawa ke benda kerja. Hal ini menguntungkan

untuk benda kerja dalam jumlah besar (tranportasi).

b. Waktu pengerasan yang singkat.

c. Kedalaman pengerasan yang besar.

d. Penyusutan sedikit.

e. Pemakaian bahan bakar kecil.

Sedangkan kerugian dari metode ini adalah kurang cocoknya metoda ini

untuk diterapkan pada benda kerja dengan ukuran kecil dan benda kerja harus

bebas dari tegangan (Gruber dan Schonmetz, 1977).

2.8.2 Ukuran temperatur dan panas

Temperatur suatu komponen atau spesimen yang dipanaskan harus diukur,

penting kita ketahui apakah suatu ukuran kira-kira atau pasti yang dibutuhkan dan

apakah temperatur yang terhitung tinggi atau rendahnya yang harus diukur. Satu

metode diantara beberapa metode pengukuran temperatur yang lebih umum

dipergunakan di pabrik dan pengelasan adalah metode perubahan warna logam

(kira-kira). Metode ini mendasarkan pada fenomena baja apabila dipanaskan akan

mengalami perubahan warna yang nyata karena temperaturnya berubah dan ini

memungkinkan ditentukannya suatu temperatur yang mendekati Logam-logam

lainnya seperti tembaga dan paduan-paduannya hanya menunjukan warna merah

36
pudar sampai warna oranye muda. Besi tuang berubah menjadi merah tua, akan

tetapi alumunium tidak memperlihatkan perubahan yang nyata (W Kenyon, 1984).

Gambar 2.7. Perubahan warna dan temperaturnya


(W Kenyon, 1984 dan PT. Dirgamenara Nusadwipa )

2.8.3 Nyala Api Oksi-asetilen

Gas yang biasa digunakan untuk keperluan flame hardening adalah gas

oksi-asetilen. Gas oksi-asetilen ini dapat diperoleh melalui perangkat las Gas

Oksi-asetilen. Pengeluaran gas dapat diatur dengan mengatur kran dan brander

sehingga dapat menimbulkan 3 macam nyala api yang berbeda (Tan Lay Hing,

ATMI).

1. Nyala api netral

Nyala api yang dihasilkan bila volume oksigen sama dengan volume

asetilen. Reaksi ini membentuk kerucut inti (dalam) yang berwarna hijau kebiruan

dan terang nyalannya. Selanjutnya karbon monoksida bersama hidrogen yang

terbentuk bereaksi dengan oksigen yang berasal dari udara.

37
Pembakaran ini membentuk kerucut luar yang berwarna biru bening.

Nyala ini banyak digunakan, karena tidak berpengaruh terhadap logam yang dilas

atau dipotong.

2. Nyala api karburasi (Carburizing Flame)

Nyala ini terjadi bila volume oksigen lebih sedikit dari volume asetilen,

kemudian akan membentuk 3 daerah nyala api :

a. Nyala api inti dan menyebabkan terbentuknya karbon monoksida, karbon,

dan hydrogen.

b. Nyala api tengah, yaitu teroksidasinya karbon dengan oksigen.

c. Nyala api luar yaitu hasil pembakaran.

Nyala api karburasi ini cenderung menimbulkan kerak pada permukaan

benda kerja dan dalam prakteknya nyala ini banyak digunakan untuk

mengeraskan, memanaskan awal, dll.

3. Nyala api oksidasi (Oxidizing Flame)

Nyala yang terjadi bila volume oksigen lebih banyak dari volume asetilen.

Karena sifat oksidasinya sangat kuat maka nyala ini banyak digunakan untuk

mengelas kuningan dan perunggu.

2.8.4 Quenching

Menurut dasar pengujian pengerasan pada bahan baja yaitu suatu proses

pemanasan dan pendinginan untuk mendapatkan struktur keras yang disebut

martensit. Gambar 2.8 adalah struktur martensit yaitu fasa larutan padat lewat

38
jenuh dari karbon dalam sel satuan tetragonal pusat badan atau mempunyai bentuk

kristal body centered tetragonal (BCT).

