You are on page 1of 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan penyebab utama dari separuh kematian

di negara-negara tropis terutama negara berkembang. Berdasarkan data

World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 lebih dari 9.500.000

orang meninggal setiap tahun disebabkan oleh penyakit infeksi (Mathers et

al, 2008). Infeksi disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri,

virus, jamur, dan protozoa yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang

lain atau dari hewan ke manusia (Wardani, 2008).

Penyebab infeksi masih merupakan masalah utama kesehatan di

Indonesia. Pengobatan infeksi dengan kombinasi berbagai antibiotik yang

semula dipercaya sebagai obat yang mampu memusnahkan bakteri

penyebab infeksi ternyata juga menimbulkan permasalahan baru yaitu

munculnya bakteri yang multiresisten. Bakteri ini mudah ditularkan dari

satu pasien ke pasien yang lain terutama di rumah sakit yang dikenal

sebagai infeksi nasokomial. Keadaan tersebut mendorong para peneliti

mencari obat baru yang lebih efektif mengobati infeksi (Pelczar & Chan,

2007). Salah satu mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi tersebut

adalah Escherichia coli (Brooks et al., 2007).

Escherichia coli merupakan kuman oportunitis yang banyak

ditemukan di dalam usus besar sebagai flora normal. Bakteri ini biasanya

tidak menyebabkan penyakit dan dalam usus bakteri tersebut memberikan

1
fungsi yang normal. Bakteri hanya menjadi patogen bila berada diluar

jaringan usus yang normal atau di tempat yang jarang terdapat flora normal

(Brooks et al., 2005). Escherichia coli dapat menyebabkan diare pada

manusia, terutama pada bayi dan anak-anak di negara-negara yang sedang

berkembang (Adnyana et al., 2004). Resistensi terhadap banyak obat juga

sering ditemukan pada penanganan infeksi oleh E. Coli (Brooks et al.,

2005).

Menurut Darsono dan Stephaniee (2003), pemanfaatan tanaman

sebagai obat tradisional sampai sekarang terus berlangsung dan masih

berdasarkan pengalaman turun-temurun dari nenek moyang. Hal ini karena

bahan bakunya mudah diperoleh, harganya murah dan efek sampingnya

relatif lebih ringan dibandingkan dengan pengguanaan obat-obatan kimia

(Sari, 2006).

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman

hayati. Bahan alam tersebut dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang,

khususnya dalam pengobatan. Salah satu tanaman yang dimanfaatkan

sebagai tumbuhan obat adalah srikaya (Annona squamosa). Keistimewaan

tanaman srikaya (Annona squamosa) khususnya pada bidang Mikrobiologi

adalah terletak pada daun. Robinson (1995), mengungkapkan terdapat 3

komposisi kimia pada daun srikaya yang berfungsi sebagai antibakteria

yaitu flavenoid, terpenoid, alkaloid. Ketiga zat kimia tersebut menghambat

pertumbuhan bakteri dengan cara mengganggu fungsi bakteri (Manoi dan

Balittro. 2009).

2
Beberapa penelitian melaporkan bahwa daun srikaya memiliki

aktivitas sebagai antioksidan (Shirwaikar, Rajendran, dan Kumar. 2004),

antimikroba (Shokeen dkk., 2005) dan sitotoksik terhadap sel (Djajanegara

& Pria, 2009). Kandungan senyawa yang terdapat di dalam daun srikaya

meliputi alkaloid, tanin, sterol, saponin, triterpenoid, glikosidan dan juga

flavenoid (Djajanegara & Pria, 2009)

Ditinjau dari potensi antimikrobanya serta ketersediaannya yang

berlimpah dan mudah didapat, maka dari itu peneliti tertarik untuk

membuktikan efektifitas ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli secara in vitro.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang dapat

dirumuskan adalah “Apakah ekstrak daun srikaya (Annona squamosa)

efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli?”.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas ekstrak daun srikaya (Annona squamosa)

terhadap bakteri Escherichia coli?

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengukur diameter zona hambat ekstrak daun srikaya (Annona

squamosa) konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% terhadap

pertumbuhan bakteri Escherichia coli.

3
2. Menganalisa pengaruh ekstrak daun srikaya (Annona squamosa)

konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100% terhadap pertumbuhan

bakteri Escherichia coli.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Praktis

Menambah wawasan masyarakat tentang khasiatdaun srikaya

(Annona squamosa) dalam mengobati penyakit khususnya yang

disebabkan oleh bakteri Escherichia coli.

1.4.2. Manfaat Keilmuan

1. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya, sumbangan

pengembangan dan penyempurnaan ilmu pengetahuan yang

telah ada.

2. Menambah pengetahuan, wawasan dan keterampilan dalam

melakukan penelitian.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Srikaya (Anonna squamosa)

2.1.1. Taksonomi Srikaya (Anonna squamosa)

Menurut Sunarjono (2005) taksonomi tanaman srikaya

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Ranales

Famili : Annonaceae

Genus : Annona

Spesies : Annona squamosa.

Gambar 2.1 tanaman srikaya(Sunarjono, 2005)

5
2.1.2. Morfologi Srikaya (Anonna squamosa)

Tumbuhan srikaya memiliki ciri batang gilik, percabangan

simpodial, ujung rebah, kulit batang coklat muda. Daun srikaya bulat

memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 6-17cm dan

lebar 2,5-7,5 cm, tangkai daun pendek, tulang daun menyirip,

permukaan bawah agak kasar, permukaan daun warnanya hijau,

bagian bawah hijau kebiruan. Bunga srikayatunggal, dalam berkas 1-2

berhadapan atau disamping daun, dasar bentuk tugu (tinggi), benang

sari berjumlah banyak.Buahnya berbentuk bola atau kerucut,

permukaan berbenjol–benjol, warnanya hijau berserbuk putih, jika

sudah masak anak buah akan memisahkan diri satu dengan yang

lainnya, daging buah berwarna putih, rasanya manis, bijinya berwarna

hitam mengkilap (Steenis, 2005).

2.1.3. Nama Daerah Srikaya (Anonna squamosa)

Tanaman srikaya mempunyai bermacam-macam sebutan.

Masyarakat Aceh menyebut srikaya adalah delima bintang atau serba

bintang, orang Melayu menyebutnya delima srikaya, dan seraikaya

bagi masyarakat di daerah Lampung. Sarikaya adalah sebutan untuk

tanaman srikaya di daerah Sunda, dan orang Jawa menyebutnya

serkaya atau surikaya. Masyarakat Madura, Gorontalo, dan Buru

menyebutnya sarkaya, serekaya, dan sirikaya, ata bagi masyarakat

Timor, sirkaya bagi masyarakat Bali, srikaya kebo bagi masyarakat

Sumbawa, nagametawata bagi orang-orang Sumba, dan garoso bagi

6
masyarakat Bima. Masyarakat Sulawesi Utara, Ternate, dan Tidore

menyebutnya atis, sedangkan masyarakat halmahera menyebutnya

atisi atau hirikaya (Achmad, 2007).

