You are on page 1of 23

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan


degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan
kemampuan untuk merawat diri.( Suddart, & Brunner, 2002 ). Alzheimer
merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan daya ingat,
intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan ditujukan
untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian
penderita.(Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008). Penyakit Alzheimer adalah
penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama
menyerang orang berusia 65 tahun.Alzheimer merupakan penyakit dengan
gangguan degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan
fungsi intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut
dokumuen terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. Penyakit Alzheimer
adalah suatu penyakit degeneratif otak yang progresif, dimana sel-sel otak
rusak dan mati sehingga mengakibatkan gangguan mental berupa kepikunan
(demensia) yaitu terganggunya fungsi-fungsi memori (daya ingat), berbahasa,
berpikir dan berperilaku.

B. Etiologi

Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative penyebab yang


telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi
flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer
terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara
progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat
berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium
intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal bebas atau
terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyebab degenerasi
neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui. Sampai sekarang
belum satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga faktor utama
mengenai penyebabnya, yaitu:

1. Virus lambat

Merupakan teori yang paling populer (meskipun belum terbukti) adalah yang
berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30
tahun sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dari
ensefalopati viral ditandai oleh perubahan patologis yang menyerupai plak
senilis pada penyakit alzheimer.

2. Proses autoimun

Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi


reaktif terhadap otak pada penderita penyakit alzheimer. Ada dua tipe
amigaloid (suatu kempleks protein dengan ciri seperti pati yang diproduksi dan
dideposit pada keadaan-keadaan patologis tertentu), yang satu kompos isinya
terdiri atas rantai-rantai IgG dan lainnya tidak diketahui. Teori ini menyatakab
bahwa kompleks antigen-antibodi dikatabolisir oleh fagosit dan fragmen-
fragmen imunoglobulin dihancurkan didalam lisosom, sehingga terbentuk
deposit amigaliod ekstraseluler.

3. Keracunan aluminium

Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat


neurotoksik, maka dapat menyebabkan perubahan neurofibrilar pada otak.
Deposit aluminium telah diidentifikasi pada beberapa klien dengan penyakit
alzheimer, tetapi beberapa perubahan patologis yang meyerupai penyakit ini
berbeda dengan yang terlihat pada keracunan aluminium. Kebanyakan
penyelidik menyakini dengan alasan utama aluminium merupakan logam yang
terbanyak dalam kerak bumi dan sistem pencernaan manusia tidak dapat
mencernanya. Predisposisi genetik juga ikut berperan dalam perkembangan
penyakit alzheimer. Diperkirakan 10-30% klien alzheimer mengalami tipe
yang diwariskan dan dinyatakan sebagai penyakit alzheimer familiar(FAD).
Dipihak lain, benzodiazepin dibuktikan mengganggu fungsi kognitif selain
memiliki efek anti-ansietas, mungkin melalui reseptor GABA yang
menghambat pelepas muatan neuron-neuron kolinergik di nukleus basalis.
Terdapat bukti-bukti awal bahwa obat yang menghambat reseptor GABA
memperbaiki ingatan.

C. Patofisiologi

Patologi anatomi dari Penyakit Alzheimer meliputi dijumpainya


Neurofibrillary Tangles (NFTs), plak senilis dan atropi serebrokorteks yang
sebagian besar mengenai daerah asosiasi korteks khususnya pada aspek medial
dari lobus temporal.Meskipun adanya NFTs dan plak senilis merupakan
karakteristik dari Alzheimer, mereka bukanlah suatu patognomonik. Sebab,
dapat juga ditemukan pada berbagai penyakit neurodegeneratif lainnya yang
berbeda dengan Alzheimer, seperti pada penyakit supranuklear palsy yang
progresif dan demensia pugilistika dan pada proses penuaan normal. Distribusi
NFTs dan plak senilis harus dalam jumlah yang signifikan dan menempati
topograpfik yang khas untuk Alzheimer. NFTs dengan berat molekul yang
rendah dan terdapat hanya di hippokampus, merupakan tanda dari proses
penuaan yang normal. Tapi bila terdapat di daerah medial lobus temporal,
meski hanya dalam jumlah yang kecil sudah merupakan suatu keadaaan yang
abnormal.Selain NFTs dan plak senilis, juga masih terdapat lesi lain yang dapat
dijumpai pada Alzheimer yang diduga berperan dalam gangguan kognitif dan
memori, meliputi :

(1) Degenerasi granulovakuolar Shimkowich

(2) Benang-benang neuropil Braak , serta

(3) Degenerasi neuronal dan sinaptik.