Gambar 2.8 Struktur Body Center Tetragonal (BCT)

Martensit adalah fasa metastabil terbentuk dengan laju pendinginan cepat,

pemanasan harus dilakukan secara bertahap (preheating) dan perlahan-lahan

untuk memperkecil deformasi ataupun resiko retak. Setelah temperatur

pengerasan (austenitizing) tercapai, ditahan dalam selang waktu tertentu (holding

time) kemudian didinginkan cepat.

Baja canai panas dengan cara pendinginan lambat mempunyai struktur

perlit dengan ferit bebas atau sementit bebas, hal ini tergantung pada kandungan

karbon. Tahap pendinginan lambat pada baja mengakibatkan suatu keadaan yang

relatif lunak atau plastis. Untuk menambah kekerasan baja, dapat dilakukan

dengan pengerjaan yang dimana baja dipanaskan sampai suhu 830 C kemudian

didinginkan secara cepat (quenching). Tujuan pengerjaan ini dengan maksud

pengerasan baja adalah mendinginkan atau melindungi suatu perubahan austenitic

dari pada pendinginan lain sampai temperatur mendekati 790 C. Jika berhasil

mendinginkan austenitic sampai 790 C akan berubah dengan cepat ke suatu

struktur yang keras dan relatif rapuh yang dikenal martensit untuk itu pengerjaan

39
kedua dalam pengerasan baja yaitu pendinginan cepat (quenching) dari austenitic

yang menghasilkan struktur martensit.

Pada dasarnya baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok

untuk digunakan. Melalui temper, kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan

sampai memenuhi persyaratan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun,

sedang keuletan dan ketangguhan akan meningkat. Pada saat tempering proses

difusi dapat terjadi yaitu karbon dapat melepaskan diri dari martensit berarti

keuletan (ductility) dari baja naik, akan tetapi kekuatan tarik, dan kekerasan

menurun. Senada dengan itu Tata Surdia (2005) menyatakan sifat-sifat mekanik

baja yang telah dicelup, dan di-temper dapat diubah dengan cara mengubah

temperatur tempering. Dalam penelitian ini adalah menggunakan metode manual

flame hardening hal ini di sebabkan untuk mendapatkan nilai kekerasan yang

tinggi pada permukaan material untuk mengurangi nilai keausan pada material

tersebut.

2.8.5 Media Pendingin

Setelah baja dipanaskan (heat treatment) hingga mencapai suhu tertentu,

lalu baja didinginkan (quenching) untuk mendapatkan jenis struktur mikro yang

diinginkan. Jenis dan variasi media pendingin ini dibedakan atas kekentalan atau

viskositasnya, dimana kekentalan ini akan berpengaruh terhadap laju pendinginan,

sedangkan laju pendinginan akan berpengaruh terhadap struktur mikro yang

terbentuk. Ada beberapa jenis media pendingin yang digunakan sesuai urutan laju

pendinginannya diantara adalah:

40
 Brine (air + 10% garam dapur)

 Air

 Oli dan

 Udara.

a. Brine (air + 10% garam dapur)

Pendinginan dengan menggunakan air ditambah garam dapur akan

memberikan pendinginan yang sangat cepat. Pada pendinginan ini sangat beresiko

pada spesimen terjadi cacat atau retak pada permukaan, hal ini dikarenakan

pendinginan terlalu cepat.

b. Air

Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan

yang sangat cepat. Karena viskositasnya yang rendah maka akan berpengaruh

terhadap waktu untuk berdifusi pada saat bertransformasi, sehingga struktur mikro

yang terbentuk pada umumnya martensit.

c. Udara

Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang membutuhkan

pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara yang disirkulasikan ke dalam

ruangan pendingin dibuat dengan kecepatan yang rendah. Udara sebagai

pendingin akan memberikan kesempatan kepada logam untuk membentuk kristal-

kristal dan kemungkinan mengikat unsur-unsur lain dari udara.

d. Oli (pelumas)

Pelumas atau oli merupakan sejenis cairan kental yang berfungsi sebagai

pelicin, pelindung, dan pembersih bagian dalam mesin. Kode pengenal Oli adalah

41
berupa huruf SAE yang merupakan singkatan dari Society of Automotive

Engineers.

