You are on page 1of 23

Tutorial Klinik

ANATOMI, FISIOLOGI, DAN PEMERIKSAAN FARING


Diajukan untuk Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher
(THT –KL)

Disusun oleh :
Muhammad Dhiya Rahadian
30101206667

Pembimbing:
dr. Budi Wiranto, Sp.THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

ANATOMI, FISIOLOGI, DAN PEMERIKSAAN FARING

Kepaniteraan Klinik Bagian THT-KL


RST Tingkat II dr. Soedjono Magelang

oleh :
Muhammad Dhiya Rahadian
30101206667

Magelang, Mei 2017


Telah dibimbing dan disahkan oleh,
Pembimbing,

dr. Budi Wiranto, Sp.THT-KL

1
ANATOMI FARING
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti
corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah. Kantong ini
mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi
vertebrae servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus
orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus
laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding
posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk
oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus
otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring,
orofaring dan laringofaring (hipofaring). Unsur-unsur faring meliputi
mukosa, palut lendir (mucous blanket) dan otot.

Faring dan Ruangan Disekitarnya


Berdasarkan letaknya, faring dibagi atas :

A. Nasofaring

Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di


bagian bawah adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung
sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal.
Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta
berhubungan erat dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid,
jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring
yang disebut osa Rosenmuller, kantong Ratkhe, yang merupakan
invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu
refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius,
koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n.glosofaring, n.vagus
dan n.asesorius spinal saraf kranial dan v.jugularis interna. Bagian
petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba
Eustachius.
B. Orofaring

Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas atasnya


adalah palatum mole, batas bawah adalah tepi atas epiglotis, ke
depan adalah rongga mulut, ke belakang adalah vertebra servikal.
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding
posterior faring, tonsil palatina, fossa tonsilaris serta arkus faring
anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.
Dinding posterior faring
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut
terlibat pada radang akut atau radang kronik faring, abses
retrofaring, serta gangguan otot-otot di bagian tersebut. Gangguan
otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole
berhubungan dengan gangguan n.vagus.
Fossa tonsilaris
Fossa tonsilaris dibatasi oleh arcus faring anterior dan
posterior. Batas lateralnya adalah m.konstriktor faring superior.
3
Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu
ruang kecil yang dinamakan fosa supra tonsil. Fosa ini berisi
jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah
memecah ke luar bila terjadi abses. Fossa tonsilaris diliputi oleh
fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring, dan disebut
kapsul yang sebenarnya bukan merupakan kapsul yang sebenarnya.
Tonsil
Tonsil adalah massa yang tediri dari jaringan limfoid dan di
tunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya.
Terdapat 4 macam tonsil yaitu tonsil faringal (ademoid),
tonsil tubaria, tonsil palatina dan tonsil lingual yang keempatnya
membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil palatina
yang biasa disebut tonsil saja terletak di dalam fossa tonsilaris. Pada
kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang
merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil
biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil
bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut
kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga
meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan leukosit,
limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan
lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering disebut juga
kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring,
sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.
Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina
asendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring asendens dan
a.lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi
menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di
sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu
sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang –
kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik
merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual atau kista
duktus tiroglosus.
Tonsil dan Letaknya pada Faring

C. Laringofaring(Hipofaring)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas
epiglotis, batas anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus,
serta batas posterior adalah vertebra servikal. Bila laringofaring
diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak
langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring
langsung, maka struktur pertama yang tampak di bagian dasar lidah
valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk
oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan lateral pada tiap sisi.
Valekula disebut juga kantung pil.
Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini
berbentuk omega dan pada perkembangannya akan lebih melebar,
meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk omega) ini tetap
sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat
menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan
laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis
berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika menelan
minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke

5
sinus piriformis dan ke esofagus.
Nervus laring superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada
tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada
pemberian analgesia lokal di faring dan laring pada tindakan
laringoskop langsung .

