You are on page 1of 18

Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 57

ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKSPOR PRODUK PERTANIAN


INDONESIA KE NEGARA KURANG BERKEMBANG

Qiki Qilang Syachbudy1, Muhammad Firdaus2,


dan Heny K. S. Daryanto3
1)Mahasiswa Program Magister Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
2)Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
3)Staf Pengajar Sekolah Bisnis, Institut Pertanian Bogor

e-mail : 1)kisah_qiki@yahoo.com
 

ABSTRACT
This study aims to analyze the potential of new export markets for Indonesian agricultural products and
analyze the factors that affect the export of agricultural products LDCs. The method used was Export
Product Dynamics (EPD) and Gravity Model. The study focused on Indonesian agricultural exports to 36
countries which have a GDP per capita below US$ 3.500. The study found that Indonesia has relationships
that is different among commodities. For tea, Indonesia has trade relation with Cambodia, Kenya, and
Pakistan. For palm oil, Indonesia has trade relation with Bangladesh, Togo, Sierra Leone, Guinea, Benin,
Mozambique, Tanzania, Nigeria, Yemen, Cameroon, Senegal, Pakistan, and Ghana. For coconut, Indonesia
has good trade relation with Bangladesh, Tanzania, and Pakistan. For Sugar, Indonesia has trade relation
to Madagascar, Kenya, Yemen, Cambodia, Bangladesh, Ghana, and Pakistan. Factors affecting the demand
of tea are gross domestic product of importer countries and economics distance. Furthermore, factor
influencing the trading of palm oil are world price, gross domestic product of importer countries and
economics distance. While, coconut and sugar trading is affected by world price and economics distance.
Thus, it can be said that the potential for new export markets for Indonesian agricultural products in the
context of South-South Cooperation has a good chances.

Keywords: south-south cooperation, export product dynamic, gravity model.

PENDAHULUAN terdapat 36 negara yang memiliki GDP per


kapita kurang dari US$ 3.500. Negara-negara
Kerjasama Selatan-Selatan (South South
tersebut yaitu: Ghana, Cote d’Ivoire, Pakistan,
Cooperation) merupakan sebuah bentuk kerja-
Senegal, Cameroon, Syria, Yemen, Nigeria,
sama antar negara berkembang dalam mem-
Sudan, Zambia, Myanmar, Uganda, Benin,
bangun solidaritas untuk saling membantu
kenya, Nepal, Ethiopia, Mali, Tajikistan,
menyelesaikan permasalahannya masing-
Bangladesh, Malawi, Rwanda, Cambodia,
masing. Selain itu, Kerjasama Selatan-Selatan
Guinea, Tanzania, Burkina Faso, Niger, Togo,
ini pula berfungsi untuk meningkatkan nilai
Mozambique, Haiti, Congo (Dem. Rep.),
tawar negara-negara berkembang dalam
Sierra Leone, Madagascar, Chad, dan
menghadapi dominasi negara-negara maju.
Burundi. Melalui konteks kerjasama Selatan-
Sejalan dengan perannya yang semakin
Selatan Indonesia memiliki keunggulan
meningkat di dunia internasional, Indonesia
komparatif di sektor produk pertanian untuk
memiliki kepentingan ekonomi yang sesuai
dapat memenuhi kebutuhan impor negara-
dengan arah pembangunan jangka panjang
negara tersebut. Sehingga kemudian dapat
tahun 2005-2025, yang salah satunya adalah
meningkatkan potensi pasar ekspor baru bagi
mewujudkan bangsa yang berdaya saing di
produk-produk pertanian Indonesia.
tingkat global, meskipun secara eksplisit tidak
Komoditas dengan kode HS 0902 (Teh,
disebutkan dalam kerangka Kerjasama
diberi rasa maupun tidak), 1511 (Minyak
Selatan-Selatan.
kelapa sawit dan fraksinya, dimurnikan
Menurut data klasifikasi income Bank
maupun tidak, tetapi tidak dimodifikasi
Dunia tahun 2013 menyebutkan bahwa

Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
58 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

secara kimia), 1513 (Minyak kelapa [kopra], 80000000


kernel kelapa sawit atau babassu dan 60000000
40000000
fraksinya, dimurnikan maupun tidak, tetapi 20000000
tidak dimodifikasi secara kimia), dan 1704 0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
(Kembang gula [termasuk coklat putih], tidak
High-income Country
mengandung kakao) merupakan komoditas
Low & Middle income Country
pertanian penting Indonesia yang memiliki
Developing Country
performa perdagangan antara tahun 2005-
2014 terhadap negara yang memiliki GDP per
Gambar 4. Ekspor Komoditas 1704.
kapita pada tahun 2013 kurang dari US$ 3.500. Sumber: UN Comtrade, 2016 (diolah)
Berikut adalah data perbandingan per-
kembangan ekspor keempat komoditi Berdasarkan data Gambar 1, Gambar 2,
tersebut ke negara Developing Countries, High Gambar 3, dan Gambar 4, maka ekspor
Income Countries dan Low & Middle Income keempat komoditas dari Indonesia ke
Countries: berbagai negara cenderung mengalami trend
yang meningkat antara tahun 2005 sampai
80000000
tahun 2014. Hal ini menjadi menarik untuk
60000000 diteliti sehingga kemudian dapat meningkat-
40000000
kan potensi pasar ekspor baru bagi produk-
20000000
0 produk pertanian Indonesia dalam koridor
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Kerjasama Selatan-Selatan (South-South
High-income Country Cooperation).
Low & Middle income Country Sebagai negara yang sudah masuk dalam
Developing Country
kelompok lower middle income country,
Indonesia dalam konteks Kerjasama Selatan-
Gambar 1. Ekspor Komoditas 0902.
Sumber: UN Comtrade, 2016 (diolah) Selatan memiliki peran sebagai negara yang
memiliki tanggung jawab lebih dalam mem-
bantu negara-negara lain. Menyikapi tuntutan
15000000000
peran ke luar yang semakin besar, maka
10000000000
Indonesia harus tetap bisa mengatur
5000000000
keseimbangan sehingga tidak mengganggu
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 stabilitas keamanan di dalam negeri. Oleh
High-income Country karena itu, salah satu solusi yang saling
Low & Middle income Country menguntungkan adalah dengan cara
Developing Country Indonesia mampu memberikan bantuan ke
negara-negara lain untuk menjalin kerjasama
Gambar 2. Ekspor Komoditas 1511. dan kedekatan sekaligus memperluas pasar
Sumber: UN Comtrade, 2016 (diolah)
ekspor. Berdasarkan hal tersebut maka upaya
mencari potensi pasar ekspor baru bagi
2000000000 produk-produk pertanian Indonesia dan
1500000000
faktor-faktor yang memengaruhi ekspor
1000000000
500000000 produk-produk pertanian Indonesia di
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
negara-negara kurang berkembang menjadi
penting untuk diperhatikan. Sehingga tujuan
High-income Country
dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
Low & Middle income Country
potensi pasar ekspor baru bagi produk-
Developing Country
produk pertanian Indonesia, serta meng-
Gambar 3. Ekspor Komoditas 1513. analisis faktor-faktor yang memengaruhi
Sumber: UN Comtrade, 2016 (diolah)

Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 59
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

ekspor produk-produk pertanian Indonesia dimana :


