You are on page 1of 26

LAPORAN KASUS

ANAK LAKI-LAKI DENGAN KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Pembimbing :

dr. Hery Susanto, Sp.A

Disusun oleh:

Moh. Almuhaimin

030.12.169

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH

PERIODE 26 MARET – 1 JUNI 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

TEGAL, MEI 2018


LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi laporan kasus dengan judul:

“Anak Laki-Laki Dengan Kejang Demam Kompleks”

Penyusun:

Moh. Almuhaimin

030.12.169

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing dr. Hery Susanto, Sp.A, sebagai

syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di

RSU Kardinah Kota Tegal Periode 26 Maret – 1 Juni 2018

Tegal, Mei 2018

dr. Hery Susanto, Sp.A


STATUS PASIEN LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama : Moh.Almuhaimin Pembimbing : Dr. Hery Susanto, Sp.A

NIM : 030.12.169 Tanda tangan :

A. IDENTITAS PASIEN DAN ORANG TUA/WALI

DATA PASIEN AYAH IBU

Nama An. SA Tn. W Ny. S

Umur 4 Tahun 30 tahun 28 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan

Alamat Sidakaton, Dukuhturi

Agama Islam Islam Islam

Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan - S1 D3

Pekerjaan - Wiraswasata IRT

Penghasilan -  Rp. 4.000.000,- -


/Bulan

Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

Asuransi BPJS

No. RM 860820

3
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap Ibu kandung pasien pada
tanggal 16 Mei 2018 pukul 10.30 WIB, di Puspanidra RSUD Kardinah Tegal.
 Keluhan Utama : Kejang 1 Jam SMRS
 Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun di bawa ke IGD RSUD Kardianh tegal
pada tanggal 15 Mei 2018 dengan keluhan kejang 1 jam SMRS, dalam satu jam pasien
kejang 2 kali, dan dengan durasi ±15 menit dan 10 menit. Kejang kelojotan seluruh
badan dengan mata mendelik ke atas, setelah kejang selesai pasien bengong kemudian
menangis. Demam sudah di alami oleh pasien pada 2 hari sebelumnya. Panas terasa
sedikit berkurang setelah pasien diberikan obat penurun panas tetapi beberapa jam
setelahnya pasien mulai panas kembali.
Pasien juga mengeluh batuk dan pilek sejak 2 hari SMRS. Dahak sulit keluar.
Keluhan sesak disangkal. Keluhan mual dan muntah disangkal. Pasien belum BAB
hari ini. Bak Normal. Nafsu makan menurun, minum masih mau.

 Riwayat Penyakit Dahulu


Orang tua pasien mengatakan pasien pernah di rawat di RSU Kardinah sekitar 2 tahun
yang lalu dengan keluhan yang sama.

 Riwayat Kehamilan, Pemeriksaan Prenatal, dan Kelahiran


Demam tinggi (-) Anemia (-), hipertensi (-),
Morbiditas kehamilan diabetes melitus (-), penyakit jantung (-), penyakit
paru (-), merokok (-), infeksi (-), minum alkohol (-)
Rutin kontrol ke bidan 1 kali setiap bulan.
Kehamilan
Riwayat imunisasi TT (+) 2 x, konsumsi suplemen
Perawatan antenatal selama kehamilan (-), riwayat minum obat tanpa
resep dokter dan jamu (-)

Tempat persalinan Puskesmas


Kelahiran
Penolong persalinan Bidan

4
Cara persalinan Spontan Pervaginam
Masa gestasi Cukup bulan (9 bulan)
Berat lahir: 2900 gram
Panjang lahir: (orang tua tidak ingat)
Lingkar kepala : (orangtua pasien tidak ingat)
Keadaan bayi Langsung menangis
Kemerahan: (+)
Nilai APGAR: (orangtua pasien tidak ingat)
Kelainan bawaan: (-)
Kesan : Riwayat perawatan antenatal cukup baik, Neonatus aterm, lahir
spontan, bayi dalam keadaan bugar.

