You are on page 1of 24

A.

Anatomi dan Fisiologi


1. Ginjal
Ginjal terletak dibelakang peritoneum parietal (retro-peri-toneal), pada dinding
abdomen posterior. Ginjal juga terdapat pada kedua sisi aorta abdominal dan vena
kava inferior. Hepar menekan ginjal ke bawah sehingga ginjal kanan lebih rendah
daripada ginjal kiri. Ukuran setiap ginjal orang dewasa adalah panjang 10 cm, 5,5 cm
pada sisi lebar, dan 3 cm pada sisi sempit dengan berat setiap ginjal berkisar 150 g
Arif Muttaqin, (2011).
2. Bagian – Bagian dalam Ginjal
Menurut Tarwoto, (2009) ginjal terdiri dari 3 area yaitu:
a. Korteks
Korteks merupakan bagian paling luar ginjal, dibawah fibrosa sampai dengan
lapisan medulla, tersusun atas nefron-nefron yang jumlahnya lebih dari 1 juta.
Semua glomerulus berada di korteks dan 90% aliran darah menuju korteks.
b. Medula
Medulla terdiri dari saluran-saluran atau duktus collecting yang disebut pyramid
ginjal yang tersusun antara 8-18 buah.
c. Pelvis
Pelvis merupakan area yang terdiri dari kaliks minor yang kemudian bergabung
menjadi kalik mayor. Empat sampai lima kaliks minor bergabung menjadi kaliks
mayor dan dua sampai tiga kaliks mayor bergabung menjadi pelvis ginjal yang
berhubungan dengan ureter bagian proksimal.
3. Fungsi Ginjal :
Menurut Syaifuddin, (2006) ginjal memilki beberapa fungsi, yaitu:
a. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan di
ekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar,
kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang diekskresi
berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan
tubuh dapat dipertahankan relative normal.
b. Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion yang
optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi
pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan garam yang
berlebihan/penyakit perdarahan (diare, muntah) ginjal akan
meningkatkan/mengurangi ekskresi ion-ion yang penting (misalnya Na, K, Cl,
dan fosfat).
c. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh. Menurut Tarwoto, (2009)
Pengendalian asam basa oleh ginjal dilakukan dengan sekresi urin yang urin
atau basa, melalui pengeluaran ion hydrogen atau bikarbonat dalam urin.
d. Ekskresi sisa metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-
obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
e. Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresikan hormon renin yang
berperan penting mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin aldosteron),
membentuk eritropoiesis mempunyai peranan penting untuk memproses
pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).
Disamping itu ginjal juga membentuk hormon dihidroksi
kolekalsiferol(vitamin D aktif) yang diperlukan untuk mengabsorbsi ion kalsium di
usus.
4. Aliran darah di Ginjal dan Persarafan Ginjal
Menurut Arif Muttaqin, (2011) ginjal menerima sekitar 1.200 ml darah per
menit atau 21 % dari curah jantung. Aliran darah yang sangat besar ini tidak
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang berlebihan, tetapi agar ginjal
dapat secara terus-menerus menyesuaikan komposisi darah. Dengan
menyesuaikan komposisi darah, memastikan keseimbangan natrium, klorida,
kalium, kalsium, fosfat, dan pH serta membuang produk-produk metabolisme urea.
Syaifuddin, (2006) menjelaskan ginjal mendapat darah dari aorta
abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis. Arteri ini berpasangan
kiri dan kanan. Arteria renalis bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian
menjadi arteri arkuata. Arteri interloburalis yang berada di tepi ginjal bercabang
menjadi kapiler membentuk gumpalan-gumpalan yang disebut glomerulus.
Glomerulus ini dikelilingi oleh alat yang disebut simpai bowman. Disini terjadi
penyaringan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai bowman
kemudian menjadi vena renalis mauk ke vena kava inferior.
5. Persyarafan Ginjal
Menurut Syaifuddin, (2006) ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus
renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk
ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk
ke ginjal. Diatas ginjal ini terdapat kelenjar suprarenalis, kelenjar ini merupakan
sebuah kelenjar buntu yang menghasilkan dua macam hormon yaitu hormone
adrenalin dan hormon kortison.
6. Proses Pembentukan Urin
Menurut Syaifuddin, (2006) ada 3 tahap dalam pembentukan urine, yaitu :
a. Proses filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena aferen lebih besar dari
permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan bagian yang
tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring
ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida,
sulfat, bikarbonat, dll, yang diteruskan ke tubulus ginjal.
