Professional Documents
Culture Documents
e-mail : 1)kisah_qiki@yahoo.com
ABSTRACT
This study aims to analyze the potential of new export markets for Indonesian agricultural products and
analyze the factors that affect the export of agricultural products LDCs. The method used was Export
Product Dynamics (EPD) and Gravity Model. The study focused on Indonesian agricultural exports to 36
countries which have a GDP per capita below US$ 3.500. The study found that Indonesia has relationships
that is different among commodities. For tea, Indonesia has trade relation with Cambodia, Kenya, and
Pakistan. For palm oil, Indonesia has trade relation with Bangladesh, Togo, Sierra Leone, Guinea, Benin,
Mozambique, Tanzania, Nigeria, Yemen, Cameroon, Senegal, Pakistan, and Ghana. For coconut, Indonesia
has good trade relation with Bangladesh, Tanzania, and Pakistan. For Sugar, Indonesia has trade relation
to Madagascar, Kenya, Yemen, Cambodia, Bangladesh, Ghana, and Pakistan. Factors affecting the demand
of tea are gross domestic product of importer countries and economics distance. Furthermore, factor
influencing the trading of palm oil are world price, gross domestic product of importer countries and
economics distance. While, coconut and sugar trading is affected by world price and economics distance.
Thus, it can be said that the potential for new export markets for Indonesian agricultural products in the
context of South-South Cooperation has a good chances.
Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
58 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 59
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
60 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
cepatnya produk-produk (komoditas) dengan (Kembang gula [termasuk coklat putih], tidak
diiringi oleh semakin luasnya pangsa pasar mengandung kakao).
dari produk-produk tersebut. Sementara itu,
Lost Opportunity didefinisikan dengan ANALISIS DATA
penurunan pangsa pasar pada produk yang
Gravity Model
dinamis dimana suatu negara kehilangan
kesempatan pangsa ekspor di pasar Penelitian ini menganalisis potensi eks-
internasional. Lain halnya dengan kondisi por komoditas pertanian Indonesia ke 36
Falling Star, walaupun tidak seperti pada negara yang memiliki nilai GDP per kapita
kondisi Lost Opportunity (karena pangsa kurang dari US$ 3.500 dengan menggunakan
pasarnya masih meningkat), namun gravity model. Beberapa variabel independen
peningkatan pangsa pasarnya itu bukan yang digunakan dalam permodelan ini
terjadi pada produk yang dinamis. Lain meliputi, Harga Dunia masing-masing
halnya dengan Retreat yang berarti bahwa komoditas pertanian, GDP per kapita setiap
produk tersebut tidak diinginkan lagi di pasar negara importir, nilai tukar (exchange rate)
internasional, meskipun kemudian masih bisa antar negara, dan jarak ekonomi antar negara.
diinginkan kembali jika pergerakannya jauh Untuk menjawab masalah dalam pe-
dari produk stagnan dan bergerak mendekati nelitian ini, spesifikasi model yang digunakan
peningkatan pada produk dinamis (Gumilar dalam penelitian mengacu pada gravity
2010). model yang digunakan oleh Bhattacharya
(2007) yang telah dimodifikasi sebagai
berikut:
METODE
Data yang digunakan pada penelitian ini Ln V ln ln P
ln ln
adalah data sekunder empat komoditi, pada
kode HS level empat digit, selama 10 tahun Dimana:
(antara tahun 2005-2014) yang didapat dari V : Nilai ekspor komoditas pertanian di
hasil analisis dari seluruh ekspor komoditi negara eksportir (US$)
pertanian Indonesia ke 36 negara yang P : Harga dunia komoditas pertanian
memiliki GDP per kapita kurang dari US$ (US$)
3.500 yang didapat dari UN Comtrade. Data- GDPit : GDP per kapita negara importir (US$)
data lain yang diperlukan didapat dari DISTit : Jarak Ekonomi antar negara (dalam
berbagai sumber, seperti Badan Pusat Statistik satuan km yang telah dibobot dengan
share GDP masing-masing Negara
(BPS), Kementerian Pertanian Republik
partner)
Indonesia, Trade Map, Comtrade, FAO,
ERit : Nilai tukar mata uang negara
Worldbank, WDI, CEPII, WTO, dan situs eksportir terhadap dolar Amerika
www.fx-sauder.ubc.ca. Selain itu, data juga β0 : Konstanta/Intersep
didapat dari jurnal, buku teks, skripsi, tesis, β1,β2,β3,β4 : Parameter yang diestimasi
dan disertasi. Data ekspor komoditas εit : Error term
pertanian yang digunakan dalam penelitian
ini diperoleh dari United Commodity and Trade Export Product Dynamic (EPD)
Database (UN Comtrade), yaitu: 0902 (Teh, Melalui analisis EPD, berikut adalah
diberi rasa maupun tidak), 1511 (Minyak uraian yang dimaksud dengan pangsa pasar
kelapa sawit dan fraksinya, dimurnikan ekspor suatu negara dan pangsa pasar produk
maupun tidak, tetapi tidak dimodifikasi untuk menghitung posisi pasar dan produk:
secara kimia), 1513 (Minyak kelapa [kopra],
kernel kelapa sawit atau babassu dan Sumbu x : Pertumbuhan pangsa pasar
fraksinya, dimurnikan maupun tidak, tetapi ekspor suatu negara
tidak dimodifikasi secara kimia), dan 1704
Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 61
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
62 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
produk teh melalui peningkatan ekspor teh dalam kegiatan perekonomian di Indonesia,
Indonesia dalam bentuk produk-produk hilir karena selain berperan sebagai penghasil
teh. devisa negara, juga berperan dalam pe-
Lebih lanjut Suprihatini (2005) menye- nyerapan tenaga kerja.