Media pendingin Oli digunakan sesuai dengan kemampuannya untuk

memperoleh hasil yang diharapkan. Penggunaan pelumas sebagai media

pendingin akan menyebabkan timbulnya selaput karbon pada spesimen tergantung

dari besarnya viskositas pelumas. Atas dasar tujuan untuk memperbaiki sifat baja

tersebut.

Pada penelitian ini media pendinginan yang di gunakan adalah media air

karena Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya pendinginan

yang sangat cepat. Karena viskositasnya yang rendah maka akan berpengaruh

terhadap waktu untuk berdifusi pada saat bertransformasi, sehingga struktur mikro

yang terbentuk pada umumnya martensit.

2.9. Kekerasan (Hardness)

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical

properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui

khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan

(frictional force) dan dinilai dari ukuran sifat mekanis material yang diperoleh dari

deformasi plastis (deformasi yang diberikan dan setelah dilepaskan, tidak kembali

ke bentuk semula akibat indentasi oleh suatu menda sebagai alat uji. Dalam hal ini

bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan

Teknik (Metallurgy Engineering). Di dalam aplikasi manufaktur, material

terutama semata diuji untuk dua pertimbangan: yang manapun ke riset

42
karakteristik suatu material baru dan juga sebagai suatu cek mutu untuk

memastikan bahwa contoh material tersebut menemukan spesifikasi kualitas

tertentu.

2.9.1 Pengujian Kekerasan (Hardness Test)

Pengujian Kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian yang

dipakai, karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran

mengenai spesifikasi. Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai

kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap.

Dengan kata lain, ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji yang

mendapat pengaruh pembebanan, benda uji akan mengalami deformasi. Kita dapat

menganalisis seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui

besarnya beban yang diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan

tersebut.

Kita harus mempertimbangkan kekuatan dari benda kerja ketika memilih

bahan benda tersebut. Dengan mempertimbangkan itu, kita cenderung meilih

bahan benda kerja yang memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Alasannya,

logam keras dianggap lebih kuat apabila dibandingkan dengan logam lunak.

Meskipun demikian, logam yang keras biasanya cenderung lebih rapuh dan

sebaliknya, logam lunak cenderung lebih ulut dan elastis.

43
2.9.2 Dasar-dasar pengujian kekerasan

Pengujian kekerasan bahan logam bertujuan untuk mengetahui angka

kekerasan logam tersebut. Dengan kata lain, pengujian kekerasan ini buka untuk

melihat apakah bahan itu keras atau tidak, melainkan untuk mengetahui seberapa

besar tingkat kekerasan logam tersebut. Tingkat kekerasan logam berdasarkan

pada standar satuan yang baku. Karena itu, prosedur pengujian kekerasan pun

diatur dan di akui oleh standar industri di dunia sebagai satuan yang baku. Satuan

yang baku itu disepakati melalui tiga metode pengujian kekerasan, yaitu

penekanan, goresan, dan dinamik.

Tabel 2.5 Logam Ferro dan Pemakaiannya


Nama Komposisi Sifat Pemakaian
Baja luak (mild Campuran ferro dan Ulet dan dapat Pipa, mur, baut,
steel) karbon (0,1% - ditempa dan sekrup
0,3%) dingin
Baja karbon Campuran ferro dan Lebih ulet Poros, rel baja,
sedang (medium karbon (0,3% - roda gigi, dan
carbon steel) 0,6%) peron
Baja karbon Campuran ferro dan Dapat ditempa Perlengkapan
tinggi (high karbon (0,7% - dan disepuh mesin perkakas,
carbon steel) 1,5%) kikir, gergaji,
pahat, tap,
penitik, dan
stempel
Baja kecepatan Baja karbon tinggi Getas, dapat Alat potong yang
tinggi (high ditambah dengan disepuh keras, digunaka ialah
speed steel) nikel/ krom/ kobalt/ dimudakan, pahat bubut,
tungsten/ vanadium dan tahan pisau frais, mata
terhadap suhu bor, dan
tinggi perlengkapan
mesin perkakas