b. Proses reabsorpsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa, natrium,
klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal
dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus
ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan natrium dan ion bikarbonat.
Bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah.
Penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan
sisanya dialirkan pada papilla renalis.
c. Proses sekresi
Sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke
piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.
7. Ureter
Ureter merupakan organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan
urine dari pielum ginjal ke dalam kandung kemih Arif Muttaqin, (2011). Panjangnya
25-30 cm dengan diameter 6mm. berjalan mulai dari pelvis renal setinggi lumbal ke 2
Tarwoto, (2009).
Menurut Syaifuddin, (2006) lapisan dinding ureter terdiri dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah lapisan otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Jika karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urine, terjadi
kontraksi otot polos yang berlebihan yang bertujuan untuk mendorong
mengeluarkan sumbatan tersebut dari saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan
sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik
ureter Arif Muttaqin, 2011).
Menurut Arif Muttaqin (2011) kedua ureter merupakan kelanjutan dari pelvis
ginjal dan membawa urine ke dalam kandung kemih, khususnya ke area yang
disebut trigon. Trigon adalah area segitiga yang terdiri atas lapisan membran mukus
yang dapat berfungsi sebagai katup untuk menghindari refluks urine ke dalam ureter
ketika kandung kemih berkontraksi Mary Baradero, (2008). Ureter memasuki
kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih.
Normalnya ureter berjalan secara obliquesepanjang beberapa sentimeter
menembus kandung kemih yang disebut dengan ureter intramural.
8. Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )
Kandung kemih berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian
mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi/berkemih Arif Muttaqin,
(2011).
Menurut Tarwoto, (2009) kapasitas maksimum kandung kemih pada oran dewasa
sekitar 300-450 ml, dan anak-anak antara 50-200 ml. Pada laki-laki kandung kemih
berada dibelakang simpisis pubis dan didepan rektum, pada wanita kandung kemih
berada dibawah uterus dan didepan vagina. Pada keadaan penuh akan memberikan
rangsangan pada saraf aferen ke pusat miksi sehingga terjadi kontraksi otot detrusor
yang mendorong terbukanya leher kandung kemih, sehingga terjadi proses miksi.
Fungsi utama dari ginjal adalah menampung urin dari ureter dan kemudian
dikeluarkan melalui uretra. Dinding kandung kemih memiliki 4 lapisan jaringan, yaitu:
a. Lapisan paling dalam adalah mukosa yang menghasilkan mukus.
b. Lapisan submukosa adalah lapisan otot polos yang satu sama lain membentuk
sudut disebut otot detrusor.
c. Lapisan paling luar adalah serosa.
9. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Uretra pada pria panjang uretra ± 20 cm,
sedangkan pada perempuan panjangnya ± 3-4 cm Syaifuddin, (2006). Perbedaan
panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering
terjadi pada pria. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan kandung kemih dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak
pada perbatasan uretra anterior dan posterior Arif Muttaqin, (2011). Adanya sfingter
uretra interna yang dikontrol secara involunter memungkinkan pengeluaran urine
dapat dikontrol. Pada pria saluran ini juga berfungsi sebagai tempat menyalurkan air
mani Tarwoto, (2009).
10. Proses Berkemih
Menurut Tarwoto, (2009) urine diproduksi oleh ginjal sekitar 1 ml/menit, tetapi dapat
bervariasi antara 0,5-20 ml/menit. Aktivitas saraf parasimpatis meningkatkan
frekwensi peristaltik dan stimulasi simpatis menurunkan frekwensi. Banyaknya aliran
urine pada uretra di pengaruhi oleh adanya obstruksi Karena konstriksi ureter dan
juga kontriksi arterior afferen yang berakibat pada penurunan produksi urine,
demikian juga pada adanya obstruksi ureter karena batu.
Kandung kemih dipersarafi oleh saraf dari pelvis , baik sensorik maupun
motorik. Pengaktifan saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi dari otot detrusor.
Normalnya spinter interna pada leher kandung kemih berkontraksi. Sedangkan
spinter eksterna dikontrol berdasarkan kesadaran (volunter), dipersarafi oleh nervus
pudendal yang merupakan serat saraf somatik.
Menurut Syaifuddin, (2006) kontrol volunter ini hanya mungkin bila saraf-saraf
yang menangani kandung kemih uretra, medulla spinalis dan otak, bila tidak maka
terjadi inkontinensia urine.
B. Definisi