Pembagian Faring

Mukosa

Bentuk mukosa faring bervariasi , tergantung pada letaknya. Pada


nasofaring karena fungsinya untuk saluran respirasi maka mukosanya
bersilia, sedang epitelnya torak berlapis yang mengandung sel goblet. Di
bagian bawahnya, yaitu orofaring dan laringofaring karena fungsinya untuk
saluran cerna, epitelnya gepeng berlapis dan tidak bersilia.
Di sepanjang faring dapat ditemukan banyak sel jaringan limfoid
yang terletak dalam rangkaian jaringan ikat yang termasuk dalam sistem
retikuloendotelial. Oleh karena itu faring dapat disebut juga daerah
pertahanan tubuh terdepan.
Palut Lendir (Mucous Blanket)

Daerah nasofaring dilalui oleh udara pernapasan yang diisap melalui


hidung. Di bagian atas, nasofaring ditutupi oleh palut lendir yang terletak di
atas silia dan bergerak sesuai dengan arah gerak silia ke belakang. Palut
lendir ini berfungsi untuk menangkap partikel kotoran yang terbawa oleh
udara yang diisap. Palut lendir ini mengandung enzym lyzozyme yang
penting untuk proteksi.

Otot

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan


memanjang (longitudial). Otot- otot yang sirkular terdiri dari m.konstriktor
faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak di sebelah luar.
Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup
sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini
bertemu pada jaringan ikat yang disebut afe faring. Kerja otot konstriktor
untuk mengecilkan lumen faring. Otot-otot ini dipersarafi oleh n.vagus (n.
X).
Otot-otot yang longitudinal adalah m.stilofaring dan m.palatofaring.
Letak otot-otot ini di sebelah dalam. M. Stilofaring gunanya untuk
melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan m.palatofaring
mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan
laring. Jadi kedua otot ini bekerja sebagai elevator. Kerja kedua otot itu
penting pada waktu menelan. M.stilofaring dipersarafi oleh n.IX sedangkan
m.palatofaring dipersarafi oleh n.X.
Pada palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan satu
dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu m.levator veli palatini, m.tensor
veli palatini, m.palatoglosus, m.palatofaring, dan m.azigos uvula.
M.levator veli palatini membentuk sebagian besar palatum mole dan
kerjanya untuk menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba
eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
M.tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya
untuk mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba
Eustachius. Otot ini dipersarafi oleh n.X.
M.palatoglosus membentuk arkus anterior faring dan kerjanya
menyempitkan ismus faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X. M.palatofaring

7
membentuk arkus posterior faring. Otot ini dipersarafi oleh n.X. M.azigos
uvula merupakan otot yang kecil, kerjanya memperpendek dan menaikkan
uvula ke belakang atas. Otot ini dipersarafi oleh n.X.

Otot-otot Faring Tampak Lateral


Otot-otot Faring Tampak Posterior

Vaskularisasi

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang


tidak beraturan. Yang utama berasal dari cabang a.karotis eksterna (cabang
faring asendens dan cabang fausial) serta dari cabang a.maksila interna
yakni cabang palatina superior.
Cabang-cabang a. Karotis interna dan a. Maxillaris interna yang
memvaskularisasi faring :
1. A. palatine descendens cabang dari a. maxillaris interna
2. A. canalis pterygoidei cabang dari a. maxillaris interna
3. A. pharyngealis cabang dari a. maxillaris interna
4. A. palatina ascendens cabang dari a. facialis
5. R. tonsillaris a. facialis
6. A. pharyngea ascendens

9
7. Rr. dorsalis linguae cabang dari a. lingualis
8. A. thyroidea superior yang mencabangkan rr. Pharyngei
Venae pharyngis :
Vena pada pharynx terletak pada dinding posterior pharynx dan
membentuk plexus pharyngeus, yang menrima darh dari pharynx, palatum
molle, dan juga region prevertebra di dekatnya. Dua atau lebih vena
mengalirkan darahnya ke v. ugularis interna. Selain itu plexus pharyngeus
juga berhubungan dengan plexus pterygoideus dan sinus cavernosus.

