You are on page 1of 47

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/322569208

2014.Panduan Layanan Klinis Dokter Spesialis Dermatologi Dan Venereologi


dr. Retno

Chapter · January 2018

CITATIONS READS

0 2,273

1 author:

Retno Danarti
Gadjah Mada University
62 PUBLICATIONS   296 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Genodermatosis View project

infectious skin disease View project

All content following this page was uploaded by Retno Danarti on 18 January 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PANDUAN LAYANAN KLINIS
DOKTER SPESIALIS
DERMATOLOGI
DAN
VENEREOLOGI

PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN INDONESIA


(PERDOSKI)
Tahun 2014
PAND
DUAN LAYANAN KLINIS
K
D
DOKTE
ER SPEESIALIIS
DERMATOLOGGI DAN VENE
EREOLOGI

Perhimp
punan Do
okter Speesialis Ku
ulit dan Kelamin
K In
ndonesia
a
(P
PERDOSK KI)
T
Tahun 2014

i
P
PANDUAN LAYANAN KLINIS
DOKTER SPESIA
ALIS DER
RMATOLOG
GI DAN VEENEREOLO
OGI
P
PANDUAN PERDOSKI
LAYANAN KLINIS
DOKTER SPESIA Ta
ahun 2014 GI DAN VE
ALIS DER
RMATOLOG ENEREOLO
OGI
PERDOSKI
Ta
ahun 2014
Tim Penyusun dan Ed ditor
DR.Dr. Aida Suriadire edja, Sp.KK(K), FINSDV, FAAD DV
Prof. Dr. Theresia L. To oruan, Sp.KK(K K), FINSDV, FAA ADV
Dr. Sandra Widaty y, Sp.KK(K),
Tim Penyusun dan Ed FIN
NSDV,
ditor FAADV
Dr. M.
M Aida
DR.DR.Dr. Yulianto Listy
Suriadireyawan,
edja, Sp.KK(K),
Sp.KK(K), FINSDV,
FINSDV, FA
FAADAADV
DV
Dr.Dr.
Prof. A Theresia
Agnes Sri Siswa ati,
L. To Sp.KK(K),
oruan, FK), FINSDV,
FINSDV,
Sp.KK(K FAADVVADV
FAA
DR. Med. Dr. Retno o Danarti, Sp.K
Dr. Sandra Widatyy, Sp.KK(K), FIN KK(K), FINSDV
NSDV, FAADV
DR. DR. D Yulianto
Dr.
Dr. M.
M Cita Rosita SP
Listy Sp.KK(K),
yawan, Sp.KK(FK), FINSDV,
FINSDV, FAADV VAADV
FA
Dr. Agnes
A Sri Dr. Nati, Sp.KK(K),
Nopriyati,
Siswa Sp.KKK
F
FINSDV, FAADV V
DR. Med. Dr. Retno o Danarti, Sp.KKK(K), FINSDV
DR. Dr.
D Cita Rosita SP Sp.KK(K), FINSDV,
F FAADV V
Dr. Sekretaris
S
N
Nopriyati, Sp.KKK
Dr. Benny Nelson

S
Sekretaris
K Benny Nelson
Kontributor
Dr.
Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual
K
Kelomp pok Studi Herp pes
K
Kelompok StudKontributor
Ki Dermatosis Akibat
A Kerja
K Kelompok
Kelompok StudStudi
Si Infeksi
Morbus
Menu Hlar Seksual
Hansen
Kelompok Stu
Kelomp udi
pokImuno Derpes
Studi Herp matologi
K
KelompokKelomp
Studpok Studi Psoria
i Dermatosis Aasis Kerja
Akibat
Kelompok
KelompokStudi
SStudi
S Dematom
Morbusmikologi
H
Hansen
Kellompok StudiStu
Kelompok Dudi Imuno Der
Dermatologi Annak Indonesia
matologi
Kelommpok Studi Der
Kelomp rmatologi
pok Kosmmetik
Studi Psoriaasis Indonesia a
Kelom
mpokKelompok
Studi Tummor
S dan
Studi Bedahmikologi
Dematom Kulit Indonesia
Kel
Kelompok
lompokStudi
StudiDermatologi
DDermatologi
D Las
Anser Indonesia
nak Indonesia
PmpokPakar
Para
Kelom StudiDerm
Der matologi
rmatologidan
KosmVmetik Indonesia
Venereologi a
Kelommpok Studi Tum mor dan Bedah Kulit Indonesia
Kelompok Studi Dermatologi
D Lasser Indonesia
P
Para Se
Pakar Dermekretariat:
matologi dan Venereologi
V
PPP PERDOSKI

Ruko Grand Salemba


Seekretariat: a
Jala
an Salemba I No
o. 22, Jakarta 10430, Indonesia
PP
P PERDOSKI

Ruko Grand Salemba a


Jala
an Salemba I No
o. 22, Jakarta 10430, Indonesia

PE
ERHIMPUNA
AN DOKTER SPESIALIS KULIT
K DAN KELAMIN
K IND
DONESIA (PERDOSKI)
JAKKARTA 2014

PE
ERHIMPUNA
AN DOKTER SPESIALIS KULIT
K DAN KELAMIN
K IND
DONESIA (PERDOSKI)
JAKKARTA 2014

ii
Kelompok Studi Dermatologi Laser Indonesia
Para Pakar Dermatologi dan Venereologi

Sekretariat:
PP PERDOSKI
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM
Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat 10430
Hak Cipta dipegang oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)
Dilarang mengutip, menyalin, mencetak dan memperbanyak isi buku dengan
cara apapun tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta
Hak Cipta dipegang oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI)
Dilarang mengutip, menyalin, mencetak dan memperbanyak isi buku dengan
cara apapun tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta

DISCLAIMER

- PLK PERDOSKI disusun berdasarkan asupan dari para pakar


Dermatologi dan Venereologi serta Kelompok Studi terkait
- Buku PLK dimaksudkan untuk penatalaksanaan pasien sehingga tidak
berisi informasi lengkap tentang penyakit atau kondisi kesehatan
tertentu
- Buku PLK ini digunakan untuk pedoman penatalaksanaan pasien
- Hasil apapun dalam penatalaksanaan pasien di luar tanggung jawab tim
penyusun PLK
- Pemilihan tatalaksana agar disesuaikan dengan kompetensi & legalitas
obat terkait

ISBN : 978-602-98468-4-3

iii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr Wb,
Undang-Undang Republik Indonesia no. 29 tahun 2014 tentang Praktik Kedokteran pasal
44 ayat 1 menyatakan bahwa dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik
kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
Sehubungan dengan hal tersebut, PERDOSKI menerbitkan Panduan Layanan Klinis
(PLK) tahun 2014 ini yang merupakan revisi dari Panduan Pelayanan Medik PERDOSKI
tahun 2011.

Tim penyusun buku ini terdiri atas anggota PERDOSKI yang berasal dari beberapa cabang dan
juga bekerja di institusi pendidikan. Setelah selesai merevisi, bahan diberikan kepada
Kelompok Studi (KS) dan atau peer group (bila tidak ada KS-nya) untuk lebih disempurnakan.
Terakhir bahan dikembalikan kepada tim penyusun untuk editing.

Penyakit dan tindakan pada PLK ini mengacu pada dermatologi non infeksi, dermatologi
infeksi, genodermatosis, dermato-alergo-imunologi, dermatologi kosmetik termasuk laser,
tumor dan bedah kulit, venereologi (infeksi menular seksual) dan kedaruratan kulit. Umumnya
penyakit maupun tindakan tersebut telah diperoleh pada waktu pendidikan dokter spesialis
sebagaimana telah tertera dalam Standar Kompetensi Kolegium Dermatologi dan Venereologi
Indonesia. Adapun ketrampilan tindakan yang memerlukan sertifikat kualifikasi tambahan dari
Kolegium adalah tindakan yang belum pernah diperoleh sewaktu menjadi peserta program
pendidikan dokter spesialis (PPDS) atau didapat dalam pelatihan lintas disiplin ilmu lain.

Dengan selesainya buku ini, ucapan terima kasih pertama-tama dihaturkan kepada Ketua
Umum dan Ketua Bidang II PP PERDOSKI tahun 2011-2014 atas kepercayaannya
menunjuk Tim Penyusun. Selanjutnya penghargaan yang tinggi diberikan kepada seluruh
anggota Tim Penyusun atas kerja kerasnya sehingga buku ini dapat terwujud. Tidak lupa
terima kasih sebesar-besarnya ditujukan kepada Kelompok Studi dan para pakar (peer
group) yang telah ikut menyempurnakan isi buku ini. Last but not least terima kasih
sedalam-dalamnya disampaikan kepada Dr. Benny Nelson sebagai sekretaris yang telah
berupaya semaksimal mungkin hingga akhirnya buku ini selesai.

Walaupun telah berusaha keras namun tidak ada gading yang tidak retak. Karena itu pada
kesempatan ini disampaikan juga permohonan apabila ada kesalahan. Mohon agar
koreksi dan asupan dapat diberikan langsung kepada PP PERDOSKI.
Akhirnya diharapkan agar PLK ini dapat menjadi panduan dan membantu para dokter
spesialis dermatologi dan venereologi dalam melakukan pelayanan kedokteran. Dengan
demikian tercapai pelayanan yang optimal kepada seluruh rakyat Indonesia terutama
pelayanan kesehatan dermatologi dan venereologi.

Jakarta, Agustus 2014


Atas nama Tim Penyusun

DR.Dr. Aida SD Suriadiredja, Sp.KK(K)


FINSDV, FAADV

iv
iv
SAMBUTAN
KETUA UMUM PP PERDOSKI
2011-2014

Sejawat terhormat,
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya, buku
panduan ini dapat terselesaikan tepat waktu. Panduan Layanan Klinis ini (PLK) adalah
revisi dari buku Panduan Pelayanan Medis (PPM) yang telah dimiliki dan digunakan oleh
PERDOSKI sebelumnya.

Sesuai dengan kebutuhan dan arahan Kementerian Kesehatan bahwa diperlukan


Panduan dalam melaksanakan layanan yang dapat diakses dan diaplikasikan secara
nasional mulai dari layanan tingkat pratama sampai tingkat utama agar layanan berjalan
sesuai dengan keilmuan yang berkembang dan sesuai dengan prasana yang ada untuk
pencapaian ”service excellent”.

Panduan ini direncanakan akan dapat diakses secara online oleh seluruh anggota
PERDOSKI. Buku ini adalah rangkaian buku yang diterbitkan oleh PERHIMPUNAN DOKTER
SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN INDONESIA, mulai dari standar kewenangan medik
dan clinical pathway, serta standar profesi. Didahului oleh pembentukan Pokja, yang terdiri
dari utusan anggota dari berbagai daerah, dilanjutkan dengan pertemuan yang intensif
dari seluruh bidang terkait dipandu oleh bidang Pendidikan dan Profesi PERDOSKI, serta
asupan dari seluruh kelompok studi terkait, maka makin sempurnalah panduan ini.