Batu ginjal adalah suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di ginjal. Batu yang

terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan

bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan

lebih dari dua kaliks ginjal membrikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga

disebut batu staghorn (Muttaqin, 2012).

C. Etiologi / Penyebab
D. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Menurut Purnomo (2014) pemeriksaan penunjang untuk mengetahui batu ginjal

dapaat dilaksanakan melalui beberapa pemeriksaan, yaitu :

a. Foto polos abdomen

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya

batu radio-opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat

bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan

batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).

b. Pielografi Intra Vena (IVU)


Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi fungsi ginjal. Selain itu IVU

dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang tidak dapat

terlihat oleh foto polos perut. Jika IVU belum dapat menjelaskan keadaan sistem

saluran kemih akbiat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah

pemeriksaan pielografi retrograde.

c. Ultrasonografi (USG)

USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVU, yaitu

pada keadaan-keadaan: alergi terhadap kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada

wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal

atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis,

pionefrosis, atau pengerutan ginjal.

Diagnosis dapat juga ditegaakan dengan uji kimia darah dan urin 24 jam untuk

mengukur kadar kalsium, asam urat, kreatinin, naatrium, pH, dan volume total

merupakan bagian dari upaya diagnostic. Riwayat diet dan medikasi serta riwayat

adanya batu ginjal dalam keluarga didapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang

mencetuskan terbentuknya batu pada pasien (Brunner & Suddarth, 2002).

E. Penatalaksanaan

Menurut Purnomo (2014) beberapa penatalaksanaan pada batu ginjal yaitu :

a. Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm,

karna diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk

mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum, dan

minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.

b. ESWL (Extracorporeal Shockwae Lithotripsy)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy

pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau
batu buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah

menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.

Tidak jarang pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik

dan hematuria.

c. Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu

saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari

saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung kedalam saluran kemih. Alat

itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses

pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik,

energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi

yaitu :

1) PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan batu yang

berada di dalam saluran ginjal degna cara memasukkan alat endoskopi ke sistem

kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih

dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

2) Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan

alat pemecah batu ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan

evakuator Ellik.

3) Ureteroskopi atau ureto-renoskopi adalah dengan memasukkan alat utereskopi

per-uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan

memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem

pelvikalises dapat dipecah melalui tuntutan uteroskopi/uterorenoskopi ini.

4) Ektraksi dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui

alat keranjang Dormia.

d. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang

berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.

e. Bedah terbuka

Di klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-tindakan

endourologi, laparaskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui

pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah pielolitotomi atau

nefrolitotomi unutk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk

batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau

pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah

(pionefrosis), korteks sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu

saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.

A. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

Nama : Dengan inisial

Umur : Paling sering 30 – 50 tahun

Jenis kelamin : Lebih banyak pada pria

Alamat : Tinggal di daerah panas

b. Riwayat Keperawatan

1) Keluhan Utama : Biasanya keluhan utama klien merasakan nyeri, akut/kronik

dan kolik yang menyebar ke paha dan genetelia.

