You are on page 1of 51

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA Ny.

Y
DENGAN STROKE DI RUANG ICU RSUD UNGARAN
KABUPATEN SEMARANG

DISUSUN OLEH:

NUR AGNI DWININGSIH

G3A017261

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Penyakit degenerative di antaranya seperti jantung, kangker dan
stroke telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia hingga saat ini.
Menurut laporan World Health Organization (WHO) (2011), kematian
akibat penyakit degenerative salah satunya stoke akan diperkirakan terus
meningkat diseluruh dunia. Peningkatan terbesar akan terjadi dinegara-
negara berkembang dan negara miskin. Dalam jumlah total, pada tahun
2030 diperkirakan akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun atau naik 14
juta jiwadari 38 juta jiwa pada tahun ini. Lebih dari dua per tiga (70%) dari
populasi (Buletin Kesehatan, 2011).
Beberapa penyakit yang banyak terjadi di kalangan masyarakat
adalah penyakit jantung, hipertensi, diabetes, stroke dan kanker. Penyakit
degeneratif seperti stroke juga sudah mulai ditemui tidak hanya pada
lansia,dan penyakit ini tidak memandang usia namun juga bisa menyerang
pada siapapun, kalangan muda di karenakan gaya hidup yang kurang sehat
(Indrawati, 2009). Menurut WHO (World Health Organization), stroke
merupakan penyakit yang mematiakan dan pembunuh nomor 3 setelah
penyakit jantung dan kanker (Waluyo, 2009).
Di Indonesia sendiri diperkirakan setiap tahun terjadi 500 penduduk
terkena serangan stroke, dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan
lainnya mengalami kecacatan baik ringan ataupun berat,stroke menjadi
peringkat ke tiga sebagai penyakit mematikan setelah peryakit jantung dan
kanker. Menururt Profil kesehatan jawa tengah pada (2015) jumlah kasus
stroke di Jawa Tengah yaitu terdiri dari stroke hemoragik sebanyak 4.558
dan stroke non hemoragik sebanyak 12.795. Jumlah kasus stroke hemoragik
tahun 2015 tertinggi terdapat di Kota Kebumen sebesar 588 kasus, urutan
kedua yaitu di kabupaten Demak sebesar 556 kasus, urutan ketiga yaitu kota
Surakarta sebesar 365 kasus. Keempat yaitu boyolali sebesar 320 kasus.
Sedangkan untuk kota sragen sebesar 287 kasus dan menepati urutan ke
lima.Data diatas menunjukan bahwa penyakit stroke merupakan salah satu
penyakit yang dapat membahayakan kesehatan (Batticaca, 2008).
Stroke adalah peryakit multifaKtorial dengan berbagai penyebab
disertai manifestasi klinis mayor dan penyebab utama kecacatan dan
kematian khususnya dinegara-negara berkembang (Saidi, 2010). Stroke atau
dikenal dengan penyakit serebrovaskuler, merupakan penyakit neurologik
yang terjadi karena gangguan suplai darah menuju ke otak (Black and
Hawk, 2009). Ada dua tipe stroke yaitu stroke hemorrhagic dan stroke
iskemik. Stroke iskemik banyak disebabkan karena trombotik atau
sumbatan emboli, sedangkan stroke hemorrhagik disebabkan oleh
perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah di suatu bagian otak. Pada
pasien stroke biasanya didapatkan peningkatan intrakranial dengan
tanda klinis berupa nyeri yang tidak hilang dan semakin meningkat,
peningkatan intra kranial salah satunnya seperti peningkatan pada tekanan
darah sistol, tekanan darah diastole, peningkatan rate respiration dan nadi.
merupakan kasus gawat darurat dimana cedera otak irrevesibel atau
kematian dapat dihindari dengan intervensi tepatpada waktunya (Hisam,
2013).
Penanganan pada pasien stroke yang mengalami peningkatak intra
kranial atau mencegah terjadinya peningkatan intra kranial salah satunya
melakukan pengontrolan peningkatan TIK yaitu dengan memberikan posisi
kepala posisi kepala merupakan tindakan keperawatan tradisional,
pemberian posisi flat (0º) dan posisi kepala elevasi (30º). Tindakan ini adalah
tindakan mengatur posisi pasien diatas tempat tidur demi kenyamanan
pasien ataupun untuk memeperlancar suatu tindakan terhadap pasien
(Sunardi, 2011). Berdasarkan kasus di atas maka penulis tertarik
mengangkat kasus stroke di karenakan penderita stroke mengalami
peningkatan yang tinggi hal ini dibuktikan dari data di atas yang mana setiap
tahunnya pasien yang menderita stroke selalu meningkat.selain itu dalam
menangani klien dengan stroke diperlukan juga peran perawat untuk
menanggulangi penyakit stroke dengan cara memberikan dukungan dan
asuhan keperawatan kepada klien stroke. Peran perawat meliputi pemberian
informasi, edukasi, dan keterampilan yang di perlukan oleh klien, sehingga
kwalitas hidup klien penderita stroke dapat meningkat.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa memiliki wawasan tentang konsep asuhan keperawatan
stroke yang membutuhkan perawatan di ruang ICU. Dengan konsep dan
teori tersebut mahasiswa mampu melakukan pengkajian, merumuskan
dan menetapkan diagnosa, membuat perencanaan,
mengimplementasikan serta melakukan evaluasi dari implementasi
yang telah dilakukan kemudian mendokumentasikan seluruh proses dan
hasil asuhan keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konseptual stroke
1) Menjelaskan pengertian stroke dan alasan pasien stroke perlu
perawatan di ruang ICU.
2) Menjelaskan klasifikasi stroke
3) Menyebutkan etiologi stroke
4) Menyebutkan manifestasi klinik stroke
5) Menjelaskan patofisiologi stroke
6) Menyebutkan pemeriksaan penunjang dan hasilnya stroke
b. Menyebutkan penatalaksanaan medik stroke
c. Memahami Konsep Keperawatan stroke
1) Membuat pengkajian keperawatan
2) Merumuskan Pathway stroke
3) Merumuskan diagnosa keperawatan
4) Merencanakan asuhan keperawatan
5) Mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan
6) Mengevaluasi asuhan keperawatan
d. Mengaplikasikan EBN pada asuhan keperawatan pasien dengan stroke