2.1.4. Pemanfaatan Tumbuhan Srikaya (Anonna squamosa)

Tidak hanya buahnya yang bermanfaat, hampir semua bagian

tanaman srikaya dapat digunakan sebagai obat, seperti daun, akar, biji

dan kulit kayu pohon srikaya. Misalnya, daun tumbuhan ini digunakan

untuk mengatasi encok, batuk, salesma, demam, rematik, gangguan

saluran pencernaan seperti diare, disentri, dan penyakit kulit, seperti

borok, luka, bisul, kudis, ekzema, dan menurunkan kadar asam urat

yang tinggi dalam darah (Achmad, 2007).

Dilaporkan pula bahwa buah A.squamosa, kecuali sebagai bahan

minuman dan makanan, digunakan pula sebagai sari rapet, sedangan

biji digunakan sebagai insektisida (Achmad, 2007). Biji A.squamosa

digunakan untuk pengobatan gangguan pencernaan dan cacingan,

sedangkan buah tumbuhan ini digunakan pula untuk gangguan

pecernaan seperti diare, dan disentri (Yuniarti T, 2008; Achmad,

2007).

Kulit kayu berkhasiat astringen dan tonikum (Yuniarti T, 2008).

Akar serikaya berkhasiat sebagai antiradang, antidepresi, daun

berkhasiat sebagai astringen, antelmentik, antiradang, mempercepat

pematangan bisul, asbes, kudis, luka, borok dan ekzema. Akar dan

7
kulit batang digunakan untuk mengatasi gangguan saluran pencernaan

seperti sembelit, diare, dan disentri (Achmad, 2007).

2.1.5. Kandungan Kimia Srikaya (Anonna squamosa) dan Efeknya

terhadap Bakteri

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mulyani (2013),

daun srikaya mengandung senyawa metabolit sekunder, yaitu

flavonoid, fenolik, saponin, triterpenoid, steroid, alkaloid, dan

kumarin. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusrini dkk (2006)

menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana ekstrak etanol

srikaya memiliki kandungan senyawa kimia seperti alkaloid,

flafonoid, saponin, tanin dan terpenoid.

Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik,

menghambat banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non

enzim. Flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa fenol

(Sjahid, 2008). Mekanisme kerja flavonoid berfungsi sebagai

antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap

protein extraseluler yang mengganggu keutuhan membran sel bakteri.

Mekanisme kerjanya dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri

dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi (Juliantina

2008).

Senyawa alkaloid memiliki mekanisme penghambatan dengan

cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri,

sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan

8
menyebabkan kematian sel tersebut (Juliantina, 2008). Selain itu,

menurut Gunawan (2009), menyatakan bahwa di dalam senyawa

alkaloid terdapat gugus basa yang menggandung nitrogen akan

bereaksi dengan senyawa asam amino yang menyusun dinding sel

bakteri dan DNA bakteri. Reaksi ini mengakibatkan terjadinya

perubahan struktur dan susunan asam amino. sehingga akan

menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada rantai DNA

sehingga akan mengalami kerusakan akan mendorong terjadinya lisis

sel bakteri yang akan menyebabkan kematian sel pada bakteri.

Saponin merupakaan senyawa glikosida kompleks dengan berat

molekul tinggi yang dihasilkan terutama oleh tanaman. Berdasarkan

struktur kimianya, saponin dikelompokkan menjadi tiga kelas utama

yaitu kelas streroid, kelas steroid alkaloid, dan kelas triterpenoid. Sifat

yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air.

Triterpenoid adalah senyawa metabolit sekunder yang merupakan

komponen utama biji pepaya (Carica papaya L.) (Sukadana, 2007).

Mekanisme triterpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan

porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri,

membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan

rusaknya porin. Rusaknya porin yang merupakan pintu keluar

masuknya senyawa akan mengurangi permeabilitas membran sel

bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi,

9
sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Rachmawati,

2009).

Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk ke

dalam golongan polifenol. Senyawa tanin ini banyak dijumpai pada

tumbuhan. Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar

mekanisme yang diperkirakan adalah toksisitas tanin dapat merusak

membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi

pembentukan kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat

menambah daya toksisitas tanin itu sendiri. Mekanisme kerja tanin

diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga

mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya

permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga

pertumbuhannya terhambat dan mati (Ajizah, 2004). Tanin juga

mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein,

karena diduga tanin mempunyai efek yang sama dengan senyawa

fenolik. Efek antibakteri tanin antara lain melalui reaksi dengan

membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi

materi genetik (Masduki, 1996).

Mekanisme terpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi

dengan porin (protein transmembran) pada membran luar dinding sel

bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga

mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin yang merupakan pintu

keluar masuknya senyawa akan mengurangi permeabilitas dinding sel

10
bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi,

sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Cowan, 1999).

2.2. Escherichia coli

2.2.1. Taksonomi Escherichia coli

Menurut Hardjoeno (2007), taksonomi Escherichia coli

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom :Bacteria

Filum :Proterobacteria

Kelas :Gamma Proteobacteria

Ordo :Enterobacteriales

Family :Enterobacteriaceae

Genus :Escherichia

Species :Escherichia coli

2.2.2. Morfologi

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif bersifat anaerob

fakultatif dan tidak dapat membentuk spora. Bakteri ini dapat hidup

pada berbagai substrat dengan melakukan fermentasi anaerobik

menghasilkan asam laktat, suksinat, asetat, etanol, dan karbondioksida.

Escherichia coli termasuk famili Enterobacteriaceae, bentuknya batang

atau koma, terdapat tunggal atau berpasangan dalam rantai pendek

(Whittam dkk., 2011).

Escherichia coli tergolong ke dalam bakteri gram negatif. Bakteri

gram negatif memiliki selubung sel yang terdiri atas membran dalam,

11
lapisan tunggal peptidoglikan, dan membran luar. Selubung sel yang

hanya terdiri dari lapisan tunggal peptidoglikan tidak tahan terhadap

alkohol, sehingga pada saat dilakukan pembilasan dengan alkohol (pada

pewarnaan gram), warna yang lapisan peptidoglikan yang dicat dengan

kristal violet akan luntur, dan hanya mempertahankan tinta safranin

yang diberikan setelah pembilasan dengan alkohol. Hal ini memberikan

warna merah muda pada bakteri gram negatif (Jawetz dkk, 2012).