butkan bahwa kemampuan penguasaan Produksi minyak sawit (CPO) nasional
teknologi pengolahan industri teh Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
masih berada pada tingkat kemampuan yang 1980 produksi CPO Indonesia hanya sebesar
rendah khususnya kemampuan inovatif. Oleh 721,17 ribu ton, sedangkan tahun 2013 men-
karena itu, untuk meningkatkan kemampuan jadi 27,74 juta ton atau tumbuh rata-rata
penguasaan teknologi pengolahan di industri sebesar 11,95% per tahun. Sementara itu
teh Indonesia, program peningkatan ke- perkembangan produktivitas kelapa sawit di
mampuan inovatif perlu dijadikan suatu Indonesia selama tahun 1995-2013 menunjuk-
program aksi dari Asosiasi Teh Indonesia dan kan pola yang berfluktuasi. Selama periode
pemerintah. tersebut rata-rata pertumbuhan produktivitas
Melalui konteks kerjasama Selatan- kelapa sawit Indonesia mengalami sedikit
Selatan (South-South Cooperation), komoditas peningkatan sebesar 0,57% per tahun, dimana
teh Indonesia masih memiliki daya saing yang penurunan produktivitas umumnya terjadi
lemah. Terdapat tiga negara yang memiliki pada saat krisis moneter hingga masa
hubungan dagang dengan Indonesia, yaitu: pemulihan krisis. Produktivitas tertinggi
dicapai pada tahun 2013 sebesar 3,85 ton/ha
Tabel 1. Hasil Nilai EPD Komoditas Teh dan terendah tahun 2014 sebesar 2,83 ton/ha.
Periode 2005-2014 Ekspor-impor kelapa sawit Indonesia
EPD
Negara
Sumbu X Sumbu Y
Posisi Pasar dilakukan dalam wujud minyak sawit,
Cambodia 240,76 -172,25 Falling Stars minyak sawit lainnya, minyak inti sawit dan
Kenya -49,99 -36,35 Retreat minyak inti lainnya. Menurut Hiyashi (2007)
Pakistan -66,06 36,30 Lost Opportunity
menyebutkan bahwa pada tahun 2004
Komoditas teh Indonesia memiliki Indonesia menghasilkan 12 juta ton crude
peluang dalam konteks Kerjasama Selatan- palm oil (CPO). Dari produksi tersebut,
Selatan (South-South Cooperation). Negara sekitar 60% CPO diekspor, 30% untuk ke-
Cambodia, Kenya, dan Pakistan dapat perluan rumah tangga domestik, 70% di-
menjadi permulaan pasar sehingga teh gunakan untuk oleochemical, 2% digunakan
Indonesia bisa lebih dikenal di pasar untuk sabun, dan 1,6% digunakan untuk
internasional. Menurut Suprihatini (2004) mentega.
perlu adanya pengembangan industri Perkembangan volume ekspor kelapa
perkebunan ke arah hilir, seperti misalnya sawit pada tahun 1980-2013 cenderung terus
dalam bidang: 1) extract tea, 2) packing and bulk meningkat dengan pertumbuhan rata-rata
tea, 3) ready to drink with tea aroma. sebesar 23,52% per tahun. Pada tahun 1980
volume ekspor kelapa sawit Indonesia hanya
sebesar 502,90 ribu ton dengan nilai ekspor
Komoditas Kelapa Sawit
sebesar US$ 254,74 juta, sedangkan pada
Komoditas kelapa sawit (palm oil) tahun 2013 volume ekspor meningkat menjadi
merupakan komoditas unggulan Indonesia di 25,79 juta ton senilai US$ 17,67 milyar.
pasar internasional. Menurut data FAO Menurut Hidayat (2006) menyebutkan
(2012), Indonesia menduduki peringkat bahwa perkebunan kelapa sawit mempunyai
pertama luas tanaman kelapa sawit di dunia potensi sangat besar terlihat dari luas dan
dengan luas sekitar 6,5 juta hektar dengan produksi yang dihasilkan. Walaupun demi-
rata-rata kontribusi sekitar 35,69% dari total kian, pengembangan perkebunan kelapa sa-
luas tanaman kelapa sawit di dunia. Komo- wit masih dihadapkan pada berbagai per-
ditas ini memiliki peran yang cukup penting masalahan, seperti luas kepemilikan, status
Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 63
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
hak tanah, produktivitas kebun, rendemen ton dan pada tahun 2019 sebesar 32,75 juta
dan mutu produk, pabrik pengolahan ton.
