You are on page 1of 50

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker payudara merupakan masalah kesehatan yang penting, karena


mortalitas dan morbiditasnya yang tinggi. Jumlah kasus kanker payudara di dunia
menduduki peringkat kedua setelah kanker servkis, di samping itu kanker
payudara menjadi salah satu pembunuh utama wanita di dunia dan adanya
kecenderungan peningkatan kasus baik di dunia maupun di Indonesia.
Diperkirakan 7,4 juta orang meninggal di dunia pada tahun 2004 karena kanker,
1,3 juta kasus baru dan diperkirakan 458.000 dilaporkan meninggal pada tahun
2008 dan jika hal ini berlanjut maka pada tahun 2015, 83,2 juta orang akan
meninggal karena kanker.(1,3)

Insidens kanker payudara di Asia meningkat dengan cepat jika


dibandingkan dengan daerah Barat.(2) Berdasarkan International Agency on
Research in Cancer, kanker payudara lebih banyak ditemukan pada wanita di
Indonesia dan Malaysia. Umur rata-rata pada kedua negara tersebut hampir sama
yakni 36,2 per 100.000 penduduk di Indonesia berbanding dengan 37 per 100.000
penduduk di Malaysia dengan angka kematian 18,6 per 100.000 di Indonesia
berbanding 14,7 per 100.000 di Malaysia.(10)

Penyebab kanker payudara belum diketahui, diperkirakan mutifaktorial.


Selain adanya defek pada gen BRCA1 dan BRCA2, masih banyak kelainan yang
pada prinsipnya meningkatkan aktifitas proliferasi sel serta kelainan yang
menurunkan atau menghilangkan regulasi kematian sel. Selain itu terdapat juga
faktor usia, riwayat keluarga, hormon, terekspose radiasi, penggunaan terapi
pengganti hormon yang lama setelah menopause.(1,5)

Sekitar 40% pasien dengan kanker payudara akan berkembang dan


bermetastasae. Kebanyakan metastase baru bermanifestasi pada lima tahun
pertama setelah didiagnosis, tetapi kekambuhan dapat terjadi pada 10-20 tahun
setelah didiagnosis penyakit primernya.(6) Munculnya kekambuhan berkaitan

1
dengan ukuran lesi primer dan nodul yang muncul. Untuk itu diperlukan terapi
yang optimal di mana dibutuhkan pendekatan multidispliner yang meliputi,
operasi, radiasi dan ahli bedah tumor, diagnostik radiologi dan patologi serta
terapi pendukung lainnya seperti terapi psikososial.(8)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Mammae


Payudara merupakan suatu kelompok kelenjar-kelenjar besar yang
berasal dari epidermis, yang terbungkus dalam fascia yang berasal dari dermis,
dan fascia superficial dari permukaan ventral dada. Puting susu sendiri
merupakan suatu proliferasi lokal dari stratum spinosum epidermis.(1)
Selama bulan kedua kehamilan, dua berkas lapisan tebal ectoderm muncul
pada dinding depan tubuh terbentang dari aksila ke lipat paha. Dua berkas ini
adalah milk line dan melambangkan jaringan kelenjar mamma yang potensial.
Pada manusia, hanya bagian pectoral dari berkasi ini yang akan menetap dan
akhirnya berkembang menjadi kelenjar mamma dewasa. Kadang-kadang,
jaringan payudara yang tersisa atau bahkan fungsional dapat muncul dari
bagian lain dari milk line.(1)

Gambar 2.1 A. Milk line dari embrio mamalia secara umum, kelenjar mammae
terbentuk sepanjang garis ini. B. Tempat umum terbentuknya kelenjar
mammae(1)

3
Gambar 2.2 Pembentukan payudara A-D; stadium pembentukkan kelenjar dan
sistem duktus berasal dari epidermis. Septa jaringan ikat berasal dari
mesenkim dermis. E. Eversi putting menjelang kelahiran(1)

2.2 Anatomi Mammae


Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari
dinding depan dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah
atas sampai iga keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas
medialnya sampai ke garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya. Duapertiga
dasar tersebut terletak di depan M.pectoralis major dan sebagian M.serratus
anterior. Sebagian kecil terletak di atas M.obliquus externus.(1) Setiap
payudara terdiri atas 12 sampai 20 lobulus kelenjar yang masing-masing
mempunyai saluran ke papilla mamma, yang disebut duktus laktiferus. Di
antara kelenjar susu dan fasia pektoralis, juga di antara kulit dan kelenjar
tersebut mungkin terdapat jaringan lemak. Di antara lobules tersebut ada
jaringan ikat yang disebut ligamentum cooper yang memberi rangka untuk

4
payudara. Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang a.perforantes
anterior dari a. mamaria interna, a.torakalis lateralis yang bercabang dari
a.aksilaris, dan beberapa a.interkostalis.(1)

Persarafan kulit payudara diurus oleh cabang pleksus servikalis dan


n.interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri diurus oleh saraf simpatik.
Ada beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubungan dengan penyulit
paralisis dan mati rasa pascabedah, yakni N.interkostobrakialis dan
N.kutaneus brakius medialis yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan
bagian medial lengan atas. Pada diseksi aksila, saraf ini sedapat mungkin
disingkirkan sehingga tidak terjadi mati rasa di daerah tersebut.(1)

N.pektoralis yang mengurus M.pektoralis mayor dan minor,


N.torakodorsalis yang mengurus M.latisimus dorsi, dan N.torakalis longus
yang mengurus M.serratus anterior sedapat mungkin dipertahankan pada
mastektomi dengan diseksi aksila.(1,2)

Penyaliran limfe dari payudara kurang lebih 75% ke aksilla, sebagian


lagi ke kelenjar parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial dan
ada pula penjalaran yang ke kelenjar interpektoralis. Pada aksila terdapat rata-
rata 50 (berkisar dari 10 sampai 90) buah kelenjar getah bening yang berada
di sepnjang arteri dan vena brakialis. Saluran limfe dari seluruh payudara
menyalir ke kelompok anterior aksila, kelompok sentral aksila, kelenjar aksila
bagian dalam, yang lewat sepanjang v.aksilaris dan yang berlanjut langsung
ke kelenjar servikal bagian kaudal dalam di fossa supraklavikuler.(1)

Jalur limfe lainnya berasal dari daerah sentral dan medial yang selain
menuju ke kelenjar sepanjang pembuluh mammaria interna, juga menuju ke
aksila kontralateral, ke m.rektus abdominis lewat ligamentum falsiparum
hepatis ke hati, pleura, dan payudara kontralateral.(1)

5
Gambar 2.3 Anatomi mammae(1)

Gambar 2.4 Saraf-saraf perifer penting yang ditemukan selama


mastectomy(1)

6
2.3 FISIOLOGI MAMMAE
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi
hormone. Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa
pubertas, masa fertilitas sampai ke klimakterium, dan menopause. Sejak
pubertas pengaruh estrogen dan progesterone yang diproduksi ovarium dan
juga hormone hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan
timbulnya asinus.(1)
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur haid. Sekitar
hari ke-8 haid, payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum haid
berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan
yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang haid, payudara
menjadi tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi tidak
mungkin dilakukan. Pada waktu itu, pemeriksaan foto mamografi tidak
berguna karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu haid mulai, semuanya
berkurang.(1)
Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada
kehamilan, payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus
alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru.(1,2) Sekresi hormon prolaktin
dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel
alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus keputing
susu.(1)

2.4 DEFINISI
Kanker payudara (Ca Mammae) merupakan keadaan malignansi yang
berasal dari sel-sel yang terdapat pada payudara. Payudara wanita terdiri dari
lobus-lobus, duktus-duktus, lemak dan jaringan konektif, pembuluh darah dan
limfe. Pada umumnya karsinoma berasal dari sel-sel yang terdapat diduktus,
beberapa diantaranya berasal dari lobulus dan jaringan lainnya.(3)