Gambar 2.2 Escherichia coli pembesaran x1000 (Brooks et al., 2013).

Escherichia coli merupakan bakteri fakulatif anaerobik dan

memiliki tipe metabolisme fermentasi dan respirasi tetapi

pertumbuhannya paling sering di bawah keadaan anaerob. Pertumbuhan

bakteri yang baik terhadap suhu optimal 37ºC pada media yang

mengandung 1% peptone sebagai sumber karbon dan nitrogen (Rollins

dan Joseph, 2000; Hidahyati N, 2010).

Escherichia coli tumbuh pada hampir semua media yang bisa

dipakai di laboratorium Mikrobiologi: pada media yang dipergunakan

12
untuk isolasi kuman enteric, sebagian besar strain Escherichia coli

tumbuh sebagai koloni yang meragi laktosa. Escherichia coli bersifat

mikroaerofilik. Beberapa strain bila ditanam pada agar darah

menunjukkan hemolisis tipe beta (Karsinah dkk, 2013).

Escherichia coli berkembang baik pada agar MacConkey. Koloni

bakteri ini berbentuk sirkular, konveks, dan halus dengan tepi yang

tegas. Bakteri ini melakukan fermentasi glukosa, sering disertai

produksi gas, katalase positif, oksidase negatif, dan mereduksi nitrat

menjadi nitrit. Bakteri Escherichia coli menunjukkan respon positif

pada tes indol, lisin dekarboksilase, dan fermentasi manitol, serta

menghasilkan gas dari glukosa (Brooks et al., 2013).

Pada bakteri Escherichia coli dilakukan uji biokimiawi TSIA dan

sitrat, untukmembedakan antara bakteri Escherichia coli dengan

Pseudomonasaeruginosa. Sebab secara mikroskopis, bakteri ini

mempunyai bentuk dan warna yang sama sehingga perlu dilakukan uji

biokimiawi untuk membedakannya. TSIA (triple sugar iron agar)

adalah agar yang berisi beberapa nutrisi. Pada bakteri Escherichia coli,

bakteri ini akan memfermentasikan gula sehingga menghasilkan asam

dan akan mengahasilkan warna kuning. Berbeda dengan bakteri

Escherichia coli, bakteri Pseudomonas aeruginosa akan menimbulkan

asam jika diberi sitrat (Jawetz dkk, 2012).

Escherichia coli mengandung enzim yang peka terhadap penisilin

yakni enzim transpeptidase dan enzim D-alanine carboxypeptidase.

13
Sifat resisten terhadap penisilin disebabkan karena Escherichia coli

memiliki kemampuan menghasilkan enzim beta lactamase yang akan

menghidrolisis beta lactam dari penisilin sehingga penisilin menjadi

tidak dapat berikatan dengan PBP (Penisilin Binding Protein)

Escherichia coli. Hal ini mengakibatkan penisilin tidak mampu

menghambat sintesis peptidoglikan yang merupakan bagian penting

dari membran dalam dan luar dinding Escherichia coli untuk

melindungi dirinya. Target kerja yang melibatkan kerusakan dinding sel

bakteri yakni dengan menghambat sintesis peptidoglikan. Membran

dalam tersusun oleh 1 hingga 10% peptidoglikan dan 90% lipoprotein

sedangkan membran luar tersusun atas lipoprotein 30%, fosfolipid 20-

25% dan 40 hingga 45% protein (Rini, 2012).

2.2.3. Struktur Antigen

Escherichia coli mempunyai anti gen O, H, K. Pada saat ini

telah ditemukan: 150 tipe anti gen O, 90 tipe anti gen K dan 50 tipe

anti gen H (Karsinah dkk, 2013).Antigen O merupakan bagian terluar

dinding sel lipopolisakarida dan terdiri dari unit berulang polisakarida.

Beberapa polisakarida spesifik O mengandung gula unik. Anti gen O

tahan terhadap panas dan alkohol dan biasanya dideteksi dengan cara

aglutinasi bakteri. Antibodi terhadap anti gen O adalah IgM (Jawetz

dkk, 2005).

Antigen K merupakan bagian terluar dari antigen O. Antigen K

adalah polisakarida. Antigen K dapat berpengaruh pada reaksi

14
aglutinasi dengan antisera O dan mereka dapat dihubungkan dengan

virulensi (misalnya strain Escherichia coli memproduksi antigen K1

yang merupakan penyebab utama pada meningitis neonatal dan

antigen K dari Escherichia coli menyebabkan perlekatan bakteri pada

sel epitel yang memungkinkan invasi ke sistem gastrointestinal atau

saluran air kemih) (Jawetz, 2005).

Antigen H terletak pada flagella dan didenaturasi untuk

dihilangkan oleh panas atau alkohol. Mereka dapat diawetkan dengan

pemberian formalin pada varian bakteri yang motil. Antigen H

mengadakan aglutinasi dengan antibodi H, biasanya IgG. Penentuan

dalam antigen H merupakan fungsi dari rangkaian asam amino pada

protein flagella (Jawetz, 2005).

2.2.4. Faktor-Faktor Patogenitas

2.2.4.1. Antigen Permukaan

Pada Escherichia coli paling tidak terdapat 2 tipe

fimbriae yaitu, tipe manosa sensitive (pili) dan tipe manosa

resisten (CFAs I & II). Kedua tipe fimbriae ini penting

sebagai Contization factor, yaitu untuk perlekatan sel kuman

pada sel/jaringan sel rumah. Misalnya: antigen CFAs I dan II

melekatkan Enteropathogenic Escherichia coli pada sel usus

binatang (Karsinah dkk, 2013).

15
Antigen kapsul K 1: sering kali ditemukan pada

Escherichia coli yang diisolasi dari pasien-pasien dengan

bakteremia dan neonates yang menderita meningitis. Peranan

antigen K 1 menghalangi proses fagositosis sel kuman oleh

leukosit (Karsinah dkk, 2013).

2.2.4.2. Enterotoksin

Ada 2 macam enterotoksin yang telah berhasil diisolasi

dari Escherichia coli, yaitu toksin LT (termolabil) dan toksin

ST (termostabil). Produksi ke-2 macam toksin diatur oleh

plasmid yang mampu pindah dari satu sel kuman ke sel

kuman lainnya (Karsinah dkk, 2013).

