Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya,
sehingga saya bisa menyelesaikan tugas referat berjudul ABSES PARU ini.
Tugas ini merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Paru.
Penulis juga menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala masukan serta
kritik yang membangun demi sempurnanya tulisan ini.Akhirnya penulis
berharap semoga referat ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait.
Penulis
DAFTAR ISI .................................................................................................
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14
BAB I
PENDAHULUAN
Semua lesi di parenkim paru dengan proses supurasi yang disebabkan oleh
mikroorganisme piogenik disebut abses paru. Berdasarkan jenis kelamin, abses
paru lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Abses paru lebih
sering terjadi pada pasien usia lanjut karena peningkatan kejadian penyakit
periodontal dan peningkatan prevalensi disfagia dan aspirasi.1,2
Gejala awal abses paru adalah badan terasa lemah, tidak nafsu makan,
penurunan berat badan, batuk kering, keringat malam, demam intermitten bisa
disertai menggigil dengan suhu tubuh mencapai 39,4°C atau lebih. Tidak ada
demam tidak menyingkirkan adanya abses paru. Setelah beberapa hari dahak bisa
menjadi purulent dan dapat mengandung darah. Pemeriksaan fisis yang ditemukan
adalah suhu badan meningkat sampai 40°C, pada paru ditemukan kelainan seperti
nyeri tekan lokal, pada daerah terbatas perkusi terdengar redup dengan suara
napas bronkial.2
1.2 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Abses paru adalah suatu daerah lokal nekrosis supuratif di dalam parenkim
paru, yang menyebabkan terbentuknya satu atau lebih kavitas besar .4
2.3 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan jenis kelamin abses paru lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Abses paru lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut
karena peningkatan kejadian penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi
disfagia dan aspirasi. Namun, serangkaian kasus abses paru di pusat perkotaan
dengan prevalensi tinggi alkoholisme dilaporkan rata-rata penderita abses paru
berusia 41 tahun.2,5
Suatu lapisan tipis kontinu yang mengandung kolagen dan jaringan elastis,
dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan
menyelubungi setiap paru (pleura viseralis). Diafragma merupakan otot
berbentuk kubah yang membentuk dasar rongga toraks dan memisahkan rongga
tersebut dari rongga abdomen.2
Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan
bronkus utama kiri dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir
vertikal. Sebaliknya bronkus utama kiri lebih panjang dan lebih sempit
dibandingkan dengan bronkus utama kanan dan merupakan kelanjutan dari trakea
dengan sudut yang lebih tajam.7
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus
lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus
menjadi bronkus yang semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus
terminalis.7
1. Bacteriodes melaninogenus
2. Bacteriodes fragilis
3. Peptosireptococcus species
4. Bacillus Intermedius
5. Fusobacterium nucleatum
6. Microaerophilic streptococcus2
Bakteri anaerobik meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-100% dari
specimen yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.2
‐Staphylococcus aureus
‐Streptococcus microaerophilic
‐Streptococcus pyogenes
‐Streptococcus pneumonia2
2. Gram negatif: biasanya merupakan sebab infeksi nosokomial
-Klebsiella pneumonia
-Pseudomonas aeruginosa
-Escherichia coli
-Haemophilus Influenza
-Actinomyces Species
c. Kelompok:
-parasit, amuba
-mikobakterium2
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian
proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari
supurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan
likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir
proses abses dengan jaringan fibrotik.3 Bermacam-macam faktor yang berinteraksi
dalam terjadinya abses paru seperti daya tahan tubuh dan tipe dari
mikroorganisme patogen yang menjadi penyebab. Terjadinya abses paru biasanya
melalui dua cara yaitu aspirasi dan hematogen. Yang paling sering dijumpai
adalah kelompok abses paru bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis
sekresi, benda asing, tumor dan striktur bronkial. Keadaan ini menyebabkan
obstruksi bronkus dan terbawanya organisme virulen yang akan menyebabkan
terjadinya infeksi pada daerah distal obstruksi tersebut. Abses jenis ini banyak
terjadi pada pasien bronchitis kronis karena banyaknya mukus pada saluran napas
bawahnya yang merupakan kultur media yang sangat baik bagi organisme yang
teraspirasi.2
Secara hematogen, yang paling sering terjadi adalah akibat septikemi atau
sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi dari bagian lain
tubuhnya seperti tricuspid valve endocarditis. Penyebaran hematogen ini
umumnya akan terbentuk abses multipel dan biasanya disebabkan oleh
stafilokokus. Secara umum diameter abses paru bervariasi dari beberapa mm
sampai dengan 5 cm atau lebih.2
Selain itu abses paru dapat terjadi akibat necrotizing pneumonia yang
menyebabkan terjadinya nekrosis dan pencairan pada daerah yang mengalami
konsolidasi, dengan organisme penyebabnya paling sering ialah Staphylococcus
aureus, Klabsiella pneumonia dan grup Pseudomonas. Abses yang terjadi
biasanya multiple dan berukuran kecil (<2 cm).2
Bulla atau kista yang sudah ada bisa berkembang menjadi abses paru.
