Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Aristia Putri Kusumawardani
030.13.027
Pembimbing:
dr. Yosianna Liska, Sp.A
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Demam tifoid”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Karawang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih terutama
kepada dr. Yosianna Liska, Sp.A selaku pembimbing atas masukan dan
pengarahannya selama penulis belajar dalam kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan
Anak. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kelancaran penyelesaian laporan kasus ini, termasuk para dokter dan
staf RSUD Karawang serta teman-teman kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak
atas segala bentuk bantuan dan dukungannya.
Penulis menyadari dalam pembuatan laporan kasus ini masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan segala kritik dan saran
guna penyempurnaan laporan kasus ini. Penulis juga berharap semoga laporan kasus
ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
I. IDENTITAS PASIEN
Nama :A Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 2 Tahun 1 bulan Suku Bangsa : Sunda/Indonesia
No.RM : 00.58.81.39 Agama : Islam
Pendidikan : - Anak ke- : 3 dari 3 bersaudara
Alamat : Perum VIP A4 RT 04/RW15.
Kelurahan Cikampek Barat
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan orang tua pasien
Lokasi : Ruang Rawamerta kamar 149
Tanggal/Waktu : 15 Oktober 2017 pukul 13,30 WIB
Tanggal masuk : 15 Oktober 2017, pukul 05.03 WIB (IGD)
Keluhan utama : BAB cair sejak 2 hari SMRS
Keluhan tambahan : Demam, lemas, muntah 5x, nafsu makan menurun
C. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama : 5 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Psikomotor :
Tengkurap : 4 bulan (Normal: 3-5 bulan)
Duduk : 5 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : umur 12 bulan (Normal: 12-18 bulan)
Mengucapkan kata : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: Tidak terdapat
keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan pasien.
D. Riwayat Makanan
Umur
ASI/PASI Buah/ Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 PASI+ ASI - - -
6–8 PASI+ ASI + + -
8 – 10 PASI+ ASI + + +
10-12 PASI+ ASI + - +
E. Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
3 4
Hepatitis B Lahir 2 bulan
bulan bulan
Polio Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan 18 bulan
BCG 1 bulan
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan 18 bulan
Hib 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak 9 bulan 18 bulan
Pasien mendapat imunisasi di puskesmas
Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar tidak lengkap sesuai usia, tidak
mendapatkan imunisasi ulang BCG dan HIB.
F. Riwayat Keluarga
a. Corak Reproduksi
Tanggal lahir Jenis Lahir Mati Keterangan
No Hidup Abortus
(umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
1. 17 tahun Perempuan Ya - - - Sehat
2. 0 tahun Perempuan - ya - asfiksia -
3. 2 tahun 1 bulan Laki- laki Ya - - - pasien
b. Riwayat Pernikahan
Ayah Ibu
Nama I A
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 26 tahun 20 tahun
Pendidikan terakhir SMA SMA
Suku Sunda Sunda
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
c. Riwayat Penyakit Keluarga : Pada anggota keluarga pasien tidak ada yang
menderita gejala atau penyakit yang sama seperti yang dialami oleh pasien.
Tidak ada riwayat diabetes mellitus, astma, alergi, dan penyakit lainnya yang
diderita keluarga.
d. Riwayat Kebiasaan Keluarga: Peralatan masak dan alat makan minum dicuci
terlebih dahulu dengan sabun dan air sumur. Air minum merupakan air sumur
yang selalu dimasak terlebih dahulu atau terkadang menggunakan air isi ulang
tanpa dimasak. Anggota keluarga jarang mencuci tangan sehabis beraktivitas dan
sebelum makan. Ibu selalu membeli makanan dari luar untuk sarapan anaknya.
G. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare 1 tahun Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Ootitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain: (-)
Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien sering dirawat di
rumah sakit dengan keluhan yang sama.
J. Riwayat Kebiasaan
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering sekali memakan jajanan di pinggir jalan
dan jarang mencuci tangan sebelum makan.
K. Riwayat Pengobatan
Pasien belum berobat ke rumah dokter, namun sudah minum obat lacto B, dan
paracetamol namun tidak ada perbaikan.
Kesimpulan pengobatan: Pasien sudah minum obat tetapi belum ada perbaikan,
tidak ada obat obatan jangka panjang yang rutin dikonsumsi pasien.