Terdapat 2 macam plasmid, 1 plasmid mengkode

pembentukan toksin LT dan ST dan 1 plasmid lainnya

mengatur pembentukan toksin ST saja. Toksin LT bekerja

merangsang enzim adenil siklase yang terdapat di dalam sel

epitel mukosa usus halus, menyebabkan peningkatan aktivitas

enzim tersebut dan terjadinya peningkatan permeabilitas sel

epitel usus. Sehingga terjadi akumulasi cairan di dalam usus

dan berakhir dengan diare(Karsinah dkk, 2013).

Toksin LT bersifat cythopatic terhadap Y 1-sel tumor

adrenal dan sel ovarium hinese hamster serta meningkatkan

permeabilitas kapiler pada tes Rabbit skin. Kekuatan toksin

LT adalah 100x lebih rendah dibandingkan toksin kolera

16
dalam menimbulkan diare. Toksin ST tidak merangsang

aktivitas enzim adenil siklase dan tidak reaktif terhadap tes

Rabbit skin. Untuk mendeteksi toksin ST dipakai cara tes

Suckling mause, dimana setelah 4 jam inokulasi akan

memberikan hasil positif (Karsinah dkk, 2013).

Toksin ST adalah asam amino dengan berat molekul

1970 dalton, mempunyai satu atau lebih ikatan disulfida,

yang penting untuk mengatur stabilitas pH dan suhu

(Karsinah dkk, 2013).Toksin ST bekerja dengan cara

mengaktivasi enzim guanilat siklase menghasilkan siklik

guanosin monofosfat, menyebabkan gangguan absorbsi

klorida dan natrium, selain itu ST menurunkan motilitas usus

halus (Karsinah dkk, 2013).

2.2.4.3. Hemolisin

Pembentukannya diatur oleh plasmid yang berukuran

41 mega dalton, bersifat toksin terhadap sel pada biakan

jaringan. Peranan hemolisin pada infeksi oleh Escherichia

coli tidak jelas tetapi strain hemolitik Escherichia coli

ternyata lebih pathogen dari strain yang non hemolitik

(Karsinah dkk, 2013).

17
2.2.5. Patogenesis Escherichia coli Menyebabkan Diare

Escherichia coli adalah bagian flora normal saluran usus,

Escherichia coli bertahun-tahun dicurigai sebagai penyebab diare

sedang sampai gawat yang kadang-kadang timbul pada manusia,

berbagai jalur Escherichia coli mungkin menyebabkan diare dengan

salah satu dari dua mekanisme:

1. Escherichia coli yang memproduksi enterotoksin disebut

Escherichia coli enterotoksigen, memproduksi salah satu atau

kedua toksin yang berbeda. Satu adalah toksin yang tahan panas

(ST) dan toksin yang labil terhadap panas (LT). Toksin LT

menyebabkan peningkatan aktifitas enzim adenil silase dalam sel

mukosa usus halus dan merangsang sekresi cairan kekuatannya 100

kali lebih rendah dibandingkan toksin kolera dalam menimbulkan

diare. Toksin ST, tidak merangsang aktifitas enzim adenil siklase.

Bekerja dengan cara mengaktivasi enzim guanilat siklase

menghasilkan siklik guanosin monofosfat, menyebakan gangguan

absorbsi klorida dan natrium, selain itu menurunkan motilitas usus

halus (Jawetz dkk., 2005).

2. Escherichia coli yang menimbulkan diare dengan invasi langsung

lapisan epitelium dinding usus. Kelihatannya mungkin bahwa

sekali invasi lapisan usus terjadi, penyakit diare mungkin terjadi

karena pengaruh racun lipopolisakarida dinding sel (endotoksin)

(Jawetz dkk., 2005).

18
Selain mekanisme Escherichia coli yang mungkin menyebabkan

diare ada juga patogenitas Escherichia coli yang dapat menyebabkan

diare yaitu:

a. EPEC (Enteropatogenik Escherichia coli)

Merupakan penyebab tersering diare pada bayi, khusunya di

negara berkembang, EPEC melekat pada sel mukosa. Akibat dari

infeksi EPEC adalah diare cair yang biasanya sembuh sendiri atau

bersifat akut, akan tetapi dapat juga kronik. Diare EPEC dapat

diperpendek dengan pemberian antibiotik. EPEC menyebabkan

diare dengan menggunakan adhesin yang dikenal sebagai intimin

yang berguna untuk mengikat sel usus. EPEC kemudian akan

menginvasi untuk masuk ke dalam sel usus dan menimbulkan

radang (Jawetz dkk., 2005).

b. ETEC (Enterotoksigenik Escherichia coli)

ETEC menyebabkan diare dengan cara melepaskan toksin.

Toksin tersebut akan meyebabkan akumulasi cGMP pada sel target

sehingga akan menyebabkan hipersekresi cairan dan elektrolit oleh

sel usus ke dalam lumen dan akhirnya timbul diare (Jawetz dkk.,

2005).

c. EIEC (Enteroinvasif Escherichia coli)

Menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigellosis.

EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel. Diare

ini ditemukan hanya pada manusia yang menimbulkan demam,

19
perut kram, berak berlendir dan berdarah seperti disentri (Jawetz

dkk., 2005).

d. EAEC (Enteroagregatif Escherichia coli)

Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di

negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas

pelekatannya pada sel manusia. EAEC memproduksi hemolisin

enterotoksin yang sama dengan ETEC (Jawetz dkk., 2005).

e. EHEC (Enterohemoragik Escherichia coli)

Kuman ini mengeluarkan toksin yang disebabkan edema dan

perdarahan difus di kolon. Dapat pula menimbulkan sindroma

hemolitik uremik. Penyakit ini pada permulaan ditandai dengan

kejang akut dan diare cair yang cepat menjadi berdarah (Jawetz

dkk., 2005).

Penyakit-penyakit ini timbul oleh kuman Escherichia coli

adalah infeksi saluran kemih mulai dari sistitis sampai pielonefritis,

infeksi dapat terjadi akibat sumbatan saluran kemih karena adanya

pembesaran prostat, batu dan kehamilan. Infeksi piogenik seperti

infeksi luka, peritonitis, kolesistis dan meningitis, epidemic

diarchea pada bayi dan neonatus. (Bonang, 1982)

2.2.6. Diagnosis Laboratorium

Untuk isolasi dan identifikasi kuman Escherichia coli dari bahan

pemeriksaan klinik dipakai metode dan media sesuai dengan metode

untuk kuman enterik lainnya. Diagnosa laboratorium penyakit diare

20
yang disebabkan Escherichia coli masih sulit dilakukan secara rutin,

karena pemeriksaan secara tradisional dan serologi sering kali tidak

mampu mendeteksi kuman penyebabnya(Karsinah dkk, 2013)..