7
2.5 EPIDEMIOLOGI
Kanker payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah
karsinoma serviks uterus. Di Amerika serikat, karsinoma payudara merupakan
28% kanker pada wanita yang berkulit putih dan 25% pada wanita yang
berkulit hitam. Kurva insidens-usia bergerak naik terus sejak usia 30 tahun.
Kanker ini jarang ditemukan pada wanita usia dibawah 20 tahun. Angka
tertinggi terdapat pada usia 45-66 tahun. Insidens karsinoma mamma pada
lelaki hanya 1% dari kejadian perempuan.(1,4)
Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu jenis kanker terbanyak
di Indonesia. Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia tahun
2010, KPD menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%.
Diperkirana angka kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000 wanita,
sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita dengan mortalitas
yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18% dari kematian yang dijumpai
pada wanita. Penyakit ini juga dapat diderita pada laki-laki dengan frekuensi
sekitar 1%.(5)

2.6 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Etiologi pasti kanker payudara masih belum jelas. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa wanita dengan faktor risiko tertentu lebih sering untuk
berkembang menjadi kanker payudara dibandingkan yang tidak memiliki
beberapa faktor risiko tersebut.(2) Beberapa faktor risiko tersebut (3,4)
:
a. Umur
Kemungkinan untuk menjadi kanker payudara semakin meningkat
seiring bertambahnya umur seorang wanita. Angka kejadian kanker
payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang
timbul sebelum menopause. Kanker dapat didiagnosis pada wanita
premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung
lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih
lanjut, sehingga survival rates-nya lebih rendah.

8
b. Riwayat kanker payudara
Wanita dengan riwayat pernah mempunya kanker pada satu payudara
mempunyai risiko untuk berkembang menjadi kanker pada payudara
yang lainnya.
c. Riwayat keluarga
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi pada wanita yang ibunya atau
saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko
lebih tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker payudara
sebelum usia 40 tahun. Risiko juga meningkat bila terdapat kerabat/
saudara (baik dari keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker
payudara.
d. Perubahan payudara tertentu
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang
terlihat abnormal pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan
meningkat bila memiliki tipe-tipe sel abnormal tertentu, seperti
atypical hyperplasia dan lobular carcinoma in situ (LCIS).
e. Perubahan genetik
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko
terjadinya kanker payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa
gen lainnya. BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara
umum, gen BRCA-1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma,
poorly differentiated, dan tidak mempunyai reseptor hormon.
Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive ductal carcinoma
yang lebih well differentiated dan mengekspresikan reseptor hormon.
Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai
risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang
abnormal cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada
usia yang lebih dini.
f. Virus
Pada air susu ibu ditemukan (partikel) virus yang sama dengan yang
terdapat pada air susu tikus yang menderita karsinoma mamma. Akan

9
tetapi, peranannya sebagai faktor penyebab pada manusia tidak dapat
dipastikan.
g. Riwayat reproduksi dan menstruasi
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan
risiko untuk berkembangnya kanker payudara, sedangkan
berkurangnya paparan justru memberikan efek protektif. Beberapa
faktor yang meningkatkan jumlah siklus menstruasi seperti menarche
dini (sebelum usia 12 tahun), nuliparitas, dan menopause yang
terlambat (di atas 55 tahun) berhubungan juga dengan peningkatan
risiko kanker. Diferensiasi akhir dari epitel payudara yang terjadi pada
akhir kehamilan akan memberi efek protektif, sehingga semakin tua
umur seorang wanita melahirkan anak pertamanya, risiko kanker
meningkat. Wanita yang mendapatkan menopausal hormone therapy
memakai estrogen, atau mengkonsumsi estrogen ditambah progestin
setelah menopause juga meningkatkan risiko kanker.
h. Ras
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih,
dibandingkan wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih
tinggi pada wanita yang tinggal di daerah industrialisasi.
i. Wanita yang mendapat terapi radiasi pada daerah dada
Wanita yang mendapat terapi radiasi di daerah dada (termasuk
payudara) sebelum usia 30 tahun, risiko untuk berkembangnya kanker
payudara akan meningkat di kemudian hari.
j. Kepadatan jaringan payudara
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang
pemeriksaan mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang
lebih padat, risiko untuk menjadi kanker payudaranya meningkat.
k. Overweight atau obesitas setelah menopause
Kemungkinan untuk mendapat kanker payudara setelah menopause
meningkat pada wanita yang overweight atau obese, karena sumber
estrogen utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi

10
androstenedione menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak,
dengan kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan paparan
estrogen jangka panjang.
l. Kurangnya aktivitas fisik
Wanita yang aktivitas fisik sepanjang hidupnya kurang, risiko untuk
menjadi kanker payudara meningkat. Dengan aktivitas fisik akan
membantu mengurangi peningkatan berat badan dan obesitas.
m. Diet
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang sering minum
alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena
alkohol akan meningkatkan kadar estriol serum. Sering mengkonsumsi
banyak makan berlemak dalam jangka panjang akan meningkatkan
kadar estrogen serum, sehingga akan meningkatkan risiko kanker.

2.7 PATOGENESIS
Karsinoma mammae berasal dari jaringan epitel dan paling sering
terjadi pada sistem duktal, mula – mula terjadi hiperplasia sel – sel dengan
perkembangan sel – sel atipik. Sel - sel ini akan berlanjut menjadi carsinoma
insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma membutuhkan waktu 7 tahun untuk
bertumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar untuk
dapat diraba ( kira – kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira – kira
seperempat dari carsinoma mammae telah bermetastasis. Carsinoma mammae
bermetastasis dengan penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya dan juga
melalui saluran limfe dan aliran darah.(6)

2.8 KLASIFIKASI
1. Non invasive carcinoma
Pada awal kanker payudara dibagi menjadi dua kategori besar yakni in
situ, yang sebagian besar berbentuk ductal carcinoma in situ (DCIS), dan
kanker yang telah menginvasi. Keduanya berasal dari proses yang
beragam dengan gambaran, biologi dan gejala klinik yang bervariasi.

11
Carcinoma in situ merupakan kanker stadium paling awal dan hanya
terbatas pada duktus atau lobulus di mana pertama kali muncul. Ini tidak
menyebar ke jaringan lemak yang lain pada payudara atau ke organ yang
lain dalam tubuh. Terdapat dua tipe carcinoma in situ yakni:
a. Lobular carcinoma in situ (LCIS): biasa disebut juga neoplasia lobular.
Bermula dari kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak
berkembang melewati dinding lobulus. Ini berawal dari lobulus, tetapi
tidak tumbuh langsung pada dinding lobus LCIS tidak akan manjadi
kanker yang invasif dengan sendirinya, tetapi perempuan dengan kondisi
ini memiliki resiko tinggi berkembang menjadi kanker yang bersifat
invasif pada salah satu payudaranya.

Gambar 2.5 Lobular carcinoma in situ(7)

b. Ductal carcinoma in situ (DCIS): ini merupakan penyebab paling banyak


pada kanker payudara non-invasif. Saluran menjadi tersumbat dan
membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium
cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam

12
mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or
irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro pada hasil
mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker. Pada DCIS, sel kanker
yang terdapat di dalam duktus tidak menyebar di dinding duktus tersebut
tetapi masuk ke jaringan lemak di dalam payudara. DCIS dapat diterapi
dengan operasi atau radioterapi, yang biasanya dijadikan terapi kuratif.
Jika tidak diobati, DCIS dapat tumbuh dan berkembang menjadi kanker
yang invasif.(8)

Gambar 2.6 Ductal carcinoma in situ (DCIS)(7)

13
Gambar 2.7 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar
keluar dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B) (7)

2. Invasive carcinoma(8)
a. Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae sering muncul sebagai erupsi
kronik dari papilla mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi,
atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan dengan DCIS
(Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan
dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan menunjukkan
suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan pagetoid).
Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan
bervakuola (Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan
untuk Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy, atau modified
radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker
invasif.
b. Invasive ductal carcinoma
 Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex,
NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan
pada 60% kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro
maupun makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya
terdapat pada wanita perimenopause or postmenopause dekade
kelima sampai keenam, sebagai massa soliter dan keras.
Batasnya kurang tegas dan pada potongan meilntang, tampak

14
permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian
tengah dengan garis berwarna putih kapur atau kuning
menyebar ke sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker
sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran
histologi yang bervariasi.
 Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara,
berkisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan
merupakan kanker payudara herediter yang berhubungan
dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi
sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus
ditemukan bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary
carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat
terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik
besar yang berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola
pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada
diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini
berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya
kanker perifer, dan kurang dari 10% menunjukkan reseptor
hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-year survival
rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive lobular
carcinoma.
 Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe
khusus lain dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker
payudara yang invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor
yang besar dan ditemukan pada wanita yang lebih tua. Karena
komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak terlihat
pada pemeriksaan mikroskopik.