Tanda vital
Tekanan darah : 90/70 mmHg
Nadi : 131x/menit reguler, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri
Nafas : 26x/menit
Suhu : 37,8º C
Kepala : Normosefali
Rambut : Rambut hitam, lurus, lebat, distribusi merata, dan tidak mudah
dicabut
Wajah : Wajah simetris, tidak ada pembengkakan.
Mata :
Visus : Tidak dilakukan Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjungtiva anemis : -/- Cekung : -/-
Exophtalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Enophtalmus : -/- Strabismus : -/-
Lensa jernih : +/+ Nistagmus : -/-
Oedem : -/-
Refleks konvergensi : tidak dilakukan Pupil : 2 mm, bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung +/+, tidak langsung +/+
Telinga :
Bentuk : Normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahya : sulit dinilai
Cairan : -/- Ruam merah : -/-
Hidung :
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -/-
Sekret : -/- Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/-
Bibir : Mukosa berwarna merah muda, sianosis (-), pucat (-), bibir kering
Mulut : mukosa mulut kering, oral hygiene baik, halitosis (-), mukosa gigi
berwarna merah muda kering, mukosa pipi berwarna merah muda
dan kering, arcus palatum simetris dengan mukosa palatum
berwarna merah muda
Lidah : Normoglosia, mukosa berwarna merah muda, hiperemis (-),
atrofi papil (-), tremor (-), lidah kotor (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, hiperemis (-), detritus (-), dinding posterior faring
hiperemis (- ), arcus faring tidak hiperemis, uvula terletak ditengah.
Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak teraba
pembesaran tiroid maupun kelenjar getah bening.
Thoraks :
Jantung
Auskultasi : BJ I & BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris, gerak dinding dada simetris kanan dan kiri,
tidak tampak pernapasan cepat dan dalam, retraksi intercostal (-)
retraksi subcostal (-) retraksi suprasternal (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, tidak tampak distensi , makulopapular
rash (-), kulit keriput (-), umbilikus normal, gerak dinding perut saat
pernapasan simetris, gerakan peristaltik (-)
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 4x/menit
Perkusi : hipertimpani di empat kuadran
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor kulit kembali lambat, hepar dan lien
tidak teraba membesar
Genitalia : Jenis kelamin: laki laki
Ekstremitas
Inspeksi : Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan
dan kaki, serta sikap badan, sianosis (-), edema (-)
Palpasi : Akral hangat pada keempat ekstremitas, capillary refill time < 2
detik
Kulit : Warna sawo matang merata, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak
lembab, tidak terdapat efloresensi yang bermakna
V. Resume
Pasien “A” jenis kelamin laki laki, berusia 2 tahun 1 bulan. Datang dengan
keluhan BAB cair lebih dari 10 kali dalam 2 hari SMRS. Feses berwarna kuning,
berisi ampas, terdapat lendir, berbau busuk, tidak ada darah. Selain BAB cair, ibu
pasien juga mengeluhkan pasien demam tinggi, terus menerus sejak 2 hari SMRS,
muntah 5x berisi makanan yang dimakan sejak 1 hari SMRS. Nafsu makan pasien
menurun pasien hanya mau makan 2 sendok makan, banyak minum air mineral
seperti orang yang kehausan, pasien juga terlihat lemah, rewel, perut kembung. BAK
banyak, berwarna jernih. Ibu pasien menyangkal bila pasien kejang, pilek, nyeri
menelan, batuk, sesak napas
Pasien tinggal di lingkungan rumah dengan jarak antar rumah berdekatan.
Ventilasi udara baik dan pencahayaan baik. Sumber air untuk keperluan air sehari-
hari seperti mandi dan mencuci menggunakan air tanah. Ibu pasien mengaku untuk
minum menggunakan air tanah yang dimasak. Dan disekitar rumah bersih, jauh dari
sumber sampah. Makanan yang disajikan di dapur jarang ditutup dengan tudung saji.
Pasien sering jajan sembarangan dan sering tidak mencuci tangan sebelum makan.
Riwayat imunasi pasien tidak lengkap dan sesuai usia, pasien belum imunisasi ulang
BCG dan HIB, pasien mendapat imunisasi di puskesmas.
Pada pemeriksaan fisik, kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang, status
gizi baik menurut WHO Tekanan darah: 90/70 mmHg, Nadi: 131x/menit(reguler,
kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri), Nafas: 26x/menit, Suhu: 37,8º C.