C. Metode Penulisan
Metode yang di gunakan yaitu metode yang memberikan gambaran
terhadap suatu kejadian atau kedaan yang berlangsung melalui proses
keperawatan. Adapun teknik-teknik yang digunakan untuk memperoleh
data dan informasi dengan cara:
1. Wawancara
Penulisan mengadakan wawancara dengan klien, keluarga, dan petugas
kesehatan lain untuk mendapatkan data subjektif klien.

2. Studi dokumentasi
Data - data yang di dapatkan dari rekam medis klien di ruangan, seperti
catatan keperawatan, catatan dokter, dan tim kesehatan lain.
3. Studi kepustakaan
Untuk mendapatkan literatur dan tinjauan teoritis, baik mengenai
konsep dasar penyakit dan konsep dasar keperawatan.
4. Observasi
Melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung pada klien dan
mengamati langsung perubahan-perubahan yang terjadi untuk
memperoleh data serta mencatat hal-hal penting termasuk pemeriksaan
fisik.
5. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi adalah pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara melihat
apakah terdapat luka, dan lain - lain.
b. Palpasi adalah pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara meraba
apakah ada benjolan atau tidak.
c. Perkusi adalah pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara mengetuk
dengan menggunakan refleks hummer.
d. Auskultasi adalah pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara
mendengarkan menggunakan stetoskop.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan makalah ini terbagi dalam sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan: Latar Belakang, Tujuan, Metode Penulisan,
Sistematika Penulisan.
BAB II Konsep Penyakit: Pengertian, Etiologi, Tanda Gejala, Patofisiologi,
Pemeriksaan Penunjang dan Hasilnya, Pathways. Konsep Asuhan
Keperawatan: Pengkajian Primer, Pengkajian Sekunder, Diagnosa
Keperawatan Utama, Intervensi dan Rasional.
BAB III Pembahasan: Pengkajian, Diagnosa.
BAB IV Penutup: Simpulan dan Saran.
BAB II

KONSEP DASAR

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan
harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya
gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan
kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran
darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebrovaskuler
adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya
suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al, 2002).
2.klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya,
yaitu:
(Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat,
dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan
serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim
otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik,
dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang
terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala
yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam
waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang
dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan
bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa
hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah
menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke
komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

3. Etiologi
Etiologi yang tidak dapat di modifikasi antara lain adalah :
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Herediter

Etiologi yang dapat di modifikasi yaitu :


a. Hipertensi
b. Penyakit Jantung
c. Diabetes Millitus
d. Obesitas
e. Pola hidup yang tidak sehat seperti merokok.
4. Tanda Gejala
a. Kehilangan motorik
1) Hemiplegis,hemiparesis.
2) Paralisis flaksid dan kehilangan atau penurunan tendon profunda
(gambaran lklinis awal ).
b. Kehilangan komunikasi
1) Disartria
2) Difagia
3) Afagia
4) Afraksia
c. Gangguan konseptual
1) Hamonimus hemia hopia (kehilanhan sitengah dari lapang
pandang)
2) Gangguan dalam hubungan visual-spasial (sering sekali terlihat
pada Pasien hemiplagia kiri)
3) Kehilangan sensori : sedikit kerusakan pada sentuhan lebih
buruk dengan piosepsi, kesulitan dalam mengatur stimulus
visual, taktil dan auditori.
d. Kerusakan aktivitas mental dan efek psikologis :
1) Kerusakan lobus frontal :kapasitas belajar memori ,atau fungsi
intelektualkortikal yang lebih tinggi mungkin mengalami
kerusakan disfungsi tersebut. Mungkin tercermin dalam rentang
perhatian terbatas, kesulitan dalam komperhensi,cepat lupa dan
kurang komperhensi.
2) Depresi, masalah psikologis-psikologis lainnya. Kelabilan
emosional, bermusuhan, frurtasi, menarik diri, dan kurang kerja
sama.
e. Disfungsi kandung kemih :
1) Inkontinansia urinarius transia
2) Inkontinensia urinarius persisten / retensi urin (mungkin
simtomatik dari kerusakan otak bilateral)
3) Inkontinensia urin dan defekasi berkelanjutan (dapat
menunjukkan kerusakan neurologisekstensif)
(Brunner & Suddart, 2002)
5. Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi: arteria
karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-
cabangnya.
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama
15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu
diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark
didaerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah
bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah
tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari
berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang
memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit
pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan trombosis,
robeknya dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi
akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas
darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi
yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur
vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price et al,
2006).