15
 Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker
payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif.
Biasanya ditemukan pada wanita dekade ketujuh dan sering
menyerang wanita non kulit putih. Ukurannya kecil dan jarang
mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawan-kawan
menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang rendah
dan 5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular
carcinoma.
 Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker
payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif.
Biasanya ditemukan pada wanita perimenopause dan pada
periode awal menopause. Long-term survival mendekati 100%.

Klasifikasi Stadium(11)
Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan sistem klasifikasi American
Joint Committe in Cancer (AJCC).
Tabel 2.1 Klasifikasi stadium kanker payudara(11)
Tumor Primer (T)
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti tumor primer
Tis Karsinoma in situ
Tis (DCIS) Ductal carcinoma in situ
Tis (LCIS) Lobular carcinoma in situ
Tis Paget’s disease pada puting payudara tanpa tumor.
Catatan : Paget’s disease yang berhubungan dengan tumor diklasifikasikan
berdasarkan ukuran tumor.
T1 Tumor ≤2 cm pada dimensi terbesar
T2 Tumor >2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm pada dimensi terbesar
T3 Tumor >5 cm pada dimensi terbesar

16
T4 Tumor berukuran apapun dengan ekstensi langsung ke dinding
dada atau kulit
Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N)
Nx KGB regional tak dapat dinilai
N0 Tidak ada metastasis KGB regional
N1 Metastasi pada KGB aksila ipsilateral yang masih dapat
digerakkan
N2 Metastasis pada KGB aksila ipsilateral yang terfiksasi, atau
KGB mamaria interna yang terdeteksi secara klinis
N3 Metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau
tanpa keterlibatan KGB aksila.
*Terdeteksi secara klinis maksudnya terdeteksi pada pemeriksaan imaging
atau pada pemeriksaan fisik atau terlihat jelas pada pemeriksaan patologis
Metastasis Jauh (M)
Mx Metastasis jauh tak dapat dinilai
M0 Tak ada metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh

Tabel 2.2 Pengelompokkan Stadium AJCC 2010 (11)


Stadium 0 T1s N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium IIA T0-1 N1 M0
T2 N0 M0
Stadium IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium IIIA T0-2 N2 M0
T3 N1-2 M0
Stadium IIIB T4 N0-2 M0
Stadium IIIC Setiap T N3 M0
Stadium IV Setiap T Setiap N M1

17
2.9 DIAGNOSIS
Prosedur menegakkan diagnosis kanker payudara :
1. Anamnesis
 Keluhan Utama
- Benjolah di payudara
- Kecepatan tumbuh dengan atau tanpa rasa sakit
- Nipple discharge, retraksi puting susu, dan krusta
- Kelainan kulit, dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi
- Benjolan ketiak dan edema lengan
 Keluhan Tambahan
- Nyeri tulang (vertebra, femur)
- Sesak dan lain sebagainya
- Keluhan sekret atau cairan dari puting susu. Pada awal kanker
payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel
kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di
kelenjar limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga
dapat menyebar ke berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke
tulang, hati, paru-paru, dan otak.(4)

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis, regionalis,
dan sistemik. Biasanya pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai status
generalis (tanda vital-pemeriksaan menyeluruh tubuh) untuk mencari
kemungkinan adanya metastase dan atau kelainan medis sekunder.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk menilai status lokalis dan
regionalis. Pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis, inspeksi dan
palpasi.
Inspeksi dilakukan dengan pasien duduk, pakaian atas dan bra
dilepas dan posisi lengan di samping, di atas kepala dan bertolak
pinggang. Inspeksi dilakukan pada kedua payudara, aksila dan sekitar

18
klavikula yang bertujuan untuk mengidentifikasi tanda tumor primer dan
kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening.
Palpasi payudara dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang
(supine), lengan ipsilateral di atas kepala dan punggung diganjal bantal.
Kedua payudara dipalpasi secara sistematis, dan menyeluruh baik secara
sirkulasi ataupun radial. Palpasi aksila dilakukan dalam posisi pasien
duduk dengan lengan pemeriksa menopang lengan pasien. Palpasi juga
dilakukan pada infra dan supraklavikula.
Kemudian dilakukan pencatatan hasil pemeriksaan fisik berupa :
a. Status generalis
b. Status Lokalis
- Payudara kanan dan kiri bilateral
- Masa tumor
Lokasi, ukuran, kosistensi, bentuk dan batas tumor, terfiksasi
atau tidak ke kulit (m.pectoralis atau dinding dada), perubahan
kulit (kemerahan, dimpling, edema/nodus satelit, peau de
orange, ulserasi), dan perubahan puting susu/ nipple (tertarik,
erosi, krusta, discharge).
- Status kelenjar getah bening
 KGB aksila : jumlah, ukuran, kosistensi, terfiksasi,
terhadap sesama atau jaringan sekitar
 KGB infraklafikula : idem
 KGB supraklavikula : idem
- Pemeriksaan pada daerah metastasis
Lokasi (tulang, hati, paru, otak), bentuk, keluhan

19
Gambar 2.8 Teknik melakukan inspeksi payudara dan daerah sekitarnya dengan
lengan di samping, di atas kepala, dan bertolak pinggang(11)

Gambar 2.9 Pemeriksaan fisik dengan inspeksi(11)

20
Gambar 2.10 Teknik melakukan palpasi parenkim payudara untuk identifikasi
tumor primer dan palpasi aksila, infraklavikula, dan supraklavikula untuk
identifikasi pembesaran getah bening regional.(11)

3. Pemeriksaan Laboratorium
Dianjurkan :
 Pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai
dengan perkiraan metastasis
 Tumor marker : apabila hasil tinggi, perlu diulang untuk follow up
4. Pemeriksaan Pencitraan
 Mamografi Payudara
Mamografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada jaringan
payudara yang dikompresi. Mamogram adalah gambar hasil
mamografi. Dapat bertujuan untuk skrining kanker payudara,
diagnosis kanker payudara, dan follow up/ kontrol dalam
pengobatan. Mamografi dikerjakan pada wanita usia diatas 35

21
tahun, namun karena payudara orang Indonesia lebih padat maka
hasil terbaik mamografi sebaiknya di kerjakan pada usia >40 tahun.
Pemeriksaan mamografi sebaiknya dikerjakan pada hari ke 7-10
dihitung dari hari pertama masa menstruasi. Pada masa ini akan
mengurangi rasa tidak nyaman pada wanita saat di kompresi dan
akan memberi hasil yang optimal. Untuk standarisasi penilaian dan
pelaporan hasil mamografi digunakan BIRADS yang
dikembangkan oleh American College of Radiology.

Tanda primer berupa :


a. Densitas yang tinggi pada tumor
b. Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses
infiltrasi ke jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas
(komet sign).
c. Gambaran tranlusen disekitar tumor
d. Gambaran stelata
e. Adanya mikrokalsifikasi sesuai kriteria Egan
f. Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.

Tanda sekunder :
a. Retraksi kulit atau penebalan kulit
b. Bertambahnya vaskularisasi
c. Perubahan posisi puting
d. KGB aksila (+)
e. Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur
f. Kepadatan jaringan sub areolar yang berbentuk utas.

 USG Payudara
Salah satu kelebihan USG adalah dalam mendeteksi massa kistik.
Gambaran USG pada benjolan yang harus dicurigai ganas di
antaranya :

22
 Permukaan tidak rata
 Taller than wider
 Tepi hiperekoik
 Echo interna heterogen
 Vaskularisasi meningkat, tidak beraturan dan masuk ke dalam
tumor membentuk suduh 90 derajat

Penggunaan USG untuk tambahan mamografi meningkatkan


akurasinya sampai 7,4. Namun USG tidak dianjurkan untuk
digunakan sebagai modalitas skrining oleh karena didasarkan
penelitian ternyata USG gagal menunjukan efikasinya.

 MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan CT-Scan


Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik daripada
mamografi, namun secara umum tidak digunakan sebagai
pemeriksaan skrining karena biaya mahal dan memerlukan waktu
pemeriksaan yang lama. Akan tetapi MRI dapat dipertimbangkan
pada wanita muda dengan payudara yang padat atau pada payudara
dengan inplant, dipertimbangkan pasien dengan risiko tinggi untuk
menderita kanker payudara.
 Diagnosa sentinel node
Biopsi kelenjar sentinel (Sentinel lymph node biopsy) adalah
mengangkat kelenjar getah bening aksila sentinel sewaktu operasi.
Kelenjar getah bening sentinel adalah kelenjar getah bening yang
pertama kali menerima aliran limfatik dari tumor, menandakan
mulainya terjadi penyebaran dari tumor primer. Biopsi kelenjar
getah bening sentinel dilakukan menggunakan blue dye,
radiocolloid, maupun kombinasi keduanya yang akan disuntikkan
disekitar tumor. Bahan tersebut mengalir mengikuti aliran getah
bening menuju ke kelenjar getah bening (sentinel). Ahli bendah
akan mengangkat kelenjar getah bening tersebut dan meminta ahli
patologi untuk melakukan pemeriksaan histopatologi. Bila tidak

23
ditemukan sel kanker pada kelenjar getah bening tersebut maka
tidak perlu dilakukan diseksi kelenjar aksila.
 Pemeriksaan patologi anatomi
Pemeriksaan patologi pada kanker payudara meliputi pemeriksaan
sitologi, morfologi, pemeriksaan immunohistokimia, in situ
hibridisasi dan gene array (hanya dilakukan pada penelitian dan
kasus khusus).

2.10 SKRINING
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer
Society(4) :
 Wanita berumur ≥ 40 tahun harus melakukan screening
mammogram secara terus-menerus selama mereka dalam keadaan
sehat, dianjurkan setiap tahun.
 Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis
payudara (termasuk mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan
kesehatan yang periodik oleh dokter, dianjurakan setiap 3 tahun.
 Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara
sendiri mulai umur 20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi
ke dokter bila menemukan kelainan.
 Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan
MRI dan mammogram setiap tahun.
 Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram
setiap tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai
pemeriksaan MRI atau tidak.
 Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI
periodik tiap tahun.

24
 Wanita termasuk risiko tinggi bila :
o mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2
o mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik)
yang memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum
pernah melakukan pemeriksaan genetik
o mempunyai risiko kanker ≥ 20-25% menurut penilaian faktor
risiko terutama berdasarkan riwayat keluarga
o pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30
tahun
o mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau
Bannayan-Riley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat
pertama memiliki salah satu sindrom-sindrom ini.
 Wanita dengan risiko sedang bila :
o mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor risiko
terutama berdasarkan riwayat keluarga
o mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma
in situ (DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal
hyperplasia (ADH), atau atypical lobular hyperplasia (ALH)
o mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat
pada pemeriksaan mammogram

2.11 TATALAKSANA
Terapi pada kanker payudara harus didahului dengan diagnosa yang
lengkap dan akurat (termasuk penetapan stadium). Diagnosa dan terapi pada
kanker payudara haruslah dilakukan dengan pendekatan humanis dan
komprehensif.(11)
Terapi pada kanker payudara sangat ditentukan luasnya penyakit atau
stadium dan ekspresi dari agen biomolekuler atau biomolekuler-signaling.
Terapi pada kanker payudara selain mempunyai efek terapi yang diharapakan,
juga mempunyai beberapa efek yang tak diinginkan (adverse effect), sehingga
sebelum memberikan terapi haruslah dipertimbangkan untung ruginya dan

25
harus dikomunikasikan dengan pasien dan keluarga. Selain itu juga harus
dipertimbangkan mengenai faktor usia, co-morbid, evidence-based, cost
effective, dan kapan menghentikan seri pengobatan sistemik termasuk end of
life issues.
A. Pembedahan(11)
Pembedahan merupakan terapi yang paling awal dikenalkan untuk
pengobatan kanker payudara. Terapi pembedahan dikenal sebagai berikut :
 Terapi atas masalah lokal dan regional : Mastektomi, breast
conserving surgery, diseksi aksila dan terapi terhadap rekurensi
lokal/ regional.
 Terapi pembedahan dengan tujuan terapi hormonal : ovariektomi,
adrenalektomi, dsb.
 Terapi terhadap tumor residif dan metastase
 Terapi rekonstruksi, terapi memperbaiki kosmetik atas terapi lokal/
regional, dapat dilakukan pada saat bersamaan atau setelah beberapa
waktu.
Jenis pembedahan pada kanker payudara :
1. Mastektomi
- Mastektomi radikal modifikasi (MRM)
MRM adalah tindakan pengangkatan tumor payudara dan
seluruh payudara termasuk kompleks puting-areola, disertai
diseksi kelenjar getah bening aksilaris level I sampai II secara
en bloc. Indikasi MRM yaitu kanker payudara stadium I, II,
IIIA dan IIIB.
- Mastektomi radikal klasik
Mastektomi radikal adalah tindakan pengangkatan payudara,
kompleks puting-aerola, otot pektoralis mayor dan minor, serta
kelenjar getah bening aksilaris level I, II, III secara en bloc.
Jenis tindakan ini merupakan tindakan operasi yang pertama
kali dikenal oleh Halsted untuk kanker payudara, namun
dengan makin meningkatnya pengetahuan biologis dan makin

26
kecilnya tumor yang ditemukan maka makin berkembang
operasi yang lebih minimal. Indikasi masektomi radikal yaitu
kanker payudara stadium IIIB yang masih operable, dan tumor
dengan infiltrasi ke muskulus pectoralis major.
- Mastektomi dengan teknik onkoplastik
Rekonstruksi bedah dapat dipertimbangkan pada institusi yang
mampu ataupun ahli bedah yang kompeten dalam hal
rekonstruksi payudara tanpa meninggalkan prinsip bedah
onkologi. Rekonstruksi dapat dilakukan dengan menggunakan
jaringan autolog seperti latissimus dorsi (LD) flap atau
transverse rectus abdominis myocutaneous (TRAM) flap, atau
dengan prosthesis seperti silikon. Rekonstruksi dapat
dikerjakan satu tahap ataupun dua tahap, misal dengan
menggunakan tissue expander sebelumnya.
- Mastektomi simple
Pengangkatan seluruh payudara beserta kompleks puting-
areola, tanpa diseksi kelenjar getah bening aksila. Indikasinya
yaitu tumor phyllodes besar, keganasan payudara stadium
lanjut dengan tujuan paliatif menghasilkan tumor, penyakit
paget tanpa massa tumor, dan DCIS
- Mastektomi subkutan (Nipple-skin-sparing mastectomy)
Pengangkatan seluruh jaringan payudara, dengan preservasi
kulit dan kompleks puting areola, dengan atau tanpa diseksi
kelenjar getah bening aksila. Indikasinya yaitu mastektomi
profilaktik, dan prosedur onkoplasti.