 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan gigi pertama : Umur 6 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Psikomotor :
Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-5 bulan)
Tersenyum : Umur 2 bulan (Normal: 1-2 bulan)
Tengkurap : Umur 3 bulan (Normal: 3-5 bulan)
Tertawa : Umur 3 bulan (Normal : 2-4 bulan)
Duduk : Umur 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal:12-18 bulan)
Berlari : Umur 18 bulan (Normal 18-24 bulan)

Kesan: Tidak terdapat keterlambatan dalam perkembangan pasien.


 Riwayat Makanan
Umur Buah/
ASI/PASI Bubur Susu Nasi Tim
(bulan) Biskuit
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -

5
4–6 ASI - - -
6–8 ASI Roti Bubur -
8 – 10 ASI - - -
10-14 ASI - - -
24 ASI - - -
Kesan: Pasien mendapatkan ASI eksklusif (+)

 Riwayat Imunisasi
VAKSIN ULANGAN
DASAR (umur)
(umur)
BCG 0 bulan - - - - - -
DTP/ DT - 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -
POLIO 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -
CAMPAK - - - - - - -
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan - 6 bulan - - -

 Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
Tanggal lahir Jenis Lahir Mati Keterangan
No Hidup Abortus
(umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
1. 2012 Perempuan + - - - Sehat
2. 2014 Laki-Laki + - - - Sakit

Riwayat pernikahan

Ayah Ibu
Nama Tn. W Ny.S
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 25 tahun 23 tahun
Pendidikan terakhir S1 D3

6
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -

 Riwayat Penyakit Keluarga


Pada anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita gejala atau penyakit
yang sama seperti yang dialami oleh pasien. Tidak ada riwayat kejang di keluarga,
tidak ada riwayat batuk lama di keluarga.

 Riwayat Kebiasaan Keluarga:


Pada anggota keluarga tidak ada memiliki kebiasaan merokok.

 Riwayat Penyakit yang pernah diderita


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)

Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)

DBD (-) Kejang (2 thn) Radang paru (-)

Ootitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Meningitis (-)

Kesan: Pasien pernah mengalami kejang pada usia 2 tahun

 Riwayat Lingkungan Perumahan


Pasien tingga di rumah sendiri. Rumah tersebut berukuran ± 50 m2, beratap
genteng, berlantai ubin, berdinding tembok. Di rumah tersebut tinggal kedua mertua
ibu pasien, orang tua pasien, kakak pasien dan pasien. Cahaya matahari dapat masuk
ke dalam rumah, mempunyai 3 jendela rumah, penerangan rumah memakai listrik,
sumber air bersih berasal dari sumur. jarak rumah dengan septik tank ±10 m2

7
Kesan: Keadaan lingkungan rumah baik, ventilasi dan pencahayaan baik.

 Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien berprofesi sebagai wiraswasta dengan penghasilan  Rp.4.000.000,-
/bulan. Ibu pasien sebagai ibu rumah tangga dan tidak berpenghasilan.
Kesan: Riwayat sosial ekonomi baik.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 Mei 2018, pukul 11.00 WIB, di Puspanidra
RSU Kardinah Tegal
I. Keadaan Umum
Tampak lemah, sesak (-)
Kesadaran : compos mentis

II. Tanda Vital


Tekanan darah : -
Nadi : 121 x/menit reguler
Laju nafas : 28 x/menit
Suhu : 37,8oC, Axilla

III. Data Antropometri


Berat badan sekarang : 15 kg
Tinggi badan sekarang : 96 cm
Lingkar kepala : 49 cm

IV. Status Internus


i. Kepala: Mesocefal
 Rambut: Hitam, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
 Wajah : Simetris, tidak tampak kelainan dismorfik
 Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-/-),
mata cekung (-/-), mata merah dan berair (-/-), pupil isokor, reflex