6. Pemeriksaan Penunjang dan Hasilnya


a. Pemeriksaan radiologi
1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan
jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-
hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin
3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum
dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
4) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah.
(Brunner & Suddarth, 2002)
7. Pathways

NANDA, 2015

B. Konsep Asuhan Kegawatdaruratan


1. Pengkajian Primer
a. Airway.
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk.
b. Breathing.
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi.
c. Sirkulasi
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat
Data subyektif :
1) kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralysis.
2) Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif :Perubahan tingkat kesadaran.
1) Perubahan tonus otot (flaksid atau spastic), paraliysis
(hemiplegia), kelemahan umum
2) Gangguan penglihatan.
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung, endokarditis bakterial), polisitem.
Data obyektif :
1) Hipertensi arterial
2) Disritmia, perubahan EKG
3) Pulsasi : kemungkinan bervariasi
4) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta
abdominal.
c. Integritas ego
Data Subyektif:
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif :
1) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,
kegembiraan.
2) Kesulitan berekspresi diri.
d. Eliminasi
Data Subyektif:
1) Inkontinensia, anuria
2) Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya
suara usus(ileus paralitik)
e. Makan/minum
Data Subyektif:
1) Nafsu makan hilang.
2) Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
3) Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.
4) Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.
Data obyektif:
1) Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum
dan faring)
2) Obesitas (faktor resiko).
f. Sensori Neural
Data Subyektif:
1) Pusing/syncope (sebelum CVA/sementara selama
TIA).
2) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau
perdarahan sub arachnoid.
3) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat
seperti lumpuh/mati.
4) Penglihatan berkurang.
5) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada
ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
6) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
7) Status mental : koma biasanya menandai stadium
perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi,
apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.
Data obyektif :
a) Ekstremitas : kelemahan/paraliysis (kontralateral) pada
semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
b) Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
c) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa),
kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata,
reseptif/kesulitan berkata kata komprehensif,
global/kombinasi dari keduanya.
d) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat,
pendengaran, stimuli taktil.
e) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan
motorik.
f) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak
bereaksi pada sisi ipsi lateral.
g. Nyeri / kenyamanan
Data objektif: Sakit kepala, bervariasi intensitasnya .
Data subyektif : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan
otot
h. Respirasi
Data Subyektif: Perokok (faktor resiko)
i. Keamanan
Data obyektif:
1) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
2) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk
melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh
yang sakit.
3) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah
yang pernah dikenali.
4) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan
regulasi suhu tubuh.
5) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri.
j. Interaksi social
Data obyektif: Problem bicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
3. Diagnosa Keperawatan Utama
a. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
aliran darah ke otak terhambat
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak
c. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
f. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik
g. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
h. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
i. Intervensi dan Rasional

N Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


o Keperawatan
1. Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan NIC :
an Perfusi keperawatan selama 3 x 24 jam, Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring
jaringan diharapkan suplai aliran darah keotak (Monitor tekanan intrakranial)
serebral b.d lancar dengan kriteria hasil:  Berikan informasi kepada keluarga
aliran darah ke NOC :  Set alarm
otak Circulation status  Monitor tekanan perfusi serebral
terhambat. Tissue Prefusion : cerebral  Catat respon pasien terhadap stimuli
Kriteria Hasil :  Monitor tekanan intrakranial pasien dan
1. mendemonstrasikan status sirkulasi respon neurology terhadap aktivitas
yang ditandai dengan :  Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
 Tekanan systole dandiastole dalam  Monitor intake dan output cairan
rentang yang diharapkan  Restrain pasien jika perlu
 Tidak ada ortostatikhipertensi  Monitor suhu dan angka WBC
 Tidk ada tanda tanda peningkatan  Kolaborasi pemberian antibiotik
tekanan intrakranial (tidak lebih dari  Posisikan pasien pada posisi semifowler
15 mmHg)  Minimalkan stimuli dari lingkungan
2. mendemonstrasikan kemampuan Terapi oksigen
kognitif yang ditandai dengan: 1. Bersihkan jalan nafas dari sekret
 berkomunikasi dengan jelas dan sesuai 2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
dengan kemampuan 3. Berikan oksigen sesuai intruksi
 menunjukkan perhatian, konsentrasi 4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan
dan orientasi sistem humidifier
 memproses informasi 5. Beri penjelasan kepada klien tentang
 membuat keputusan dengan benar pentingnya pemberian oksigen
3. menunjukkan fungsi sensori motori 6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
cranial yang utuh : tingkat kesadaran 7. Monitor respon klien terhadap pemberian
mambaik, tidak ada gerakan gerakan oksigen
involunter 8. Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktifitas dan tidur
2 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Libatkan keluarga untuk membantu
komunikasi keperawatan selama 3 x 24 jam, memahami / memahamkan informasi dari /
verbal b.d diharapkan klien mampu untuk ke klien
penurunan berkomunikasi lagi dengan kriteria 2. Dengarkan setiap ucapan klien dengan
sirkulasi ke hasil: penuh perhatian
otak - dapat menjawab pertanyaan yang 3. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek
diajukan perawat dalam komunikasi dengan klien
- dapat mengerti dan memahami pesan-4. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
pesan melalui gambar 5. Berikan arahan / perintah yang sederhana
setiap interaksi dengan klien
- dapat mengekspresikan perasaannya 6. Programkan speech-language teraphy
secara verbal maupun nonverbal 7. Lakukan speech-language teraphy setiap
interaksi dengan klien
3 Defisit Setelah dilakukan tindakan NIC :
perawatan diri; keperawatan selama 3x 24 jam, Self Care assistance : ADLs
mandi,berpaka diharapkan kebutuhan mandiri klien  Monitor kemempuan klien untuk perawatan
ian, makan, terpenuhi, dengan kriteria hasil: diri yang mandiri.
toileting b.d NOC :  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu
kerusakan  Self care : Activity of Daily Living untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias,
neurovaskuler (ADLs) toileting dan makan.
Kriteria Hasil :  Sediakan bantuan sampai klien mampu secara
 Klien terbebas dari bau badan utuh untuk melakukan self-care.
 Menyatakan kenyamanan terhadap  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-
kemampuan untuk melakukan ADLs hari yang normal sesuai kemampuan yang
 Dapat melakukan ADLS dengan dimiliki.
bantuan  Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi
- beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
4 Kerusakan Setelah dilakukan tindakan NIC :
mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 jam, Exercise therapy : ambulation
b.d kerusakan diharapkan klien dapat melakukan  Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan
neurovaskuler pergerakan fisik dengan kriteria hasil : dan lihat respon pasien saat latihan
 Joint Movement : Active  Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
 Mobility Level rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
 Self care : ADLs  Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
 Transfer performance berjalan dan cegah terhadap cedera
Kriteria Hasil :  Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik tentang teknik ambulasi
 Mengerti tujuan dari peningkatan  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
mobilitas  Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
 Memverbalisasikan perasaan dalam ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
meningkatkan kekuatan dan  Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan
kemampuan berpindah bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
 Memperagakan penggunaan alat Bantu Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
untuk mobilisasi (walker)
1 Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
dan berikan bantuan jika diperlukan
5 Pola nafas Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC :
tidak efektif selama 3 x 24 jam, diharapkan pola
berhubungan nafas pasien efektif dengan kriteria Airway Management
dengan hasil :
penurunan - Menujukkan jalan nafas paten ( tidak Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
kesadaran merasa tercekik, irama nafas normal, atau jaw thrust bila perlu
frekuensi nafas normal,tidak ada suara Posisikan pasien untuk memaksimalkan
nafas tambahan ventilasi
- NOC :  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
 Respiratory status : Ventilation jalan nafas buatan
 Respiratory status : Airway patency  Pasang mayo bila perlu
 Vital sign Status  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Kriteria Hasil :  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
suara nafas yang bersih, tidak ada tambahan
sianosis dan dyspneu (mampu  Lakukan suction pada mayo
mengeluarkan sputum, mampu
 Berikan bronkodilator bila perlu
bernafas dengan mudah, tidak ada
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
pursed lips)
Lembab
 Menunjukkan jalan nafas yang paten
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
(klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam keseimbangan.
rentang normal, tidak ada suara nafas  Monitor respirasi dan status O2
abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang Oxygen Therapy
normal (tekanan darah, nadi,  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
pernafasan  Pertahankan jalan nafas yang paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
6 Resiko Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC : Pressure Management
kerusakan selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
integritas kulit mampu mengetahui dan mengontrol yang longgar
b.d resiko dengan kriteria hasil :  Hindari kerutan padaa tempat tidur
immobilisasi NOC : Tissue Integrity : Skin and  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
fisik Mucous Membranes kering
Kriteria Hasil :  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
dua jam sekali
 Integritas kulit yang baik bisa  Monitor kulit akan adanya kemerahan
dipertahankan (sensasi, elastisitas,  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah
temperatur, hidrasi, pigmentasi) yang tertekan
 Tidak ada luka/lesi pada kulit  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
 Perfusi jaringan baik  Monitor status nutrisi pasien
 Menunjukkan pemahaman dalam proses - Memandikan pasien dengan sabun dan air
perbaikan kulit dan mencegah hangat
terjadinya sedera berulang
 Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
7 Resiko Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC:
Aspirasi selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak Aspiration precaution
berhubungan terjadi aspirasi pada pasien dengan  Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan
dengan kriteria hasil : kemampuan menelan
penurunan NOC :  Monitor status paru
tingkat  Respiratory Status : Ventilation  Pelihara jalan nafas
kesadaran  Aspiration control  Lakukan suction jika diperlukan
 Swallowing Status  Cek nasogastrik sebelum makan
Kriteria Hasil :  Hindari makan kalau residu masih banyak
 Klien dapat bernafas dengan mudah,  Potong makanan kecil kecil
tidak irama, frekuensi pernafasan  Haluskan obat sebelumpemberian
normal  Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan
 Pasien mampu menelan, mengunyah
tanpa terjadi aspirasi, dan
mampumelakukan oral hygiene
Jalan nafas paten, mudah bernafas,
tidak merasa tercekik dan tidak ada
suara nafas abnormal
8 Resiko Injury Setelah dilakukan tindakan perawatan NIC : Environment Management
berhubungan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak (Manajemen lingkungan)
dengan terjadi trauma pada pasien dengan  Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
penurunan kriteria hasil:  Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai
tingkat NOC : Risk Kontrol dengan kondisi fisik dan fungsi
kesadaran Kriteria Hasil : kognitif pasien dan riwayat penyakit
 Klien terbebas dari cedera terdahulu pasien
 Klien mampu  Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
menjelaskan
cara/metode untukmencegah (misalnya memindahkan perabotan)
injury/cedera  Memasang side rail tempat tidur
 Klien mampu menjelaskan factor  Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan
resiko dari lingkungan/perilaku bersih
personal  Menempatkan saklar lampu ditempat yang
mudah dijangkau pasien.
 Mampumemodifikasi gaya hidup  Membatasi pengunjung
untukmencegah injury  Memberikan penerangan yang cukup
 Menggunakan fasilitas kesehatan yang
 Menganjurkan keluarga untuk menemani
ada pasien.
- Mampu mengenali perubahan status  Mengontrol lingkungan dari kebisingan
kesehatan  Memindahkan barang-barang yang dapat
membahayakan
 Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.