27
Gambar 2.11: Insisi pada mastectomy radikal(11)

2. Breast Conserving Therapy (BCT)


BCS adalah pembedahan atas tumor payudara dengan
mempertahankan bentuk payudara, dengan atau tanpa rekonstruksi.
Tindakan yang di lakukan adalah Lumpektomi atau
Kuadrantektomi disertai diseksi kelenjar getah bening aksila level
1 dan level 2. Tujuan utama dari BCT adalah eradikasi tumor
secara onkologis dengan mempertahankan bentuk payudara dan
fungsi sensasi.
BCT merupakan salah satu pilihan terapi lokal kanker payudara
stadium awal. Beberapa penelitian RCT menunjukkan DFS dan OS
yang sama antara BCT dan mastektomi. Namun pada follow up 20
tahun rekurensi lokal pada BCT lebih tinggi dibandingkan
mastektomi tanpa ada perbedaan dalam OS. Sehingga pilihan BCT
harus didiskusikan terutama pada pasien kanker payudara usia
muda. Secara umum, BCT merupakan pilihan pembedahan yang
aman pada pasien kanker payudara stadium awal dengan syarat
tertentu. Tambahan radioterapi pada BCS dikatakan memberikan
hasil yang lebih baik. Indikasinya yaitu kanker payudara stadium I

28
dan II, dan kanker payudara stadium III dengan respon parsial
setelah terapi neoajuvan.
3. Salfingo Ovariektomi Bilateral (SOB)
SOB adalah pengangkatan kedua ovarium dengan/ tanpa
pengangkatan tuba Falopii baik dilakukan secara terbuka ataupun
per-laparaskopi. Tindakan ini boleh dilakukan oleh spesialis bedah
umum atau spesialis konsultan bedah Onkologi dengan ketentuan
tak ada lesi primer di organ kandungan. Indikanya yaitu karsinoma
payudara stadium IV premenopausal dengan reseptor hormonal
positif. SOB dikerjakan pada kanker dengan hormonal positif.
4. Skin Sparing Mastectomy (SSM)
operasi pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor dan
nipple areola kompleks dengan mempertahankan kulit sebanyak
mungkin serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini harus disertai
rekonstruksi payudara secara langsung. Dilakukan pada tumor
stadium dini dengan jarak tumor ke kulit jauh (>2 cm) atau stadium
dini yang tidak memenuhi syarat untuk BCT.(9)

Gambar 2.12: Insisi yang biasa digunakan pada skin sparing


mastectomy(11)

29
Gambar 2.13: Skema dari skin sparing mastectomy (11)

5. Metastasektomi
Metastasektomi adalah pengangkatan tumor metastasis pada
kanker payudara. Tindakan ini memang masih terjadi kontroversi
diantara para ahli, namun dikatakan metastasektomi mempunyai
angka harapan hidup yang lebih panjang bila memenuhi indikasi
dan syarat tertentu.Tindakan ini dilakukan pada kanker payudara
dengan metastasis kulit, paru, hati, dan payudara kontralateral.Pada
metastasis otak, metastatektomi memiliki manfaat klinis yang
masih kontroversi. Indikasi metastasektomi yaitu tumor metastasis
tunggal pada suatu organ, dan terdapat gejala dan tanda akibat
desakan terhadap organ sekitar.
Syarat dilakukan metastasektomi yaitu :
- Keadaan umum cukup baik
- Estimasi kesintasaan lebih dari 6 bulan
- Masa bebas penyakit > 36 bulan

Tindakan metastasektomi dikerjakan apabila diyakini lebih baik


dibandingkan bila tidak dilakukan apa-apa atau tindakan lain.

30
B. Terapi Sistemik
1. Kemoterapi
Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa
gabungan beberapa kombinasi obat kemoterapi. Kemoterapi diberikan
secara bertahap, biasanya sebanyak 6 – 8 siklus agar mendapatkan efek
yang diharapkan dengan efek samping yang masih dapat diterima.
Hasil pemeriksaan imunohistokimia memberikan beberapa
pertimbangan penentuan regimen kemoterapi yang akan diberikan.
Beberapa kombinasi kemoterapi yang telah menjadi standar lini
pertama (first line) adalah :
- CMF
o Cyclophospamide 100 mg/m2 , hari 1 s/d 14 oral (dapat
diganti injeksi cyclophosphamide 500 mg/m2 hari 1 &
8)
o Methotrexate 50 mg/m2 IV, hari 1 & 8
o 5 Fluoro-uracil 500 mg/m2 IV hari 1&8

Interval 3-4 minggu, 6 siklus


- CEF
o Cyclophospamide 500 mg/m2 , hari 1
o Epirubicin 70 mg/m2 hari 1
o 5 Fluoro-uracil 500 mg/m2 hari 1
- CAF
o Cyclophospamide 500 mg/m2 , hari 1
o Doxorubin 50 mg/m2 hari 1
o 5 Fluoro-uracil 500 mg/m2 hari 1

Regimen kemoterapi
- AC
o Adriamicin 80 mg/m2 hari 1
o Cyclophospamide 600 mg/m2 , hari 1

31
- ACT
o Cisplatin 75 mg/m2 IV, hari 1
o Docetaxel 90 mg/m2 , hari 1
Interval 3 minggu/ 21 hari selama 6 siklus
- TA (kombinasi taxane-doxorubicin)
o Paclitaxel 170 mg/m2 , hari 1
o doxorubin 90 mg/m2 , hari 1

2. Terapi Hormonal
Pemeriksaan imunohistokimia memegang peranan penting dalam
menentukan pilihan kemo atau hormonal sehingga diperlukan validasi
pemeriksaan tersebut dengan baik. Terapi hormonal diberikan pada
kasus-kasus dengan hormonal positif. Terapi hormonal bisa diberikan
pada stadium I sampai IV. Pada kasus kanker dengan luminal A
(ER+,PR+,Her2-) pilihan terapi ajuvan utamanya adalah hormonal
bukan kemoterapi. Kemoterapi tidak lebih baik dari hormonal terapi.
Pilihan terapi tamoxifen sebaiknya didahulukan dibandingkan
pemberian aromatase inhibitor apalagi pada pasien yang sudah
menopause dan Her2-. Lama pemberian ajuvan hormonal selama 5-10
tahun.
3. Terapi target
Pemberian terapi anti target hanya diberikan di rumah sakit tipe A/B.
Pemberian anti-Her2 hanya pada kasus-kasus dengan pemeriksaan
IHK yang Her2 positif. Pilihan utama anti-Her2 adalah herceptin, lebih
diutamakan pada kasus-kasus yang stadium dini dan yang mempunyai
prognosis baik (selama satu tahun: tiap 3 minggu). Penggunaan anti
VEGF atau m-tor inhibitor belum direkomendasikan.

32
C. Radioterapi(11)
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana
kanker payudara. Radioterapi dalam tatalaksana kanker payudara dapat
diberikan sebagai terapi kuratif ajuvan dan paliatif.
Radiologi Kuratif Adjuvan
Indikasi dan tujuan radioterapi pasca BCS (radioterapi seluruh payudara)
yaitu Radioterapi seluruh payudara pada pasca BCS diberikan pada semua
kasus kanker payudara (ESMO Level 1, grade A). Hal ini disebabkan
radioterapi pada BCS meningkatkan kontrol lokal dan mengurangi angka
kematian karena kanker payudara dan memiliki kesintasan yang sama
dengan pasien kanker payudara stadium dini yang ditatalaksana dengan
MRM.
Target radiasi kuratif Adjuvan
Pendefinisian target radiasi untuk radioterapi 2 dimensi menggunaan
prinsip penanda tulang dan batas-batas anatomi. Batas-batas lapangan
radiasi pada kanker payudara dengan teknik 2 dimensi.
- Batas medial : garis mid sternalis
- Batas lateral : garis mid aksilaris atau minimal 2 cm dari
payudara yang dapat teraba
- Batas superior : caput clavikula atau sela iga ke 2
- Batas inferior : 2 cm dari lipatan infra mammary
- Batas dalam : 2-2,5 cm dari tulang iga sisi luar ke arah paru
- Batas luar : 2 cm dari penanda kulit

Dosis radiasi Kuratif Adjuvan


Dosis radioterapi seluruh payudara adalah
1. 25 fraksi x 2 Gy diikuti booster tumor bed 5-8 fraksi x 2 Gy (regimen
konvensional).
2. 16 fraksi x 2.65 Gy (tanpa booster) (regimen hipofraksinasi Wheelan).
3. 15 fraksi x 2.68 Gy (booster 5 fraksi x 2 Gy) (regimen hipofraksinasi
START B).

33
Dosis radioterapi pada daerah supraklavikula (bila ada indikasi) adalah
25 fraksi x 2 Gy.Radioterapi pada kanker payudara diberikan 1 fraksi
per hari, 5 hari per minggu.
Teknik radiasi eksterna
Teknik yang diperbolehkan dengan pengaturan berkas tangensial adalah:
1. Teknik 2 dimensi dengan bantuan treatment planning system.
2. Teknik konformal 3 dimensi (3 dimensional conformal
radiotherapy/3D-CRT).
3. Teknik field-in-field (FIF).