8
cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), strabismus
(-/-), dry eyes (-/-)
 Hidung : Bentuk normal, simetris, septum deviasi (-/-), sekret (-/-),
pernafasan cuping hidung (-)
 Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-),
discharge (-/-)
 Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), pucat (-), stomatitis (-),
mukosa hiperemis (-), saliva (+),Koplik spot (-)
ii. Leher: Kelenjar tiroid tidak membesar, kelenjar getah bening tidak membesar.
iii.Toraks: Dinding toraks normotoraks dan simetris.
o Paru:
 Inspeksi: Bentuk datar, Pergerakan dinding toraks kiri-kanan
simetris, retraksi (-)
 Palpasi: Simetris tidak ada hemithoraks yang tertinggal
 Perkusi: Sonor
 Auskultasi: Suara napas vesikuler,rhonki(-/-),wheezing (-/-).
o Jantung:
 Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak.
 Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS IV 1 cm midklavikula sinistra,
thrill (-)
 Perkusi: Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi:Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).
iv. Abdomen:
 Inspeksi : datar, simetris, smiling umbilicus (-),
 Auskultasi : Bising usus (+) frekuensi 3x/menit
 Palpasi :
 Supel, distensi (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
 Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
v. Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
vi. Anorektal : tidak dilakukan pemeriksaan

9
vii. Kulit : warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis.
viii. Ekstremitas:
Keempat ekstremitas lengkap, simetris
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi

D. PEMERIKSAAN KHUSUS
Pengukuran lingkar kepala (Kurva Nellhaus)

Lingkar kepala: 49 cm

Kesan: Mesocefal

10
Pengukuran Status Gizi

11
Data Antropometri Perhitungan status gizi (menurut cdc)

Anak laki-laki usia 4 tahun BB/U = 15/16 x 100% = 93.75 % (berat


Berat badan 15 kg badan menurut usia normal)
Tinggi Badan 96 cm TB/U= 96/103 x 100% = 93.2 % (tinggi
Lingkar kepala 49 cm badan menurut usia normal)
BB/TB = 15/16 x 100% = 93.75 % (gizi
normal menurut berat badan per tinggi
badan)

Kesan: Gizi Baik

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. lab darah
16/5/2018 Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 12,2 10,7-14,7 g/dl
Lekosit 11,6 4,5-13,5 103/µl
Hematokrit 35.6 34-40 %
Trombosit 233 150-521 103/µl
Eritrosit 4,7 3,8-5,8 106/µl
RDW 13,5 11,5-14,5%
MCV 75,7 63-93 U
MCH 26,0 22-34 Pcg
MCHC 34,4 28-32 g/dl
Kimia klinis
Natrium 130 (L) 132 – 145 mmol/L
Kalium 4.08 3.1 – 5.1 mmol/L
Klorida 102 96-111 mmol/L

12
F. RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun di bawa ke IGD RSUD Kardinah tegal pada
tanggal 15 Mei 2018 dengan keluhan kejang 1 jam SMRS, dalam satu jam pasien kejang 2
kali, dengan durasi ±10 menit dan 5 menit. Kejang kelojotan seluruh badan dengan mata
mendelik ke atas, setelah kejang selesai pasien bengong kemudian menangis. Demam
sudah di alami oleh pasien pada dua hari sebelumnya.
Pasien juga mengeluh batuk dan pilek 2 hari SMRS. Dahak sulit keluar. Keluhan sesak
disangkal. Keluhan mual dan muntah disangkal. Pasien belum BAB sejak 1 hari SMRS.
BAK Normal. Nafsu makan manurun.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien, compos mentis, tampak
sakit sedang. Berat badan sekarang 15 kg, Tinggi badan sekarang 96 cm, kesan yang
didapat dari data antropometri pasien tergolong status gizi baik. Pemeriksaan tanda vital
HR 121 x/menit, RR 28 x /menit, suhu 37,8 c.Pemeriksaan dalam batas normal.
Laboratorium didapatkan Natrium 130 mmol/L.

G. DAFTAR MASALAH
- Kejang 2x durasi ±10 menit dan 5 menit
- Demam 2 hari SMRS
- Batuk Pilek

H. DIAGNOSIS BANDING

Kejang  Infeksi
 Ekstrakranial:
- Kejang demam kompleks
- Kejang demam simpleks
 Intrakranial:

- Meningitis
- Meningoensefalitis
 Gangguan elektrolit/metabolic

13
 Gangguan Perdarahan Intracranial
 SOL

Demam  Infeksi virus


 Infeksi bakteri
 DBD
 Thyfoid

Batuk pilek  ISPA


 Bronkitis
 Bronkopneumonia

I. DIAGNOSIS KERJA:
- KDK dd Epilepsi
- ISPA

J. PEMERIKSAAN ANJURAN
 Darah Lengkap
 Elektrolit
 Foto Thoraks AP-Lateral
 EEG

K. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
- Rawat inap untuk monitoring gejala

- Tirah baring (bed rest).