pemasaran hasil, dan konflik perusahaan Meskipun Indonesia temasuk peringkat
dengan masyarakat. pertama dalam produksi minyak kelapa sawit
Melalui konteks Kerjasama Selatan- di dunia, namun dilihat dari produktivitasnya
Selatan (South-South Cooperation) Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari data
memiliki hubungan dagang dengan beberapa tahun 2008-2012 yang menyebutkan bahwa
negara. Ada 13 (tiga belas) negara yang Indonesia hanya menempati urutan
memiliki hubungan dagang dengan kedelapan dengan produktivitas rata-rata
Indonesia, yaitu: sekitar 16,87 ton/ha setelah Guatemala (26,23
ton/ha), Nicaragua (21,78 ton/ha), Malaysia
Tabel 2. Hasil Nilai EPD Komoditas (21,77 ton/ha), Colombia (20,69 ton/ha),
Kelapa Sawit Periode 2005-2014 Cameroon (19,03 ton/ha), Thailand (17,12
EPD
Negara
Sumbu X Sumbu Y
Posisi Pasar ton/ha), dan Costa Rica (17,01 ton/ha). Masih
Bangladesh 39,03 -4,87 Falling Stars rendahnya produktivitas kelapa sawit di
Togo 1280,70 107,95 Rising Stars Indonesia memberikan sebuah peluang untuk
Sierra Leone 1079,94 190,83 Rising Stars
Guinea 7247,13 175,58 Rising Stars dapat memperluas perdagangan Indonesia di
Benin 528,08 281,01 Rising Stars pasar internasional dengan cara lebih me-
Mozambique 155,76 102,63 Rising Stars
ningkatkan research and development. Dalam
Tanzania 49,68 8,97 Rising Stars
Nigeria 23840,05 2056,99 Rising Stars hal ini Indonesia dapat bekerjasama dengan
Yemen 164,18 31,88 Rising Stars FAO sebagai lembaga internasional yang
Cameroon 602,83 140,28 Rising Stars
Senegal 260,65 193,49 Rising Stars
memiliki tujuan dalam menaikkan tingkat
Pakistan 154,18 75,92 Rising Stars nutrisi dan taraf hidup; meningkatkan pro-
Ghana 221,75 20,47 Rising Stars duksi, proses, pemasaran dan penyaluran
produk pangan dan pertanian; mempromosi-
Hasil EPD senada dengan penelitian
kan pembangunan di pedesaan; dan meng-
yang dilakukan oleh Andelisa (2011) yang
hapuskan kelaparan.
menyebutkan bahwa produk CCO (Crude
Meskipun secara angka komoditas
Coconut oil) memiliki keunggulan kompetitif
kelapa sawit telihat menjanjikan, namun
dengan posisi rising stars di dunia dan
menurut Hidayat (2006), melalui analisis
mayoritas negara-negara tujuan ekspor.
keterkaitan dan efek penyebaran, sektor
Hal yang menarik dalam konteks Kerja-
kelapa sawit mempunyai peran yang kecil
sama Selatan-Selatan ini adalah bahwa
dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi.
komoditas Palm Oil Indonesia memiliki posisi
Namun melalui analisis pengganda sektor
Rising Stars pada beberapa negara yang
perkebunan menunjukkan besarnya peran
termasuk dalam sepuluh besar negara-negara
perkebunan kelapa sawit dalam meningkat-
yang memiliki luas tanaman kelapa sawit di
kan pendapatan rumah tangga dan penye-
dunia, seperti Nigeria (memiliki kontribusi
rapan tenaga kerja sehingga sektor ini dapat
luas 19,98%), Ghana (memiliki kontribusi luas
diproritaskan dalam investasi pembangunan
2,19%), dan Guinea (memiliki kontribusi luas
ekonomi walaupun mempunyai elastisitas
1,93%). Adanya kondisi tersebut dapat dijadi-
yang rendah.
kan sebagai sebuah peluang dan parameter
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
bagi Indonesia untuk dapat memperluas
dilakukan oleh Syahza (2011) yang
pasar internasionalnya ke berbagai negara.
menyebutkan bahwa kegiatan perkebunan
Hal ini didukung juga oleh data dari
kelapa sawit di pedesaan menciptakan angka
Kementerian Pertanian RI (2014) yang me-
multiplier effect sebesar 3,03, terutama dalam
nyebutkan bahwa antara tahun 2014-2019
lapangan pekerjaan dan peluang berusaha.
diperkirakan akan terjadi surplus minyak
Pada tahun 2003 pertumbuhan kesejahteraan
sawit, yaitu pada tahun 2014 sebesar 26,11 juta
petani mengalami kemajuan sebesar 172%,
Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
64 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
dan pada rentang tahun 2006-2009 kesejah- oleh negara Filipina, India, Brazil, dan Sri
teraan petani meningkat sebesar 12%. Lanka. Indonesia juga menempati urutan
pertama sebagai negara eksportir kelapa di
Komoditas Kelapa dunia dengan rata-rata kontribusi ekspor
selama tahun 2007-2011 sebesar 141.341 ton.
Kelapa merupakan salah satu komoditi
Volume ekspor dan impor kelapa di Indonesia
perkebunan yang penting dalam perekonomi-
dibagi menjadi volume ekspor impor bungkil
an nasional terutama sebagai penghasil
kelapa dan minyak kelapa. Selama periode
minyak nabati dalam memenuhi kebutuhan
1980-2013 perkembangan volume ekspor
masyarakat disamping sebagai komoditas
bungkil kelapa cenderung fluktuatif dengan
ekspor. Tanaman kelapa dikenal sebagai
rata-rata pertumbuhan 25,97% per tahun.
tanaman sosial karena lebih dari 95% diusaha-
Sedangkan perkembangan volume ekspor
kan oleh petani (Kementerian Pertanian 2014).
minyak kelapa di Indonesia selama periode
Di Indonesia, perkebunan kelapa biasa-
1980-2013 cenderung meningkat dengan rata-
nya dikelola secara monokultur ataupun
rata pertumbuhan sebesar 92,78% per tahun.