2) Riwayat Penyakit Dahulu : Biasanya klien yang menderita penyakit batu ginjal,

pernah menderita penyakit infeksi saluran kemih.

3) Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga menderita batu ginjal dan hipertensi

c. Fungsional Gordon

1) Pola persepsi dan management


Pola ini akan menjelaskan bagaimana penderita batu ginjal ini mengatasi

penyakit yang di deritanya,apakah langsung di bawa ke rumah sakit atau tidak.

2) Pola nutrisi dan metabolik

Menjelaskan bagaimana makan klien, apakah mengalami muntah. Dan

biasanya klien sering mengalami hidrasi

3) Pola eliminasi

Klien akan mengalami gangguan pada keseimbangan cairan dan

elektrolit. Dan biasanya klien terserang diare

4) Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas dan latihan klien akan terganggu, karena klien mengalami nyeri

dan bengkak pada tungkai

5) Pola kognitif dan perceptual

Biasanya klien yang menderita batu ginjal tidak mengalami gangguan

pada penglihatan, dan pendengaran

6) Pola istirahat dan tidur

Biasanya tidur dan istirahat klien terganggu, karena merasakan nyeri

yang sangat hebat pada daerah tungkai

7) Pola konsep diri dan persepsi

Biasanya klien sering merasa cemas akan penyakitnya

8) Pola peran dan hubungan

Klien lebih sering menutup diri, dan sering mengabaikan perannya baik

sebagai suami, maupun ayah.

9) Pola reproduksi dan seksual

Biasanya klien yang menderita batu ginjal mengalami gangguan

reproduksi dan seksual nya, sehingga iya tidak dapat memenuhi kebutuhan

seksualnya.
10) Pola coping dan toleransi

Klien yang menderita batu ginjal cenderung stres, karena cemas

memikirkan penyakitnya, yang tak kunjung sembuh.

11) Pola nilai dan keyakinan

Klien agak susah melakukan aktivitas ibadah nya, karena dirumah sakit

klien menggunakan kateter.

Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu

dikaji adalah:

1) Aktivitas/istirahat:

Gejala:

a) Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk.

b) Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi.

c) Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera

serebrovaskuler, tirah baring lama).

2) Sirkulasi

Tanda:

a) Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal)

b) Kulit hangat dan kemerahan atau pucat

3) Eliminasi

Gejala :

a) Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya

b) Penurunan volume urine

c) Rasa terbakar, dorongan berkemih

d) Diare

Tanda:

a) Oliguria, hematuria, piouria


b) Perubahan pola berkemih

c) Makanan dan cairan:

4) Nutrisi

Gejala:

a) Mual/muntah, nyeri tekan abdomen

b) Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat

c) Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup

Tanda:

a) Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus

b) Muntah

5) Nyeri dan kenyamanan:

Gejala:

a) Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu

(batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan)

Tanda:

a) Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi

b) Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit

6) Keamanan:

Gejala:

a) Penggunaan alkohol

b) Demam/menggigil

7) Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:

a) Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout,

ISK kronis

b) Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,

hiperparatiroidisme

c) Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat,

tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

Menurut Brunner & Suddarth (2002) pasien yang diduga mengalami batu ginjal

dikaji terhadap adanya nyeri dan ketidaknyamanan. Keparahan dan lokasi nyeri

ditentukan bersamaan dengan radiasi nyeri. Pasien juga dikaji akan adanya gejala yang

berhubungan seperti mual, muntah, diare, dan distensi abdomen. Pengkajian

keperawatan mencakup obserasi tanda-tanda infeksi traktus urinarius (menggigil,

demam, disuria, sering berkemih, dan hesitancy) dan obstruksi (berkemih sering dengan

jumlah urin sedikit, oliguria, atau anuria). Selain itu, urin diobsevrasi akan adanya darah

dan disaring untuk kemungkinan adanya batu atau kerikil.