Untuk teknik 2 dimensi, verifikasi posisi harus dilakukan setiap fraksi


dengan Elektronic Portal Image Devices (EPID) untuk fraksi pertama,
diikuti dengan setiap 5 fraksi. Untuk 3D-CRT dan FIF, verifikasi posisi
harus dilakukan setiap fraksi dengan Electronic Portal Image Devices
(EPID) untuk 3 fraksi pertama, diikuti dengan setiap 5 fraksi.

Radioterapi pasca mastektomi (radioterapi dinding dada) Indikasi/


tujuan
Radioterapi dinding dada pada pasca MRM diberikan pada
1. Tumor T3-4 (ESMO Level 2, grade B).
2. KGB aksilla yang diangkat >/=4 yang mengandung sel tumor dari
sediaan diseksi aksilla yang adekuat (ESMO Level 2, grade B).
3. Batas sayatan positif atau dekat dengan tumor.
4. KGB aksilla yang diangkat 1-3 yang mengandung sel tumor dari
sediaan diseksi aksilla yang adekuat dengan faktor resiko kekambuhan,
antara lain derajat tinggi (diferensiasi jelek) atau invasi limfo vaskuler.
Radioterapi dinding dada pada pasca MRM diberikan karena dapat
menurunkan kekambuhan dan kematian karena kanker payudara (level 2
evidence).

34
Target radiasi
Pendefinisian target radiasi untuk radioterapi 2 dimensi menggunaan
prinsip penanda tulang dan batas-batas anatomi. Batas-batas lapangan
radiasi pada kanker payudara dengan teknik 2 dimensi
- Batas medial: garis mid sternalis.
- Batas lateral: garis mid aksilaris atau minimal 2 cm dari payudara
yang dapat teraba.
- Batas superior: caput clacivula atau pada sela iga ke-2
- Batas inferior: 2 cm dari lipatan infra mammary.
- Batas dalam: 2-2.5 cm dari tulang iga sisi luar ke arah paru.
- Batas luar: 2 cm dari penanda di kulit.

Radioterapi paliatif
Radioterapi paliatif diberikan pada kanker payudara yang bermetastases ke
tulang dan menimbulkan rasa nyeri, metastases otak, kanker payudara
inoperable yang disertai ulkus berdarah dan berbau, kanker payudara
inoperable setelah kemoterapi dosis penuh. Tujuan paliatif diberikan untuk
meredakan gejala sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien.
Radioterapi pada tatalaksana metastases tulang merupakan salah satu
modalitas terapi selain imobilisasi dengan korset atau tindakan bedah,
bisfosfonat, terapi hormonal, terapi radionuklir dan kemoterapi.

35
Tabel 2.3 Rekomendasi radioterapi(11)

D. Tatalaksana menurut stadium(11)


1. Kanker payudara stadium 0 (Tis/ T0, N0M0)
Terapi definiti pada T0 bergantung pada pemeriksaan gistopatologi.
Lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan radiologi.
2. Kanker payudara stadium dini (stadium I dan II)
Dilakukan tindakan operasi :
 Breast Conserving Therapy (BCT) (harus memenuhi persyaratan
tertentu)

36
Terapi adjuvan operasi:
 Kemoterapi adjuvant bila :
o Grade III
o TNBC
o Ki 67 bertambah kuat
o Usia muda
o Emboli lymphatic dan vascular
o KGB > 3
 Radiasi bila :
o Setelah tindakan operasi terbatas (BCT)
o Tepi sayatan dekat / tidak bebas tumor
o Tumor sentral / media
o KGB (+) >3 atau dengan ekstensi ekstrakapsuler
3. Stadium lokal lanjutan (stadium IIA, IIIB, IIIC)
Jika operable dilakukan MRM atau CRM kemudian dilanjutkan
adjuvant kemoterapi dan radioterapi. Jika inoperable diberikan
neoadjuvant kemoterapi 3 siklus kemudian dievaluasi respon parsial
atau respon komplit dilakukan MRM atau CRM. Pasca pembedahan
kemoterapi dilengkapi sampai 6 siklus, 1 bulan pasca kemoterapi
diberikan radiasi lokoregional. Hormonal terapi diberikan jika ER dan
atau PR positif.
4. Stadium lanjut (stadium IV)
Penanganan bersifat paliatif tergantung lokasi dan kondisi metastasis.
Terapi utama adalah sistemik (kemoterapi, hormonal terapi, targeted
terapi dan biphosphonate), pada kondisi tertentu terapi lokal (radiasi
dan pembedahan) juga diperlukan.
a. Kemoterapi
Tidak ada gold standar regimen kemoterapi untuk kanker payudara
dengan metastase jauh. Kemoterapi tunggal yang dianjurkan adalah
anthracycile, taxane, capecitabine, vinorelbine, gemcitabine atau
vinblastine. Hormonal dan trastuzumab tidak dianjurkan.

37
b. Hormonal terapi
Untuk penderita yang non-life threatening dengan ER dan atau PR
positif, single agent hormonal terapi direkomendasikan.
Kemoterapi ditambahkan pada penderita dengan life threating
metastases seperti lymphangitic pulmonary metastases atau
progressive liver metastases.
c. Bisphosponates
Direkomendasikan untuk penderita dengan metastasis tulang.
E. Dukungan nutrisi
Saat ini, prevalensi obesitas meningkat di seluruh dunia, dan obesitas
diketahui akan meningkatkan risiko kanker, termasuk kanker payudara.
Obesitas dapat memengaruhi hasil klinis terapi kanker.Prevalensi kaheksia
pada pasien kanker payudara rendah, meskipun demikian, pasien tetap
memerlukan tatalaksana nutrisi secara adekuat.
F. Skrining
Status gizi merupakan salah satu faktor yang berperan penting pada
kualitas hidup pasien kanker.Masalah nutrisi perlu mendapat perhatian
serius dalam tatalaksana pasien kanker, sehingga harus dilakukan skrining
dan diagnosis lebih lanjut.European Partnership for Action Against Cancer
(EPAAC) dan The European Society for Clinical Nutrition and
Metabolism (ESPEN) menyatakan bahwa pasien kanker perlu dilakukan
skrining gizi untuk mendeteksi adanya gangguan nutrisi, gangguan asupan
makanan, serta penurunan berat badan (BB) dan indeks massa tubuh
(IMT) sejak dini, yaitu sejak pasien didiagnosis kanker dan diulang sesuai
dengan kondisi klinis pasien. Pasien kanker dengan hasil skrining
abnormal, perlu dilakukan penilaian objektif dan kuantitatif asupan nutrisi,
kapasitas fungsional, dan derajat inflamasi sistemik.

Diagnosis
Permasalahan nutrisi yang sering dijumpai pada pasien kanker adalah
malnutrisi dan kaheksia. Secara umum, World Health Organization

38
(WHO) mendefinisikan malnutrisi berdasarkan IMT <18,5 kg/m2, namun
menurut ESPEN 2015 diagnosis malnutrisi dapat ditegakkan berdasarkan
kriteria:
 Pilihan 1: IMT <18,5 kg/m2
 Pilihan 2: Penurunan BB yang tidak direncanakan >10% dalam
kurun waktu tertentu atau penurunan berat badan >5% dalam waktu
3 bulan, disertai dengan salah satu pilihan berikut:
 IMT <20 kg/m2 pada usia <70 tahun atau IMT <22 kg/m2 pada
usia ≥70 tahun
 Fat free mass index (FFMI) <15 kg/m2 untuk perempuan atau
FFMI <17 kg/m2 untuk laki-laki

Selain diagnosis malnutrisi, dapat ditegakkan diagnosis kaheksia apabila


tersedia sarana dan prasarana yang memungkinkan. Kaheksia adalah suatu
sindrom kehilangan massa otot, dengan ataupun tanpa lipolisis, yang tidak
dapat dipulihkan dengan dukungan nutrisi konvensional, serta dapat
menyebabkan gangguan fungsional progresif. Diagnosis kaheksia
ditegakkan apabila terdapat penurunan BB ≥5% dalam waktu ≤12 bulan
atau IMT<20 kg/m2 disertai dengan 3 dari 5 kriteria: (1) penurunan
kekuatan otot, (2) fatique atau kelelahan, (3) anoreksia, (4) massa lemak
tubuh rendah, dan (5) abnormalitas biokimiawi, berupa peningkatan
petanda inflamasi.