Rasa hormat dan penghargaan setingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyempurnaan buku ini, dan semoga panduan ini dapat dirasakan manfaatnya
oleh seluruh anggota dalam melaksanakan layanan dengan target peningkatan
kesehatan nasional di bidang kesehatan kulit dan kelamin.

Tak ada pekerjaan yang sempurna, masih diperlukan asupan dari teman sejawat sekalian
terhadap panduan ini, terutama para anggota yang berada di daerah dengan masalah
yang spesifik, dan kami sangat terbuka untuk hal tersebut.

Manfaatkan panduan ini dengan baik dalam membantu teman sejawat melaksanakan
layanan.

Jakarta, Agustus 2014


Ketua Umum Pengurus Pusat PERDOSKI

Dr. Syarief Hidayat, Sp.KK


FINSDV, FAADV

v
v
Sambutan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Kulit dan Kelamin
Kolegium Dermatologi dan Venereologi

Setiap warga negara Indonesia berhak mendapat pelayanan kesehatan dalam derajat yang
optimal dan peningkatan derajat kesehatannya harus segera diupayakan, pernyataan ini
tertera dalam UUD 1945 pasal 28. Pemerintah Indonesia mengeluarkan sejumlah
perundangan dan peraturan untuk memfasilitasi terciptanya amanah UUD 1945 tersebut,
antara lain diterbitkannya Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
yang menyatakan perlunya Standar Pelayanan Medis. Standar ini menjadi pedoman yang
dirancang oleh profesi agar para dokter yang berkepentingan dapat menjalankan pelayanan
kesehatan secara baku, aman dan bermanfaat optimal bagi masyarakat luas. Dengan
semangat kesehatan adalah hak seluruh rakyat indonesia dan merujuk Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maka
diperlukan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan sebagai standar yang digunakan di seluruh
pusat pelayanan kesehatan tingkat satu, dua dan tiga.
Kolegium Dermatologi dan Venereologi merupakan badan pengampu ilmu yang selalu
mencari pembaharuan dalam bidang penatalaksanaan penyakit dan gangguan estetis
untuk meraih kesehatan serta kesempurnaan penampilan kulit dan kelamin. Semua jenis
pelayanan kesehatan kulit dan kelamin ini dituangkan dalam standar kompetensi yang
selalu dinilai kembali dan direvisi secara berkala. Penentuan kompetensi spesialis ini
mendapat asupan dari profesi melalui kelompok studi dan dalam pendidikan dokter
spesialis dermatologi dan venereologi dituang dalam bentuk modul penatalaksanaan
gangguan kesehatan kulit dan kelamin. Penetapan jenis dan modul layanan medis
tersebut harus merujuk pada pelayanan berbasis bukti (evidence based medicine) yang
berasal dari pakar-pakar dalam dan luar negeri yang berkecimpung di dunia dermatologi
dan venereologi khususnya, dan ilmu kedokteran umumnya. Saat ini Standar Kompetensi
Dermatologi dan Venereologi tahun 2014 telah tersusun, dan pedoman ini menjadi titik
tolak penentuan jenis layanan yang harus dikuasai dokter spesialis dermatologi dan
venereologi.
Standar kompetensi dan modul pelayanan medis ini disetujui oleh Konsil Kedokteran
Indonesia serta menjadi dasar penyusunan Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan untuk
bidang dermatologi dan venereologi. Dengan bantuan panduan ini diharapkan para dokter
spesialis dermatologi dan venereologi dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tepat
serta pihak terkait dapat memakainya sebagai penilaian baku mutu juga perkiraan biaya
kesehatan bidang penyakit kulit dan kelamin.

Jakarta, Agustus 2014


Ketua Kolegium Dermatologi dan Venereologi 2011-2014

DR.Dr.Tjut Nurul Alam Jacoeb, SpKK(K)


FINSDV, FAADV

vi
vi
SALINAN

SURAT KEPUTUSAN
No. 003/SK/PERDOSKI/PP/II/13

TENTANG

TIM REVISI
PANDUAN LAYANAN KLINIK (PLK)
PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS KULIT DAN KELAMIN INDONESIA

Menimbang:
a. Dalam rangka menjamin mutu pelayanan medik Spesialis Kulit dan Kelamin perlu adanya
penyempurnaan PLK Spesialis Kulit dan Kelamin.
b. Bahwa untuk menyempurnakan PLK tersebut perlu dibentuk Panitia /Tim.
c. Bahwa nama-nama tercantum di bawah ini dianggap cakap dan mampu sebagai Tim Revisi PLK.

Mengingat:
1. AD dan ART PERDOSKI
2. Buku Kompendium
3. KONAS PERDOSKI XIII Manado 2011
4. Renstra PERDOSKI 2011-2014

Memperhatikan :
a. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK).
b. Usulan dari PP PERDOSKI, PERDOSKI Cabang, Kelompok Studi dan Institusi Pendidikan Dokter
Spesialis (IPDS) untuk revisi PLK.
c. Hasil Rapat Pertemuan PP PERDOSKI dan Kolegium IKKK untuk membentuk Tim Revisi PLK.

MEMUTUSKAN

1. Menetapkan Tim Revisi PLK PERDOSKI:

Ketua : DR.Dr. Aida Suriadiredja, Sp.KK(K), FINS-DV


Anggota : Prof. Dr. Theresia L. Toruan, Sp.KK(K), FAADV
Dr. Sandra Widaty, Sp.KK(K), FINS-DV, FAADV
DR. Dr. M. Yulianto Listyawan, Sp.KK(K), FINS-DV, FAADV
Dr. Agnes Sri Siswati, Sp.KK(K), FINS-DV
DR. Med. Dr. Retno Danarti, Sp.KK
DR. Dr. Cita Rosita SP Sp.KK(K)
Dr. Nopriyati, Sp.KK

2. Tim Revisi menyerahkan PLK yang telah direvisi kepada PP PERDOSKI selambatnya 1 (satu)
bulan sebelum Kongres Nasional (KONAS) XIV PERDOSKI Bandung bulan Agustus 2014.

Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan catatan apabila terdapat kekeliruan akan
diperbaiki sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di: Jakarta


Pada tanggal : 13 Februari 2013

Dr. Syarief Hidayat, Sp.KK, FINS-DV, FAADV


Ketua Umum

vii vii
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar Tim Penyusun .................................................................................. iv
Sambutan Ketua Umum Pengurus Pusat PERDOSKI .............................................. v
Sambutan Ketua Kolegium Dermatologi dan venereologi ........................................ vi
Surat Keputusan Tentang Tim Revisi
Panduan Layanan Klinis PERDOSKI ....................................................................... vii
Daftar Isi .................................................................................................................... viii
Daftar Singkatan ........................................................................................................ xii

Pendahuluan .......................................................................................................... 1

A. Dermatologi Non Infeksi


A. 1. Dermatitis numularis ................................................................................. 5
A. 2. Dermatitis popok ...................................................................................... 8
A. 3. Dermatitis seboroik .................................................................................... 10
A. 4. Liken simpleks kronikus ............................................................................ 14
A. 5. Miliaria ....................................................................................................... 16
A. 6. Pitiriasis alba ............................................................................................. 19
A. 7. Pitiriasis rosea ........................................................................................... 21
A. 8. Prurigo aktinik ............................................................................................ 23
A. 9. Prurigo nodularis ....................................................................................... 25
A. 10. Pruritic urticaria papule and plaque in pregnancy (PUPPP) ...................... 27

B. Dermatologi Infeksi
B. 1. Creeping eruption (Hookworm-related cutaneous larva migrans) ............ 30
B. 2. Dermatofitosis ............................................................................................ 32
B. 3. Herpes zoster............................................................................................. 38
B. 4. Hand-Foot-Mouth Disease ......................................................................... 41
B. 5. Histoplasmosis ........................................................................................... 43
B. 6. Kandidiasis / kandidosis............................................................................. 45
B. 7. Kriptokokosis.............................................................................................. 50
B. 8. Kusta .......................................................................................................... 52
B. 9. Malassezia folikulitis .................................................................................. 62
B. 10. Mikosis profunda ....................................................................................... 64
B. 11. Moluskum kontagiosum ............................................................................. 70
B. 12. Pioderma ................................................................................................... 73
B. 13. Pitiriasis versikolor ..................................................................................... 78
B. 14. Skabies ...................................................................................................... 80
B. 15. Staphylococcal scalded-skin syndrome (SSSS)........................................ 84
B. 16. Toxic shock syndrome (TSS) .................................................................... 86
B. 17. Tuberkulosis kutis ...................................................................................... 88
B. 18. Varisela ..................................................................................................... 93
B. 19. Veruka vulgaris / common warts ............................................................... 96

C. Genodermatosis
C. 1. Akrodermatitis enteropatika ....................................................................... 99
C. 2. Inkontinensia pigmenti (sindrom Bloch-Sulzberger) ................................... 102
C. 3. Epidermolisis bulosa yang diturunkan ........................................................ 106

viii
viii
C. 4. Tuberous sclerosis complex ....................................................................... 113
C. 5. Displasia ektodermal ................................................................................. 117
C. 6. Iktiosis ........................................................................................................ 123
C. 7. Neurofibromatosis tipe 1 ............................................................................ 130

D. Dermato-Alergo-Imunologi
D. 1. Cutaneus lupus eritematosus spesifik ........................................................ 132
D. 2. Dermatosis IgA linear ................................................................................. 137
D. 3. Dermatitis herpetiformis Duhring ................................................................ 141
D. 4. Dermatitis kontak alergi .............................................................................. 145
D. 5. Dermatitis kontak iritan ............................................................................... 148
D. 6. Erupsi kulit akibat alergi obat ..................................................................... 151
D. 7. Pemfigus .................................................................................................... 155
D. 8. Urtikaria ...................................................................................................... 159
D. 9. Psoriasis .................................................................................................... 166

E. Dermatologi Kosmetik
E. 1. Akne vulgaris ............................................................................................. 180
E. 2. Melasma ................................................................................................... 184
E. 3. Freckles ..................................................................................................... 188
E. 4. Vitiligo ........................................................................................................ 190
E. 5. Alopesia androgenik .................................................................................. 194
E. 6. Penuaan kulit ............................................................................................. 198
E. 7. Deposit lemak dan selulit .......................................................................... 199
E. 8. Hiperhidrosis ............................................................................................. 200
E. 9. Bromhidrosis dan Osmidrosis ................................................................... 202

Laser
E. 10. Laser CO2 untuk kelainan kulit ................................................................. 204
E. 11. Laser untuk kelainan vaskular ................................................................... 205
E. 12. Laser untuk skar ........................................................................................ 206
E. 13. Laser dan IPL untuk kelainan pigmen ....................................................... 208
E. 14. Laser penghilang tato ................................................................................ 209
E. 15. Laser dan IPL penghilang rambut ............................................................. 210
E. 16. Laser untuk resurfacing ............................................................................. 211
E. 17. Laser dan sinar untuk akne vulgaris .......................................................... 213

