You are on page 1of 16

PRESENTASI KASUS

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO


ULKUS PEPTIKUM
Diajukan Guna melengkapi sebagian Persyaratan Dokter Internsip

oleh
dr. Regina Nada El Ashar

Pembimbing:
dr. Narti
NIP: 1961116201001 2 005

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR
KABUPATEN KARANGANYAR
2018
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

Ulkus Peptikum

Karanganyar, 29 November 2018

Mengetahui :

Pembimbing Internsip
dr. Narti
NIP: 1961116201001 2 005
Berita Acara Presentasi Portofolio

Pada hari ini hari……….., tanggal ………….. 2018 telah dipresentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Regina Nada El Ashar
Judul/ topik : Ulkus Peptikum
No. ID dan Nama Pendamping : dr. Narti
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Karanganyar

Nama Peserta Presentasi No. ID Peserta Tanda Tangan


1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.
8. 8.
9. 9.
10. 10.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping

dr. Narti
NIP: 1961116201001 2 005
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan........................................................................................... ii
Berita Acara ........................................................................................................ iii
Daftar Isi .............................................................................................................. iv

BAB I LAPORAN KASUS....................................................................................1


1.1 Identitas Pasien ..................................................................................................1
1.2 Anamnesis ..........................................................................................................1
1.3 Pemeriksaan Fisik ..............................................................................................2
1.4 Pemeriksaan Penunjang .....................................................................................4
1.5 Analisis dan Sintesis ..........................................................................................5
1.6 Rencana Awal ....................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................6


2.1 Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah .........................................................6
2.2 Ulkus Peptikum..................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................12


BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. H
Umur : 44 tahun
BeratBadan : 61 kg
TinggiBadan : 156 cm
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Jumantono
Tanggal masuk : 16 November 2018
Tanggal Pemeriksaan : 16 November 2018
No RM : 44.07.88

1.2 ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh dengan cara autoanamnesis terhadap pasien dan aloanamnesis
terhadap anak pasien pada tanggal 16 November 2018 jam 18.02 WIB
1. Keluhan Utama
BAB berwarna hitam
2. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB berwarna hitam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
pasien merasakan nyeri ulu hati sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan disertai rasa mual dan muntah sebanyak 3 kali.
Keluhan BAB berwarna hitam sebelumnya tidak ada, namun keluhan nyeri
ulu hati sudah dirasakan berulang sejak 2 tahun terakhir. Keluhan nyeri ulu hati
dirasakan berkurang setelah os mengkonsumsi makanan. Namun selang beberapa
waktu keluhan nyeri ulu hati dirasakan lagi. Os mengaku pernah pernah di
endoskopi 6 bulan yang lalu atas indikasi tukak lambung.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat mondok : 3 bulan yang lalu dengan keluhan nyeri ulu hati
 Riwayat Alergi : disangkal
 Riwayat dyspepsia : (+) positif

4. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan


 Riwayat penyakit DM : disangkal
 Riwayat alergi obat/makanan : disangkal

5. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien mempunyai 2 anak. Pasien tinggal bersama anak ke 2 dan
suaminya. Pasien bekerja sebagai karyawan swasta di salah satu pabrik, suaminya
bekerja sebagai karyawan swasta. Berobat di RSUD Karanganyar dengan fasilitas
BPJS PBI.
Kesan sosial ekonomi: cukup