Mata : konjungtiva anemis -/-, mata cekung -/-
Hidung : napas cuping hidung -/-, sekret -/-
mulut : bibir,mukosa mulut nampak kering
Thoraks : Paru-paru: gerak dinding dada simetris kanan dan kiri, pernapasan
cepat dan dalam (-), retraksi (-),sonor di kedua lapang paru, suara nafas vesicular +/+
rhonki -/- wheezing -/-
Jantung : BJ I & BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, BU (+) 4x/menit, hipertimpani seluruh lapang perut ,turgor
kulit kembali lambat , nyeri tekan (-) ,
KGB : Tidak teraba membesar
Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), edema (-), capillary refill time <2 detik.
Pada pemeriksaan laboratorium darah : Hemoglobin 13,3 g/dL; eritrosit 5,4 x
106/uL;leukosit 12,29x103/ul; trombosit 356 x 103/uL; hematokrit 41,2% (normal:
35-45%), Eosinophil: 1 (normal: 1-3), neutrophil 58 % ( normal 54-62 ) Limfosit: 33
(normal: 20-40); Monosit 8%.
VIII. TATALAKSANA
- Medika mentosa:
Cefotaxim 3x500
Zink 1x1
Lacto B 2x1
- Monitoring
Tanda-tanda vital (nadi, pernafasan, suhu)
X. DIAGNOSIS AKHIR
DADRS
Imunisasi tidak lengkap
Gizi baik
XI. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan
konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari satu minggu. Menurut WHO tahun 1998, diare adalah buang air besar
encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Sedangkan menurut Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK UI, definisi diare berbeda pada neonatus dan bayi > 1 bulan serta anak.
Neonatus dikatakan diare bila frekuensi BAB >4 kali, sedangkan bayi > 11.
3.2 Etiologi
Diare secara garis besar dibagi atas radang dan non radang. Diare radang dibagi
lagi atas infeksi dan non infeksi. Diare non radang bisa karena hormonal, anatomis,
obat-obatan dan lain-lain. Penyebab infeksi bisa virus, bakteri, parasit dan jamur,
sedangkan non infeksi karena alergi, radiasi1.
Mekanisme penularan utama untuk patogen diare adalah fecal-oral, dengan air
dan makanan yang merupakan penghantar untuk kerjadian terbanyak.Adapun
beberapa penyebab diare pada anak yaitu :
1. Infeksi
A. Virus
Ada beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan diare akut, antara
lain Rotavirus (sebanyak 40-60%), Norwalk virus, Adenovirus.
Norwalk virus dan Adenovirus sering menyebabkan diare akut pada
anak besar dan dewasa, sedangkan Rotavirus sering terjadi pada anak
usia dibawah 5 tahun terutama usia dibawah 2 tahun.
B. Bakteri
Ada beberapa bakteri yang menyebabkan diare akut pada anak :
E.Coli
Ada 5 subtipe yang menimbulkan diare akut. E. Coli ini
merupakan penyebab kedua diare akut setelah Rotavirus
dengan frekuensi 20-30%. Subtipe E. Coli tersebut adalah :
Entero Pathogenic E. Coli (EPEC)
Entero Toxigenic E. Coli (ETEC)
Entero Invasive E. Coli (EIEC)
Entero Hemorrhagic E. Coli (EHEC)
Entero Aggregative E. Coli (EAEC)
Shigella
Campylobacter yeyuni
Salmonella sp.
Yersinia
Vibrio
C. Parasit
Entamoeba Histolytica.Insidensinya kurang dari 1%
Giardia Lamblia. Biasanya menyerang anak usia 1-5 tahun.
Crytosporidium. Di negara berkembang frekuensinya antara 4-
115. Sering terjadi pada penderita AIDS.
2. Malabsorbsi
Karbohidrat
Lemak
3. Alergi
Diantaranya yaitu :
Alergi susu
Alergi makanan
CMPSE (cow’s milk protein enteropathy).
4. Keracunan
5. Imunodefisiensi
6. Sebab Lain
Pemberian antibiotik, defek anatomis seperti malrotasi, Hisrchrsprung’s
disease dan Shor Bowel Syndrome.
3.3 Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau
kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah
tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat.