F. Tumor dan Bedah Kulit:


Tumor Jinak
Adneksa
F. 1. Siringoma .................................................................................................. 216
F. 2. Trikoepitelioma .......................................................................................... 217
Epidermis dan kista epidermis
F. 3. Keratosis seboroik ..................................................................................... 218
F. 4. Kista epidermal .......................................................................................... 220
F. 5. Nevus verukosus ....................................................................................... 221
Jaringan ikat
F. 6. Dermatofibroma ......................................................................................... 222
F. 7. Fibroma mole............................................................................................. 223
F. 8. Keloid......................................................................................................... 224

ix
ix
Karena virus, neoplasma, hiperplasia, dan malformasi vaskular
F. 9. Angiokeratoma ........................................................................................... 225
F. 10. Granuloma piogenikum ............................................................................. 226
F. 11. Limfangioma .............................................................................................. 227
F. 12. Nevus flameus ........................................................................................... 228
Sel melanosit dan sel nevus
F. 13. Nevus melanositik ..................................................................................... 229

Pra Kanker
F. 14. Keratosis aktinik ....................................................................................... 232
F. 15. Leukoplakia .............................................................................................. 233
F. 16. Penyakit Bowen ........................................................................................ 234

Tumor Ganas
Epidermis dan adneksa
F. 17. Karsinoma sel basal ................................................................................. 236
F. 18. Karsinoma sel skuamosa ......................................................................... 240
Sel melanosit
F. 19. Melanoma maligna .................................................................................... 244

Tindakan Bedah Dalam Dermatologi


F. 20. Biopsi kulit ................................................................................................. 251
F. 21. Eksisi/flap/graft .......................................................................................... 253
F. 22. Bedah listrik ............................................................................................... 254
F. 23. Bedah beku ............................................................................................... 256
F. 24. Bedah kimia (chemical peeling) ................................................................. 257
F. 25. Subsisi ..................................................................................................... 258
F. 26. Skin Needling ........................................................................................... 259
F. 27. Dermabrasi dan Mikrodermabrasi ............................................................ 260
F. 28. Bedah sedot lemak ................................................................................... 261
F. 29. Injeksi bahan pengisi (filler) ....................................................................... 263
F. 30. Injeksi toksin botulinum ............................................................................ 264
F. 31. Blefaroplasti .............................................................................................. 265
F. 32. Transplantasi rambut ................................................................................ 266
F. 33. Bedah kuku ............................................................................................... 267
F. 34. Skleroterapi .............................................................................................. 269
F. 35. Bedah Mohs ............................................................................................. 270
F. 36. Face Lift menggunakan benang ................................................................ 271
F. 37. Minimum incision face lift ........................................................................... 272
F.38. Non-surgical face lift ................................................................................... 273
F.39. Vitiligo ......................................................................................................... 275

G. Venereologi (Infeksi Menular Seksual)


G. 1. Infeksi gonore ............................................................................................ 278
G. 2. Herpes simpleks genitalis (HG) .................................................................. 282
G. 3. Infeksi genital non spesifik (IGNS) .............................................................. 286
G. 4. Kandidosis vulvovaginalis (KVV) ................................................................ 291
G. 5. Kondiloma akuminata (KA) ......................................................................... 294
G. 6. Sifilis ............................................................................................................ 296
G. 7. Trikomoniasis .............................................................................................. 299

x
x
G. 8. Ulkus mole .................................................................................................. 302
G. 9. Vaginosis bakterial ...................................................................................... 304

H. Kedaruratan Kulit
H. 1. Angioedema ................................................................................................ 307
H. 2. Nekrolisis epidermal (SSJ dan NET) ........................................................... 313
H. 3. Sindrom DRESS ......................................................................................... 317

Lampiran
1. Uji Tempel ........................................................................................................ 321
2. Uji Intradermal ................................................................................................. 327
3. Uji Provokasi Obat ........................................................................................... 329
4. Uji Tusuk .......................................................................................................... 335
5. Himbauan Tim Perumus .................................................................................. 342

xi
xi
C
GENODERMATOSIS

98 Genodermatosis
C.1. AKRODERMATITIS ENTEROPATIKA (E83.2)

I. Definisi : Akrodermatitis enteropatika (AE, MIM 201100): ialah


kelainan akibat defisiensi zink yang diturunkan secara
resesif autosomal. Penyebab pasti belum diketahui,
diduga karena mutasi gen SLC39A4 pada kromosom
8q24.3, yang mengkode transporter zink Zip4
menyebabkan defek absorpsi zink di usus halus.

II. Kriteria diagnostik :


Klinis : Terjadi beberapa hari hingga pekan setelah lahir
pada bayi yang diberi susu formula, atau segera
setelah disapih.
Ditandai trias: lesi kulit akral dan periorifisial,
diare, dan alopesia
Tempat predileksi: akral jari tangan dan kaki,
perioral, periokular, anogenital
Kelainan kulit: dermatitis eksematosa, simetris,
bula dan erosi dibatasi krusta pada bagian perifer
lesi.
Keadaan umum buruk, lemah, anoreksia.
Dapat disertai gejala sistemik lainnya akibat
defisiensi zinc

Diagnosis banding : 1. Malabsorpsi akibat defisiensi zink didapat, biotin,


vitamin B12, asam lemak esensial
2. Kwashiorkor
3. Fibrosis kistik

Pemeriksaan : Pengukuran kadar zink plasma: <50 g/dl


penunjang (normal: 70 – 250 g/dl, defisiensi ringan: 40 – 60
g/dl)
Histopatologi: parakeratosis konfluen, spogiosis
fokal, akantosis epidermal, serta gambaran
dermatitis psoriasiformis

III. Penatalaksanaan : Nonmedikamentosa:


Mengkonsumsi makanan berkadar zink tinggi,
(daging, ikan, unggas, telur) dan suplemen makanan
mengandung zink.

Medikamentosa:
Prinsip: suplementasi zink seumur hidup
1. Topikal:
Krim pelembab atau krim antibiotik (bila ada infeksi
sekunder)
2. Sistemik:
Anak: zink elemental 0,5-1 mg/kg 1-2 kali/hari
Dewasa: zink elemental 15-30 mg/hari

G e n o d e r m a t o s i s | 99

Genodermatosis 99
Tindak lanjut:
Untuk kelainan bawaan dipantau kadar zink plasma
setiap 6 bulan sekali secara teratur

IV. Kepustakaan : 1. Jen M, Yan AC. Cutaneous changes in nutriotional


disease. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 8th. New York: Mc
Graw Hill Companies Inc; 2012. p. 1521-3.
2. Paller AS, Mancini AJ. Inborn errors of metabolism.
Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th ed.
Edinburgh: Elsevier; 2011. p. 548-50.
3. Ruiz-Maldonado R, Orozco-Covarrubias L. Skin
manifestastions of nutritional disorders. Dalam: Harper J,
Oranje A, Prose N, editor. Textbook of Pediatric
dermatology.Edisi ke-2. Oxford: Blackwell Science; 2006.h.
603 (Mohon gunakan referensi terbaru)
4. Corbo MD, Lam J. Zinc deficiency and its management
in the pediatric population: a literature review and
proposed etiologic classification. J Am Acad Dermatol
2013; 69: 616-25.

Genodermatosis |

100 Genodermatosis
V. Bagan Alur

Riwayat:

eksematisasi akut, dermatitis erosif, diare

Gambaran klinis:

Erosi-ekskoriasi disertai bula dan krusta pada tepi lesi


di daerah akral, perioral, periokular, anogenital, tangan

Kadar zink serum

Normal

< 50 g/dl

Akrodermatitis enteropatika
Penyakit lain

Konsumsi makanan kaya zink


Bila perlu:
Konsul spesialis gizi?
Sistemik
Seng pikolinat atau seng glukonat
(dosis sesuai kadar zink serum)
Topikal:

Krim antibiotik (infeksi sekunder)

Sembuh Evaluasi kadar zink setiap 6 bulan

Genodermatosis |

Genodermatosis 101
C.2. INKONTINENSIA PIGMENTI (SINDROM BLOCH-SULZBERGER) (L80)

I. Definisi : Inkontinensia pigmenti (IP, MIM 308300) merupakan


sindrom neurokutan yang diturunkan secara dominan
terkait X dan dan bersifat letal in utero pada sebagian
besar laki-laki yang terkena dan ekspresinya bervariasi
pada wanita.
Berbagai kelainan rambut, kuku, skeletal, anomali gigi,
mata dan saraf berkaitan dengan kelainan ini. Mutasi
pada gen NEMO (nuclear factor-kappa B (NF- B)
essential modulator) yang terletak pada kromosom
Xq28 ditemukan sebagai penyebab IP. NEMO
dibutuhkan untuk aktivasi faktor transkripsi NF- B dan
oleh karenanya sangat penting pada berbagai jalur
imunologi, inflamasi dan apoptosis.

II. Kriteria diagnostik :


Klinis : Manifestasi pada kulit secara klasik dibagi menjadi
4 stadium, namun demikian tidak seluruh stadium
muncul dan beberapa stadium dapat tumpang
tindih. Kelainan yang terjadi pada kulit terdistribusi
mengikuti garis Blaschko. Lesi kulit pada stadium
yang berbeda ditandai oleh:
Stadium 1: eritema, vesikel dan pustul
Stadium 2: papul, lesi verukosa, dan
hiperkeratosis
Stadium 3: hiperpigmentasi
Stadium 4: hipopigmentasi, atrofi dan
skar/sikatriks

Stadium 1 biasanya terjadi dalam beberapa


minggu pertama kehidupan dan ditandai oleh
vesikel atau pustul yang timbul di atas kulit yang
eritematosa. Vesikel dapat ditemukan di manapun
pada tubuh tetapi biasanya tidak pada wajah.
Secara khas erupsi vesikobulosa tampak pada
saat atau segera setelah lahir, dan mengikuti garis
Blaschko. Vesikel/ bula menyembuh dalam
beberapa minggu dan kadang-kadang diikuti oleh
erupsi baru. Stadium 1 berakhir dalam 4 bulan,
meskipun episode erupsi vesikobulosa pernah
dilaporkan kambuh pada sebagian kasus pada
usia dewasa yang dipicu oleh demam atau infeksi.
Lesi hiperkeratotik pada stadium 2 dapat timbul
lebih awal (usia 4 minggu). Biasanya lesi tersebut
timbul pada ekstremitas bawah, saat lesi
Genodermatosis |