ke negara-negara kurang berkembang. Iij = Taksiran tingkat interaksi antara
wilayah i dengan j,
Pi, Pj = Besarnya daya tarik wilayah i dan j,
KERANGKA PEMIKIRAN dij = Ukuran jarak antar wilayah i dan j,
TEORITIS k = Konstanta,
b = Parameter dugaan.
GRAVITY MODEL
Gravity Model adalah model yang paling Interaksi antara i dan j (Iij) meng-
banyak digunakan untuk melihat besarnya interpretasikan nilai dari aliran perdagangan
daya tarik dari suatu potensi yang berada suatu komoditas dari wilayah i ke wilayah j
pada suatu lokasi. Model ini sering digunakan yang meliputi arus perdagangan keseluruhan
untuk melihat kaitan potensi suatu lokasi dan wilayah dalam satu negara tersebut. Di
besarnya wilayah pengaruh dari potensi tingkat negara, penerapannya hingga pada
tersebut. Selain itu, model ini juga digunakan perdagangan antar negara dalam suatu
untuk menganalisis efek integrasi ekonomi perkumpulan yang pada umumnya variabel-
terhadap perdagangan dan merupakan satu variabel yang digunakan untuk mengukur
alat analisis yang dapat digunakan untuk daya tarik wilayah adalah jumlah penduduk
mengestimasi berapa besarnya nilai barang (P), Produk Domestik Bruto (PDB), nilai tukar,
yang keluar dan masuk di suatu wilayah. harga komoditas yang diperdagangkan dan
Model gravitasi memiliki keunggulan variabel jarak (dj) yang dapat diukur melalui
dibanding model perdagangan internasioanal pendekatan biaya transportasi.
lainnya karena menyajikan model yang lebih
empiris dibanding model lainnya yang secara EXPORT PRODUCT DYNAMIC (EPD)
teoritis seperti model Ricardian. Pada model
Export Product Dynamics (EPD) adalah
ini, negara mengkhususkan dalam mem-
salah satu alat analisis yang memberikan
produksi apa yang mereka paling baik
gambaran mengenai tingkat daya saing
produksi. Tidak seperti model lainnya, rangka
kondisi suatu produk (komoditas). Hal yang
kerja model ini memprediksi dimana negara-
dilihat melalui alat analisis ini adalah dari
negara akan menjadi spesialis secara penuh
performanya apakah dinamis (pertumbuhan-
dibandingkan memproduksi bermacam
nya cepat) atau tidak. Alat analisis ini biasa-
barang komoditas.
nya digunakan untuk mengukur posisi pasar
Pada gravity model aliran perdagangan
dari produk suatu negara untuk tujuan pasar
bilateral ditentukan oleh tiga kelompok
tertentu. Matriks EPD terdiri dari daya tarik
variabel yaitu (Tarigan 2007):
pasar dan informasi kekuatan bisnis. Daya
1. Variabel-variabel yang mewakili total
tarik pasar dihitung berdasarkan pertumbuh-
permintaan potensial negara pengimpor.
an dari permintaan sebuah produk untuk
2. Variabel-variabel indikator total
tujuan pasar tertentu, sementara itu informasi
penawaran potensial negara pengekspor.
kekuatan bisnis diukur berdasarkan per-
3. Variabel-variabel pendukung atau
tumbuhan dari perolehan pasar (market share)
penghambat aliran perdagangan antar
sebuah negara pada tujuan pasar tertentu.
negara pengekspor dan negara
Melalui bahasan Export Product Dynamic
pengimpor.
(EPD), kombinasi daya tarik pasar dan
kekuatan bisnis dibagi menjadi empat
Dalam bentuknya yang paling umum,
kategori, yaitu: Rising Star, Lost Opportunity,
konsep gravitasi dapat dirumuskan sebagai
Falling Star, dan Retreat. Rising Star merupa-
berikut :
kan posisi pasar ideal yang bertujuan untuk
Iij = k PiPj
memeroleh pangsa ekspor tertinggi. Kondisi
dijb
Rising Star ditandai dengan berkembang

Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
60 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

cepatnya produk-produk (komoditas) dengan (Kembang gula [termasuk coklat putih], tidak
diiringi oleh semakin luasnya pangsa pasar mengandung kakao).
dari produk-produk tersebut. Sementara itu,
Lost Opportunity didefinisikan dengan ANALISIS DATA
penurunan pangsa pasar pada produk yang
Gravity Model
dinamis dimana suatu negara kehilangan
kesempatan pangsa ekspor di pasar Penelitian ini menganalisis potensi eks-
internasional. Lain halnya dengan kondisi por komoditas pertanian Indonesia ke 36
Falling Star, walaupun tidak seperti pada negara yang memiliki nilai GDP per kapita
kondisi Lost Opportunity (karena pangsa kurang dari US$ 3.500 dengan menggunakan
pasarnya masih meningkat), namun gravity model. Beberapa variabel independen
peningkatan pangsa pasarnya itu bukan yang digunakan dalam permodelan ini
terjadi pada produk yang dinamis. Lain meliputi, Harga Dunia masing-masing
halnya dengan Retreat yang berarti bahwa komoditas pertanian, GDP per kapita setiap
produk tersebut tidak diinginkan lagi di pasar negara importir, nilai tukar (exchange rate)
internasional, meskipun kemudian masih bisa antar negara, dan jarak ekonomi antar negara.
diinginkan kembali jika pergerakannya jauh Untuk menjawab masalah dalam pe-
dari produk stagnan dan bergerak mendekati nelitian ini, spesifikasi model yang digunakan
peningkatan pada produk dinamis (Gumilar dalam penelitian mengacu pada gravity
2010). model yang digunakan oleh Bhattacharya
(2007) yang telah dimodifikasi sebagai
berikut:
METODE
Data yang digunakan pada penelitian ini Ln V ln ln P
ln ln
adalah data sekunder empat komoditi, pada
kode HS level empat digit, selama 10 tahun Dimana:
(antara tahun 2005-2014) yang didapat dari V : Nilai ekspor komoditas pertanian di
hasil analisis dari seluruh ekspor komoditi negara eksportir (US$)
pertanian Indonesia ke 36 negara yang P : Harga dunia komoditas pertanian
memiliki GDP per kapita kurang dari US$ (US$)
3.500 yang didapat dari UN Comtrade. Data- GDPit : GDP per kapita negara importir (US$)
data lain yang diperlukan didapat dari DISTit : Jarak Ekonomi antar negara (dalam
berbagai sumber, seperti Badan Pusat Statistik satuan km yang telah dibobot dengan
share GDP masing-masing Negara
(BPS), Kementerian Pertanian Republik
partner)
Indonesia, Trade Map, Comtrade, FAO,
ERit : Nilai tukar mata uang negara
Worldbank, WDI, CEPII, WTO, dan situs eksportir terhadap dolar Amerika
www.fx-sauder.ubc.ca. Selain itu, data juga β0 : Konstanta/Intersep
didapat dari jurnal, buku teks, skripsi, tesis, β1,β2,β3,β4 : Parameter yang diestimasi
dan disertasi. Data ekspor komoditas εit : Error term
pertanian yang digunakan dalam penelitian
ini diperoleh dari United Commodity and Trade Export Product Dynamic (EPD)
Database (UN Comtrade), yaitu: 0902 (Teh, Melalui analisis EPD, berikut adalah
diberi rasa maupun tidak), 1511 (Minyak uraian yang dimaksud dengan pangsa pasar
kelapa sawit dan fraksinya, dimurnikan ekspor suatu negara dan pangsa pasar produk
maupun tidak, tetapi tidak dimodifikasi untuk menghitung posisi pasar dan produk:
secara kimia), 1513 (Minyak kelapa [kopra],
kernel kelapa sawit atau babassu dan Sumbu x : Pertumbuhan pangsa pasar
fraksinya, dimurnikan maupun tidak, tetapi ekspor suatu negara
tidak dimodifikasi secara kimia), dan 1704

Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 61
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