C. ROM (RANGE OF MOTION)


1. Pengertian Range of Motion (ROM)
Range of motion atau rentang gerak merupakan jumlah maksimum
gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga
potongan tubuh : sagital, frontal, dan transfersal. Potongan sagital
adalah garis yang melewati tubuh dari depan kebelakang, membagi
tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh
dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan dan belakang.
Potongan transfersal adalah garis horizontal yang membagi tubuh
menjadi bagian atas dan bawah.
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
2. Pembagian Range of Motion (ROM)
a. ROM Pasif
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang dilakukan klien
dengan bantuan perawat atau keluarga pada setiap gerakan ROM.
Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidaksadar, pasien
dengan keterbatasan mobilisasi, tidak mampu melakukan beberapa
atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring
total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (Suratun, dkk,
2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan
otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain
secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki
pasien
b. ROM Aktif
Latihan ROM aktif adalah perawat memberikan motivasi, dan
membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara
mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk
melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif

3. Gerakan Rom Pasif


a. Gerakan berbaring
1) Berbaring terlentang

2) Miring ke sisi yang sehat.


3) Miring ke sisi yang lumpuh

b. Range of motion (ROM)


Latihan pasif anggota gerak atas
(Latihan ini di bantu oleh perawat,terapis atau penolong).
1) Gerakan menekuk dan meluruskan sendi bahu.

Gerakan menekuk dan meluruskan sendi bahu


2) Gerakan menekuk dan meluruskan siku.

Gerakan menekuk dan meluruskan siku

3) Gerakan memutar pergelangan tangan

Gerakan memutar pergelangan tangan

4) Gerakan menekuk dan meluruskan pergelangan tangan.


5) Gerakan memutar ibu jari.

6) Gerakan menekuk dan meluruskan jari-jari tangan.


c. Latihan Pasif Anggota Gerak Bawah.

1) Gerakan menekuk dan meluruskan pangkal paha.

Gerakan menekuk dan meluruskan pangkal paha


2) Gerakan menekuk dan meluruskan lutut.

Gerakan menekuk dan meluruskan lutut

3) Gerakan untuk pangkal paha.

Gerakan untuk pangkal paha


4) Gerakan memutar pergelangan kaki

Gerakan memutar pergelangan kaki


4. Gerakan Rom Aktif
a. Latihan Aktif Anggota Gerak Atas dan Bawah, meliputi :
1) Latihan I

2) Latihan II
3) Latihan III

4) Latihan IV

5) Latihan V
6) Latihan VI

7) Latihan VII
8) Latihan VIII

9) Latihan IX
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Resume Keperawatan
Ny. Y 60 tahun berjenis kelamin perempuan, sudah menikah,
beragama Islam, suku bangsa Jawa, bekerja sebagai ibu rumah tangga,
tinggal di jl. Merdeka, ungaran.
Pada tanggal 6 desember 2018 dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD
UNGARAN Semarang pukul 07.30 WIB, klien ditemukan sudah
terkapar tidak sadarkan diri di kamar mandi. Tingkat kesadaran
somnolen dengan GCS: 8 (E2M5V1), kemudian klien dipindahkan ke
ruang Dahlia, pada tanggal 11 desember 2018 klien dipindahkan diruang
ICU untuk mendapatkan perawatan intensive, TTV TD: 168/92 mmHg,
S: 36,6ºC, HR: 76 x/menit, RR: 23x/menit, SPO2 98%. Kondisi pupil
keduanya miosis, reflek cahaya +/- , ada akumulasi sekret dimulut dan
diselang ET, tidak terpasang OPA dan lidah tidak turun, dan terdengar
ronchi basah dan basal paru kanan, CRT < 3 detik di ICU klien
mendapatkan RL 60 TPM dan Manitol. Pada tanggal 11 desember 2018
didapatkan hasil laboratorium; Hb: 12,7 gr/dl, Ht: 36,9%, leukosit:
11,61 rb/mmk, trombosit: 308 rb/mmk, natrium: 140 mEq/L, kalium:
3,9 mEq/L, kalsium 1,28 mEq/L, saturasi O2: 97%. Hasil pemeriksaan
EKG kesan ada gambaran ST depresi inferior, hasil rongsen kesan Cor
kardiomegali (LVH) dan pulmo dalam batas normal, tidak ada
menunjukan kelainan pada tulang.
2. Pengkajian Primer
a. Airway
Pada jalan nafas terpasang ET, ada akumulasi sekret dimulut dan
selang ET, lidah tidak jatuh kedalam dan tidak terpasang OPA.
b. Breating
RR 20 x/menit, tidak terdapat napas cuping hidung, dan terdapat
snoring, terpasang ventilator, suara dasar vesikuler.
c. Circulation
Td 168/92 mmHg, Hr 75x/menit, Sa02 98%, capillang refill < 3
detik, kulit tidak pucat, konjungtiva tidak anemis.
d. Disability
Kesadaran : somnolen, GCS:8 (E2,M5V1), reaksi pupil +/-, pupil
miosis, dan besar pupil 2 mm.
e. Exposure
Tidak ada luka di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu
36,6⁰ C.