Pengujian kekerasan dengan cara penekanan banyak digunakan oleh

industri permesinan. Hal ini dikarenakan prosesnya sangat mudah dan cepat dalam

44
memperoleh angka kekerasan logam tersebut apabila dibandingkan dengan

metode pengujian yang lainnya. Pengujian kekerasan yang menggunakan cara ini

terdiri dari tiga jenis, yaitu pengujian kekerasan dengan metode rockwell, brinell

dan vickers. Ketiga metode pengujian tersebut memiliki kelebihan dan

kekurangannya masing-masing, serta perbedaan dalam menentukan angka

kekerasannya. Metode brinell dan vickers misalnya, memiliki prinsip dasar yang

sama dalam menetukan angka kekerasannya, yaitu menitikberatkan pada

perhitungan kekuatan bahan terhadap daya luas penampang bidang yang

menerima pembebanan tersebut. Sedangkan metode rockwell menitikberatkan

pada pengukuran kedalaman hasil penekanan atau penekan (indentor) yang

membentuk berkasnya (indentasi) pada benda uji.

Perbedaan cara pengujian ini menghasilkan nilai satuan yang juga berbeda.

Karena itu, tiap-tiap pengujian memiliki satuannya masing-masing sesuai dengan

proses penekannya, yang mendapat pengakuan standar internasional. Perbedaaan

satuan itu ditunjukkan dalam bentuk tulisan angka hasil pengujiannya. Berikut ini

merupakan uraian terperinci mengenai masing metode pengujian.

a. Metode Brinell

Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J. A. Brinell pada tahun 1900.

Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras

(hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu, sebagaimana

ditunjukkan oleh gambar 2.9. Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran

bulat, yang harus dihitung diameternya di bawah mikroskop khusus pengukur

45
jejak. Contoh pengukuran hasil penjejakan diberikan oleh gambar 2.7 Pengukuran

nilai kekerasan suatu material diberikan oleh rumus:

2P
BHN  ................................ (pers 2.1)
(D)( D  D2  d 2 )

Dimana :

BHN = Angka kekerasan Brinell

P = Beban (kg)

D = Diameter indentor (mm)

d = Diameter jejak (mm)

Gambar 2.9 Skematis Prinsip Indentasi Dengan Metode Brinell

Prosedur standar pengujian mensyaratkan bola baja dengan diameter 10

mm dan beban 3000 kg untuk pengujian logam-logam ferrous, atau 500 kg untuk

logam-logam non-ferrous. Untuk logam-logam ferrous, waktu indentasi biasanya

sekitar 10 detik sementara untuk logam-logam non-ferrous sekitar 30 detik.

Walaupun demikian pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material

dapat pula ditentukan oleh karakteristik alat penguji.

Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan ‘HB’ tanpa

tambahan angka dibelakangnya menyatakan kondisi pengujian standar dengan

46
indentor bola baja 10 mm, beban 3000 kg selama waktu (1-15) detik. Untuk

kondisi yang lain, nilai kekerasan HB diikuti angka-angka yang menyatakan

kondisi pengujian. Contoh: 75 HB 10/ 500/ 30 menyatakan nilai kekerasan brinell

sebesar 75 dihasilkan oleh suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan

500 kg selama 30 detik.