kebun campur. Perkembangan luas areal
Meskipun Indonesia memiliki luas
kelapa di Indonesia selama tahun 1980-2013
perkebunan kelapa terbesar di dunia, namun
cenderung mengalami kenaikan. Pada tahun
produk olahan masih terbatas baik jumlah
1980, luas areal kelapa di Indonesia sebesar
maupun jenisnya. Menurut Tambajong (2010),
2.680.423 Ha, dan di tahun 2013 meningkat
hal ini disebabkan karena terjadinya ke-
menjadi 3.653.574 Ha. Sehingga dapat di-
terbatasan infrastruktur yang mengakibat-
hitung bahwa secara umum rata-rata
kan struktur industri masih bersifat parsial
pertumbuhan luas areal kelapa pada kurun
dan individual sehingga optimalisasi dan
waktu 1980-2013 meningkat sebesar 0,96% per
efisiensi pemanfaatan seluruh potensi kelapa
tahun meskipun antara tahun 2009-2013 luas
masih rendah. Menurut Sianipar (2009) hal ini
areal kelapa di Indonesia mengalami rata-rata
terjadi karena petani kelapa pada umumnya
penurunan sebesar 0,68% per tahun.
menjual produknya dalam bentuk produk
Perkembangan produksi kelapa di
primer (kelapa segar dan kopra).
Indonesia pada periode 1980-2013 cenderung
Berdasarkan penelitian terhadap 36
naik dengan rata-rata pertumbuhan sebesar
negara berkembang yang memiliki GDP per
1,95% per tahun. Terjadi peningkatan total
kapita kurang dari US$ 3.500, maka terdapat
produksi kelapa di Indonesia dari 1.666.073
tiga negara yang memiliki hubungan dagang
ton pada tahun 1980 menjadi 3.067.980 ton
dengan Indonesia, yaitu:
pada tahun 2013, dimana produksi kelapa
tertinggi dicapai pada tahun 2009 sebesar
Tabel 3. Hasil Nilai EPD Komoditas
3.257.969 ton. Sementara itu perkembangan Kelapa Periode 2005-2014
produktivitas kelapa di Indonesia selama EPD
Negara Posisi Pasar
kurun waktu 2002-2013 cenderung naik Sumbu X Sumbu Y
Bangladesh 216,48 69,69 Rising Stars
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0,33% Tanzania 1525,91 556,21 Rising Stars
per tahun. Tahun 2002 produktivitas kelapa di Pakistan 68,46 40,48 Rising Stars
Indonesia mencapai 1.097 kg/Ha kemudian
pada tahun 2013 produktivitasnya naik Berdasarkan hasil nilai EPD maka
menjadi 1.135 kg/Ha. Produktivitas kelapa Indonesia memiliki peluang dalam memper-
tertinggi dicapai pada tahun 2009 sebesar luas pasar dengan beberapa negara lainnya
1.175 kg/Ha. yang berada di sekitar kawasan di ketiga
Berdasarkan data Food Agriculture negara tersebut. Namun demikian, hal pen-
Organization (FAO) tahun 2008-2012, ting yang harus diperhatikan adalah menge-
Indonesia menempati urutan pertama di nai hasil proyeksi Pusdatin yang menyebut-
dunia sebagai produsen kelapa yang diikuti kan bahwa produksi kelapa di Indonesia
Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 65
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
66 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
gula dengan laju peningkatan antara tahun Berdasarkan hasil uraian di atas maka
1989-1999 mencapai 21,62%/tahun atau dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki
sekitar 2 juta ton per tahun (Bantacut 2013). peluang dalam menjalin hubungan dagang
Padahal menurut Suryantoro (2013), adanya dalam komoditas Gula ke negara-negara lain
impor gula akan berpengaruh terhadap dalam konteks Kerjasama Selatan-Selatan. Hal
menurunnya produksi gula dalam negeri. ini diperkuat oleh hasil proyeksi Pusdatin
Pada tahun 1930-an Indonesia pernah (2014) yang menyebutkan bahwa pada tahun
mengalami era kejayaan industri gula, namun 2014-2019 Indonesia akan bisa berswasem-
Indonesia kemudian dikenal sebagai negara bada dengan mengalami surplus pasokan
pengimpor gula. Menurut Susila (2005), gula hingga mencapai rata-rata 857.634 ton
permasalahan penurunan produksi tebu tebu per tahunnya. Meskipun seperti itu,
diakibatkan oleh semakin menurunnya areal menurut Bantacut (2010) menyebutkan bahwa
tebu dan produktivitasnya. Sementara itu swasembada gula tidak mungkin dicapai
menurut Bantacut (2013), kendala-kendala melalui pertumbuhan produksi normal, me-
dalam peningkatan produksi gula antara lain lainkan harus membangun pabrik-pabrik gula
seperti keterbatasan bahan baku, kinerja yang baru. Salah satu alternatifnya adalah
pabrik yang kurang baik, keterbatasan modal dengan mengoptimalkan ketersediaan lahan
investasi, dan keterbatasan lahan untuk yang terpencar untuk mendukung pabrik
perluasan perkebunan tebu. Di lain pihak gula mini (Bantacut 2013). Mulyono (2011)
konsumsi terhadap gula semakin meningkat menambahkan bahwa Indonesia harus me-
seiring dengan meningkatnya populasi dalam ngembangkan industri bibit tebu unggul
negeri sehingga mengakibatkan impor untuk menunjang program swasembada gula
(Sugiyanto 2007). Oleh karena itu untuk ke- nasional.