3. Pengkajian Sekunder
a. TTV
Tanggal 11desember 2018, TD 178/120 mmHg, Hr 104, SP02
97%, RR 24 x/menit, S 37,6 0C.
Tanggal 12 desember 2018, TD 155/97 mmHg, Hr 75, SP02 98%,
RR 23 x/menit, S 37,2 0C.
Tanggal 13 desember 2018, TD 150/78 mmHg, Hr 76, SP02 95%,
RR 32 x/menit, S 37,9 0C.
b. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi MSCT scan kepala tanpa Laboratorium
X foto thorax AP kontras Darah
(11-12-2018) (19-09-2018) (19-09-2018)
Cor: - Intracerebral hemorage - Hb: 12,7
kardiomegali pada korona radiata kiri - Ht: 36,9
Hasil (LVH) (volume ± 45,7 cc) - Leko: 13,4
Pulmo: normal - Infark korona radiata - Trom: 385
kanan - Na: 145.8
Tulang: tak - Tampak tanda-tanda - K: 4,11
tampak kelainan peningkatan Tekanan - Ca: 107.2
IntraKranial

c. Terapi
Oral Injeksi Lainnya
- Candensartan - Ceticolin 2x500 mg - Infus RL 60 TPM
1x16 mg - Manitol 125/ 6 j - Sonde 200 cc/4 jam
- Flunarizin - Asam tranex 500 / - Terpasang kateter
2x5 mg 8j - Fiksasi pada kedua
- Amlodipin 1x - OMZ 1/ 12 j tangan
10 mg - Pamol (E) inf
- Herbezer cd - Sp nicardipin. 8,5
1x 200 mg cc/j

4. Analisa Data
No Data Problem Etiologi
1 S: - Ketidakefek Perdarahan
O: tifan perfusi dibagian
- Kesadaran: soporcoma jaringan otak
- GCS:8 (E2,M5V1) serebral
- Infark korona radiata kanan
- Tampak tanda-tanda
peningkatan TIK
- Injeksi Ceticolin 2x500 mg
- Infus manitol 2x125 cc
- TD 178/120 mmHg
- HR 104x/menit
2 S:- Gangguan Gangguan
O: mobilitas neoromusk
Semua aktivitas dilakukan dengan fisik ular
bantuan perawat.
- Pemeriksaan refleks: tidak ada
respon.

B. Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi
sekret berlebih.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neoromuskular.
C. Intervensi Keperawatan

No. Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Dx.
Kep
1 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor adanya
keperawatan selama 3x7 jam shift akumulasi secret dan
diharapkan bersihan jalan nafas warnanya di jalan
teratasi dengan kriteria hasil: napas (ET dan
- Tidak ada suara nafas mulut)
tambahan 2. Posisikan pasien
- RR dalam batas normal untuk
- Tidak terdapat sekret memaksimalkan
ventilasi
3. Auskultasi suara
nafas
4. Lakukan suction
5. Berikan
bronkodilator
6. Monitor respirasi
dan status O2
2 Tujuan: Setelah diberikan 1. Monitor
asuhan keperawatan 3x24 jam kemampuan ROM
diharapkan pasien mampu pasif dan pasien.
menggerakkan bagian tubuh 2. Monitor kekuatan
yang mengalami inkontinuitas otot pasien.
Kriteria hasil : 3. Mengajarkan pasien
- Pasien mau mengikuti latihan melakukan ROM
yang diberikan perawat dan pasif
fisioterapis 4. Hindari faktor yang
- Pasien bisa menggerakkan memungkinkan
kedua kaki dan tangannya terjadinya trauma
- Kekuatan otot pasien pada saat dilakukan
meningkat rom pasif pada klien
2222 5555
222 5555

- Tidak terjadi trauma selama


mobilisasi
Tidak ada atrofi otot.

D. Implementasi

No Hari/t Jam Implementasi Respon Paraf


Dx gl
1 Selasa/ 14.00 Memberi posisi S:-
11-12- semi fowler. O: Pasien tampak lebih
2018 nyaman.

S: -
1 Selasa 15.00 Memonitor O: TTV: T: 178/ 120
11-12- tanda-tanda mmHg, HR:104
2018 vital. x/menit,RR:34 x/menit,
SpO2: 98%

1 Selasa 18.30 Memberikan S: -


11-12- minum susu O: cairan yang masuk
2018 melalui NGT sebanyak 200 cc.

S:-
1 Selasa 19.00 Monitor O : TD 170/100 MMHG
11-12- tekanan Tangan dan kaki sebelah
2018 intrakranial kiri tidak bisa digerkan

pasien dan
respon
neurology
terhadap
S:
aktivitas O : S: 36,5 C

1 Selasa 19.30 Monitor suhu


11-12- S:
2018 O : Dilakukan ROM selama
15 menit
2 Selasa 20.00 Melakukan RO
11-12- Monitor
2018 kemampuan
ROM pasif .
S:
Monitor O:

kekuatan otot 2 2
2 Selasa 17.00
pasien. 2 2
11-12-
18

Hindari faktor S:
yang O:memasang bed
2 Selasa 17.15.
memungkinka pengaman, di lakukan
11-12-
n terjadinya secara pelan – pelan
18
trauma pada
.
saat dilakukan
tindakan rom
pasif pada
klien .