Gambar 2.10 Hasil Indentasi Brinell Berupa Jejak Berbentuk Lingkaran Dengan

Ukuran Diameter Dalam Skala mm

b. Metode Vickers

Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan

sudut 136o, seperti diperlihatkan pada gambar 2.8 prinsip pengujian adalah sama

dengan metode brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar

berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengujur

jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan oleh:

1.854 P
VHN  ............................................... (pers 2.4)
d2

Gambar 2.11 Skematis Prinsip Indentasi Dengan Metode Vickers

47
c. Metode Rockwell
Pengujian kekerasan dengan metode rockwell ini diatur berdasarkan

standar DIN 50103. Adapun standar kekerasan kekerasan metode pengujian

rockwell ditunjukkan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2.6 Skala Kekerasan Metode Pengujian Rockwell


Beban
Skal Skala Warna
Penekan Jumla
a Awal Utama Kekerasan Angka
h
A Kerucut intan 120º 10 50 60 100 Hitam
Bola baja 1,558
B 10 90 100 130 Merah
mm (1/16”)
C Kerucut intan 120º 10 140 150 100 Hitam
D Kerucut intan 120º 10 90 100 100 Hitam
Bola baja 3,175
E 10 90 100 130 Merah
mm (1/8”)
Bola baja 1,558
F 10 50 60 130 Merah
mm
Bola baja 1,558
G 10 140 150 130 Merah
mm
Bola baja 3,175
H 10 50 60 130 Merah
mm
Bola baja 3,175
K 10 140 150 130 Merah
mm
Bola baja 6,35 mm
L 10 50 60 130 Merah
(1/4”)
M Bola baja 6,35 mm 10 90 100 130 Merah
P Bola baja 6,35 mm 10 140 150 130 Merah
Bola baja 12,7 mm
R 10 50 60 130 Merah
(1/2”)
S Bola baja 12,7 mm 10 90 100 130 Merah
V Bola baja 12,7 mm 10 140 150 130 Merah

Tingkatan skala kekerasan menurut metode rockwell dapat dikelompokkan

menurut jenis indentor yang digunakan pada masing-masing skala. Dalam metode

rockwell ini terdapat dua macam indentor yang ukurannya bervariasi, yaitu:

1. Kerucut intan dengan sudut besar 120º dan disebut sebagai rockwell cone.

2. Bola baja dengan berbagai ukuran disebut sebagai rockwell ball.

48
Untuk cara pemakaian skala ini, kita terlebih dahulu menentukan dan

memilih ketentuan angka kekerasan yang boleh digunakan oleh sala tertentu. Jika

pada skala tertentu tidak tercapai angka kekerasan yang akurat, maka kita dapat

menentukan skala lain yang menunjukkan angka kekerasan yang jelas.

Berdasarkan rumus tertentu, skala ini memiliki standar atau acuan, dimana acuan

dalam menentukan dan memilih skala kekerasan dapat diketahui melalui table 2.8

sebagai berikut:

Tabel 2.7 Skala Kekerasan dan Pemakaiannya


Skala Pemakaiannya
A Untuk carbide cementite, baja tipis, dan baja dengan lapisan keras
yang tipis
B Untuk paduan tembaga, baja lunak, paduan aluminium, dan besi
tempa
C Untuk baja, besi tuang, besi tempa peritik, titanium, baja dengan
lapisan keras yang dalam, dan bahan-bahan lain yang lebih keras
daipada skala B-100
D Untuk baja tipis, baja dengan lapisan keras sedang, dan besi tempa
peritik
E Untuk besi tuang, paduan aluminium, magnesium, dan logam-logam
bantalan
F Untuk paduan tembaga, yang dilunakkan dan pelat yang tipis
G Untuk besi tempa, paduan tembaga, nikel-seng, dan tembaga-nikel
H Untuk aluminium, seng, dan timbale
K Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
L Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
M Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
P Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
R Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
S Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis
V Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau
bahan-bahan tipis

49
Pembebanan dalam prose pengujian kekerasan metode rockwell diberikan

dalam dua tahap. Tahap pertama disebut dengan beban minor besarnya 10 kg dan

tahap kedua (beban utama) disebut beban mayor. Beban minor besarnya maksimal

10 kg sedangkan beban mayor tergantung pada skala kekerasan yang digunakan.

