You are on page 1of 17

2.

6 Klasifikasi
Batu saluran kemih dapat di klasifikasikan klasifikasikan berdasarkan
lokasi batu, karakteristik x-ray, etiologi proses pembuatan batu dan komposisi
batu. Klasifikasi ini penting dalam menatalakasanakan pasien karena daoat
mempengaruhi terapi dan juga prognosis.1
1) Lokasi batu 1
a. Nefrolithiasis : Batu yang terbentuk pada pielum, tubuli hingga
calyx ginjal.
b. Ureterolithiasis : Batu yang terdapat pada ureter.
c. Cystolithiasis : Batu yang terdapat pada vasika urinaria.
d. Urethrolithiasis : Batu pada saluran uretra
2) Karakteristik radiologi 1
a. Radiopaque : kalsium oksalat dihidrat, kalsium oksalat
monohidrat, kalsium fosfat.
b. Poor radiopaque : magnesium ammonium fosfat, apatit, sistein.
c. Radiolucent : usam urat, ammonium urat, xantin, 2,8 dihidroxy-
adenine.
3) Etiologi 1
a. Non-infeksi : kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat.
b. Infeksi : magnesium ammonium fosfat, apatit, ammonium
urat.
c. Genetik : sistein, xantin, 2,8 dihidroksiadenin.
4) Komposisi
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium
oksalat atau kalsium fosfat 75%, asam urat %, magnesium-amonium-
fosfat 15%, sistin, silikat dan senyawa lain 1%.
a. Batu kalsium 2
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK
yaitu sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang
di jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran,
misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran
dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan
terkait dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan
akibat dari dehidrasi.
b. Batu asam urat 3
Sekitar 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien
biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam
urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai
peluang lebih besar menderita penyakit BSK, karena keadaan tersebut
dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih menjadi
rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai
ukuran besar sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam
urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah dengan obat-obatan.
Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.
c. Batu struvit (magnesium-amonium fosfat) 3
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi
ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa
melalui hidrolisis urea menjadi ammonia yaitu : Klebsiella, Serratia,
Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-
20% pada penderita BSK. Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita
daripada laki-laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya
konsentrasi ammonium dan pH air kemih >7.
d. Batu Sistin 3
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena
gangguan ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan
frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin
dan ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan
faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang
sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu yang
memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis karena
imobilitas.