Vaskularisasi arteri faring


Persarafan

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus


faring yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari n.vagus,
cabang dari n.glosofaring dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus
berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-
cabang untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang dipersarafi oleh
cabang n.glosofaring.
Plexus pharyngeus yang terdapat pada dinding pharynx (pada m.
constrictor pharyngeus medius) dibentuk oleh :
a. Rr. pharyngei n. glossopharyngeus
b. Rr. pharyngei n. vagus
c. Rr. paryngopharyngei dari truncus sympathicus
Serabut-serabut viscerosensibel untuk mucosa pharynx, dari plexus
pharyngeus, berasal dari n. glossopharyngeus dan n. vagus.
Serabut-serabut visceromotor khusus, untuk otot-otot pharynx kecuali
m. stylopharyngues, berasal dari n. vagus (kemungkinan serabut-serabut
motor ini dari n. accesorius yang kemudian masuk dan mengikuti n. vagus)
Persarafan otot dan mukosa faring :
1. M. stylopharyngeus dipersarafi oleh r. muscularis n. glossopharyngeus
2. M. constrictor pharyngis inferior: plexus pharyngeus, serabut-serabut motor
dari n. recurrens laryngis dan r externus n. laryngei superior.
3. Mucosa pharynx: serabut-serabut sensible dari n. glossopharyngeus dan n.
vagus malalui plexus pharyngeus dan serabut-serabut sensibel rr. tonsillaris
n. glossopharyngei (dipercabangkan sewaktu n. glossopharyngeus ini
berada di sebelah medial n. hypoglossus) bagian cranial nasipharynx
mendapat serabut-serabut sensibel yang berasal dari n. trigeminus, dengan
melalui cabang dari ganglion pterygopalatinum yaitu rr. pharyngealis
Rr. pharyngeales dari ganglion pterygopalatinum juga membawa serabut-
serabut parasympathis post ganglionair (dari n. facialis) untuk ganglion
pharyngealis.

Kelenjar getah bening

Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni


superior, media dan inferior. Saluran limfa superior mengalir ke kelenjar
getah bening retrofaring dan kelenjar getah bening servikal dalam atas.
Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening jugulo-digastrik dan
kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke
kelenjar getah bening servikal dalam bawah.

Ruang faringal

Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring uang secara klinik
mempunyai arti penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring.

11
1. Ruang retrofaring (retropharyngeal space)

Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring yang


terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang
ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevertebralis. Ruang ini mulai dari
dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari fasia
servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada
vertebra. Di sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa
faringomaksila. Abses retrofaring sering ditemukan pada bayi atau anak .
Kejadiannya ialah karena di ruang retrofaring terdapat kelenjar-kelenjar
limfa. Pada peradangan kelenjar limfa itu, dapat terjadi supurasi, yang
bilamana pecah, nanahnya akan tertumpah di dalam ruang retrofaring.
Kelenjar limfa di ruang retrofaring ini akan banyak menghilang pada
pertumbuhan anak .

2. Ruang parafaring (Fosa Faringomaksila/ Pharyngo-maxi-llary fossa)


Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada
dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya pada kornu
mayus os hioid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh m.konstriktor
faring superior, batas luarnya adalah ramus asenden mandibula yang
melekat dengan m.pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar
parotis.
Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh
os stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior
(presteloid) adalah bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses
supuratif sebagai akibat tonsil yang meradang, beberapa bentuk
mastoiditis atau petrositis, atau dari karies dentis.
Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi
a.karotis interna, v.jugularis interna, n.vagus yang dibungkus dalam
suatu sarung yang disebut selubung karotis. Bagian ini dipisahkan dari
ruang retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis.
Ruang Faringal

FISIOLOGI FARING

Fungsi
Ialah untuk respirasi, pada waktu menelan , resonansi suara dan untuk artikulasi.

Menelan
Terdapat 3 fase dalam proses menelan , yaitu fase oral, fase faringal dan
fase esofagal. Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini
disengaja. Fase faringal yaitu pada waktu transpor bolus makanan melalui faring.
Gerakan disini tidak disengaja. Fase esofagal disini gerakannya tidak disengaja,
yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltik di esofagus menuju
lambung.