Berikut ini merupakan cara pengujian dan penggunaan dengan

menggunakan metode pengujian rockwell, yaitu:

1. Cara pengujian kekerasan rockwell

Cara rockwell ini berdasarkan sebuah penekanan sebuah indentor dengan

suatu gaya tekan tertentu ke permukaan yang rata dan bersih dari suatu logam

yang di uji kekerasannya. Setelah gaya tekan dikembalikan ke gaya minor, maka

yang akan dijadikan dasar perhitungan untuk nilai kekerasan rockwell bukanlah

hasil pengukuran diameter atau diagonal bekas lekukan, tetapi justru dalamnya

bekas lekukan yang terjadi itu. Inilah perbedaan metode rockwell dibandingkan

metode keekrasan yang lainnya.

Pengujian rockwell yang umumnya dipakai ada tiga jenis, HRA, HRB, dan

HRC. HR itu sendiri merupakan singkatan kekerasan kekerasan rockwell atau

rockwell hardness number dan kadang-kadang disingkat dengan huruf R saja.

2. Cara penggunaan mesin uji kekerasan rockwell

Sebelum pengujian dimulai, penguji harus memasang indentor terlebih

dahulu sesuai dengan jenis pengujian yang diperlukan, yaitu indentor bola baja

atau kerucut intan. Setelah indentor terpasang, penguji meletakkan spesimen yang

akan di uji kekerasannya di tempat yang tersedia dan menyetel beban yang akan

digunakan untuk proses penekanan. Untuk mengetahui nilai kekerasannya,

50
penguji dapat melihat pada jarum yang terpasang pada alat ukur berupa dial

indicator pointer.

Kesalahan pada pengujian rockwell disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

1. Benda uji,

2. Operator,

3. Mesin uji rockwell.

Kelebihan dari pengujian logam dengan menggunakan metode rockwell adalah

sebagai berikut:

1. Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras.

2. Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik.

3. Cocok untuk semua material yang keras dan lunak.

Kekurangan dari pengujian logam dengan menggunakan metode rockwell adalah

sebagai berikut:

1. Tingkat ketelitian rendah.

2. Tidak stabil bila terkena goncangan.

3. Penekanan bebannya tidak praktis.

Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ukuran ketahanan

material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras.

Terdapat tiga jenis umum mengenai ukuran kekerasan yang tergantung pada cara

melakukan pengujian. Ketiga jenis tersebut adalah kekerasan goresan, kekerasan

lekukan dan kekerasan pantulan. Akan tetapi pengujian yang sering dilakukan

adalah pengujian tekanan, pada pengujian penekanan terdapat beberapa alat uji

yang dapat digunakan antara lain dengan alat uji brinell, vickers dan rockwell.

51
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji

dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan.

Kekerasan suatu material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang

dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian).

2.10. Pengujian Komposisi

Pengujian komposisi adalah pengujian yang dilakukan dengan maksud

untuk mengetahui serta memastikan kadar unsur-unsur yang terkandung dalam

bahan. Pada baja unsur yang berpengaruh dalam penguatan baja yang dominan

adalah karbon. Dan unsur-unsur lain yang berpengaruh antara lain:

a. S bersifat menurunkan keuletan pada terak.

b. Mo (Molibden) dan W (tungsten) bersifat mengendalikan kegetasan pada

perlakuan temper.

c. Kadar P yang rendah dapat menaikkan kuat tarik baja, tetapi P bersifat

membuat baja getas pada suhu rendah.

d. P, Mo dan V (Vanadium) membawa sifat penurunan keuletan pada baja.

e. Ni dan Mn bersifat memperbaiki keuletan baja, Mn juga bersifat mengikat

karbida sehingga perlit dan ferit menjadi halus.