- Memperbaiki keadaan umum penderita

b. Medikamentosa
- Infus RL 15 tpm

14
- Inj. Cefotaxim 3x 0,5 cc
- PO Paracetamol Syr 4 x 1,5 cth
- PO Diazepam 3 x 2mg IV

L. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

15
15 Mei 2018 pukul 04.30 WIB 16 Mei 2018 pukul 10.00 WIB
IGD PUSPANIDRA
S Kejang kelomjotan seluruh tubuh sebanyak ± 2 kali 1 jam S Demam naik turun, kejang berulang (-) batuk (+), sesak (-)
SMRS, mata mendelik keatas, setelah kejang pasien tampak mual (+) muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, nafsu
bengong dan kemudian menangis, Batuk (+), pilek (+), mual (- makan menurun, minum (+).
), muntah (-), nafsu makan turun, minum (+)
O KU: CM, tampak lemah O KU: CM, tampak lemah,
TTV: HR 124 x/m, RR 26x/m, S 39.60C TTV: HR 118 x/m, RR 28x/m, S 37.30C
Status generalis: Status generalis:
Mata: CA(-/-),SI (-/-) Mata: CA(-/-),SI (-/-)
Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), retraksi (-) BJ 1-2 Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), retraksi (-), BJ 1-2
reguler, m (-), g (-) reguler, m (-), g (-)
Abd dan Ekst: dbn Abd dan Ekst: dbn
A KDK dd Epilepsi A KDK dd Epilepsi

ISPA ISPA

P • IVFD RL 14 tpm P • IVFD RL 15 tpm


• Inj. Paracetamol 150 mg i.v (ekstra) • Inj. Cefotaxim 3 x 0,5
PO:
• (+) Inj. Gentamicin 2 x 40 mg IV
• Lapifed Exp 3 x 0,5 cth • (+) Inj. Ondansetron 2 x 0,5
• Konsul Sp.A
• PO Paracetamol Syr 4 x 1,5 cth
• Rawat inap
• Cek Lab darah rutin dan elektrolit • PO Diazepam 3 x 2 mg
• PO Lapifed expektoran 3x0,5 cth

16
17 Mei 2018 pukul 10.00 WIB 18 Mei 2018 pukul 10.00 WIB
PUSPANIDRA PUSPANIDRA
S Demam (-), kejang berulang (-) batuk (+), sesak (-) mual (+) S Demam (-), kejang berulang (-) batuk (+), sesak (-) mual (-)
muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, nafsu makan muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan, nafsu makan
baik. Minum (+) baik. Minum (+).
O KU: CM O KU: CM
TTV: HR 112 x/m, RR 27x/m, S 37,20C TTV: HR 114 x/m, RR 29x/m, S 36,80C
Status generalis: Status generalis:
Mata: CA(-/-),SI (-/-) Mata: CA(-/-),SI (-/-)
Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), retraksi (-), BJ 1-2 Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), retraksi (-), BJ 1-2
reguler, m (-), g (-) reguler, m (-), g (-)
Abd dan Ekst: dbn Abd dan Ekst: dbn

A KDK dd Epilepsi A KDK dd Epilepsi

ISPA ISPA

P • IVFD RL 15 tpm P • IVFD RL 15 tpm → Aff infus


• Inj. Cefotaxim 3 x 0,5 IV • Inj. Cefotaxim 3 x 0,5 IV
• Inj. Gentamicin 2 x 40 mg IV • PO Paracetamol Syr 4 x 1,5 cth K/P
• PO Paracetamol Syr 4 x 1,5 cth K/P • PO Diazepam 3 x 2 mg
• PO Diazepam 3 x 2 mg • PO Lapifed expektoran 3x0,5 cth
• PO Lapifed expektoran 3x0,5 cth • BLPL

17
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM

A. Definisi
Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38oC)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

B. Epidemiologi
Kejang demam paling sering dijumpai pada anak, terutama pada kelompok usia 6
bulan sampai 5 tahun. Hampir 3% daripada anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah
mengalami kejang demam. Lennox-Butchal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap
bangkitan kejang demam diturunkan oleh suatu gen dominan dengan penetrasi yang tidak
sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai
riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.