13
Fungsi faring dalam proses berbicara

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot
palatum dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole ke
arah dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan
melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator
veli palatini bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan
nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir
mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan
Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme,
yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring (bersama
m.salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mungkin
kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang bersamaan.

Menelan adalah refleks all or none yang terprogram secara sekuensial

Motilitas yang berkaitan dengan faring dan esofagus adalah menelan atau
deglutition. Sebagian besar dari kita beranggapan bahwa menelan hanyalah
tindakan memindahkan makanan dari mulut ke esofagus. Namun, menelan
sebenarnya mengacu pada keseluruhan proses pemindahan makanan dari mulut
melalui esofagus ke dalam lambung.

Menelan dimulai ketika suatu bolus atau bola makanan, secara sengaja
didorong oleh lidah ke bagian belakang mulut menuju faring. Tekanan bous di
faring merangsang reseptor tekanan di faring yang kemudian mengirim impuls
aferen ke pusat menelan di medulla.

Pusat menelan kemudian secara refleks mengaktifkan serangkaian otot yang


terlibat dalam proses menelan. Menelan adalah suatu contoh refleks all-or-none
yang terprogram secara sekuensial dengan berbagai respons dipicu dalam suatu
rangkaian waktu spesifik; jadi sejumlah aktivitas yang sangat terkoordinasi dipicu
dalam pola teratur selama periode waktu tertentu untuk melaksanakan tindakan
menelan. Menelan dimulai secara volunter, tetapi setelah dimulai proses tersebut
tidak dapat dihentikan.
Selama tahap orofaring menelan, makanan diarahkan ke dalam esofagus dan
dicegah agar tidak masuk ke saluran yang salah

Menelan dibagi menjadi dua tahap; tahap orofaring dan tahap esofagus. Tahap
orofaring berlangsung sekitar 1 detik dan berupa perpindahan bolus dari mulut
melalui faring dan masuk ke esofagus. Saat masuk faring sewaktu menelan, bolus
harus diarahkan ke dalam esofagus dan di cegah untuk masuk ke saluran lain yang
berhubungan dengan faring. Dengan kata lain, makanan harus dicegah untuk
kembali ke mulut, masuk ke saluran hidung, dan masuk ke trakea. Semua ini
dilaksanakan melalui berbagai aktivitas terkoordinasi berikut ini :

- Makanan dicegah kembali ke mulut selama menelan oleh posisi lidah


menekan langit-langit keras.

- Uvula terangkat dan tersangkut di bagian belakang tenggorokan, sehingga


saluran hidung tertutup dari faring dan makanan tidak masuk hidung.

- Makanan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan


penutupan erat pita suara melintasi lubang laring atau glotis. Bagian awal
trakea adalah laring atau kotak suara. Selama menalan pita suara
melaksanakan fungsi yang tidak berkaitan dengan berbicara. Kontraksi otot-
otot laring menyebabkan pita suara merapat erat satu sama lain, sehingga
pintu masuk glotis tertutup. Selain itu, bolus menyebabkan suatu lembaran
kecil jaringan ikat, epiglotis tertekan ke belakang menutupi glotis yang
menambah proteksi untuk mencegah makanan masuk ke saluran
pernapasan.

- Karena saluran pernapasan tertutup sementara saat menelan, pernapasan


terhambat secara singkat sehingga individu tidak mencoba melakukan usaha
yang sia-sia untuk bernafas.

- Dengan laring dan trakea tertutup, otot-otot faring berkontraksi untuk


mendorong bolus ke dalam esofagus.

Esofagus dijaga oleh sfingter di kedua ujungnya.

15
Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus dan berjalan memanjang
diantara faring dan lambung. Sebagian besar esofagus terletak di dalam rongga
toraks dan menembus diafragma untuk menyatu dengan lambung di rongga
abdomen beberapa sentimeter dibawah diafragma. Kadang-kadang sebagian
lambung mengalami herniasi menembus hiatus esofagus dan menonjol ke dalam
rongga toraks, suatu keadaan yang dikenal sebagai hernia hiatus.