1 Rabu / 20.00 Memberi posisi S: -


12-12- semi fowler. O: Pasien tampak lebih
2018 nyaman.

S: -
1 Rabu / 20.12 Memonitor O: TD 155/97 mmHg, Hr
12-12- tanda-tanda 75, SP02 98%, RR 23
2018 vital. x/menit, S 37,2 0C

1 Rabu / 21.00 Kolaborasi S: -


14-11- dengan tim O:
2018 medis dalam - Candensartan
pemberian obat 1x16 mg
melalui NGT
- Flunarizin 2x5
mg
- Amlodipin 1x 10
mg

1 Rabu / 22.00
Monitor S:-
12-12-
tekanan O : TD 150/90 MMHG
2018
Tangan dan kaki sebelah
intrakranial
kiri tidak bisa digerkan
pasien dan
respon
neurology
terhadap
aktivitas

1 Rabu / 22.15
Monitor suhu S:
12-12-
O : S: 36,5 C
2018

2 Rabu / 22.30
Melakukan RO S:
12-12-
Monitor O : Dilakukan ROM selama
2018
kemampuan 15 menit

ROM pasif

2 Rabu / 22.50 Monitor


S:
12-12- kekuatan otot O :
2018 pasien.
2 5
2 5
2 Rabu / 22.55 Hindari faktor S:
12-12- yang O: memasang bed
2018 pengaman, di lakukan
memungkinka
secara pelan – pelan
n terjadinya
trauma pada
.
saat dilakukan
tindakan
pemberian rom
pada klien .

E. Evaluasi
No Hari/tg Jam Evaluasi
Dx l
1 kamis 20.00 S: -
13-12- O:
18 - TD 150/78 mmHg, Hr 76, SP02 95%,
RR 32 x/menit, S 37,9 0C.
- Kesadaran soporcoma
A: Masalah belum teratasi.
P: Lanjutkan intervensi
- Observasi TTV
- Melatih gerakan badan secara rom pasif
selama 15 menit
- Kolaborasi dengan dokter dalam
penanganan medis
2 kamis 20.00 S: -
13-12- O: - kesadaran soporcoma
2018 - Saat dilakukan rom pasif klien merspon
 Kekuatan otot

2 5
2 5

 Tidak ada trauma selama pasien melakukan


mobilisasi.
A: Masalah gangguan mobilitas fisik belum teratasi.
P: Lanjutkan intervensi
Meakukan fisioterapi
BAB IV

PEMBAHASAN

Penulis mengambil jurnal dengan judul “PENGARUH PEMBERIAN


TERAPI ROM (RANGE OF MOTION) TERHADAP PENYEMBUHAN
PENYAKIT STROKE”sebagai bahan EBN karena sampel yang dipakai dalam
penelitian ini kondisinya sama dengan pasien yang sedang diberikan asuhan
keperawatan oleh penulis. Dimana persamaannya terletak pada:
1. Pasien Stoke
2. Pasien mengalami kelemahan otot
3. Pasien coma
4. Pasien dengan gangguan neuromuskuler
Ada beberapa kendala terkait dengan aplikasi EBN pada pasien stoke yang
sedang diberi asuhan keperawatan oleh penulis. Berikut akan diuraikan oleh penulis
satu persatu.
1. Pengkajian
Pada penelitian mempunyai kriteria inklusi yang tidak ada pada pasien stroke
yang sedang diberi asuhan keperawatan
Solusi: Penelitian dicoba diterapkan pada pasien dengan tetap memperhatikan
kondisi mental dan TTV pasien. Bila terjadi sesak napas meningkat, RR dan HR
meningkat dari batas normal, ROM bisa dihentikan.
2. Diagnosa: Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neoromuskular.
a. Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri yang disebabkan karena gangguan neuromuskuler ( Tim Pokja SDKI
PPNI, 2017 )
b. Alasan mengangkat diagnosa keperawatan
Jika gangguan mobilitas fisik ini dibiarkan dan tidak ditangani secara rutin
maka akan timbul adanya komplikasi-komplikasi diantaranya: kontraktur
sendi, atrofi otot dan gangguan pernapasan yang semakin berat.
c. Alasan penerapan EBN ROM
Untuk mencegah kelemahan otot atau penurunan kekuatan otot, perawat
dapat memberikan program rehabilitasi fisik. Rehabilitasi fisik terdiri dari
mobilisasi dini, latihan berjalan dengan alat bantu, latihan ambulasi, dan
latihan Range of Motion (ROM). Range of Motion (ROM) merupakan latihan
yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry,
2005). ROM bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan
dan kelenturan otot, mempertahankan fungsi kardiorespirasi, menjaga
fleksibilitas persendian, mencegah kontraktur sendi (Asmadi, 2009).
3. Tindakan yang sudah dilakukan
a. Memonitor kemampuan ROM pasif pasien
R/: ROM pasif dapat membantu dalam mempertahankan/ meningkatkan
kekuatan dan kelenturan otot, mempertahankan fungsi kardiorespirasi, dan
mencegah kontraktur dan kekakuan sendi
b. Memonitor kekuatan otot pasien.
R/: untuk mengidentifikasikan kelemahan dan dapat memberikan informasi
mengenai pemulihan.
c. Memberikan terapi ROM pasif kepada pasien
R/: Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah
terjadinya kontraktur.
d. Menghindari faktor yang memungkinkan terjadinya trauma pada saat
dilakukan rom pasif, dengan memasang pengaman tempat tidur selama
mobilisasi dan menempatkan bantalan pada ekstremitas atas dan bawah.
R/ Individu paralisis mempunyai kemungkinan mengalami kompresi
neuropati, paling sering saraf ulnar dan peritoneal. Bantalan dapat
ditempatkan di siku dan kepala fibula utuk mencegah terjadinya masalah
ini