102 Genodermatosis
vesikobulosa mulai menyembuh. Pada lebih dari
80% kasus lesi hiperkeratotik menyembuh dalam 6
bulan.
Stadium 3 adalah lesi IP yang paling khas, berupa
garis hiperpigmentasi, terutama pada badan
mengikuti garis Blaschko. Hiperpigmentasi
memudar dan menghilang pada akhir usia dekade
ke-2.
Stadium 4 terjadi pada sebagian kecil pasien IP,
ditandai oleh patch atau alur hipopigmentasi tak
berambut (hairless) terutama pada tungkai
bawah.
Selain hal tersebut di atas, gambaran khas IP
adalah focal absence of sweating. Pada kuku
dapat dijumpai rigi, pitting dan perubahan
menyerupai onikogrifosis. Dapat pula timbul tumor
hiperkeratotik subungual. Alopesia sikatrikal pada
vertex sering didapatkan, dan dapat ditemukan
sebagai tanda sisa (residual sign) IP pada pasien
yang lebih tua.
Manifestasi okular pada pasien IP sering
asimetrik dan didapatkan pada 25%-77% pasien,
a.l.: iskemia retina, neovaskularisasi retina
dengan perdarahan dan eksudasi, gliosis
preretina, atrofi optik dan hipoplasi foveal;
mikroftalmos, katarak, pigmentasi konjungtiva,
perubahan kornea, hipoplasia iris, uveitis, ftisis;
nistagmus, strabismus, miopia.
Kelainan neurologis meliputi kejang (sering dimulai
pada minggu-minggu awal kehidupan), paralisis
spastik, retardasi mental dan motorik, serta
mikrosefalus.
Kelainan gigi terjadi pada lebih dari 80% kasus,
berupa tidak tumbuh gigi, gigi bentuk konus
dengan tambahan Cup di gigi posterior, dan gigi
terlambat tumbuh. Kelainan pada gigi tersebut
dapat membantu menegakkan diagnosis IP.
Anomali kardiovaskular kadang-kadang
dilaporkan terjadi pada pasien IP, meliputi:
fibrosis endomiokardial, tetralogi Fallot asianosis
dan insufisiensi trikuspidalis, hipertensi pulmonal.
Diagnosis banding : Bergantung pada stadium klinis IP.
Lesi vesikular: herpes simpleks, varisela, impetigo,
kandidiasis, eritema toksikum, melanosis pustular,
akropustulosis infantil, dan miliaria rubra.
Lesi verukosa: nevus linear epidermal
Lesi hiperpigmentasi: sindrom Naegeli-Francheschetti-
Jadassohn.

Genodermatosis |

Genodermatosis 103
Pemeriksaan : Pemeriksaan histopatologik (HE) pada setiap fase:
penunjang Fase-1: spongiosis intraepidermal dan vesikel/bula
dengan eosinofil dan sel-sel diskeratotik
Fase-2: lesi hiperkeratosis dengan diskeratosis
dan eosinofil
Fase-3: pigmen inkontinensia–kadang-kadang
dengan clumps besar
Fase-4: tanpa pigmen di epidermis, tidak ada
inkontinensia, tidak ada eosinofil, tidak
didapatkan glandula ekrin.
Diagnosis pasti dengan ditemukannya mutasi gen
NEMO pada kromosom Xq28.

Penatalaksanaan : Nonmedikamentosa:
Edukasi tentang penyakit dan himbauan untuk
skrining oftalmologi secara rutin sebulan sekali pada
tahun pertama kehidupan, kemudian evaluasi tiap
tahun karena adanya insidensi tinggi terjadinya
squint dan ambliopia.
Monitor neurologik yang teliti karena keterlibatan
saraf pusat sering manifes dalam mingu-minggu
awal kehidupan.
Konseling genetik
- Penjelasan pola penurunan genetik dan risiko
pada setiap kelahiran anak perempuan,
umumnya bila laki-laki terkena, berat dan fatal
- Penjelasan penyakit dan progresivitas: kelainan
tidak hanya di kulit tetapi dapat mengenai organ
lain. Kelainan kulit menjadi hipopigmentasi
pada stadium 4, kemudian dapat menghilang.
- Konseling marital

Medikamentosa:
Prinsip:
- Terapi lokal terhadap lesi vesikel/bula untuk
melindungi terhadap infeksi dan skar. Pada stadium
yang 2,3,4, kulit mungkin kering dan perawatan kulit
dengan pelembab sangat penting.
- Konsultasi ke dokter spesialis anak, mata, gigi, dan
saraf

Genodermatosis |

104 Genodermatosis
IV. Kepustakaan : 1. Berlin AL, Paller AS, Chan LS. Incontinentia pigmenti: A
review and update on the molecular basis of
pathophysiology. J Am Acad Dermatol 2002; 47: 169-
87.
2. Aradhya S, Nelson DL. NF-kappaB signaling and
human disease. Curr Opin Genet Dev 2001; 11: 300-6.
3. The International Incontinentia Pigmenti Consortium.
Genomic rearrangement in NEMO impairs NF-kappaB
activation and is cause of incontinentia pigmenti. Nature
2000; 405: 466-72.
4. Aradhya S, Woffendin H, Jakins T, et al. A recurrent
deletion in the ubiquitously expressed NEMO (IKK-
gamma) gene accounts for the vast majority of
incontinentia pigmenti mutations. Hum Mol Genet
2001; 10: 2171-9.
5. Mini S, Trpinac D, Obradovi M. Systematic review of
central nervous system anomalies in incontinentia
pigmenti. Orphanet J Rare Dis 2013. doi:
10.1186/1750-1172-8-25.

Genodermatosis |

Genodermatosis 105
C.3. EPIDERMOLISIS BULOSA YANG DITURUNKAN (Q81.9)

I. Definisi : Istilah epidermolisis bulosa (EB) mengacu kepada


kelompok heterogen kelainan mekanobulosa yang
diturunkan secara genetik, khas ditandai oleh bula
pada kulit, dan kadang-kadang pada mukosa,
karena respons terhadap trauma gesekan ringan.

Klasifikasi:
Telah dilakukan revisi klasifikasi EB yang
diturunkan, berdasarkan fenotip klinis dan genotip,
yaitu:
1. EB-Simpleks (EBS, “epidermolytic EB”) yang
meliputi:
EBS-WC (Weber-Cockayne; protein/gen yang
terlibat: K5, K14); OMIM 131800
EBS-K (Köbner; protein/gen yang terlibat: K5,
K14); OMIM 131900
DM (Dowling-Meara; protein/gen yang terlibat:
K5, K14); OMIM 131760
EBS-MD (with muscular dystrophy; protein/gen
yang terlibat: Plectin)
2. Junctional EB (JEB)
JEB-H (Herlitz; protein/gen yang terlibat:
laminin-5)
JEB-nH (non-Herlitz; protein/gen yang terlibat:
Laminin-5; kolagen tipe XVII)
JEB-PA (with pyloric atresia; protein/gen yang
terlibat: integrin 6 4)
3. Dystrophic EB, DEB”)
DDEB (Dominant dystrophic EB; protein/gen
yang terlibat: kolagen tipe VII); OMIM 131750
RDEB-HS (recessive dysrophic EB; Hallopeau-
Siemens; protein/gen yang terlibat: kolagen tipe
VII); OMIM 226600
RDEB-nHS (recessive dystrophic EB; non-
Hallopeau-Siemens; protein/gen yang terlibat:
kolagen tipe VII)

Cara penurunan EB yang diturunkan


Tipe Cara transmisi Cara transmisi
utama yang sering yang jarang
EB
EBS Dominan autosomal Resesif autosomal
JEB Resesif autosomal -
DEB Dominan autosomal Dominan autosomal-/
Resesif autosomal Resesif autosomal
Heterozigot

Genodermatosis |

106 Genodermatosis
Kriteria diagnostik

Tabel 1. Perbandingan gambaran klinis subtipe EB simpleks

EBS, Weber- EBS, Köbner EBS, Dowling-


Cockayne Meara
Cara penurunan ADA ADA ADA
Awitan (biasanya) Bayi atau kanak- Sejak lahir Sejak lahir
kanak awal
Distribusi kulit (predominan) Telapak tangan Generalisata Generalisata
dan telapak kaki (jarang pada
telapak tangan dan
telapak kaki)
Kelainan pada kulit (frekuensi)
Bula 75,1%-100% 75,1%-100% 75,1%-100%
Milia 1%-5% 10,1%-25% 10,1%-25%
Skar atrofik 10,1%-25% 50,1%-75% 25,1%-50%
Distrofi kuku atau tak ada 10,1%-25% 50,1%-75% 75,1%-100%
kuku
Jaringan granulasi <1% 1%-5% Tidak ada
Abnormalitas kepala <1% 5,1%-10% 1%-5%
Keratoderma (telapak Kalus fokal Kalus fokal Sering konfluen
tangan dan telapak kaki)
Lain-lain Tidak ada Tidak ada Bula tersusun
herpetiformis
Relative inducibility bulla Bervariasi Sering Sering
(pencetus)
Keterlibatan ekstrakutan
Anemia 1%-5% 10,1%-25% 5,1%-10%
Retardasi pertumbuhan <1% 1%-5% 10,1%-25%
Kavitas oral
Abnormalitas jaringan
lunak
Hipoplasi enamel 10,1%-25% 10,1%-25% 10,1%-25%
Karies Frekuensi normal Frekuensi normal Frekuensi normal
Saluran gastrointestinal 1%-5% 10,1%-25% 10,1%-25%
Saluran genitourin <1% 1%-5% 1%-5%
Okular <1% 1%-5% 5,1%-10%
Pseudosindaktili Tidak ada Tidak ada 1%-5%
Saluran pernafasan <1% 1%-5% 5,1%-10%
Risiko kumulatif pada usia 30
untk menderita:
Karsinoma sel skuamosa Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Melanoma maligna Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Karsinoma sel basal Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Mati (semua penyebab) 0,6% 0,6% 1,4%

Ket: ADA: dominan autosomal

Genodermatosis |

Genodermatosis 107
Tabel 2. Perbandingan gambaran klinis subtipe EB junctional

JEB, Herlitz JEB, non-Herlitz


Cara penurunan RA RA
Awutan (biasanya) Sejak lahir Sejak lahir
Distribusi kulit (predominan) Generalisata Generalisata
Kelainan pada kulit (frekuensi)
Bula 75,1%-100% 75,1%-100%
Milia 5,1%-10% 5,1%-10%
Skar atrofik 50,1%-75% 50,1%-75%
Distrofi kuku atau tak ada kuku 75,1%-100% 75,1%-100%
Jaringan granulasi 50,1%-75% 10,1%-25%
Abnormalitas kepala 10,1%-25% 25,1%-50%
Keratoderma (telapak tangan dan Absen Absen
telapak kaki)
Lain-lain Tidak ada Tidak ada
Relative inducibility bulla Tinggi Tinggi
(munculnya bula setelah trauma)
Keterlibatan ekstrakutan
Anemia 50,1%-75% 5,1%-10%
Retardasi pertumbuhan 25,1%-50% 10,1%-25%
Kavitas oral
Abnormalitas jaringan lunak 50,1%-75% 75,1%-100%
Hipoplasia enamel 75,1%-100% 75,1%-100%
Karies Eksesif Eksesif
Saluran gastrointestinal 25,1%-50% 10,1%-25%
Saluran genitourin 5,1%-10% 5,1%-10%
Okular 25,1%-50% 25,1%-50%
Pseudosindaktili 5,1%-10% Absen
Saluran pernafasan 25,1%-50% 10,1%-25%
Risiko kumulatif pada usia 30 untuk
menderita:
Karsinoma sel skuamosa Tidak ada Jarang
Melanoma maligna Tidak ada Tidak ada
Karsinoma sel basal Tidak ada Tidak ada
Mati (semua penyebab) 42,2% 38,2%

