You are on page 1of 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PENURUNAN KESADARAN DI RUANG ICU RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG

OLEH :

NUR AGNI DWININGSIH

G3A017261

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN AJARAN 2018


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Tinjauan Teori

1. Definisi Penurunan Kesadaran

Penurunan kesadaran merupakan salah satu kegawatan neurologi yang menjadi


petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common pathway” dari gagal
organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak
dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran menjadi pertanda disregulasi
dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. Dalam hal
menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di klinik yaitu
kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma. Terminologi tersebut
bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif,
dengan menggunakan skala koma Glasgow3.
1.1 Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan panca indera
(aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan dari luar
maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan waspada.
Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti mengantuk, mata
tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat
menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap
sekitarnya menurun.
Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup dengan rangsang nyeri
atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata. Motorik hanya berupa
gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.
Semikoma atau soporokoma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara
kuat, hanya dapat mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa gerakan primitif.
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan rangsang apapun
tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara, maupun reaksi
motorik.

1.2 Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif


Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E), Pemeriksaan
Motorik (M) dan Verbal (V). Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai
tertinggi 15.
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:
E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mata dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan
Motorik:
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah
Verbal:
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
1.3. Tingkat kesadaran dibedakan menjadi

a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat


menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,namun maih dapat
dbangunkan dengan rangsang yang kuat misalnya rangsang nyeri, namun tidak
terbangun sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
f. Semi-koma yaitu penuruna kesadaran yang tidak memberikan respon terhadap
pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali, respon terhdap rangsang
nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil masih baik
g. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), tidak aga gerakan

 Total skor GCS dapat diklasifikasikan


a) Skor 14-15 : compos mentis
b) Skor 12-13 : apatis
c) Skor 10-11 : Delirium
d) Skor 7-9 : somnolent
e) Skor 5-6 : stupor (sopor)
f) Skor 4 : semi koma
g) Skor ≤3 : koma

1.4. Klasifikasi Penurunan Kesadaran

Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/
lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/
lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai dengan kelainan
fokal.
a. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku
kuduk
1. Gangguan iskemik
2. Gangguan metabolik
3. Intoksikasi
4. Infeksi sistemis
5. Hipertermia
6. Epilepsi
b. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
1. Perdarahan subarakhnoid
2. Radang selaput otak
3. Radang otak
c. Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal
1. Tumor otak
2. Perdarahan otak
3. Infark otak
4. Abses otak
4. Etiologi Penurunan Kesadaran

Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh


misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di
batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat
(kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness,
alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks
serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan
menurunnya kesadaran.

Gambar 1. Patofisiologi penurunan kesadaran

Gangguan metabolik toksik


Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya penyediaan
oksigen. Adanya penurunan aliran darah otak (ADO), akan menyebabkan terjadinya
kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen (O2) dari aliran darah. Apabila ADO
turun lebih rendah lagi, maka akan terjadi penurunan konsumsi oksigen secara
proporsional.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan teroksidasi
menjadi karbondioksida (CO2) dan air. Untuk memelihara integritas neuronal,
diperlukan penyediaan ATP yang konstan untuk menjaga keseimbangan elektrolit.
O2 dan glukosa memegang peranan penting dalam memelihara keutuhan
kesadaran. Namun, penyediaan O2 dan glukosa tidak terganggu, kesadaran individu
dapat terganggu oleh adanya gangguan asam basa darah, elektrolit, osmolalitas,
ataupun defisiensi vitamin.
Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri. Koma
disebabkan kegagalan difus dari metabolisme saraf.
1. Ensefalopati metabolik primer
Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel saraf
dan glia. Misalnya penyakit Alzheimer.
2. Ensefalopati metabolik sekunder
Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang
mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun
keracunan. Pada koma metabolik ini biasanya ditandai dengan gangguan sistem
motorik simetris dan tetap utuhnya refleks pupil (kecuali pasien mempergunakan
glutethmide atau atropin), juga utuhnya gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali
pasien mempergunakan barbiturat).
Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak menyebabkan stupor
dan koma. Jika tidak ada kompresi ke sisi kontralateral batang otak lesi setempat
pada otak menimbulkan koma karena terputusnya ARAS. Sedangkan koma pada
gangguan metabolik terjadi karena pengaruh difus terhadap ARAS dan korteks
serebri2.