Gambar 1. Gambaran bentuk batu kalsium oksalat

Gambar 2. Gambaran bentuk batu struvit

Gambar 3. Gambaran bentuk batu asam urat

Gambar 4. Gambaran bentuk batu sistin


2.7 Patofisiologi
Terdapat 2 mekanisme pembentukan batu yaitu supersaturasi atau
infeksi. Batu yang dihasilkannyapun dapat berbeda, pada supersaturasi
(free stone formation) batu yang terbentuk biasanya adalah batu asam urat
dan sistein. Pada infeksi batu yang terbentuk adalah hasil dari metabolisme
bakteri. Sedangkan formasi batu yang frekuensinya paling banyak,
kalkulus yang mengandung kalsium, lebih kompleks masih belum dapat
jelas dimengerti.3
Batu terdiri dari bahan-bahan organik maupun anorganik yang
terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable dalam urin jika tidak ada keadaan keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu yang kemudian akan
mengadakan agregasi dan menarik bahan bahan lain sehingga menjadi
kristal yang lebih besar. Kristal tersebut bersifat rapuh dan belum cukup
membuntukan saluran kemih. Maka dari itu agregat Kristal menempel
pada epitel saluran kemih dan membentuk retensi kristal. dengan
mekanisme inilah bahan bahan lain diendapkan pada agregat tersebut
hingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran
kemih.20 Batu asam urat lebih mudah terbentuk dalam suasana asam,
sedangkan magnesium ammonium fosfat cenderung terformasi dalam
keadaan basa. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium.
Kalsium dapat berikatan dengan oksalat, fosfat membentuk batu kalsium
fosfat dan kalsium oksalat. 2
Ada beberapa zat yang dapat bertindak sebagai inhibitor
pembentukan batu. Ion magnesium dapat menghambat pembentukan batu
kalsium oksalat dengan cara berikatan dengan oksalat. Demikian pula
sitrat jika berikatan dengan ion kalsium akan membentuk garam kalsium
sitrat sehingga dapat mengurangi formasi batu yang berkomponen
kalsium. Beberapa protein dapat bertindak sebagai inhibitor dengan cara
menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal maupu
menghambat retensi kristal. senyawa itu antara lain adalah:
glikosaminoglikan, protein Tamm Horsfall, nefrokalsin dan osteopontin. 4
2.8 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada batu ginjal berbeda tergantung lokasi batu,
ukuran dan penyulit yang telah terjadi: 4
a. Nefrolithiasis : Nyeri pinggang non kolik akibat peregangan kapsul
ginjal karena hidronefrosis ataupun infeksi pada ginjal. Pemeriksaan
ketuk CVA positif. Jika ginjal telah mengalami hidronefrosis maka
ginjal akan teraba pada pemeriksaan ballottement. Jika ginjal
mengalami infeksi pasien, demam dapat ditemukan.
b. Ureterolithiasis : Nyeri kolik pada pinggang yang dilewati batu.
Nyeri kolik ini disebabkan karena peningkatan tekanan intralumen
karena usaha gerakan peristaltik ureter ataupun sistem kalises. Dapat
terjadi hematuria karena trauma pada mukosa saluran kemih yang
disebabkan oleh batu.
c. Cystolithiasis : Kesulitan memulai BAK jika batu menutupi
sphincter, BAK yang tersendat dan lancar jika mengubah posisi
badan, dapat terjadi hematuria. Penderita juga dapat merasakan
sensasi keluarnya pasir saat berkemih. Pasien juga dapat merasakan
perasaan tidak enak saat BAK, frekuensi BAK yang meningkat karena
pengecilan ruangan vesika, pada anak dapat ditemukan enuresis
nokturna, dan sering menarik penis ataupun menggosok vulva.
Jika terjadi komplikasi seperti hidronefrosis ataupun
infeksi maka gejala obstruksi saluran kemih bagian atas seperti
demam dan mual muntahpun dapat dirasakan oleh pasien
2.9 Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien dengan BSK mempunyai keluhan yang bervariasi mulai dari
tanpa keluhan, sakit pinggang ringan sampai dengan kolik, disuria,
hematuria,retensio urine, anuria. Keluhan ini dapat disertai dengan
penyulit seperti demam, dan tanda-tanda gagal ginjal. Setalah itu,
menggali penyakit terdahulu yang dapat menjadi faktor pencetus
terbentuknya batu seperti riwayat ISK dengan batu saluran kemih,
kelainan anatomi, renal insuffciency,dll.3
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai dari
tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat, tergantung pada
letak batu dan penyulit yang ditimbulkan. Pada pemeriksaan fisik
khusus urologi dapat dijumpai:2
i. Sudut kosto vertebra : Nyeri tekan, nyeri ketok dan
pembesaran ginjal
ii. Supra simfisis : nyeria tekan, teraba batu, buli-buli
penuh
iii. Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
iv. Colok dubur : teraba batu pada buli-buli pada saan
melakukan palpasi bimanual
c. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukannya pemeriksaan urin rutin untuk melihat adanya
eritrosuria, leukosituria, bakteriuria, pH urin dan kultur urin. Pada
pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat hemoglobin, leukosit,
ureum dan kreatinin. Pada hasil urinalisis bila pH >7,5 : lithiasis
disebabkan oleh infeksi dan bila pH <5,5 : lithiasis karena asam urat.4

d. Pemeriksaan penunjang
i. Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen merupakan pemeriksaan yang pertama
dilakukan bila ada keluhan nyeri abdomen atau nyeri di sekitar area
urogenital. Manfaat dari pemeriksaan ini adalah untuk melihat
gambaran secara keseluruhan di rongga abdomen dan pelvis. Setiap
pemeriksaan traktus urinarius sebaiknya dibuat terlebih dahulu foto
polos abdomen. Pada foto ini dapat menunjukkan bayangan, besar,
bentuk dan posisi kedua ginjal. Dapat pula dilihat kalsifikasi dalam
kista dan tumor, batu radioopak dan perkapuran dalam ginjal. Serta
Batu radioopak di daerah ureter dan buli-buli.2
Interpretasi terhadap kalsifikasi pada saluran ginjal harus
dilakukan dengan hati-hati karena flebolit pada kelenjar mesenterika
dan vena pelvis yang berada di atasnya sering disalah artikan sebagai
batu ureter.2