Kista bronkogenik yang berisi cairan dan elemen sekresi epitel merupakan media
kultur untuk tumbuhnya mikroorganisme. Bila kista tersebut mengalami infeksi
oleh mikroorganisme yang virulens maka akan terjadilah abses paru.2
Abses paru biasanya satu (singel), tapi bisa multipel yang biasanya
unilateral pada satu paru, yang terjadi pada pasien dengan keadaan umum yang
jelek atau pasien yang mengalami penyakit menahun seperti malnutrisi, sirosis
hati, gangguan imunologis yang menyebabkan daya tahan tubuh menurun, atau
penggunaan sitostatika. Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen
posterior lobus atas dan segmen apikal lobus bawah, dan sering terjadi pada
parukanan, karena bronkus utama kanan lebih lurus dibanding kiri.2
3. Fistula trakeoesopageal.
b. Sebab-sebab Iatrogenik
c. Penyakit-penyakit periodontal
e. Pencabutan gigi
f. Pneumonia akut
g. Immunosupresi
h. Bronkiektasis
i. Kanker paru
j. Infeksi saluran napas atas dan bawah yang belum teratasi. Pasien HIV
yang terkena abses paru pada umumnya mempunyai status
immunocompromised yang sangat jelek (kadar CD4<50/mm3), dan
kebanyakan didahului oleh infeksi terutama infeksi paru.2
2.6 DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Kadang-kadang kita belum curiga adanya abses paru sampai dengan abses
tersebut menembus bronkus dan mengeluarkan banyak sputum dalam beberapa
jam sampai dengan beberapa hari yang masih mengandung jaringan paru yang
mengalami ganggren. Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy
menunjukkan penyebabnya bakteri anaerob dan disebut dengan putrid abscesses,
tetapi tidak didapatkannya sputum dengan ciri di atas tidak menyingkirkan
kemungkinan infeksi anaerob. Bila terdapat nyeri dada menunjukkan keterlibatan
pleura. Batuk darah bisa dijumpai, biasanya ringan tetapi ada yang masif.2
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis yang ditemukan adalah suhu badan meningkat sampai 40°C,
pada paru ditemukan kelainan seperti nyeri tekan lokal, pada daerah terbatas
perkusi terdengar redup dengan suara napas bronkial. Bila abses luas dan letaknya
dekat dengan dinding dada kadang kadang terdengar suara amforik. Suara napas
bronkial atau amforik terjadi bila kavitasnya besar dan karena bronkus masih tetap
dalam keadaan terbuka disertai adanya konsolidasi sekitar abses dan drainase
abses yang baik. Biasanya juga akan terdengar suara ronkhi.2
Bila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piotoraks
(empiema torakis) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan dinding
dada tertinggal pada tempat lesi, fremitus vokal menghilang, perkusi redup/pekak,
bunyi napas menghilang dan terdapat tanda-tanda pendorongan mediastinum
terutama pendorongan jantung ke arah kontra lateral tempat lesi.2 Pada abses paru
dijumpai jari tabuh, yang proses terjadinya berlangsung cepat.2
3. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto X-ray
Foto dada PA dan lateral sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk
abses paru. Pada hari-hari pertama penyakit, foto dada hanya menunjukkan
gambaran opak dari satu atau lebih segmen paru, atau hanya berupa gambaran
densitas homogeny yang berbentuk bulat. Kemudian akan ditemukan gambaran
radiolusen dalam bayangan infiltrat yang padat. Selanjutnya bila abses tersebut
mengalami ruptur sehingga terjadi drainase abses yang tidak sempurna kedalam
bronkus, maka baru akan tampak kavitas irregular dengan batas cairan dan
permukaan udara (air fluid level) di dalamnya. Gambaran spesifik ini tampak
dengan mudah bila kita melakukan foto dada PA dengan posisi berdiri. Khas pada
abses paru anaerobic, kavitasnya single (soliter) yang biasanya ditemukan pada