Berdasarkan formulasi, tampak bahwa mekanisme patofisiologis yang
mendasari penyakit Alzheimer adalah terputusnya hubungan antar bagian-
bagian korteks akibat hilangnya neuron pyramidal berukuran medium yang
berfungsi sebagai penghubung bagian-bagian tersebut, dan digantikan oleh
lesi-lesi degeneratif yang bersifat toksik terhadap sel-sel neuron terutrama pada
daerah hipokampus, korteks dan ganglia basalis. Hilangnya neuron-neuron
yang bersifat kolinergik tersebut, meneyebabkan menurunnya kadar
neurotransmitter asetilkolin di otak. Otak menjadi atropi dengan sulkus yang
melebar dan terdapat peluasan ventrikel-ventrikel serebral.

D. Manifestasi klinis
Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association (2003),
dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
a. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)
1) Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru dipelajari.
2) Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik.
3) Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin.
4) Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah
tersinggung,mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan
menuduh pasangannya tidak setia lagi/selingkuh.
b. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)
1) Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti makan
dan mandi.
2) Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi.
3) Mengalami gangguan tidur.
4) Keluyuran.
5) Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang akan sulit
untuk dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai
dari nama, hingga tidak mengenali wajah sama sekali. Kemudian bertahap
kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui).
c. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)
1) Sulit / kehilangan kemampuan berbicara
2) Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan.
3) Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh.
4) Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis atau mudah
mengamuk
E. Patogenesis

1. Faktor Genetik

Beberapa penelitian mengungkapkan 50 prevalensi kasus alzheimer ini


diturunkan melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garis pertama
pada keluarga penderita Alzheimer mempunyai resiko menderita dimension 6
kali lebih besar dibandingkan kelompok control normal pemeriksaan genetika
DNA pada penderitaan Alzheimer dengan familial earli onset terdapat kelainan
lokus pada kromosom 21, diregio proksimal log arm, sedangkan pada familial
late onset didapatkan kelainan lokus pada kromosom 19. Begitu pula pada
penderita down sindrom mempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah
berumur 40 tahun terdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plague dan
penurunan market kolinegik pada jaringan otaknya yang mengambarkan
kelainan histopatologi pada penderita alzheimer .Hasil penelitian penyakit
Alzheimer terdapat anak kembar menunjukan 40-50 adalah monozygote dan 50
adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetic berperan dalam
penyakit Alzheimer. Pada sporadic non familial (50-70), beberapa penderitanya
ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukan bahwa
kemungkunan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada
Alzheimer.

2. Faktor infeksi

Ada hipotesa menunjukan penyebab infeksi pada keluarga penderita Alzheimer


yang dilakukan secara immune blot analisis, ternyata ditemukan adanya
antibody reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf
pusat yang bersifat lambat, kronik dan remisi. Beberapa penyakit infeksi
seperti creutzfeldt-jacub dan kuru, diduga berhubungan dengan penyakit
Alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa persamaan antara lain,
Manifestasi klinik yang sama, Tidak adanya respon imun yang spesifik,
Adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat, Timbulnya gejala mioklonus,
Adanya gambaran spongioform.

3. Faktor lingkungan

Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan


dalam patogenesa penyakit Alzheimer. Faktor lingkungan antara lain,
aluminium, silicon, mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik
potensial pada susunan saraf pusat yang ditemukan neurofibrilary tangles
(NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal tersebut diatas belum dapat
dijelaskan secara pasti, apakah keberadaannya aluminium adalah penyebab
degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada
penderita Alzheimer, juga ditemukan keadaan ketidakseimbangan merkuri,
nitrogen, fosfor,sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.Ada dugaan
bahwa asam amino glutamate akan menyebabkan depolarisasi melalui reseptor
N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (cairan-
influks) dan menyebabkan kerusakan metabolism energy seluler dengan akibat
kerusakan dan kematian neuron.

4. Faktor imunologis

Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita Alzheimer
didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan
alphan protein, anti typsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli. Heyman
(1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita
alzhaimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit
inflamasi kronik yang sering didapatkan pada wanita muda karena peranan
faktor immunitas.

5. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan pemyakit Alzheimer
dengan trauma kepala. Hal ini dihubungan dengan petinju yang menderita
demensia pugilistic, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary
tangles.