majuan industri gula, selain masih memerlu- Banyak permasalahan di sekitar industri
kan dukungan kebijakan pemerintah, juga gula di Indonesia, seperti misalnya masalah
Indonesia harus meningkatkan efisiensinya inefisiensi di tingkat usahatani dan pabrik,
dalam berbagai aspek kegiatan produksi dan kebijakan yang kurang memadai di
(Susila 2005). tingkat domestik dan perdagangan inter-
Meskipun saat ini Indonesia masih nasional (Susila 2005). Oleh karena itu maka
mengimpor raw sugar, namun berdasarkan untuk mewujudkan kembali industri gula
penelitian terhadap 36 negara berkembang, yang efisien memerlukan rancangan kebijak-
terdapat tujuh negara yang memiliki an yang menyeluruh, mempunyai keterkaitan
hubungan dagang dengan Indonesia dalam dan keselarasan yang jelas antara satu kebijak-
bentuk turunan komoditas Gula dalam an dengan yang lain, dan terintegrasi sehing-
kelompok kode HS 1704 (Kembang gula ga cukup efektif untuk mencapai tujuan yang
[termasuk coklat putih], tidak mengandung sama (Kementerian Pertanian 2014).
kakao). Ketujuh negara tersebut, yaitu: Susila (2005) menyebutkan bahwa untuk
mengatasi permasalahan gula yang ada di
Tabel 4. Hasil Nilai EPD Komoditas Gula Indonesia maka harus melakukan tiga upaya,
Periode 2005-2014 yaitu: Pertama, meningkatkan efisiensi di
EPD
Negara Posisi Pasar tingkat usaha tani yang mencakup penanam-
Sumbu X Sumbu Y
Cambodia 1264,99 -47,26 Falling Stars an varietas unggul, percepatan peremajaan
Bangladesh 274,25 -79,51 Falling Stars
Madagascar 473,44 90,24 Rising Stars
tanaman keprasan, optimasi masa tanam dan
Kenya 88,84 27,24 Rising Stars tebang, dan perbaikan sistem bagi hasil;
Yemen 144,82 125,22 Rising Stars Kedua, meningkatkan efisiensi pabrik gula
Pakistan -69,66 96,72 Lost
Opportunity melalui penutupan pabrik gula yang tidak
Ghana 159,25 -43,63 Falling Stars efisien, rehabilitasi pabrik gula yang masih
potensial, dan konsolidasi pabrik gula yang
lokasinya berdekatan; Ketiga, menciptakan
Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 67
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
persaingan yang adil bagi industri gula negara yaitu Cambodia, Kenya, dan Pakistan
Indonesia dengan pilihan kebijakan memper- yang memiliki hubungan dagang dengan
tahankan esensi kebijakan tataniaga impor Indonesia selama periode 2005-2014. Terdapat
gula, meningkatkan tarif impor menjadi jumlah observasi sebanyak 30 data. Menurut
sekitar 50%, atau menerapkan kebijakan uji Hausman, model ini telah memenuhi
provenue-tariff rate quota. Selain itu juga peme- kriteria dengan nilai probabilitas 0.00 < 5%
rintah perlu juga memberikan insentif dan tolak H0 maka Fixed Effect Model (FEM) lebih
dukungan kebijakan untuk pengembangan baik digunakan daripada Random Effect Model
industri gula di luar pulau Jawa. (REM). Berikut adalah hasil analisisnya:
Sementara itu menurut Yunitasari (2015), Model ekspor komoditas Teh Indonesia
dalam perspektif swasembada gula dan adalah:
peningkatan pendapatan petani tebu,
kebijakan harus diarahkan baik pada sisi on LnVit = -12.1844 + 0.3677lnPit + 9.0114lnGDPit
farm maupun pada sisi off farm. Kebijakan- – 0.4156lnERit + 2.1466lnDISTit
kebijakan itu seperti pengembangan sarana
produksi, ketersediaan dan akses sarana Pada Harga Dunia berpengaruh positif
produksi, pengembangan kelembagaan dan dan Nilai Tukar Riil berpengaruh negatif
integrasi pabrik gula dan petani tebu, namun tidak signifikan atau tidak ber-
peningkatan produktivitas dan daya saing pengaruh nyata terhadap permintaan komo-
industri gula, kebijakan proteksi gula, serta ditas Teh (diatas taraf nyata 5%). Sementara
kebijakan promosi dan harmonisasi data itu menurut Herminingsih (2002) menyebut-
pasokan sebagai basis perumusan kebijakan kan bahwa harga teh dunia, secara agregat
swasembada gula nasional. berpengaruh terhadap harga ekspor teh, dan
harga ekspor teh berpengaruh terhadap teh di
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG pasar domestik. Senada dengan penelitian
MEMENGARUHI EKSPOR PRODUK- Mejaya (2016) yang menyebutkan bahwa
PRODUK PERTANIAN INDONESIA DI
harga internasional, produksi, dan nilai tukar
NEGARA-NEGARA KURANG
BERKEMBANG berpengaruh terhadap volume ekspor teh
Indonesia.
Komoditas Teh
Hubungan jarak ekonomi (DIST) ber-
Menganalisis faktor-faktor yang meme- pengaruh positif terhadap variabel dependen
ngaruhi permintaan komoditas Teh Indonesia (nilai ekspor), artinya dalam kasus hubungan
di negara tujuan dapat ditentukan dengan dagang komoditas Teh Indonesia dengan
menggunakan gravity model dengan pen- negara Cambodia, Kenya, dan Pakistan terjadi
dekatan regresi data panel. Terdapat tiga
Tabel 5. Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel Komoditas Teh
Indonesia ke Negara Tujuan Periode 2005-2014
Uji Kriteria Statistik dengan Variabel Dependen = LnV
Variabel Independen Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. *
P 0,37 1,33 0,28 0,78
GDP 9,01 2,32 3,88 0,0006
ER -0,42 0,30 -1,37 0,18
DIST 2,15 0,54 3,99 0,0004
C -12,18 8,63 -1,41 0,17
Uji Hausman 0,00
Weighted Statistics Unweighted Statistics
R-Squared 0,96 Sum squared resid 3,65
Prob (F-statistics) 0,00 Durbin-Watson stat 1,61
Sum squared resid 3,44 Jarque-Bera 1,48
Durbin-Watson stat 1,51 Probability 0,48
Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
68 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
kondisi bahwa semakin jauh jarak antara pengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia.