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum : sakit sedang
Derajat Kesadaran : compos mentis GCS E3V4M5
Status gizi : kesan gizi cukup
2. Tanda vital
Suhu : 36,7oC per aksiler
HR : 88 x/menit
RR : 18 x/menit
TD : 130/70 mmHg
3. Kepala : mesocephal
4. Mata : refleks cahaya (+/+), pupil isokor (+/+), conjungtiva anemis (+/+), sclera
ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-)
5. Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-)
6. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), gusi berdarah (-)
7. Telinga : sekret (-)
8. Tenggorokan: tonsil T1–T1hiperemis (-/-), faring hiperemis (-)
9. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
10. Thorax : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor: Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah : SIC IV linea midclavicularis sinistra
Kanan atas : SIC II linea paasternalis dextra
Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo:
Anterior
Inspeksi : Pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Posterior
Inspeksi : Pengembangan dada kanan =kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
11. Abdomen : Inspeksi : simetris, tidak ada benjolan
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, tes undulasi (-), pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (+), hepardan lien tidak teraba,
12. Ekstremitas:
akral dingin oedem
- - - -
- - - -

CRT <2 detik


ADP teraba kuat
Uji Rumple Leed (-)
13. Status Lokalis
Regio hipocondriaca dextra :
 Inspeksi: dalam batas normal
 Perkusi: Timpani
 Palpasi: Soepel, nyeri tekan (+)
 Auskultasi: Bruit (-)
14. Rectal Toucher
Anus : Tenang
Sfingter : Baik
Mukosa : Licin
Ampula : Kosong, batas atas tidak teraba, konsistensi kenyal, permukaan rata,
nodul (-), nyeri tekan (-)
Handscoen : feses (+), darah berwarna hitam (+), lendir (-)

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium darah 16 November 2018


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN RUJUKAN
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 12.8 g/dl 14.0 – 18.0

Hematokrit 36.0 % 42.0 – 52.0

Leukosit 8.6 ribu/ul 5.0-10.0

Trombosit 197 juta/ul 150 – 300

Eritrosit 4.37 ribu/ul 4.50 – 5.50

INDEX ERITROSIT
MCV 81.7 Fl 82.0 – 92.0
MCH 26. 1 Pg 27.0 – 31.0
MCHC 33.4 g/dl 32.0 – 37.0
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.7 % 0.5 – 5.0
Basofil 0.2 % 0.0 – 1.0
Granulosit 89.8 % 50.0 – 70.0
Limfosit 6.4 % 25.0 – 40.0
Monosit 3.7 % 3.0– 9.0
GULA DARAH
Glukosadarahsewaktu 122 MG/DL 70-150
GINJAL
Creatinin 0.9 MG/DL 0.8-1.1
Ureum 45 MG/DL 10-50

1.5 ANALISIS DAN SINTESIS

Telah dilaporkan kasus seorang wanita berusia 44 tahun datang ke IGD RSUD
Karanganyar pada tanggal 16 November 2018 dengan diagnosis kerja Perdarahan saluran
cerna bagian atas e.c Ulkus Peptikum. Diagnosis ditegakkan dari anamnesis didapatkan
keluhan BAB berwarna hitam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien
merasakan nyeri ulu hati sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai
rasa mual tetapi os tidak muntah.
Keluhan BAB berwarna hitam sebelumnya tidak ada, namun keluhan nyeri ulu hati
sudah dirasakan berulang sejak 2 tahun terakhir. Keluhan nyeri ulu hati dirasakan
berkurang setelah os mengkonsumsi makanan. Namun selang beberapa waktu keluhan
nyeri ulu hati dirasakan lagi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal namun pada
palpasi region hipocondriaca dekstra didapatkan nyeri tekan positif. Pada pemeriksaan
rectal touché dijumpai feses bercampur darah berwarna hitam. Pada pemeriksaan
penunjang tidak dijumpai kelainan yang signifikan.

1.6 RENCANA AWAL


Diagnosis: Perdarahan saluran cerna bagian atas e.c Gastritis Erosif
Pengobatan:
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Asam traneksamat 250mg/ 12 jam
- Inj. OMZ IA/ 12 jam
- Inj. Ondansetron IA/ 12 jam
Pendidikan: Menjelaskan tentang faktor risiko penyakit dan tatalaksana kepada pasien.
Rujukan: Pada pasien ini dianjurkan untuk dirujuk ke dokter Spesialis Penyakit dalam
untuk pemeriksaan endoskopi ulang untuk mengetahui dimana letak perdarahan dan
pengobatan lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


Perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCBA) adalah kehilangan darah dari
saluran cerna atas, di mana saja, mulai dari esophagus sampai dengan duodenum
(dengan batas anatomik di ligamentum Treitz), dengan manifestasi klinis berupa
hematemesis, melena, hematokezia atau kombinasi.