Ket: RA: resesif autosomal

108 Genodermatosis Genodermatosis |


Tabel 3. Perbandingan gambaran klinis subtipe EB distrofik

DDEB RDEB, Hallopeau-Siemens RDEB, non-


Hallopeau-
Siemens
Cara penurunan ADA RA RA
Awitan (biasanya) Sejak lahir Sejak lahir Sejak lahir
Distribusi kulit (predominan) Generalisata Generalisata Generalisata
Kelainan pada kulit (frekuensi)
Bula 75,1%-100% 75,1%-100% 75,1%-100%
Milia 75,1%-100% 75,1%-100%
Skar atrofik 75,1%-100% 75,1%-100% 75,1%-100%
Distrofi kuku atau tak ada 75,1%-100% 75,1%-100% 75,1%-100%
kuku
Jaringan granulasi Absen 10,1%-25% 10,1%-25%
Abnormalitas kepala 10,1%-25% 25,1%-50% 10,1%-25%
Keratoderma (telapak Tidak ada Tidak ada Tidak ada
tangan dan telapak kaki)
Lain-lain Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Relative inducibility bulla Bervariasi Tinggi Tinggi
(pencetus)
Keterlibatan ekstrakutan
Anemia 10,1%-25% 75,1%-100% 25,1%-50%
Retardasi pertumbuhan 1%-5% 75,1%-100% 10,1%-25%
Kavitas oral
Abnormalitas jaringan 50,1%-75% 75,1%-100% 75,1%-100%
lunak
Hipoplasia enamel 10,1%-25% 10,1%-25% 25,1%-50%
Karies Frekuensi normal Frekuensi normal Frekuensi
normal
Saluran gastrointestinal 10,1%-25% 75,1%-100% 25,1%-50%
Saluran genitourin 1%-5% 1%-5% 1%-5%
Okular Absen 50,1%-75% 10,1%-25%
Pseudosindaktili Absen 75,1%-100% 25,1%-50%
Saluran pernafasan Absen 1%-5% 1%-5%
Risiko kumulatif pada usia 30
untuk menderita:
Karsinoma sel skuamosa Tidak ada 39,6% 14,3%
Melanoma maligna 0,8% 2,5% (sampai usia 12) 0,7% (sampai
usia 12)
Karsinoma sel basal 0,9% Tidak ada Tidak ada
Mati (semua penyebab) Tidak ada 38,7% 10%

III. Penatalaksanaan : Di tingkat pelayanan dasar:


EB ringan EB simpleks
Di tingkat pelayanan lanjut:
EB berat

Nonmedikamentosa :
Cara perawatan kulit berlepuh: hindari tindakan
yang menimbulkan trauma ringan; pakaian
kasar, plester gosokan saat mandi. Sepatu
Genodermatosis | 9

Genodermatosis 109
sebaiknya lembut dan longgar. Perlu kerjasama
dengan fisioterapis untuk mencegah kontraktur.
Menjaga nutrisi: makanan tinggi kalori dan tinggi
protein. Pada bentuk distrofik makanan harus
lembut atau cair. Pada bayi hindari penggunaan
bottle feeding, makanan/ susu dapat diberikan
dengan sendok lembut, serta hindari makanan
panas/ terlalu dingin.
Perawatan intensif di ruang perinatal intensive
care unit, bekerjasama dengan dokter spesialis
anak, mata, THT, gizi, dll. Perawatan di
inkubator, infus cairan dan nutrisi.
Konseling genetik:
- Penjelasan pola penurunan genetik
dan risiko pada setiap kelahiran
- Penjelasan penyakit dan
progresivitas
- Konseling marital

Medikamentosa:
Prinsip:
Melindungi kulit terbuka dan mencegah infeksi/
sepsis, terapi paliatif.
Pada kondisi berat harus dirawat intensif di ruang
perinatal dan ditangani oleh dokter spesialis anak,
kulit, dan fisioterapis.

1.Topikal:
- Antibiotik untuk bagian yang mengalami
erosi atau ekskoriasi, dirawat terbuka
sesuai perawatan luka bakar.
- Kortikosteroid pada kasus yang berat
(misalnya tipe Herlitz)
2.Sistemik:
- Kortikosteroid pada kasus yang berat dan
fatal
- Vitamin E dosis tinggi untuk tipe distrofik
(anti kolagenase): 600-2000 i / hari
- Difenilhidantoin 2,5-5,0 mg/kgBB/hari harus
hati-hati karena jarak dosis terapeutik-dosis
letal sangat pendek.

Tindak lanjut:
1. Pantau setiap 1 bulan terhadap kelainan kulit
yang timbul
2. Konsultasikan keadaan umum, pada dokter
spesialis anak/ perinatologi untuk komplikasi
dan nutrisi.

Genodermatosis |

110 Genodermatosis
IV. Kepustakaan : 1. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith
LA, Kazt SI, editor. Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in
general medicine. Edisi ke-8. New York : Mc Graw-Hill,
2012
2. Paller AS, Mancini AJ. Hurwitz Clinical Pediatric
Dermatology. A Textbook of Skin Disorders of Childhood
th
and Adolescence. 4 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;
2011. p. 303 13.
3. Atherton DJ. Mellerio JE, Denver JE. Epidermolysis
bullosa. Dalam: Harper J, Oranje A, Prose N, editor.
Textbook of Pediatric dermatology. Edisi ke-3. Oxford:
Blackwell Science, 2006.

5. Bruckner AL. Epidermolysis bullosa. In: Eichenfield LF,


Frieden IJ, Esterly NB, eds. Neonatal Dermatology. 2nd ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008. p. 159 72.
.

Genodermatosis |

Genodermatosis 111
Bagan Alur: Pendekatan diagnosis pasien epidermolisis bulosa yang diturunkan (genetik)

Genodermatosis |

112 Genodermatosis
C.4. TUBEROUS SCLEROSIS COMPLEX (Q85.1)

i. Definisi : Tuberous sclerosis complex (TS; OMIM 191100) merupakan kelainan


yang diturunkan secara dominan autosomal dengan ekspresivitas
yang bervariasi, ditandai oleh hamartoma di berbagai organ terutama
kulit, otak, mata, jantung dan ginjal. TS diperkirakan terjadi pada 1 :
10000 populasi dan terjadi pada semua kelompok etnis. TS disebabkan
oleh mutasi pada 2 gen yang berbeda, yaitu TSC1 pada kromosom
9q34 dan TSC2 pada kromosom 16p13.
II. Kriteria diagnostik :
Klinis : Pada bayi dan anak sering didahului oleh kejang mioklonik
generalisata atau fokal. Namun demikian, tidak ada gambaran EEG
yang patognomonik pada penyakit ini.
Kelambatan tumbuh kembang, retardasi mental, autisme, dan
gangguan perilaku merupakan tanda yang paling sering ditemukan.
Terdapat korelasi antara spasme infantil atau kejang generalisata
dengan retardasi mental, maupun antara usia awitan kejang
dengan beratnya retardasi mental.
Makula hipopigmentasi berbentuk bulat atau oval, tetapi lesi yang
paling karakteristik adalah lanceolate (ash leaf-spot). Ukurannya
bervariasi mulai dari 1 cm sampai beberapa cm, dan jumlah lesi
bervariasi dari beberapa sampai lebih dari 75.
Diagnosis spesifik pada usia anak dimungkinkan apabila:
o Pemeriksaan oftalmoskopi indirek dijumpai dilatasi
pembuluh darah (kapiler) penuh atau angiografi fluoresen
ditemukan hamartoma retina, atau
o CT-scan atau MRI dengan kontras gadolinium menunjukkan
gambaran karakteristik berupa tuber, yaitu massa radio-
opak/kalsifikasi di korteks atau subependimal yang
menyebabkan pelebaran atau elevasi girus serebral. Bila
terjadi kalsifikasi, lesi ini tampak pada radiografi kepala
sebagai gambaran batu pada otak (brain stones).
Angiofibroma kutan (dulu disebut adenoma sebaseum) biasanya
timbul antara usia 2 dan 6 tahun, tetapi dapat ditemukan sejak lahir
bahkan sampai usia 20an tahun. Lesi ini patognomonik untuk TS,
terjadi pada 65%-90% pasien, dan terdiri atas papul 1-10 mm
dengan permukaan dome-shape, warna merah muda sampai
merah, terdistribusi simetris pada lipatan nasolabial, pipi dan dagu,
dan jarang pada dahi, kelopak mata, telinga dan kepala.
Plak fibrosis atau nodus dapat ditemukan pada dahi, pipi, dan
kepala dan dapat timbul sejak lahir. Pemeriksaan histopatologi me-
nunjukkan nevi jaringan ikat tipe kolagen tanpa pelebaran vaskular.
Shagreen patch atau peau chagrine adalah plak yang ditemukan
pada badan, permukaan tidak rata mirip kulit jeruk, kadang
berbenjol-benjol, sewarna dengan kulit.
Fibroma subungual dan periungual (tumor Könen) merupakan lesi
patognomonik dan dilaporkan pada 10%-50% pasien; biasanya
Genodermatosis |

Genodermatosis 113
muncul setelah pubertas. Secara klinis terdiri atas papul 5-10 mm,
firm, smooth, budlike, tumbuh dari nail bed.
Lesi kulit yang jarang ditemukan dan tidak spesifik: bercak café-au-
lait, polip fibroepitelial, plak merah keunguan, diffuse skin bronzing,
dan neuroma mukosal; juga fibroma gingiva dan pit pada enamel
gigi.
Hamartoma retina patognomonik untuk TS dan dilaporkan pada 50-
76% pasien. Dapat dijumpai 2 tipe: (1) lesi datar abu-abu atau
kekuningan, smooth semi-transparan dengan tepi tidak tegas atau
(2) lesi multinodular yang digambarkan seperti mulberry, telur
katak, atau telur salmon.
Hamartoma renal, misalnya angiomiolipoma dan ginjal polikistik,
terjadi pada sekitar 15% pasien dan tidak pernah ditemukan pada
periode prenatal atau neonatal.