Deteksi sebagian besar strain Escherichia coli pathogen

memerlukan metode khusus untuk mengidentifikasi toksin yang

dihasilkan. Sampai saat ini metode yang ada masih memerlukan tes

dengan binatang percobaan dan kultur jaringan yang cukup mahal dan

kurang praktis. Beberapa metode baru berdasarkan tes imunologi dan

teknik hibridasi DNA sudah dikembangkan, tetapi belum beredar di

pasaran luas, misalnya: tes Elisa (enzyme-linked immunosorbent

assay) particle agglutination methods Co-agglutination dengan

protein A Staphylococus aureus yang telah berikatan dengan antibodi

terhadap enterotoksin Escherichia coli, hibridasi DNA-DNA pada

koloni kuman atau langsung pada spesimen tinja (Karsinah dkk,

2013).

2.2.7. Terapi Diare yang Disebabkan oleh Escherichia coli

Dalam tatalaksana diare akut pada anak terdapat tiga prinsip

utama yakni rehidrasi, pemberian tablet zinc serta tidak mengurangi

pemberian nutrisi (Kemenkes RI, 2011). Dalam Manajemen Terpadu

Balita Sakit juga dijelaskan mengenai tiga prinsip terapi tersebut

hanya saja tatalaksananya terbagi menjadi tiga rencana terapi sesuai

dengan berat ringannya dehidrasi yang terjadi (Depkes, 2008).

Tatalaksana diare akut pada dewasa juga memiliki prinsip yang sama

21
yakni rehidrasi dan terapi simptomatik dengan menggunakan obat-

obatan seperti antimotilitas dan adsorben (Sudoyo dkk., 2009).

Walaupun penyebab utama diare akut adalah infeksi oleh bakteri pada

pasien dewasa, tetapi pemberian antibiotik hingga saat ini masih

kontroversial, termasuk bagi anak-anak (WGO, 2012). Antibiotik

hanya diberikan apabila ada indikasi tertentu seperti kolera dan

disentri (Sudoyo dkk., 2009).

Antibiotik yang memiliki spektrum terhadap Escherichia coli

antara lain golongan penisilin yang memiliki spektrum luas serta

sephalosporin generasi dua dan tiga. Selain itu, golongan tetrasiklin,

aminoglikosida, flourokuinolon, makrolid, serta sulfonamid juga

diketahui memiliki spektrum kerja terhadap Escherichia coli. Akan

tetapi, kebanyakan obat dalam golongan beta laktam sensitivitasnya

terhadap Escherichia coli sudah semakin menurun. Beberapa

golongan, misalnya aminoglikosida, sensitivitasnya masih cukup

tinggi akan tetapi obat-obat dalam golongan ini memiliki toksisitas

yang tinggi (Gunawan dkk., 2007).

22
2.3. Kerangka Teori

Ekstrak daun Sriyaka (Annona


Squamosa)

Flavonoid Alkaloid Saponin Tanin

Antibakteri

Merusak dinding Menghambat sinesis Menggangu


sel bakteri asam nukleat metabolisme energi

Bakterisidal

Biakan E.Coli

Zona hambat koloni

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

23
2.4. Kerangka Konsep

Faktor Internal

1. Kualitas daun srikaya


2. Usia tumbuhan srikaya
3. Ukuran daun srikaya
4. Strain Escherichia Coli

Ekstrak daun srikaya


Escherichia coli
(Annona Squamosa)
25% 50% 75% 100% Diameter zona hambatan

Faktor Eksternal

1. Kelembaban
2. Suhu
3. pH
4. Waktu

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

2.5. Hipotesa

Hipotesis yang ingin dibuktikan pada penelitian ini adalah ekstrak daun

srikaya (Annona Squamosa) mampu menghambat pertumbuhan bakteri

Escherichia coli.

24
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Dalam percobaan ini peneliti menggunakan True Experiment dengan

rancangan penelitian Posttest Only Control Group Design.

3.2. Tempat dan Waktu

3.2.1. Tempat

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Biomedik RSU

Provinsi NTB.

3.2.2. Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2017.

3.3. Variabel dan Definisi Operasional

3.3.1. Variabel Penelitian

3.3.1.1. Variabel bebas (variabel independen)

Konsentrasiekstrak daun srikaya (Annona squamosa)

dalam berbagai konsentrasi yaitu konsentrasi 25%, 50%, 75%

dan 100%.

3.3.1.2. Variabel Tergantung (variabel dependen)

Diameter zona hambat koloni Escherichia coli.

25
3.3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1.Definisi Operasional

Cara Satuan Skala


No Variabel Definisi
pengukuran ukur data

1. Diameter zona Zona bening Mengukur mm Rasio


hambat koloni yang muncul diameter zona
Escherichia pada media bening yang
coli MHA (Dewi, muncul pada
2010). mediaMHA
menggunakan
penggaris.

2. Ekstrak daun Produk yang di Menimbang % Rasio


srikaya dapat dari hasil ekstrak dan (gr/ml)
(Anonna penyarian zat menghitung
squamosa) aktif simplisia dengan rumus
dengan pelarut M1V1 =
yang sesuai dan M2V2Untuk
metode mendapatkan
penyarian konsentrasi
tertentu (Dewi, 25%, 50%,
2010). 75% dan
100%.

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian

3.4.1. Populasi

Pada penelitian ini Populasi yang akan digunakan yaitu seluruh

bakteri Escherichia coli yang didapat dari isolat klinis pasien RSU

Provinsi NTB.

26
3.4.2. Sampel

Pada penelitian ini sampel yang digunakan yaitu satu unit

sampel Escherichia coli dari keseluruhan populasi. Pengambilan

sampel dilakukan dengan cara Simple Random Sampling.

3.5. Rancangan Penelitian

Rancangan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) yang terdiri dari 4 kelompok perlakuan (ekstrak daun srikaya

konsentrasi 25%, 50%, 75%, 100%) dan 2 kelompok kontrol (kontrol positif

menggunakan Ciprofloxacindan kontrol negatif menggunakan aquabides).

Perlakuan 1 (t1) : penambahan ekstrak daun srikaya(Annona Squmosa)

konsentrasi 25 %.

Perlakuan 2 (t2) : penambahan ekstrak daun srikaya (Annona Squmosa)

konsentrasi 50 %.

Perlakuan 3 (t3) : penambahan ekstrak daun srikaya (Annona Squmosa)

konsentrasi 75 %.

Perlakuan 4 (t4) : penambahan ekstrak daun srikaya (Annona Squmosa)

konsentrasi 100 %.

Kontrol positif : antibiotik Ciprofloxacin

Kontrol negatif : aquabides.