Proses pengujian komposisi berlangsung dengan pembakaran bahan

menggunakan elektroda dimana terjadi suhu rekristalisasi, dari suhu rekristalisasi

terjadi penguraian unsur yang masing-masing beda warnanya. Penentuan kadar

(%) berdasar sensor perbedaan warna. Proses pembakaran elektroda ini sekitar 3

52
detik. Pengujian komposisi dapat dilakukan untuk menentukan jenis bahan yang

digunakan dengan melihat prosentase unsur yang ada.

2.11. Kegagalan Material

Pada komponen mesin yang menggunakan material atau bahan baja sering

mengalami beban akibat kerja secara kontiniu. Material yang menerima beban

akan mengalami kelelahan dengan kerja yang diterimanya. Salah satu contoh pada

komponen bahan poros yang menerima beban secara terus menerus. Akibat beban

tersebut material mengalami kelelahan sehingga material mengalami kegagalan

misalnya retak,aus dan patah. Selain itu, pada komponen lain juga mengalami

beban yang sama. Dalam aplikasinya beban ini sering terjadi pada material yang

bekerja karena ada gesekan dan putaran. Dalam hal ini efek dari kerja mesin

sangat mempengaruhi kemampuan material dalam menerima beban yang

diterimanya.

Salah satu yang menyebabkan kekegagalan pada poros ini adalah kurang

nya pelumasan pada mekanisme yang bergerak secara kontiniu. serta beban yang

berlebihan yang di tanggung oleh poros. Faktor lain yang menyebabkan kegagalan

pada komponen ini adalah menurunnya kemampuan material akibat gesekan yang

terjadi pada material tersebut. Faktor operasi yang terus- menerus tanpa

memperhatikan proses perawatan pada material yang di gunakan.

53
2.12 Kajian Terdahulu

Pada penelitian ini penulis mengambil beberapa literatur dari dua jurnal

terdahulu dan melihat hasil dari kesimpulan tersebut,berikut adalah daftar dua

jurnal tersebut :

Tabel 2.8. daftar jurnal

Penulis Hengky harianto (jurusan teknik mesin, universitas islam


riau ) NPM : 093310071

Pembimbing I : Ir. Syawaldi, M.sc

Dody yulianto, ST. MT


Pembimbing II
:

Judul Analisa kekerasan permukaan baja AISI 4140 dengan


metode annealing dan manual flame hardening

Metode Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki pengaruh manual


flame hardening pada baja tempa. Penelitian ini
menggunakan baja poros belt konvenyor yang dikenai
berbagai kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan yang
dikenakan pada spesimen meliputi annealing dengan
berbagai variasi waktu penahanan (holding time),di susul
oleh pengaplikasian metode manual flame hardening dan
dilakukan pendinginan cepat (quenching)

Hasil Metode manual flame hardening dapat di gunakan pada


baja paduan, kombinasi perlakuan panas dan waktu
penahanan dapat meningkatkan nilai kekerasan
permukaan dari raw material

Perbedaan Pada skripsi ini lebih di khususkan kepada perlakuan


flame hardening dengan membedakan temperatur

54
pemanasan dengan jenis api yang berbeda

penulis Jefri Wijiatmoko ( jurusan teknik mesin universitas islam


riau) NPM : 09.331.0023

Pembimbing I : Ir. Syawaldi, M.sc

Pembimbing II DR. Kurnia Hastuti,MT


:

Judul Analisa Pengaruh Variasi Temperatur Flame Hardening


Terhadap Sifat Mekanik Bahan Poros Bucket Elevator
Type G90s/4
Metode Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan
nilai kekerasan yang lebih tinggi di bandingkan dengan
material standart

Hasil Hasil pengujiian kekerasan diperoleh nilai kekerasan


tertinggi adalah pada spesimen akibat proses flame
hardening dengan temperatur 850 °C sebesar 42,79 HRC.
Sedangkan nilai kekerasan terendah adalah pada spesimen
standar dengan nilai kekerasan sebesar 38,23 HRC.
perbedaan Pada penelitian ini penulis membedakan proses perlakuan
panas yang di berikan pada material kemudian
memvariasikan jenis api pembakaran

55

You might also like