Diagnosis : 1. Kejang: epilepsi


banding 2. Hipopigmentasi: vitiligo
3. Angiofibroma: akne vulgaris, akne rosasea, trikoepitelioma,
trikilemoma, milia, xantoma, moluskum kontagiosum.
4. Kalsifikasi intrakranial: sindrom Sturge-Weber, toksoplasmosis
kongenital

Pemeriksaan : Röntgen tulang kepala/CT scan (ditemukan tuber) ( Röntgen adalah


penunjang nama orang, jadi tidak bisa diubah mjd bahasa Indonesia)
USG/MRI: mencari tumor organ internal
Konsultasi dokter spesialis saraf: epilepsi
Konsultasi dokter spesialis mata: fakoma, glioma
Konsultasi dokter spesialis penyakit dalam atau anak: kelainan
sistemik lainnya

IIi. Penatalaksanaan : Kerjasama antar multidisiplin:


Ilmu kesehatan kulit, kesehatan anak, psikiatri, psikolog, neurologi,
mata, penyakit dalam, radiologi, bedah, bedah saraf

Nonmedikamentosa:
Kepada orangtua atau pengasuhnya: penjelasan perkembangan
penyakit (kelainan apa yang harus diperhatikan untuk segera
dilaporkan pada dokter) dan tentang penatalaksanaan penyakit
yang diderita.
Konseling genetik
- Penjelasan pola penurunan genetik dan risiko pada setiap
kelahiran
- Penjelasan penyakit dan progresivitas
- Konseling marital

Genodermatosis |

114 Genodermatosis
Medikamentosa:
Prinsip:
Umumnya tanpa terapi, kecuali bila ada tumor yang mengganggu
fungsi atau estetika.
Pencegahan kejang, terutama pada usia awal, dapat meningkatkan
perkembangan mental. Intervensi neurologis mungkin diperlukan
bila terjadi tanda peningkatan tekanan intrakranial (misalnya nyeri
kepala, muntah, gangguan penglihatan, edema papil)
Angifibroma dapat diterapi dengan dermabrasi, elektrokauter, atau
laser.

IV. Prognosis : Prognosis bervariasi, bergantung pada berat penyakit. Beberapa


pasien mempunyai inteligensi normal, tanpa kejang, hidup normal.
Penyebab tersering kematian adalah komplikasi neurologis,
rabdomioma kardial, penyakit ginjal, dan tumor otak.

BAGAN ALUR:

Makula hipopigmentasi bulat/oval, tetapi lesi yang


paling karakteristik adalah lanceolate (ash leaf-spot).
Ukurannya bervariasi mulai dari 1 cm sampai beberapa
cm, dan jumlah lesi bervariasi dari beberapa sampai
lebih dari 75.

Pemeriksaan oftalmoskopi indirek dijumpai dilatasi pembuluh darah


(kapiler) penuh atau angiografi fluoresen ditemukan hamartoma
retina, atau
CT-scan atau MRI dengan kontras gadolinium menunjukkan
gambaran karakteristik berupa tuber, yaitu massa radio-
opak/kalsifikasi di korteks atau subependimal yang menyebabkan
pelebaran atau elevasi girus serebral.

Röntgen tulang kepala/CT-scan (ditemukan tuber)


USG/MRI: mencari tumor organ internal
Konsultasi dokter spesialis saraf: epilepsi
Konsultasi dokter spesialis mata: fakoma, glioma
Konsultasi dokter spesialis penyakit dalam atau anak: kelainan
sistemik lainnya

Tuberous sclerosis complex

Genodermatosis |

Genodermatosis 115
V. Kepustakaan : 1. Krueger DA, Northrup H; International Tuberous
Sclerosis Complex Consensus Group. Tuberous
Sclerosis Complex surveillance and management:
Recommendation of the 2012 International Tuberous
Sclerosis Complex Consensus Conference. Pediatr
Neurol 2013; 49: 255-65.
2. Northrup H, Krueger DA; International Tuberous
Sclerosis Complex Consensus Group. Tuberous
Sclerosis Complex diagnostic criteria update:
Recommendation of the 2012 International Tuberous
Sclerosis Complex Consensus Conference. Pediatr
Neurol 2013; 49: 243-54.
3. Rovira A, Ruiz-Falcó ML, García-Esparza E, et al.
Recommendation for the radiological diagnosis and
follow-up of neuropathological abnormalities associated
with tuberous sclerosis complex. J Neurooncol 2014
Apr 27. (Epub ahead of print)

Genodermatosis |

116 Genodermatosis
C.5. DISPLASIA EKTODERMAL (Q82.4)

I. Definisi : Displasia ektodermal (DE) adalah kelompok kelainan


yang diturunkan, secara karakteristik ditandai oleh
defek perkembangan yang melibatkan setidaknya dua
struktur utama embrionik ektodermal: kulit, rambut,
gigi, kuku, glandula sebasea.

II. Kriteria diagnostik : (Bagan terlampir)

Klinis : DISPLASIA EKTODERMAL HIPOHIDROTIK


(displasia ektodermal anhidrotik, sindrom Christ-
Siemens-Touraine; OMIM 305100)
X-LHED
Insidens:1 dalam 100.000 kelahiran
Secara khas kelainan diturunkan secara resesif
terkait-X (X-linked recessive). Pada laki-laki yang
terkena ekspresinya lengkap (full blown).
sedangkan pada wanita pembawa gen (carrier)
dapat tanpa kelainan, atau apabila terdapat
kelainan biasanya terdistribusi patchy.
Kelainan ini dapat diturunkan dari ibu pembawa
gen atau timbul pada seseorang karena mutasi de
novo. Sekitar 70% laki-laki yang terkena
mendapatkan mutasi ini dari ibu pembawa gen.
Antara 60-80% wanita pembawa gen menunjukkan
beberapa tanda klinis kelainan ini, yang paling
sering adalah hipotrikosis patchy dan hipodonsia.

Gambaran klinis
Dermatologis
Pada laki-laki yang terkena, saat lahir dapat
ditandai oleh membran kolodion atau dengan
skuama, menyerupai iktiosis kongenital.
Rambut kepala jarang, tipis, dan tumbuh lambat.
Rambut tubuh yang lain biasanya jarang atau tidak
ada.
Kemampuan untuk berkeringat terganggu secara
signifikan. Sebagian besar laki-laki yang terkena
menderita intoleransi panas yang nyata.
Pori-pori kelenjar keringat biasanya tidak dapat
dilihat pada pemeriksaan fisik dan rigi sidik jari tidak
tampak jelas.
Gangguan berkeringat (ketidakmampuan berkeringat
secara adekuat terhadap panas lingkungan)
menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Terjadinya
panas tinggi yang tak dapat dijelaskan, biasanya
menyebabkan kecurigaan penyakit infeksi,
keganasan, atau penyakit autoimun sebelum
Genodermatosis |

Genodermatosis 117
diagnosis yang benar dapat ditegakkan. Anak-anak
yang menderita kelainan ini secara khas
menunjukkan intoleransi panas dengan episode
hiperpireksia, yang dapat menyebabkan kejang dan
kerusakan neurologis.
Kuku biasanya normal.
Keriput dan hiperpigmentasi periorbital khas dan
sering dijumpai, walaupun sering tidak diperhatikan
pada saat lahir.
Hiperplasia glandula sebaseus, terutama pada
wajah dapat muncul setiap saat dan tampak
sebagai papul-papul miliar seperti pearl (mutiara),
berwarna kecoklatan sampai putih menyerupai
milia.
Tidak adanya puncta lacrimal merupakan temuan
khas.
Wanita karier dengan displasia ektodermal
hipohidrotik terkait-X, menunjukkan gambaran kulit
normal dan abnormal mengikuti garis Blaschko.

Sistemik
Hipodonsia, oligodonsia, atau anodonsia
merupakan gambaran yang dapat dijumpai pada
X-LHED pada laki-laki yang terkena.
Adanya hypoplastic gum ridges pada bayi yang
terkena dapat merupakan petunjuk awal diagnosis
penyakit.
Gigi primer dan sekunder berbentuk peg shaped
merupakan gambaran khas
Pasien menunjukkan wajah yang khas dengan
frontal bossing, depressed nasal bridge, saddle
nose, dan bibir bawah yang besar.
Manifestasi otolaringologis meliputi sekresi nasal
kental dan impaksi, sinusitis, infeksi saluran nafas
atas yang berulang dan pneumonia, produksi saliva
berkurang, suara menyerupai suara kuda, dan
frekuensi asma meningkat.
Refluks gastroesofageal dan kesulitan makan
mungkin merupakan masalah pada masa anak.
Wanita pembawa gen X-LHED dapat terkena
sama beratnya dengan pasien laki-laki atau hanya
menunjukkan sedikit tanda penyakit ini. Intoleransi
terhadap panas, bila ada, biasanya ringan.
Kelainan pada gigi dapat berupa anodonsia atau
peg–shaped, dan rambut kepala tipis atau patchy.
Pemeriksaan dermatologis yang teliti terhadap kulit
wanita pembawa gen sering ditemukan keringat dari
pori-pori berkurang atau distribusi yang patchy.

Genodermatosis |

118 Genodermatosis
Diagnosis dan diagnosis banding
Kulit berskuama saat lahir sering salah diagnosis
dengan iktiosis kongenital.
Demam berulang sering diduga infeksi
Diagnosis HED dapat cepat diketahui jika sudah
ada dugaan sebelumnya, misalnya anak laki-laki
berisiko dilahirkan dari keluarga dimana penyakit
ini sudah diketahui/ didiagnosis.
Pemeriksaan pori-pori keringat dan foto panorama
rahang dapat menuntun ke arah diagnosis dengan
cepat.

DISPLASIA EKTODERMAL HIDROTIK (Sindrom


Clouston; OMIM 129500)
Kelainan ini disebabkan oleh mutasi pada gen
connexin, GJB6 atau connexin 30 pada kromosom
13q11-q12.1.

Gambaran klinis
Rambut kepala wry, brittle, berwarna terang, dan
sering didapatkan alopesia setempat.
Sering didapatkan makula hiperpigmentasi
retikular atau difus. Kulit di atas lutut, siku, jari, dan
sendi sering menebal dan hiperpigmentasi. Kuku
tampak menebal dan terjadi perubahan warna;
sering disertai infeksi paronikia persisten.
Abnormalitas pada mata meliputi strabismus,
pterigium, konjungtivitis dan katarak prematur.
Gigi biasanya tak ada kelainan tetapi sering
terdapat karies.
Kelainan ektodermal lain adalah leukoplakia oral, tuli
sensorineural, polidaktili, sindaktili, dan poromatosis
ekrin difus.
Berlawanan dengan bentuk hipohidrotik, sebagian
besar pasien mempunyai kemampuan berkeringat
normal dan kelenjar sebaseus berfungsi normal.

Diagnosis banding
Kelainan pada kuku sering didiagnosis banding
dengan pakionikia kongenita
SINDROM AEC, ANKYLOBLEPHARON FILIFORME
ADNATUM-ECTODERMAL DYSPLASIA-CLEFT
PALATE SYNDROME (HAY-WELLS SYNDROME;
OMIM 106260)
Kelainan ini disebabkan oleh mutasi pada tumor
suppressor gene p63, gen yang juga berperan pada
patogenesis sindrom EEC, limb-mammary
syndrome, acro-dermato-ungual-lacrimal-tooth
(ADULT) syndrome.
Genodermatosis | 9

Genodermatosis 119
Mutasi yang menyebabkan EEC dan AEC terletak
pada kelompok (cluster) yang berbeda pada gen
tsb.
Sindrom AEC merupakan kelainan dominan
autosomal dengan penetransi lengkap dan
ekspresi bervariasi.
Gambaran klinis
Dermatologi
Pada 90% bayi yang terkena, saat lahir
didapatkan kulit mengelupas dan erosi superfisial,
menyerupai membran kolodion. Skuama akan
mengelupas dalam beberapa minggu dan kulit
di bawahnya kering dan tipis.