6. Faktor neurotransmiter

Perubahan neurotransmiter pada jaringan otak penderita Alzheimer

F. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum : Klien dengan penyakit alzheimer umumnya


mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron
kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubahan pada tanda-tanda
vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi
pernafasan.
2. Gangguan fungsi pernafasan : Berkaitan dengan hipoventilasi
inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi
pembersihan saluran nafas.
a. Inspeksi : di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk
batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan
penggunaan otot bantu nafas.
b. Palpasi : traktil premitus seimbang kanan dan kiri.
c. Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.
d. Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor,
ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan
batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan
inaktivitas.
3. Hipotensi postural : Berkaitan dengan efek samping obat dan gangguan
padda pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom.
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan dengan pengkajian pada sistem lain. Ispeksi umum,
didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah laku.
4. Pengkajian tingkat kesadaran : Tingkat kesadaran klien biasanya apatis
dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien.
5. Pengkajian saraf kranial. Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf
kranial I-XII
a.Saraf I. Biasanya pada klien penyakit alzherimer tidak ada kelaianan
fungsi penciuman
b.Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu
sesuai dengan keadaan usia lanjut biasanya klien dengan alzheimer
mengalami keturunan ketajaman penglihatan
c.Saraf III, IV dan VI. Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada
saraf ini
d.Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.
e.Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
f.Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan
proses senilis serta penurunan aliran darah regional
g.Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang
berhubungan dengan perubahan status kognitif
h.Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
i.Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
vasikulasi dan indera pengecapan normal.
6. Pengkajian sistem Motorik
Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan
penurunan pada fungsi motorik secara umum. Tonus Otot. Didapatkan
meningkat. Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami
gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan
ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
7. Pengkajian Refleks
Pada tahap lanjut penyakit alzheimer sering mengalami kehilangan
refleks postural, apabila klien mencoba untuk berdiri dengan kepala
cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti didorong.
Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan (salah satunya
ke depan atau ke belakang) dapat menyebabkan klien sering jatuh.
8. Pengkajian Sistem sensorik
Sesuai barlanjutnya usia, klien dengan penyakit alzheimer mengalami
penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif. Penurunan
sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang
dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara
umum.

Pemeriksaan penunjang

1. Neuropatologi

Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi


neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang bilateral, simetris
sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).Beverapa penelitian
mengungkapkan atropi lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior
frontal sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, system
somatosensorik tetap utuh (jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi
pada penyakit Alzheimer terdiri dari :

a. Neurofibrillary tangles (NFT)

Merupakan sitoplasma neuronal yang terbentuk dari filament-filamen


abnormal yang berisi protein neurofilamen, hipokampus, amigdala,
substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak. NFT
selain didapatkan pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan pada otak
manula,down sindromeparkinson, SSPE, sindroma ekstrapiramidal,
supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.

b. Senile plague (SP)

Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve


ending yang berisi filament-filamen abnormal, serat amiloid
ekstraseluler, astrosit, microglia. Amloid prekusor protein yang terdapat
pada neokorteks, amygdale, hipokampus, korteks somatosensorik,
korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer,
korteks somatosensorik, korteks visual dan auditorik. Senile plague ini
juga terdapat pada jaringan perifer. Perry (1987) mengatakan densitas
senile plague berhubungan dengan penurunan kolinergi. Kedua gambaran
histopatologi (NFT dan senile plague) merupakan gambaran karakteristik
untuk penderita penyakit Alzheimer.

c. Degenerasi neuron

Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada


penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada neokorteks
terutama didapatkan pada neuron pyramidal lobus temporal dan frontalis.
Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nucleus batang otak
termasuk lokus seruleus, raphe nucleus dan substanasia nigra. Kematian
sel noradrenergic terutama pada nucleus basalis dari meynert, dan sel
noradrenergic terutama pada lokus seruleus serta sel serotogenik pada
pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi
eksperimen binatang dan ini merupakan harapan dalam pengobatan
penyakit Alzheimer.

d. Perubahan vakuoler

Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan dapat


menggeser nucleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara bermakna
dengan jumlah NFT dan SP, perubahan ini sering didapatkan pada
korteks temporomedial, amygdale dan insula. Tidak pernah ditemukan
pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan
batang otak.

e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak terdapat pada
anterhinal, gyrus cingulated, korteks insula, dan amydala. Sejumlah kecil
pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipitalis. Lewy body
kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body
batang otak pada gambaran histopatologi penyakit Parkinson. Hansen et
al menyatakan lewy body merupakan variasi dari penyakit Alzheimer.