∑ 100% ∑ 100% nonmigas) dan menyumbang devisa bersih


≡ ≡
sekitar 110 juta dollar AS per tahun.
Peran keberadaan komoditas teh di
Sumbu y : Pertumbuhan pangsa pasar Indonesia dipandang penting karena menurut
produk n data dari Kementerian Pertanian, pada tahun
1999 diperkirakan komoditas ini dapat
∑ ≡ 100% ∑ ≡ 100% menyerap sekitar 300.000 pekerja dan
menghidupi sekitar 1,2 juta jiwa. Namun hal
Dimana, ini tentunya membutuhkan sebuah usaha
X = nilai ekspor mengingat ekspor Indonesia yang semakin
T = jumlah tahun menurun. Dalam hal ini Indonesia dapat
t = tahun ke-t bekerjasama dengan FAO (Food and
n = jenis produk
Agriculture Organization) dalam bekerjasama
untuk memperbaiki kondisi keberadaan
Kombinasi dari daya tarik pasar dan
komoditas teh, karena hal ini sejalan dengan
kekuatan bisnis ini menghasilkan perpaduan
salah satu tujuan FAO dalam menaikkan
yang dikelompokkan menjadi kategori Rising
tingkat nutrisi dan taraf hidup; meningkatkan
Star, Falling Star, Lost Opppotunity, dan Retreat.
produksi, proses, pemasaran dan penyaluran
produk pangan dan pertanian; mempromosi-
HASIL DAN PEMBAHASAN kan pembangunan di pedesaan; dan
menghapuskan kelaparan.
ANALISIS POTENSI PASAR EKSPOR
BARU BAGI PRODUK-PRODUK Sekitar 40% dari total lahan tanaman teh
PERTANIAN INDONESIA nasional sudah tua karena berasal dari
peninggalan zaman Belanda. Oleh karena itu
Komoditas Teh
menurut Sutarna (2000), untuk peremajaan
Teh merupakan komoditas pertanian tanaman teh selanjutnya hendaknya dilaku-
penting karena Indonesia merupakan negara kan dengan perencanaan yang cermat, hati-
produsen teh pada urutan kelima di dunia hati dan memperhatikan inovasi baru yang
setelah India, China, Sri Lanka, dan Kenya. dapat diterapkan agar dapat menghasilkan
Secara lengkap Hicks (2009) menyebutkan peremajaan yang benar-benar optimal dan
bahwa negara-negara produsen utama teh di bermanfaat bagi semua stakeholders. Meski-
dunia antara lain: di Afrika: Burundi, Kenya, pun dengan kondisi perekebunan yang sudah
Malawi, Rwanda, Tanzania, Uganda, dan tua, namun produksi teh nasional dalam
Zimbabwe; di Amerika Selatan: Argentina wujud daun kering menunjukkan pening-
dan Brazil; di Timur Tengah: Iran dan Turki; katan rata-rata 1,2% per tahun dalam kurun
dan di Asia: Bangladesh, China, India, waktu antara tahun 1980-2014. Meskipun
Indonesia, Sri Lanka, dan Vietnam. ekspor teh Indonesia pernah mengalami
Menurut data International Tea Committee penurunan rata-rata 2,1% dalam kurun waktu
(ITC), pada tahun 2002, total produksi teh antara tahun 1993-2002. Hal ini menurut
Indonesia mencapai 172.790 ton atau 5,7% Suprihatini (2005) disebabkan karena: (1)
dari total produksi teh dunia yang mencapai komposisi produk teh yang diekspor
3.062.632 ton. Sebesar 65% dari total Indonesia kurang mengikuti kebutuhan
komoditas teh Indonesia ditujukan untuk pasar, (2) negara-negara tujuan ekspor teh
pasar ekspor yang 94%nya masih diekspor Indonesia kurang ditujukan ke negara-negara
dalam bentuk daun kering. Dari hasil pengimpor teh yang memiliki pertumbuhan
ekspornya tersebut, secara nasional industri impor teh tinggi, dan (3) daya saing teh
teh menyumbang Produk Domestik Bruto Indonesia di pasar teh dunia yang masih
(PDB) sekitar 1,2 triliun (0,3% dari total PDB lemah. Oleh karena itu salah satunya diperlu-
kan upaya untuk meningkatkan komposisi

Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
62 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

produk teh melalui peningkatan ekspor teh dalam kegiatan perekonomian di Indonesia,
Indonesia dalam bentuk produk-produk hilir karena selain berperan sebagai penghasil
teh. devisa negara, juga berperan dalam pe-
Lebih lanjut Suprihatini (2005) menye- nyerapan tenaga kerja.
butkan bahwa kemampuan penguasaan Produksi minyak sawit (CPO) nasional
teknologi pengolahan industri teh Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
masih berada pada tingkat kemampuan yang 1980 produksi CPO Indonesia hanya sebesar
rendah khususnya kemampuan inovatif. Oleh 721,17 ribu ton, sedangkan tahun 2013 men-
karena itu, untuk meningkatkan kemampuan jadi 27,74 juta ton atau tumbuh rata-rata
penguasaan teknologi pengolahan di industri sebesar 11,95% per tahun. Sementara itu
teh Indonesia, program peningkatan ke- perkembangan produktivitas kelapa sawit di
mampuan inovatif perlu dijadikan suatu Indonesia selama tahun 1995-2013 menunjuk-
program aksi dari Asosiasi Teh Indonesia dan kan pola yang berfluktuasi. Selama periode
pemerintah. tersebut rata-rata pertumbuhan produktivitas
Melalui konteks kerjasama Selatan- kelapa sawit Indonesia mengalami sedikit
Selatan (South-South Cooperation), komoditas peningkatan sebesar 0,57% per tahun, dimana
teh Indonesia masih memiliki daya saing yang penurunan produktivitas umumnya terjadi
lemah. Terdapat tiga negara yang memiliki pada saat krisis moneter hingga masa
hubungan dagang dengan Indonesia, yaitu: pemulihan krisis. Produktivitas tertinggi
dicapai pada tahun 2013 sebesar 3,85 ton/ha
Tabel 1. Hasil Nilai EPD Komoditas Teh dan terendah tahun 2014 sebesar 2,83 ton/ha.
Periode 2005-2014 Ekspor-impor kelapa sawit Indonesia
EPD
Negara
Sumbu X Sumbu Y
Posisi Pasar dilakukan dalam wujud minyak sawit,
Cambodia 240,76 -172,25 Falling Stars minyak sawit lainnya, minyak inti sawit dan
Kenya -49,99 -36,35 Retreat minyak inti lainnya. Menurut Hiyashi (2007)
Pakistan -66,06 36,30 Lost Opportunity
menyebutkan bahwa pada tahun 2004
Komoditas teh Indonesia memiliki Indonesia menghasilkan 12 juta ton crude
peluang dalam konteks Kerjasama Selatan- palm oil (CPO). Dari produksi tersebut,
Selatan (South-South Cooperation). Negara sekitar 60% CPO diekspor, 30% untuk ke-
Cambodia, Kenya, dan Pakistan dapat perluan rumah tangga domestik, 70% di-
menjadi permulaan pasar sehingga teh gunakan untuk oleochemical, 2% digunakan
Indonesia bisa lebih dikenal di pasar untuk sabun, dan 1,6% digunakan untuk
internasional. Menurut Suprihatini (2004) mentega.
perlu adanya pengembangan industri Perkembangan volume ekspor kelapa
perkebunan ke arah hilir, seperti misalnya sawit pada tahun 1980-2013 cenderung terus
dalam bidang: 1) extract tea, 2) packing and bulk meningkat dengan pertumbuhan rata-rata
tea, 3) ready to drink with tea aroma. sebesar 23,52% per tahun. Pada tahun 1980
volume ekspor kelapa sawit Indonesia hanya
sebesar 502,90 ribu ton dengan nilai ekspor
Komoditas Kelapa Sawit
sebesar US$ 254,74 juta, sedangkan pada
Komoditas kelapa sawit (palm oil) tahun 2013 volume ekspor meningkat menjadi
merupakan komoditas unggulan Indonesia di 25,79 juta ton senilai US$ 17,67 milyar.
pasar internasional. Menurut data FAO Menurut Hidayat (2006) menyebutkan
(2012), Indonesia menduduki peringkat bahwa perkebunan kelapa sawit mempunyai
pertama luas tanaman kelapa sawit di dunia potensi sangat besar terlihat dari luas dan
dengan luas sekitar 6,5 juta hektar dengan produksi yang dihasilkan. Walaupun demi-
rata-rata kontribusi sekitar 35,69% dari total kian, pengembangan perkebunan kelapa sa-
luas tanaman kelapa sawit di dunia. Komo- wit masih dihadapkan pada berbagai per-
ditas ini memiliki peran yang cukup penting masalahan, seperti luas kepemilikan, status

Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 63
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