Normal
Foto Polos Abdomen:
 Distribusi gas di usus Normal.
 Kontur Hepar dan lien tidak membesar.
 Kontur ren D/S Normal.
 Psoas Shadow simetris.
 Tulang baik.
 Tidak tampak adanya bayangan batu radioopak sepanjang
tractus urinarius.
ii. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan piolegrafi intravena dilakukan dengan
menyuntikkan bahan kontras secara intravena dan dilakukan
pengambilan gambar radiologis secara serial yang disesuaikan
dengan saat zat kontras mengisi ginjal, berlanjut ke ureter, dan ke
kandung kemih. Indikasi pemeriksaan PIV adalah untuk mendeteksi
lokasi obstruksi misalnya pada batu ginjal, konfirmasi penyakit
ginjal polikistik, atau adanya kelainan anatomis yang tidak terdeteksi
oleh teknik pemeriksaan lain. Pemeriksaam PIV memerlukan
persiapan yaitu :
a. 2 hari sebelum foto PIV penderita hanya makan bubur kecap.
b. Minum air putih yang banyak.
c. Jam 24.00 WIB minum obat pencahar/laksans untuk
membersihkan kolon dari feses yang menutupi daerah ginjal.
d. Selanjutnya puasa sampai dilakukan foto.
e. Dilarang banyak bicara untuk mengurangi udara (gas) dalam
lambung dan usus.
Untuk bayi dan anak diberikan minum yang mengandung
karbonat, tujuannya untuk mengembangkan lambung dengan gas.
Usus akan berpindah, sehingga bayangan kedua ginjal dapat dilihat
melalui lambung yang terisi gas. Sebelum pasien disuntikkan urofin
60% harus dilakukan terlebih dahulu uji kepekaan. Jika pasien alergi
terhadap kontras maka pemeriksaan pielografi intravena dibatalkan.
Dosis urografin 60 mg % untuk orang dewasa adalah 20 ml. Kalau
perlu diberikan dosis rangkap yaitu 40 ml. Tujuh menit setelah
penyuntikan dibuat film bucky anteroposterior abdomen. Foto
berikutnya diulangi pada 15 menit, 30 menit dan 1 jam. Sebaiknya
segera setelah pasien disuntik kontras, kedua ureter dibendung, baru
dibuat foto 7 menit. Kemudian bendunag dibuka, langsung dibuat
foto di mana diharapkan kedua ureter terisi. Dilanjutkan dengan foto
1 dan 2 jam, malahan foto 6, 12 dan 24 jam.
Menurut Meschan, digunakan film bucky antero-posterior
abdomen setelah penyuntikan, ulangi pemotretan film antero-
porterior abdomen dengan jarak waktu setelah disuntik kontras
intravena, masing-masing 4 menit, 8 menit, 25 menit, foto terlambat
jika konsentrasi dan eksresi sangat kurang pada 1-8 jam. Foto
terakhir biasanya film berdiri. Pada pasien hipertensi, film harus
dibuat setelah penyuntikan 30 detik sampai 1 menit, dan tiap-tiap
menit setelah itu, untuk 5 menit pertama.
Syarat-syarat seseorang boleh melakukan IVP yakni,
 Tidak memiliki riwayat alergi.
 Fungsi ginjalnya baik. Cara untuk mengetahuinya yakni
dengan mengukur kadar BUN atau kreatininnya (<2). Karena
kontras itu bersifat nefrotoksik dan dikeluarkan lewat ginjal,
jadi apabila ginjal rusak atau tidak berfungsi, akan sangat
berbahaya bagi pasien.
Indikasi dilakukannya pemeriksaan IVP yakni untuk melihat anatomi
dan fungsi dari traktus urinarius yang terdiri dari ginjal, ureter, dan
bladder, yang meliputi
 Kelainan kongenital.
 Radang atau infeksi.
 Massa atau tumor.
 Trauma.
Pada pielografi normal akan diperoleh gambaran bentuk ginjal
seperti kacang. Kutub (pool) atas ginjal kiri setinggi Th.11, bagian
bawah, batas bawah setinggi korpus vertebra L3. Ginjal kanan
letaknya kira-kira 2 cm lebih rendah daripada yang kiri. Pada
pernafasan, kedua ginjal bergerak dan pergerakan ini dapat dilihat
dengan fluoroskopi. Arah sumbu ke bawah dan lateral sejajar dengan
muskuli psoas kanan dan kiri. Dengan adanya lemak perirenal, ginjal
mendapat lebih jelas terlihat. Tiga tempat penyempitan ureter
yang normal, yaitu pada sambungan pelvis dan ureter dengan
buli-buli, dan ada persilangan pembuluh darah iliaka.
IPV menit ke 5
Pada menit ke-5, organ yang dinilai yaitu perginjalan, yang
meliputi nefrogram dan sistem pyelocalices (SPC). Nefrogram yaitu
bayangan dari ginjal kanan dan kiri yang terisi kontras. Warnanya
semiopaque, jadi putihnya sedang-sedang saja. Pada menit ke-5,
contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu penyakit-penyakit yang
ada di ren, misalnya pyelonefritis, nefrolitiasis, hidronefrosis,
massa/tumor renal, dll.