Sering didapatkan dermatitis erosif kronik


dengan granulasi abnormal pada kulit kepala.
Pada kulit kepala juga sering terjadi infeksi
bakterial rekuren.
Pada kulit kepala selalu terdapat alopesia
patchy, dan rambut kepala yang ada sering wiry,
kasar dan berwarna terang. Rambut tubuh jarang
bahkan tidak ada.
Biasa dijumpai atresia atau obstruksi duktus
lakrimalis.
Kuku dapat normal, atau hiperkonfeks dan
menebal, distrofi parsial atau bahkan tidak ada
kuku. Seluruh perubahan dapat ditemukan
pada pasien yang sama.
Kemampuan berkeringat biasanya normal,
meskipun beberapa pasien merasakan intoleransi
panas secara subyektif.

Sistemik
Celah palatum dengan atau tanpa celah bibir
terjadi pada 80% pasien yang dilaporkan.
Mungkin didapati hipodonsia dengan gigi yang
tidak tumbuh atau salah tumbuh.
Sering terjadi otitis media berulang dan
kehilangan pendengaran konduktf sekunder,
yang mungkin merupakan konsekuensi celah
palatum.

SINDROM EEC, ECTRODACTYLY-ECTODERMAL


DYSPLASIA– CLEFT LIP/PALATE SYNDROME
(EEC, OMIM 129900)
Sindrom ini diturunkan secara dominan autosomal
yang melibatkan jaringan ektodermal dan
mesodermal.

Genodermatosis |

120 Genodermatosis
Gambaran klinis
Sindrom EEC ditandai oleh ektrodaktili (split hand
or foot deformity, lobster-claw deformity) yang
merupakan gambaran utama. Selain itu didapatkan
juga celah bibir/palatum, hipotrikosis, hipodonsia,
distrofi kuku, anomali duktus lakrimalis, dan kadang
hipohidrosis.
Pada kasus tanpa celah bibir/palatum, morfologi
wajah khas dengan hipoplasia maksilaris, filtrum
pendek, dan broad nasal tip.
Kelainan gigi meliputi mikrodonsia dan oligodonsia
dengan hilangnya gigi sekunder yang
awal/prematur. Sering terjadi karies berat.
Dapat terjadi hipohidrosis, tetapi relatif ringan.
Kuku dapat hipoplastik dan distrofik
Retardasi mental terjadi pada 5-10% kasus.
Kelainan genitourin sering ditemukan, meliputi
hipospadia glandular, uretheric reflux, dan
hidronefrosis.

Diagnosis banding
Odontotrichomelic syndrome (OMIM 273400)
Aplasia kutis kongenital dengan defek ekstremitas
(sindrom Adams-Oliver; OMIM 100300)
Ektrodaktili dengan celah palatum tanpa displasia
ektodermal (OMIM 129830)

III. Penatalaksanaan umum : Nonmedikamentosa:


Menjaga keseimbangan suhu tubuh (termoregulasi)
dengan senantiasa berada di ruang sejuk (ber-AC)
atau lembab, mandi air dingin, pakaian tipis, banyak
minum, menghindari udara panas, dan mengurangi
aktivitas yang menyebabkan berkeringat.
Konseling genetik
- Penjelasan pola penurunan genetik dan
risiko pada setiap kelahiran anak
perempuan umumnya, dan bila laki-laki
terkena dapat berakibat berat dan fatal
- Penjelasan penyakit dan progresivitas:
kelainan tidak hanya di kulit tetapi dapat
mengenai organ lainnya
Konseling pra-marital

Medikamentosa:
Penatalaksanaan penyakit dikerjakan secara
multidisiplin:
1. Topikal:
Pelembab (misalnya urea 10%) untuk kulit
kering
Genodermatosis |

Genodermatosis 121
Asam salisilat 3-5% dalam salap/emolien untuk
hiperkeratosis palmoplantar
Perbaikan/restorasi gigi, konsultasi dokter gigi
Mata: air mata artifisial
Tenggorokan kering: saliva artifisial
Paru: hindari rokok, lingkungan berdebu.
2. Sistemik:
Antibiotik bila terjadi infeksi pada kuku atau infeksi
lainnya. Konsultasi dengan dokter spesialis lain
sesuai dengan organ yang terkena.

Tindak lanjut:
Pantau setiap satu bulan sekali
Konsultasikan ke dokter spesialis sesuai kebutuhan

IV. Kepustakaan : 1. Bree AF, Agim N, Sybert VP. Ectodermal Dysplasias.


Dalam: Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et al. editor. Mc Grew
Hill: New York, 2012 p. 1691-702.
2. Bergendal B. Orodental manifestations in ectodermal
dysplasia: A review. Am J Med Genet A. 2014 doi:
10.1002/ajmg.a.36571. [Epub ahead of print]
3. Itin PH. Etiology and pathogenesia of ectodermal
dysplasias: Am J Med Genet A. 2014. doi:
10.1002/ajmg.a.36550. [Epub ahead of print]

Genodermatosis |

122 Genodermatosis
C.6. IKTIOSIS (Q80.9)

I. Definisi : Istilah iktiosis digunakan untuk kelompok kelainan


kulit yang mempunyai gambaran utama berupa
skuama generalisata. Kelompok iktiosis secara klinis
maupun etiologi sangat heterogen sehingga terdapat
kesulitan dalam klasifikasinya.
Pada PPM ini klasifikasi didasarkan pada iktiosis
yang tidak disertai sindrom, iktiosis yang disertai
sindrom, kelainan yang berkaitan dengan iktiosis, dan
iktiosis didapat (Tabel.1)
Secara prinsip, iktiosis dapat diturunkan atau didapat,
timbul sejak lahir atau setelahnya, dapat terbatas
hanya pada kulit atau merupakan bagian dari
kelainan multisistem. Keparahan penyakit dapat
bervariasi, mulai dari kekeringan kulit misalnya pada
iktiosis vulgaris sampai yang bersifat fatal misalnya
iktiosis harlequin.

Iktiosis vulgaris (OMIM 146700)


Iktiosis vulgaris dominan autosomal adalah penyakit
yang cukup sering dijumpai dan relatif ringan.
Kelainan ini tidak dijumpai saat lahir tetapi biasanya
timbul dalam tahun pertama kehidupan.
Gambaran klinis
Khas skuama putih keabuan yang menutupi terutama
permukaan ekstensor ektremitas dan badan. Skuama
lebih prominen pada permukaan ekstensor
ekstremitas, tidak dijumpai pada sisi fleksor dan
daerah diaper. Skuama halus, putih sering dijumpai
pada daerah yang luas. Ekstremitas bawah sering
merupakan daerah yang paling berat terkena, skuama
melekat di tengah, dengan “cracking” (fisura superfisial
pada stratum korneum) pada tepinya.
Beberapa kelainan yang sering ditemukan pada
iktiosis vulgaris adalah:
Keratosis folikularis, ditemukan terutama pada
anak-anak dan remaja.
Aksentuasi palmoplantar marking yang
merupakan gambaran khas dan terdapat pada
80-90% pasien.

Penatalaksanaan
Iktiosis vulgaris berespons baik terhadap salap
topikal yang mengandung urea atau asam laktat.
Hati-hati penggunaan urea pada daerah tubuh
yang luas sebelum usia 1 tahun (boleh diberikan,
tetapi harus dalam pengawasan dokter bila
daerah luas)
Genodermatosis |

Genodermatosis 123
Iktiosis vulgaris tidak boleh diterapi dengan salap
yang mengandung salisilat karena dapat
menyebabkan keracunan yang membahayakan
jiwa disebabkan oleh absorpsi perkutan.
Diagnosis pasti: riwayat keluarga dan pemeriksaan
tambahan, misalnya pemeriksaan histopatologi atau
biokimia untuk menyingkirkan iktiosis resesif terkait-
X (X-linked recessive ichthyosis), misalnya tes
steroid sulfatase atau elektroforesis lipoprotein.

Iktiosis resesif terkait X (X-linked XRI)


XRI merupakan iktiosis tipe ke 2 terbanyak
Diagnosis prenatal defisiensi sulfatase plasenta
memungkinkan diketahuinya diagnosis sejak awal,
tetapi pemeriksaan ini belum pernah dilakukan di
Indonesia.
Saat lahir skuama halus tidak terlihat nyata; mulai
usia 2-6 bulan hiperkeratosis tebal berwarna
coklat gelap sampai kuning kecoklatan menutupi
badan, ekstremitas, dan leher. Skuama tidak
didapatkan pada wajah namun didapatkan pada
preaurikular.
Palmar dan plantar normal yang dapat
membedakan dengan iktiosis vulgaris.
Abnormalitas pada mata jarang didapatkan, tetapi
10-50% laki-laki yang terkena dan pada beberapa
wanita karier ditemukan opasitas kornea
asimtomatik.
Dari beberapa laporan kasus tidak didapatkan
ektropion, eklabium, kelainan kuku maupun
rambut.

Epidermolitik hiperkeratosis
(sin: Bullous congenital ichthyosiform erythro-
derma of Brocq, Bullous ichthyosis; OMIM 113800)
Merupakan kelainan dominan autosomal dengan
penetrans lengkap tetapi mempunyai variabilitas
klinis yang luas.
Sangat jarang, insidens sekitar 1:200000 sampai
1:300000;
Disebabkan oleh mutasi heterozgot pada gen
yang mengkode keratin 1 dan keratin 10 (KRT1,
KRT10) yang diekspresikan pada lapisan
epidermis yang berdiferensiasi.
Hampir separuh kasus terjadi secara sporadik
dan menunjukkan mutasi baru.