infeksi paru primer, sedangkan abses paru sekunder (aerobic, nosocomial atau
hematogen) lesinya bisa multipel. Sepertiga kasus abses paru bisa disertai dengan
empiema. Empiema yang terlokalisir dan disertai dengan fistula bronkopleura
akan sulit dibedakan dengan gambaran abses paru. Untuk suatu gambaran abses
paru simple, noduler dan disertai limfadenopati hilus maka harus dipikirkan
sebabnya adalah suatu keganasan paru.2
Gambar 4. (A) Abses paru yang besar dengan air-fluid level di bagian distal pada
suatu karsinoma hilus. Lobus kanan atas kolaps disertai dengan emfisema sebagai
kompensasi. (B) Tampak penebalan pada fissura obliq yang bersebelahan dengan
abses (panah). 13
Gambar 5.Abses Paru Foto Postero-Anterior13
Gambar 6. Abses Paru Foto Lateral
Gambar 7.Foto Thorax Posisi Lateral, tampak adanya cavitas dengan air-fluid
level yang merupakan karakteristik dari abses paru. Pada foto PA dan lateral abses
paru biasanya ditemukan satu kavitas, tetapi dapat juga multi-kavitas berdinding
tebal, dapat pula ditemukan permukaan udara dan cairan di dalamnya.10
b. CT-Scan
4. Laboratorium
Diagnosis Banding
1. Karsinoma Bronkogen
1. Non-operatif
Pasien abses paru memerlukan istirahat yang cukup. Bila abses paru pada
foto dada menunjukkan diameter 4 cm atau lebih sebaiknya pasien dirawat inap.
Posisi berbaring pasien hendaknya miring dengan paru yang terkena abses berada
di atas supaya gravitasi drainase lebih baik.Bila segmen superior lobus bawah
yang terkena, maka hendaknya bagian atas tubuh pasien/kepala berada di bagian
terbawah (posisi trendelenberg). Diet biasanya bubur biasa dengan tinggi kalori
tinggi protein. Bila abses telah mengalami resolusi dapat diberikan nasi biasa.2
2. Tindakan Operatif
Pasien dengan risiko tinggi untuk operasi maka untuk sementara dapat
dilakukan drainase perkutan via kateter secara hati-hati untuk mencegah
kebocoran isi abses ke dalam rongga pleura.2
2.8 KOMPLIKASI
Abses paru yang resisten (kronik), yaitu yang resisten dengan pengobatan
selama 6 minggu, akan menyebabkan kerusakan paru yang permanen dan
mungkin akan menyisakan suatu bronkiektasis, kor pulmonal, dan amiloidosis.
Abses paru kronik bisa menyebabkan anemia, malnutrisi, kakeksia, gangguan
cairan dan elektrolit serta gagal jantung terutama pada manula.2
2.9. PROGNOSIS
PENCEGAHAN
3. Haryadie R. Lung abscess. [online] 2012 June 11 [cited 2012 Juli 30]. Avai
lable from: URL:http://dokterbook.com/
6. Koziel H. Lung abscess. [online] 2006 [cited 2011 April 20]. Available from:
URL: http://www.scribd.com/doc/28978474/Lung-Abscess
10. Kamangar N, Sather CC, Sharma S. Lung abscess. [online] 2009 Aug 19
[cited 2011 April7]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/299425-overview
11. Eisenberg RL, Johnson NM.Lung abscess. In: Comprehensive radiographic
pathology. USA: Mosby Elsevier; 2007. p.48-50
12. Faiz O, Moffat D. The Lungs. In: Anatomy at a glance. UK: Blackwell
Science Ltd; 2002. p.15-7.
13. Jardins TD. The cardiopulmonary system. In: Cardiopulmonary Anatomy and
physiology, essentials in respiratory care. Fourth edition. USA: Delmar; 2002.
p.45, 47.
14. Murfitt J, Robinson PJA, Jenkins JPR, Whitehouse RW, Wright AR.
Thenormal chest: Methods of infestigations and differential diagnosis. In:Sutton
D, editor. Textbook of radiology and imaging. UK: ElsevierSience; 2003. p.20.
17. Hagan JL, Hardy JD. Lung abscess revisited. Ann. Surg. 1983; 197 (6).756-60
18. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B,Alwi
I, Simadibrata KM, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam.Jilid II. Edisi
IV. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2006. hal.988-93