You are on page 1of 2

1.

Murabahah

Murabahah ialah bentuk jual beli yang bersifat amanah. Cara pembayaran Murabahah bisa dilakukan
secara tunai dan tangguh (pembayaran yang dilakukan tidak pada saat barang diserahkan kepada si
konsumen (pembeli), tetapi pembayaran dilakukan pada bentuk angsuran pada bentuk tertentu.

Contoh penerapan:

Pak Ahmad seorang pengusaha toko buku, mengajukan permohonan pembiayaan modal usahanya
dengan akad murabahah, dengan tujuan untuk membeli bahan baku kertas senilai Rp.50 juta. Setelah
dievaluasi oleh Bank syariah Usaha Pak Ahmad layak untuk diperkuangkan. kemudian Bank syariah akan
menjual barang tersebut kepada pak Ali sejumlah Rp.55 juta, dengan jangka waktu 3 bulan dan dibayar
lunas pada saat jatuh tempo.

Contoh lain, Arfa ingin membeli sebuah sepeda motor, namun ia sadar uangnya belum cukup. Dia
meminta bantuan teman-teman organisasinya untuk melakukan akad murabahah. Ia memberitahukan
bahwa harga sepeda motor yang ingin dia beli seharga Rp. 20juta. Teman-teman organisasinya
menyanggupi, namun dengan syarat keuntungan untuk organisasi sebesar 5 juta, sehingga total Arfa
harus membayar Rp. 25juta, dengan jangka waktu 6 bulan dan dibayar lunas saat jatuh tempo.

Peluang akad murabahah ini jika diterapkan dalam kegiatan ekonomi masyarakat sehari-hari sebenarnya
sangatlah baik, karena akad ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain:

a. Jumlah keuntungan (mark-up) berdasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak.

b. Jangka waktu pembiayaan harga barang ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

Disamping dari kelebihan tersebut, akad murabahah juga memiliki kekurangan, yaitu margin
keuntungan harus dibayar penuh sesuai kesepakatan diawal akad meskipun pembiayaan murabahah
sudah dilunasi sebelum masa jatuh tempo.

Melihat proses bagaimana lahirnya akad murabahah ini, beberapa fuqaha’ mu’ashirah (ahli fiqih
kontemporer) menyebut akad ini sebagai akad jual beli atas dasar amanah (‘aqdul buyu’u al-amânah).
Mengapa? Karena dalam prosesnya, akad ini terjadi atas dasar amanah yang diberikan oleh pemilik
modal (pedagang) kepada orang yang menjalankan (orang yang dimodali). Oleh karena itu, ia sangat
berharap kejujuran orang yang menjalankannya dan berharap orang yang ditugasi menjalankan tidak
melakukan hal-hal yang berbuah hilangnya kepercayaan (amanah) tersebut.

Pada intinya akad ini berpeluang berkembang di masyarakat apabila seseorang yang melakukan akad ini
dapat menjalankan amanah dengan baik.
2. As-Salam

Akad as-salam ialah akad pembelian suatu barang produktif untuk pengiriman yang ditangguhkan
dengan pembayaran segera sesuai dengan persyarantan tertentu. Ba'i As-salam biasanya dilakukan
untuk produk-produk kecil, seperti pertanian dalam jangka pendek. harga pembelian beras atau padi
dari petani harus jelas, demikian pula harga penjualan kepada nasabah juha harus jelas dicantumkan
dalam masing-masing akad.

Contoh penerapan:

Bu Hindun hendak membeli mangga 200 kg mangga arumanis dan berkualitas A dengan harga Rp500/kg.
dimana uang terlebih dulu diserahkan oleh Bu Hindun, sedangkan mangganya akan diserahkan pada
panen dua bulan mendatang, sesuai dengan tanggal yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Akad salam ini dibutuhkan oleh banyak kalangan, misalnya orang-orang yang memiliki kemampuan dan
keterampilan namun mereka tidak miliki modal yang cukup untuk menjalankan apa yang menjadi
obsesinya. Akad salam ini sangat cocok untuk diterapkan pada transaksi atas produk pertanian dan juga
pada produk peternakan. Bila melihat praktik jual beli salam diatas, kita dapati kemaslahatan atau
keuntungan akan dirasakan oleh kedua belah pihak. Penjual memperoleh kemaslahatan dan keuntungan
berupa:

1. Mendapatkan modal untuk menjalankan usahanya dengan cara halal.

2. Penjual memiliki keleluasaan dalam memenuhi permintaan pembeli, karena biasanya tenggang waktu
antara transaksi dan penyerahan barang pesanan cukup lama.

3. Tidak perlu upaya dan mengeluarkan biaya tambahan untuk menghabiskan produk, karena telah
dibeli sebelumnya.

Pembeli pun memperoleh keuntungan dan manfaat, seperti :

1. Jaminan mendapatkan barang (al-muslam fihi) sesuai dengan kebutuhan dan tepat waktu.

2. Mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan harga lebih murah bila dibandingkan membeli saat
membutuhkan barang itu.

3. Terkadang, pembeli terpaksa harus mencari kesempatan untuk memasarkan barang yang telah
dipesan itu, jika dia membelinya bukan untuk kebutuhan pribadinya saja.

Dengan ini nampak jelas bahwa jual beli salam merupakan sarana efektif untuk menyatukan dua unsur
penting produksi yaitu harta dan aktifitas produksi dengan metode yang diterima semua pihak terkait
dalam pembagian hasil.

You might also like