Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
Disusun oleh:
Moh. Almuhaimin
030.12.169
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
Penyusun:
Moh. Almuhaimin
030.12.169
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing dr. Hery Susanto, Sp.A, sebagai
Pendidikan - S1 D3
Asuransi BPJS
No. RM 860820
3
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap Ibu kandung pasien pada
tanggal 16 Mei 2018 pukul 10.30 WIB, di Puspanidra RSUD Kardinah Tegal.
Keluhan Utama : Kejang 1 Jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun di bawa ke IGD RSUD Kardianh tegal
pada tanggal 15 Mei 2018 dengan keluhan kejang 1 jam SMRS, dalam satu jam pasien
kejang 2 kali, dan dengan durasi ±15 menit dan 10 menit. Kejang kelojotan seluruh
badan dengan mata mendelik ke atas, setelah kejang selesai pasien bengong kemudian
menangis. Demam sudah di alami oleh pasien pada 2 hari sebelumnya. Panas terasa
sedikit berkurang setelah pasien diberikan obat penurun panas tetapi beberapa jam
setelahnya pasien mulai panas kembali.
Pasien juga mengeluh batuk dan pilek sejak 2 hari SMRS. Dahak sulit keluar.
Keluhan sesak disangkal. Keluhan mual dan muntah disangkal. Pasien belum BAB
hari ini. Bak Normal. Nafsu makan menurun, minum masih mau.
4
Cara persalinan Spontan Pervaginam
Masa gestasi Cukup bulan (9 bulan)
Berat lahir: 2900 gram
Panjang lahir: (orang tua tidak ingat)
Lingkar kepala : (orangtua pasien tidak ingat)
Keadaan bayi Langsung menangis
Kemerahan: (+)
Nilai APGAR: (orangtua pasien tidak ingat)
Kelainan bawaan: (-)
Kesan : Riwayat perawatan antenatal cukup baik, Neonatus aterm, lahir
spontan, bayi dalam keadaan bugar.
5
4–6 ASI - - -
6–8 ASI Roti Bubur -
8 – 10 ASI - - -
10-14 ASI - - -
24 ASI - - -
Kesan: Pasien mendapatkan ASI eksklusif (+)
Riwayat Imunisasi
VAKSIN ULANGAN
DASAR (umur)
(umur)
BCG 0 bulan - - - - - -
DTP/ DT - 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -
POLIO 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -
CAMPAK - - - - - - -
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan - 6 bulan - - -
Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
Tanggal lahir Jenis Lahir Mati Keterangan
No Hidup Abortus
(umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
1. 2012 Perempuan + - - - Sehat
2. 2014 Laki-Laki + - - - Sakit
Riwayat pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. W Ny.S
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 25 tahun 23 tahun
Pendidikan terakhir S1 D3
6
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
7
Kesan: Keadaan lingkungan rumah baik, ventilasi dan pencahayaan baik.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 Mei 2018, pukul 11.00 WIB, di Puspanidra
RSU Kardinah Tegal
I. Keadaan Umum
Tampak lemah, sesak (-)
Kesadaran : compos mentis
8
cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), strabismus
(-/-), dry eyes (-/-)
Hidung : Bentuk normal, simetris, septum deviasi (-/-), sekret (-/-),
pernafasan cuping hidung (-)
Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-),
discharge (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), pucat (-), stomatitis (-),
mukosa hiperemis (-), saliva (+),Koplik spot (-)
ii. Leher: Kelenjar tiroid tidak membesar, kelenjar getah bening tidak membesar.
iii.Toraks: Dinding toraks normotoraks dan simetris.
o Paru:
Inspeksi: Bentuk datar, Pergerakan dinding toraks kiri-kanan
simetris, retraksi (-)
Palpasi: Simetris tidak ada hemithoraks yang tertinggal
Perkusi: Sonor
Auskultasi: Suara napas vesikuler,rhonki(-/-),wheezing (-/-).
o Jantung:
Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak.
Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS IV 1 cm midklavikula sinistra,
thrill (-)
Perkusi: Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi:Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).
iv. Abdomen:
Inspeksi : datar, simetris, smiling umbilicus (-),
Auskultasi : Bising usus (+) frekuensi 3x/menit
Palpasi :
Supel, distensi (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
v. Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
vi. Anorektal : tidak dilakukan pemeriksaan
9
vii. Kulit : warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis.
viii. Ekstremitas:
Keempat ekstremitas lengkap, simetris
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi
D. PEMERIKSAAN KHUSUS
Pengukuran lingkar kepala (Kurva Nellhaus)
Lingkar kepala: 49 cm
Kesan: Mesocefal
10
Pengukuran Status Gizi
11
Data Antropometri Perhitungan status gizi (menurut cdc)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. lab darah
16/5/2018 Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 12,2 10,7-14,7 g/dl
Lekosit 11,6 4,5-13,5 103/µl
Hematokrit 35.6 34-40 %
Trombosit 233 150-521 103/µl
Eritrosit 4,7 3,8-5,8 106/µl
RDW 13,5 11,5-14,5%
MCV 75,7 63-93 U
MCH 26,0 22-34 Pcg
MCHC 34,4 28-32 g/dl
Kimia klinis
Natrium 130 (L) 132 – 145 mmol/L
Kalium 4.08 3.1 – 5.1 mmol/L
Klorida 102 96-111 mmol/L
12
F. RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun di bawa ke IGD RSUD Kardinah tegal pada
tanggal 15 Mei 2018 dengan keluhan kejang 1 jam SMRS, dalam satu jam pasien kejang 2
kali, dengan durasi ±10 menit dan 5 menit. Kejang kelojotan seluruh badan dengan mata
mendelik ke atas, setelah kejang selesai pasien bengong kemudian menangis. Demam
sudah di alami oleh pasien pada dua hari sebelumnya.
Pasien juga mengeluh batuk dan pilek 2 hari SMRS. Dahak sulit keluar. Keluhan sesak
disangkal. Keluhan mual dan muntah disangkal. Pasien belum BAB sejak 1 hari SMRS.
BAK Normal. Nafsu makan manurun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien, compos mentis, tampak
sakit sedang. Berat badan sekarang 15 kg, Tinggi badan sekarang 96 cm, kesan yang
didapat dari data antropometri pasien tergolong status gizi baik. Pemeriksaan tanda vital
HR 121 x/menit, RR 28 x /menit, suhu 37,8 c.Pemeriksaan dalam batas normal.
Laboratorium didapatkan Natrium 130 mmol/L.
G. DAFTAR MASALAH
- Kejang 2x durasi ±10 menit dan 5 menit
- Demam 2 hari SMRS
- Batuk Pilek
H. DIAGNOSIS BANDING
Kejang Infeksi
Ekstrakranial:
- Kejang demam kompleks
- Kejang demam simpleks
Intrakranial:
- Meningitis
- Meningoensefalitis
Gangguan elektrolit/metabolic
13
Gangguan Perdarahan Intracranial
SOL
I. DIAGNOSIS KERJA:
- KDK dd Epilepsi
- ISPA
J. PEMERIKSAAN ANJURAN
Darah Lengkap
Elektrolit
Foto Thoraks AP-Lateral
EEG
K. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
- Rawat inap untuk monitoring gejala
b. Medikamentosa
- Infus RL 15 tpm
14
- Inj. Cefotaxim 3x 0,5 cc
- PO Paracetamol Syr 4 x 1,5 cth
- PO Diazepam 3 x 2mg IV
L. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
15
15 Mei 2018 pukul 04.30 WIB 16 Mei 2018 pukul 10.00 WIB
IGD PUSPANIDRA
S Kejang kelomjotan seluruh tubuh sebanyak ± 2 kali 1 jam S Demam naik turun, kejang berulang (-) batuk (+), sesak (-)
SMRS, mata mendelik keatas, setelah kejang pasien tampak mual (+) muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, nafsu
bengong dan kemudian menangis, Batuk (+), pilek (+), mual (- makan menurun, minum (+).