Esofagus dijaga dikedua ujungnya oleh sfingter. Sfingter adalah struktur


berotot berbentuk seperti cincin yang jika tertutup mencegah lewatnya benda
melalui saluran yang dijaganya. Sfingter esofagus atas adalah sfingter
faringoesofagus dan sfingter bawah adalah sfingter gastroesofagus.

Karena esofagus terpajan ke tekanan intrapleura subatmosfer, terdapat


gradien tekanan antara atmosfer dan esofagus. Dengan demikian apabila pintu
masuk esofagus tidak tertutup , udara akan masuk ke esofagus serta ke trakea setiap
kali kita bernapas. Kecuali sewaktu menelan, sfingter faringoesofagus menjaga
pintu masuk esofagus tetap tertutup untuk mencegah masuknya sejumlah besar
udara ke esofagus dan lambung saat bernapas. Malahan, udara hanya diarahkan ke
saluran pernafasan. Apabila tidak ada sfingter faringoesofagus, saluran pencernaan
akan menerima banyak gas yang dapat menyebabkan eructation (bersendawa)
berlebihan. Berbeda dengan kebanyakan sfingter, yang menyebabkan esofagus
menutup saat sfingter esofagus melemas adalah ketegangan elastik pasif di dinding
singter tersebut. Selama menelan, sfigter tersebut berkontraksi sehingga sfingter
terbuka dan bolus dapat lewat ke dalam esofagus. Setelah bolus terdapat dalam
esofagus , sfingter faringoesofagus menutup, saluran napas terbuka dan bernapas
kembali dapat dilakukan. Tahap orofaring selesai, dan tahap ini memakan waktu
kira-kira 1 detik setelah proses menelan dimulai.

Gelombang peristaltik mendorong makanan melewati esofagus

Tahap esofagus menelan sekarang dimulai. Pusat menelan memulai


gelombang peristaltik primer yang mengalir dari pangkal ke ujung esofagus,
mendorong bolus di depannya melewati esofagus ke lambung. Peristalsis mengacu
pada kontraksi berbentuk cincin otot polos sirkuler yang bergerak secara progresif
ke depan dengan gerakan mengosongkan, mendorong bolus di depan kontraksi.
Dengan demikian, pendorongan makanan melalui esofagus adalah proses aktif yang
tidak mengandalkan gravitasi. Makanan dapat di dorong ke lambung bahkan dalam
posisi kepala di bawah. Gelombang peristaltik berlangsung sekitar lima sampai
sembilan detik untuk mencapai ujung bawah esofagus. Kemajuan gelombang
tersebut dikontrol oleh pusat menelan, melalui persarafan vagus.
Cairan yang tidak tertahan oleh friksi dinding esofagus, dengan cepat turun
ke sfingter esofagus bawah akibat gravitasi dan kemudian harus menunggu sekitar
lima detik sampai gelombang peristaltis primer akhirnya sampai sebelum cairan
tersebut dapat melewati sfingter gastroesofagus.
Apabila bolus berukuran besar atau lengket tertelan dan tidak dapat
terdorong ke lambung oleh gelombang peristalsis primer, bolus yang tertahan
tersebut akan meregangkan esofagus dan memicu reseptor tekanan di dalam
dinding esofagus, menimbulkan gelombang peristalsis kedua yang lebih kuat yang
diperantarai oleh pleksus saraf intrinsik di tempat peregangan. Gelombang
peristaltik sekunder ini tidak melibatkan pusat menelan, dan orang –orang yang
bersangkutan juga tidak menyadari keberadaannya. Peregangan esofagus juga
secara refleks meningkatkan sekresi air liur. Bolus yang terperangkap tersebut
akhirnya dilepaskan dan digerakkan ke depan melalui kombinasi lubrikasi air liur
tambahan dan gelombang peristaltik sekunder yang lebih kuat.

Sfingter gastroesofagus mencegah refluks isi lambung

Kecuali sewaktu menelan, sfingter gastroesofagus tetap berkontraksi untuk


mempertahankan sawar antara esofagus dan lambung, sehingga mengurangi
kemungkinan refluks isi lambung yang asam ke esofagus. Apabila isi lambung
mengalir kembali ke esofagus walaupun terdapat sfingter, keasaman isi lambung
tersebut akan mengiritasi esofagus menimbulkan rasa yang tak nyaman di esofagus
yang dikenal sebagai heartburn.