hak tanah, produktivitas kebun, rendemen ton dan pada tahun 2019 sebesar 32,75 juta
dan mutu produk, pabrik pengolahan ton.
pemasaran hasil, dan konflik perusahaan Meskipun Indonesia temasuk peringkat
dengan masyarakat. pertama dalam produksi minyak kelapa sawit
Melalui konteks Kerjasama Selatan- di dunia, namun dilihat dari produktivitasnya
Selatan (South-South Cooperation) Indonesia masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari data
memiliki hubungan dagang dengan beberapa tahun 2008-2012 yang menyebutkan bahwa
negara. Ada 13 (tiga belas) negara yang Indonesia hanya menempati urutan
memiliki hubungan dagang dengan kedelapan dengan produktivitas rata-rata
Indonesia, yaitu: sekitar 16,87 ton/ha setelah Guatemala (26,23
ton/ha), Nicaragua (21,78 ton/ha), Malaysia
Tabel 2. Hasil Nilai EPD Komoditas (21,77 ton/ha), Colombia (20,69 ton/ha),
Kelapa Sawit Periode 2005-2014 Cameroon (19,03 ton/ha), Thailand (17,12
EPD
Negara
Sumbu X Sumbu Y
Posisi Pasar ton/ha), dan Costa Rica (17,01 ton/ha). Masih
Bangladesh 39,03 -4,87 Falling Stars rendahnya produktivitas kelapa sawit di
Togo 1280,70 107,95 Rising Stars Indonesia memberikan sebuah peluang untuk
Sierra Leone 1079,94 190,83 Rising Stars
Guinea 7247,13 175,58 Rising Stars dapat memperluas perdagangan Indonesia di
Benin 528,08 281,01 Rising Stars pasar internasional dengan cara lebih me-
Mozambique 155,76 102,63 Rising Stars
ningkatkan research and development. Dalam
Tanzania 49,68 8,97 Rising Stars
Nigeria 23840,05 2056,99 Rising Stars hal ini Indonesia dapat bekerjasama dengan
Yemen 164,18 31,88 Rising Stars FAO sebagai lembaga internasional yang
Cameroon 602,83 140,28 Rising Stars
Senegal 260,65 193,49 Rising Stars
memiliki tujuan dalam menaikkan tingkat
Pakistan 154,18 75,92 Rising Stars nutrisi dan taraf hidup; meningkatkan pro-
Ghana 221,75 20,47 Rising Stars duksi, proses, pemasaran dan penyaluran
produk pangan dan pertanian; mempromosi-
Hasil EPD senada dengan penelitian
kan pembangunan di pedesaan; dan meng-
yang dilakukan oleh Andelisa (2011) yang
hapuskan kelaparan.
menyebutkan bahwa produk CCO (Crude
Meskipun secara angka komoditas
Coconut oil) memiliki keunggulan kompetitif
kelapa sawit telihat menjanjikan, namun
dengan posisi rising stars di dunia dan
menurut Hidayat (2006), melalui analisis
mayoritas negara-negara tujuan ekspor.
keterkaitan dan efek penyebaran, sektor
Hal yang menarik dalam konteks Kerja-
kelapa sawit mempunyai peran yang kecil
sama Selatan-Selatan ini adalah bahwa
dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi.
komoditas Palm Oil Indonesia memiliki posisi
Namun melalui analisis pengganda sektor
Rising Stars pada beberapa negara yang
perkebunan menunjukkan besarnya peran
termasuk dalam sepuluh besar negara-negara
perkebunan kelapa sawit dalam meningkat-
yang memiliki luas tanaman kelapa sawit di
kan pendapatan rumah tangga dan penye-
dunia, seperti Nigeria (memiliki kontribusi
rapan tenaga kerja sehingga sektor ini dapat
luas 19,98%), Ghana (memiliki kontribusi luas
diproritaskan dalam investasi pembangunan
2,19%), dan Guinea (memiliki kontribusi luas
ekonomi walaupun mempunyai elastisitas
1,93%). Adanya kondisi tersebut dapat dijadi-
yang rendah.
kan sebagai sebuah peluang dan parameter
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
bagi Indonesia untuk dapat memperluas
dilakukan oleh Syahza (2011) yang
pasar internasionalnya ke berbagai negara.
menyebutkan bahwa kegiatan perkebunan
Hal ini didukung juga oleh data dari
kelapa sawit di pedesaan menciptakan angka
Kementerian Pertanian RI (2014) yang me-
multiplier effect sebesar 3,03, terutama dalam
nyebutkan bahwa antara tahun 2014-2019
lapangan pekerjaan dan peluang berusaha.
diperkirakan akan terjadi surplus minyak
Pada tahun 2003 pertumbuhan kesejahteraan
sawit, yaitu pada tahun 2014 sebesar 26,11 juta
petani mengalami kemajuan sebesar 172%,

Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
64 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

dan pada rentang tahun 2006-2009 kesejah- oleh negara Filipina, India, Brazil, dan Sri
teraan petani meningkat sebesar 12%. Lanka. Indonesia juga menempati urutan
pertama sebagai negara eksportir kelapa di
Komoditas Kelapa dunia dengan rata-rata kontribusi ekspor
selama tahun 2007-2011 sebesar 141.341 ton.
Kelapa merupakan salah satu komoditi
Volume ekspor dan impor kelapa di Indonesia
perkebunan yang penting dalam perekonomi-
dibagi menjadi volume ekspor impor bungkil
an nasional terutama sebagai penghasil
kelapa dan minyak kelapa. Selama periode
minyak nabati dalam memenuhi kebutuhan
1980-2013 perkembangan volume ekspor
masyarakat disamping sebagai komoditas
bungkil kelapa cenderung fluktuatif dengan
ekspor. Tanaman kelapa dikenal sebagai
rata-rata pertumbuhan 25,97% per tahun.
tanaman sosial karena lebih dari 95% diusaha-
Sedangkan perkembangan volume ekspor
kan oleh petani (Kementerian Pertanian 2014).
minyak kelapa di Indonesia selama periode
Di Indonesia, perkebunan kelapa biasa-
1980-2013 cenderung meningkat dengan rata-
nya dikelola secara monokultur ataupun
rata pertumbuhan sebesar 92,78% per tahun.
kebun campur. Perkembangan luas areal
Meskipun Indonesia memiliki luas
kelapa di Indonesia selama tahun 1980-2013
perkebunan kelapa terbesar di dunia, namun
cenderung mengalami kenaikan. Pada tahun
produk olahan masih terbatas baik jumlah
1980, luas areal kelapa di Indonesia sebesar
maupun jenisnya. Menurut Tambajong (2010),
2.680.423 Ha, dan di tahun 2013 meningkat
hal ini disebabkan karena terjadinya ke-
menjadi 3.653.574 Ha. Sehingga dapat di-
terbatasan infrastruktur yang mengakibat-
hitung bahwa secara umum rata-rata
kan struktur industri masih bersifat parsial
pertumbuhan luas areal kelapa pada kurun
dan individual sehingga optimalisasi dan
waktu 1980-2013 meningkat sebesar 0,96% per
efisiensi pemanfaatan seluruh potensi kelapa
tahun meskipun antara tahun 2009-2013 luas
masih rendah. Menurut Sianipar (2009) hal ini
areal kelapa di Indonesia mengalami rata-rata
terjadi karena petani kelapa pada umumnya
penurunan sebesar 0,68% per tahun.
menjual produknya dalam bentuk produk
Perkembangan produksi kelapa di
primer (kelapa segar dan kopra).
Indonesia pada periode 1980-2013 cenderung
Berdasarkan penelitian terhadap 36
naik dengan rata-rata pertumbuhan sebesar
negara berkembang yang memiliki GDP per
1,95% per tahun. Terjadi peningkatan total
kapita kurang dari US$ 3.500, maka terdapat
produksi kelapa di Indonesia dari 1.666.073
tiga negara yang memiliki hubungan dagang
ton pada tahun 1980 menjadi 3.067.980 ton
dengan Indonesia, yaitu:
pada tahun 2013, dimana produksi kelapa
tertinggi dicapai pada tahun 2009 sebesar
Tabel 3. Hasil Nilai EPD Komoditas
3.257.969 ton. Sementara itu perkembangan Kelapa Periode 2005-2014
produktivitas kelapa di Indonesia selama EPD
Negara Posisi Pasar
kurun waktu 2002-2013 cenderung naik Sumbu X Sumbu Y
Bangladesh 216,48 69,69 Rising Stars
dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 0,33% Tanzania 1525,91 556,21 Rising Stars
per tahun. Tahun 2002 produktivitas kelapa di Pakistan 68,46 40,48 Rising Stars
Indonesia mencapai 1.097 kg/Ha kemudian
pada tahun 2013 produktivitasnya naik Berdasarkan hasil nilai EPD maka
menjadi 1.135 kg/Ha. Produktivitas kelapa Indonesia memiliki peluang dalam memper-
tertinggi dicapai pada tahun 2009 sebesar luas pasar dengan beberapa negara lainnya
1.175 kg/Ha. yang berada di sekitar kawasan di ketiga
Berdasarkan data Food Agriculture negara tersebut. Namun demikian, hal pen-
Organization (FAO) tahun 2008-2012, ting yang harus diperhatikan adalah menge-
Indonesia menempati urutan pertama di nai hasil proyeksi Pusdatin yang menyebut-
dunia sebagai produsen kelapa yang diikuti kan bahwa produksi kelapa di Indonesia

Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 65
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

selama periode 2014-2019 diproyeksikan subsistem usaha tani, subsistem pengolahan


turun sebesar 0,37% per tahun. Seperti halnya hasil, subsistem pemasaran hasil, dan sub-
pada produksi, luas areal kelapa selama sistem jasa penunjang. Oleh karena itu di-
periode 2014-2019 juga diproyeksikan turun perlukan kerjasama antar aktor penggerak-
sebesar 0,59% per tahun. nya, seperti pemerintah sebagai leader,
Hasil proyeksi Pusdatin tersebut sangat organisasi masyarakat sebagai partner
penting untuk disikapi karena menyangkut pemerintah, akademisi sebagai pendamping,
sekitar 20 juta jiwa keluarga tani atau buruh perbankan sebagai penopang permodalan
tani yang terlibat dalam produksi kelapa di petani, dan swasta sebagai partner petani.
Indonesia. Saat ini, luas perkebunan kelapa
berada pada posisi nomor dua terluas setelah Komoditas Gula
sawit, dan pengelolaan usaha tani belum
Tebu merupakan komoditas yang pen-
menjadi sumber pendapatan utama. Hal ini
ting di Indonesia sebagai bahan baku utama
terjadi karena sistem usaha yang diterapkan
gula dan pemanis makanan atau sumber
para petani masih bersifat tradisional.
pembuatan bahan bakar terbarukan (bio-
Padahal, jika usaha tani kelapa dikelola secara
ethanol). Pengusahaan tebu di Indonesia
profesional maka akan memberikan kontri-
sebagian besar diusahakan oleh rakyat me-
busi yang besar untuk negara (Kementerian
lalui perkebunan rakyat dengan kontribusi
Pertanian 2006). Untuk itu maka diperlukan
rata-rata luas panen mencapai 63,5% antara
sebuah upaya intensif yang mendukung
tahun 1980-2013. Sementara itu, produksi tebu
peningkatan produksi maupun luas areal
pada perkebunan rakyat juga berkontribusi
kelapa agar pada tahun-tahun mendatang
sebesar 63,9% dari produksi nasional dalam
produksi kelapa semakin meningkat sehingga
bentuk produk gula hablur. Luas panen tebu
Indonesia tetap menjadi negara produsen dan
meningkat sebesar 47,48% dari tahun 1980 ke
negara eksportir kelapa di dunia.
tahun 2013 dengan rata-rata pertumbuhan
Menyikapi hal tersebut, Indonesia dapat
sebesar 1,06% per tahun atau sekitar 4.547 ha
bekerjasama dengan FAO dalam meningkat-
per tahunnya.
kan produksi, proses, dan pemasaran komo-
Menurut data FAO tahun 2008-2012,
ditas Kelapa. Hal ini sejalan dengan Chapman
Indonesia termasuk dalam tiga besar pro-
(2005) yang menyebutkan bahwa FAO
dusen tebu di ASEAN dengan kontribusi
melalui FAO-RAP (Food and Agriculture
sebesar 15,56%. Posisi pertama dan kedua
Organization Regional Office for Asia and the
diduduki oleh Thailand dengan kontribusi
Pacific) telah berperan dalam research and
sebesar 48,47% dan Filipina sebesar 18,65%.
development (R&D) dalam meningkatkan nilai
Sementara itu pada tingkat dunia, lima besar
tambah komoditas kelapa. Selain itu, ada
produsen tebu berdasarkan sentra luas panen,
komunitas Asian and Pacific Coconut
yaitu: Brazil (35,72%), India (19,72%), China
Community’s (APCC) yang berperan dalam
(7,00%), Thailand (4,44%), dan Pakistan
mengatasi dan penanggulangan penyakit
(4,29%).
yang terjadi pada komoditas kelapa. Menurut
Industri gula telah ada di Indonesia sejak
Rethinam (2005) APCC dapat berfungsi
zaman penjajahan Belanda. Pada tahun 1930-
sebagai pusat informasi mengenai berbagai
an Indonesia pernah mengalami era kejayaan
inovasi yang pernah diusahakan dalam
industri gula dengan memiliki jumlah pabrik
rangka meningkatkan nilai tambah komoditas
gula sebanyak 179, serta pernah mengalami
kelapa.
produksi puncak dengan mencapai sekitar 3
Sejalan dengan hal tersebut, menurut
juta ton dan ekspor gula 2,40 juta ton. Namun
Tambajong (2010) menyebutkan bahwa faktor
keadaan tersebut tidak berlanjut sampai
penggerak kunci keberhasilan adalah melalui
zaman pasca kemerdekaan. Indonesia
penyediaan infrastruktur agribisnis kawasan
kemudian dikenal sebagai negara pengimpor
untuk menunjang subsistem agribisnis hulu,

Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
66 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

gula dengan laju peningkatan antara tahun Berdasarkan hasil uraian di atas maka
1989-1999 mencapai 21,62%/tahun atau dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki
sekitar 2 juta ton per tahun (Bantacut 2013). peluang dalam menjalin hubungan dagang
Padahal menurut Suryantoro (2013), adanya dalam komoditas Gula ke negara-negara lain
impor gula akan berpengaruh terhadap dalam konteks Kerjasama Selatan-Selatan. Hal
menurunnya produksi gula dalam negeri. ini diperkuat oleh hasil proyeksi Pusdatin
Pada tahun 1930-an Indonesia pernah (2014) yang menyebutkan bahwa pada tahun
mengalami era kejayaan industri gula, namun 2014-2019 Indonesia akan bisa berswasem-
Indonesia kemudian dikenal sebagai negara bada dengan mengalami surplus pasokan
pengimpor gula. Menurut Susila (2005), gula hingga mencapai rata-rata 857.634 ton
permasalahan penurunan produksi tebu tebu per tahunnya. Meskipun seperti itu,
diakibatkan oleh semakin menurunnya areal menurut Bantacut (2010) menyebutkan bahwa
tebu dan produktivitasnya. Sementara itu swasembada gula tidak mungkin dicapai
menurut Bantacut (2013), kendala-kendala melalui pertumbuhan produksi normal, me-
dalam peningkatan produksi gula antara lain lainkan harus membangun pabrik-pabrik gula
seperti keterbatasan bahan baku, kinerja yang baru. Salah satu alternatifnya adalah
pabrik yang kurang baik, keterbatasan modal dengan mengoptimalkan ketersediaan lahan
investasi, dan keterbatasan lahan untuk yang terpencar untuk mendukung pabrik
perluasan perkebunan tebu. Di lain pihak gula mini (Bantacut 2013). Mulyono (2011)
konsumsi terhadap gula semakin meningkat menambahkan bahwa Indonesia harus me-
seiring dengan meningkatnya populasi dalam ngembangkan industri bibit tebu unggul
negeri sehingga mengakibatkan impor untuk menunjang program swasembada gula
(Sugiyanto 2007). Oleh karena itu untuk ke- nasional.
majuan industri gula, selain masih memerlu- Banyak permasalahan di sekitar industri
kan dukungan kebijakan pemerintah, juga gula di Indonesia, seperti misalnya masalah
Indonesia harus meningkatkan efisiensinya inefisiensi di tingkat usahatani dan pabrik,
dalam berbagai aspek kegiatan produksi dan kebijakan yang kurang memadai di
(Susila 2005). tingkat domestik dan perdagangan inter-
Meskipun saat ini Indonesia masih nasional (Susila 2005). Oleh karena itu maka
mengimpor raw sugar, namun berdasarkan untuk mewujudkan kembali industri gula
penelitian terhadap 36 negara berkembang, yang efisien memerlukan rancangan kebijak-
terdapat tujuh negara yang memiliki an yang menyeluruh, mempunyai keterkaitan
hubungan dagang dengan Indonesia dalam dan keselarasan yang jelas antara satu kebijak-
bentuk turunan komoditas Gula dalam an dengan yang lain, dan terintegrasi sehing-
kelompok kode HS 1704 (Kembang gula ga cukup efektif untuk mencapai tujuan yang
[termasuk coklat putih], tidak mengandung sama (Kementerian Pertanian 2014).
kakao). Ketujuh negara tersebut, yaitu: Susila (2005) menyebutkan bahwa untuk
mengatasi permasalahan gula yang ada di
Tabel 4. Hasil Nilai EPD Komoditas Gula Indonesia maka harus melakukan tiga upaya,
Periode 2005-2014 yaitu: Pertama, meningkatkan efisiensi di
EPD
Negara Posisi Pasar tingkat usaha tani yang mencakup penanam-
Sumbu X Sumbu Y
Cambodia 1264,99 -47,26 Falling Stars an varietas unggul, percepatan peremajaan
Bangladesh 274,25 -79,51 Falling Stars
Madagascar 473,44 90,24 Rising Stars
tanaman keprasan, optimasi masa tanam dan
Kenya 88,84 27,24 Rising Stars tebang, dan perbaikan sistem bagi hasil;
Yemen 144,82 125,22 Rising Stars Kedua, meningkatkan efisiensi pabrik gula
Pakistan -69,66 96,72 Lost
Opportunity melalui penutupan pabrik gula yang tidak
Ghana 159,25 -43,63 Falling Stars efisien, rehabilitasi pabrik gula yang masih
potensial, dan konsolidasi pabrik gula yang
lokasinya berdekatan; Ketiga, menciptakan

Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 67
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

persaingan yang adil bagi industri gula negara yaitu Cambodia, Kenya, dan Pakistan
Indonesia dengan pilihan kebijakan memper- yang memiliki hubungan dagang dengan
tahankan esensi kebijakan tataniaga impor Indonesia selama periode 2005-2014. Terdapat
gula, meningkatkan tarif impor menjadi jumlah observasi sebanyak 30 data. Menurut
sekitar 50%, atau menerapkan kebijakan uji Hausman, model ini telah memenuhi
provenue-tariff rate quota. Selain itu juga peme- kriteria dengan nilai probabilitas 0.00 < 5%
rintah perlu juga memberikan insentif dan tolak H0 maka Fixed Effect Model (FEM) lebih
dukungan kebijakan untuk pengembangan baik digunakan daripada Random Effect Model
industri gula di luar pulau Jawa. (REM). Berikut adalah hasil analisisnya:
Sementara itu menurut Yunitasari (2015), Model ekspor komoditas Teh Indonesia
dalam perspektif swasembada gula dan adalah:
peningkatan pendapatan petani tebu,
kebijakan harus diarahkan baik pada sisi on LnVit = -12.1844 + 0.3677lnPit + 9.0114lnGDPit
farm maupun pada sisi off farm. Kebijakan- – 0.4156lnERit + 2.1466lnDISTit
kebijakan itu seperti pengembangan sarana
produksi, ketersediaan dan akses sarana Pada Harga Dunia berpengaruh positif
produksi, pengembangan kelembagaan dan dan Nilai Tukar Riil berpengaruh negatif
integrasi pabrik gula dan petani tebu, namun tidak signifikan atau tidak ber-
peningkatan produktivitas dan daya saing pengaruh nyata terhadap permintaan komo-
industri gula, kebijakan proteksi gula, serta ditas Teh (diatas taraf nyata 5%). Sementara
kebijakan promosi dan harmonisasi data itu menurut Herminingsih (2002) menyebut-
pasokan sebagai basis perumusan kebijakan kan bahwa harga teh dunia, secara agregat
swasembada gula nasional. berpengaruh terhadap harga ekspor teh, dan
harga ekspor teh berpengaruh terhadap teh di
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG pasar domestik. Senada dengan penelitian
MEMENGARUHI EKSPOR PRODUK- Mejaya (2016) yang menyebutkan bahwa
PRODUK PERTANIAN INDONESIA DI
harga internasional, produksi, dan nilai tukar
NEGARA-NEGARA KURANG
BERKEMBANG berpengaruh terhadap volume ekspor teh
Indonesia.
Komoditas Teh
Hubungan jarak ekonomi (DIST) ber-
Menganalisis faktor-faktor yang meme- pengaruh positif terhadap variabel dependen
ngaruhi permintaan komoditas Teh Indonesia (nilai ekspor), artinya dalam kasus hubungan
di negara tujuan dapat ditentukan dengan dagang komoditas Teh Indonesia dengan
menggunakan gravity model dengan pen- negara Cambodia, Kenya, dan Pakistan terjadi
dekatan regresi data panel. Terdapat tiga

Tabel 5. Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel Komoditas Teh
Indonesia ke Negara Tujuan Periode 2005-2014
Uji Kriteria Statistik dengan Variabel Dependen = LnV
Variabel Independen Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. *
P 0,37 1,33 0,28 0,78
GDP 9,01 2,32 3,88 0,0006
ER -0,42 0,30 -1,37 0,18
DIST 2,15 0,54 3,99 0,0004
C -12,18 8,63 -1,41 0,17
Uji Hausman 0,00
Weighted Statistics Unweighted Statistics
R-Squared 0,96 Sum squared resid 3,65
Prob (F-statistics) 0,00 Durbin-Watson stat 1,61
Sum squared resid 3,44 Jarque-Bera 1,48
Durbin-Watson stat 1,51 Probability 0,48

Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
68 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

kondisi bahwa semakin jauh jarak antara pengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia.
Indonesia dengan negara tujuan sebesar 1% Faktor-faktor tersebut adalah Produksi
maka meningkatkan nilai ekspor komoditas Domestik, Harga Domestik Riil, Harga Ekspor
teh sebesar 2,17%. Riil, Nilai Tukar Rupiah Terhadap Nilai
Menurut Junaidi (2005), kondisi volume Dollar AS, dan Penawaran Ekspor Tahun
ekspor komoditas teh Indonesia berfluktuasi Sebelumnya. Oleh karena itu maka volume
dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dijelaskan penawaran ekspor teh perlu ditingkatkan
dengan membagi dua periode, yaitu masa agar dapat meningkatkan volume ekspor teh
prakrisis dan pascakrisis. Pada masa prakrisis pada tahun selanjutnya.
pada tahun 1979-1996 volume ekspor teh
cenderung meningkat dengan rata-rata Komoditas Kelapa Sawit
pertumbuhan sebesar 2,32% dengan
Menganalisis faktor-faktor yang meme-
pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun
ngaruhi permintaan komoditas Kelapa Sawit
1979-1980 sebesar 39,43%. Sedangkan pada
Indonesia di negara tujuan dapat ditentukan
pascakrisis tahun 1997-2002 volume ekspor
dengan menggunakan gravity model dengan
teh juga cenderung meningkat yaitu sebesar
pendekatan regresi data panel. Terdapat 13
2,35% dengan pertumbuhan tertinggi dicapai
negara yaitu Bangladesh, Togo, Sierra Leone,
pada tahun 1998-1999 yaitu sebesar 46,50%.
Guinea, Benin, Mozambique, Tanzania, Nige-
Melalui sisi penawaran, Herminingsih
ria, Yemen, Cameroon, Senegal, Pakistan, dan
(2002) menyebutkan bahwa luas areal
Ghana yang memiliki hubungan dagang
perkebunan teh negara dipengaruhi oleh
dengan Indonesia selama periode 2005-2014.
harga teh di pasar domestik, harga biji kakao
Terdapat jumlah observasi sebanyak 130 data.
di pasar domestik dan harga pupuk,
Menurut uji Hausman, model ini telah
sedangkan luas areal perkebunan swasta
memenuhi kriteria dengan nilai probabilitas
hanya dipengaruhi oleh harga teh di pasar
0,07 < 10% tolak H0 maka Fixed Effect Model
domestik. Selanjutnya, variabel yang ber-
(FEM) lebih baik digunakan daripada Random
pengaruh terhadap produktivitas teh antara
Effect Model (REM). Berikut adalah hasil
lain tingkat upah sektor perkebunan, terjadi-
estimasinya:
nya kekeringan, dan luas areal perkebunan.
Model ekspor komoditas Kelapa Sawit
Sedangkan ekspor teh hanya dipengaruhi
Indonesia adalah:
oleh produksi teh itu sendiri.
Berbeda dengan penelitian Herminingsih,
LnVit = -14,28 - 0,46lnPit + 1,34lnGDPit +
Junaidi (2005) menyebutkan bahwa ada
0,09lnERit – 1,89lnDISTit
beberapa variabel yang diduga mem-

Tabel 6. Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel Komoditas Kelapa
Sawit Indonesia ke Negara Tujuan Periode 2005-2014
Uji Kriteria Statistik dengan Variabel Dependen = LnV
Variabel Independen Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. *
P -0,46 0,21 -2,14 0,03
GDP 1,34 0,41 3,26 0,0015
ER 0,09 0,06 1,48 0,14
DIST -1,89 0,17 -10,99 0,00
C -14,28 0,79 -18,00 0,00
Uji Hausman 0,07
Weighted Statistics Unweighted Statistics
R-Squared 0,86 Sum squared resid 25,61
Prob (F-statistics) 0,00 Durbin-Watson stat 1,46
Sum squared resid 24,05 Jarque-Bera 4,88
Durbin-Watson stat 1,41 Probability 0,09

Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 69
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Hubungan Gross Domestic Product (GDP) Hasil yang didapat di penelitian ini ber-
Per Kapita berpengaruh positif terhadap beda dengan yang ditemukan oleh Munadi
variabel dependen (nilai ekspor). Hal ini (2007) dalam penelitiannya mengenai faktor-
menunjukkan bahwa saat GDP meningkat faktor ekspor kelapa sawit dari Indonesia ke
sebesar 1% maka nilai eksport komoditas India. Munadi menemukan bahwa faktor-
Kelapa Sawit akan meningkat sebesar 1,34%. faktor yang mempengaruhi ekspor kelapa
Pada Harga Dunia berpengaruh negatif sawit Indonesia adalah harga minyak kedelai
terhadap variabel dependen. Hal ini dunia, harga minyak kelapa sawit dunia,
menunjukkan bahwa saat Harga Dunia goods production index (IPI), dan jumlah
meningkat 1% maka nilai eksport komoditas permintaan komoditas kelapa sawit tahun
Kelapa Sawit akan menurun sebesar -0,46%. sebelumnya.
Sementara itu Nilai Tukar Riil berpengaruh
positif namun tidak signifikan atau tidak ber- Komoditas Kelapa
pengaruh nyata terhadap permintaan komo-
Menganalisis faktor-faktor yang meme-
ditas Kelapa Sawit (diatas taraf nyata 5%).
ngaruhi permintaan komoditas Kelapa
Hubungan jarak ekonomi (DIST) ber-
Indonesia di negara tujuan dapat ditentukan
pengaruh negatif terhadap variabel dependen
dengan menggunakan gravity model dengan
(nilai ekspor), artinya semakin jauh jarak
pendekatan regresi data panel. Terdapat tiga
Indonesia dengan negara tujuan sebesar 1%
negara yaitu Bangladesh, Tanzania, dan
maka menurunkan nilai ekspor komoditas
Pakistan yang memiliki hubungan dagang
Kelapa Sawit sebesar 1,89%. Indonesia perlu
dengan Indonesia selama periode 2005-2014.
meningkatkan harga komoditas Kelapa Sawit
Terdapat jumlah observasi sebanyak 40 data.
untuk menutupi biaya transportasi seiring
Menurut uji Hausman, model ini telah
dengan semakin jauhnya negara pengimpor.
memenuhi kriteria dengan nilai probabilitas
Karena semakin jauh jarak antara dua negara
0,00 < 5% tolak H0 maka Fixed Effect Model
maka memerlukan biaya transportasi yang
(FEM) lebih baik digunakan daripada Random
semakin mahal. Penambahan biaya transpor-
Effect Model (REM). Berikut adalah hasil
tasi ini menurut Rifin (2010) tidak berpenga-
estimasinya:
ruh terhadap competitiveness komoditas
Model ekspor komoditas Kelapa
kelapa sawit. Dengan kata lain, lain halnya
Indonesia adalah:
dengan peningkatan pajak ekspor yang
kemudian dapat berdampak terhadap
LnVit = -6,43 + 0,16lnPit + 1,35lnGDPit –
penurunan export competitiveness komoditas
0,15lnERit – 0,64lnDISTit
kelapa sawit di pasar internasional.

Tabel 7. Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel Komoditas Kelapa
Indonesia ke Negara Tujuan Periode 2005-2014
Uji Kriteria Statistik dengan Variabel Dependen = LnV
Variabel Independen Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. *
P 0,16 0,12 1,41 0,17
GDP 1,35 1,13 1,19 0,24
ER -0,15 0,14 -1,08 0,29
DIST -0,64 0,27 -2,39 0,02
C -6,43 3,02 -2,13 0,04
Uji Hausman 0,0022
Weighted Statistics Unweighted Statistics
R-Squared 0,91 Sum squared resid 2,76
Prob (F-statistics) 0,00 Durbin-Watson stat 2,63
Sum squared resid 2,37 Jarque-Bera 1,18
Durbin-Watson stat 2,48 Probability 0,55

Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
70 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Hubungan Harga Dunia berpengaruh Komoditas Gula


positif; Produk Domestik Bruto berpengaruh Menganalisis faktor-faktor yang meme-
positif; dan Nilai Tukar Riil berpengaruh ngaruhi permintaan komoditas Gula
negatif namun tidak signifikan atau tidak Indonesia di negara tujuan dapat ditentukan
berpengaruh nyata terhadap permintaan dengan menggunakan gravity model dengan
komoditas Kelapa (diatas taraf nyata 5%). pendekatan regresi data panel. Terdapat tujuh
Hubungan jarak ekonomi (DIST) ber- negara yaitu Cambodia, Bangladesh, Mada-
pengaruh negatif terhadap variabel dependen gascar, Kenya, Yemen, Pakistan, dan Ghana
(nilai ekspor), artinya semakin jauh jarak yang memiliki hubungan dagang dengan
Indonesia dengan negara tujuan sebesar 1% Indonesia selama periode 2005-2014. Terdapat
maka menurunkan nilai ekspor komoditas jumlah observasi sebanyak 70 data. Menurut
Kelapa sebesar 0,64%. Indonesia perlu uji Hausman, model ini telah memenuhi
meningkatkan harga komoditas Kelapa untuk kriteria dengan nilai probabilitas 0,00 < 5%
menutupi biaya transportasi seiring dengan tolak H0 maka Fixed Effect Model (FEM) lebih
semakin jauhnya negara pengimpor. Karena baik digunakan daripada Random Effect Model
semakin jauh jarak antara dua negara maka (REM). Berikut adalah hasil estimasinya:
memerlukan biaya transportasi yang semakin Model ekspor komoditas Gula Indonesia
mahal. adalah:
Sejalan dengan hal tersebut, menurut
Sianipar (2009) menyebutkan bahwa dalam LnVit = -3,77 – 0,46lnPit – 0,05lnGDPit –
perdagangan internasional, pemerintah be- 0,13lnERit – 0,83lnDISTit
lum memiliki kebijakan khusus untuk mem-
batasi ekspor ataupun kebijakan pendukung Hubungan Harga Dunia (P) berpengaruh
ekspor. Namun dalam sisi impor, pemerintah negatif terhadap variabel dependen. Hal ini
telah memberlakukan kebijakan bea masuk menunjukkan bahwa saat Harga Dunia
dan pajak penjualan yang ditujukan untuk meningkat 1% maka nilai eksport komoditas
melindungi petani dalam negeri. Sedangkan Gula akan menurun sebesar -0,46%.
untuk kebijakan investasi, pemerintah telah Hubungan jarak ekonomi (DIST) ber-
memberlakukan kebijakan yang bersifat pengaruh negatif terhadap variabel dependen
umum seperti menyangkut pembangunan (nilai ekspor), artinya semakin jauh jarak
infrastruktur yang tidak dilakukan secara Indonesia dengan negara tujuan sebesar 1%
khusus untuk pengembangan investasi maka menurunkan nilai ekspor komoditas
agribisnis kelapa. Gula sebesar 0,83%. Indonesia perlu me-
ningkatkan harga komoditas Gula untuk

Tabel 8. Hasil Estimasi Gravity Model dengan Pendekatan Data Panel Komoditas Gula
Indonesia ke Negara Tujuan Periode 2005-2014
Uji Kriteria Statistik dengan Variabel Dependen = LnV
Variabel Independen Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. *
P -0,46 0,26 -1,80 0,08
GDP -0,05 1,16 -0,04 0,97
ER -0,13 0,22 -0,58 0,56
DIST -0,84 0,17 -4,87 0,00
C -3,77 3,82 -0,99 0,33
Uji Hausman 0,00
Weighted Statistics Unweighted Statistics
R-Squared 0,66 Sum squared resid 8,10
Prob (F-statistics) 0,00 Durbin-Watson stat 0,94
Sum squared resid 7,60 Jarque-Bera 3,86
Durbin-Watson stat 0,99 Probability 0,15

Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 71
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