Indonesia dengan negara tujuan sebesar 1% Faktor-faktor tersebut adalah Produksi
maka meningkatkan nilai ekspor komoditas Domestik, Harga Domestik Riil, Harga Ekspor
teh sebesar 2,17%. Riil, Nilai Tukar Rupiah Terhadap Nilai
Menurut Junaidi (2005), kondisi volume Dollar AS, dan Penawaran Ekspor Tahun
ekspor komoditas teh Indonesia berfluktuasi Sebelumnya. Oleh karena itu maka volume
dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dijelaskan penawaran ekspor teh perlu ditingkatkan
dengan membagi dua periode, yaitu masa agar dapat meningkatkan volume ekspor teh
prakrisis dan pascakrisis. Pada masa prakrisis pada tahun selanjutnya.
pada tahun 1979-1996 volume ekspor teh
cenderung meningkat dengan rata-rata Komoditas Kelapa Sawit
pertumbuhan sebesar 2,32% dengan
Menganalisis faktor-faktor yang meme-
pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun
ngaruhi permintaan komoditas Kelapa Sawit
1979-1980 sebesar 39,43%. Sedangkan pada
Indonesia di negara tujuan dapat ditentukan
pascakrisis tahun 1997-2002 volume ekspor
dengan menggunakan gravity model dengan
teh juga cenderung meningkat yaitu sebesar
pendekatan regresi data panel. Terdapat 13
2,35% dengan pertumbuhan tertinggi dicapai
negara yaitu Bangladesh, Togo, Sierra Leone,
pada tahun 1998-1999 yaitu sebesar 46,50%.
Guinea, Benin, Mozambique, Tanzania, Nige-
Melalui sisi penawaran, Herminingsih
ria, Yemen, Cameroon, Senegal, Pakistan, dan
(2002) menyebutkan bahwa luas areal
Ghana yang memiliki hubungan dagang
perkebunan teh negara dipengaruhi oleh
dengan Indonesia selama periode 2005-2014.
harga teh di pasar domestik, harga biji kakao
Terdapat jumlah observasi sebanyak 130 data.
di pasar domestik dan harga pupuk,
Menurut uji Hausman, model ini telah
sedangkan luas areal perkebunan swasta
memenuhi kriteria dengan nilai probabilitas
hanya dipengaruhi oleh harga teh di pasar
0,07 < 10% tolak H0 maka Fixed Effect Model
domestik. Selanjutnya, variabel yang ber-
(FEM) lebih baik digunakan daripada Random
pengaruh terhadap produktivitas teh antara
Effect Model (REM). Berikut adalah hasil
lain tingkat upah sektor perkebunan, terjadi-
estimasinya:
nya kekeringan, dan luas areal perkebunan.
Model ekspor komoditas Kelapa Sawit
Sedangkan ekspor teh hanya dipengaruhi
Indonesia adalah:
oleh produksi teh itu sendiri.
Berbeda dengan penelitian Herminingsih,
LnVit = -14,28 - 0,46lnPit + 1,34lnGDPit +
Junaidi (2005) menyebutkan bahwa ada
0,09lnERit – 1,89lnDISTit
beberapa variabel yang diduga mem-
Tabel 6. Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel Komoditas Kelapa
Sawit Indonesia ke Negara Tujuan Periode 2005-2014
Uji Kriteria Statistik dengan Variabel Dependen = LnV
Variabel Independen Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. *
P -0,46 0,21 -2,14 0,03
GDP 1,34 0,41 3,26 0,0015
ER 0,09 0,06 1,48 0,14
DIST -1,89 0,17 -10,99 0,00
C -14,28 0,79 -18,00 0,00
Uji Hausman 0,07
Weighted Statistics Unweighted Statistics
R-Squared 0,86 Sum squared resid 25,61
Prob (F-statistics) 0,00 Durbin-Watson stat 1,46
Sum squared resid 24,05 Jarque-Bera 4,88
Durbin-Watson stat 1,41 Probability 0,09
Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 69
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Hubungan Gross Domestic Product (GDP) Hasil yang didapat di penelitian ini ber-
Per Kapita berpengaruh positif terhadap beda dengan yang ditemukan oleh Munadi
variabel dependen (nilai ekspor). Hal ini (2007) dalam penelitiannya mengenai faktor-
menunjukkan bahwa saat GDP meningkat faktor ekspor kelapa sawit dari Indonesia ke
sebesar 1% maka nilai eksport komoditas India. Munadi menemukan bahwa faktor-
Kelapa Sawit akan meningkat sebesar 1,34%. faktor yang mempengaruhi ekspor kelapa
Pada Harga Dunia berpengaruh negatif sawit Indonesia adalah harga minyak kedelai
terhadap variabel dependen. Hal ini dunia, harga minyak kelapa sawit dunia,
menunjukkan bahwa saat Harga Dunia goods production index (IPI), dan jumlah
meningkat 1% maka nilai eksport komoditas permintaan komoditas kelapa sawit tahun
Kelapa Sawit akan menurun sebesar -0,46%. sebelumnya.