Tabel 1: Penyebab Tersering Perdarahan SCBA pada Pasien yang menjalani


Endoskopi di Pusat Endoskopi RSCM selama tahun 2001-2005

2. 2 Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa, yang meluas
di bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, submukosa hingga lapisan
muskularis mukosa dengan garis tengah lebih atau sama dengan 5 mm dari suatu
daerah saluran cerna atas yang langsung berhubungan dengan cairan asam
lambung/pepsin.
Bagan di bawah ini menunjukkan beberapa faktor risiko terkait pembentukan
ulkus, baik duodenum maupun gaster. Sebagaimana terlihat infeksi H.pylori
merupakan faktor utama dalam terbentuknya ulkus, baik duodenum maupun gaster.
Studi ini diambil dari studi populasi di negara barat, walaupun dengan urutan yang
sama, diperkirakan pada negara berkembang infeksi H.pylori memainkan peranan
yang lebih signifikan.
Gambar 1. Proporsi faktor risiko ulkus peptikum

Ulkus peptikum merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara faktor-faktor


yang menyebabkan kerusakan dengan system pertahanan mukosa. Beberapa
mekanisme protektif dapat mencegah kejadian ulkus peptikum pada keadaan sehat
(gambar 2). Pada saat mekanisme-mekanisme ini terganggu atau tidak berfungsi,
maka mukosa menjadi rentan terhadap pelbagai serangan. Hal ini sering ditemukan
pada berbagai keadaan penyakit, diantaranya syok, penyakit kardiovaskular, hati atau
gagal ginjal, yang merupakan kondisi predisposisi terjadinya penyakit ulkus
peptikum.

Gambar 2. Sistem pertahanan mukosa saluran cerna atas.