Genodermatosis |

124 Genodermatosis
Gambaran klinis
Biasanya diketahui sejak lahir dengan adanya
erosi dan daerah luas kulit yang denuded serta
eritroderma, yang disebabkan oleh peningkatan
fragilitas epidermis dan dipicu oleh trauma
friksional selama proses persalinan.
Pada masa selanjutnya komponen bulosa menjadi
kurang prominen dan mulai tampak hiperkeratosis
berat
Kulit kepala sering terkena dan parah sehingga
menyebabkan gangguan batang rambut dan
kerontokan rambut.
Bibir, mata, membran mukosa, dan gigi normal.
Pada masa bayi morbiditas perinatal tinggi serta
potensial mortalitas karena sepsis dan ketidak-
seimbangan cairan dan elektrolit.
Diagnosis banding
Staphylococcal scalded skin syndrome dan
nekrolisis epidermal toksik
Penatalaksanaan
Bayi dengan eritema, bula, erosi luas, dan kulit
yang denuded memerlukan perawatan di neonatal
intensive care unit. Harus dihindari trauma
terhadap kulit dan timbulnya bula, monitor
terhadap terjadinya sepsis
Pada beberapa pasien diperlukan terapi dengan
antibiotik spektrum luas
Terapi topikal:
Seperti iktiosis kongenital lain, terapi
hiperkeratosis epidermolitik adalah simtomatik
Hiperkeratosis yang luas, tebal, keras
memerlukan hidrasi, lubrikasi, dan terapi
keratolitik (krim dan lotion yang mengandung
urea, asam salisilat, asam alfa hidroksi, atau
propilen glikol). Namun demikian sering tidak
dapat ditoleransi dengan baik terutama pada
anak-anak, karena adanya rasa terbakar dan
stinging jika terdapat fisura atau kulit denuded.
Aplikasi topikal asam salisilat dan asam laktat
harus hati-hati karena risiko absorbsi sistemik
Tretinoin topikal dan preparat Vit D efektif tetapi
dapat menyebabkan iritasi kulit.
Berendam untuk melembabkan kulit dan abrasi
mekanis pada stratum korneum yang menebal
(gosok hati-hati dengan sikat lembut, spons, dsb)
Pemakaian antiseptik, misalnya sabun anti-
bakterial, klorheksidin, atau iodin dapat membantu
mengontrol kolonisasi bakterial.
Genodermatosis |

Genodermatosis 125
Dianjurkan penggunakan lubrikans dan emolien
setidaknya 2 kali sehari, dilakukan segera setelah
mandi
Infeksi kulit bakterial biasa dijumpai pada hiper-
keratosis epidermolitik dan sering memicu bula
sehingga memerlukan terapi topikal dengan salap
antibiotik atau bahkan antibiotik oral.

Terapi sistemik
Retinoid oral sangat efektif untuk mengurangi
hiperkeratosis dan frekuensi infeksi pada pasien
dengan EH generalisata, namun demikian obat ini
dapat meningkatkan fragilitas epidermis dan dapat
menyebabkan eksaserbasi bula. Dianjurkan
memulai terapi dengan dosis yang sangat rendah
dengan tujuan mencapai dosis pemeliharaan
serendah mungkin.

Meskipun antibiotik oral sangat membantu selama


episode bula dan superinfeksi bakterial, terapi
preventif yang terus-menerus (antibiotik oral atau
topikal) harus dihindari karena risiko ber-
kembangnya resistensi bakterial.

Iktiosis lamelar (IL)


(sin: Nonbullous congenital ichthyosiform erythro-
derma, Non-erythrodermic autosomal recessive
lamellar ichthyosis)
Kelainan genetik heterogen dan pada sebagian
besar keluarga diturunkan secara resesif
autosomal
Sangat jarang, prevalensi sekitar 1:200000
sampai 1:300000 kelahiran hidup
Gambaran klinis
IL merupakan kelainan kornifikasi berat yang
tampak sejak lahir.
Sebagian besar bayi yang terkena saat lahir ter-
bungkus oleh membran kolodion disertai eritroderma.
Dalam beberapa minggu pertama kehidupan,
membran kolodion secara bertahap menjadi skuama
lebar generalisata
Secara khas IL ditandai oleh skuama lebar, coklat
gelap, pipih yang membentuk pola mosaik dengan
eritroderma minimal atau tidak ada. Skuama
melekat di tengah dan meninggi pada tepinya,
sering menimbulkan fisura superfisial. Skuama lebar
ini selain terdapat pada hampir seluruh tubuh juga
terdapat pada wajah, fleksura, telapak tangan dan
telapak kaki.
Genodermatosis |

126 Genodermatosis
Ketegangan kulit wajah sering menyebabkan
ektropion, eklabium, serta hipoplasia kartilago
nasal dan aurikular.
Ektropion yang parah dapat menimbulkan
madarosis, konjungtivitis, dan penutupan kelopak
mata yang tidak sempurna yang dapat
menyebabkan keratitis.
Pada kepala terdapat alopesia skar (scarring
alopecia) terutama pada bagian perifer skalp,
yang merupakan gambaran umum pada IL.
Peradangan pada lipatan kuku (nail folds) dapat
menyebabkan distrofi kuku dengan penebalan
lempeng kuku dan rigi kuku.

Diagnosis banding
Eritroderma iktiosiformis kongenital (congenital
ichthyosiform erythroderma), sindrom Netherton,
sindrom Sjögren-Larsson, dan trikotiodistrofi.

Penatalaksanaan
Sama dengan epidermolitik hiperkeratosis
(bullous congenital ichthyosiform erythroderma)

Terapi topikal:
Sama dengan epidermolitik hiperkeratosis
(bullous congenital ichthyosiform erythroderma)

Terapi sistemik
Sama dengan epidermolitik hiperkeratosis
(bullous congenital ichthyosiform erythroderma)

II. Kriteria diagnostik :


Klinis : Awitan dan riwayat perjalanan penyakit
Penurunan genetik
Tempat predileksi: lokal, generalisata atau
universalis
Skuama yang spesifik mirip sisik ikan, variasi
ukuran, warna dan tebal bergantung jenis.
- Gambaran klinis: kelainan pada kulit, kuku,
rambut, SSP, dan mata
- Gejala sistemik yang menyertai
Diagnosis banding :
- Pemeriksaan : Pemeriksaan PA
penunjang Iktiosis vulgaris: hiperkeratosis dan stratum
granulosum menipis
Resesif terkait-X (X-linked): hiperkeratosis, stratum
granulosum menebal
Iktiosis lamelar klasik: hiperkeratosis, stratum
granulosum menebal
Genodermatosis |

Genodermatosis 127
Iktiosiform eritroderma nonbulosa: akantosis,
para- keratosis, hipergranulosis.
Epidermolitik hiperkeratosis: hiperkeratosis,
vakuolisasi (mikro-vesikel)

III. Kepustakaan : 1. Richard G, Moss C, Traupe H, et al. Ichthyosis and


disorders of cornification. Dalam: Pediatric
Dermatology. Schachner LA, Hansen RC, editor.
London:Mosby 2003. p. 385-445.
2. Oji V, Traupe H., Ichthyoses: Differential diagnosis and
molecular genetics. Eur J Dermatol 2006; 16: 349-59.
3. Fleckman P, DiGiovanna JJ. The Ichthyosis. Dalam:
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. Edisi
ke-8. Editor: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, et al.
Editor. 2012, Mc Graw Hill: New York. p. 507-37
4. Richard G, Ringpfeil F. Ichthyoses,
erythrokeratodermas and related disorders. Dalam
Dermatology. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,
editor. Mosby, London 2013. P837-862.
5. 5. Judge MR, Mclean WHI, Munro Cs. Disorders of
Keratinization. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed.
United Kingdom: Willey Blackwell;2010. 19.4-19.64

Genodermatosis |

128 Genodermatosis
Tabel 1. Klasifikasi iktiosis
Tipe Diagnosis OMIM
Iktiosis non- Iktiosis vulgaris 146700
sindromik
Iktiosis terkait-X 308100
Epidermolitik hiperkeratosis Brocq (EHK) 113800
146600
Iktiosis bullosa Siemens 146800
Iktiosis histriks Curth-Macklin 146590
Nonbullous congenital ichtyosiform erythroderma (NBCIE) 242100
604780
Iktiosis lamellar 242300
601277
604777
CIE/ iktiosis lamellar tipe intermediate 604781
Iktiosis lamellar autosomal dominan kongenital iktiosiformis eritroderma 146750
Iktiosis in confetti
Harlequin fetus 242500
Sindrom peeling skin tipe A

Iktiosis disertai Sindrom Netherton/ iktiosis linearis sirkumfleksa 256500


sindrom
Sindrom Sjögren-Larsson 270200
Neutral lipid storage disease 275630
Penyakit Refsum 266500
Trikotiodistrofi 601675
Infantile Gaucher disease
Sindrom Neu-Laxova
Sindrom Zunich-Kaye (Sindrom CHIME: ocular colobomas, congenital hearth
disease, early onset ichthyosiform dermatosis, mental retardation and ear
anomalies (conductive hearing loss), epilepsy),
X-linked dominant chondrodysplasia punctata (sindromConradi-Hünermann-
Happle)
Rhyzomelic chondrodysplasia punctata
Cardiofasciocutaneous syndrome
Restrictive dermopathy
Multiple sulfatase deficiency

Kelainan yang Sindrom KID (keratitis-ichthyosis-like-deafness)


berkaitan
Sindrom CHILD (Congenital hemydysplasia ichthyosiform nevus and limb
defect)
Mutilating keratoderma dengan iktiosis
Sindrom KLICK (keratosis linearis with ichthyosis congenita and sclerosing
keratoderma)
Keratosis spinulosa decalvans.
Sindrom IFAP (Ichthyosis follicularis, atrichia, and photophobia)
Ichthyosis, follicular atrophoderma, hypotrichosis, and hypohidrosis
Migratory ichthyosis with diabetes mellitus
Ichthyosis, hepatosplenomegaly, and cerebellar degeneration
Ichthyosis-mental retardation syndrome with large keratohyalin granules in the
skin
Sindrom eritroderma iktiosiformis, keterlibatan kornea, ketulian; autosomal
resesif

Iktiosis didapat

Genodermatosis | 9

Genodermatosis 129
C.7. NEUROFIBROMATOSIS TIPE 1 (Q85.01)

I. Definisi : Kondisi autosomal dominan dengan insiden 1:3000


kelahiran hidup
II. Kriteria diagnostik :
Klinis : 1. Enam atau lebih makula cafe-au-lait lebih
besar dari 5 mm pada individu prepubertal,
dan lebih dari 15 mm pada individu
postpubertal
2. Dua atau lebih neurofibroma tipe apapun atau
satu neurofibroma pleksiform
3. Freckling pada regio aksila atau inguinal
4. Glioma optikum
5. Dua atau lebih nodul Lisch iris
6. Lesi tulang yang dapat dibedakan seperti
sphenoid displasia atau penipisan korteks
tulang panjang dengan atau tanpa
pseudarthrosis
7. Saudara tingkat pertama (orang tua, saudara)
dengan NF-1 dengan kriteria di atas

Diagnosis banding : Neurofibromatosis tipe 1


Neurofibromatosis tipe 2
Familial cafe-au-lait spots
Sindrom LEOPARD

III. : 1. Pemeriksaan histopatologi


Pemeriksaan penunjang
2. Evaluasi radiologik

IV. Penatalaksanaan : 1. Konseling genetik


2. Pemeriksaan ophtalmologik
3. Pemeriksaan tekanan darah
4. Bedah LASER untuk café-au-lait spots
5. Bedah eksisi untuk Neurofibroma kutaneus

V. Kepustakaan : 1. Robert Listernick dan Joel Charrow. The


Neurofibromatoses. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th
ed. New York: Mc Graw-Hill; 2012.p.1680-8
2. Disorders of Pigmentation. In: Paller A dan Mancini
A, eds. Hurwitz Clinical Pediatric Dermatology. 4th
ed. London: Elsevier; 2011.p. 234-67

Genodermatosis |

130 Genodermatosis
View publication stats

You might also like