Sementara itu Nilai Tukar Riil berpengaruh
positif namun tidak signifikan atau tidak ber- Komoditas Kelapa
pengaruh nyata terhadap permintaan komo-
Menganalisis faktor-faktor yang meme-
ditas Kelapa Sawit (diatas taraf nyata 5%).
ngaruhi permintaan komoditas Kelapa
Hubungan jarak ekonomi (DIST) ber-
Indonesia di negara tujuan dapat ditentukan
pengaruh negatif terhadap variabel dependen
dengan menggunakan gravity model dengan
(nilai ekspor), artinya semakin jauh jarak
pendekatan regresi data panel. Terdapat tiga
Indonesia dengan negara tujuan sebesar 1%
negara yaitu Bangladesh, Tanzania, dan
maka menurunkan nilai ekspor komoditas
Pakistan yang memiliki hubungan dagang
Kelapa Sawit sebesar 1,89%. Indonesia perlu
dengan Indonesia selama periode 2005-2014.
meningkatkan harga komoditas Kelapa Sawit
Terdapat jumlah observasi sebanyak 40 data.
untuk menutupi biaya transportasi seiring
Menurut uji Hausman, model ini telah
dengan semakin jauhnya negara pengimpor.
memenuhi kriteria dengan nilai probabilitas
Karena semakin jauh jarak antara dua negara
0,00 < 5% tolak H0 maka Fixed Effect Model
maka memerlukan biaya transportasi yang
(FEM) lebih baik digunakan daripada Random
semakin mahal. Penambahan biaya transpor-
Effect Model (REM). Berikut adalah hasil
tasi ini menurut Rifin (2010) tidak berpenga-
estimasinya:
ruh terhadap competitiveness komoditas
Model ekspor komoditas Kelapa
kelapa sawit. Dengan kata lain, lain halnya
Indonesia adalah:
dengan peningkatan pajak ekspor yang
kemudian dapat berdampak terhadap
LnVit = -6,43 + 0,16lnPit + 1,35lnGDPit –
penurunan export competitiveness komoditas
0,15lnERit – 0,64lnDISTit
kelapa sawit di pasar internasional.
Tabel 7. Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel Komoditas Kelapa
Indonesia ke Negara Tujuan Periode 2005-2014
Uji Kriteria Statistik dengan Variabel Dependen = LnV
Variabel Independen Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. *
P 0,16 0,12 1,41 0,17
GDP 1,35 1,13 1,19 0,24
ER -0,15 0,14 -1,08 0,29
DIST -0,64 0,27 -2,39 0,02
C -6,43 3,02 -2,13 0,04
Uji Hausman 0,0022
Weighted Statistics Unweighted Statistics
R-Squared 0,91 Sum squared resid 2,76
Prob (F-statistics) 0,00 Durbin-Watson stat 2,63
Sum squared resid 2,37 Jarque-Bera 1,18
Durbin-Watson stat 2,48 Probability 0,55
Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
70 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Tabel 8. Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel Komoditas Gula
Indonesia ke Negara Tujuan Periode 2005-2014
Uji Kriteria Statistik dengan Variabel Dependen = LnV
Variabel Independen Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. *
P -0,46 0,26 -1,80 0,08
GDP -0,05 1,16 -0,04 0,97
ER -0,13 0,22 -0,58 0,56
DIST -0,84 0,17 -4,87 0,00
C -3,77 3,82 -0,99 0,33
Uji Hausman 0,00
Weighted Statistics Unweighted Statistics
R-Squared 0,66 Sum squared resid 8,10
Prob (F-statistics) 0,00 Durbin-Watson stat 0,94
Sum squared resid 7,60 Jarque-Bera 3,86
Durbin-Watson stat 0,99 Probability 0,15
Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 71
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
menutupi biaya transportasi seiring dengan Cooperation) memiliki peluang yang men-
semakin jauhnya negara pengimpor. Karena janjikan.
semakin jauh jarak antara dua negara maka Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor
memerlukan biaya transportasi yang semakin Teh secara signifikan adalah Produk Domes-
mahal. tik Bruto Negara Importir dan Jarak Ekonomi.
Menurut Hairani (2014), permasalahan Pada Kelapa Sawit, variabel yang ber-
penting yang dihadapi oleh Indonesia adalah pengaruh signifikan adalah Harga Dunia,
mengenai impor yang selama kurun waktu Produk Domestik Bruto Negara Importir, dan
sepuluh tahun antara tahun 2012-2016 Jarak Ekonomi. Pada Kelapa, variabel yang
cenderung meningkat. Peningkatan impor berpengaruh signifikan adalah Harga Dunia
gula tersebut dipengaruhi oleh beberapa dan Jarak Ekonomi. Sedangkan untuk
faktor, seperti impor tahun sebelumnya, komoditas Gula, variabel yang berpengaruh
konsumsi gula, harga gula internasional, signifikan adalah Harga Dunia dan Jarak
perubahan pendapatan per kapita, dan stok Ekonomi.
gula domestik. Sementara itu dari sisi
elastisitasnya, variabel stok dalam negeri, SARAN
impor tahun sebelumnya, perubahan pen-
Kerjasama Selatan-Selatan (South-South
dapatan per kapita, dan konsumsi gula
Cooperation) merupakan sebuah peluang yang
terhadap impor gula di Indonesia bersifat
baik bagi Indonesia dalam memperluas pasar
inelastis, sedangkan nilai elastisitas harga
ekspor produk-produk pertanian yang men-
gula internasional terhadap impor gula di
jadi keunggulan komparatifnya. Dengan
Indonesia bersifat elastis.
semakin berkembangnya perekonomian du-
nia, permintaan produk-produk pertanian
KESIMPULAN DAN SARAN Indonesia akan semakin bertambah. Sehingga
perlu adanya sikap bersama antara pihak
KESIMPULAN pemerintah dan swasta dalam menciptakan
Terdapat empat komoditi yang memiliki produk-produk yang berkualitas dan me-
hubungan perdagangan dengan Indonesia miliki harga yang kompetitif di pasar dunia.
dalam konteks Kerjasama Selatan-Selatan,
yaitu Teh, Kelapa Sawit, Kelapa, dan Gula.