Anamnesis
Tanda dan gejala tersering dari perdarahan saluran cerna bagian atas adalah
hematemesis (muntah darah), muntah berwarna coffee ground dan melena (tinja
seperti aspal/tar). Sekitar 30% pasien dengan perdarahan ulkus datang dengan
hematemesis, 20% dengan melena dan 50% dengan keduanya. Hematoskezia (darah
segar di tinja) biasanya menunjukkan sumber perdarahan saluran cerna bawah, oleh
karena darah dari saluran cerna atas berubah hitam dan serupa aspal pada saat
melewati saluran cerna, sehingga menghasilkan melena.
Meskipun demikian, 5% pasien dengan perdarahan ulkus datang dengan
hematoskezia, yang menandakan perdarahan berat, biasa lebih dari 1.000 mL. Pasien
yang datang dengan hematoskezia dan disertai dengan tanda-tanda gangguan
hemodinamik, seperti sinkop, hipotensi postural, takikardia dan syok harus dicurigai
menderita perdarahan saluran cerna bagian atas.
Tanda dan gejala nonspesifik termasuk nausea, vomitus, nyeri epigastrik,
fenomena vasovagal dan sinkop, serta adanya penyakit komorbid tersering (misalnya
diabetes melitus, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit ginjal kronik dan
penyakit arthritis) dan riwayat penggunaan obat-obatan harus diketahui.
Pemeriksaan Fisik
Penilaian hemodinamik (denyut nadi, tekanan darah), laju pernafasan, status
kesadaran, konjungtiva yang pucat, capillary refill yang melambat, serta tidak
ditemukannya stigmata sirosis hati kronik merupakan tanda-tanda awal yang harus
segera diidentifikasi. Takikardia pada saat istirahat dan hipotensi ortostatik
menunjukkan adanya kehilangan darah yang cukup banyak. Luaran urin rendah, bibir
kering dan vena leher kolaps juga merupakan tanda yang cukup berguna. Sebagai
catatan, takikardia dapat tidak timbul apabila pasien mendapatkan terapi dengan
penyekat beta, sering digunakan pada pasien gagal jantung dan sirosis hati.
Pemeriksaan Penunjang
Walaupun bukan merupakan prosedur rutin pada perdarahan ulkus peptikum,
pemasangan nasogastric tube (NGT) dan menilai aspiratnya biasanya bermanfaat
untuki penilaian klinis awal. Apabila terdapat darah merah segar, maka pasien
membutuhkan evaluasi endoskopik segera dan perawatan di unit intensif. Penurunan
kadar hemoglobin 1g/dL diasosiasikan dengan kehilangan darah 250mL. Apabila
terdapat warna coffee ground, maka pasien membutuhkan rawat inap dan evaluasi
endoskopik dalam waktu 24 jam. Namun demikian aspirat normal tidak
menyingkirkan perdarahan saluran cerna. Sekitar 15% pasien dengan aspirat normal,
tetap mempunyai perdarahan saluran cerna aktif atau risiko tinggi mengalami
perdarahan ulang.
Pemeriksaan endoskopi, tidak hanya mendeteksi ulkus peptikum, namun juga
dapat digunakan untuk mengevaluasi stigmata yang dikaitkan dengan peningkatan
risiko perdarahan ulang.
Tatalaksana dini
Evaluasi dini dan resusitasi yang sesuai merupakan hal penting untuk
dilakukan pada pasien PSCBA, terutama yang datang dengan keluhan hematemesis,
hematoskezia masif, melena atau anemia progresif. Tatalaksana awal disarankan
untuk dilakukan dengan pendekatan multidisipliner, dengan melibatkan spesialis
penyakit dalam/gastroenterologist, radiologist intervensional, dan ahli bedah/bedah
digestif.
Pemasangan nasogastric tube (NGT) dilakukan pada perdarahan yang diduga
masih berlangsung disertai dengan gangguan hemodinamik. NGT bertujuan untuk
mencegah aspirasi, dekompresi, dan menilai perdarahan sehingga tidak diperlukan
pada semua pasien dengan perdarahan.
Resusitasi yang dilakukan termasuk pemberian cairan intravena dan
suplementasi oksigen, koreksi koagulopati berat dan transfusi darah pada saat
dibutuhkan. Batasan transfusi bergantung kepada kondisi medis umum dan tanda vital
pasien, namun biasanya ditetapkan pada hemoglobin ≤ 7.0 g/dL kecuali bila
perdarahan masih terus berlangsung atau masif serta adanya penyakit jantung koroner,
gangguan hemodinamik (hipotensi dan takikardi) dan usia lanjut.