Tabel 1. Penyebab Metabolik atau Toksik pada Kasus Penurunan Kesadaran

No Penyebab metabolik atau Keterangan


sistemik

1 Elektrolit imbalans Hipo- atau hipernatremia, hiperkalsemia, gagal ginjal


dan gagal hati.

2 Endokrin Hipoglikemia, ketoasidosis diabetik

3 Vaskular Ensefalopati hipertensif

4 Toksik Overdosis obat, gas karbonmonoksida (CO)

5 Nutrisi Defisiensi vitamin B12

6 Gangguan metabolik Asidosis laktat

7 Gagal organ Uremia, hipoksemia, ensefalopati hepatik

Gangguan Struktur Intrakranial


Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio
retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran) disebut
koma diensefalik. Secara anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama,
ialah koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.

1. Koma supratentorial
1) Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri, sedangkan batang
otak tetap normal.
2) Lesi struktural supratentorial (hemisfer).
Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer serebri)
beserta edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan hematom
mengakibatkan dorongan dan pergeseran struktur di sekitarnya, terjadilah
herniasi girus singuli, herniasi transtentorial sentral dan herniasi unkus.
a. Herniasi girus singuli
Herniasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral
menyebabkan tekanan pada pembuluh darah serta jaringan otak,
mengakibatkan iskemi dan edema.
b. Herniasi transtentorial/ sentral
Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses desak ruang
rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli basalis; secara berurutan
menekan disensefalon, mesensefalon, pons dan medulla oblongata melalui
celah tentorium.
c. Herniasi unkus
Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii media atau
lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan girus hipokampus
ke arah garis tengah dan ke atas tepi bebas tentorium yang akhirnya
menekan mesensefalon.
2. Koma infratentorial
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
1) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/ serta merusak
pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi, perdarahan dan
nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala dan sebagainya.
2) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS
a. Langsung menekan pons
b. Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah tentorium
dan menekan tegmentum mesensefalon.
c. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan menekan
medulla oblongata.

Tabel 2. Penyebab Struktural pada Kasus Penurunan Kesadaran

No Penyebab struktural Keterangan

1 Vaskular Perdarahan subarakhnoid, infark batang kortikal


bilateral

2 Infeksi Abses, ensefalitis, meningitis

3 Neoplasma Primer atau metastasis

4 Trauma Hematoma, edema, kontusi hemoragik

5 Herniasi Herniasi sentral, herniasi unkus, herniasi singuli

6 Peningkatan tekanan Proses desak ruang


intrakranial

4. Manifestasi Klinis

Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :

1) Penurunan kesadaran secara kwalitatif


2) GCS kurang dari 13
3) Sakit kepala hebat
4) Muntah proyektil
5) Papil edema
6) Asimetris pupil
7) Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negative
8) Demam
9) Gelisah
10) Kejang
11) Retensi lendir / sputum di tenggorokan
12) Retensi atau inkontinensia urin
13) Hipertensi atau hipotensi
14) Takikardi atau bradikardi
15) Takipnu atau dispnea
16) Edema lokal atau anasarka
17) Sianosis, pucat dan sebagainya

