Epidemiologi down syndrome (DS) termasuk faktor risiko, insidensi, dan
prevalensinya telah didokumentasikan secara luas. Faktor risiko dari trisomi 21 antara lain usia ibu ketika hamil >35 tahun atau advanced maternal age (AMA), penyimpangan kromosom, riwayat kelahiran dengan trisomi sebelumnya, dan faktor lingkungan. Usia ibu hamil >35 tahun dan penyimpangan kromosom merupakan faktor risiko DS yang telah banyak dibuktikan. Risiko melahirkan anak dengan DS pada ibu yang berusia tua disebabkan oleh penuaan biologis pada ovarium. Sekitar 85%-88% DS berhubungan dengan kelainan pada sel telur ibu, 5%-9% berasal dari kelainan sperma, dan 1%-3% disebabkan oleh kelainan pembelahan sel secara mitosis setelah pembuahan. Meskipun AMA merupakan risiko utama kelahiran dengan DS, namun karena tingginya angka kelahiran pada usia ibu muda, sekitar 80% anak dengan DS dilahirkan oleh ibu berusia <35 tahun. Kemungkinan melahirkan anak dengan DS meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu ketika konsepsi.
Mekanisme fisiologi yang menjelaskan hubungan AMA dengan trisomi 21
masih belum jelas meskipun telah terdapat beberapa hipotesis yang menjelaskan proses terjadinya. Teori pertama, trisomi pada ibu berusia tua yaitu karena berkurangnya kemampuan menggugurkan embrio yang abnormal dan meningkatnya kelainan pada pembelahan sel. Selain itu, teori yang banyak diyakini yakni sel telur yang sudah menua dan sudah tidak dapat dibuahi secara normal. Teori lainnya yaitu ketidakseimbangan hormonal pada ibu yang menyebabkan penurunan vaskularisasi sehingga terjadi penurunan kadar oksigen dan pH intrasel oosit, yang kemudian menghambat proses pematangan oosit ketika fase folikular. Mekanisme tersebut selanjutnya menyebabkan kromosom mengalami translokasi dan non-disjunction.
Ibu yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan DS memiliki risiko
kelahiran anak dengan trisomi 21 sebesar 1%. Pembawa dengan translokasi seimbang kromosom 21 juga merupakan faktor risiko DS. Risiko terjadinya DS meningkat pada tipe translokasi, yang merupakan jenis penyimpangan yang diturunkan.
Faktor risiko lainnya yaitu perubahan pola rekombinasi. Meskipun trisomy
21 berhubungan dengan kelainan pada tahap akhir meiosis (pembelahan kromosom), beberapa bukti menyatakan bahwa kelainan juga didapatkan pada tahap rekombinasi yang menghasilkan kegagalan pemisahan kromosom (non- disjunction).
Insidensi dan prevalensi DS bervariasi di berbagai negara. Down syndrome
merupakan kelainan kromosom yang paling sering ditemukan yaitu 1 dari 600-1000 kelahiran di seluruh dunia. Di Amerika, diperkirakan 5500 bayi lahir dengan DS per tahunnya. Insidensi kelahiran anak dengan DS meningkat seiring dengan usia ibu. Faktor yang mungkin mempengaruhi insidensi DS antara lain :
Perubahan distribusi usia ibu pada populasi
Adanya pemeriksaan prenatal Faktor sosial-budaya. Sebagai contoh, angka terjadinya DS lebih tinggi di negara Arab dimana terminasi kehamilan merupakan hal yang ilegal dibandingkan dengan di Prancis atau Belanda yang melegalkan pengguguran kehamilan.
Prevalensi DS dipengaruhi oleh peningkatan harapan usia hidup anak
dengan DS, yang berhubungan dengan meningkatnya pelayanan kesehatan (khususnya pada malformasi kardiovaskular). Meskipun insidensi DS tampak stabil, namun prevalensinya meningkat. Kemajuan pelayanan kesehatan memungkinkan anak dengan DS dapat bertahan hidup hingga dewasa. Selain itu, seiring bertambahnya sarana pendidikan, kepedulian, dan interaksi pada anak dengan DS, populasi anak DS semakin meningkat. Faktor-faktor ini mungkin dipengaruhi oleh diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan. Insidensi kelahiran anak dengan DS bervariasi di berbagai negara ditampilkan pada tabel 1. Tabel 1. Insidensi Down Syndrome di berbagai negara
Sumber : Wajuihian SO. Down syndrome: An overview. Afr Vision Eye Health. 2016;75(1), a346