Indonesia memiliki hubungan perdagangan
DAFTAR PUSTAKA
Teh ke negara Cambodia, Kenya, dan [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi
Pakistan. Komoditas Kelapa Sawit Indonesia Pertanian. 2014. Outlook Komoditi
memiliki hubungan dagang ke negara Tebu. Jakarta (ID): Kementerian
Bangladesh, Togo, Sierra Leone, Guinea, Pertanian RI.
Benin, Mozambique, Tanzania, Nigeria, [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi
Yemen, Cameroon, Senegal, Pakistan, dan Pertanian. 2014. Outlook Komoditi
Ghana. Indonesia juga memiliki hubungan Kelapa Sawit. Jakarta (ID):
dagang Kelapa ke negara Bangladesh, Kementerian Pertanian RI.
Tanzania, dan Pakistan. Komoditas Gula [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi
Indonesia memiliki hubungan dagang dengan Pertanian. 2015. Outlook Komoditi
negara Madagascar, kenya, dan Yemen, Kelapa. Jakarta (ID): Kementerian
Cambodia, Bangladesh, Ghana dan Pakistan. Pertanian RI.
Dengan demikian maka dapat disebutkan [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi
bahwa potensi pasar ekspor baru bagi Pertanian. 2015. Outlook Komoditi Teh.
produk-produk pertanian Indonesia pada Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI.
Kerjasama Selatan-Selatan (South-South
Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
72 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Andelisa N. 2011. Analisis Daya Saing dan Junaidi M. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang
Aliran Ekspor Produk Crude Coconut Mempengaruhi Penawaran Ekspor Teh
Oil (CCO) Indonesia. [Skripsi]. Bogor. Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut
Institut Pertanian Bogor. Pertanian Bogor.
Bantacut T. 2010. Swasembada Gula: Prospek Mejaya AS, Fanani D, Mawardi MK. 2016.
dan Strategi Pencapaiannya. Pengaruh Produksi, Harga
PANGAN. 19 (3): 245-256. Internasional, dan Nilai Tukar
Terhadap Volume Ekspor: Studi pada
Bantacut T. 2013. Pengembangan Pabrik Gula Ekspor Global Teh Indonesia Periode
Mini untuk Mencapai Swasembada Tahun 2010-2013). Jurnal Administrasi
Gula. PANGAN. 22(4): 299-316. Bisnis. 35(2): 20-29.
Bhattacharya KS, Bhattacharyay BN. 2007. Mulyono D. 2011. Kebijakan Pengembangan
Gains and Losses of India-China Trade Industri Bibit Tebu Unggul untuk
Cooperation – A Gravity Model Impact Menunjang Program Swasembada
Analysis. CESIFO Working Paper No. Gula Nasional. Jurnal Sains dan
1970. Teknologi Indonesia. 13(1): 60-64.
Chapman KR, Liebregts WJ, Viet TT. 2005. Munadi E. 2007. Penurunan Pajak Ekspor dan
FAO Activities on Coconut Conducted Dampaknya Terhadap Ekspor Minyak
By FAO Regional Office for Asia and Kelapa Sawit Indonesia ke India
the Pacific, Bangkok, Thailand. (Pendekatan Error Correction Model).
Proceeding of the International Informatika Pertanian. 16(2).
Coconut Forum held in Cairns,
Australia, 22-24 November 2005. Rethinam P. 2005. Asian and Pacific Coconut
Community Activities, Achievements
Gumilar N. 2010. Dayasaing Komoditi and Future Outlook. Proceeding of the
Sayuran Utama Indonesia di Pasar International Coconut Forum held in
Internasional. [Skripsi]. Bogor (ID). Cairns, Australia, 22-24 November
Institut Pertanian Bogor. 2005.
Hairani RI, Joni MM, Jani J. 2014. Analisis Rifin A. 2010. The Effect of Export Tax on
Trend Produksi dan Impor Gula Serta Indonesia’s Crude Palm Oil (CPO)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Export Competitiveness. ASEAN
Impor Gula Indonesia. PERTANIAN. Economic Bulletin. 27(2): 173-184.
1(4): 77-85.
Sianipar TM. 2009. Analisis Respons
Herminingsih A. 2002. Penawaran dan Penawaran Kelapa di Indonesia pada
Permintaan Teh dan Teh Olahan di Periode 1971-2006. [Skripsi]. Bogor (ID).
Pasar Domestik. [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Institut Pertanian Bogor.
Sugiyanto C. 2007. Permintaan Gula
Hicks A. 2009. Current Status and Future Indonesia. Jurnal Ekonomi
Development of Global Tea Production Pembangunan. 8(2): 113-127.
and Tea Product. AU J.T. 12(4): 251-264.
Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 73
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
74 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594
Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto