You are on page 1of 49

OLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


Skripsi, Juli 2018
Beni Sepila

Hubungan Supevisi Kepala Ruangan Dengan Pelaksanaan Handover di Ruangan


Rawat Inap RSUD Petala Bumi Provinsi Riau 2018

x + 46 halaman + 7 tabel + 2 skema + 14 lampiran

ABSTRAK
Handover adalah komunikasi yang terjadi pada saat pergantian shift, yang
bertujuan untuk menyampaikan informasi tentang keadaan pasien pada asuhan
keperawatan sebelumnya. Apabila handover tidak dilaksanakan dengan baik dapat
mengakibatkan terjadinya hal yang tidak diinginkan (KTD) dan kejadian nyaris
cidera (KNC). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan supervisi
kepala ruangan dengan pelaksanaan handover. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif
menggunakan metode kolerasi dengan desain pendekatan cross sectional. Jumlah
sampel penelitian ini adalah 40 orang yang diambil menggunakan teknik total
sampling. Data dianalisis secara univariat dan bivariat. Uji univariat seperti jenis
kelamin, pendidikan, lama bekerja, pelatihan bangsal menggunakan distribusi
frekuensi dan bivariat menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukan
85% responden berjenis kelamin perempuan, berpendidikan terbanyak adalah D III
sebanyak 57,5%, dan bekerja mayoritas > 5 tahun sebanyak 92,5%, dan belum
pernah mengikuti pelatihan bangsal 92,5%, 57,5% responden menyatakan supervisi
kepala ruangan baik, 60,0% responden melaksanakan handover tidak sesuai Standar
operasional Prosedur. Terdapat hubungan yang bermakna antara supervisi kepala ruangan
dengan pelaksanaan handover ( p = 0,013 < 0,05). Diharapkan kepala ruangan lebih
meningkatkan supervisi dalam handover terutama dalam pengarahan dan kepada
perawat pelaksana agar dapat melakukan handover sesuai dengan SOP rumah sakit.

Daftar Pustaka : 30 (2005-2017)


Kata kunci : Supervisi, Handover

1
2

HANGTUAH PEKANBARU INSTITUTE OF HEALTH SCIENCE


BACHELOR DEGREE of NURSING PROGRAM STUDY
SCIENCE NURSING
Undergraduate, july 2018
Beni Sepila

Supervisory relationship between head of room and handover practice in inpatient


room at RSUD Petala Bumi, Riau 2018

x + 46 page + 7 tables + 2 schemes + 14 attachment

ABSTRAK
Handover was a communication that accurred at the trun of shift, which had the
purpose of communicating infformation about the state of the patient on previouse
nursing care. If handover was not carried out properly it could lead to undesirable
things (KTD). This research aimed to know the supervisory relationship between
head of the room and handover practice. The study was quantitative research with
correlation method and cross sectional design. Samples of this study were 40
people that taken using total sampling technique. The data were analyzed in
univariat and bivariate, univariate used frequency distribution and bivariate used
chi square test. The results showed that 85% were female, 57,5% were D III, 92,5%
on 3rd level were (>5 years), 92,5% were absence of ward training, 57,5% of
respondents stated that supervisory relationship was good, 60,0% of respondents
handover implementation was not appropriate SOP and there was a significant
relationship between the head of the room with handover implementation (p
=0,013<0,05). It was expected that the hospital management paid more attention to
the nurse’s work to match the existing SOP.

Bibliography : 30 (2005-2017)
Kata kunci : Handover, Supervisory

BAB 1
3

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Handover merupakan sebuah cara dalam menyampaikan informasi dan
menerima laporan yang berkaitan dengan keadaan pasien. Pelaksanaan handover
harus dilakukan seefektif mungkin, singkat, jelas, dan lengkap. Hal-hal yang
disampaikan berupa tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah
dilakukan atau belum, perkembangan pasien saat itu, dan informasinya harus
akurat, sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan
sempurna. Jika informasi yang disampaikan tidak efektif dalam handover maka
akan berisiko sangat tinggi untuk keselamatan pasien. Adapun tahapan bahaya
dalam perawatan seperti, efek samping dari kesalahan pemberian obat, kelalaian
perawat pada pasien risiko cedera, maka ini akan dikliam sebagai hukum
malpraktik pagi perawat (Triwibowo, 2013).
Sesuai dengan hasil penelitian oleh Triwibowo, Harahap, dan Soep (2016),
dikatakan bahwa pelaksanaan handover masih menemui kendala dan tidak berjalan
dengan lancar. Adapun kendala yang ditemukan yaitu, masih ada yang tersendat
sendat melakukan handover, kendala dari setiap individu seperti kurangnya
kerjasama antar perawat serta kurangnya tanggung jawab seperti sifat malas dan
mempunyai kesibukan masing-masing dan handover pada saat operan shift hanya
dilakukan diruangan melalui lisan ataupun tulisan .
Menurut Alvarado (2008), ketidakakuratan informasi dapat menimbulkan
dampak yang serius pada pasien, seperti kesalahan pada pemberian dosis obat
maupun tentang pasien-pasien yang memiliki resiko jatuh yang tergolong dalam
kejadian tidak diharapkan (KTD) dan kejadian nyaris cedera (KNC). Angka
kejadian tidak diinginkan (KTD) ini sangat tinggi yaitu berkisar hampir 70%
kejadian sentinel sosial pasien.
Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS), (2008) kejadian
tidak diharapkan merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera pada
pasien yang tidak diharapkan karena suatu tindakan (commission) atau karena tidak
bertindak (omission), dan kejadian ini bukan karena underlying desease (kondisi
4

pasien itu sendiri). KTD sebenarnya ada yang dapat dicegah dan ada pula yang
tidak dapat dicegah. KTD yang dapat dicegah yaitu preventable adverse event
yang berasal dari kesalahan dalam proses asuhan pasien, sedangkan KTD yang
tidak dapat dicegah adalah suatu kesalahan akibat dari komplikasi yang tidak dapat
dicegah (unpreventabe adverse event) walaupun dengan pengetahuan yang mutahir
(Triwibowo, 2013).
Menurut laporan Word Health Organization (WHO), terdapat 11% dari 25.000
sampai 30.000 kasus pada tahun 1995- 2006 terdapat kesalahan akibat komunikasi
pada saat serah terima pasien (handover). Sesuai dengan laporan yang diterbitkan
oleh Institut of medicine (IOM) Amerika Serikat (2000) ditemukan angka kejadian
tidak diharapkan terjadi di rumah sakit Utah dan Colorado sebesar 2,9% dan 6,6
diantaranya meninggal. Sedangkan untuk angka kematian akibat KTD berjumlah
33,6 juta per tahun yang berkisar antara 44.000 jiwa sampai dengan 98.000 jiwa
untuk pasien yang berada diruangan rawat inap. Sejalan dengan publikasi dari
WHO pada tahun 2004 menyebutkan berbagai negara seperti Amerika, Inggris,
Denmark dan Australia terjadi dengan rentang 3,2-16,6% angka kejadian tidak
diharapkan atau KTD (Ismainar, 2015).
Selain dengan istilah KTD adalagi istilah lain yaitu KNC, yang merupakan suatu
kejadian akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai
pasien, tetapi cedera yang terjadi tidak serius karena keberuntungan, seperti pasien
mendapatkan obat kontra indikasi tetapi tidak menimbulkan reaksi obat yang fatal.
KNC lebih dikenal sebagai awal sebelum terjadi KTD (Triwibowo, 2013). Menurut
Dewi (2012) berdasarkan hasil dari kajian data di rumah sakit penyebab utama
terjadinya KTD dan KNC adalah kesalahan dalam menyampaikan informasi atau
komunikasi. Kejadian nyaris cedera (KNC) di Indonesia yaitu sebanyak 53,33%,
untuk kejadian Tidak Diharapkan (KTD) 46,67% . Pada tahun 2010, Provinsi Jawa
Barat menempati angka yang paling tinggi yaitu berkisar 33,33% diantara Provinsi
lainnya seperti Banten 20,0%, Jawa Tengah 20,0%, DKI Jakarta 16,67%, Bali
6,67%, dan Jawa Timur 3,33% ( KKP-RS, 2010
5

Menurut Siemsen tahun (2012) mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaharui keselamatan pasien dalam handover yaitu komunikasi, informasi,
organisasi, infrastruktur, kepribadian, kesadaran tim, dan budaya yang dapat
mencegahan kejadian yang tidak diharapkan (KTD) yang dilakukan oleh perawat
pelaksana. Menurut Triwibowo, 2013 mengatakan bahwa handover atau serah
terima pasien di pengaharui oleh peran kepemimpinan yaitu pemimpin harus
memiliki pemahaman yang konprehensip dari proses serah terima pasien, tindakan
akan segera dilakukan jika terjadi kesalahan yang memburuk atau dikenal dengan
istilah supervisi.
Supervisi adalah tindakan pengamatan yang dilakukan oleh atasan secara
langsung yang pelaksanaannya berkala, terhadap suatu pekerjaan yang dilakukan
oleh bawahan. Apabila ditemukan masalah, maka akan dicari penyelesaian secara
tepat yang akan dibantu oleh atasan. Penyelesaian biasanya berbentuk kegiatan
yang merencanakan, mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi,
mendorong, memperbaiki, mempercayai, dan mengevaluasi secara
berkesinambungan dan menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan
yang dimiliki anggota (Triwibowo, 2013). Supervisi bertujuan untuk memberikan
bantuan kepada bawahan secara langsung, guna dijadikan bekal yang cukup oleh
bawahan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan baik (Suarli & Yanyan,
2009). Peningkatan kepuasan kerja perawat pelaksana yang mendapatkan
pengarahan dari kepala ruangan berpeluang sangat tinggi terhadap kepuasan hasil
kerja sebesar 67,40% (Sigit, Keliat & Hariyati, 2011).
Supervisi dalam dunia keperawatan adalah suatu proses kegiatan dimana
seorang atasan seperti kepala ruangan memberikan dukungan berupa sumber-
sumber yang dibutuhkan perawat pelaksana dalam menyelesaikan asuhan
keperawatan guna untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan di suatu rumah
sakit (Triwibowo, 2013). Menurut penelitian Purnamasari, Erwin dan Jumaini
(2014) tentang supervisi kepala ruangan kepada kinerja perawat pelaksana di
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau mengatakan bahwa pelaksanaan supervisi
kepala ruangan dinilai belum terlaksana secara optimal. Supervisi dilakukan oleh
atasan dan anggota supervisi, diantara keduanya memiliki level administratif yang
6

berbeda, tapi dalam kegiatan supervisi keduanya sama-sama memiliki peran yang
sangat penting. Pemimpin akan mengawasi sekaligus menilai seluruh kegiatan yang
telah direncanakan, sedangkan anggota atau bawahan mampu menjalankan
tanggung jawab dengan sebaik-baiknya (Bakri, 2017).
Menurut Nursalam (2013), supervisi memiliki dua manfaat apabila ditinjau dari
manajemenya yaitu, dapat meningkatkan efektivitas kerja yang berhubungan
dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin
terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dengan
bawahan. Penelitian yang dilakukan oleh Yennike (2015), Pengawasan atau
supervisi dari kepemimpinan dan perkembangan ilmu pengatahuan tentang
perawatan medis, terutama bagi perawat pelaksana sangatlah dibutuhkan untuk
menunjang kinerja perawat agar meningkatkan keselamatan pasien. Menurut
penelitian Anwar, Rochadi, Daulay, Yuswardi (2016) menunjukan ada hubungan
bermakna antara fungsi manajeman kepala ruangan dengan penerapan patient
safety cultur.
Supervisi sangat penting dalam meningkatkan kemampuan perawat pelaksana
dalam memberikan pelayanan keperawatan, supervisi juga sangat penting untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap para perawat pelaksana agar
program yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan yang
telah direncanakan (Nursalam, 2013). Proses supervisi dilakukan setiap pertukaran
dinas (shift) di setiap ruangan. Proses pelaksanaan supervisi dilakukan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Proses supervisi yang dilakukan secara langsung
mengawasi kinerja perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan
salah satunya supervisi dalam pelaksanaan handover (Siswana, 2013).
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di tiga ruangan rawat inap RSUD
Petala Bumi Propinsi Riau, didapatkan hasil melalui observasi pelaksanaan
handover di rungan bangsal bedah dengan total perawat yang dinas malam dan pagi
yaitu 6 orang masih ditemukan tidak adanya pembacaan laporan shif sebelumnya,
dan 1 orang perawat pelaksana dinas malam tidak mengikuti overan dikarenakan
menemani visite dokter. Sedangkan di ruangan penyakit dalam dan anak yang
terdiri dari 5 perawat, pelaksanaan handover dimulai pembukaan oleh kepala
7

ruangan, perawat dinas pagi membacakan hasil laporan dinas pagi tentang
informasi pasien seperti identitas pasien, diagnosa pasien, program obat yang
didapatkan pasien, serta intervensi yang telah dilakukan atau yang belum dilakukan
baik mandiri ataupun kolaborasi. Tetapi masih ada perawat telat dan tidak
mengikuti pelaksanaan handover sama sekali. Sedangkan di ruangan VIP juga
seperti pada ruangan penyakit dalam dan anak, tetapi pada ruangan ini tidak lagi
ditemukan perawat yang telat atau tidak hadir saat overan. Hasil dari wawancara di
RSUD Petala Bumi kepada 7 orang perawat pelaksana didapatkan data bahwa
kepala ruangan sudah melakukan supervisi terhadap pelaksanaan handover, tetapi
pada saat dilakukan wawancara pada 3 kepala ruangan mengatakan tidak ada
jadwal khusus untuk melakukan supervisi terkait handover, bahkan kepala ruangan
tidak hadir, sebagaimana yang seharusnya seorang kepala ruangan ada saat
pelaksanaan handover sebagai pembuka dan pengarah.
Supervisi terkait pelaksanaan handover oleh kepala ruangan hanya sekedar
mengarahkan sekilas saja saat jam overan bahkan ada kepala ruangan yang tidak
hadir saat pelaksanaan overan, overan belum berjalan sesuai standar. Jika hal ini
terus berlangsung maka ini dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan komunikasi
dan informasi tidak jelas, sehingga menyebabkan kejadian yang tidak diharapakan.
Jika pelaksanaan overan tidak segera dilakukan pembaharuan dan dijalankan sesuai
dengan SOP yang baik maka akan mengancam keselamatan pasien sehingga akan
mempengarui kualitas pelayanan keperawatan di RSUD Petala Bumi Provinsi Riau.
Berdasarkan dari data diatas, maka peneliti tertarik ingin meneliti hubungan
supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan handover diruangan rawat inap anak-
anak penyakit dalam, bedah, VIP di RSUD Petala Bumi Provinsi Riau.
1.2 Rumusan Masalah
Handover bertujuan untuk menyampaikan informasi dari setiap pergantian shift
guna untuk memastikan keamanan dalam perawatan pasien sehingga pasien
terhindar dari hal-hal yang tidak di harapkan. KTD suatu kejadian yang dapat
dicegah, apabila dilakukan tindakan pencegahan yang baik dan benar oleh perawat
pelaksana, dengan keterlibatan kepala ruangan salah satunya melakukan supervisi.
Supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana dalam prosedur
8

handover sangat dibutuhkan dalam upaya pencegahan Kejadian Tidak Diharapkan.


Jika seandainya pelaksanaan handover dilakukan diluar SOP yang ada, tampa
kepala ruangan mengambil peran seperti pelaksanaan supervisi, ini bisa menjadi
suatu faktor terjadinya KTD. Oleh karena itu peneliti ingin mengatahui “apakah
ada hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan handover?’’
1,3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengatahui hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan Handover.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran karakteristik perawat seperti jenis kelamin, lama bekerja,
pendidikan terakhir, pelatihan bangsal, di ruangan rawat inap RSUD Petala
Bumi Provinsi Riau.
b. Mengetahui gambaran pelaksanaan supervisi kepala ruangan terkait dalam
pelaksanaan handover pelaksana di ruangan rawat inap RSUD Petala Bumi
Provinsi Riau
c. Mengetahui pelaksanaan handover di ruangan rawat inap RSUD Petala Bumi
Provinsi Riau.
d. Mengetahui hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan Handover
di ruangan rawat inap RSUD Petala Bumi Provinsi Riau.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Ilmu Keperawatan
Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada pasien salah satunya
mengoptimalkan penyampaian informasi pasien dalam handover.
1.4.2 Bagi RSUD
Sebagai masukan bagi pihak manajemen RSUD Petala Bumi Provinsi Riau
untuk meningkatkan supervisi kepala ruangan khususnya dalam pelaksanaan
handover karena akibat kesalahan informasi dalam handover akan berimbas pada
keselamatan pasien.
9

1.4.3 Bagi Perawat


Sebagai alat evaluasi diri untuk memperbaiki dan mengembangkan diri serta
menjadi pelindung bagi kesembuhan pasien, dan untuk meningkatkan penukaran
informasi sesama perawat dalam menyampaikan informasi pasien untuk
mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan.
1.4.4 Bagi Peneliti Lain
Menambah kajian pustaka atau referensi perpustakaan STIKes Hang Tuah
Pekanbaru bagi mahasiswa yang berminat untuk melakukan penelitian yang tentang
hubungan supervisi dengan pelaksanaan handover. Bisa dijadikan sebagai landasan
untuk melanjutkan penelitian ini yaitu apa saja faktor-faktor yang mempengaharui
ketidak disiplinan perawat pelaksana dalam pelaksanaan handover.
10

BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Telaah Pustaka


2.1.1 Handover

2.1.1.1 Pengertian Handover


Handover memiliki beberapa istilah lain yaitu overhand dan report nursing.
Dalam bahasa indonesia diartikan atau diistilahkan sebagai operan, serah
terima, dan timbang terima. Handover merupakan suatu cara dalam
menyampaikan dan menerima suatu laporan yang berkaitan dengan kondisi
pasien guna untuk saling meningkatkan mutu pelayanan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang bermutu. Handover juga disebut sebagai suatu
komunikasi yang terjadi pada saat pertukaran atau pergantian shift, yang
memiliki tujuan yang spesifik yaitu mengkomunikasikan informasi tentang
keadaan pasien pada asuhan keperawatan sebelumnya. Handover dilakukan
seefektif mungkin secara singkat, akurat, jelas, dan lengkap tentang tindakan
mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan ataupun belum
dilakukan serta bagaimana perkembangan pasien saat itu (Triwibowo, 2013)
2.1.1.2 Tujuan Handover
Menurut Australian Healthcare and Hospitals Association atau AHHA,
tujuan dibentuknya Nasional Clinical Initiative Handover bertujuan untuk
mengidentifikasi, mengembangkan dan meningkatkan serah terima klinis pasien
dalam berbagai pengaturan kesehatan (Triwibowo, 2013). Menurut Nursalam
(2011) handover bertujuan untuk beberapa hal yaitu:
1. Menyampaikan kondisi atau keadaan pasien secara umum baik itu
perkembangan kesehatannya, terapi keperawatan atau sebuah tindakan
kolaborasi yang telah dilakukan atau belum dilakukan kepada perawat primer
yang akan dinas di shift berikutnya.
2. Tersusunnya rencana kerja untuk dinas berikutnya dalam upaya meningkatkan
mutu pelayanan asuhan keperawatan pasien sehingga pasien benar-benar
mendapatkan haknya sebagai pasien. Selain itu perawat akan terlindungi dari
11

kliem malpraktik atau tuntutan dari keluarga pasien jika terjadi hal-hal yang
tidak diharapkan.

2.1.1.3 Manfaat Handover


Menurut AHHA pada tahun 2009, mengatakan bahwa maanfaat dari
handover bagi pelayanan keperawatan yaitu :
a. Handover bermanfaat sebagai penentu kualitas dari asuhan keperawatan shift
berikutnya. Karena handover memberikan informasi terkait pasien, tapi apabila
penyediaan informasi yang kurang akurat akan dapat membahayakan kondisi
pasien, maka dengan adanya handover diharapkan masalah ini dapat diatasi.
b. Selain untuk menstransfer informasi pasien, handover juga dikenal sebagai
suatu ritual atau kebiasaan yang dilakukan perawat, guna sebagai suatu bentuk
dukungan terhadap teman seprofesi atau sejawat dalam melakukan tindakan
asuhan keperawatan.
c. Handover juga memiliki dampak yang sangat positif bagi perawat, yaitu
secara tidak langsung akan meningkatkan cara berkomunikasi yang baik antar
perawat, saling bekerjasama dan bertanggung jawab terhadap pasien, dan dapat
masing-masing akan dapat mengikuti perkembangan pasien secara komprehensif
(Triwibowo, 2013).
2.1.1.4 Prinsip Handover
Handover atau serah terima pasien memiliki beberapa standar prinsip yaitu :
a. Kepemimpinan dalam serah terima pasien.
Seorang pemimpin memiliki peran yang sangat penting untuk mengelola
jalannya handover atau serah terima pasien diklinis. Oleh karena itu pemimpin
ataupun atasan harus memiliki pemahaman yang komprehensif, sehingga jika
terjadi penurunan atau memburuknya kondisi pasien maka atasan akan segera
melakukan tindakan secepat mungkin.
b. Pemahaman tentang serah terima pasien
Handover atau serah terima pasien perlu diatur sedemikian rupa agar
timbulnya pemahaman bahwa serah terima pasien itu harus dilakukan dan
merupakan bagian penting dari pekerjaan sehari-hari perawat dalam merawat
12

pasien. Bukan sampai disitu saja perawat yang bersangkutan juga harus
memastikan bahwa dirinya harus hadir dan mendukung kegiatan serah terima
pasien.
c. Peserta yang mengikuti serah terima pasien
Selain dari atasan dan perawat pelaksana yang hurus ada sebagai anggota
handover, jika memungkinkan pasien dan keluarga harus dilibatkan dan
dimasukan sebagai peserta dalam kegiatan handover.
d. Waktu serah terima pasien.
Mengatur waktu serah terima harus ditentukan, baik itu durasi dan frekuensi
untuk serah terima pasien. Serah terima tidak hanya dilakukan pada saat
pergantian jam kerja saja, tapi juga dilakukan pada saat setiap kali ada
perubahan tanggung jawab misalnya: ketika pasien diantar dari bangsal ke
ruangan lain untuk pemeriksaan, maka sangat diperlukan pengaturan waktu yang
telah direncakan sesuai dengan yang dikerjakan untuk memastikan proses
keperawatan yang berkelanjutan tetap aman dan efektif.
e. Tempat serah terima pasien
Sebaiknya serah terima pasien dilakukan dengan tatap muka dan tempatnya
di sisi tempat tidur pasien dan nurse station. Untuk kelancaran atau keefektifan
perlu dipastikan tempat yang benar-benar kondusif bebas dari gangguan,
misalnya kebisingan (Triwibowo, 2013).

2.1.1.5 Macam- Macam Handover


Secara umum hanya terdapat empat jenis dari pelaksanaan handover atau
istilah lain serah terima pasien yaitu :
a. Serah terima secara verbal
Handover secara verbal ini merupakan proses serah terima pasien dilakukan
secara lisan dan bertatap muka antar perawat sebelum dan selanjutnya, yang
akan melakuka asuhan keperawatan. Pada serah terima ini perawat dapat
berdiskusi dan menanyakan lagi jika ada hal yang tidak jelas, tapi kelehaman
pada serah terima verbal ini memakai waktu yang lama misalkan satu orang
membutuhkan waktu sebanyak 15 sampai 90 menit untuk menyampaikan
13

informasinya, ini akan membuat perawat menjadi jenuh. Selain itu jika
seandainya perawat selanjutnya tidak tepat waktu datang atau terlambat,
otomatis perawat sebelumnya akan menunggu lebih lama dan semua tanggung
jawab pasien masih ditangannya, seperti perawat tersebut akan segera beraksi
jika keadaan darurat terjadi sebelum handover dilakukan Padahal jam kerjanya
sudah habis.
b. Tape handover (rekaman)
Metode ini dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi yaitu dengan cara
merekam. Dengan metode ini akan melatih kualitas dan akan mengasah
kemampuan perawat untuk memberikan informasi secara ringkas dan relevan.
Metode rekaman ini jika perawat selanjutnya lupa akan informasi yang ada di
rekaman tersebut bisa ia ulangi lagi mendengarkannya. Namun kekurangannya
perawat tidak bisa bertemu secara face to face, dan tidak memenuhi kohesifitas
sosial (daya tarik) atau dukungan emosional sesama rekan kerja.
c. Bedside handover
Bedside handover memiliki tahapan mulai dari persiapan informasi pasien
setelah itu baru dilakukan serah terima berupa pelaporan, serta pengenalan staf
masuk kepada pasien dan pengamatan, terakhir ditulis dibuku catatan pasien
(Triwibowo, 2013).

2.1.1.6 Langkah-Langkah Pelaksanaan Handover


Menurut Nursalam (2011), tentang langkah-langkah dalam pelaksanaan
handover adalah :
a. Kedua kelompok shift dalam keadaan siap.
b. Shift yang akan menyerahkan dan akan mengoperkan perlu mempersiapkan hal-
hal apa yang akan disampaikan.
c. Perawat primer menyampaikan kepada penanggung jawab shift yang
selanjutnya tentang kondisi atau keadaan pasien secara umum, tindak lanjut
unutuk dinas yang menerima overan, rencana kerja untuk dinas yang menerima
overan, penyampaian informasi harus jelas dan tidak terburu-buru, kedua anggota
kedua shift dinas lansung melihat keadaan pasien.
14

2.1.1.7 Pelaksanaan Handover yang Baik dan Benar


Menurut Autralian Medical Association (AMA) tahun 2009 dalam Triwibowo
(2013) pelaksanaan handover yang baik dan benar adalah :
a. Sebaiknya dilakukan pada setiap pergantian shift dengan waktu yang cukup
panjang agar tidak terburu-buru.
b. Pelaksanaannya harus dihadiri semua perawat, kecuali dalam keadaan darurat
yang mengancam kehidupan pasien.
c. Serah terima pada shift pagi memungkinkan tim untuk membahas penerimaaan
pasien rawat inap dan merencanakan apa yang akan dikerjakan.
d. Serah terima antara shift, harus dilakukan secara menyeluruh agar operan ini
akan menjamin perawatan pasien tetap terjaga dengan baik.
e. Tempat pelaksanaan handover dilakukan di ruang perawatan dan nurse station.

2.1.1.8 Rencana Strategis Pelaksanaan Handover


Menurut Nursalam (2011), rencana strategis handover yaitu :
a. Pelaksanaan handover
Pelaksanaan handover harus dibuatkan format yang berisi hari, tanggal, pukul,
dan topik yang akan di overkan oleh perawat yang dinas sebelumnya kepada
perawat yang dinas selanjutnya.
b. Metode
Untuk metode pada handover memiliki dua yaitu diskusi dengan tanya jawab.
c. Media
Untuk media yang digunakan seperti status pasien, buku handover, alat tulis,
leaflet, sarana dan prasarana perawatan guna sebagai pendukung kelancaran untuk
menyampaiakn informasi dari perawat yang dinas sebelumnya kepada perawat
dinas berikutnya
d. Pengorganisasian
Adapun pengorganisasian dibagi dari kepala ruangan, perawat primer pagi,
perawat primer sore, perawat asosiasi pagi, perawat asosiasi sore, perawat asosiasi
malam, semua pengorganisasian ini dituliskan.
15

e. Prolog
Dalam prolog disebutkan pada hari itu seluruh perawat yang dinas termasuk
karu berkumpul di nurse station untuk melakukan handover ini biasanya di
sebutkan oleh kepala ruangan.
f. Sesi I di Nurse station
Kepala ruangan akan memimpin dan membuka acara yang didahului dengan
membaca do’a bersama dan kemudian mempersilahkan perawat pelaksana yang
dinas pagi atau sebelumnya untuk melaporkan keadaan dan perkembangan pasien
selama bertugas ke pada perawat dinas sore yang akan berdinas selanjutnya.
Perawat sore akan mengklarifikasi keluhan, intervensi keperawatan yang sudah
atau belum dilaksanakan (secara umum), intervensi kolaboratif maupun mandiri
dan rencana umum pasien (persiapan operasi, pemeriksaan penunjang lainnya)
Setelah itu diteruskan ke ruang rawat pasien.
g. Sesi 2 di ruang rawat perawatan
Seluruh perawat dan kepala ruangan bersama-sama melihat ke tempat pasien.
Perawat pelaksana dinas selanjutnya akan mengklarifikasi dan memvalidasi data
secara lansung kepada pasien.
2.1.1.9 Prosedur Pelaksanaan Handover/overan

Menurut Nursalam (2013) proedur pelaksanaan Handover/overan adalah


sebagai berikut :
Tabel 2.1
Prosedur pelaksanaan handover/overan
Tahap Kegiatan Waktu Tempat Pelaksana
Persiapan 1. Overan dilaksanakan setiap pergantian shif 5 menit Nurse PP dan PA
2. Prinsip overan, terutama pada semua Station
pasien baru masuk dn pasien yang dilakukan
overan khususnya pasien yang memilki
permasalahan yang belum/dapat teratasi serta
yang membutuhkan observasi lebih lanjut.
3. Perawat pelaksana(PP) menyampaikan
overan pada Perawat asosiasi (PA)
berikutnya mengenai hal yang perlu
disampaikan dalam overan:
a. jumlah pasien
b. identitas klien dan diagnosa medis
c. data (keluhan/subjektif dan objektif)
16

d. masalah keperawatan yang masih muncul


e. intervensi keperawatan yang sudah dan
belum dilksanakan
f. intervensi kolaborasi dan dependen
g . rencana umum dan persiapan yang perlu
dilakukan (persiapan operasi, pemeriksaan
penunjang, dan lain-lain
Pelaksanaan 1. Kedua kelompok dinas sudah siap 20 Nurse KARU, PP
2. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan menit Station
dan PA
buku catatan dan
3. Kepala ruangan (KARU) membuka acara Ruang
overan Perawat
4. Perawat yang melakukan overan dapat an
melakukan klarifikasi, tanya jawab dan
melakukan validasi terhadap hal-hal yang
telah dioverkan dan berhak menanyakan
mengenai hal-hal yang kurang jelas
5. Kepala ruangan (KARU) atau pp
menanyakan kebutuhan dasar pasien
6. Penyampaian yang jelas, singkat dan padat
7. Perawat yang melaksanakan overan
mengkaji secara penuh terhadap masalah
keperawatan, kebutuhan dan tindakan yang
telah/belum dilaksanakan serta hal-hal
penting lainnya selama masa perawatan
8. Hal-hal yang sifatnya khusus dan
memerlukan perincian yang matang
sebaiknya dicatat secara khusus untuk
kemudian diserah terimakan kepada petugas
berikutnya
9. Lama overan untuk tiap pasien tidak lebih
dari lima menit kecuali pada kondisi khusus
dan memerlukan keterangan yang rumit.
Post Overan 1. Diskusi 5 menit Nurse KARU,PP,
2. Pelaporan untuk overan dituliskan secara Station
PA
lansung pada format overan yang
ditandatangani oleh PP yang jaga saat itu dan
PP yang jaga berikutnya diketahui oleh
kepala ruangan
3.Ditutup oleh karu

Ket :
PA : Perawat Pelaksana
PP : Perawat Ketua tim
KARU : Kepala Ruangan
17

2.1.1.10 Faktor-Faktor Mempengaharui Handover


Menurut Triwibowo, tahun 2013 faktor- faktor handover yaitu :
a. Komunikasi
Komunikasi dapat menyebabkan masalah saat serah terima pasien. Gaya bahasa
atau dialog yang berbeda dapat membuat kesalahpahaman dan disalahtafsirkan oleh
perawat penerima laporan. Singkatan atau akronim yang unik untuk pengaturan
pelayanan keperawatan tertentu mungkin membingungkan bagi seorang perawat
yang bekerja dilingkungan yang berbeda. Hal ini dapat disiasati dengan cara
melakukan serah terima secara face- to face yang memungkinkan terjadinya
komunikasi verbal maupun non verbal yang interaktif dan saling klarifikasi.
b. Pengatahuan dan Pengalaman
Pengatahuan dapat mempengaharui pelaksanaan overan, seperti perawat pemula
dan perawat ahli memilki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda. Seperti
perawat pemula yang membutuhkan atau memerlukan informasi tambahan yang
lebih selama overan. Pengatahuan dan pengalaman dapat didapatkan melalui
bimbingan, orientasi, dan dukungan dari perawat ahli. Selain itu bisa didapatkan
dengan program pendidikan berkelanjutan atau pelatihan tentang strategi serah
terima pasien.
c. Lingkungan yang tidak kondusip
Lingkungan pelaksanaan handover dapat mempengaharui hasil yang baik,
seperti adanya kebisangan dari luar. Latar belakang suara yang dapat mengganggu
overan seperti suara telpon, hand phone yang bisa meningkatkan kesulitan untuk
mendengar laporan. Strategi untuk mengurangi efek ini bisa dengan menyediakan
lokasi yang memungkinkan mereka jelas menerima laporan pasien.
d. Budaya organisasi
Budaya organisasi juga mempengaharui pelaksanaan overan yaitu budaya yang
tidak memilki cukup perhatian pada keselamatan pasien, staf mungkin enggan
untuk melaporkan maslah atau mungkin tidak merasa nyaman mengajukan
pertanyaan bila ada hal yang belum jelas saat serah terima pasien, maka hal ini
dapat membuat tujuan dari overan tidak tercapai yaitu tidak sampainya imformasi
yang dimaksud oleh perawat yang melaporkan informasi.
18

e. Kepemimpinan
Peran pemimpin menjadi sangat penting untuk mengelola serah terima atau
handover. Pemimpin harus memiliki pemahaman yang komprehensif serta
mengatahui perannya sebagai pemimpin yaitu apabila ditemukan masalah atau
hal yang memburuk maka harus segera diberikan bantuan, hal ini yang dikenal
dengan istilah supervisi kepala ruangan. Menurut Nursalam (2013) mengatakan
bahwa dalam setiap handover kepala ruangan berkewajiban dalam membuka
terlebih dahulu overan yang dilakukan oleh semua anggota handover,selain itu
kepala ruangan juga memvalidasi kelengkapan sata pasien yang dioverkan.
Setelah kelengkapan kepala ruangan juga berkewajiban dalam menutup
handover di setiap pergantian dinas kecuali pada malam hari.
f. Tanggung jawab anggota
Saat stuasi serah terima pasien, mungkin anggota yang tidak jelas tanggung
jawabnya kepada pasien. Jika tanggung jawab anggota tidak ditanamkan atau
diharuskan overan hanya dianggap sebagai suatu rutinitas biasa saja.

2.1.2 Supervisi
2.1.2.1 Defenisi Supervisi
Supervisi berasal dari bahasa latin yang terdiri dari kata super yang artinya di
atas dan videra yang memiliki arti melihat. Bila dilihat dari kata aslinya
supervisi berarti ”melihat dari atas”. Pengertian supervisi secara umum adalah
suatu tindakan yang melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh
atasan terhadap bawahan. Apabila ditemukan masalah, maka bantuan akan
diberikan bersifat langsung oleh atasan, untuk mengatasi masalah yang
ditemukan (Nursalam, 2013).
Supervisi keperawatan adalah suatu proses pemberian sumber-sumber baik
itu peraturan ataupun pembaharuan yang dibutuhkan oleh perawat untuk
menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Supervisi
akan memberikan informasi kepada seorang menejer keperawatan tentang
berbagai kendala yang dihadapi oleh perawat pelaksana dalam memberikan
asuhan keperawatan diruangan melalui analisis secara komprehensif, yang di
19

lakukan oleh seluruh anggota perawat secara efektif dan efisien. Supervisi bisa
membuat seorang menejer keperawatan akan mampu menghargai potensi setiap
anggotanya termasuk pasien (Kuntoro, 2010).

2.1.2.2 Manfaat Supervisi


Supervisi akan membawa banyak maafaat apabila dilakukan dengan baik.
Menurut Triwibowo (2013), manfaat supervisi diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Supervisi dapat lebih meningkatkan efektifitas kerja.
Peningkatan efektifitas kerja sangat erat dengan beberapa hal seperti
peningkatan pengatahuan dan keterampilan dari bawahan, hal ini akan membuat
terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan
bawahan, sehingga dengan secara tidak langsung akan meningkatkan efektifitas
pekerjaan.
b. Supervisi dapat lebih meningkatkan efisien kerja.
Peningkatan efisiensi kerja sangat erat kaitannya dengan semakin
berkurangnya jumlah kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian
sumber daya (tenaga, dana, dan sarana) yang sia-sia dapat dicegah. Sehingga
semua upaya dan pekerjaan tidak terbuang begitu saja yang pada dasarnya bisa
dilakukan secara efisien.
Apabila kedua peningkatan ini dapat dilakukan dengan sejalan serta terwujud,
maka tujuan dari suatu organisasi telah dikatakan tercapai. Tujuan pokok dari
supervisi adalah suatu pelaksanaan yang bisa menjamin bebagai kegiatan yang
telah direncanakan secara benar, tepat, efektif, dan efisien sehingga tujuan
organisasi sesuai dengan yang telah ditetapkan
(Suarli & Yanyan, 2009).
2.1.2.3 Peran Supervisor dan fungsi supervisi dikeperawatan
Menurut Nursalam, (2013) peran dan fungsi supervisor dalam supervisi
adalah mempertahankan keseimbangan pelayanan keperawatan dan manajemen
sumber daya yang tersedia. Adapun peran dan fungsinya antara lain:
20

a. Menetapkan dan mempertahankan standar praktik keperawatan.


b. Menilai kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan yang diberikan.
c. Mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur pelayanan
keperwatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan lain yang terkait.

2.1.2.4 Prinsip supervisi keperawatan


Supervisi yang baik harusnya berdasarkan prinsip-prinsip yang baik pula.
Prinsip yang baik dengan syarat harus didasarkan atas hubungan prefesional dan
bukan hubungan pribadi, kegiatan harus direncanakan secara matang, bersifat
edukatif, memberikan perasaan aman pada perawat pelaksana, dan harus mampu
membentuk suasana kerja yang demokratis (Kuntoro, 2010). Menurut Suarli dan
Bachtiar (2007) terdapat enam prinsip pokok dari supervisi yaitu antara lain :
a. Tujuan supervisi ialah meningkatkan penampilan kerja bawahan, bukan
mencari kesalahan. Untuk melihat peningkatan kerja bawahan dapat dilakukan
dengan cara pengamatan lansung, dan apabila ditemukan masalah maka segera
berikan petunjuk atau bantuan.
b. Sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai, sifat supervisi harus edukatif atau
sebagai sumber pengajar bagi bawahan, suportif dalam berbagai hal, dan intinya
bukan sebagai seorang pemimpin yang mempunyai gaya yang otriter.
c. Supervisi harus dilakukan secara teratur dan berkala. apabila supervisi hanya
dilakukan sekali , berarti bukan supervisi yang baik.
d. Supervisi harus dilaksanakan sedemikian rupa, supaya akan terjalin kerja
sama yang baik antara atasan dan bawahan, terutama pada waktu upaya
penyelesaian masalah yang ditemukan untuk lebih mengutamakan kepentingan
bawahan.
e. Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan
kebutuhan masing-masing bawahan secara induvidu. Tapi jika penerapan
strategi dan tata cara yang dilakukan sama untuk semua kategori bawahan,
berarti bukan supervisi yang baik.
f. Supervisi harus dilakukan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan
perkembangan zaman (Triwibowo, 2013)
21

2.1.2.5 Unsur Pokok Dalam Supervisi Keperawatan


Unsur pokok supervisi menurut Suarli dan Yanyan tahun 2009 adalah
sebagai berikut :
g. Pelaksana
Dalam melaksanakan supervisi yang bertanggung jawab melakukannya
adalah atasan yang memiliki kelebihan dalam organisasi, dikarenakan fungsi
supervisi memang banyak terdapat tugas atasan. Namun, ada dua hal yang
tidak terlepas dari keberhasilan suatu supervisi yaitu mengutamakan
kelebihan dalam pengatahuan dan meningkatkan keterampilan.
h. Sasaran
Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh
bawahan, serta bawahan yang akan melakukan pekerjaan. Sasaran supervisi
dalam pekerjaan ada dua yaitu supervisi langsung dan supervisi tidak
langsung. Superpisi langsung yaitu atasan langsung mengarahkan saat
pekerjaan yang dilakukan bawahan, sedangkan supervisi tidak langsung
adalah bawahan yang melakukan pekerjaan dan atasan hanya
memperhatikan, jika ada ditemukan kesalahan supervisi akan mengarahkan
di ruangan.
c. Frekuensi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi berkala. Jika supervisi yang
dilakukan hanya sekali maka dikatakan supervisi yang tidak baik, karena
organisasi ataupun lingkungan akan selalu berkembang seiring dengan
pertambahan waktu. Tidak ada pedoman supervisi harus dilakukan berapa
kalinya, yang pasti tidak boleh hanya satu kali. Biasanya supervisi dilakukan
tergantung seberapa berat derajat kesulitan pekerjaan yang dilakukan. Jika
derajat kesulitannya tinggi maka supervisi dilakukan harus lebih sering.
d. Tujuan
Tujuan dari supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara
langsung sehingga dengan bantuan tersebut bawahan akan memiliki bekal yang
cukup untuk dapat melaksanakan pekerjaan dengan hasil yang baik. Supervisi
22

memang memberikan bantuan kepada bawahan guna mencapai hasil yang bagus,
bukan berarti atasan yang mengambil ahli tugas dari bawahan.
2.1.2.6 Peran Supervisi Kepala ruangan (KARU)
Peran supervisi yang harus dilakukan sebagai seorang kepala ruangan menurut
Sitorus (2011) dan Kuntoro (2010) antara lain :
a. Peran Supervisi Kepala Ruangan Sebagai Perencana
Kepala ruangan dituntut mampu membuat perencanaan sebelum
melaksanakan kegiatan supervisi. Kepala ruangan harus mampu merencanakan
dan mengembangkan prosedur perawatan pasien serta membuat perencanaan
untuk menurunkan lama hari rawat pasien (Sitorus, 2011).
b. Peran Supervisi Kepala Ruangan Sebagai pengarah
Kepala ruangan dalam melakukan supervisi sangat perlu memberikan arahan
yang baik, karena arahan yang diberikan KARU akan dijadikan pedoman oleh
perawat dalam memberikan layanan keperawatan pada pasien. Pada saat perawat
mengalami kesulitan, kepala ruangan berkewajiban memberikan arahan dan
tetap melibatkan perawat dalam penanganannya (Kuntoro, 2010).
c. Peran Supervisi Kepala Ruangan Sebagai Pelatih
Kepala ruangan saat melakukan supervisi harus dapat berperan sebagai
pelatih dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Kepala ruangan
harus mampu memperagakan kemampuan untuk memberikan latihan secara
benar (Kuntoro, 2010)
d. Peran Supervisi Kepala Ruangan Sebagai Pelatih.
Kepala ruangan saat melakukan supervisi harus dapat berperan sebagai
pelatih dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Pimpinan yang
menguasai kemampuan menajeral tidak seharusnya melupakan kemampuan
praktis yang dimilikinya (Kuntoro, 2010).
e. Peran Supervisi Kepala Ruangan Sebagai Penilai
Mengevaluasi hasil pengawasan biasanya dijadikan pedoman yang dapat
digunakan untuk mengkaji hasil kerja dalam mendapatkan informasi tentang
tujuan kerja, kegiatan, hasil, dan dampak serta harus secara sistematik dan
periodik (sitorus, 2011).
23

2.1.2.7 Pembagian Supervisi


Menurut Kuntoro tahun 2010, supervisi dibagi dua bedasarkan teknik yang
dilakukan yaitu :
1. Supervisi Langsung.
Supervisi langsung yaitu supervisi yang dilakukan pada saat kegiatan tersebut
sedang berlangsung. Seorang supervisisor atau atasan akan terlibat secara
langsung dalam kegiatan tersebut, agar proses pengarahan dan pemberian
petunjuk tidak terkesan seperti perintah. Atasan atau supervisor juga bisa melihat
langsung keahlian dan tingkat kemampuan yang dimiliki dari bawahannya
sehingga apabila ditemukan masalah pada saat itu bisa diberikan solusi atau
jalan keluar yang diberikan oleh atasan kepada bawahan. Pada kondisi ini akan
menimbulkan manfaat bagi hubungan atasan dan bawahanya, yaitu secara tidak
langsung akan terjadi umpan balik dan berdiskusi serta perbaikan dapat
dilakukan sekaligus, tanpa menjadi beban bagi bawahan untuk kedepannya
(Bakri, 2017).
2. Supervisi Tidak Langsung
Pelaksanaan supervisi dari atasan bukan hanya dilakukan secara langsung
saja, tetapi pelaksanaan supervisi juga bisa dilakukan dengan cara supervisi tidak
langsung yaitu melalui laporan, baik secara tulisan maupun lisan. Tetapi pada
pelaksanaan supervisi yang tidak langsung mempunyai beberapa kelemahan
yang dapat timbul seperti akan berisiko memunculkan salah pengertian
(misunderstanding) atau juga akan menimbulkan kesalahan persepsi
(misperception), karena pada pelaksanaan supervisi tidak langsung ini,
supervisior tidak mengamati secara langsung proses kegiatan-kegiatan yang
dilakukan melainkan hanya melihat dari laporan yang ada (Bakri, 2017).
24

2.2. Penelitian Terkait


Tabel 2.2
Beberapa Penelitian yang Relevan Dengan Peneliti saat ini

Keterangan Penelitian Sekarang Cecep Triwibowo & Suzanne Eggins Mursidah


Zainuddin Harahap & Diana Slade Dewi 2012
2016 2015
Topik Hubungan supervisi Peran handover Comunication inPengaruh
Penelitian kepala ruangan dalam meningkatkan clinical handover:
pelatihan
dengan pelaksanaan keselamatan pasien imporing the
timbang terima
handover di di rumah sakit safety and quality
pasien
ruangan rawat inap of the patient terhadap
RSUD Petala Bumi experience penerapan
Propinsi Riau keselamatan
pasien oleh
perawat
pelaksana di
RSUD Raden
Mattaher
Jambi
Desain Cross Sectional Cross Sectional Riview literatur Pre
Study integrative experimental

Variabel Independen: Independen: Peran Comunication Independen:pe


Supervisi kepala handover clinical handover latihan
ruangan Dependen: , imporing the timbang terima
Dependen: Keselamatan pasien safety and quality pasien
Pelaksanaan patient experience Independen:
handover penerapan
keselamatan
pasien

Subjek Seluruh perawat di Tujuh perawat di Clinical staff Empat puluh


rungan rawat inap bangsal inap Rumah Australian tiga perawat
RSUD Petala Bumi Sakit Pirngadi Hospital diruangan
Propinsi Riau Medan rawat inap
RSUD Raden
Mattaher
Jambi
Tempat Di RSUD Petala Di Rumah Sakit In Australian Di RSUD
Bumi Propinsi Riau Pirngadi Medan Hospital Raden
Mattaher
Jambi
Analisis Bivariat Bivariat Multi Bivariat Bivariat
25

2.3 Kerangka Teori


Dari penjelasan teori yang telah ada dapat digambarkan kerangka teori sebagai
berikut :

Skema 2.1
Kerangka teori
Handover
- 1. Komunikasi
- 2. Informasi
- 3. Gaya organisasi
- 4. Budaya
Pelaksanaan handover
- 5. Kesadaran tim
- 6. Tanggung jawab
tim

Ke 7. kepemimpinan

WsSupervisi kepala ruangan


-ns- Perencana
- jk- Pengarah
----- pelatih
----- Pengamat
----- Penilai
---
-
ket :
: Tidak diteliti
: Diteliti

Sumber : Triwibowo (2013), Kuntoro (2010), Nursalam (2013),


26

2.4 Kerangka Konsep


Kerangka konsep merupakan perumusan atau penyederhanaan dari kerangka
teori atau teori teori yang mendukung penelitian tersebut. Dalam kerangka teori
terdapat variabel-variabel serta hubungan variabel satu dengan variabel lainnya
(Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan landasan teori diatas maka tersusunlah kerangka
konsep dibawa ini :

Skema 2.2
Kerangka konsep

Independent Variabel Dependent Variable

Supervisi kepala ruangan Pelaksanaan Handover


1.Baik 1. Sesuai SOP
2. Tidak Baik 2. Tidak Sesuai SOP

2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan keaadaan dimana populai yang akan diuji
kebenaranya menggunakan data atau informasi yang dikumpulkan melalui sampel.
Hipotesis juga dikenal sebagai pernyataan yang masih lemah tingkat kebenerannya
sehingga dibutuhkan kebenaranya dengan dibuktikan dengan penelitian tersebut
(Mitra, 2015).
2.5.1 Hipotesis alternatif ( Ha)
Ada hubungan supervisi Kepala Ruangan dengan pelaksanaan handover.
27

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif yang
bertujuan untuk melihat variabel satu dengan variabel yang lain. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan desain cross sectional. Desain
cross sectional adalah suatu penelitian yang memiliki desain untuk mempelajari
dinamika kolerasi antara faktor-faktor risiko dengan efek yang terjadi, dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
(Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui hubungan antara
variabel indevenden yaitu supervisi kepala ruangan dengan variabel dependen yaitu
pelaksanaan handover.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitin
Penelitian ini dilakukan di 3 ruangan rawat inap RSUD Petala Bumi Provinsi
Riau yaitu ruangan VIP, ruangan anak-anak penyakit dalam dan ruangan bedah,
alasan memilih lokasi tersebut berdasarkan data yang telah diperoleh melalui
observasi langsung peneliti menemukan bahwa handover belum dilakukan sesuai
dengan SOP yang telah ditetapkan. Masih ditemukan perawat yang tidak hadir saat
overan.penelitian ini dilakukan dimulai pada bulan juni-juli 2008.
3.3.Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi adalah semua atau keseluruhan dari objek yang diteliti (Notoatmodjo,
2010). Populasi penelitian ini adalah seluruh perawat yang ada di ruangan rawat
inap kelas VIP, anak penyakit dalam dan bedah RSUD Petala Bumi Provinsi Riau
yang tercatat atau terdata di tiga ruangan rawat inap RSUD Petala Bumi Provinsi
Riau tahun 2018 dengan jumlah 40 perawat pelaksana.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian terkecil setelah populasi yaitu objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi agar memudahkan peneliti dalam
penelitiannya. Sampel yang dikehendaki untuk menjawab masalah penelitian
28

merupakan bagian dari pupolasi terjangkau. Penentuan sampel yang dihendaki


harus sesuai dengan kriteria tertentu yang ditetapkan. Kriteria ini berupa kriteria
inklusi, merupakan batasan ciri/karakter umum pada subjek panelitian, didukung
karakter yang masuk dalam kriteria ekslusi. Sebagian subjek yang memenuhi
kriteria inklusi, harus dikeluarkan dari penelitian karena berbagai sebab yang dapat
mempengaharui hasil penelitian sehingga terjadi bias, kriteria ini disebut kriteria
ekslusi (Saryono & Anggrayeni, 2013). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Perawat pelaksana yang bersedia menjadi responden.
2. Perawat pelaksana yang tidak sedang cuti melahirkan, atau cuti belajar.
3.4 Besar Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah perawat di RSUD Petala Bumi Propinsi Riau
sebanyak 40 responden.
3.5 Teknik Sempling
Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam
penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili
keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2009). Pada penelitian ini teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu mengambil
seluruh jumlah anggota populasi sebagai sampel

3.6 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional


3.6.1 Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang
dimiliki oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu
(Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini, supervisi kepala ruangan sebagai
variabel independen, pelaksanaan handover sebagai variabel dependen.
3.6.2 Defenisi Operasional
Dalam mempermudah penelitian diperlukan pemahaman, pengukuran dan
disetiap variabel harus dirumuskan secara operasional, adapun defenisi operasional
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
29

Tabel 3.1
Defenisi Operasional

NO Variabel Defenisi Cara Ukur Alat Ukur Skala Hasil Ukur


Operasional
1 Supervisi Suatu tindakan Menyebarka Lembar Ordinal 1. baik jika
kepala yang n kuesioner Kousioner nalia
ruangan dilakukan dengan total median ≥
KARU dalam 24 74,00
memberikan pertanyaan 2. tidak baik
Perencanaan, terdiri dari 4 jika nilai
pengarahan, alternatif median ˂
pelatih, jawaban 74,00
pengamat, dan menggunaka
penilai saat n skala Liker.
melakukan
pemantauan
kinerja
perawat
pelaksana
2 Pelaksana Kegiatan Observasi Lembar Ordinal 1. Sesuai
an supervisi Observasi SOP jika
Handover kepala ruangan semua
yang dilakuka
dilakukan saat n
pergantian shif
2. Tidak
untuk
sesuai
menyampaika
SOP jika
n segala
satu atau
informasi
lebih
tentang pasien
tidak
antar perawat
sesuai
pelaksana
SOP
yang bertugas

3.7 Jenis dan Cara Pengampulan Data


3.7.1 Jenis Data
3.7.1.1 Data primer
Adapun data primer pada penelitian ini diperoleh langsung dari responden
melalui survei awal di ruangan anak-anak penyakit dalam kelas VIP, kelas tiga dan
rungan bedah, serta dengan melakukan observasi untuk mengumpulkan data awal.
3.7.1.2 Data Sekunder
30

Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah data pendukung dari literatur
lain seperti buku-buku, jurnal, skripsi yang telah teruji serta berkaitan dengan
penelitian.
3.7.2 Cara Pengumpulan Data
3.7.2.1 Izin Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dengan memasukan surat izin dari Program
Studi Ilmu Keperawatan STIkes Hang Tuah Pekanbaru dan melaporkan kepada
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu tentang rekomendasi
untuk izin penelitian awal. Setelah itu peneliti langsung meminta izin kepada
Kasubag umum dan kepegawaian, setelah itu diteruskan kebagian Kepala Istalasi
rawat inap untuk izin penelitian ditiga ruangan rawat inap RSUD Petala Bumi
Provinsi Riau. Setelah izin didapatkan barulah peneliti melakukan penelitian.
3.7.2.2 Instrumen Penelitian
Alat pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah berupa
kuesioner dan lembar observasi. Pada kuesioner ini terdapat dari dua kuesioner,
dimana kuesioner yang pertama untuk mengetahui karakteristik responden yang
terdiri dari tanggal pengisian, nama atau inisial, tingkat pendidikan, pelatihan
bangsal. Bagian kedua berisikan supervisi kepala ruangan dan lembar observasi
untuk melihat pelaksanaan handover. Bagian kedua adalah kuesioner ini berisikan
tentang pernyataan untuk mengatahui supervisi kepala ruangan (perencana,
pengarah, pelatih, pengamat, dan penilai) melalui perawat pelaksana, sedangkan
untuk lembaran observasi pada penelitian ini untuk melihat pelaksanaan handover.
a. Supervisi Kepala Ruangan
Untuk mengatahui supervisi kepala ruangan peneliti menggunakan lembar
kuesioner dengan skala Liker dengan total 24 pertanyaan yang terdiri 18
pertanyaan positif yang terdapat di soal no 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8,9, 10, 11, 12, 13,
15, 16, 17, 23, 24, dan 7 pertanyaan negatif yang terdapat di no 4, 14, 18, 19,
20, 21, 22. Kuesioner ini dibuat oleh peneliti sendiri sesuai dengan teori-teori
yang ada dan sesuai dengan komponen konsep supervisi kepala ruangan yang
mengacu pada teori Kuntoro (2010) dan Sitorus (2011) yaitu kepala ruangan
sebagai pengarah, pelatih, pengamat, penilai. Masing-masing terdiri 4 point
31

(tidak pernah, cukup sering, sering, selalu). kemudian diubah nilainya dalam
angka jika pertanyaan positif nilainya yaitu, untuk tidak pernah (TP) nilainya 1,
terkadang (JR) nilainya 2, cukup sering (SR) nilainya 3, sering (SL) nilainya 4.
Sedangkan untuk pertanyan negatif kebalikanya (Suryani & Hendryadi, 2016).
Sedangkan untuk kuesioner yang telah selesai disusun, peneliti terlebih dahulu
melakukan Conten validity langsung kepada pakar manajemen keperawatan
RSUD Arfin Achmad Provinsi Riau yaitu Ns Asmiyati, S.Kep.,MM. Peneliti
melakukan Conten validity sebanyak 2 kali. Pada pertemuan pertama kuesioner
peneliti ada perubahan kata dan pengurangan jumlah pertanyaan yang awalnya
25 menjadi 24 pertanyaan. Pertanyaan yang dikurangi yaitu pertanyan no 1
(supervisi sebagai perencana) dikerenakan untuk supervisi sebagai perencaan
itu tidak bisa dinilai oleh perawat pelaksana. Perencanaan hanya diketahui oleh
pihak kepala ruangan dan manajemen saja, sehingga pertanyaan no 1
dihapuskan. Pada pertemuan kedua dengan total 24 pertanyaan di setujui untuk
penelitian tetapi untuk pola lembar kuesionernya juga diganti yaitu di tuliskan
dan dipisahkan antara supervisi kepala ruangan sebagai perencana, pengarah,
pelatih, pengamat, dan penilai
b. Pelaksanaan Handover
Untuk mengetahui pelaksanaan handover oleh perawat pelaksana peneliti
menggunakan lembar observasi. Lembar observasi ini didapatkan dari SOP
RSUD Petala Bumi Provinsi Riau untuk mengatahui pelaksanaan handover oleh
perawat ruangan, dimana ketika dikatakan baik apabila sesuai dengan SOP dan
dikatakan tidak baik apabila tidak sesuai dengan SOP yang terdiri enam poin
indikator yang telah ditetapkan rumah sakit lima tahun yang lalu. Untuk
menghindari terjadinya keakutan data dalam penelitian ini, maka observasi
terhadap subjek penelitian dilakukan observasi sebanyak tiga kali guna
mendapatkan hasil yang lebih optimal dan yang digunakan sebagai data olahan
yaitu hasil observasi yang ketiga. Observasi dilakukan hanya di dua shift saja
(pagi, siang) diruangan anak penyakit dalam, bedah, dan VIP).
3.8 Pengolahan Data
Dalam proses pengolahan data ini ada beberapa tahapan-tahapan sebagai berikut :
32

3.8.1 Editing
Editin adalah meneliti data yang terkumpul untuk mengataui atau melakukan
klarifikasi, keterbacaan, dan kelengkapan data untuk meningkatkan data yang
hendak diolah dan dianalisis.
3.8.2 Coding
Koding adalah memberikan penomoran pada data mentah secara sistematis
kedalam mesin pengolahan data agar dapat dikelompokan kedalam sejumlah kelas
atau penomoran 1,2,3, dan 4. Untuk mengatahui karakteristik responden bedasarkan
jenis kelamin data dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu laki-laki dan
perempuan 1 untuk kode laki-laki dan 2 untuk perempuan. Untuk mengatahui
karakteristik responden bedasarkan lama bekerja data dikempokan menjadi 3
kelompok yaitu : tingkat 1 (1-3 tahun) diberikan kode 1, tingkat 2 ( >3-5 tahun)
diberikan kode 2, dan tingkat 3(>5 tahun)diberikan kode 3.
Untuk mengatahui karekteristik responden bedasarkan tingkat pendidikan data
dikelompokan menjadi 4 kelompok yaitu SPK diberi kode 1, DIII diberi kode 2, S1
diberi kode 3 dan S2 diberi kode 4. Sedangkan untuk karakteristik responden
pelatihan bangsal dibagi menjadi 2 kelompok yaitu untuk yang ada diberi kode 2,
dan untuk yang tidak ada diberi kode 1. Pengkodean untuk karakteristik responden
lama bekerja dikelompokan menjadi 5 kelompok data bedasarkan klasifikasi
menurut Gillies (1994) yaitu tingkat 1 (0-3 bulan) diberikan kode 1, tingkat 2 (>3-
12 bulan) diberikan kode 2, tingkat 3 (>1-3 tahun) diberi kode 3, tingkat 4 (>3-5
tahun) diberikan kode 4, tingkat 5(>5 tahun) diberi kode 5.
Untuk pengimputan data supervisi kepala ruangan, kode diberikan adalah 1 tidak
pernah, 2 jarang, 3 sering, dan 4 selalu. Sedangkan untuk skor supervisi yang baik 1
dan skor supervisi yang tidak baik 2. Sedangkan untuk mengatahui pelaksanaan
handover kode diberikan kode 1 untuk tidak dilakukan dan 2 dilakukan. Untuk
hasil nya diberi kode 1 untuk sesuai SOP dan 2 untuk tidak sesuai SOP.
3.8.3 Entry
Proses pemasukan data yang telah diubah menjadi kode kedalam mesin
pengolah data yang siap secara sistem dengan aplikasi computer.
3.8.4 Cleaning
33

Cleaning adalah kegiatan memastikan bahwa seluruh data yang dimasukan


kedalam mesin pengolah data sedah sesuai dengan sebenarnya.
3.8.5 Pengolahan data (processing)
Apabila semua data yang dimasukkan telah dikoreksi sehingga tidak terdapat
kesalahan, peneliti selanjutnya memproses data dengan mengelompokkan data
sesuai dengan variabelnya. Kemudian peneliti mengolah data dengan menggunakan
program komputer.

3.9 Analisis Data


3.9.1 Analisis Univariat
Analisis univariat untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap
variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk
data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median, dan standar deviasi.
Analisis pada umumnya dapat menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase
dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010).
Analisis univariat dilakukan untuk menganalisis variabel-variabel kerakteristik
individu. Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan pada variabel penelitian
yang meliputi karakteristik perawat yang terdiri dari jenis kelamin, lama bekerja,
tingkat pendidikan, pelatihan bangsal, serta supervisi kepala ruangan dan
Pelaksanaan handover oleh perawat dengan mengunakan tabel distribusi frekuensi.
3.9.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan dua
variabel yaitu variabel bebas dan variabel terkait. Analisa data dilakukan dengan
Chi Square, untuk mengatahui terdapat hubungan yang bermakna antara variabel
bebas dan variabel terikat maka menggunakan P value yang dibandingkan dengan
tingkat kesalahan yang digunakan yaitu 5% atau 0,05 dan Apabila Pvalue≤ 0,05
maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan yang signifikan antara
variabel bebas dengan variabel terikat. Pvalue < 0,05, Ha ditolak berarti ada
hubungan yang signifikan antara supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan
handover.
34

3.10 Etika Penelitian


Mengingat penelitian ini berhubungan lansung dengan perawat, maka dari itu
harus memperhatikan etika dalam penelitian antara lain:
3.10.1 Informed Consent (lembar persetujuan responden)
Lembar persetujuan akan diberikan kepada responden yang menjadi subjek
penelitian, serta akan menjelaskan maksud dan tujuan dari dilakukannya penelitian
ini. Setelah responden tahu akan maksud dan tujuan sampai akhirnya bersedia
menjadi responden dari penelitian ini. Namun jika responden menolak maka
peneliti tidak akan memaksa dan akan menghormati hak-hak responden.
3.10.2 Anonymity (Tanpa nama)
Peneliti akan menjaga kerahasian dari responden dengan tidak menulis nama
responden pada lembar pengumpulan data, melainkan hanya menulis nama inisial
pada lembar pengumpulan data sebagai bentuk dari hak hak responden.
3.10.2 Confidentiality (kerahasian)
Penelitian menjamin kerahasian responden, hanya data tertentu yang akan
dilaporkan sebagai hasil riset.
35

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Bab IV ini menguraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan
supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan handover di ruangan rawat inap RSUD
Petala Bumi Provinsi Riau. Bedasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada
tanggal 15 Juni 2018 s/d 26 Juni 2018 terhadap 40 responden, selanjutnya dilakukan
analisis statistik melalui dua tahapan yaitu dengan menggunakan analisis univariat dan
bivariat dari penelitian diperoleh sebagai berikut :
4.1.1 Analisis Univariat
4.1.1.1 Karekteristik Responden
Berdasarkan hasil kuesioner yang telah dikumpulkan dari 40 responden diperoleh
data demografi dapat dilihat dari tabel 4.1
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Bedasarkan Karakteristik Perawat Pelaksana di
Ruangan Rawat Inap RSUD Petala Bumi Provinsi Riau

Total
Karakteristik (N=40)
Frekuensi Presentase(%)

Jenis kelamin
- Laki-Laki 6 15%
- Perempuan 34 85%
Pendidikan
- S1 17 42,5%
- Diploma III 23 57,5%

Lama bekerja
- Tingkat 2(3-5 tahun) 3 7,5%
- Tingkat 3(>5 tahun) 37 92,5 %
Pelatihan Bangsal
- Pernah 3 7,5%
- Tidak Pernah 37 92,5%

Berdasarkan tabel 4.1 diatas, diperoleh bahwa mayoritas perawat pelaksana di tiga
ruangan rawat inap (anak penyakit dalam, bedah dan vip) RSUD Petala Bumi Provinsi
Riau berjenis kelamin perempuan sebanyak 34 orang (85%). Berdasarkan pendidikan
36

perawat pelaksananya yaitu Diploma III Keperawatan, yang berjumlah 23 orang


(57,5%). Berdasarkan lama bekerja lebih banyak berada pada tingkat 3 yaitu >5 tahun
yaitu sebanyak 37 orang (92,5%). Sementara pelatihan bangsal manyoritas banyak
yang belum pernah diikuti yaitu 37 orang (92,5%).

4.1.1.2 Supervisi Kepala Ruangan


Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Supervisi Kepala Ruangan

No Supervisi Kepala Ruangan Frekuensi (%)


1 Baik 23 57,5
2 Tidak Baik 17 42,5
Jumlah 40 100

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat 23 orang (57,5%) responden menyatakan


supervisi kepala ruangan baik.
4.1.1.3 Pelaksanaan Handover
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Pelakanaan handover

No Pelaksanaan Handover Frekuensi (%)


1 Sesuai SOP 16 40,0
2 Tidak Sesuai SOP 24 60,0
Jumlah 40 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebanyak 24 orang (60%) responden
melaksanakan handover tidak sesuai SOP.
4.1.2 Analisis Bivariat
Setelah diketahuinya karekteristik responden, supervisi kepala ruangan dan
pelaksanaan handover, dilanjutkan dengan pengolahan data dan anlisis data bivariat
yaitu untuk mengatahui hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan
handover di ruangan rawat inap RSUD Petala Bumi Provinsi Riau dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
37

Tabel 4.4
Supervisi Kepala Ruangan Dengan Pelaksanaan Handover di ruangan rawat inap RSUD
Petala Bumi Provinsi Riau

Pelaksanaan Handover di
Surpervisi Kepala ruangan rawat inap
Ruangan Total P
Sesuai Tidak Sesuai
Value
SOP SOP

N % N % N %
Baik 13 56,5 3 17,6 16 40,0 0,013

Tidak baik 10 43,5 14 82,4 24 60,0

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa dari 16 orang yang menyatakan supervisi
kepala ruangan baik, 13 orang (56,5%) melaksanakan handover sesuai SOP, 3 orang
(17,6%) melaksanakan handover sesuai SOP. Sedangkan dari 24 orang (60%)
menyatakan bahwa supervisi kepala ruangan tidak baik dan pelaksanaan handover
sesuai SOP sebanyak 10 orang (43,5%) dan 14 orang (82,4%) supervisi kepala ruangan
tidak baik dan pelaksanaan handover tidak sesuai SOP.
Dari hasil analisa bivariat menggunakan Chi Square yang telah dilakukan, diperoleh
hasil p value 0,013. Dari hasil tersebut diketahui p< α(0,05), sehingga H0 ditolak. Maka
dari itu dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara supervisi kepala
ruangan dengan pelaksanaan handover.
4.2 Pembahasan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka selanjutnya peneliti akan membahas
hasil penelitian tersebut.
4.2.1 Analisis Univariat.
4.2.1.1 Karakteristik Responden
a. Jenis Kelamin
Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Petala Bumi Provinsi Riau bahwa dari 40
orang sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 34 orang
(85,0%) dan 6 orang (15,0%) berjenis kelamin laki-laki. Purnamasari, Erwin dan
Jumaini (2014), tentang hubungan supervisi kepala ruangan dengan motivasi kerja
perawat di ruang rawat inap RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau mengatakan lebih
38

banyak perawat pelaksana jenis kelamin perempuan dibanding laki-laki yaitu sebanyak
38 orang (88,4%) dari 43 perawat yang diteliti.
Menurut Asmadi, (2008) mengatakan bahwa keperawatan lebih dikenal dengan
sebuah istilah yang melekat padanya sebagai mother instinct, karena berawal dari
dorongan naluriah seperti naluri keibuan, naluri dalam memberikan perlindungan dan
sosial yang tinggi. Dibandingkan dengan laki-laki, perempuan secara tabiat lebih intuitif
(lebih peka) atau lebih mengemukakan perasaan, sehingga sebagai suatu pekerjaan yang
didasarkan atas naluri keperawatan banyak dilakukan dan diminati oleh perempuan.
Wanita dalam bekerja akan lebih cenderung menggunakan perasaan dibandingkan laki-
laki. Hal ini sesuai dengan sejarah awal dari profesi keperawatan Florence Nighttingale
yang identik dengan pekerjaan yang didasari oleh kasih sayang, kelembutan seorang ibu
atau perempuan (Potter & Perry, 2010). Dunia keperawatan memiliki ciri khas mother
instinct yang artinya menuntut seseorang memiliki jiwa keibuan. Jiwa keibuan biasanya
dimilki oleh perempuan, sehingga dalam bekerja perempuan akan lebih mengutamakan
perasaan mereka dibandingkan dengan laki-laki yang biasanya cenderung bekerja
dengan logika.
b. Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 40 orang responden didapatkan
bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan Diploma III 23 orang
(57,5%) dan Sarjana sebanyak 17 orang (42,5%). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Maulani & Dasuki (2017), mengatakan bahwa tingkat
pendidikan perawat pelaksana lebih banyak dijenjang pendidikan diploma (DIII)
keperawatan yaitu 58 orang (92,1%) dibandingkan dengan yang telah menempuh
jenjang SI keperawatan yaitu sebanyak 10 orang (22,7%).
Menurut Siagan (2005) dalam Purnamasari (2014), semakin tinggi pendidikan
sesorang maka semakin tinggi pula pemahaman terhadap tugas yang diemban, karena
dalam pendidikan akan memberikan wawasan yang luas kepada seseorang agar dapat
meningkatkan kemampuan kulitas kerja mereka. Menurut Triwibowo (2013) pendidikan
adalah salah satu faktor yang dapat mempengaharui baik buruk dari pelaksanaan
handover selain dari komunikasi, pengalaman, lingkungan yang tidak kondusif,
kepemimpinan, serta budaya organisasi yang tidak peduli atas keselamatan pasien,
39

Dari hasil penelitian mengatakan bahwa lebih banyak perawat yang masih dalam
jenjang pendidikan Diploma III keperawatan dibandingkan dengan program pendidikan
S1 ners. Tingkat pendidikan mempengaruhi baik buruknya dari pelaksanaan handover
tetapi berbeda dengan dua tingkatan ini karena telah diakui sebagai perawat di
indonesia. Menurut SK Mendikbud No.056/U/1994 program D III keperawatan
menghasilkan perawat vokasional (ahli madya keperawatan) yang memilki tingkah laku,
dan kemampuan profesional, akuntabel dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Sedangkan profesi keperawatan S1 ners lebih dikenal dengan perawat ilmuan ( sarjana
keperawatan profesional) yang dibekali dengan sikap, tingkah laku, kemampuan
profesional, serta akuntabel untuk melaksanakan asuhan keperawatan secara mandiri
dan memiliki landasan keilmuan yang kokoh dari pada lulusan D III.
Dari itu dapat disimpulkan bahwa pendidikan D III dan S1 ners tidak memiliki
hubungan dengan pelaksanaan handover, karena banyak hal lain yang membuat D III
keperawatan mampu melaksanakan handover dengan baik seperti pengalaman bekerja
yang sudah lama. Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan DIII dibentuk sebagai
perawat yang ahli dalam bekerja serta dengan terpaparnya pekerjaan handover yang
dijadikan rutinitas perawat setiap harinya dalam jangka waktu yang lama bisa membuat
pelaksanaan handover menjadi bagus bagi perawat DIII.
c. Lama Bekerja
Bedasarkan hasil penelitan mayoritas perawat bekerja lebih dari 5 tahun yaitu
sebanyak 37 (92,5%). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa hampir separuh dari
responden memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun. Purnamasari, Erwin dan Jumaini
(2014), telah melakukan penelitian bahwa sebanyak 26 orang (60,5%) perawat
pelaksana di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau telah bekerja selama lebih dari lima
tahun.
Pengalaman perawat pelaksana dapat mempengaruhi baik buruknya pelaksanaan
handover, perawat pemula dengan perawat ahli akan memilki kebutuhan atau
kemampuan yang berbeda. Seperti perawat pemula akan membutuhkan atau
memerlukan informasi tambahan yang lebih selama handover, dibandingkan dengan pe
rawat yang ahli. Informasi ini bisa didapatkannya melalui bimbingan, orientasi, dan
dukungan dari perawat ahli. Selain itu juga bisa didapatkan dengan program pendidikan
40

yang berkelanjutan atau pelatihan tentang strategi pelaksanaan handover ( Triwibowo,


2013). Masa kerja yang lama akan cenderung membuat induvidu lebih merasa nyaman
dalam lingkungan pekerjaan. Hal ini disebabkan telah beradaptasi dengan lingkungan
yang cukup lama dan semakin berpengaruh pada tingkat kedisiplinan dalam
melaksanakan handover. Menurut Oktafiani (2009) durasi masa kerja yang lama juga
akan membentuk pola kerja yang efektif, karena dari berbagai masalah atau kendala
yang muncul akan dapat dikendalikan berdasarkan pengalaman sehingga individu yang
berpengalaman serta beradaptasi yang lama dapat menyelesaikan tugas dengan sebaik-
baiknya.
d. Pelatihan Bangsal
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 40 orang responden
didapatkan bahwa sebagian besar responden banyak yang tidak ada mengikuti pelatihan
bangsal dibandingkan dengan yang telah mengikuti pelatihan yaitu sebanyak 3 orang
(7,5%) dan 37 orang (92,5%) yang tidak pernah mengikuti pelatihan bangsal. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kasenda, Maramis dan Tumbol
(2011) responden yang pernah mengikuti pelatihan hanya 4 orang dan yang tidak pernah
23 orang. Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa untuk meningkatkan kemampuan
seseorang perlu dilakukan pelatihan. Seharusnya program pelatihan diberikan kepada
perawat dalam mendukung keterampilannya dalam memberikan proses keperawatan,
baik kepada perawat yang baru maupun yang sudah lama agar dapat menghadapi stuasi-
stuasi yang selalu berubah seiring perkembangan zaman.
Menurut peneliti pelatihan bangsal ada hubungan dengan pelaksanaan handover,
karena dari seluruh responden yang diteliti hanya 3 orang yang pernah mengikuti
pelatihan bangsal dan untuk pelaksanaan handover diruangan rawat inap RSUD Petala
Bumi Provinsi Riau juga lebih banyak tidak sesuai SOP yang telah ditetapkan. Menurut
Dewi (2012) setelah dilakukan pelatihan timbang terima pasien (handover) kepada
perawat pelaksana di RSUD Raden Mattaher Jambi terjadi peningkatan penerapan
keselamatan pasien secara signifikan dari pada sebelumnya. Pelatihan handover
dilakukan sebagai upaya untuk mengintegrasikan keselamatan pasien dalam bentuk
pemeriksaan keselamatan pasien untuk menghindari kesalahan yang dapat terjadi, serta
41

mengurangi kerugian yang dialami pasien akibat adanya ketidakpuasan dari pelayanan
yang diberikan seperti menurunya angaka KNC dan KTD.
4.2.1.2 Supervisi Kepala Ruangan
Berdasarkan hasil anilisis univariat terhadap 40 orang responden yang diteliti
didapatkan bahwa, yang menganggap supervisi kepala ruangan baik yaitu 23 orang
(57,5%). Supervisi adalah suatu proses pengawasan dari atasan terhadap pelaksanaan
kegiatan, guna untuk memastikan suatu kegiatan tersebut berjalan sesuai tujuan
organisasi dan standar yang telah ditetapkan (Keliat, 2012). Menurut Suarli dan Yanyan
(2009), supervisi akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja kinerja perawat
pelaksana akan menjadi lebih baik, apabila kegiatan supervisinya dilakukan dengan baik
juga. Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga terjalin kerja sama
yang baik antara atasan dan bawahan, terutama pada waktu melaksanakan upaya
penyelesaian masalah untuk lebih mengutamakan kepentingan bawahan (Triwibowo,
2013).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hastuti, (2014) mengatakan
bahwa presepsi perawat pelaksana terhadap supervisi kepala ruangan yang baik
sebanyak 52 orang (64,7%). Supervisi akan memiliki manfaat seperti, dapat
meningkatkan efektivitas kerja yang berhubungan dengan meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang
lebih harmonis antara atasan dengan bawahan apabila dilakukan secara berkala dan
tidak boleh dilakukan hanya satu kali saja (Nursalam, 2013). Penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Marliwati (2016), dari 44 responden diketahui
24 responden (54,5%) menyatakan supervisi baik.
Menurut Sitorus (2011) dan Kuntoro (2010) mengatakan bahwa peran kepala
ruangan terdari dari sebagai Perencana, pengarah, pelatih, pengamat, dan penilai.
Bedasarkan hasil penelitian dari 40 responden yang diteliti, diketahui bahwa persentase
tertinggi responden yang menyatakan peran supervisi kepala ruanganan yang paling
baik adalah peran supervisi kepala ruang sebagai penilai yaitu sebesar 70%. penelitian
ini mengungkapkan bahwa peran supervisi kepala ruang sebagai penilai terhadap
pelaksanaan handover sudah baik tetapi masih ditemukan peran peran lain yang masih
tidak baik seperti peran kepala ruangan sebagai pengarah dan pengamat.
42

Responden yang menyatakan persentase tertinggi yang menyatakan peran supervisi


kepala ruangan kurang baik adalah peran supervisi kepala ruangan sebagai pengarah
dan pengamat yaitu 45%. Dari hasil penelitian, peran supervisi sebagai pengarah terkait
pelaksanaan handover masih tidak baik, semua ini sangat berpengaruh sekali terhadap
kinerja perawat pelaksana dalam melakukan asuhan keperawatan. Apabila dalam
melakukan supervisi pengarahan yang diberikan kepala ruangan tidak baik, akan dapat
menyebabkan keselamatan pasien terancam, karena perawat mengalami kesulitan dan
menjadi tidak terarah dalam melakukan pelaksanaan handover dan juga akan berimbas
terhadap kualitas pelayanan keperawatan dapat menurun. Menurut Kuntoro (2010),
kemampuan kepala ruangan dalam memberikan supervisi sangat perlu dalam
memberikan pengarahan yang baik, karena arahan yang diberikan kepala ruangan akan
dijadikan sebagai pedoman oleh perawat pelaksana dalam memberikan asuhan
keperawatan. Pada saat perawat mengalami kesulitan maka kepala ruangan
berkewajiban memberikan arahan dan tetap melibatkan perawat dalam penanganan
masalah tersebut.
Selain itu, hasil penelitian juga menunjukan bahwa supervisi kepala ruangan sebagai
pengamat terkait pelaksanaan handover masih tidak baik. Dalam melaksanakan
handover yang dilakukan oleh perawat pelaksana setiap pergantian shift kepala ruangan
harus mengamati setiap perkembangan baik kualitas handover maupun kedisiplinan
waktu dari perawat pelaksana, apabila ditemukan penurunan kualitas kepala ruangan
bisa mencari solusi dari hasil pengamatan yang dilakukan yang initinya kepala ruangan
harus ikut secara langsung dalam pelaksanaan handover. Supervisi kepala ruangan
didapatkan tidak baik karena menurut sebagian besar kepala ruangan jarang mengikuti
handover serta tidak ada memiliki jadwal khusus untuk supervisi handover di ruang
rawat inap rumah sakit.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peran kepala ruangan sebagai penilai
sudah baik namun sebagai pengarah dan pengamat tidak baik. Dari hasil penelitian
didapatkan bahwa kepala ruangan tidak terlibat dalam pelaksanaan dalam setiap
handover, maka wajar saja dalam penilaian bagus tetapi peran kepala ruangan sebagai
pengarah dan pengamat tidak baik. Kepala ruangan sering tidak hadir dalam handover
dan bagaimana ia akan mengamati dan mengarahkan pelaksanaan handover yang
43

berlansung sedangkan kepala ruangan tidak hadir. Menurut Nursalam (2013),


mengatakan bahwa kepala ruangan selain merencanakan jadwal wajib dan hadir untuk
membuka overan serta memberikan arahan dari hasil pengamatan secara langsung dan
menilai kinerja perawat pelaksana dlam melakukan handover.
4.2.1.3 Pelaksanaan Handover
Dari hasil analisis didapatkan 24 orang (60%) responden yang melakukan
pelaksanaan handover sesuai SOP. Handover adalah salah satu bentuk komunikasi
efektif perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien yang dirancang
sebagai salah satu metode untuk memberikan informasi yang relevan antar perawat
setiap pergantian shift baik tentang kondisi pasien terkini, tujuan pengobatan, rencana
perawatan serta menentukan prioritas pelayanan (Nursalam, 2014).
Pelaksanaan handover di ruangan rawat inap RSUD Petala Bumi Provinsi Riau
tersebut menerapkan handover secara verbal dan bedside handover, dimana
pelaksanaanya dilakukan di dua tempat yaitu di nurse station dan langsung melibatkan
pasien dalam overannya di tepi tempat tidur pasien untuk mengobservasi lansung
kondisi pasien. Menurut Triwibowo (2013), handover dibagi menjadi tiga macam
diantaranya handover secara verbal yang dilakukan di nurse station, tape handover
(rekaman), dan bedside handover yang melakukan overan disamping tempat tidur
pasien.
Disamping itu, hasil penelitian juga menunjukan bahwa persentase pelaksanaan
handover yang paling banyak dilakukan oleh perawat adalah membahas permasalahan
yang ada sewaktu atau sebelumnya baik pasien dan fasilitas ruangan yaitu 85%.
Menurut Dewi, (2012) berdasarkan kajian data rumah sakit penyebab utama terjadinya
KTD dan KNC adalah kesalahan dalam menyampaikan informasi atau kominikasi.
Handover bertujuan untuk menyampaikan kondisi atau keadaan pasien secara umum
baik itu perkembangan kesehatannya, terapi yang telah dilaksanakan atau yang belum
dilakukan sehingga terjadinya diskusi tentang pasien, dari perawat perawat dinas
sebelumnya kepada perawat yang dinas berikutnya ( Nursalam, 2011).
Sementara itu, persentase pelaksanaan handover yang paling banyak tidak dilakukan
oleh perawat adalah semua perawat mengoverkan pasien langsung ke ruangan dan
samping tempat tidur pasien sambil memperkenalkan diri perawat dan menanyakan
44

keluhan pasien yaitu 40%. Handover juga dilakukan di ruang rawat pasien, maka
seluruh perawat yang bertugas bersama-sama melihat ketempat tidur pasien untuk
mengklarifikasi dan menvalidasi data secara lansung kepada pasien agar data yang
didapatkan benar benar akurat dan pesian mengetahui perawat yang akan bertugas
selanjutnya (Nursalam, 2011). Menurut Alvarado (2008), ketidakakuratan informasi
tentang pasien atau tidak validnya data yang diterima bisa berdampak serius pada pasien
seperti kesalahan pemberian dosis obat, pasien akan berisiko jatuh dan kesalahan
pemberian tindakan karena salah pasien, hal ini yang tergolong dalam KTD dan KNC.
Jika pelaksanaan handover tidak dilakukan di tepi tempat tidur pasien dan tampa
memperkenalkan perawat yang akan dinas berikutnya kepada pasien ini akan memicu
hal hal yang tidak diinginkan yang akanmembuat keselahan terapi dan menurunkan
kualitas keselamatan pasien di ruangan rawat pasien.
Menurut peneliti pelaksanaan handover di ruangan rawat inap RSUD Petala Bumi
Provinsi Riau masih tidak sesuai SOP yang telah ditetapkan rumah sakit. Apabila hal ini
masih tidak dilakukan pembaharuan akan berefek pada keselamatan pasien. SOP telah
ditetapkan sejak lima tahun yang lalu tetapi ketersediannan SOP ini tidak
tersosilisasikan kepada masing- masing perawat yang dinas di tiga ruangan tersebut.
Dari hasil observasi didapatkan bahwa lembar SOP ini hanya dimiliki oleh satu kepala
ruangan saja yaitu pada bangsal bedah dan itu berada pada kepala ruangan saja bukan
pada perawat pelaksana, sedangkan pelaksanaan handover itu dilaksanakan oleh
perawat pelaksna juga, jadi wajar saja ditemukan pelaksanaan handover tidak sesuai
SOP yang telah ditetapkan. Dewi (2012), baik buruknya pelaksanaan handover dapat
mempengaharui patient safety. Keselamatan pasien akan meningkat dengan adanya
pelaksanaan handover yang baik.
4.2.2 Hubungan Supervisi Kepala Ruangan Dengan Pelaksanaan Handover
Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Petala Bumi Provinsi Riau
didapatkan hasil yaitu perawat yang mendapatkan supervisi baik dari kepala ruangan
melakukan pelaksanaan handover sesuai SOP yaitu 13 orang (56,5%) dan yang tidak
sesuai SOP pelaksanaan handover sebanyak 10 orang (43,5%). Sedangkan yang
mendapatkan supervisi tidak baik dari kepala ruangan namun pelaksanaan handover
sesuai SOP 3 orang (17,6%), yang mendapatkan supervisi dari kepala ruangan tidak
45

baik dan pelaksanaan handovernya tidak sesuai SOP sebanyak 14 orang (82,4%). Dari
uji statistik bivariat menggunakan Chi Square yang telah dilakukan, diperoleh hasil p
value 0,013. Dengan demikian p< α(0,05) berarti menunjukan ada hubungan antara
supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan handover oleh perawat pelaksana.
Penelitian ini menunjukan bahwa supervisi sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan
handover perawat pelaksana, dengan dilakukan supervisi oleh kepala ruangan, perawat
akan merasa diawasi dan didampingi dalam melakukan pelaksanaan handover.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Istiningtyas dan
Wulandari (2018), menyatakan ada hubungan antara kepemimpinan (supervisi) kepala
ruangan dengan pelaksanaan handover. Menurut Nursalam (2010), Kepala ruangan
dalam pelaksanaan handover harus ikut berperan aktif terlibat didalamnya dimulai dari
tahap persiapan, pelaksanaan hingga evaluasi dan pendokumentasian. Supervisi akan
mencapai kegunaan yang tinggi apabila kegiatannya dilakukan melalui tiga prinsip
hubungan kemanusian yaitu pengakuan dan penghargaan, objektivitas, serta
kesejawatan.
Hasil dari penelitian yang dilakukan peneliti juga menemukan bahwa supervisi telah
dilakukan tetapi masih ditemukan pelaksanaan handover tidak sesuai SOP rumah sakit
yaitu sebanyak 10 orang (43,5%). Menurut Nursalam, (2010) banyak faktor yang
mempengaharui pelaksanaan handover. Selain faktor kepemimpinan ada faktor lain
yang menyebabkan baik dan buruknya pelaksanaan handover yaitu komunikasi dalam
handover, pengetahuan dan pengalaman, lingkungan yang kondusif, budaya organisasi,
dan yang terpenting tanggung jawab dari anggota pelaksanaan handover. Adapun
pelaksanaan handover yang tidak dilakukan sesuai SOP yang ada yaitu handover tidak
dilakukan disamping tempat tidur pasien. Jika seandainya pelaksanaan handover tidak
mengikuti SOP yang telah ditetapkan akan menjadi pemicu terjadinya kesalahan
informasi yang akan mengakibatkan keselamatan pasien terancam sehingga pasien
merasa dirugikan dan kualitas pelayanan keperawatan rumah sakit bisa menjadi
menurun. Menurut Triwibowo, (2013) menurunnya kualitas pelayanan asuhan
keperawatan akan memicu peningkatan angka KTD dan KNC yang merupakan suatu
kejadian akibat dari melaksanakan suatu tindakan, atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera yang terjadi tidak serius
46

karena keberuntungan, seperti pasien mendapatkan obat kontra indikasi tetapi tidak
menimbulkan reaksi obat yang fatal.
Menurut JE Thompson, (2011) telah merekomendasikan beberapa hal yang bisa
meningkatkan handover di rumah sakit yaitu dengan melakukan setingan waktu dan
tempat yang nyaman untuk berdiskusi, sesi pelatihan, peralatan yang mendukung, dan
supervisi dari atasan. Supervisi sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan handover oleh
perawat pelaksana, dengan dilakukanya supervisi oleh kepala ruangan dengan itu
perawat pelaksana merasa lebih diawasi dalam pelaksanaan handover. Kemampuan
kepala ruangan dalam memberikan arahan yang baik sangat diperlukan saat melakukan
supervisi. Pengarah yang diberikan oleh kepala ruangan merupakan pedoman perawat
dalam bekerja sehingga perawat lebih terarah dalam memberikan tindakan keperawatan
pasien (Khadijjah, 2012).
Terkait dengan permasalahan yang ditimbulkan oleh pelaksanaan handover tidak
sesuai SOP yang telah ditetapkan seperti masalah peningkatan KTD dan KNC. Maka
dengan adanya supervisi dari kepala ruangan akan membuat perawat pelaksana
melakukan handover sesuai dengan SOP yang ada, karena dalam melakukan supervisi
kepala ruangan hadir secara langsung dalam setiap kegiatan handover dan perawat
pelaksana juga merasa bahwa mereka diawasi langsung oleh kepala ruangan, sehingga
perawat pelakasana bekerja dengan penuh tangggung jawab. Menurut Sitorus (2011),
peran kepala ruangan dalam supervisi dibagi menjadi empat yaitu sebagai perencana,
pengarah, pelatih, pengamat dan penilai. Nursalam (2010), pelaksanaan supervisi salah
satunya secara langsung yaitu kepala ruangan langsung terlibat dalam proses
pelaksanaan kegiatan tersebut, agar proses pengarahan dan pemberian petunjuk dapat
dialakukan pada saat itu juga. Supervisor juga bisa melihat langsung keahlian dan
tingkat kemampuan yang dimiliki bawahan dan jika ditemukan maslah bisa segera
diberikan solusinya
4.3 Keterbatatasan penelitian
Peneliti menyadari terdapat banyak kekurangan dalam proses pelaksanaan penelitian
ini. karena setiap penelitian tidak akan terlepas dari keterbatasan yang dapat
mempengaharui kualitas hasil, hal ini dapat diperkecil dengan cara mengoptimalkan
kualitas dan kuantitas data. Pada penilitian ini terdapat keterbatasan antara lain :
47

4.3.1 Peneliti hanya mengobservasi sebagian perawat pelaksana sebagian penerima


overan saja.
4.3.2 SOP yang digunakan tidak dipublikasikan kepada perawat pelaksana, sehingga
sulit untuk menilai pelaksanaan handover pada perawat pelaksana

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Bedasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa diruang rawat inap anak
penyakit dalam, bedah, VIP RSUD Petala Bumi Provinsi Riau mayoritas perawat
pelaksana berjenis kelamin perempuan, pendidikan diploma III keperawatan dengan
lama bekerja lebih dari 5 tahun, dan banyak yang belum pernah mengikuti pelatihan
bangsal. Perawat pelaksana menyatakan supervisi kepala ruangan baik dan pelaksanaan
handover tidak sesuai SOP. Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa terdapat
hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan handover oleh perawat
48

pelaksana. Hasil penelitian menunjukan bahwa apabila supervisi kepala ruangan baik
akan membuat perawat pelaksana melakukan pelaksanaan handover sesuai SOP.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi RSUD Petala Bumi Provinsi Riau
Diharapkan manajemen rumah sakit untuk supaya bisa lebih menerangkan atau
mensosialisasikan isi SOP handover rumah sakit secara rinci kepada perawat
pelaksana.
5.2.2 Bagi Perawat
Kepala ruangan diharapkan dapat meningkatkan peran supervisinya terutama dalam
pelatihan agar dapat meningkatkan kinerja perawat pelaksana. Bagi perawat pelaksana
diharapkan dapat menjalankan dan mengikuti handover sesuai SOP yang telah
ditetapkan rumah sakit.
5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya dapat melaksanakan penelitian dengan variabel yang
berbeda, hubungan pengakaman kepala ruangan dengan pelaksanaan supervisi.
5.2.4 Bagi STIkes Hang Tuah Pekanbaru
Bagi intitusi pendidikan diharapkan dapat, memperkaya referensi tentang ilmu
manajemen keperawatan dalam proses pembelajaran keperawatan. Seiring dengan itu
maka tingkat kualitas pendidikan di intitusi diharapkan semakin baik kedepannya.

3.11 Jadwal Penelitian

Table 3.2
Jadwal Penelitian

Tahun 2017 Tahun 2018


No Kegiatan
Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli
1 Pembuatan proposal
2 Seminar proposal
3 Perbaikan proposal
4 Pengumpulan data
49

5 Pengolahan data
6 Penulisan skripsi
7 Ujian skripsi

You might also like