Sfingter gastroesofagus melemas secara refleks saat gelombang peristaktik


mencapai bagian bawah esofagus sehingga bolus dapat masuk ke dalam lambung.

17
Setelah bolus masuk ke dalam lambung, sfingter gastroesofagus kembali
berkontraksi.

Pada suatu keadaan yang dikenal sebagai akalasia, sfingter esofagus bawah
tidak dapat melemas sewatu menelan, tetapi malah berkontraksi lebih kuat. Terjadi
penimbunan makanan di esofagus, yang menyebabkan esofagus sangat melebar
karena perjalanan makanan ke lambung sangat terhambat. Individu dengan kelainan
tersebut rentan terhadap pneumonia aspirasi karena peningkatan kemungkinan
sebagian makanan di esofagus tumpah ke dalam faring dan secara tidak sengaja
terhirup ke dalam paru. Defek mendasar pada kelainan tersebut tampaknya adalah
kerusakan pleksus mienterikus di daerah sfingter gastroesofagus.

Sekresi esofagus seluruhnya bersifat protektif .

Sekresi esofagus seluruhnya adalah mukus. Pada kenyataannya mukus


disekresikan di sepanjang saluran pencernaan. Dengan menghasilkan lubrikasi
untuk lewatnya makanan, mukus esofagus memperkecil kemungkinan rusaknya
esofagus oleh bagian-bagian tajam makanan yang masuk. Selain itu, mukus
melindungi dinding esofagus dari asam dan enzim getah lambung apabila refluks
lambung. Waktu transit keseluruhan di faring dan esofagus rata-rata adalah enam
sampai sepuluh detik.

PEMERIKSAAN FARING DAN RONGGA MULUT

Keluhan kelainan di daerah faring umumnya adalah 1) nyeri tenggorok, 2)


nyeri menelan (odinofagia), 3) rasa banyak dahak di tenggorok, 4) sulit menelan
(disfagia), 5) rasa ada yang menyumbat atau mengganjal.
Nyeri tenggorok. Keluhan ini dapat hilang timbul atau menetap. Apakah
nyeri tenggorok ini disertai dengan demam, batuk, serak dan tenggorok terasa
kering. Apakah pasien merokok dan berapa jumlah perhari.
Nyeri menelan (odinofagia) merupakan rasa nyeri di tenggorok waktu
gerakan menelan. Apakah rasa nyeri ini dirasakan sampai ke telinga.
Dahak di tenggorok merupakan keluhan yang sering timbul akibat adanya
inflamasi di hidung dan faring. Apakah dahak ini berupa lendir saja, pus atau
bercampur darah. Dahak ini dapat turun, keluar bila di batukkan atau terasa turun
di tenggorok.
Sulit menelan (disfagia) sudah berapa lama dan untuk jenis makanan cair
atau padat. Apakah juga disertai muntah dan berat badan menurun dengan cepat.
Rasa sumbatan di leher (sense of lump in the neck) sudah berapa lama, tempatnya
dimana.

Pemeriksaan faring dan rongga mulut


Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat dengan
keadaan bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah .
Dengan menekan bagian tengah lidah memakai spatula lidah makan bagian-
bagian rongga mulut lebih jelas terlihat. Pemeriksaan dimulai dengan melihat
keadaan dinding bekalang faring serta kelenjar limfanya, uvula, arkus faring serta
gerakannya, tonsil , mukosa pipi, gusi dan gigi geligi.
Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain.
Apakah ada rasa nyeri di sendi temporo mandibula ketika membuka mulut.
Penentuan besar tonsil :
 T0: tonsil dalam fosa tonsil atau telah diangkat
 T1: besarnya ¼ arkus anterior –uvula
 T2: besarnya ½ arkus anterior –uvula
 T3: besarnya ¾ arkus anterior –uvula
 T4: besarnya mencapai uvula atau lebih