Tabel 2. Pilihan terapi supresi asam untuk penyembuhan mukosa


Golongan Dosis Durasi Keterangan
PPI Omeprazole 1x20 mg Ulkus duodenum:
Paling superior untuk
Lansoprazole 1x30 mg 4 minggu supresi asam, mem-
Pantoprazole 1x40 mg Ulkus gaster: 8
percepat penyembuhan
Rabeprazole 1x20 mg minggu ulkus dan memperbaiki
gejala
H2RA Simetidin 2x400 mg Ulkus duodenum: Efektivitas sama dengan
sebelum tidur 4 minggu sukralfat
Famotidine 2x20 mg Ulkus gaster: 8
sebelum tidur minggu
Ranitidine 2x150 mg
sebelum tidur
Pemberian PPI sebelum endoskopi dapat digunakan (Rekomendasi 1B) untuk
pasien dengan PUP. Suasana lingkungan asam menyebabkan penghambatan agregasi
trombosit dan koagulasi plasma, juga menyebabkan terjadinya lisis pada bekuan yang
telah terbentuk. Pemberian PPI dapat secara cepat menetralisasi asam lambung
intraluminal, yang menghasilkan stabilisasi bekuan darah. Pada jangka panjang, terapi
antisekretorik juga mendukung penyembuhan mukosa. Suatu studi yang baru-baru ini,
menunjukkan bahwa pemberian PPI pre-endoskopik secara signifikan menurunkan
angka stigmata risiko tinggi pada endoskopi awal (37% vs. 46%, OR 0.67; 95% CI
0.54-0.84). Namun demikian tidak menunjukkan efek terhadap perdarahan ulang,
mortalitas dan pembedahan Bila endoskopi akan ditunda dan tidak dapat
dilaksanakan, PPI intravena direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan lanjut
Waktu endoskopi
Endoskopi telah menjadi alat untuk diagnosis dan tatalaksana PSCBA yang
utama. Tindakan ini memungkinkan untuk dilakukan identifikasi sumber pendarahan
dan terapi pada saat yang sama. Waktu optimal endoskopi masih dalam perdebatan.
Endoskopi darurat memungkinkan untuk dilakukan hemostasis dini, namun dapat
menyebabkan terjadinya aspirasi darah dan desaturasi oksigen pada pasien yang
belum stabil. Sebagai tambahan, jumlah darah dan bekuan yang banyak dapat
mengganggu terapi target untuk focus pendarahan, yang dapat menyebabkan
dibutuhkannya prosedur endoskopik ulangan.
Konsensus internasional dan Asia-Pasifik menganjurkan endoskopi dini dalam
waktu 24 jam setelah pasien dirawat , oleh karena tindakan ini secara signifikan
menurunkan lama rawat inap dan memperbaiki luaran klinis. Endoskopi sangat dini
(<12 jam) sampai saat ini belum menunjukkan keuntungan tambahan dalam hal
menurunkan risiko pendarahan ulangan, pembedahan dan mortalitas bila
dibandingkan dengan waktu 24 jam. Namun demikian, endoskopi darurat harus
dipertimbangkan pada pasien dengan pendarahan berat. Pada pasien dengan gambaran
klinis risiko lebih tinggi (misalnya: takikardi, hipotensi, muntah darah, atau darah
segar pada NGT ) endoskopi dalam 12 jam kemungkinan dapat meningkatkan luaran
klinis.1-3 Pada pasien dengan hemodinamik stabil dan tanpa faktor komorbid serius,
dilakukan endoskopi terlebih dahulu sebelum pasien dipulangkan.
Terapi endoskopik untuk PUP
Tujuan terapi endoskopik adalah untuk menghentikan pendarahan aktif dan
mencegah perdarahan ulang. Beberapa teknik, termasuk injeksi, ablasi dan mekanik
telah dikembangkan dalam beberapa dekade terkini. Pemilihan tindakan dapat
disesuaikan dengan penampakan fokus perdarahan dan risiko terkait untuk kejadian
pendarahan persisten dan rekuren (gambar 5). Pada PUP, pasien dengan perdarahan
aktif atau pembuluh darah visibel tanpa perdarahan pada area ulkus mempunyai risiko
perdarahan ulang tertinggi, sehingga membutuhkan terapi hemostatik endoskopik
segera. Pasien dengan stigmata risiko rendah (ulkus dasar bersih atau bintik
pigmentasi pada area ulkus) tidak membutuhkan terapi endoskopik

Gambar 3. Pilihan tatalaksana endoskopik dan PPI intravena untuk pasien


dengan PSCBA terkait ulkus peptikum. PPI = proton pump inhibitor.
*Jika fasilitas terapi endoskopik optimal
DAFTAR PUSTAKA

Simadibrata,M., Syam, A, F., Abdullah, M., Fauzi, A., Renaldi, K. 2012. Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Atas Non Varises di Indonesia. Jakarta:
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia.
Soemasto, A, S., Amelz, H., Junadi, P., dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

You might also like