Kendala:
pasien mempunyai komplikasi penyakit
waktu di lakukan ROM yang kurang .
Solusi:
ROM pasif dilakukan kurang lebih 15 menit selama di rungan sampai kembali
ke ruangan biasa.

1. Hasil
Hasil sebelum dan sesudah dilakukan ROM pasif :
Kekuatan otot Kekuatan otot
Hari/tgl LamaROM
sebelum sesudah

Selasa,
15 menit 2 2 2 4
11desember 2018
2 2 2 4

Rabu,
15 menit 2 4 3 4
12 desember 2018
2 4 2 4
Dari tabel diatas, bisa dilihat bahwa, k terdapat peningkatan
kekuatan otot tangan sebelah kiri.
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan
Pada klien yang dilakukan ROM pasif terhadap kekuatan otot pasien Stroke
ada peningkatan selama terapi pada tangan sebelah kiri.

B. Saran
Jurnal terkait dapat dijadikan sebagai referensi terkait pengaruh latih ROM
pasif terhadap kekutan otot ekstremitas. Dapat di tingkatkan dengan
kolaborasi dengan fisoterapi.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi.I.G. (2016). pengelolaan peningkatan tekanan intracranial kamus


kedokteran : Universitas Padjadjaran

Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


SistemPersarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Bulechek M. Gloria, et al. (2015). Nursing Intervention Classification (NIC),


Nurjanah Intansari, Roxana D. Tumanggor (2016) (Alih Bahasa).Yogyakarta:
Mocomedia.

Bulletin Kesehatan. (2011). Gambaran Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Pusat


Datadan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Black, J., & Hawks, J. (2009). Medical-Surgical Nursing : Clinical Managementfor


Positive Outcomes. Singapore: Saunders Elsevier.

Caplan,LR. 2009. Caplan’s Stroke: A Clinical Approach, Fourth Edition.


Philadelphia, Saunders Elsevier. Cynthia Lee Terry & Aurora Weaver.
(2011). Critical Care Nursing Demystifield.

Ery Yanuar Akhmad & Happy Indah Kusuma Wati (2013) (Alih Bahasa).
Yogyakarta:Rapha Publishing.

Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep Dan Kerangka


Kerja. Edisi Pertama. Yogyakarta: Goyan Publishing.

Deswani, (2009). Proses Keperawatan Berfikir Kritis. Jakarta: Salmemba Medika.


Ginesberg, L. (2008). Lecture Notes Neurologi, Jakarta : Erlangga

Herdman, T. (2014). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012 -2014.


Penerbit Buku Kedokteran . Jakarta : EGC.

Hisam,Y,Sudadi,&Raharjo.S.(2013). Tatalaksana Peningkatan Tekanan


Intrakranial (TIK) Pada Oprasi Craniotomi Evaluasi Hematom Yang
Disebabkan Oleh Hambatan Intraserebral,Jurnal Komplikasi
Anastesi.1(1).35.42.

Indrawati, L. (2009). Hubungan Pola Kebiasaan Konsumsi Makanan Masyarakat


Miskin dengan Kejadian Hipertensi di Indonesia. Jakarta: Puslitbang
Biomedis.

Misbach J. (2007). Stroke Askep Diagnosis Patofisiologi Dan Manajemen.


Jakarta:FKUI

Muttaqin, (2011). Pengkajian Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinik. Jakarta:


salemba medika

Mutaqqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


System Persarafan Edisi Pertama. Yogyakarta: Salemba Medika.

Nanda.(2009). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Penerbit Buku


Kedokteran EGC. Jakarta

Nursalam .(2011). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : Salemba


medika Rendi & Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
dan Dalam,Catatan Pertama. Yogyakarta: Nuha Medika.

Saidi, S., Mahjoub T., and Almawi, W.Y.,(2010). Aldosterone Syntase Gene
(CYP11B2)Promoter Polymorphism as a Risk Factfor Ischemic Strokein
Tunisian Arabs. Journal of Renin-Angiotensin-Aldosterone System11: 180.

Setyopranoto. I. (2011). Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Jurnal CDK 185.


38(4), 43-54.
Suadoni, M. T. (2009). Raised intracranial pressure: Nursing observations and
interventions. Nursing Standard, 23(43), 35-40.

Sunardi, N . (2011). Pengaruh Pemberian Posisi Kepala Terhadap Tekanan Intra


Kranial Pasien Stroke Iskemik di RSCM Jakarta. Jurnal Publikasi dan
Komunikasi Karya Ilmiah Bidang Kesehatan. 0216. 7042 : 1-5

Waluyo, S. (2009). 100 Questions & Answers Stroke. Jakarta: Media Komputindo.
Wikinson, J, M. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 ( NANDA
2012).Jakarta : ECG

You might also like