39
Tabel 2.4 Kriteria diagnosis sindroma Kaheksia(11)
Adanya penurunan BB 5% dalam 12 bulan atau kurang (atau IMT < 20
kg/m2) ditambah 3 dari 5 gejala berikutnya ini :
1. Berkurangnya kekuatan otot
2. Fatigue
3. Anoreksia
4. Indeks massa bebas lemak rendah
5. Laboratorium abnormal :
Peningkatan petanda inflamasi (IL-6 >4pg/dL, crp >5 mg/L), anemia
(Hb < 12g/dL)

Berdasarkan kriteria diagnosis tersebut, dapat dijelaskan beberapa hal


berikut ini:
1. Fatigue diartikan sebagai kelelahan fisik ataupun mental dan
ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik dengan intensitas dan
performa sebaik sebelumnya.
2. Anoreksia diartikan sebagai asupan makanan yang kurang baik,
ditunjukkan dengan asupan energi kurang dari 20 kkal/kgBB/hari atau
kurang dari 70% dari asupan biasanya atau hilangnya selera makan
pasien.
3. Indeks massa bebas lemak rendah menunjukkan penurunan massa otot,
diketahui dari:
a. Hasil pengukuran lingkar lengan atas (LLA) kurang dari
persentil 10 menurut umur dan jenis kelamin, atau
b. Bila memungkinkan, dilakukan pengukuran indeks otot skeletal
dengan dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), diperoleh
hasil pada laki-laki <7,25 kg/m2 dan perempuan <5,45 kg/m2.

40
G. Tatalaksana nutrisi umum pada kanker(11)
Sindroma kaheksia membutuhkan tatalaksana multidimensi yang
melibatkan pemberian nutrisi optimal, farmakologi, dan aktifitas
fisik.Pemberian nutrisi optimal pada pasien kaheksia perlu dilakukan
secara individual sesuai dengan kondisi pasien.
1. Kebutuhan nutrisi umum pada pasien kanker
a. Kebutuhan energi
Idealnya, perhitungan kebutuhan energi pada pasien kanker
ditentukan dengan kalorimetri indirek. Namun, apabila tidak
tersedia, penentuan kebutuhan energi pada pasien kanker dapat
dilakukan dengan formula standar, misalnya rumus Harris Benedict
yang ditambahkan dengan faktor stres dan aktivitas, tergantung
dari kondisi dan terapi yang diperoleh pasien saat itu. Perhitungan
kebutuhan energi pada pasien kanker juga dapat dilakukan dengan
rumus rule of thumb:
 Pasien ambulatory: 30-35 kkal/kg BB/hari
 Pasien bedridden: 20-25 kkal/kg BB/hari
 Pasien obesitas: menggunakan berat badan ideal
Pemenuhan energi dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan
toleransi pasien.
b. Makronutrien
 Kebutuhan protein 1,2-2,0 g/kgBB/hari pemberian protein
perlu disesuaikan dengan fungsi ginjal dan hati.
 Kebutuhan lemak 25-30% dari kalori total
 Kebutuhan karbohidrat sisa dari perhitungan protein dan
lemak.
c. Mikronutrien
Sampai saat ini, pemenuhan mikronutrien untuk pasien kanker
hanya berdasarkan empiris saja, karena belum diketahui jumlah
pasti kebutuhan mikronutrien untuk pasien kanker. ESPEN

41
menyatakan bahwa suplementasi vitamin dan mineral dapat
diberikan sesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG).
d. Cairan
Kebutuhan cairan pada pasien kanker umumnya sebesar :
 Usia kurang dari 55 tahun : 30-40 mL/kgBB/hari
 Usia 55-65 tahun : 30 mL /kgBB/hari
 Usia lebih dari 65 tahun : 25 mL / kgBB/hari
Kebutuhan cairan pasien kanker perlu diperhatikan dengan baik,
terutama pada pasien kanker yang menjalani radio- dan/atau
kemoterapi, karena pasien rentan mengalami dehidrasi. Dengan
demikian, kebutuhan cairan dapat berubah, sesuai dengan kondisi
klinis pasien.
e. Nutrien spesifik
1) Brached-chain amino acids (BCAA)
BCAA juga sudah pernah di teliti manfaatnya untuk
memperbaiki selera makan pada pasien kanker yang
mengalami anoreksia, lewat sebuah penelitian acak berskala
kecil dari Cangiano. Penelitian intervensi BCAA pada pasien
kanker oleh Le Bricon, menunjukkan bahwa suplementasi
BCAA melalui oral sebanyak 3 kali 4,8 g/hari selama 7 dapat
meningkatkan kadar BCAA plasma sebanyak 121% dan
menurunkan insiden anoreksia pada kelompok BCAA
dibandingkan plasebo. Selain dari suplementasi, BCAA dapat
diperoleh dari bahan makanan sumber dan suplementasi.10
bahan makanan sumber yang diketahui banyak mengandung
BCAA antara lain putih telur, ikan, ayam, daging sapi,
kacang kedelai, tahu, tempe, polong-polongan.
2) Asam amino omega-3
Suplementasi asam lemak omega-3 secara enteral terbukti
mampu mempertahankan BB dan memperlambat kecepatan
penurunan BB, meskipun tidak menambah BB pasien.

42
Konsumsi harian asam lemak omega-3 yang dianjurkan untuk
pasien kanker adalah setara dengan 2 gram asam
eikosapentaenoat atau eicosapentaenoic acid (EPA).Jika
suplementasi tidak memungkinkan untuk diberikan, pasien
dapat dianjurkan untuk meningkatkan asupan bahan makanan
sumber asam lemak omega-3, yaitu minyak dari ikan salmon,
tuna, kembung, makarel, ikan teri, dan ikan lele.
2. Jalur pemberian nutrisi
Pilihan pertama pemberian nutrisi melalui jalur oral. Apabila asupan
belum adekuat dapat diberikan oral nutritional supplementation (ONS)
hingga asupan optimal. Bila 5-7 hari asupan kurang dari 60% dari
kebutuhan, maka indikasi pemberian enteral. Pemberian enteral jangka
pendek (<4-6 minggu) dapat menggunakan pipa nasogastrik (NGT).
Pemberian enteral jangka panjang (>4-6 minggu) menggunakan
percutaneus endoscopic gastrostomy (PEG). Penggunaan pipa
nasogastrik tidak memberikan efek terhadap respons tumor maupun
efek negatif berkaitan dengan kemoterapi. Pemasangan pipa
nasogastrik tidak harus dilakukan rutin, kecuali apabila terdapat
ancaman ileus atau asupan nutrisi yang tidak adekuat. Pemberian
edukasi nutrisi dapat meningkatkan kualitas hidup dan memperlambat
toksisitas radiasi pada pasien kanker kolorektal dibandingkan
pemberian diet biasa dengan atau tanpa suplemen nutrisi.
3. Farmakoterapi
Pasien kanker yang mengalami anoreksia memerlukan terapi
multimodal
a. Progestin
Menurut studi meta-analisis MA bermanfaat dalam meningkatkan
selera makan dan meningkatkan BB pada kanker kaheksia, namun
tidak memberikan efek dalam peningkatan massa otot dan kualitas
hidup pasien. Dosis optimal penggunaan MA adalah sebesar 480–
800 mg/hari.Penggunaan dimulai dengan dosis kecil, dan

43
ditingkatkan bertahap apabila selama dua minggu tidak
memberikan efek optimal.
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan zat oreksigenik yang paling banyak
digunakan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian
kortikosteroid pada pasien kaheksia dapat meningkatkan selera
makan dan kualitas hidup pasien.
c. Spiroheptadin
Spiroheptadin merupakan antagonis reseptor 5-HT, yang dapat
memperbaiki selera makan dan meningkatkan berat badan pasien
dengan tumor karsinoid. Efek samping yang sering timbul adalah
mengantuk dan pusing. Umumnya digunakan pada pasien anak
dengan kaheksia kanker, dan tidak direkomendasikan pada pasien
dewasa
4. Aktivitas fisik
Direkomendasikan untuk mempertahankan atau meningkatkan
aktivitas fisik pada pasien kanker selama dan setelah pengobatan untuk
membantu pembentukan massa otot, fungsi fisik dan metabolisme
tubuh.
H. Rehabilitasi medik(11)
Rehabilitasi medik bertujuan untuk pengembalian gangguan kemampuan
fungsi dan aktivitas kehidupan sehari-hari serta meningkatkan kualitas
hidup pasien dengan cara aman & efektif, sesuai kemampuan yang ada.
Disabilitas pada pasien kanker payudara
Kedokteran fisik dan rehabilitasi memerlukan konsep fungsi dan
keterbatasan dalam penanganan pasien. Pada kanker payudara, penyakit
dan penanganannya dapat menimbulkan gangguan fungsi pada manusia
sebagai makhluk hidup seperti gangguan fisiologis, psikologis ataupun
perilaku yang berpotensi mengakibatkan terjadinya keterbatasan dalam
melakukan aktivitas (disabilitas) dan partisipasi sosial dalam kehidupan
sehari-hari.