Riwayat difokuskan pada faktor predisposisi penyebab terbentuknya batu di

traktus urinarius atau faktor pencertus episode kolik renal atau ureteral. Faktor

predisposisi penyebab terbentuknya batu mencakup riwayat adanya batu dalam

keluarga, kanker atau gangguan pada sumsum tulang,atau diet tinggi kalsium atau

purine. Faktor yang dapat mencetuskan pembentukan batu pada pasien yang terkena

batu ginjal mencakup episode dehidrasi, imobilisasi yang lama dan infeksi. Pengetahuan

pasien tentang batu renal dan upaya unutk mencegah kejadian dan kekambuan juga

dikaji.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas

ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

b. Kekurangan volume cairan

Definisi : Penurunan cairan intravascular, interstitial, dan/atau intraseluler. Ini

mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium.

c. Gangguan eliminasi urin

Definisi : disfungsi eliminasi urin

d. Risiko infeksi

Definisi : Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organism patogenik yang dapat

mengganggu kesehatan.

e. Ansietas

Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons

otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan

takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat

kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan

memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.


3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL


1. Catat lokasi, lamanya/intensitas 1. Membantu evaluasi
1 Nyeri Akut Kontrol Nyeri nyeri (skala 1-10) dan tempat obstruksi dan
penyebarannya. Perhatiakn tanda kemajuan gerakan batu.
Klien diharapkan mampu untuk : non verbal seperti: peningkatan
TD dan DN, gelisah, meringis, 2. Melaporkan nyeri secara
 Menilai factor penyebab
merintih, menggelepar. dini memberikan
 Menilai gejala dari nyeri kesempatan pemberian
analgesi pada waktu
 Gunakan tanda tanda vital memantau yang tepat dan
2. Jelaskan penyebab nyeri dan
perawatan pentingnya melaporkan kepada 3. Meningkatkan relaksasi
staf perawatan setiap perubahan dan menurunkan
 Laporkan tanda / gejala nyeri pada karakteristik nyeri yang terjadi. ketegangan otot.

tenaga kesehatan professional 4. Mengalihkan perhatian


3. Lakukan tindakan yang dan membantu relaksasi
 Gunakan catatan nyeri mendukung kenyamanan (seperti otot.
masase ringan/kompres hangat
Tingkat Kenyamanan pada punggung, lingkungan yang
tenang) 5. Aktivitas fisik dan hidrasi
 Klien diharapkan mampu untuk yang adekuat
4. Bantu/dorong pernapasan dalam, meningkatkan lewatnya
 Melaporkan Perkembangan Fisik bimbingan imajinasi dan aktivitas batu, mencegah stasis
terapeutik. urine dan mencegah
 Melaporkan perkembangan kepuasan
pembentukan batu
 Melaporkan perkembangan psikologi 5. Batu/dorong peningkatan aktivitas selanjutnya.
(ambulasi aktif) sesuai indikasi
 Mengekspresikan perasaan dengan disertai asupan cairan sedikitnya 6. Obstruksi lengkap ureter
3-4 liter perhari dalam batas dapat menyebabkan
lingkungan fisik sekitar toleransi jantung. perforasi dan
ekstravasasiurine ke
 Mengekspresikan kepuasan dengan 6. Perhatikan dalam area perrenal, hal
peningkatan/menetapnya keluhan ini merupakan
nyeri abdomen. kedaruratan bedah akut.
Kontrol nyeri
7. Analgetik (gol. narkotik)
Tingkatan Nyeri biasanya diberikan
7. Kolaborasi pemberian obat sesuai selama episode akut
Klien diharapkan mampu untuk:
program terapi: untuk menurunkan kolik
 Melaporkan Nyeri - Analgetik ureter dan meningkatkan
relaksasi otot/mental.
 Ekspresi nyeri lisan