), muntah (-), nafsu makan turun, minum (+)
O KU: CM, tampak lemah O KU: CM, tampak lemah,
TTV: HR 124 x/m, RR 26x/m, S 39.60C TTV: HR 118 x/m, RR 28x/m, S 37.30C
Status generalis: Status generalis:
Mata: CA(-/-),SI (-/-) Mata: CA(-/-),SI (-/-)
Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), retraksi (-) BJ 1-2 Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), retraksi (-), BJ 1-2
reguler, m (-), g (-) reguler, m (-), g (-)
Abd dan Ekst: dbn Abd dan Ekst: dbn
A KDK dd Epilepsi A KDK dd Epilepsi
ISPA ISPA
16
17 Mei 2018 pukul 10.00 WIB 18 Mei 2018 pukul 10.00 WIB
PUSPANIDRA PUSPANIDRA
S Demam (-), kejang berulang (-) batuk (+), sesak (-) mual (+) S Demam (-), kejang berulang (-) batuk (+), sesak (-) mual (-)
muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, nafsu makan muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, nafsu makan
baik. Minum (+) baik. Minum (+).
O KU: CM O KU: CM
TTV: HR 112 x/m, RR 27x/m, S 37,20C TTV: HR 114 x/m, RR 29x/m, S 36,80C
Status generalis: Status generalis:
Mata: CA(-/-),SI (-/-) Mata: CA(-/-),SI (-/-)
Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), retraksi (-), BJ 1-2 Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), retraksi (-), BJ 1-2
reguler, m (-), g (-) reguler, m (-), g (-)
Abd dan Ekst: dbn Abd dan Ekst: dbn
ISPA ISPA
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
A. Definisi
Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38oC)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
B. Epidemiologi
Kejang demam paling sering dijumpai pada anak, terutama pada kelompok usia 6
bulan sampai 5 tahun. Hampir 3% daripada anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah
mengalami kejang demam. Lennox-Butchal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap
bangkitan kejang demam diturunkan oleh suatu gen dominan dengan penetrasi yang tidak
sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai
riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.
C. Klasifikasi
ILAE (1993) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu :
a. Kejang demam kompleks
Kejang lama yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang bewrulang lebih dari
2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
Berulang dalam 1 kali dalam 24 jam
18
D. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1o C akan meningkatkan metabolisme basal 10
% – 15% dan kebutuhan oksigen 20%. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sebuah sel
atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana
oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru – paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskular. Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan
dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali
klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat konsentrasi K+ rendah dan konsentrasi Na+ tinggi. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada
permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dapat dirubah oleh adanya :
E. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan manifestasi klinis berupa demam tinggi dengan
peningkatan suhu yang cepat, disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat.
Serangan kejang terjadi pada 24 jam pertama demam, berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik atau akinetik. Kejang dapat
berhenti sendiri lalu anak tidak memberi reaksi apapun untuk sementara, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya
kelainan saraf.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, sifat kejang, tonik, klonik, fokal
maupun umum. Tanda – tanda vital anak, status generalis dan status lokalis,
pemeriksaan neurologi untuk mengetahui penyebab kejang berasal dari susunan saraf
pusat atau ekstrakranial.
3. Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau
20
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan yang
dilakukan ialah darah perifer, elektrolit dan gula darah.
• Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakan atau
menyingkirkan kemugkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adala
0,6 – 6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan
pada:
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
• Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsy pada pasien
kejang demam.Oleh karenanya tidak direkomendasikan.Pemeriksaan EEG dapat
dilakukan bila keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
• Pencitraan
Foto X-ray kepala, CT-scan dan MRI jarang dilakukan, hanya untuk indikasi
seperti5 ;
21
F. Diagnosis Banding
Evaluasi penyebab kejang, dari dalam atau luar susunan saraf pusat.Kelaian dalam
susunan saraf pusat berupa infeksi (meningitis, ensefalitis, abses otak dan lainnya).