44
Keterbatasan aktifias
1. Gangguan mobilitas lengan sisi sakit, akibat keterbatasan lingkup
gerak sendi bahu (pascaoperasi, pascaradiasi, hendaya pada payudara
dan area sekitarnya), pembengkakan lengan, kelemahan otot lengan.
2. Nyeri pada metasitasis tulang dan jaringan serta penjalarannya
3. Gangguan mobilitas akibat nyeri, metastasis tulang, cedera medula
spinalis dan metastasis otak serta tirah baring lama
4. Gangguan fungsi kardiorespirasi akibat metastasis paru
5. Sindrom dekondisi akibat tirah baring lama
6. Gangguan fungsi otak akibat metastasis dan hendaya otak
7. Gangguan berkemih dan defekasi pada hendaya otak dan medula
spinalis
8. Gangguan pemrosesan sensoris pada neuropati pascatindakan operasi,
radiasi atau kemoterapi
9. Gangguan fungsi psikososial spiritual
2.12 Follow Up(11)
Optimalisasi follow up adalah suatu strategi pengelolaan penderita (kanker
payudara) setelah mendapatkan pengobatan definitif, terutama pengobatan
operasi yang diharapkan akan memberikan manfaat yang optimal pada
penanganan pasien secara keseluruhan. Follow up rutin pada penderita kanker
payudara merupakan beban kerja yang sangat besar di klinik-klinik spesialis
RS tertier yang sebenarnya dapat dialihkan atau didelegasikan ke fasilitas
kesehatan yang dibawahnya dan berlokasi lebih dekat dengan kediaman
penderita. Tetapi agar tidak ada kegamangan pada pelayan kesehatan dan
penderitanya; maka pelayan kesehatan harus mengerti prinsip prinsip follow
up secara benar dan efektif. Bila melakukan follow up di RS tertier akan
menemukan suasana yang inconvenience, overcrowded, jarak yang jauh dan
dilayani oleh dokter yang paling yunior di RS. Karena itu perlu pemikiran
yang mendalam tentang management follow up di RS dan perlunya peranan
yang lebih besar dari dokter umum/keluarga yang lebih dekat dari kediaman
pasien. Ada 2 strategi dalam sistim follow up pada pasien kanker payudara

45
yaitu follow up yang dilakukan secara terjadwal/rutin atau follow up atau
kontrol hanya bila ada keluhan di Indonesia karena kebanyakan kasus dalam
stadium yang sudah tinggi dan faktor pendidikan dari pasien dan keluarga
yang belum tinggi maka sistim follow up yang dianjurkan adalah yang
terjadwal/ rutin. Follow up ini juga sangat diperlukan meskipun belum tentu
kekambuhan lokal-regional atau jauh itu dapat disembuhkan tetapi paling
tidak akan memperbaiki kualitas hidup dan memberikan dukungan psikologis
pada penderita. Penderita dan keluarga haruslah menjadi partner yang aktif
dalam konteks follow up ini agar ia ingat akan jadwal follow-up dan harus
segera melaporkan secara dini/ segera (early) dan jelas lengkap (prompt)
semua keluhan dan gejala yang diketahuinya. Ada dua fase didalam sistim
follow up, yaitu: Perawatan/ penilaian lanjutan dari penyakitnya setelah
mendapat pengobatan dan penilaian penderita secara keseluruhan.

Hal hal yang harus di follow up adalah :


 Menilai secara keseluruhan penderita
 Pendekatan psikologis terhadap penderita sehingga penderita bisa
merasakan pentingnya arti kunjungan kali ini. Hal hal yang harus
ditanyakan adalah perasaan perasaan umum, seperti : nafsu makan –
apakah tidurnya terganggu atau tidak- apakah dalam menjalankan
pekerjaan sehari hari ada hambatan dan berat badan.
 Menilai adanya kekambuhan
 Menilai kekambuhan secara klinis (anamnesa, pemeriksaan fisik),
pemeriksaan laboratorium, biomarker, dan pencitraan. Pandya et. al.
melaporkan dari 175 penderita dengan kanker payudara yang mengalami
kekambuhan, 38% mempunyai keluhan, 18.3% ditemukan pada
pemeriksaan diri sendiri oleh penderita, 19.4% ditemukan dengan
pemeriksaan oleh dokter, 12% dengan kelainan pada pemeriksaan darah,
5.1% kelainan pada torak, 1.1% dengan kelainan mammogram. Jelas
disini 75% kekambuhan dapat dideteksi secara klinis. Kekambuhan
terbanyak adalah timbulnya “distant metastase” keadaan ini sudah sangat

46
jauh menurun setelah diberikannya terapi ajuvan sistemik, terbukti dari
beberapa studi. Tempat metastase yang tersering adalah : tulang, paru
(termasuk pleura), soft tissue, liver, CNS dan tempat lain, keadaan ini tak
berubah dengan pemberian terapi ajuvan.
2.13 Prognosis(11)
Prognosis tergantung jumlah kelenjar getah bening aksila yang terlibat. Di
samping kelenjar getah bening, faktor prognosis lain adalah ukuran tumor,
status hormon reseptor reseptor, grading histopatologi dan yang baru
adalah ekspresi HER 2/neu.(9) Survival rates untuk wanita yang didiagnosis
karsinoma mammae antara tahun 1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan
pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir program data, didapatkan bahwa
angka 5-year survival untuk stadium I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb
70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium
IV adalah 18%.

47
BAB III
KESIMPULAN

 Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah


karsinoma serviks uterus. Pencegahannya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan rutin payudara.
 Penegakan diagnosis Karsinoma payudara dapat dilakukan melalui prosedur
pemeriksaan klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang, dengan Gold
standard diagnostik menggunakan pemeriksaan histopatologik.

48
49
Gambar 2.14 Bagan Radioterapi kanker payudara(11)
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, Jakarta,


EGC, 2010, hal : 475-478
2. Manuaba, Tjakra Wibawa.Panduan penatalaksanaan kanker solid PERABOI
2010. Sagung
3. Karmalis R. Tampilan Imunositokimia Her2/Neu Pada Biopsi Aspirasi
Jarum Halus Penderita Kanker Payudara . 2008
4. National collaborating center for cancer. Early locally and advanced
diagnosis and treatment. In Nasional institute for health and clinical
excellence. 2009. London
5. James AG, Solove RJ. Breast cancer, treatment guidelines for patients. In
National Comprehensive Cancer Network and American Cancer Society;
2006.
6. Suyatno SB, dr Emir T Pasaribu SB. Kanker Payudara. In Bedah onkologi
diagnostik dan terapi. Jakarta: Sagung seto; 2010. p. 35.
7. Zelenivch A, Shore RE. Epidemiology of breast cancer. In Roses DF. Breast
Cancer. 2nd ed. United State of America: Elseiver; 2008. p. 3.
8. Wamer E. Breast cancer screening. The New England Journal of Medicine.
2011 : p. 1025
9. American cancer society. Breast cancer. American cancer society. 2012.
10. Alison T Stopeck M, Chief Editor: Jules E Harris M. reast Cancer
Treatment & Management. 2012
11. Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN). 2015. Panduan
Nasional Penanganan Kanker Payudara. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia

50

You might also like