27
Adapun penentuan jumlah ulangan dengan menggunakan Rancangan

Acak Lengkap menurut Hanafiah (2011) adalah sebagai berikut :

3.5.1. Menentukan Jumlah Replikasi

(t-1) . (r-1) ≥ 15
(6-1) . (r-1) ≥ 15
(5) . (r-1) ≥ 15
5r - 5 ≥ 15
5r ≥ 15 + 3
20
r≥
5
r≥4
3.5.2. Menentukan Jumlah Unit Replikasi

N=t.r
=6.4
= 24
Keterangan :

t = jumlah perlakuan
r = jumlah pengulangan (replikasi)
N = unit percobaan

3.6. Alat dan Bahan Penelitian

3.6.1. Alat

Oven, blender, ayakan, gelas ukur, kertas saring,

rotaryevaporator, tabung reaksi dan rak, beaker glass, labu

erlenmeyer, ose, lampu spiritus, incubator, pemanas, autoclave, neraca

analitik, batang pengaduk, dispenser, pipet ukur, penggaris (dalam

satuan milimeter), yellow tip dan blue tip, hot plate,spuit, petridish,

tissue, laminari flow (lemari penanaman).

28
3.6.2. Bahan

Isolat murni bakteri Escherichia coli, daun srikaya (Annona

Squmosa), Etanol 96 %, Media Muller Hinton Agar (MHA), standar

kekeruhan 0,5 unit Mc Farland, aquabides, kontrol positif (+)

antibiotik Ciprofloxacin.

3.7. Prosedur Penelitian

3.7.1. Ekstraksi Tumbuhan Srikaya (Annona squamosa)

Dalam penelitian ini digunakan bagian daun. Proses ekstraksi

dimulai dengan mencuci bersih daun srikaya pada air mengalir

kemudian dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40°C

sampai kering. Daun srikaya yang sudah kering dihaluskan dengan

mesin penghancur kemudian diayak dan ditimbang serbuk halusnya

sebanyak 200 gram, dimasukkan ke dalam toples dan direndam

dengan cairan penyari etanol 96% sebanyak 1 liter selama 72 jam,

rendaman tersebut diaduk dan ditutup rapat-rapat kemudian

didiamkan agar terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar

sel dan didalam sel. Setelah waktu ekstraksi dicapai, ekstrak

kemudian difiltrasi atau disaring dengan kain saring atau kertas saring

sehigga diperoleh filtrat daun srikaya yang kemudian diuapkan dengan

menggunakan vacum evaporator pada suhu 45 – 50°C hingga

mencapai konsistensi kental (Sari, 2015).

29
3.7.2. Persiapan Alat dan Bahan

Persiapan peralatan seperti cawan petri, tabung reaksi, labu

erlenmeyer dan bahan yang dibutuhkan lainnya disterilisasi pada suhu

1210 C dan tekanan 2 atm selama 30 menit. Medium yang digunakan

akan disterilisasikan bersamaan dengan peralatan setiap pembuatan

MHA. Sedangkan ose dan pinset disterilkan dengan pemijaran dan

didinginkan sebelum digunakan (Ji, 2012).

3.7.3. Pembuatan media MHA

Menimbang media padat sebanyak 3,4 gram MHA, setelah

ditimbang lalu dilarutkan dengan aquadest steril sebanyak 100 mL

dalam labu Erlenmeyer, kemudian bahan tersebut dipanaskan hingga

mendidih sambil diaduk di atas hot plate hal ini dimaksudkan agar

dapat larut dengan sempurna. Setelah itu media disterilisasi dengan

autoclave dengan suhu 121°C selama 15 menit. Larutan didinginkan

hingga kira-kira 50°C kemudian dihitung dalam petridish dengan

ketebalan 4 mm. Selanjutnya dibiarkan beku dalam suhu kamar

(Diwyanto dkk, 2008).

Tabel 3.2. Komposisi Media Muller Hinton Agar (MHA)

Komposisi g/l

Beff dehydrate infusion from 300

Casein hydrolisat 17,5

Starch 1,5

Agar-agar 17

30
3.7.4. Pembuatan Standar Kekeruhan Mc Farland

Pembuatan standar kekeruhan Mc Farland dibuat dari campuran

asam sulfat 1% dengan BaCl 1% dengan perbandingan sebagai berikut

Tabel 3.3. Mc Farland Nephelometer Standard

Unit Mc H2SO4 1% BaCl 1% Perkiraan jumlah


Farland (mL) (mL) bakteri (jutaan/mL)
0,5 9,95 0,05 150
1 9,9 0,1 300
2 9,8 0,2 600
3 9,7 0,3 900
4 9,6 0,4 1.200
5 9,5 0,5 1.500
6 9,4 0,6 1.800
7 9,3 0,7 2.100
8 9,2 0,8 2.400
9 9,1 0,9 2.700
10 1,0 3.000
Sumber : (Soemarno, 2000)

3.7.5. Pembuatan Suspensi Escherichia coli 0,5 unit Mc Farland.

1. Diambil satu ujung ose koloni dari Escherichia coli biakan murni.

2. Disuspensikan ke dalam aquabides (5 mL) kemudian dibandingkan

dengan standar kekeruhan 0,5 unit Mc Farland.

3. Jika kekeruhannya > 0,5 unit Mc Farland lakukan pengeceran

sampai kekeruhan sama dengan 0,5 unit Mc Farland.

3.7.6. Pengenceran Konsentrasi Ekstrak daun srikaya (Annona

Squamosa).

1. Konsentrasi perasan Ekstrak daun srikaya (Annona Squamosa)yang

digunakan adalah 25%, 50 %, 75% dan 100 %.

31
2. Rumus pengenceran yang digunakan adalah :

C1 . V1 = C2 . V2

∆V = V2 – V1

Keterangan :

V1 : volume ekstrak daun srikaya (Annona Squamosa)100% yang

akan diencerkan.

V2 : volume ekstrak daun srikaya (Annona Squamosa)yang yang

akan dibuat.

C1 : Konsentrasi ekstrak daun srikaya (Annona Squamosa)100%

yang akan diencerkan.

C2 : Konsentrasi ekstrak daun srikaya (Annona Squamosa)yang

akan dibuat.

∆V : Penambahan aquabides.

3. Jumlah ekstrak daun srikaya (Annona Squamosa)yang diperlukan

dalam masing-masing konsentrasi adalah :

a. Pembuatan konsentrasi ekstrak daun srikaya (Annona

Squamosa) konsentrasi 25%.

Dipipet sebanyak0,25 ml ekstrak daun srikaya (Annona

Squamosa) 100% dan 0,75 ml aquabides.

b. Pembuatan konsentrasi ekstrak daun srikaya (Annona

Squamosa) konsentrasi 50%.