C. Klasifikasi
ILAE (1993) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu :
a. Kejang demam kompleks
 Kejang lama yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang bewrulang lebih dari
2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
 Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
 Berulang dalam 1 kali dalam 24 jam

b. Kejang demam sederhana


 Berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri
 Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal,
 Kejang tidak berulang dalam 24 jam

18
D. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1o C akan meningkatkan metabolisme basal 10
% – 15% dan kebutuhan oksigen 20%. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sebuah sel
atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana
oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru – paru dan diteruskan ke otak melalui
sistem kardiovaskular. Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan
dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali
klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat konsentrasi K+ rendah dan konsentrasi Na+ tinggi. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada
permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dapat dirubah oleh adanya :

 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler


 Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya ; mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya
 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada seorang anak 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
sehingga pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium
melalui membran sel neuron sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik yang
besar dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
neurotransmitter, hal ini yang menyebabkan kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38oC
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi pada suhu
40oC atau lebih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering
terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah.
19
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan sequel. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) dapat
menimbulkan kerusakan neuron otak karena pada kejang lama disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolism anaerobic, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan
akibat aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang dapat mengakibatkan hipoksia sehingga
meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak.

E. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan manifestasi klinis berupa demam tinggi dengan
peningkatan suhu yang cepat, disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat.
Serangan kejang terjadi pada 24 jam pertama demam, berlangsung singkat dengan sifat
bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik atau akinetik. Kejang dapat
berhenti sendiri lalu anak tidak memberi reaksi apapun untuk sementara, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya
kelainan saraf.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, sifat kejang, tonik, klonik, fokal
maupun umum. Tanda – tanda vital anak, status generalis dan status lokalis,
pemeriksaan neurologi untuk mengetahui penyebab kejang berasal dari susunan saraf
pusat atau ekstrakranial.

3. Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau

20
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan yang
dilakukan ialah darah perifer, elektrolit dan gula darah.

• Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakan atau
menyingkirkan kemugkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adala
0,6 – 6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan
pada:

– Bayi usia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan


– Bayi antara usia 12 – 18 bulan dianjurkan
– Bayi usia lebih dari 18 bulan selektif

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

• Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsy pada pasien
kejang demam.Oleh karenanya tidak direkomendasikan.Pemeriksaan EEG dapat
dilakukan bila keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.

• Pencitraan
Foto X-ray kepala, CT-scan dan MRI jarang dilakukan, hanya untuk indikasi
seperti5 ;

– Kelainan neurologic fokal menetap (hemiparesis)


– Parese nervus VI
– Papiledema

21
F. Diagnosis Banding
Evaluasi penyebab kejang, dari dalam atau luar susunan saraf pusat.Kelaian dalam
susunan saraf pusat berupa infeksi (meningitis, ensefalitis, abses otak dan lainnya).

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan saat kejang
Pada pasien dengan status konvulsi diberikan diazepam intravena 0,3 – 0,5
mg/kgBB perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau dalam waktu 3 – 5
menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat praktis yang dapat diberikan oleh orangtua
dirumah adala diazepam per retal dengan dosis 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam per rectal dengan dosis 5 mg untuk anak
dibawah usia 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak usia diatas 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam per rectal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila
setelah 2 kali pemberian diazepam per rectal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah
sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 10 – 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari
50 mg/menit. Bila kejang berhenti, dosis selanjutnya adalah 4 – 8 mg/kgBB/hari
dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasie harus dirawat di
ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung jenis
kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
2. Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik (paracetamol) diberikan dengan dosis 10 – 15 mg/kgBB/kali
diberikan 4 kali per hari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10
mg/kgBB/kali dibagi 3 – 4 dosis. Meskipun jarang asam asetilsalisilat dpat
menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga
penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan..