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen
antara lain : tidak memberikan ASI secara penuh 4 – 6 bulan pertama
kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh
tinja, kurangnya sarana kebersihan, kebersihan lingkungan dan pribadi yang
buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara
penyapihan yang tidak baik. Selain hal tersebut beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara
lain : gizi buruk, imunodefisiensi, berurangnya keasaman lambung,
menurunnya motilitas usus dan faktor genetik.
3.4 Patofisiologi
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu ganggan pada proses absorbs atau
sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare :
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbs dan ganggaun
sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
Diare akut berlangsung kurang dari 14 hari
Diare kronik berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non infeksi
Diare persisten berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare
osmotik, sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus (IDAI, 2010).
Diare osmotik
Terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi
menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal
tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat
perbedaan tekanan osmosis antara lumen usu dan darah maka pada
segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah
lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul di dalam lumen usus.
Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang
normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi
lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak
diserap seperti Mg, Glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen ileum
dan melebihi kemampuan absorpsi kolon sehingga terjadi diare. Bahan-
bahan seperti karbohidrat dari jus buah atau bahan yang mengandung
sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak yang sama.
Diare sekretorik
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin
bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam
empedu bentuk dihydroxy serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan
konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca2+ yang selanjutnya akan
mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan
menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga mengakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain
terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen
usus bersama Cl-. Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada
aktivitas NaK-ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar
cAMP intraseluler, meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian
menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi
intestinal. Penyakit malabropsi seperti reseksi ileum, penyakit Crohn dapat
menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan
konsentrasi garam empedu, lemak.
Diare karena gangguan motilitas usus
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorpsi tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorpsi. Baik
peningkatan ataupun penurunan motilitas, keduanya menyebabkan diare.
Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang
menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan
meningkatkan absopsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan
stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan
malabsopsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery
diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable
pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
tirotoksikosis, malabsopsi asam empedu dan penyakit lain. Diare ini juga
terjadi akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik, misal pada
diabetik neuropathi, post vagotomi, post reseksi usus serta hipertiroid.
Diare terkait imunologi
Diare terkait iunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I,
III, dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE
dan alergen makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit
gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada coeliac disease
dan protein loss enteropaties.
3.5 Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya
bila terjadi komplikasi ekstra intenstinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala
gastrointenstinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja dengan mengandung sejumlah
ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektronik ini bertambah bila
ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada pans. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metbolik dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia.kolaps
kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik,dehidrasi
hipertonik(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonuik. Menurut derajat dehidrasinya
bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena peradangan atau akibat
dehidrasi.Panas badan umunya terjadi pada penderita dnegan inflammantory diare.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta
rektum, menunjukkan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah simptom yang
nospsesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena organisme yang
menginfeksi saluran cerna bagian atas.
Tanda tanda dehidrasi :SIFIKASI TANDA-TANDA ATAU GEJALA POBATAN
Dehidrasi Berat Terdapat dua atau lebih tanda di bawah ini:
- Letargis/tidak sadar
- Mata cekung
- Tidak bisa minum atau malas minum
- Cubitan kulit perut kembali sangat lambat ( ≥ 2 detik)
Dehidrasi Ringan/Sedang terdapat dua atau lebih tanda di bawah ini:
- Rewel, gelisah
- Mata cekung
- Minum dengan lahap, haus
- Cubitan kulit kembali lambat
Tanpa Dehidrasi
- Tidak terdapat cukup tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan
atau sedang
3.6 Menegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi,volume, konsitensi tinja,warna, bau ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai
muntah: volume dan frekuesnsinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak
kencing dalama 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang berikan selama diare.
Adakan panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk,pilek,otitis
media,campak.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : Berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-
tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-
tanda tambahan lainnya : ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata : cowong atau
tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic. Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu
karena perfusi dan capillart refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak dikatahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat.Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang
diperlukan pada diare akut :
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan
tes kepekaan terhadap antibiotika.
Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja :
Makroskopik
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau infeksi diluar saluran
gastrointestinal.Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa
disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri
enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus
seperti E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica
darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC
terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan
pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.
Mikroskopik
Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri
yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada
pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman
yang memproduksi sitokin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni,
C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit yang
ditemukan umumnya adalah PMN kecuali pada S. typhii
mononuklear.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat
Hemolytic Uremic Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila
terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita
immunocompromised.