Dipipet sebanyak0,5 ml ekstrak daun srikaya (Annona

Squamosa) 100% dan 0,5 ml aquabides.

32
c. Pembuatan konsentrasi ekstrak daun srikaya (Annona

Squamosa) konsentrasi 75%.

Dipipet sebanyak0,75 ml ekstrak daun srikaya (Annona

Squamosa) 100% dan 0,25 ml aquabides.

d. Pembuatan konsentrasi ekstrak daun srikaya (Annona

Squamosa) konsentrasi 100%.

Ekstrak daun srikaya (Annona Squamosa) 100%tanpa adanya

penambahan aquabides.

3.7.7. Uji Difuse Media Sumur

Disiapkan suspensi murni Escherichia coli kekeruhan 0,5 Mc

Farland, Disiapkan media MHA, dioleskan suspensi bakteri dengan

swab kapas steril sehingga merata pada permukaan media, dan

diinkubasi 1-15 menit, dibuat sumuran dengan menggunakan pipet

steril berdiameter 9 mm yang ditekan pada permukaan media,

dimasukan ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) pada masing-

masing sumuran dengan konsentrasi yaitu 25%, 50%, 75% dan 100%,

diinkubasi pada suasana aerob suhu 37° C selama 24 jam, diamati

sumuran yang ditetesi perasan buah jeruk nipis, apabila bening (zona

hambatan) berarti menghambat pertumbuhan bakteri, mengukur zona

hambatan dengan penggaris/garisan, dan dicatat sebagai data hasil

kemudian dianalisa.

33
3.7.8. Alur Penelitian

Persiapan

Pembuatan suspensi Ekstrak daun Srikaya


Escherichia coli

Ekstrak daun srikaya


Pembuatan konsentrasi 25%, 50
standar kekeruhan %, 75%, dan 100%
0,5 Mc Farland

Pembuatan
PembuatanMedia
MediaMHA
MHA

Penanaman kuman pada media MHA

Pembuatan sumuran pada media MHA

Pemberian ekstrak daun srikaya pada media sumuran MHA


sebanyak 4 kali pengulangan

Inkubasi 1 x 24 jam pada inkubator dengan suhu 370 C

Pengukuran zona hambatan

Tabulasi data

Analisa data

34
3.8. Pengolahan dan Analisa Data

3.8.1. Pengolahan Data

Data hasil pengamatan disajikan dalam bentuk berupa hasil

pengukuran diameter zona hambatan setiap perlakuan kemudian

dihitung jumlah diameter zona hambatan dan rata-rata diameter zona

hambatan tiap perlakuan.

Tabel 3.4. Hasil Pengukuran Diameter Zona Hambatan Ekstrak daun


srikaya (Annona Squamosa)Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Escherichia coli.

Luas Zona Hambatan (mm) Jumlah Rata-


Konsentrasi pertumbuhan bakteri diameter rata
Ekstrak daun
Replikasi
srikaya
1 2 3 4
(t1) 20%
(t2) 40%
(t3) 60%
(t4) 80%
Kontrol (+)
Kontrol (-)

3.8.2. Analisa Data

Semua data yang diperoleh dilakukan uji statistik dengan

menggunakan One Way Anova yang memiliki tingkat kepercayaan

95% (alpha = 0,05) dan dilanjutkan dengan uji tukey HSD dengan

bantuan SPSS.

Jika dari hasil uji hitung didapat P hitung > pα (0,05), berarti

tidak terdapat adanya hambatan ekstrak daun srikaya (Annona

squamosa) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli (Ho

35
diterima), akan tetapi apabila P hitung < Pα (0,05) berarti terdapat

adanya hambatan ekstrak daun srikaya (Annona squamosa) terhadap

pertumbuhan bakteri Escherichia coli (Ho ditolak).

36
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Sjamsul Arifin, 2007, Ilmu Kimia dan Kegunaan Tumbuh-Tumbuhan

Obat Indonesia, Bandung : ITB Press.

Adnyana, I. K., E. Yulinah, J. I. Sigit, N. Fisheri K. dan M. Insanu. 2004 Efek

Ekstrak Daun Jambu Biji Daging Buah Putih dan Jambu Biji Daging Merah

sebagai Antidiare. Acta Pharmaceutica Indonesia XXXIX (1): 19-26.

Ajizah, A., 2004, Sensitivitas Salmonella thypimurium Terhadap Ekstrak Daun

Psidium guajava L., J. Bioscientiae, 1 (1): 31-38.

Bonang. G., dan Koeswardono, E. S., 1982, Mikrobiologi Kedokteran Untuk

Laboratorium dan Klinik. Jakarta: PT. Gramedia.

Brooks, G. F., J. S. Butel dan S. A. Morse, 2005, Jawetz, Melnick dan Adelberg’s

Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Penerjemah: Bagian

Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Buku 1. Jakarta:

FKUI. pp. 351-362

Brooks, G. F., J. S. Butel dan S. A. Morse, 2007, Jawetz, Melnick dan Adelberg’s

Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Ahli Bahasa: Huriawati

H. Edisi ke 23. Jakarta: EGC.

Brooks, G. F., J. S. Butel dan S. A. Morse, 2013, Jawetz, Melnick dan Adelberg’s

Medical Microbiology, 26th ed, New York : McGraw-Hill Medical

Cowan, M.M., 1999, Plant Products As Antimicrobial Agent, Clinical

Microbiology Rewiews, 564-582.

37
Darsono, F. L., dan Stephanie D. A. 2003. Aktifitas Antimikroba Ekstrak Daun

Jambu Biji dari beberapa Kultivar terhadap Staphilococcus Aureus ATCC

25923 dengan “Hole-plate Diffusion Method”. Surabaya: Fakultas Farmasi.

Universitas Katolik Widya Mandala.

Dinas Kesehatan Kota Palembang, 2008, Profil Kesehatan Kota Palembang 2008,

data Diare 2004 – 2008.

Dewi Kusrini, Khairul Anam, Bambang Cahyono :Potensi Antimikosis Beberapa

Tumbuhan Obat di Indonesia,JSKA.Vol.IX.No.3.Tahun.2006

Dewi, F.K., 2010, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu

(Morinda citrifolia L.) terhadap Bakteri Pembususk Daging Segar [Skripsi

S-1], Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Diwyanto, K., Wina, E., Priyanti, A., Natalia, L., Herawati, T., & Purwandaya, B.,

2008, Pola Kepekaan Enterobacter sakazakii Terhadap Antibiotika (The

Sensitivity of Enterobacter sakazakii to Antibiotics). Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan: Bogor.