22
Pemberian diazepam sebagai antikonvulsan dengan dosis 0,3 mg/kgBB
setiap 8 jam per oral pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30
– 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada
suhu > 38,5oC.
3. Pengobatan obat rumat
Indikasi pemberian obat rumat diberikan bila kejang demam menunjukan
ciri – ciri sebagai berikut :
- Kejang lebih dari 15 menit
- Adanya kelaianan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
- Kejang fokal
- Pengobatan rumat dipertimbangkan bila
 Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
 Kejang demam > 4 kali per tahun
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatan berupa fenobarbital atau
asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Karena
pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam
jangka pendek.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat, pada sebagian kecil kasus
terutama pada anak kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan
fungsi hati. Dosis asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 – 3 dosis dan
fenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 – 2 dosis. Lama pengobatan rumat
diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1
– 2 bulan.

4. Mencari dan mengobati penyebab.


5. Edukasi keluarga pasien
Edukasi dengan meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumnya
mempunyai prognosis baik, memberitahukan cara penanganan kejang, memberikan

23
informasi mengenai kemungkinan kejang kembali, dan pemberian obat untuk
mencegah rekurensi memang efektif tetapi herus diingat adanya efek samping obat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua bila anak kembali kejang ialah ;
 Orangtua harus mengetahui pada suhu berapa anak mengalami kejang
 Sediakan termometer dan ukur suhu tubuh setiap anak demam
 Sediakan diazepam oral (puyer, sirup). Berikan pada suhu di atas 38,5oC
 Sediakan diazepam rektal. Berikan bila suhu > 39oC atau pada suhu anak dapat
kejang
 Bila anak kejang :
– Miringkan posisi anak
– Longgarkan pakaian
– Perhatikan jalan napas
– Berikan diazepam rectal
– Bawa segera ke dokter bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
6. Indikasi Rawat
• Kejang demam pertama kali
• Kejang demam pada usia < 1 tahun
• Kejang demam kompleks
• Hiperpiraksia ( suhu di atas 40 0C)
• Pasca kejang anak tidak sadar atau lumpuh (Tod’s paresisi)
• Permintaan orang tua

H. Prognosis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis pada
sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau
kejang berulang baik umum atau fokal.

24
Kematian karena kejang tidak pernah dilaporkan. Menurut Berg dkk, (1992)80 %
kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang
demam adalah :

• Riwayat kejang demam dalam keluarga


• Usia kurang dari 12 bulan
• Temperatur yang rendah saat kejang
• Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80% , sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang 10 –
15%. Kemungkinan berulangnya kejang paling besar pada tahun pertama.

Menurut Ellenberg dan Nelson KB (1998) faktor risiko terjadinya epilepsy


dikemudian hari adalah5 :

• Kelainan neurologis atau perkembangan saraf terganggu yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
• Kejang demam kompleks
• Riwayat epilepsi dalam keluarga

Masing – masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsy


sampai 4 – 6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsy menjadi 10 – 49%. Kemungkinan menjadi epilepsy tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat pada kejang demam.

25
A. DAFTAR PUSTAKA

1. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting.
Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71
2. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available from
:http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview. Accessed 30 Oktober , 2016.
3. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting. Pediatric Hospital
Medicine, textbook of inpatient management. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2003.
h. 443-6.
4. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available from
:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf. Accessed 30 Oktober ,
2016.
5. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention.Updated: August 6th, 2009
Available from :http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html. Accessed Accessed 30 Oktober
, 2016.
6. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5th ed. Philadelphia : Elvesier saunders; 2005. h. 106-
13.
7. Prober CG. Central Nervous System Infection. Dalam : Behrman, Kliegman, Jenson, penyunting.
Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 2038-47.
8. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11th, 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview. Accessed 30 Oktober , 2016.
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta: Bagian
Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9.
10. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1. Jakarta
:Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 189-96.
11. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2004 : 200 – 208.
12. Cordia W,dkk. Meningitis Viral. Updated: Mar 29th, 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview. Accessed 30 Oktober , 2016.
13. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention.Updated: August 6th, 2009
Available from :http://www.cdc.gov/meningitis/about/prevention.html. Accessed 30 Oktober ,
2016.

26

You might also like