2. Pemeriksaan neuropsikologis

Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia. Fungsi


pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak
adanya gangguan fungis konginitif umum dan mengetahui secara rinci
pola deficit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai
fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda
seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan
pengertian berbahasa.

3. CT Scan dan MRI

Merupakan metode non invasif yang berevolusi tinggi untuk melihat


kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer
antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam menyingkirkan
kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain Alzheimer
seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan
pembesaran vertikel keduannya merupakan gambaran marker dominan
yang sangat spesifik pada penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga
didapatkan pada demensia lainnya seperti multiinfark, Parkinson,
binswanger sehingga kita sukar untuk membedakan denagn penyakit
Alzheimer. Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran vertikel
berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status
mini mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah
kortikal dan periventrikuler (capping anterior home pada ventrikel
lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal.
menyatakan MRI lebih sensitive untuk membedakan demensia dari
penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan
usuran (atropi) dari hipokampus.
4. EEG

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis.


Sedang pada penyakit Alzheimer didapatkan perubahan gelombang
lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.

5. PET (Positron Emission Tomography)

Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran darah,


metabolisme 02, dan glukosa didaerah serebral. Up take I.123 sangat
menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan
kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai dengan hasil observasi
penelitian neuropatologi.

6. SPECT (Single Photon Emission Computet Tomography)

Aktivitas I.123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer.


Kelainan ini berkorelasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit
kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara
rutin.

7. Laboratorium darah

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita


Alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan
penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin,
B12, Calcium, Posfort, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat,
serologi sifilis, screening antibody yang dilakukan secara selektif.

G. Penatalaksanaan medis

Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena


penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik
dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan
keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum
mempunyai efek yang menguntungkan.

1. Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor
untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita
Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah
penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang
bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA
(tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat
memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik
akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan
penderita Alzheimer.
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer
didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzyme
yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini
disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian
thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan
peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi
dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat
memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan
binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak
menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat
disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin
(catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis
dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan
hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
5. Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis
(delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5
mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala tersebut. Bila
penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic
anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam
mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini
menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil
kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr
/hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa
dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi
kognitif.
BAB III

PEMBAHASAN

Asuhan keperawatan pada penyakit alzheimer

KASUS :

Seorang perempuan berusia 73 tahun, diantar oleh keluarganya ke rumah sakit


X dengan keluhan utama pasien selalu gelisah, mengatakan sulit untuk tidur,
keluarga mengatakan ia tidak mampu menyebutkan kembali apa yang dibaca/
mengikuti acara program televisi, ketidakmampuan untuk melakukan hal yang
telah biasa yang dilakukannya, dan sering jatuh. Ketika datang pasien terlihat
tampak bingung, baju pasien terlihat lusuh dan kancing baju yang tidak
beraturan. Dari hasil pemeriksaan ttv didapatkan tekanan darah 150/100
mmHg, nadi 90 kali, pernafasan 14 kali permenit, dan suhu tubuh 36 c.

Askep penyakit alzheimer

1. Pengkajian

a. Identitas

1) Nama :

2) Umur :

3) Jenis kelamin :

4) Agama dan suku bangsa :

b. Keluhan Utama

1) gelisah

2) sulit tidur

3) sering terjatuh
4) Gelisah di malam hari

c. Riwayat penyakit dahulu. Tanyakan pada keluarga riwayat penyakit yang


dialami pasien.

d. Riwayat penyakit dalam keluarga.

e. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum : Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi


bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi pernafasan.

2) Gangguan fungsi pernafasan : Berkaitan dengan hipoventilasi


inaktifitas, aspirasi makanan atau saliva dan berkurangnya fungsi
pembersihan saluran nafas.

a. Inspeksi : di dapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk


batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan
otot bantu nafas.

b. Palpasi : traktil premitus seimbang kanan dan kiri.

c. Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.

d. Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor,


ronkhi, pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan
batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.

3) Hipotensi postural : Berkaitan dengan efek samping obat dan gangguan


pada pengaturan tekanan darah oleh sistem persarafan otonom. Pengkajian
B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan
pengkajian pada sistem lain. Ispeksi umum, didapatkan berbagai manifestasi
akibat perubahan tingkah laku

4) Pengkajian tingkat kesadaran :


Tingkat kesadaran klien apatis (kurangnya emosi, motivasi) dan juga
bergantung pada perubahan status kognitif klien.