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan


kesadaran yaitu :
1. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah
( BUN ), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alcohol,
obat-obatan dan analisa gas darah ( BGA ).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi-lesi otak
3. PET ( Positron Emission Tomography )
Untuk meenilai perubahan metabolik otak, lesi-lesi otak, stroke dan tumor otak
4. SPECT ( Single Photon Emission Computed Tomography )
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
5. MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi arteriovena.
7. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuuah perubahan struktur garis tengah serebral yang disebabkan
hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas dan neoplasma.
8. EEG ( elektroensefalography )
Untuk menilai kejaaang epilepsy, sindrom otak organik, tumor, abses, jaringan parut
otak, infeksi otak

9. EMG ( Elektromiography )
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain.
6. Penatalaksanaan Medis

Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat, pengobatan
dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan. Pengobatan meliputi dua komponen utama
yaitu umum dan khusus.
Umum
 Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi
bila tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intrakranial
yang meningkat.
 Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial,
pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada, lakukan suction di
daerah nasofaring jika diduga ada cairan.
 Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai
dengan kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.
 Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan
elektrokardiogram (EKG).
 Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah
aspirasi, lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin 100
mg iv, berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya overdosis opium/
morfin, berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit sampai kesadaran
pulih (maksimal 2 mg).

Khusus
- Pada herniasi
 Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30 mmHg.
 Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-
20 menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.
 Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg
iv lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.
 Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti
epidural hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi.
- Pengobatan khusus tanpa herniasi
 Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti.
Jika pada CT scan tak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan
pungsi lumbal (LP). Jika LP positif adanya infeksi berikan antibiotik yang
sesuai. Jika LP positif adanya perdarahan terapi sesuai dengan pengobatan
perdarahan subarakhnoid.

B. TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN PRIMER

1. Airway
a. Apakah pasien berbicara dan bernafas secara bebas
b. Terjadi penurunan kesadaran
c. Suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
d. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan
e. Gelisah
f. Sianosis
g. Kejang
h. Retensi lendir / sputum di tenggorokan
i. Suara serak, Batuk
2. Breathing
a. Adakah suara nafas abnormal : stridor, wheezing, mengi dll
b. Sianosis
c. Takipnu
d. Dispnea
e. Hipoksia
f. Panjang pendeknya inspirasi ekspirasi
3. Circulation
a. Hipotensi / hipertensi
b. Takipnu
c. Hipotermi
d. Pucat
e. Ekstremitas dingin
f. Penurunan capillary refill
g. Produksi urin menurun
h. Nyeri
i. Pembesaran kelenjar getah bening

PENGKAJIAN SEKUNDER
4. Riwayat penyakit sebelumnya
Apakah klien pernah menderita :

a. Penyakit stroke
b. Infeksi otak
c. DM
d. Diare dan muntah yang berlebihan
e. Tumor otak
f. Intoksiaksi insektisida
g. Trauma kepala
h. Epilepsi dll.
5. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas dan istirahat
 Data Subyektif:
 kesulitan dalam beraktivitas
 kelemahan
 kehilangan sensasi atau paralysis.
 mudah lelah
 kesulitan istirahat
 nyeri atau kejang otot
 Data obyektif:
 Perubahan tingkat kesadaran
 Perubahan tonus otot ( flasid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan
umum.
 gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
 Data Subyektif:
 Riwayat penyakit stroke
 Riwayat penyakit jantung : Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,
endokarditis bacterial.
 Polisitemia.
 Data obyektif :
 Hipertensi arterial
 Disritmia
 Perubahan EKG
 Pulsasi : kemungkinan bervariasi
 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Eliminasi
 Data Subyektif:
 Inkontinensia urin / alvi
 Anuria
 Data obyektif
 Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh )
 Tidak adanya suara usus( ileus paralitik )
d. Makan/ minum
 Data Subyektif:
 Nafsu makan hilang
 Nausea
 Vomitus menandakan adanya PTIK
 Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan
 Disfagia
 Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
 Data obyektif:
Obesitas ( faktor resiko )

e. Sensori neural
 Data Subyektif:
 Syncope
 Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
 Kelemahan
 Kesemutan/kebas
 Penglihatan berkurang
 Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka
 Gangguan rasa pengecapan
 Gangguan penciuman
 Data obyektif:
 Status mental
 Penurunan kesadaran
 Gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang)
 Gangguan fungsi kognitif
 Ekstremitas : kelemahan / paraliysis genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam
 Wajah: paralisis / parese
 Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/
kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global /
kombinasi dari keduanya. )
 Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, stimuli taktil
 Kehilangan kemampuan mendengar
 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
 Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negatif, ukuran
pupil isokor / anisokor, diameter pupil
f. Nyeri / kenyamanan
 Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya

 Data obyektif:
 Tingkah laku yang tidak stabil
 Gelisah
 Ketegangan otot
g. Respirasi
Data Subyektif : perokok ( faktor resiko )
h. Keamanan
Data obyektif:
 Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
 Perubahan persepsi terhadap tubuh
 Kesulitan untuk melihat objek
 Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
 Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
 Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
 Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan
 Berkurang kesadaran diri

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia jaringan, ditandai


dengan peningkatan TIK, nekrosis jaringan, pembengkakan jaringan otak, depresi SSP
dan oedema
Tujuan : gangguan perfusi jaringan berkurang/hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 jam.
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK
- Tanda – tanda vital dalam batas normal
- Tidak adanya penurunan kesadaran

Intervensi :
Mandiri :
- Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat
menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
- Catat status neurologi secara teratur, bandingkan dengan nilai standart
- Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
- Pantau tekanan darah
- Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan
penglihatan kabur
- Pantau suhu lingkungan
- Pantau intake, output, turgor
- Beritahu klien untuk menghindari/ membatasi batuk,muntah
- Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
- Tinggikan kepala 15-45 derajat
Kolaborasi :
- Berikan oksigen sesuai indikasi
- Berikan obat sesuai indikasi
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan nafas oleh sekret
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1
jam.
Kriteria hasil:
- Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas
- Ekspansi dada simetris
- Bunyi napas bersih saat auskultasi
- Tidak terdapat tanda distress pernapasan
- GDA dan tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
Mandiri :
- Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
- Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan
memberikan pengeluaran sekresi yang optimal
- Penghisapan sekresi
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
Kolaborasi :
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan


Tujuan :
Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam
Kriteria hasil:
- RR 16-24 x permenit
- Ekspansi dada normal
- Sesak nafas hilang / berkurang
- Tidak suara nafas abnormal
Intervensi :
Mandiri :
- Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
- Auskultasi bunyi nafas.
- Pantau penurunan bunyi nafas.
- Berikan posisi yang nyaman : semi fowler
- Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
Kolaborasi :
- Berikan oksigenasi sesuai advis
- Berikan obat sesuai indikasi

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder


terhadap hipoventilasi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan selaama 1 jam, pasien dapat mempertahankan
pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
- Bunyi paru bersih
- Warna kulit normal
- Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
Mandiri :
- Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
- Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan
perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
- Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan
kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
- Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya
CPAP atau PEEP.
- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
- Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan
atau penyimpangan
- Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
- Pantau irama jantung
Kolaboraasi :
- Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
- Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
DAFTAR PUSTAKA

1. Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume
II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997
2. Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998
3. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ;
2001
4. Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach.
Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku
asli diterbitkan tahun 1989)
5. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical – surgical
nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli
diterbitkan tahun 1996)
6. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC;
2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
7. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes.
4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan
tahun 1992)
8. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines
for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta:
EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993)
9. Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Yokyakarta, Gajah Mada University Press,
1996 )
10. Padmosantjojo, Keperawatan Bedah Saraf, Jakarta, Bagian Bedah Saraf FKUI, 2000
11. Markum, Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis, Jakarta, Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2000
12. Kitong, B, I. (2016). Pengaruh tindakan penghisapan lendir endotrakeal tube (ett)
terhadap kadar saturasi oksigen pada pasien yang dirawat di ruang icu rsup prof. Dr.
R. D. Kandou manado. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado.

You might also like