Djajanegara, I., dan Wahyudi, P., 2009, Pemakaian Sel Hela Dalam Uji

Sitotoksisitas Fraksi Kloroform Dan Etanol Ekstrak Daun Annona

squamosa L., Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 7-11.

Djajanegara, I. dan Pria, Wahyudi, 2009, Pemakaian Sel HeLa dalam Uji

Sitotoksisitas Fraksi Kloroform dan Etanol Ekstrak Daun Annona

squamosa, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, hal. 7-11 Vol. 7, No. 1,

ISSN 1693-1831.

38
Gunawan. I.W.A. 2009. Potensi Buah Pare ( Momordica charantia L) Sebagai

Antibakteri Salmonella typhimurium. Universitas Mahasaraswati Denpasar.

Gunawan, D. Sudarsono, Wahyuono, S., Donatus IA, Purnomo, 2007, Tumbuhan

Obat 2 : Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan, Yogyakarta : PPOT

UGM.

Hanafiah, K.A., 2011, Rancangan Percobaan : Teori Dan Aplikasi. Jakarta :

Rajawali Press

Hardjoeno UL. 2007. Kapita Selekta Hepatitis Virus Dan Interpretasi Hasil

Laboratorium. Makasar: Cahya Dinan Rucitra

Jawetz, Melnick, Adenberg, S, 2005, Mikrobiologi Kedokteran (Medical

Microbiology). Jakarta : EGC.

Jawetz, Melnick, Adenberg, S. 2012. Mikrobiologi Kedokteran (Medical


Microbiology). Jakarta, EGC.
Juliantina F., 2008, Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen Anti

Bakterial Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif, Jurnal

Kedokteran dan Kesehatan Indonesia

Karsinah, Lucky, H.M., Suharto dan Mardiastuti, H.W., 2013, Buku Ajar

Mikrobiologi Kedokteran, Edisi Revisi, Jakarta : Binarupa Aksara

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011, Buletin Diare. Available from :

http://www.depkes.go.id/downloads/Buletin%20Diare Final(1).pdf (diakses

pada tanggal 18 Februari 2017).

Manoi, F. dan Balittro, 2009, Binahong (Anredera cordifolia) Sebagai Obat.

Bogor : Pusat Penelitian.

39
Masduki I. 1996. Efek Antibakteri Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu) terhadap

S. aureus dan E. coli. Cermin Dunia Kedokteran, 109 : 2.

Mathers, C., T. Boerma, dan Fat D. H. 2008. The Global Burden of Disease.

World Health Organization. http://www.who.int/healthinfo/global-burden-

disease/GBD-report-2004-update-full.pdf [diakses pada 17 Februari 2017]

Mulyani, M., Uji Antioksidan Dan Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder Dari

Daun Srikaya (A. squamosa L). Jurnal Kimia Unand, 2013, 8; 2303-3401.

Pelczar, M.J., Chan, E.C.S., 2007, Dasar - dasar Mikrobiologi, Jilid ke – 1,

Penerjemah Hadioetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosomo, S. S., Angka, S. L.,

Jakarta: UI Press.

Rachmawati, F., Sumantri, M.C. Nuria, 2010, Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi

Kloroform Ekstrak Etanol Pegagan (Centella asiatica (L) Urb) serta

Identifikasi Senyawa Aktifnya. Universitas Wahid Hasyim. Semarang.

Rini, T. M. 2012. Uji Resistensi Bakteri Escherichia coli Terhadap Empat

Antibiotik (Amoksisilin, Ampisilin, Kloramfenikol dan Siprofloksasin)

Secara In Vitro. Fakultas Kedokteran. Jakarta: Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran”.

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, penerjemah

oleh Prof. Dr. Kosasih Padmawinata, Bandung : ITB.

Rollins, D. M dan Joseph, S. W. 2000. Pathogenic Microbiology: Escherichia coli

Summary. University of Maryland. Available from:

http://www.life.umd.edu/classroom/bsci424/pathogendescriptions/Escherich

ia.htm (diakses pada tanggal 19 februari October 2017)

40
Sari, L. O. R. K. 2006. Pemanfaatan Obat Tradisional dengan Pertimbangan

Manfaat dan Keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian III (1): 1-7

Sari, Nyoman Ririn C., Wardana, Putu Wisnu A., Indrayani, Agung W., 2015, Uji

Zona Hambat Ekstrak Daun Putri Malu (Mimosa Pudica) terhadap Bakteri

Staphylococcus aureus dan Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus

(MRSA) secara in Vitro, Jurnal Medika Udayana, Vol.4, No.4.

Shokeen, P., Ray, K., Bala, M. dan Tandon, V., 2005, Preliminary studies on

activity of Ocimum sanctum, Drynaria quercifolia, and Annona squamosa

against Neisseria gonorrhoeae. Sex Transm Dis, NCBI 32: 106-111.

Shirwaikar, A., K. Rajendran and C. D. Kumar. 2004. Invitro Antioxidant Studies

of Annona squamosa Linn. Leaves. Indian Journal of Experimental Biology.

42 (1) : 803-807.

Sjahid, Landyyun Rahmawan, 2008, Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun

Dewandaru (Eugenia Uniflora L.) [Skripsi]. Surakarta : Universitas

Muhamadiah Surakarta.

Soemarno. 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinik. Edisi ketiga. Akademi

Analis Kesehatan Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Steenis V., 2005, Flora untuk Sekolah di Indonesia, Jakarta : PT Pradya Paramita.

Sudoyo, A.W., dkk. 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi V.

Jakarta :Interna Publishing.

Sukadana, I.M., 2007, Aktivitas Antibakteri Senyawa Golongan Triterpenoid dari

Biji Pepaya (Carica papaya L.), Universitas Udayana (http://ojs.unud.ac.id)

41
Sunarjono, H., 2005, Sirsak dan Srikaya. Cetakan pertama. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Wardani, A.K. 2008. Uji Aktifitas Antibakteri Fraksi Residu Ekstrak Etanolik

Daun Arbenan (Duchesnea Indica Facke) terhadap Staphylococcus dan

Pseudomonas aureginosa Multiresisten Atibiotik beserta Profil

Kromatografi Lapis Tipis. Skripsi. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas

Muhammadiah Surakarta.

World Gastroenterology Organisation (WGO). 2012, Acute Diarrhe in Adults and

Children : a global perspective. World Gastroenterology Organisation

Global Guidelines

Whittam, T.S. et. al.2011. Pathogenesis and evolution of virulence in

enteropathogenic and enterohemorrhagic Escherichia coli, J. Clin.

Invest.107;539–548.

Yuniarti, T., 2008, Ensiklopedia Tananman Obat Tradisional, Cetakan Pertama,

Yogyakarta : MedPress.

42

You might also like