 Ekspresi wajah saat nyeri - Antispasmodik

 Melindungi bagian tubuh yang nyeri


- Kortikosteroid
 Perubahan frekuensi pernapasan

1. Awasi asupan dan haluaran 1. Mengevaluasi


2 Kekurangan Keseimbangan Elektrolit Asam dan adanya stasis
urine/kerusakan ginjal.
volume cairan Basa 2. Catat insiden dan karakteristik
muntah, diare. 2. Mual/muntah dan
Klien diharapkan mampu untuk:
diare secara umum
 Denyut jantung berhubungan dengan
kolik ginjal karena saraf
 Irama jantung 3. Tingkatkan asupan cairan 3-4 ganglion seliaka
liter/hari. menghubungkan kedua
 Pernapasan ginjal dengan lambung.
4. Awasi tanda vital.
 Irama napas 3. Mempertahankan
keseimbangan cairan
 Kekuatan otot 5. Timbang berat badan setiap hari. untuk homeostasis, juga
dimaksudkan sebagai
Keseimbangan Cairan
upaya membilas batu
Klien diharapkan mampu untuk: 6. Kolaborasi pemeriksaan HB/Ht keluar.
dan elektrolit.
 Tekanan darah 4. Indikator
7. Berikan cairan infus sesuai hiddrasi/volume sirkulasi
 Tekanan arteri program terapi. dan kebutuhan intervensi.

 Tekanan vena sentral 8. Kolaborasi pemberian diet sesuai 5. Peningkatan BB


keadaan klien. yang cepat mungkin
 Palpasi nadi perifer berhubungan dengan
retensi.
 Kesimbangan intake & output
9. Berikan obat sesuai program 6. Mengkaji hidrasi dan
(24jam) terapi (antiemetik misalnya efektiviatas intervensi.
Proklorperasin/ Campazin).
 Kestabilan berat badan 7. Mempertahankan volume
sirkulasi (bila asupan per
 Konfusi yang tidak tampak oral tidak cukup)
 Hidrasi kulit
8. Makanan mudah cerna
Hidrasi menurunkan aktivitas
saluran cerna,
Klien diharapkan mampu untuk: mengurangi iritasi dan
membantu
 Hidrasi kulit mempertahankan cairan
dan keseimbangan
 Kelembaban membran mukosa nutrisi.

 Haus yang abormal (-) 9. Antiemetik mungkin


diperlukan untuk
 Perubahan suara napas (-) menurunkan
mual/muntah.
 Napas pendek (-)

 Mata yang cekung (-)

 Demam (-)

 Keringat
1. Awasi asupan dan haluaran, 1. Memberikan informasi
3 Gangguan Eliminasi Urin karakteristik urine, catat adanya tentang fungsi ginjal dan
keluaran batu. adanya komplikasi.
Eliminasi Urin Klien diharapkan mampu untuk: Penemuan batu
2. Tentukan pola berkemih normal memungkinkan
 Pola eliminasi
klien dan perhatikan variasi yang identifikasi tipe batu dan
 Bau urin terjadi. mempengaruhi pilihan
terapi.
 Jumlah urin 2. Batu saluran kemih dapat
3. Dorong peningkatan asupan menyebabkan
 Warna urin cairan. peningkatan eksitabilitas
saraf sehingga
 Partikel urin yang bebas 4. Observasi perubahan status menimbulkan sensasi
mental, perilaku atau tingkat kebutuhan berkemih
 Kejernihan urin kesadaran. segera. Biasanya
frekuensi dan urgensi
 Pencernaan cairan yang adekuat meningkat bila batu
5. Pantau hasil pemeriksaan mendekati pertemuan
 Keseimbangan intake dan output laboratorium (elektrolit, BUN, uretrovesikal.
kreatinin) 3. Peningkatan hidrasi
dalam 24 jam dapat membilas bakteri,
6. Berikan obat sesuai indikasi: darah, debris dan
 Urin yang keluar tidak disertai nyeri - Asetazolamid (Diamox), membantu lewatnya
Alupurinol (Ziloprim) batu.
 Urin yang tak lancar keluar
- Hidroklorotiazid (Esidrix, 4. Akumulasi sisa uremik
 Urin yang keluar dengan tergesa-ge Hidroiuril), Klortalidon (Higroton) dan ketidakseimbangan
- Amonium klorida, kalium atau elektrolit dapat menjadi
 Pengawasan urin natrium fosfat (Sal-Hepatika) toksik pada SSP.
- Agen antigout mis: Alupurinol 5. Peninggian BUN,
(Ziloprim) kreatinin dan elektrolit
 Pengosongan kandung kemih - Antibiotika menjukkan disfungsi
- Natrium bikarbonat ginjal.
dengan lengkap 6. Meningkatkan ph urine
7. Pertahankan patensi kateter tak (alkalinitas) untuk
 Tahu akan keluarnya urin
menetap (uereteral, uretral atau menurnkan pembentukan
nefrostomi). batu asam.
7. Mengasamkan urine
8. Irigasi dengan larutan asam atau untuk mencegah
alkali sesuai indikasi. berulangnya
pembentukan batu
alkalin.
9. Siapkan klien dan bantu prosedur 8. Mengubah ph urien
endoskopi. dapat membantu
pelarutan batu dan
mencegah pembentukan
batu selanjutnya.
9. Berbagai prosedur endo-
urologi dapat dilakukan
untuk mengeluarkan
batu.
1. Cuci tangan setiap sebelum dan
4 Risiko infeksi Kontrol Resiko 1. Meminimalisir resiko
sesudah tindakan keperawatan
 Mengetahui resiko 2. Batasi pengunjung bila perlu terjadinya infeksi.