HIPOFARING DAN LARING

19
Keluhan pasien dapat berupa 1) suara serak, 2) batuk, 3) disfagia, 4) rasa
ada sesuatu di leher.
Suara serak (disfoni) atau tidak keluar suara sama sekali (afoni) sudah
berapa lama dan apakah sebelumnya menderita peradangan di hidung atau
tenggorok. Apakah keluhan ini disertai dengan batuk, rasa nyeri dan penurunan
berat badan.
Batuk yang diderita pasien sudah berapa lama, dan apakah ada faktor
sebagai pencetus batuk tersebut sperti rokok, udara yang kotor serta kelelahan. Apa
yang di batukkan, dahak kental, bercampur darah dan jumlahnya. Apakah pasien
seorang perokok.
Disfagia atau sulit menelan sudah diderita berapa lama, apakah tergantung
dari jenis makanan dan keluhan ini makin lama makin bertambah berat.
Rasa ada sesuatu di tenggorok merupakan keluhan yang sering dijumpai dan perlu
di tanyakan sudah berapa lama diderita, adakah keluhan lain yang menyertainya
serta berhubungannya dengan keletihan mental dan fisik.

Pemeriksaan hipofaring dan laring


Pasien duduk lurus agak condong ke depan dengan leher agak fleksi.
Kaca laring dihangatkan dengan api lampu spiritus agar tidak terjadi kondensi uap
air pada kaca waktu dimasukkan ke dalam mulut. Sebelum dimasukkan ke dalam
mulut kaca yang sudah dihangatkan itu di coba dulu pada kulit tangan kiri apakah
terlalu panas. Pasien diminta membuka mulut dan menjulurkan lidahnya sejauh
mungkin. Lidah dipegang dengan tangan kiri memakai kain kasa dan ditarik keluar
dengan hati-hati sehingga pangkal lidah tidak menghalangi pandangan ke arah
laring. Kemudian kaca laring dimasukkan ke dalam mulut dengan arah kaca ke
bawah, bersandar pada uvula dan palatum mole. Melalui kaca dapat terlihat
hipofaring dan laring. Bila laring belum terlihat jelas penarikan lidah dapat
ditambah sehingga pangkal lidah lebih ke depan dan epiglotis lebih terangkat.
Untuk menilai gerakan pita suara aduksi pasien diminta mengucapkan "iii",
sedangkan untuk menilai gerakan pita suara abduksi dan melihat daerah subglotik
pasien diminta untuk inspirasi dalam. Pemeriksaan laring dengan menggunakan
kaca laring disebut laringoskopi tidak langsung. Pemeriksaan laring juga dapat
dilakukan dengan menggunakan teleskop dan monitor video atau dengan secara
langsung menggunakan alat laringoskop. Bila pasien sangat sensitif sehingga
pemeriksaan ini sulit dikakukan, maka dapat diberikan obat anastesi silokain yang
disemprotkan ke bibir, rongga mulut dan lidah . Bila terdapat pembesaran kelenjar
limfa, tentukan ukuran , bentuk, konsistensi, perlekatan dengan jaringan sekitarnya
dan lokasinya.

Pemeriksaan Palatal Phenomen


Pemeriksaan ini bukan pemeriksaan rutin, dan dilakukan atas indikasi
adanya kecurigaan massa pada nasofaring
Persiapan alat : lampu kepala, spekulum hidung, pinset baionet, kapas steril,
ephedrin yang diencerkan
Langkah pemeriksaan palatal phenomen :
1. Pada rinoskopi  oedem mukosa atau konka  aplikasi dengan cara
memasukkan kapas dipipihkan yang ditetesi ephedrine dengan pinset 
masukkan ke hidung melalui spekulum.

2. Ephedrin sebagai vasokonstriktor.

3. Biarkan kapas ditinggal dalam hidung

4. Setelah beberapa menit kapas dikeluarkan.

Arahkan sinar lampu pada coanae/dinding nasofaring, kemudian penderita


diminta untuk mengucapkan “iiiiii” yang panjang.
Perhatikan palatum molle:
 (+)  bila tampak bergerak /cahaya lampu terang (massa (-))
 (-)  bila tidak bergerak, massa (+)

21

You might also like