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan saat kejang
Pada pasien dengan status konvulsi diberikan diazepam intravena 0,3 – 0,5
mg/kgBB perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau dalam waktu 3 – 5
menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat praktis yang dapat diberikan oleh orangtua
dirumah adala diazepam per retal dengan dosis 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam per rectal dengan dosis 5 mg untuk anak
dibawah usia 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak usia diatas 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam per rectal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila
setelah 2 kali pemberian diazepam per rectal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah
sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 10 – 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari
50 mg/menit. Bila kejang berhenti, dosis selanjutnya adalah 4 – 8 mg/kgBB/hari
dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasie harus dirawat di
ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
2. Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik (paracetamol) diberikan dengan dosis 10 – 15 mg/kgBB/kali
diberikan 4 kali per hari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10
mg/kgBB/kali dibagi 3 – 4 dosis. Meskipun jarang asam asetilsalisilat dpat
menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga
penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan..
22
Pemberian diazepam sebagai antikonvulsan dengan dosis 0,3 mg/kgBB
setiap 8 jam per oral pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30
– 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada
suhu > 38,5oC.
3. Pengobatan obat rumat
Indikasi pemberian obat rumat diberikan bila kejang demam menunjukan
ciri – ciri sebagai berikut :
- Kejang lebih dari 15 menit
- Adanya kelaianan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
- Kejang fokal
- Pengobatan rumat dipertimbangkan bila
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang demam > 4 kali per tahun
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatan berupa fenobarbital atau
asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Karena
pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam
jangka pendek.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat, pada sebagian kecil kasus
terutama pada anak kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan
fungsi hati. Dosis asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 – 3 dosis dan
fenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 – 2 dosis. Lama pengobatan rumat
diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1
– 2 bulan.
23
informasi mengenai kemungkinan kejang kembali, dan pemberian obat untuk
mencegah rekurensi memang efektif tetapi herus diingat adanya efek samping obat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua bila anak kembali kejang ialah ;
Orangtua harus mengetahui pada suhu berapa anak mengalami kejang
Sediakan termometer dan ukur suhu tubuh setiap anak demam
Sediakan diazepam oral (puyer, sirup). Berikan pada suhu di atas 38,5oC
Sediakan diazepam rektal. Berikan bila suhu > 39oC atau pada suhu anak dapat
kejang
Bila anak kejang :
– Miringkan posisi anak
– Longgarkan pakaian
– Perhatikan jalan napas
– Berikan diazepam rectal
– Bawa segera ke dokter bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
6. Indikasi Rawat
• Kejang demam pertama kali
• Kejang demam pada usia < 1 tahun
• Kejang demam kompleks
• Hiperpiraksia ( suhu di atas 40 0C)
• Pasca kejang anak tidak sadar atau lumpuh (Tod’s paresisi)
• Permintaan orang tua
H. Prognosis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada
sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau
kejang berulang baik umum atau fokal.
24
Kematian karena kejang tidak pernah dilaporkan. Menurut Berg dkk, (1992)80 %
kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang
demam adalah :
• Kelainan neurologis atau perkembangan saraf terganggu yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
• Kejang demam kompleks
• Riwayat epilepsi dalam keluarga
25
A. DAFTAR PUSTAKA
1. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting.
Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71
2. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available from
:http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview. Accessed 30 Oktober , 2016.
3. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting. Pediatric Hospital
Medicine, textbook of inpatient management. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2003.
h. 443-6.
4. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available from
:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf. Accessed 30 Oktober ,
2016.
5. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention.Updated: August 6th, 2009
Available from :http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html. Accessed Accessed 30 Oktober
, 2016.
6. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5th ed. Philadelphia : Elvesier saunders; 2005. h. 106-
13.
7. Prober CG. Central Nervous System Infection. Dalam : Behrman, Kliegman, Jenson, penyunting.
Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 2038-47.
8. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11th, 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview. Accessed 30 Oktober , 2016.
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta: Bagian
Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9.
10. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1. Jakarta
:Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 189-96.
11. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2004 : 200 – 208.
12. Cordia W,dkk. Meningitis Viral. Updated: Mar 29th, 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview. Accessed 30 Oktober , 2016.
13. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention.Updated: August 6th, 2009
Available from :http://www.cdc.gov/meningitis/about/prevention.html. Accessed 30 Oktober ,
2016.
26