menutupi biaya transportasi seiring dengan Cooperation) memiliki peluang yang men-
semakin jauhnya negara pengimpor. Karena janjikan.
semakin jauh jarak antara dua negara maka Faktor-faktor yang memengaruhi ekspor
memerlukan biaya transportasi yang semakin Teh secara signifikan adalah Produk Domes-
mahal. tik Bruto Negara Importir dan Jarak Ekonomi.
Menurut Hairani (2014), permasalahan Pada Kelapa Sawit, variabel yang ber-
penting yang dihadapi oleh Indonesia adalah pengaruh signifikan adalah Harga Dunia,
mengenai impor yang selama kurun waktu Produk Domestik Bruto Negara Importir, dan
sepuluh tahun antara tahun 2012-2016 Jarak Ekonomi. Pada Kelapa, variabel yang
cenderung meningkat. Peningkatan impor berpengaruh signifikan adalah Harga Dunia
gula tersebut dipengaruhi oleh beberapa dan Jarak Ekonomi. Sedangkan untuk
faktor, seperti impor tahun sebelumnya, komoditas Gula, variabel yang berpengaruh
konsumsi gula, harga gula internasional, signifikan adalah Harga Dunia dan Jarak
perubahan pendapatan per kapita, dan stok Ekonomi.
gula domestik. Sementara itu dari sisi
elastisitasnya, variabel stok dalam negeri, SARAN
impor tahun sebelumnya, perubahan pen-
Kerjasama Selatan-Selatan (South-South
dapatan per kapita, dan konsumsi gula
Cooperation) merupakan sebuah peluang yang
terhadap impor gula di Indonesia bersifat
baik bagi Indonesia dalam memperluas pasar
inelastis, sedangkan nilai elastisitas harga
ekspor produk-produk pertanian yang men-
gula internasional terhadap impor gula di
jadi keunggulan komparatifnya. Dengan
Indonesia bersifat elastis.
semakin berkembangnya perekonomian du-
nia, permintaan produk-produk pertanian
KESIMPULAN DAN SARAN Indonesia akan semakin bertambah. Sehingga
perlu adanya sikap bersama antara pihak
KESIMPULAN pemerintah dan swasta dalam menciptakan
Terdapat empat komoditi yang memiliki produk-produk yang berkualitas dan me-
hubungan perdagangan dengan Indonesia miliki harga yang kompetitif di pasar dunia.
dalam konteks Kerjasama Selatan-Selatan,
yaitu Teh, Kelapa Sawit, Kelapa, dan Gula.
Indonesia memiliki hubungan perdagangan
DAFTAR PUSTAKA
Teh ke negara Cambodia, Kenya, dan [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi
Pakistan. Komoditas Kelapa Sawit Indonesia Pertanian. 2014. Outlook Komoditi
memiliki hubungan dagang ke negara Tebu. Jakarta (ID): Kementerian
Bangladesh, Togo, Sierra Leone, Guinea, Pertanian RI.
Benin, Mozambique, Tanzania, Nigeria, [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi
Yemen, Cameroon, Senegal, Pakistan, dan Pertanian. 2014. Outlook Komoditi
Ghana. Indonesia juga memiliki hubungan Kelapa Sawit. Jakarta (ID):
dagang Kelapa ke negara Bangladesh, Kementerian Pertanian RI.
Tanzania, dan Pakistan. Komoditas Gula [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi
Indonesia memiliki hubungan dagang dengan Pertanian. 2015. Outlook Komoditi
negara Madagascar, kenya, dan Yemen, Kelapa. Jakarta (ID): Kementerian
Cambodia, Bangladesh, Ghana dan Pakistan. Pertanian RI.
Dengan demikian maka dapat disebutkan [Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi
bahwa potensi pasar ekspor baru bagi Pertanian. 2015. Outlook Komoditi Teh.
produk-produk pertanian Indonesia pada Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI.
Kerjasama Selatan-Selatan (South-South

Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
72 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

[UN COMTRADE] United Nations Comodity Hidayat D. 2006. Analisis Peranan


Trade Statistics Database [internet]. Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi
Berbagai Terbitan. [diunduh 2016 Mar- Riau dalam Era Otonomi Daerah.
2016 Jun]. Tersedia dalam: [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian
www.wits.worldbank.org. Bogor.

[WB] World Bank; World Development Hiyashi K. 2007. Environmental Impact of


Indicators [internet]. [diunduh 2016 Palm Oil Industry in Indonesia.
Mar-2016 Jun]. Tersedia pada: Proceedings of International
www.data.worldbank.org. Symposium on EcoTopia Science 2007.

Andelisa N. 2011. Analisis Daya Saing dan Junaidi M. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang
Aliran Ekspor Produk Crude Coconut Mempengaruhi Penawaran Ekspor Teh
Oil (CCO) Indonesia. [Skripsi]. Bogor. Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut
Institut Pertanian Bogor. Pertanian Bogor.

Bantacut T. 2010. Swasembada Gula: Prospek Mejaya AS, Fanani D, Mawardi MK. 2016.
dan Strategi Pencapaiannya. Pengaruh Produksi, Harga
PANGAN. 19 (3): 245-256. Internasional, dan Nilai Tukar
Terhadap Volume Ekspor: Studi pada
Bantacut T. 2013. Pengembangan Pabrik Gula Ekspor Global Teh Indonesia Periode
Mini untuk Mencapai Swasembada Tahun 2010-2013). Jurnal Administrasi
Gula. PANGAN. 22(4): 299-316. Bisnis. 35(2): 20-29.
Bhattacharya KS, Bhattacharyay BN. 2007. Mulyono D. 2011. Kebijakan Pengembangan
Gains and Losses of India-China Trade Industri Bibit Tebu Unggul untuk
Cooperation – A Gravity Model Impact Menunjang Program Swasembada
Analysis. CESIFO Working Paper No. Gula Nasional. Jurnal Sains dan
1970. Teknologi Indonesia. 13(1): 60-64.
Chapman KR, Liebregts WJ, Viet TT. 2005. Munadi E. 2007. Penurunan Pajak Ekspor dan
FAO Activities on Coconut Conducted Dampaknya Terhadap Ekspor Minyak
By FAO Regional Office for Asia and Kelapa Sawit Indonesia ke India
the Pacific, Bangkok, Thailand. (Pendekatan Error Correction Model).
Proceeding of the International Informatika Pertanian. 16(2).
Coconut Forum held in Cairns,
Australia, 22-24 November 2005. Rethinam P. 2005. Asian and Pacific Coconut
Community Activities, Achievements
Gumilar N. 2010. Dayasaing Komoditi and Future Outlook. Proceeding of the
Sayuran Utama Indonesia di Pasar International Coconut Forum held in
Internasional. [Skripsi]. Bogor (ID). Cairns, Australia, 22-24 November
Institut Pertanian Bogor. 2005.
Hairani RI, Joni MM, Jani J. 2014. Analisis Rifin A. 2010. The Effect of Export Tax on
Trend Produksi dan Impor Gula Serta Indonesia’s Crude Palm Oil (CPO)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Export Competitiveness. ASEAN
Impor Gula Indonesia. PERTANIAN. Economic Bulletin. 27(2): 173-184.
1(4): 77-85.
Sianipar TM. 2009. Analisis Respons
Herminingsih A. 2002. Penawaran dan Penawaran Kelapa di Indonesia pada
Permintaan Teh dan Teh Olahan di Periode 1971-2006. [Skripsi]. Bogor (ID).
Pasar Domestik. [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Institut Pertanian Bogor.
Sugiyanto C. 2007. Permintaan Gula
Hicks A. 2009. Current Status and Future Indonesia. Jurnal Ekonomi
Development of Global Tea Production Pembangunan. 8(2): 113-127.
and Tea Product. AU J.T. 12(4): 251-264.

Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto
Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74 73
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Suprihatini R, Bambang D, Undang F. 2004.


Kebijakan Percepatan Pengembangan
Industri Hilir Perkebunan: Kasus Teh
dan Sawit. AKP. 2(1): 54-66.

Suprihatini R. 2005. Rancangbangun Sistem


Produksi dalam Agroindustri Teh
Indonesia. [Disertasi]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.

Suryantoro A, Susilo AM, Supriyono. 2013.


Impacts of Sugar Import Policy on
Sugar Production in Indonesia. Kinerja.
17(2): 119-144.

Susila WR dan Sinaga BM. 2005. Analisis


Kebijakan Industri Gula Indonesia.
Jurnal Agro Ekonomi. 23(1): 29-53.

Susila WR. 2005. Pengembangan Industri


Gula Indonesia: Analisis Kebijakan dan
Keterpaduan Sistem Produksi.
[Disertasi]. Bogor. Institut Pertanian
Bogor.

Sutarna TH. 2000. Analisis Finansial dan


Ekonomi Peremajaan Tanaman
Perkebunan Teh: Studi Kasus PTP
Nusantara VIII, Perkebunan
Tambaksari, Kab. Subang, Jawa Barat.
[Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian
Bogor.

Syahza A. 2011. Percepatan Ekspor Pedesaan


Melalui Pembangunan Perkebunan
Kelapa Sawit. Jurnal Ekonomi
Pembangunan. 12(2): 297-310.

Tambajong LA. 2010. Model Pengembangan


Infrastruktur Kawasan Agropolitan
Berbasis Komoditas Unggulan Kelapa
yang Berkelanjutan di Sulawesi Utara.
[Disertasi]. Bogor (ID). Institut
Pertanian Bogor.

Tarigan R. 2005. Perencanaan Pembangunan


Wilayah Edisi Revisi. Jakarta (ID). Bumi
Aksara.

Yunitasari D, Hakim DB, Juanda B,


Nurmalina R. 2015. Menuju
Swasembada Gula Nasional: Model
Kebijakan untuk Meningkatkan
Produksi Gula dan Pendapatan Petani
Tebu di Jawa Timur. Jurnal Ekonomi
dan Kebijakan Publik. 6(1): 1-15.

Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia… Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus,
dan Heny K. S. Daryanto
74 Jurnal Agribisnis Indonesia (Vol 5 No 1, Juni 2017); halaman 57-74
ISSN 2354-5690; E-ISSN 2579-3594

Qiki Qilang Syachbudy, Muhammad Firdaus, Analisis Faktor-faktor Ekspor Produk Pertanian Indonesia…
dan Heny K. S. Daryanto

You might also like