3.7 Penatalaksanaan
Departemen kesehatan mulai melakukan sosialisasi panduan Tata Laksana
pengobatan Diare pada balita yang baru didukung baru didukung oleh ikatan Dokter
Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Meperbaiki kondisi usus dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu,
Departemen kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanakan diare bagi semua
kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang
dirawat di rumah sakit, yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua.
Setelah 34 jam, Nilai kembali Anak Menggunakan Bagan Penilaian, Kemudian Pilih
Rencana Terapi A,B atau C untuk Melanjutkan Terapi
Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi
telah hilang, anak biasanya kencing dan lelah kemudian mengantuk
dan tidur
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi Rencana
Terapi B tetapi tawarkan makanan, susu dan sari buah seperti Rencana
Terapi A
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi
C.
Bila Ibu Harus Pulang Sebelum Selesai Rencana Terapi B
Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di
rumah
Berikan bungkus oralit untuk rehidrasi dan untuk 2 hari lagi seperti
dijelaskan dalam rencana terapi A
Tunjukkan cara menyiapkan oralit
Jelaskan 3 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di
rumah
Memberikan oralit atau cairan lain hingga diare berhenti
Member makan anak
Membawa anak ke petugas kesehatan bila perlu.
Antibiotik
Antibiotika pada umummya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak
dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10-20 %) yang disebabkan
oleh bakteri patogen seperti V.cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.Coli, Salmonella,
Camphylobacter dan sebagainya.
Probiotik
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesahatan melalui terciptanya keseimbangan
mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan
pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak
minum ASI.
Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan.
Umumnya kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang
pertumbuhan flora intestinak yang menguntungkan kesehatan.
Diet pada Diare
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien
dianjurkan minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan mudah
dicerna seperti pisang, nasi, keripik, dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena
adanya defisiensi lactase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri.
3.8 Komplikasi
Dehidrasi
Hipoglikemi
Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernapasan
yakni pernapasan cepat, teratur dan dalam yang disebut pernapasan Kusmaul.
Pernapasan ini merupakan homeostasis respiratorik yaitu usaha dari tubuh
untuk mempertahankan pH darah. (Suraatmaja, 2005)
Gangguan elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar
natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang
cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak.
Rehidrasi oral atau nasogastik meenggunakan oralitadalah cara terbaik
dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan
cairan 0,45% saline – 55 dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan
cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium
plasma setelah 8 jam. Bila normallanjutkan dengan rumatan, bila
sebaliknya lanjtukan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma
setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline – 5% dextrose,
perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500
ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian
diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit
10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan
dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.
Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan
menurut kadar K : jika kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral
75 mcg/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan
secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam.
Dosisnya : (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam)
diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 -
kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB)
Hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus,
gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat
dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan
oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan
sesudah diare berhenti.
Kejang
Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, dapat terjadi
gangguan sirkulasi darah berupa renjatan/syok hipovolemik.
3.9 Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara :
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
Kuman – kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara
fekal – oral. Pemberian ASI yang benar
a. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
b. Penggunaan air besih yang cukup
c. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air basar dan sebelum makan
d. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
e. Membuang tinja bayi yang benar.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu
a. Memberikan ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member
makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.
2. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI; 2007.
3. Garna H, Melinda H. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
Edisi ke-3. Bandung: Bag. Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD RS Dr. Hasan
Sadikin. 2005.
4. King CK, Glass R, breseeJS. Managing acute gastroenteritis among children
oral rehydration maintenance and nutritional therapy.MMWR.2003;52:1-16
5. Guaranoa. Oral rehydration toward a real solution. Jpediatr gastroenterol
Nutr.2001;33:2-12
6. WHO, UNICEF.oral rehydration salt production of the new ORS.Geneva.2006
7. Baqui AH. Effect of zinc supplementation started during diarrhea on morbidity
and mortalityin Bangladesh children:community randomized trial.
BMJ.2002;325:1-7
8. Sandhu BK.practical guidelines for the management of gastroenteritis in
children. J pediatr gastroenterol Nutr 2001;33:36-9
9. Dwiprhasto l. penggunaan antidiare ditinjau dari aspek terapi rasional. Jurnal
management pelayanan kesehatan. 2003;9(2)94-101
10. Duggan C. oral rehydration solution for acute diarrhea prevents subsequence
unscheduled follow up visits, pediatrics.1999;104(3):29-33