Menit ke 15
Penilaian ureter pertama yaitu jumlah ureter terkadang, ureter
bisa hanya nampak 1 aja, itu mungkin di sebabkan kontraksi ureter
saat pengambilan foto, jadi tidak nampak ketika difoto. Kedua posisi
ureter, lalu kaliber ureter diameternya, normal < 0.5 cm, ada
tidaknya batu, baik lusen maupun opaque, kemudian nyatakan
bentuk, jumlah, ukuran, dan letak batu. Contoh penyakit pada menit
ke 15 diantaranya: hidroureter, ureterolithiasis, ureteritis.

Menit ke 45 : Menilai buli-buli.


Apakah dinding buli reguler? adakah additional shadow (divertikel)
ataupun filling defect (masa tumor) dan indentasi prostat, gambaran
dinding yang menebal ireguler dicurigai adanya sistitis kronis.
Contoh penyakit pada menit ke 45 yaitu cystitis, pembesaran prostat,
massa vesikolithiasis

Post miksi
Kita harus menilai apakah setelah pasien berkemih kontras di buli
minimal? Seandainya terdapat sisa yang banyak kita dapat
mengasumsikan apakah terdapat sumbatan di distal buli ataupun otot
kandung kencing yang lemah. Normalnya yaitu sisa 1/3 dari buli-
buli penuh

iii. Urografi Retrograde


Indikasi urografi retrograde adalah untuk melihat anatomi
traktus urinarius bagian atas dan lesi-lesinya. Hal ini dikerjakan
apabila pielografi intravena tidak berhasil menyajikan anatomi
dan lesi-lesi traktus urinarius bagian atas. Keistimewaan
urografi retrigrad berguna melihat fistel.
Urografi retrograd memerlukan prosedur sistoskopi. Kateter
dimasukkan oleh ahli urologi. Kerjasama antara ahli urologi dan
radiologi diperlukan karena waktu memasukkan kotras, posisi pasien
dapat dipantau (dimonitor) dengan fluoroskopi atau televisi. Udara
dalam kateter dikeluarkan, kemudian 25 % bahas kontras yang
mengandung iodium disuntikkan dengan dosis 5-10 ml dibawah
pengawasan fluoroskopi. Kemudian kateter diangkat pada akhir
pemeriksaan, lalu dibuat foto polos abdomen. Jika ada obstruksi
dibuat lagi foto 15 menit kemudian.
Komplikasi dapat berupa sepsis, perforasi ureter, ekstravasasi
bahankontras, reaksi bahan kontras, hematuri dan anuri berhubung
dengan edema pada sambungan ureter dan vesika.

iv. Ultrasonografi (USG)


Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu imaging
diagnostik ( pencitraan diagnostik) untuk pemeriksaan alat alat
dalam tubuh manusia, diman kita dapat mempelajari bentuk, ukuran
anatomis, gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya.
Pemeriksaan ini bersifat non-invasif, tidak menimbulkan rasa sakit
pada penderita, dapat dilakukan dengan cepat, aman dan data yang
diperoleh mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Tidak ada kontra
indikasinya, karena pemeriksaan ini sama sekali tidak akan
memperburuk penyakit penderita. Ultrasonografi (USG) merupakan
pemeriksaan non invasif yang dapat dilakukan secara bed-side dan
relatif tidak mahal. Pada ginjal pemeriksaan ini cukup efektif dan
akurat dalam mendeteksi adanya abses renal, pyohidronefrosis, atau
adanya batu saluran kemih. Selain itu USG juga cukup baik dalam
menilai parenkim ginjal, ketebalan korteks ginjal, serta mendeteksi
hidronefrosis.
Sonogram ginjal normal :
Ukuran ginjal normal dewasa : Ginjal kanan : 8– 14 cm (rata-
rata 10,74 cm), Ginjal kiri : 7–12 cm (rata-rata 11.10 cm), Diameter
antero-posterior 4 cm dan diameter melintang rata-rata 5 cm. Ukuran
panjang ginjal normal secara USG lebih kecil bila dibandingkan
dengan yang terlihat secara radiografi.
Ginjal normal memperlihatkan sonodensitas kortek yang lebih
rendah (hipoekoik) dibandingkan dengan sonodensitas hati,limpa
dan sinus renalis. Tebal kortek kira-kira 1/3 – 1/2 sinus renalis
dengan batas rata atau bergelombang pada ginjal yang lobulated.
Sedangkan sinus renalis yang terletak ditengah ginjal memberikan
sonodensitas yang tinggi (hiperekoik) disebabkan karena
komposisinya yang terdiri atas lemak dan jaringan parenkim ginjal.
Didalam sinus renalis terdapat garis-garis anekoik, yaitu irisan
kalises yang bila diikuti akan bergabung pada daerah anekoik besar,
yaitu pelvis renals.

Gambar USG ginjal normal


v. Computed Tomography Scan (CT-Scan)
Pemeriksaan CT scan pada kasus infeksi saluran kemih
bermanfaat untuk mendeteksi adanya pielonefritis akut. Dengan CT
scan kontras, pielonefritis akut akan tampak sebagai daerah yang
underperfusion. Adapun keunggulan CT adalah memberikan resolusi
anatomi yang lebih baik, sehingga membantu untuk kasus sulit. CT
scan juga bermanfaat pada kasus abses renal atau pionefrosis.
Kekurangan dari CT adalah efek radiasi pada tubuh. Diperkirakan
pada orang dewasa pemeriksaan CT abdomen tunggal memberikan
efek radiasi setara dengan 500 kali pemeriksaan foto polos toraks.
Gambar CT Scan Normal
vi. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI manfaat utamanya pada ginjal adalah untuk
mendeteksi adanya massa ginjal. Keuntungan dari pemeriksaan MRI
adalah memberikan gambaran multiplanar, secara jelas memberikan
gambaran antara jaringan normal dengan jaringan yang patologis
serta tidak ada efek radiasi.

Gambar MRI Normal


2.10 Diagnosis Banding
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut,
misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika
dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan perlu
dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu atau
apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan
adneksitis. Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan
apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri.4
REFERENSI

1. Knoll T. Epidemioloy, Pathogenesis and Pathophysiology of Urolithiasis.


European Urology Supplements 9 (2010). Department of Urology,
Sindelfingen-Boeblingen Medical Center, Germany. P.802-806.
2. Wein, Kavoussi, Novick, Partin, Peters. Campbell-Walsh Urology. Tenth
Edition. Philadelphia; 2012.
3. Tanagho E, McAninch J. Smith’s General Urology. 17th edition. The
McGraw-Hill companies; 2008. P.246
4. Pearle, S. Margaret. Urolithiasis Medical and Surgical Management. USA:
Imforma healthcare ;2009.p.1-6

You might also like