 Memonitor faktor resiko lingkungan 3. Intruksikan kepada pengunjung 2. Mengurangi tingkat

 Memonitor faktor resiko dari tingkah untuk mencuci tangan saat kontaminasi pasien
berkunjung dan setelah
laku dengan orang lain.
berkunjung meninggalkan
 Mengembangkan strategi control pasien 3. Mencegah terjadinya

secara efektif 4. Inspeksi kulit dan membran infeksi silang


mukosa terhadap kemerahan,
4. Mengetahui terjadinya
panas, drainase
infeksi dan menjadi dasar
5. Tingkatkan intake nutrisi
6. Instruksikan kepada pasien penentuan intervensi

untuk minum antibiotik sesuai selanjutnya


resep 5. Nutrisi yang adekuat

dapat memperkuat

sistem imunitas tubuh

6. Mencegah terjadinya

infeksi

a. Anxiety control NIC 1. Memberikan rasa


5 Ansietas
b. Coping Anxiety Reduction (penurunan nyaman kepada pasien
c. Impulse control kecemasan)
1. Gunakan pendekatan yang 2. Agar klien dapat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan menenangkan mengerti dan memahami
selama …. Pasien bertoleransi terhadap 2. Jelaskan semua prosedur dan prosedur yang akan
aktivitas dengan Kriteria Hasil : apa yang dirasakan selama dilaksanakan
1. Klien mampu mengidentifikasi dan prosedur 3. Dapat mengurangi
mengungkapkan gejala cemas 3. Instruksikan kepada pasien kecemasan pasien
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan untuk menggunakan teknik 4. Support dari keluarga
dan menunjukkan tehnik untuk relaksasi dapat mengurangi
mengontol cemas 4. Libatkan keluarga untuk kecemasan pasien
3. Vital sign dalam batas normal mendampingi pasien 5. Pemberian obat cemas
5. Kolaborasi pemberian obat anti dapat menurunkan
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa
cemas kecemasan pasien
tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan

berkurangnya kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta

Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. 2013. Nursing Outcame Clasification. Mosby.
Philadelphia

McCloskey & Gloria M Bulechek. 2013. Nursing Intervention Clasification. Mosby. USA

Mubin, Halim. 2013. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta

Muttaqin Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan.
Salemba medika. Jakarta.

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. EGC. Jakarta

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Tim Pokja SDKI PPNI. Jakarta

Purnomo, Basuki. 2014. Dasar-dasar Urologi. Sagung Seto. Jakarta

You might also like