5) Pengkajian saraf kranial.

Pengkajian saraf ini meliputi pengkajian saraf kranial I-XII

a.Saraf I. klien tidak ada kelaianan fungsi penciuman

b.Saraf II. Tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan, yaitu sesuai


dengan keadaan usia lanjut klien dengan alzheimer mengalami keturunan
ketajaman penglihatan

c.Saraf III, IV dan VI. Tidak ditemukan adanya kelainan pada saraf ini

d.Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada saraf ini.

e.Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal

f.Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses
senilis serta penurunan aliran darah regional

g.Saraf IX dan X. Kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan


dengan perubahan status kognitif

h.Saraf XI. Tidak atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.

i.Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
vasikulasi dan indera pengecapan normal.

6) Pengkajian sistem Motorik

Inspeksi umum pada tahap lanjut klien akan mengalami perubahan dan
penurunan pada fungsi motorik secara umum. Tonus Otot. Didapatkan
meningkat.
Keseimbangan dan Koordinasi. Didapatkan mengalami gangguan karena
adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan
metode pemeriksaan.

7) Pengkajian Refleks

klien mengalami kehilangan refleks postural, ketika klien mencoba untuk


berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya
berjalan seperti didorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya
keseimbangan (salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat
menyebabkan klien sering jatuh.

8) Pengkajian Sistem sensorik

klien mengalami penurunan terhadap sensasi sensorik secara progresif.


Penurunan sensori yang ada merupakan hasil dari neuropati perifer yang
dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.

2. Diagnosa Keperawatan

- Kebingungan kronis berhubungan dengan penyakit alzheimer

Tujuan : setelah di lakukan asuhan keperawatan

Kriteria hasil :

1. Segera mengingat informasi dengan akurat 5-1

2. Mengingat informasi terbaru dengan akurat 5-1

3. Mengingat informasi jarak jauh dengan akurat 5-1

3. Rencana tindakan keperawatan

a. Dengan tenang, melakukan pendekatan yang meyakinkan


b. Menilai tanda-tanda verbal dan non verbal kecemasan

c. Masukkan anggota keluarga dalam perencanaan, memberikan,


dan evaluasi perawatan, sejauh yang diinginkan

d. Mengidentifikasi pola biasa perilaku untuk kegiatan seperti


tidur, pengguna obat, eliminasi, asupan makanan, dan perawatan
diri

e. Menentukan fisik, sosial, dan sejarah psikis pasien kebiasaan


yang biasa dan rutinitas.

Data etiologi Masalah


Data objektif : Alzheimer - Kebinguan
- Tekanan darah 150/100 kronis
mmHg - Gelisah
- Nadi 90 kali - Sulit tidur
- pernafasan 14 kali - Sering terjatuh
permenit - Gelisah di
- Suhu tubuh 36 c malam hari
- Perempuan dengan usia
: 73 tahun

Data subjektif :
- Pasien selalu gelisah,
mengatakan sulit untuk
tidur
- Keluarga mengatakan
ia tidak mampu
menyebutkan kembali
apa yang dibaca/
mengikuti acara
program televisi
- Ketidakmampuan untuk
melakukan hal yang
telah biasa yang
dilakukannya dan
sering jatuh.
- Ketika datang pasien
terlihat tampak bingung
- Baju pasien terlihat
lusuh dan kancing baju
yang tidak beraturan

nanda noc Nic


Kebingungan kronis Kriteria hasil : a. Dengan tenang,
berhubungan dengan 1. Segera mengingat melakukan pendekatan
penyakit alzheimer informasi dengan akurat yang meyakinkan
setelah di lakukan asuhan 5-1 b. Menilai tanda-tanda
keperawatan 2. Mengingat informasi verbal dan non verbal
terbaru dengan akurat 5-1 kecemasan
3. Mengingat informasi c. Masukkan anggota
jarak jauh dengan akurat keluarga dalam
5-1 perencanaan,
memberikan, dan
evaluasi perawatan,
sejauh yang diinginkan
d. Mengidentifikasi pola
biasa perilaku untuk
kegiatan seperti tidur,
pengguna obat, eliminasi,
asupan makanan, dan
perawatan diri
e. Menentukan fisik,
sosial, dan sejarah psikis
pasien kebiasaan yang
biasa dan rutinitas.
BAB IV
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

You might also like